masa tanam kedelai berdasarkan analisis neraca air di

advertisement
MASA TANAM KEDELAI BERDASARKAN ANALISIS NERACA
AIR DI KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA
Musyadik, Agussalim1) dan Tri Marsetyowati2)
1)
BPTP Sulawesi Tenggara Jl. Prof. Muh. Yamin No. 89 Puuwatu Kendari, Sulawesi Tenggara
2)
BBP2TP Jl. Tentara Pelajar No. 10 Bogor Jawa Barat
email: [email protected]
ABSTRAK
Dataran Konawe Selatan Sulawesi Tenggara didominasi oleh lahan kering seluas 42.151 ha
dan yang digunakan untuk budidaya kedelai baru 2.100 ha dengan produktivitas 1,05 t/ha.
Berdasarkan klasifikasi iklim Oldeman daerah penelitian memiliki tipe iklim E dimana bulan
basahnya berturut-turut kurang dari tiga bulan. Dari hasil analisis neraca air diketahui bulan
surplus terjadi pada bulan Januari, Maret – Juli. Pada bulan surplus tersebut dapat memenuhi
kebutuhan air tanaman kedelai yang dalam pertumbuhan membutuhkan air sebesar 75–100
mm/bulan.Sedangkan bulan defisit terjadi pada bulan Februari, Agustus – Desember.Kedelai
dapat ditanam pada saat terjadinya surplus air dengan dua kali musim tanam yaitu musim
tanam I Januari–Maret dan Musim tanam II April–Juli.
Kata kunci: Konawe Selatan, neraca air, masa tanam kedelai
ABSTRACT
Determination of soy beans planting time basedon balance sheet analysis in
South Konawe, Southeast Sulawesi. The plain South Konawe Southeast Sulawesi
dominated by dry soil around 42.151 ha. And which used for cultivation of soy bean 2,100 ha
with productivity 1.05 t/ha. Based on the Oldeman climate classification, the study location
have type E climate with less than 3 months of wet period. By result of analysis water balance
Surplus month occurs on January, March–July. In those surplus months, the supply of water
could meet the water requirement up to growth phase through production phase of soybean
plants. Soybean plants in growth phase require 75–100mm/month of water. On the other hand,
deficit months occur in February, August–December. Soybean planting could be done on the
water surplus period in which up to two times of planting times are possible. First planting time
occur in January–March and second planting time in April–July.
Keywords: South Konawe, water balance, time planting of soybean
PENDAHULUAN
Keberadaan sumberdaya air bagi sektor pertanian sangat vital, air merupakan faktor
pembatas hampir di setiap fase pertumbuhan tanaman. Adanya pertambahan penduduk
setiap tahun akan berbanding lurus dengan adanya alih fungsi lahan pertanian yang
produktif yang didukung oleh potensi sumberdaya air ke fungsi lain di luar sektor pertanian. Salah satu upaya yang dapat ditempuh oleh pemerintah dalam mengatasi hal
tersebut adalah dengan memanfaatkan potensi lahan kering tadah hujan yang belum
terolah.
Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, memiliki lahan kering dengan luas 42.151 ha,
dimana dari luasan tersebut baru digunakan untuk budidaya kedelai 2.100 ha dengan
produktivitas 1,05 t/ha (BPS,2012). Produktivitas tersebut lebih rendah dibandingkan
dengan hasil kedelai di tingkat penelitian yang dapat mencapai 2,7 t/ha (Badan Litbang
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
125
Pertanian, 2009). Rendahnya hasil kedelai di Konawe Selatan membuktikan penerapan
teknologi budidaya kedelai belum optimal.
Perubahan iklim mempengaruhi waktu tanam (Saragi 2008 dalam Alfyanti 2011). Hal
ini terkait dengan ketersediaan air bagi tanaman. Selama pertumbuhnya tanaman kedelai
membutuhkan air 300–350 mm dalam 3–4 bulan atau 75–100 mm/bulan (Naylor 2001)
dalam Alfyanti 2011). Namun waktu tanam ditentukan oleh neraca air.
Neraca air adalah keseimbangan antara air yang masuk pada suatu kolom air dalam
tanah dengan air yang keluar di tambah dengan total air yang tertahan di tanah. Menurut
Sosrodarsono dan Takeda (1978) dalam Alfyanti (2011), neraca air adalah penjelasan
mengenai hubungan antara aliran air yang masuk dan aliran keluar (outflow) dari proses
sirkulasi air untuk suatu periode tertentu di suatu daerah. Neraca air menurut metode
Thornhtwaite dan Mather (1957) dalam Alfyanti (2011), menggunakan data iklim berupa
curah hujan yang nantinya akan menghasilkan informasi mengenai kandungan air yang
tersedia di dalam tanah. Dengan mengetahui kandungan air yang tersedia maka dapat
diketahui waktu tanam yang tepat untuk suatu tanaman.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebutuhan air bagi tanaman kedelai pada
lahan kering di Konawe Selatan, yang dikaitkan dengan penentuan masa tanam yang
tepat.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Angata, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi
Tenggara, dengan ketinggian tempat 70 m dpl yang merupakan daerah lahan kering.
Analisis neraca air menggunakan data primer yaitu data curah hujan, suhu, dan
kelembaban bulanan daerah Konawe Selatan dari Stasiun Meteorologi Lamooso pada
periode 2002–2012 yang diukur secara otomatis dengan alat Authomatic Weather Station
(AWS) Cirad Perancis. Datanya diambil setiap bulan dari stasiun.
Analisis Data
Data Curah hujan. Analisis data curah hujan ditentukan dengan berdasarkan peluang
kejadian 75% (p>75), telah umum digunakan di bidang pertanian (Firmansyah,2010).
Peluang kejadian 75% curah hujan ditentukan melalui metode rangking untuk data curah
hujan selama 11 tahun (2002–2012).
Evapotranspirasi potensial. Berdasarkan data klimatologi yang diperoleh maka evapotranspirasi dihitung dengan metode FAO Penman-Monteith (Balit Agroklimat dan
Hidrologi, 2004):
ETo =
ETo=
Rn =
G
=
T
=
U2 =
Es =
126
900
U 2 (e s − e a )
T + 273
Δ + γ (1 + 0.34U2 )
0.408 × Δ × (R n − G) + γ
Evapotranspirasi acuan (mm/hari)
Radiasi netto pada permukaan tanaman (MJ/m/hari)
Kerapatan fluks bahang tanah (MJ/m/hari)
Suhu udara (°C)
Kecepatan angin pada ketinggian 2 m
Tekanan uap air jenuh (kPa)
Musyadik et al.: Masa tanam kedelai berdasarkan neraca air di Sulawesi Tenggara
Ea =
es-ea =
Δ
=
=
Tekanan uap air aktual (kPa)
Defisit tekanan uap air jenuh (kPa)
Slope kurva tekanan uap (kPa/°C)
Konstanta psychrometric (kPa/°C)
Neraca air. Perhitungan neraca air bulanan menggunakan metode Thronthwaite dan
Mather (1957)dalam Firmansyah (2010), seperti dicantumkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Perhitungan neraca air.
Komponen Neraca Air
CH 75%
ETP
CH 75% – ETP
APWL (kehilangan air potensial
terakumulasi)
KAT
Δ KAT
ETA
Surplus
Defisit
Uraian
Metode Penman
Dihitung secara akumulasi dari hasil negatif antara CH –
ETP.
KAT = WHC exp (- APWL /WHC)
Δ KAT = KATn-1 – KATn
Jika CH > ETP, maka ETA = CH + ^ KAT
Jika CH < ETP, maka ETA = ETP
S = CH – ETP – KAT
D = ETP – ETA
CH 75% = Peluang curah hujan 75%; ETP = Evapotranspirasi potensial; APWL = Kehilangan air potensial terakumulasi; KAT = Kadar air tanah; Δ KAT = Perubahan kadar air tanah; ETA = Kadar air tanah aktual; WHC =
Water holding capacity.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Interpretasi agroklimat berdasarkan hasil pengamatan data iklim dari lokasi penelitian
menggunakan data iklim pada tahun 2002-2012, berdasarkan klasifikasi iklim tipe Oldeman. Tipe ini umum digunakan di dunia pertanian untuk tanaman pangan yang mendasarkan pada kebutuhan air tanaman pangan. Kabupaten Konawe Selatan bertipe iklim E
dimana bulan basahnya kurang dari 3 bulan. Menurut Fagi (1993), curah hujan mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas kedelai, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Bila laju curah hujan melebihi laju perkolasi, maka akan terjadi genangan di
permukaan tanah. Keadaan demikian membuat lapisan perakaran jenuh air dan paling
sering terjadi pada tanah berdrainase buruk. Makin tinggi bulan basah makin tinggi
intensitas tanam.
Penentuan neraca air dipengaruhi oleh beberapa unsur, diantaranya evapotranspirasi.
Evapotranspirasi adalah proses penguapan atau kehilangan air yang berasal dari
permukaan tanah atau permukaan tumbuhan. Keduanya bertanggung jawab terhadap
proses kehilangan air tanah di bawah kondisi lapang yang normal.
Besarnya curah hujan rata-rata bulanan, peluang 75% sepanjang tahun bervariasi.
Variasi curah hujan berkisar 37,6–222,7 mm. Curah hujan terendah pada bulan Oktober
dan tertinggi pada bulan Mei.
Besarnya evapotranspirasi diukur secara empiris dengan metode FAO PenmanMonteith dengan kriteria utama suhu udara dan latitude. Dari hasil perhitungan diperoleh
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
127
data seperti Tabel 2. Evapotranspirasi potensial tertinggi 133,6 mm/bulan, berdasarkan
hasil perhitungan data iklim tahun 2002 hingga 2012.
Neraca Air
Berdasarkan data curah hujan dan evapotranspirasi dapat dihitung neraca air seperti
tertera pada Tabel 2.
Tabel 2. Neraca air 11 tahun di Kecamatan Angata, Kabupaten Konawe Selatan tahun 2002–2012.
Januari
133,5
CH
75%
160,9
300,0
0,0
133,5
0
Februari
132,9
91
26,9
-41,9
212,5
-87,5
178,5
45,6
0
Maret
133,3
222,7
26,9
89,4
178,3
-34,2
133,3
0
222,7
April
128,9
183,7
27,2
54,8
177,4
-1,0
128,9
0
183,7
Mei
155,0
277,9
26,3
122,9
176,2
-1,2
155,0
0
277,9
Bulan
ETP
Suhu
(o C)
27,4
CH –
ETP
27,4
APWL
KAT
Δ KAT
ETA
Defisit
Surplus
160,9
Juni
103,2
192,9
25,6
89,7
137,3
-38,8
103,2
0
192,9
Juli
106,7
161,9
25,2
55,2
62,9
-74,5
106,7
0
161,9
Agustus
116,7
48,4
25,4
-68,3
-68,3
26,4
-36,4
84,8
31,9
0
September
132,1
61,4
26,5
-70,7
-139
14,8
-11,6
73
59,1
0
Oktober
133,5
37,6
27,0
-95,9
-234,9
7,0
-7,8
45,5
88,1
0
November
132,1
106
27,6
-26,1
-26,1
4,7
-2,3
108,3
23,8
0
Desember
127,3
115,8
25,2
-11,5
-272,5
300,0
0,0
115,8
0
0
CH 75% = Peluang curah hujan 75%; ETP = Evapotranspirasi potensial; APWL = Kehilangan air potensial
terakumulasi; KAT = Kadar air tanah; Δ KAT = Perubahan kadar air tanah; ETA = Kadar Air tanah aktual.
Sumber : Pengolahan Data Primer, 2013.
Gambar 1. Neraca air 11 tahun (2002 – 2012) di Konawe Selatan.
128
Musyadik et al.: Masa tanam kedelai berdasarkan neraca air di Sulawesi Tenggara
Defisit dan Surplus
Jackson (1977) dalam Firmansyah (2010) menyatakan bahwa neraca air merupakan
perimbangan yang terjadi antara curah hujan 75% dan laju evapotranspirasi potensial.
Apabila curah hujan melebihi evapotranspirasi potensial (CH> ETP), maka terjadi
peningkatan kandungan air tanah sehingga cukup tersedia bahkan lahan mengalami
kelebihan air atau surplus. Sebaliknya, jika curah hujan lebih kecil dari evapotranspirasi
potensial (CH<ETP) maka kandungan air tanah akan berkurang bahkan defisit. Perhitungan neraca air memperlihatkan korelasi antara curah hujan dengan evapotranspirasi
potensial sebagaimana yang terlihat pada Tabel 2. Neraca air di Kabupaten Konawe
Selatan pada tahun 2002–2012 menunjukkan surplus pada bulan Januari, Maret sampai
Juli. Pada bulan surplus tersebut, kebutuhan air selama pertumbuhan tanaman terpenuhi,
yaitu 75–100 mm/bulan. Bulan defisit terjadi pada bulan Februari, Agustus–Desember.
Agussalim (2005) melakukan penelitian yang sama untuk tanaman tebu di Kabupaten
Konawe Selatan dengan menggunakan data iklim tahun 1994–2004. Dikemukakan bahwa
bulan defisit terjadi pada bulan Juli sampai Desember dan bulan surplus pada bulan
Januari sampai Juni. Musa (2012) melakukan penelitian terhadap tanaman jagung di
Kabupaten Pohuwato Gorontalo, menggunakan data selama 20 tahun (1984–2004). Dikemukakan bahwa bulan defisit terjadi pada pertengahan bulan Juli sampai Oktober,
sedangkan bulan surplus pada bulan November sampai pertengahan Juli.
Waktu Tanam
Untuk menentukan waktu tanam kedelai yang tepat berdasarkan data neraca air
bulanan mengacu pada kejadian surplus air. Dengan demikian, waktu tanam didasarkan
pada ketersediaan air tanah. Berdasarkan hal itu di lokasi penelitian kedelai dapat ditanam
dua kali, yaitu pada musim tanam I pada Januari – Maret dan musim tanam II pada April–
Juli.
KESIMPULAN
Bulan surplus air terjadi pada bulan Januari, Maret sampai Juli. Pada bulan surplus
tersebut, kebutuhan air tersedia selama masa pertumbuhan tanaman kedelai yang
membutuhkan air 75–100 mm/bulan, sedangkan bulan defisit terjadi pada bulan Februari,
Agustus, Desember. Kedelai dapat dibudidayakan pada saat terjadinya surplus air dimana
dalam hal ini dapat ditanam dua kali yaitu pada musim tanam I Januari – Maret dan
musim tanam II April– Juli.
DAFTAR PUSTAKA
Alfyanti, R, 2011.Pemanfaatan Luaran RegCM3 untuk Kajian Dampak Perubahan Iklim
terhadap Perubahan Waktu dan Pola Tanam Padi di Jawa Barat. (http://www.neraca
air.pdf/repository.ipb.ac.id/handle/123456789/47424, diakses 25 Februari 2013).
Agussalim, 2005.Analisis Neraca Air Untuk menduga Potensi Produksi Tebu di Kabupaten
Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Prosiding Seminar Nasional dan Ekspose Hasil Pertanian:
Akselerasi Inovasi Teknologi Spesifik Lokasi Menuju Pertanian Berkelanjutan. Kendari.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tenggara :459–468.
Badan Litbang Pertanian.2009. Pedoman Umum PTT Kedelai. Badan Litbang Pertanian.
Jakarta.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
129
Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, 2004. Panduan Perangkat Lunak Water and
Agroclimate Resources Management (WARM). Puslibangtanak. Bogor.
BPS Sultra. 2012. Sulawesi Tenggara dalam Angka 2011. Badan Pusat Statistik Sulawesi
Tenggara.
Fagi, A.M dan Tangkuman.F, 1993. Pengelolaan Air untuk Pertanaman Kedelai. Kedelai. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Firmansyah, M.A, 2010.Teori dan Praktik Analisis Neraca Air untuk Menunjang Tugas
Penyuluh Pertanian di Kalimantan Tengah. (http://www.Neraca_air.Pdf/, diakses 27
Februari 2013).
Guidelines for Proper Scientific Conduct in Research.2013. http://id.shvoong.com/exactsciences/agronomy-agriculture/2281329klasifikasi iklim dan penentuan tipe, diakses 21
Februari 2013.
Musa, N, 2012.Penentuan Masa Tanam Jagung (Zea mays L) berdasarkan Curah Hujan dan
Analisis Neraca Air Kabupaten Pohuwato. Jurnal Agroteknotropika: Media Publikasi dan
Komunikasi Ilmiah Bidang Ilmu Tanah Agronomi dan Hama Penyakit Tanaman: 23–27.
130
Musyadik et al.: Masa tanam kedelai berdasarkan neraca air di Sulawesi Tenggara
Download