Kemiskinan Anak Usia Kurang dari Lima Tahun pada Rumah Tangga dengan Rata-Rata Pengeluaran yang Terletak pada Kuantil Pertama Tahun 2008-2010 Di Indonesia Novi Hidayat Pusponegoro ABSTRAKSI: Pengentasan kemiskinan dan kelaparan yang ekstrim, merupakan salah satu dari delapan tujuan sasaran pembangunan milenium. Sasaran pembangunan milenium tersebut disepakati dan ditandatangai dalam Deklarasi Milenium di New York tahun 2005, oleh 189 negara termasuk Indonesia dan harus dicapai pada tahun 2015. Keikutsertaan Indonesia merupakan komitmen pemerintah dalam mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur yang merupakan tujuan bangsa yang tertuang dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945. Sasaran tujuan pengentasan kemiskinan dan kelaparan yang ekstrim tersebut adalah seluruh warga negara tidak terkecuali anak. Peran anak sangat dibutuhkan terkait dengan “bonus demografi” yang terjadi pada tahun 2020-2030, yaitu sekitar 60 persen penduduk Indonesia tergolong dalam kelompok usia produktif. Komposisi demografi tersebut merupakan potensi yang dapat berdampak positif terhadap input dan produktivitas negara dan sangat bergantung pada kualitas sumberdaya manusia produktif pada masa tersebut. Berbagai penelitian menunjukkan pengaruh kondisi keluarga baik secara ekonomi ataupun non ekonomi sangat besar terhadap perkembangan dan kehidupan anak. Salah satunya kajian Duncan dan Yeung (1998), yang menyatakan kondisi keluarga pada anak usia dini berdampak besar pada penyelesaian sekolah, terutama di kalangan anak-anak di keluarga dengan pendapatan rendah. Berdasarkan data UNICEF (2006), lebih dari setengah dari jumlah anakanak pada negara berkembang tumbuh dalam keluarga miskin. Kemiskinan dapat membuat mereka kehilangan kemampuan yang dibutuhkan untuk bertahan hidup dan berkembang serta membuat anak lebih rentan terhadap eksploitasi, pelecehan, diskriminasi kekerasan, dan stigmatisasi. Salah satu pendekatan ukuran kemiskinan rumah tangga (ruta) di Indonesia menggunakan ukuran absolut berupa garis kemiskinan sehingga dapat digunakan untuk menilai efek kebijakan anti kemiskinan antar waktu. Namun, pengukuran kemiskinan pada anak tidak sesederhana pengukuran kemiskinan pada rumah tangga, yang hanya dilihat dari sisi moneter namun juga didekati dari sisi multi dimensi, seperti misalnya menggunakan pendekatan hak asasi manusia, kebutuhan dasar ataupun kapabilitas anak (UNICEF, 2006). Di Indonesia, aktualisasi kajian kemiskinan anak dituangkan dalam penghitungan indeks komposit kemiskinan anak yang dirumuskan oleh BAPPENAS. Indeks tersebut mencerminkan anak yang hidup dalam kondisi serba kekurangan dalam berbagai dimensi. Indeks komposit kemiskinan anak terbentuk dari lima dimensi meliputi pendidikan, kesehatan, tempat tinggal, lingkungan dan sanitasi serta ekonomi. Child Poverty and Social Protection Conference Pendekatan moneter untuk mengidentifikasi dan mengukur kemiskinan adalah metodologi yang paling umum digunakan. Salah satunya adalah Brooks-Gunn dan Duncan (1997), menyatakan pendapatan keluarga memberikan efek yang cukup besar pada kesejahteraan anak dan remaja, walaupun tidak pada semua kasus. Anak yang hidup dalam kemiskinan yang ekstrim atau di bawah garis kemiskinan untuk beberapa tahun terutama pada masa pra sekolah dan pendidikan dasar akan memiliki taraf yang lebih rendah dalam menyelesaikan pendidikan dan mengalami kemiskinan pada masa selanjutnya. Sehingga, intervensi pada anak usia dini merupakan hal terpenting dalam mengurangi dampak kemiskinan terhadap anak. Usia dini atau usia anak kurang dari lima tahun (balita) merupakan masa rentan dalam kehidupan anak dan sangat dipengaruhi oleh latar belakang orang tua. Duncan (2011) menyatakan bahwa pemberian tambahan penghasilan orang tua yang memiliki anak balita berdampak pada keberhasilan anak pada masa mendatang. Kean (2005) juga menyatakan hal yang kurang lebih sama, yaitu kondisi sosial ekonomi, khususnya pendidikan orang tua dan pendapatan, secara tidak langsung berhubungan dengan prestasi akademik anak. Berdasarkan indikator dari ukuran kemiskinan anak, tingkat pengeluaran rumah tangga, jangka waktu kemiskinan yang dialami anak serta untuk merumuskan kebijakan anti kemiskinan yang menyentuh kepentingan anak pada usia dini, maka dikaji gambaran kemiskinan anak balita berdasarkan karakteristik kepala rumah tangga (KRT) dan ibu pada ruta dengan rata-rata pengeluaran di kuantil pertama tahun 2008-2010. Kajian ini mendeskripsikan kemisikinan anak usia kurang dari lima tahun dilihat dari sisi pencapaian kebutuhan dasarnya, seperti pengakuan anak secara hukum melalui kepemilikan akte kelahiran, pemberian ASI eksklusif, pemberian imunisasi lengkap dan pendidikan pra sekolah berdasarkan karakteristik orang tua. Karakteristik orang tua yang digunakan dalam penelitian ini antara lain pendidikan KRT, pendidikan ibu, status bekerja KRT, status bekerja ibu, lapangan usaha KRT dan lapangan usaha Ibu. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data SUSENAS panel tahun 2008-2010 untuk wilayah perkotaan ataupun perdesaan. Berdasarkan pengolahan data Ruta yang berada pada kuantil pengeluaran rata-rata terendah selama kurun waktu tahun 2008-2009, diketahui tingkat pendidikan KRT ataupun ibu memiliki hubungan positif dengan kepemilikan akte kelahiran anak balita baik di wilayah perkotaan ataupun perdesaan. Hal tersebut mengindikasikan pemenuhan hak anak dalam hal pengakuan secara hukum menjadi perhatian orang tua yang terdidik. Pendidikan orang tua juga mempunyai keterkaitan searah dengan pemberian imunisasi lengkap tahun 2008-2009, baik di wilayah perkotaan ataupun perdesaan. Tahun 2010, pendidikan orang tua tidak lagi mempunyai keterkaitan dengan pemberian imunisasi lengkap baik di wilayah perkotaan ataupun perdesaan dengan proporsi anak balita yang mendapatkan imunisasi lebih dari 79 persen di perdesaan dan 89 persen di perkotaan. Dengan terpenuhinya pemberian imunitas tersebut, maka kesehatan, angka harapan hidup dan kelangsungan hidup anak lebih terjamin walaupun balita pada ruta sangat miskin. Fenomena tersebut juga terjadi untuk variabel status bekerja orang tua dan lapangan usaha orang tua. Pemenuhan pendidikan anak pra sekolah pada ruta dengan pengeluaran terendah selama kurun waktu tahun 2008-2010 terkait dengan pendidikan ayah, namun tidak dengan status pekerjaan atau lapangan usaha orang tua. Proporsi balita yang tidak mendapatkan pendidikan pra sekolah lebih dari 90 persen di wilayah perkotaan ataupun perdesaan selama tahun 2008-2010. Pemberian ASI tidak mempunyai keterkaitan dengan pendidikan, status pekerjaan ataupun lapangan usaha orang tua, dengan proporsi balita dengan ASI eksklusif menurun dari 90 persen di perdesaan tahun 2008 menjadi sekitar 20 persen pada 2010. Di perkotaan sejak tahun 2008 sampai dengan 2010, proporsi balita yang mendapatkan ASI eksklusif hanya sekitar 20 persen. Child Poverty and Social Protection Conference Berdasarkan temuan diatas dan literatur yang menyatakan kemiskinan pada anak usia dini dapat diatasi melalui intervensi berupa penambahan pendapatan orang tua atau bantuan tunai, maka rujukan kebijakan untuk anak balita pada ruta dengan pengeluaran yang berada pada kuantil terendah, seperti misalnya: • memberikan bantuan operasional pendidikan pra sekolah • peningkatan kegiatan promotif oleh tenaga kesehatan professional dan pengawasan teratur oleh lembaga terkait pemberian ASI Eksklusif • regulasi pemberian akte kelahiran secara otomatis dan gratis untuk bayi baru lahir pada ruta yang sangat miskin. Kata Kunci: kemiskinan, anak usia dini, kuantil pengeluaran Child Poverty and Social Protection Conference