MODUL PERKULIAHAN Etika dan Filsafat Komunikasi Media Baru dalam Etika Komunikasi Fakultas Program Studi Ilmu Komunikasi Penyiaran Tatap Muka 14 Kode MK Disusun Oleh 85009 Dr. AG. Eka Wenats Wuryanta Abstract Kompetensi EFilkom adalah matakuliah yang ingin menghubungkan seluruh bagian ilmu dan tindak komunikasi berikut refleksi filosofis yang mengikutinya. Paham dan tahu filsafat komunikasi Mampu merefleksikan secara filosofis pengalaman berkomunikasi Pembahasan Era Globalisasi Informasi mengubah system kehidupan masyarakat. Perkawinan antara teknologi transmisi mutakhir dengan komputer melahirkan sebuah era baru, yaitu era informasi. Era dimana akan lahir global village (desa global). Sehingga tidak berlebihan bila kata globalisasi dikatakan sebagai word of the year. Globalisasi berasal dari kata global yang artinya secara umum atau keseluruhan. Era global adalah proses masuknya sebuah negara ke ruang lingkup dunia, sehingga sekat-sekat atau tapal batas antara negara akan semakin kabur. Globalisasi ini ditandai dengan semakin majunya teknologi komunikasi, inilah yang disebut dengan era informasi. Collin Cherry mengungkapkan perkembangan teknologi komunikasi yang cepat dewasa ini dengan istilah explosion. Hal ini disebabkan karena, Pertama, secara potensial teknologi komunikasi dapat menjangkau seluruh permukaan bumi hanya dalam tempo sekejap. Kedua, jumlah pesan dan arus lalu lintas informasi telah berlipat ganda secara geometrik. Untuk dua dekade belakangan ini saja, jumlah kontak komunikasi global yang ada diperkirakan sama banyak dengan komunikasi serupa selama beberapa abad lalu. Ketiga, kompleksitas teknologinya sendiri semakin canggih (sophisticated), baik piranti lunak maupun piranti kerasnya. Era globalisasi memiliki potensi untuk ikut mengubah hampir seluruh sistem kehidupan masyarakat, politik, ekonomi, budaya dan sebagainya. Dialog antar budaya progresif Barat dan budaya ekspresif Timur berlangsung dalam skala besarbesaran tanpa disadari. Fenomena baru dalam era globalisasi ini hanya dalam hal tempo edar informasi yang kian pendek dan cakupannya yang kian luas. Berikut ini akan disarikan beberapa pengaruh dari era globalisasi informasi. Pertama dari masyarakat global adalah semakin tingginya peradaban yang ditopang oleh keberadaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Masyarakat modern sebagaimana dihasilkan oleh industrialisasi dan teknologisasi merupakan masyarakat dengan struktur kehidupan yang dinamis, kreatif untuk melahirkan gagasan-gagasan demi kepentingan manusia dalam berbagai sektor kehidupan. Daya berpikir dan daya cipta semakin berkembang sedemikian rupa sehingga mampu memformulasikan makna kehidupan dalam konteks yang nyata, seterusnya akan berakibat pada bergesernya nilai-nilai budaya yang setiap saat dapat berlangsung walaupun lamban namun pasti. 2015 2 Etika dan Filsafat Komunikasi AG. Eka Wenats Wuryanta Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Tidak satupun peradaban yang dapat disebut maju tanpa diikuti oleh pesatnya pertumbuhan ilmu dan teknologi. Munculnya industrialisasi adalah dampak dari kemajuan pola pikir dan daya kreasi manusia sehingga mampu memformulasikan makna kehidupan dalam bentuk sarana yang tersedia di alam raya. Industrialisasi dengan demikian menyangkut proses perubahan sosial, yaitu perubahan susunan kemasyarakatan dari suatu sistem sosial, perubahan dari keadaan negara kurang maju (less developed country) menuju kepada negara maju (more developed country). Karena itu, penguasaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan prasyarat untuk memenuhi kebutuhan hidup modern yang sudah memasuki seluruh wilayah kehidupan manusia dan masyarakat bangsa. Kedua dari globalisasi informasi adalah penyerbuan komunikasi dan informasi yang menembus batas-batas budaya. Seluruh kemajuan yang diperoleh oleh manusia tidak bisa dilepaskan dari peranan komunikasi. sehingga sebagian orang menyebut komunikasi sebagai “perekat” hidup bersama. Hal ini dipahami karena istilah komunikasi itu sendiri mengandung makna bersama-sama (common, commoness: Inggris) berasal dari bahasa Latin communicatio yang berarti pemberitahuan, pemberian bagian (dalam sesuatu), pertukaran, di mana si pembicara mengharapkan pertimbangan atau jawaban dari pendengarnya; ikut mengambil bagian. Di samping sebagai lem perekat hidup bersama, komunikasi juga sering dipandang seolah-olah memiliki kekuatan gaib. Menurut B. Aubrey Fisher, tidak ada persoalan sosial yang tidak melibatkan komunikasi. Oleh sebab itu setiap saat manusia selalu dihadapkan dengan masalah sosial, yang penyelesaiannya menyangkut komunikasi yang lebih banyak atau lebih baik. Setidak-tidaknya semua kesalahfahaman yang kemudian menimbulkan konflik antara manusia dalam bidang politik, sosial, ekonomi, budaya dan sebagainya dinyatakan sebagai akibat kesalahan komunikasi. Memang komunikasi sering dimunculkan sebagai kambing hitam, jika terjadi keruwetan dan ketidakharmonisan dalam hubungan antar manusia dan antara bangsa. Komunikasi memang menyentuh semua aspek kehidupan bermasyarakat, atau sebaliknya semua aspek kehidupan masyarakat menyentuh komunikasi. Justru itu orang selalu melukiskan komunikasi sebagai ubiquitous atau serba hadir. Artinya komunikasi berada di manapun dan kapanpun. Komunikasi merupakan sesuatu 2015 3 Etika dan Filsafat Komunikasi AG. Eka Wenats Wuryanta Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id yang memang serba ada. Sifat komunikasi yang serba hadir ini, selain memberikan keuntungan juga sekaligus menimbulkan banyak kesulitan karena fenomena komunikasi itu menjadi luas, ganda dan multi makna. Ketiga adalah tingginya laju transformasi sosial. Kemajuan teknologi komunikasi yang dialami umat manusia dewasa ini memberikan kemudahan dan kecepatan dalam berhubungan antara satu dengan lainnya. Jarak tidak lagi menjadi kendala untuk dapat berkomunikasi. Informasi dan peristiwa yang terjadi di belahan dunia secara cepat dapat diakses oleh manusia di benua lain. Di samping jarak yang semakin dekat, masyarakat juga semakin banyak mendapatkan pilihan sarana untuk menyerap informasi. Dengan semakin cepatnya arus informasi dan beragamnya media komunikasi mengantarkan umat manusia kepada transformasi. Dengan munculnya masyarakat informasi, muncul pula ekonomi informasi. Industri pabrik berubah menjadi industri informasi. John Naisbitt mengidentifikasi beberapa hal yang perlu diperhatikan mengenai perubahan masyarakat industri ke masyarakat informasi sekaligus yang mencirikan masyarakat informasi adalah: Pertama, masyarakat informasi merupakan suatu realitas ekonomi. Kedua, inovasi di bidang komunikasi dan teknologi komputer akan menambah langkah perubahan dalam penyebaran informasi dan percepatan arus informasi. Ketiga, teknologi informasi yang baru pertama kali diterapkan dalam tugas industri yang lama, kemudian secara perlahan akan melahirkan aktivitas dalam proses produksi yang baru. Keempat, di dalam masyarakat informasi, individu yang menginginkan kemampuan menulis dan kemampuan dasar membaca lebih bagus daripada masa yang lalu, bisa mendapatkan pada sistem pendidikan yang tidak begitu terinci. Kelima, keberhasilan atau kegagalan teknologi komunikasi ditentukan oleh prinsip teknologi tinggi dan sentuhan yang tinggi pula.\ Alfin Toffler menggambarkan “karena tumbuhnya karakter global dari teknologi, masalah-masalah lingkungan, keuangan, telekomunikasi dan media, maka umpan balik kultural yang baru mulai beroperasi, sehingga kebijakan sebuah negara menjadi perhatian bagi negara lain”. Selanjutnya ia menjelaskan, implikasi dari kebijakan ini ialah tidak ada negara yang dengan sendirinya memiliki hak untuk menyimpan fakta dan bahwa etika informasi yang tidak terucapkan mengatasi kepentingan nasional. Pesatnya pertumbuhan informasi saat ini bukan lagi hanya menyangkut jumlah, tetapi juga jenis, kualitas, dan kompleksitas informasi yang berkembang di 2015 4 Etika dan Filsafat Komunikasi AG. Eka Wenats Wuryanta Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id segala bidang, termasuk yang tidak atau belum tentu berguna, di samping banyaknya limbah informasi. Begitu rupa perkembangannya, sehingga mulai menimbulkan gejala (penyakit) kecemasan informasi. Munculnya penyakit kecemasan informasi pada sebagian masyarakat belakangan ini, dikarenakan laju pertumbuhan dan akumulasi pengetahuan serta informasi mengalami peningkatan yang sangat cepat secara eksponensial. Gejala penyakit tersebut terlihat karena orang mengumpulkan informasi sebanyak mungkin, walaupun belum tentu mampu mengelola dengan baik agar informasi yang tepat dalam bentuk yang sesuai. Arus informasi yang tersedia bagi berbagai lapisan masyarakat sangat banyak dan sukar dikendalikan atau diawasi. Dari satu segi, arus yang besar ini berguna untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia (SDM) sekaligus memperkuat ketahanan nasional. Tetapi pada segi yang lain, arus informasi yang membanjir akan menenggelamkan SDM yang jumlahnya relatif masih sedikit. Arus informasi sukar untuk dibendung, ia hanya dapat dikendalikan, sehingga dengan pengendalian arus informasi tersebut peradaban umat Islam akan dapat terus eksis. Keempat adalah terjadinya perubahan gaya hidup (lifestyle). Teknologi komunikasi yang semakin canggih memberi kemudahan dan kebebasan kepada masyarakat untuk mengakses informasi apa saja yang ada. Implikasinya terjadilah perubahan sistem nilai karena perbenturan sistem nilai yang diadopsi oleh suatu masyarakat belum tentu atau tidak sesuai dengan latar belakang budaya, agama pada masyarakat sebelumnya. Bahkan ada pameo yang mengatakan kebingungan manusia modern bukan disebabkan oleh kurangnya informasi yang diterima, namun karena terlalu banyaknya informasi yang sampai melalui berbagai media komunikasi (flood of information). Terpaan media cukup penetratif dan persuasif, daya pengaruhnya sudah mampu menembus filterisasi kebudayaan tradisional yang sudah semakin jauh ditinggalkan oleh para generasi muda di sebuah negara. Mereka pada umumnya sudah tercerabut dari akar-akar kebudayaan nasional, sementara kita belum lagi menemukan bentuk idel kebudayaan baru yang nota bene diimpor dari luar. Pada saat itu peranan informasi sangat dominan dalam mempengaruhi sekaligus mengubah watak dan kepribadian seseorang. Di sinilah fungsi krusial informasi benar-benar berlaku sebagai sebuah kekuasaan (information is power). Informasi memainkan peranan yang vital dalam sebuah masyarakat, dan dapat dimanfaatkan 2015 5 untuk meningkatkan Etika dan Filsafat Komunikasi AG. Eka Wenats Wuryanta kualitas kehidupan Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id sebuah komunitas. Sebaliknya, jika informasi dibatasi dan dikekang, ia bisa menjadi alat depostisme dan ketidakadilan sosial. Menurut Ziauddin Sardar informasi merupakan kekuasaan, tanpa informasi seseorang tidak memiliki kekuasaan. Jika informasi dibolehkan mengalir secara bebas dalam masyarakat, maka ia akan memberikan jalan ke arah kekuasaan kepada masyarakat yang terbelakang, serta akan mencegah konsentrasi kekuasaan pada segelintir orang. Kelima dari era globalisasi dan informasi adalah semakin tajamnya gap antara negara industri dengan negara berkembang, dengan kata lain terjadinya dominasi informasi oleh negara-negara maju terhadap negara-negara terbelakang. Alat dominasi yang paling efektif adalah pengetahuan, sedangkan pengetahuan itu tidak lain berbasis informasi. Menurut F. Rachmadi, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi pada satu sisi telah berhasil mengatasi dimensi ruang dan waktu, namun di sisi lain ternyata juga mempertajam ketidakseimbangan informasi antara negara-negara maju dengan negara-negara berkembang. Secara kuantitatif arus informasi dunia dikuasai oleh negara-negara maju. Arus informasi dunia memperlihatkan ketidakseimbangan yang serius, bahkan sebagian besar negaranegara dunia ketiga tidak memiliki alat-alat dan struktur yang memadai bagi pemancaran dan penerimaan informasi. Ketidakseimbangan ini mengakibatkan kepincangan dan ketergantungan negara-negara berkembang terhadap negaranegara maju. Negara-negara maju memiliki pengaruh dan dominasi yang kuat terhadap negara yang belum memiliki teknologi maju. Kita harus dapat memahami manfaat dan mudarat informasi serta secara sadar memanfaatkannya untuk mencapai tujuan-tujuan kita, bukan tujuan-tujuan Barat. Penyaluran informasi yang dikembangkan oleh Barat pada era ini bertendensi sinisme dan antipati terhadap Islam sehingga seringkali tidak berdasarkan objektivitas, akurasi dan keseimbangan sumber. Arus deras penyebaran berita dengan kedangkalan interpretasi Dunia Barat terhadap masalah hak azasi dalam Islam, seringkali merupakan akibat dari kurangnya informasi dan karena pengaruh kekuasaan yang emosional. Mereka menggambarkan situasi ke dalam kaca yang pecah. Ahmad Naufal mengatakan bahwa strategi yang dilakukan Barat adalah memecah belah dan menimbulkan kecemasan (keresahan) di hati umat Islam, dengan taktik memanfaatkan perbedaan pendapat di kalangan umat. Rekayasa informasi merupakan bagian integral dari rekayasa sosial. 2015 6 Etika dan Filsafat Komunikasi AG. Eka Wenats Wuryanta Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Seorang pejabat tinggi negara dengan keras menyindir para pengkritik pemerintah sebagai pemuda banci. Karena mereka mengkritik melalui media sosial dengan akun-akun anonim (tersembunyi) atau palsu. Sebuah fenemone baru ketika berkembangnya media baru internet, media sosial menjadi arena pertarungan baru bagi banyak kalangan. Termasuk masalah sosial politik, antara pemerintah dan pihak oposisi. Opisisi yang berserak dari semua lapisan masyarakat bergerak memanfaatkan jejaringan media sosial untuk mengkritik kebijakan pemerintah yang dinilai gagal dan korup. Pernyataan pejabat tinggi negara tersebut mungkin saja tidak salah, manusia harus berperilaku gentleman, kesatria, dan terang-terangan dalam mengkritik atau menyatakan pendapat, karena hal itu juga dilindungi undang-undang. Namun, perspektif modern dan postmodern, membuat perilaku dan budaya manusia juga sedemikian berkembang dan dinamis. Pemaknaan terhadapa apapun, termasuk perilaku politik tidak lagi menjadi statis. Semua makna apapaun yang berkembang dimasyarakat bisa dijungkirbalikan, sebagai bentuk dari identifikasi postmodern, yakni menggugat, melawaan narasi-nasarasi besar yang telah ada dan mapan. Pernyataan pejabat tinggi negara tersebut, menunjukkan dia belum atau bahkan tidak faham logika dan sistem dunia virtual atau media baru. Penggunaan akun anonim dalam dunia virtual, baik facebook, twitter, dan lain sebagainya, adalah penyimpangan yang paling umum dan ringan. Bagaimana kalau situs-situs pribadi para pejabat tinggi negara termasuk Presiden di hacker. Kita tahu Phamtom Dialer seorang hacker muda yang cacat secar fisik dan mental, pada tahun 1992 mampu membobol sistem komputer Portland State University, kemudian digunakan sebagai “Wormpath” untuk mengakses ratusan sistem lainnya di Amerika Serikat, termasuk dinas inteljen, kontrakor pemerintah, laboratorium senjata nuklir dan database rahasia pemerintah. Seperti kita ketahui , Internet atau media baru, disebut juga sebagai cyber atau virtual. Dunia virtual meski kehadirannya penuh dengan ironi, berawal dari kerahasiaan, rentan, berpori- banyak, kacau, sistem anarkis, namun demokratis bagi sejarah kehidupan manusia. Bagaimana perkembangan internet bisa bermanfaat bagi demokrasi yang sehat, ada dua tema yang bisa kita urai dan analisis. Dalam Cyberpolitics: Citizen Activism in the Age of the Internet (1998) Kevin A. Hill and John E. Hughes, Lanham, MD, menjelaskan secara teori bagaimana internet dapat digunakan siapa saja, civil society, militer dan siapapun, kelompok 2015 7 Etika dan Filsafat Komunikasi AG. Eka Wenats Wuryanta Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id manapun yang memiliki kepentingan di seluruh dunia. Internet melampaui sensansi dan spekulasi dari banyak penemuan baru dibidang teknologi. Sebuah kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang dapat menjadi alat revolusi baru masyarakat sipil, politik, dan demokrasi. Digital Media Etics Internet adalah suatu wilayah yang tak terbatas dan sering tampak tanpa hukum, sering dibandingkan dengan Wild Weat, sebuah analogi dari film bergenre sejarah Amerika versi Hollywood. Namun, banyak pakar etika tergugah untuk menggagas pentingnya sebuah regulasi untuk mengatasi para akses spekulan yang tidak bermoral dan menyelamatkan banyak korban dari budaya baru digital. Salah satunya adalah Prof Charles Ess, seorang ahli filsafat dan agama dari Drury University dan dia juga seorang mantan Ketua Assosiasi Peneliti Internet di universitas tersebut. Prof Ess memberi kebijakan pokok untuk menjelajah medan etis pada internet yang ia sebut sebagai “the new mediascape.” Digita Media Etics adalah buku pertama yang membahas isu-isu etika pada media digital. Mulai dari komputer dan internet untuk ponsel. Buku ini memperkenalkan teori etika dari berbagai budaya untuk menjadi pertimbangan isuisu tersebut dari perspektif global. Contoh-contoh yang dikemukan juga berasal dari kasus-kasus pelanggaran etika moral digital media dari seluruh dunia. Misalnya, publikasi tentang “Kartun Muhammad”, yang memicu kontraversi, karena beragamnya pemahaman tentang keyakinan dan “privacy” di Facebook atau Myspace. Kasus lain, bagaimana dan mengapa CD dan DVD bajakan “dibenarkan” di banyak negara berkembang. Juga banyak variabel dari perspektif budaya tentang seksualitas, apa yang disebut sebagai “pornpgrafi”. Kita memperoleh perspektif global pada isu-isu etis pada pusat media digital, termasuk privasi, hak cipta, pornografi, kekerasan, dan etika komunikasi online lintas budaya. Etika dan Regulasi dalam Siber dan media Baru Ashadi Siregar dalam tulisannya “Media Baru Dalam Perspektif Hukum dan Etika” menjelaskan hukum dan etika membawa standar normatif dalam tindakan sosial bermedia. Masing-masing menjadi acuan yang berbeda, yaitu dalam lingkup struktural dan cultural. Hukum mengatur keberadaan instutusional media dalam konteks struktural, sedang etika merupakan acuan bagi tindakan personal dalam 2015 8 Etika dan Filsafat Komunikasi AG. Eka Wenats Wuryanta Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id konteks cultural. Dengan kata lain, norma dalam posisi institusional media membawa kepada konteks negara (state), sedang posisi personal dalam tindakan bermedia masyarakat sipil (civil society). Namun, pertanyaan-pertanyaan tentang norma dalam penyelenggaraan media, boleh jadi berasal dari kerancuan berpikir dalam menghadapi norma. Kerancuan ini akibat ketidakjelasan batas taksanomi sebagai pangkal disiplin berpikir, sebab tumpang-tindih nomenklatur membawa ketidakpastian norma. Kejelasan batas dari norma dan konteksnya dapat dikenali sumber nilai dan sanksi. Nomenklatur masyarakat (bersifat sosiologis) dan negara (bersifat politis), ditandai dengan perbedaan norma dan penerapannya. Etika sosial dalam interaksi sosial di satu sisi, dab hukum dan kebijakan publik institusi negara pada sisi lain. Masing-masing menjadi sumber norma bagi warga negara dalm tertib sosial (sosial order). Jika proses sosial dalam landasan etika sosial dapat menciptakan tertib sosial, dengan sendirinya tidk diperlukan peran negara. Sebaliknya banyaknya konflik di antara warga negara yang tidak dapat diselesaikan dalam kerangka masyarakat harus diselesaikan dalam kerangka negara, menunjukkan gagalnya proses negosiasi yang menjadi ciri pokok dalam masyarakat sipil. Ketaatan atas norma merupakan dialektika dari norma kesadaran etis bersifat cultural dan dari faktor imperatif hukum yang bersifat struktural. Binatang berpolitik (zoon politicon) memerlukan adanya kekuasaan negara untuk mengendalikan, melalui sanksi yang menyakitkan mulai dari kematian, isolasi sosial, dan pembayaran materi. Level berikutnya, norma ditaati manakala sanksi yang secara langsung bersifat pragmatis (gaji ditunda, tidak naik jabatan, atau pemecatan). Selanjutnya, penaatan atas norma kalau ada rasa keterhormatan (shameful feeling). Level-level tersebut bersifat imperatif. Yang terakhir penaatan yang bersifat personal dan otonom berkaitan dengan kesadaran kemanusiaan untuk memiliki rasa bersalah (guilty feeling). Menganalisis kondisi masyarakat kekinian, mendefinisikan bahwa masyarakat yang terbentuk dalam kenyataan virtual yang dikenal sebagai masyarakat cyber (cyber society). Dari sini kemudian dikenal adanya ruang cyber (cyber-space) sebagai ajang yang memungkinkan adanya hubungan antar manusia. Karena pengkaji ilmu sosial (termasuk cultural) pada dasarnya akan menghadapi hubungan sosial dalam 3 macam dimensi kenyataan “real” (empiris), simbolik, dan virtual. pertanyaan yang menggugat adalah pertalian di antara ketiga dimensi kenyataan ini, 2015 9 Etika dan Filsafat Komunikasi AG. Eka Wenats Wuryanta Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id sehingga dikenali adanya masyarakat empiris, simbolik dan cyber. Sejauh mana ketiga jenis masyarakat ini menjadi ruang hidup bagi manusia , agaknya akan menjadi pertanyaan epistemologis yang menantang. Interkonekstual ketiga macam kenyataan ini tidak pelak akan menuntut perombakan dalam orientasi dan landasan epistemology cabang-cabang ilmu sosial. Sejak diundangkannya UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronika, domain komunikasi bermediasi komputer.CMC telah diatur oleh negara. Dengan begitu struktur sosial yang melingkupi CMC diatur oleh kekuasaan negara. Untuk itu perlu dilihat sejauh mana nanti negara dapat menjadi faktor CMC, apakah bersifat positif bagi kemajuan atau sebaliknya. Lebih dari itu, pertanyaan besar bagi kita adalah, pakah sistem negara kita (pemerintah) memiliki kemampuan teknologi dan sistem dunia virtual, hingga mampu menegakkan hukum yang ada. Karena tidak akan ada artinya sebuah undangundang, jika pemerintah tidak memiliki kekuatan dan kekuasaan untuk menegakkkanya (pegang kendali). Karena dunia virtual adalah dunia siapa pegang kendali. Dan dunia virtual adalah bicara mengenai siapa yang pegang kendali, mengendalikan kekuasaan, legitimasi, kepercayaan, catatan dan keamanan kehidupan modern. 2015 10 Etika dan Filsafat Komunikasi AG. Eka Wenats Wuryanta Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Daftar Pustaka Mufid, Muhamad. 2009. Etika dan Filsafat Komunikasi. Jakarta: Kencana Haryatmoko, Dr. 2007. Etika Komunikasi : Manipulasi Media, Kekerasan Dan Pornografi. Yogyakarta: Kanisius http://hartonoikawy.blogspot.com/2014/05/etika-dan-filsafat-komunikasi.html 2015 11 Etika dan Filsafat Komunikasi AG. Eka Wenats Wuryanta Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id