FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA MODUL MANAJEMEN PENGUPAHAN DAN PERBURUHAN POKOK BAHASAN KEBIJAKAN UPAH DAN GAJI Drs. HASYIM, MM. KEBIJAKAN UPAH DAN GAJI A. Pengertian Upah dan Pengupahan 1. Pengertian Upah Upah didefinisikan sebagai balas jasa yang adil dan layak diberiikan kepada para pekerja atas jasa-jasanya dalam mencapai tujuan organisasi. PP.No.8 tahun 1981 tentang perlindungan “Upah” memberikan definisi upah sebagai berikut: “…….suatu penerimaan sebgai imbalan dari pengusaha kepada tenaga kerja untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan atau peraturan perundang-undangan dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha (pemberi kerja) dan pekerja termasuk tunjangan baik untuk pekerja sendiri maupun keluarganya.” Peraturan Menteri No.3 tahun 1996 tentang Pemtusan Hubungan Kerja memberikan definisi yang lebih detail tentang upah karena ditunjukan untuk keperluan perhitungan pesangon. Dalam Permen 3/96 ini yang dimaksud dengan upah mencakup: ‘12 1 Manajemen Pengupuhan dan Perburuhan Drs. Hasyim, MM. Pusat Bahan Ajar dan Elearning Universitas Mercu Buana http://www.mercubuana.ac.id 3 overvead costs. Contohnya adalah para supervisor atau manajer, staf administrasi, dan sebgainya. Tetapi pada Industri proses “seperti misalnya industri pupuk, kimia, semen yang sukar untuk menghitung komponen biaya personel per unit produksi, tidak terdapat pengelompokan penerima “gaji” datau “upah”. 2. Pengertian Gaji/Imbalan Gaji adalah balas jasa dalam bentuk uang yang diterima karyawan sebagai konsekuensi dari statusnya sebagai seorang karyawan yang memberikan konstibusi dalam mencapai tujuan perusahaan. Atau, dapat juga dikatakan sebagai bayaran tetap yang diteriima seseorang karena kedudukannya dalam perusahaan. B. Upah Minimum dan Upah Kerja Lembur Upah Minimum Propinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), Istilah UMP baru digunakan oleh Pemerintahan Pusat (Departemen Tenga kerja dan Transmigrasi), Pemerintah Daerah (Dinas Tenaga Kerja) Tingkat II atau I dan pihak organisasi pekerjadan pengusaha mulai tahun 2001. sebelum itu, istilah yang digunakan adalah Upah Minumum Regional yang biasa disingkat UMR. Perubahan tersebut berkaitan dengan pergeseran dalamperan dan wewenang menetapkan Upah Minimum sejalan dengan penerapan Undang-undang No,2 tahun 1999 tentang Otomomi Daerah. Bila sebelumnya para Gubernur hanya mengajukan rekomendasikepada Menteri Tenaga Kerja yang membuat keputusan fina, maka mulai tahun 2001 keputusan UMP dan UMK untuk tiap propinsi dan kabupaten atau kota Madya langsung dibuat oleh Gubernur atas rekomendasi para Bupati dan Walikota yang berada di propinsi masing-masing. UMP atau UMR pada dasarnya adalah upah terendah (minimum) yang ditetapkan oleh pihak Pemerintah (Daerah) yang harus dibayarkan kepada pekerja yang menduduki jabatan terendah dalam Struktur Peringkat Jabatan yang berlaku pasa sebuah organisasi (perusahaan). Walapun tidak ditetapkan secara eksplisit tentunya dapat ditafsirkan bahwa UMP atau UMK tersebut hanya berlaku untuk pekerjaan yang dikerjakan oleh pekerja yang termasuk dalam kategori tidak trampil (unskilled). Alangkah naifnya (atau berpura-pura tidak megerti) bila sebuah perusahaan yanh menggunakan teknologi tinggi dan jabatan terendah dalam organisasinya adalah operator dengan persyaratan pendidikan minimal Politeknik menggunakan UMP/UMK untuk membayar para operator tersebut. ‘12 3 Manajemen Pengupuhan dan Perburuhan Drs. Hasyim, MM. Pusat Bahan Ajar dan Elearning Universitas Mercu Buana http://www.mercubuana.ac.id pengajian dari aspek makromaupun mikro dan perkembangan kondisi social yang ada. 5. Dewan Penelitian Penupahan Nasional menyampaikan hasil kajiannya kepada MENAKER. 6. MENAKER membuat keputusan setelah membahasnya dengan beberapa Menteri lain yang juga mempunyai kepentingan dengandal itu. Seperti telah dijelaskan pada awal bagian ini, mulai taun 2000/2001 langkah ke-4 sudah tidak dilakukan bagi oleh para Bupati dan Gubernur sehingga otomatis langkah ke-5 dan ke-6 pun tidak terjadi pula. Apa yang terjadi kemudian adalah tidak ada koordinasi antara propinsi dalam penetapan UMP/UMK yang menuntut mereka paling tepat. 2. Beberapa Masalah yang Berkaitan denan UMR/UMP/UMK Sejak tahun 1990 telah terjadi diskusi dan perdebatan yang berkesinambungan antara berbagai pihak yang berkepentingan dengan penetapan UMP/UMK. Suara keras pada awalnya lebih banyak dating dari organisasi pekerja dan lembaga Swadaya Masyarakat tetapi sejak tahun 2001 pihak pengusaha yang diwakili oleh APINDO juga telah beraksi sangat keras dan lantang. Kritik dan keluhan utama tentang UMP/UMK berfungsi sebagai sebagai berikut: 1. Pihak organisasi pekerja. Departemen Tenaga Kerja dan LSM berpendapat bahwa UMR/UMP/UMK justru telah dijadikan acuan oleh oleh pengusaha untuk menetapkan tingkat upah diperusahannya. Banyak perusahaan yang justru menggunakan UMR/UMP sebagai “Upah Maksimum” Kenaikan UMP/UMK terutama setelah Indonesia mengalami kritis ekonomi 2. berkepanjangan telah dianggap tidfak realistis. Pada tahun 1998 pada saat itu tingkat inflasi mencapai 78% kenaikan UMR yang hanya sekitar 20% dianggap sama sekali tidak menolong menahan merosotnya daya beli pekerja. Sehubungan dengan ini, sejak tahun 2000, yaitu sejak penetapan UMP/UMK 3. diambil alih oleh pemerintahan daerah tingkat II telah terjadi kenaikan yang cakup tinggi yang puncaknya adalah pada awalnya 2002 yang untuk DKI mencapai rata-rata 35%. Kenaikan sebesar itu mendapat reaksi yang sangat keras dari kalangan 4. pengusaha khususnya di DKI sehingga mereka men-PTUN-kan Pemda/Gubernur DKI. ‘12 5 Manajemen Pengupuhan dan Perburuhan Drs. Hasyim, MM. Pusat Bahan Ajar dan Elearning Universitas Mercu Buana http://www.mercubuana.ac.id