Modul Etika Filsafat Komunikasi [TM14]

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
Etika dan Filsafat
Komunikasi
Media Baru dalam Etika
Komunikasi
Fakultas
Program Studi
Ilmu Komunikasi
Penyiaran
Tatap Muka
14
Kode MK
Disusun Oleh
85009
Dr. AG. Eka Wenats Wuryanta
Abstract
Kompetensi
EFilkom adalah matakuliah yang ingin
menghubungkan seluruh bagian ilmu
dan tindak komunikasi berikut refleksi
filosofis yang mengikutinya.
Paham dan tahu filsafat komunikasi
Mampu merefleksikan secara filosofis
pengalaman berkomunikasi
Pembahasan
Era
Globalisasi
Informasi
mengubah
system
kehidupan
masyarakat.
Perkawinan antara teknologi transmisi mutakhir dengan komputer melahirkan
sebuah era baru, yaitu era informasi. Era dimana akan lahir global village (desa
global). Sehingga tidak berlebihan bila kata globalisasi dikatakan sebagai word of
the year. Globalisasi berasal dari kata global yang artinya secara umum atau
keseluruhan. Era global adalah proses masuknya sebuah negara ke ruang lingkup
dunia, sehingga sekat-sekat atau tapal batas antara negara akan semakin kabur.
Globalisasi ini ditandai dengan semakin majunya teknologi komunikasi, inilah yang
disebut dengan era informasi.
Collin Cherry mengungkapkan perkembangan teknologi komunikasi yang
cepat dewasa ini dengan istilah explosion. Hal ini disebabkan karena, Pertama,
secara potensial teknologi komunikasi dapat menjangkau seluruh permukaan bumi
hanya dalam tempo sekejap. Kedua, jumlah pesan dan arus lalu lintas informasi
telah berlipat ganda secara geometrik. Untuk dua dekade belakangan ini saja,
jumlah kontak komunikasi global yang ada diperkirakan sama banyak dengan
komunikasi serupa selama beberapa abad lalu. Ketiga, kompleksitas teknologinya
sendiri semakin canggih (sophisticated), baik piranti lunak maupun piranti kerasnya.
Era globalisasi memiliki potensi untuk ikut mengubah hampir seluruh sistem
kehidupan masyarakat, politik, ekonomi, budaya dan sebagainya. Dialog antar
budaya progresif Barat dan budaya ekspresif Timur berlangsung dalam skala besarbesaran tanpa disadari. Fenomena baru dalam era globalisasi ini hanya dalam hal
tempo edar informasi yang kian pendek dan cakupannya yang kian luas. Berikut ini
akan disarikan beberapa pengaruh dari era globalisasi informasi.
Pertama dari masyarakat global adalah semakin tingginya peradaban yang
ditopang oleh keberadaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Masyarakat modern
sebagaimana
dihasilkan
oleh
industrialisasi
dan
teknologisasi
merupakan
masyarakat dengan struktur kehidupan yang dinamis, kreatif untuk melahirkan
gagasan-gagasan demi kepentingan manusia dalam berbagai sektor kehidupan.
Daya berpikir dan daya cipta semakin berkembang sedemikian rupa sehingga
mampu memformulasikan makna kehidupan dalam konteks yang nyata, seterusnya
akan berakibat pada bergesernya nilai-nilai budaya yang setiap saat dapat
berlangsung walaupun lamban namun pasti.
2015
2
Etika dan Filsafat Komunikasi
AG. Eka Wenats Wuryanta
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Tidak satupun peradaban yang dapat disebut maju tanpa diikuti oleh
pesatnya pertumbuhan ilmu dan teknologi. Munculnya industrialisasi adalah dampak
dari
kemajuan
pola
pikir
dan
daya
kreasi
manusia
sehingga
mampu
memformulasikan makna kehidupan dalam bentuk sarana yang tersedia di alam
raya. Industrialisasi dengan demikian menyangkut proses perubahan sosial, yaitu
perubahan susunan kemasyarakatan dari suatu sistem sosial, perubahan dari
keadaan negara kurang maju (less developed country) menuju kepada negara maju
(more developed country). Karena itu, penguasaan dan pemanfaatan ilmu
pengetahuan dan teknologi merupakan prasyarat untuk memenuhi kebutuhan hidup
modern yang sudah memasuki seluruh wilayah kehidupan manusia dan masyarakat
bangsa.
Kedua dari globalisasi informasi adalah penyerbuan komunikasi dan informasi
yang menembus batas-batas budaya. Seluruh kemajuan yang diperoleh oleh
manusia tidak bisa dilepaskan dari peranan komunikasi. sehingga sebagian orang
menyebut komunikasi sebagai “perekat” hidup bersama. Hal ini dipahami karena
istilah komunikasi itu sendiri mengandung makna bersama-sama (common,
commoness: Inggris) berasal dari bahasa Latin communicatio yang berarti
pemberitahuan, pemberian bagian (dalam sesuatu), pertukaran, di mana si
pembicara mengharapkan pertimbangan atau jawaban dari pendengarnya; ikut
mengambil
bagian.
Di samping sebagai lem perekat hidup bersama, komunikasi juga sering dipandang
seolah-olah memiliki kekuatan gaib. Menurut B. Aubrey Fisher, tidak ada persoalan
sosial yang tidak melibatkan komunikasi. Oleh sebab itu setiap saat manusia selalu
dihadapkan dengan masalah sosial, yang penyelesaiannya menyangkut komunikasi
yang lebih banyak atau lebih baik. Setidak-tidaknya semua kesalahfahaman yang
kemudian menimbulkan konflik antara manusia dalam bidang politik, sosial,
ekonomi, budaya dan sebagainya dinyatakan sebagai akibat kesalahan komunikasi.
Memang komunikasi sering dimunculkan sebagai kambing hitam, jika terjadi
keruwetan dan ketidakharmonisan dalam hubungan antar manusia dan antara
bangsa.
Komunikasi memang menyentuh semua aspek kehidupan bermasyarakat, atau
sebaliknya semua aspek kehidupan masyarakat menyentuh komunikasi. Justru itu
orang selalu melukiskan komunikasi sebagai ubiquitous atau serba hadir. Artinya
komunikasi berada di manapun dan kapanpun. Komunikasi merupakan sesuatu
2015
3
Etika dan Filsafat Komunikasi
AG. Eka Wenats Wuryanta
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
yang memang serba ada. Sifat komunikasi yang serba hadir ini, selain memberikan
keuntungan juga sekaligus menimbulkan banyak kesulitan karena fenomena
komunikasi itu menjadi luas, ganda dan multi makna.
Ketiga adalah tingginya laju transformasi sosial. Kemajuan teknologi
komunikasi yang dialami umat manusia dewasa ini memberikan kemudahan dan
kecepatan dalam berhubungan antara satu dengan lainnya. Jarak tidak lagi menjadi
kendala untuk dapat berkomunikasi. Informasi dan peristiwa yang terjadi di belahan
dunia secara cepat dapat diakses oleh manusia di benua lain. Di samping jarak yang
semakin dekat, masyarakat juga semakin banyak mendapatkan pilihan sarana untuk
menyerap informasi. Dengan semakin cepatnya arus informasi dan beragamnya
media
komunikasi
mengantarkan
umat
manusia
kepada
transformasi.
Dengan munculnya masyarakat informasi, muncul pula ekonomi informasi. Industri
pabrik berubah menjadi industri informasi. John Naisbitt mengidentifikasi beberapa
hal yang perlu diperhatikan mengenai perubahan masyarakat industri ke masyarakat
informasi sekaligus yang mencirikan masyarakat informasi adalah: Pertama,
masyarakat informasi merupakan suatu realitas ekonomi. Kedua, inovasi di bidang
komunikasi dan teknologi komputer akan menambah langkah perubahan dalam
penyebaran informasi dan percepatan arus informasi. Ketiga, teknologi informasi
yang baru pertama kali diterapkan dalam tugas industri yang lama, kemudian secara
perlahan akan melahirkan aktivitas dalam proses produksi yang baru. Keempat, di
dalam masyarakat informasi, individu yang menginginkan kemampuan menulis dan
kemampuan dasar membaca lebih bagus daripada masa yang lalu, bisa
mendapatkan pada sistem pendidikan yang tidak begitu terinci. Kelima, keberhasilan
atau kegagalan teknologi komunikasi ditentukan oleh prinsip teknologi tinggi dan
sentuhan yang tinggi pula.\
Alfin Toffler menggambarkan “karena tumbuhnya karakter global dari
teknologi, masalah-masalah lingkungan, keuangan, telekomunikasi dan media,
maka umpan balik kultural yang baru mulai beroperasi, sehingga kebijakan sebuah
negara menjadi perhatian bagi negara lain”. Selanjutnya ia menjelaskan, implikasi
dari kebijakan ini ialah tidak ada negara yang dengan sendirinya memiliki hak untuk
menyimpan fakta dan bahwa etika informasi yang tidak terucapkan mengatasi
kepentingan nasional.
Pesatnya pertumbuhan informasi saat ini bukan lagi hanya menyangkut
jumlah, tetapi juga jenis, kualitas, dan kompleksitas informasi yang berkembang di
2015
4
Etika dan Filsafat Komunikasi
AG. Eka Wenats Wuryanta
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
segala bidang, termasuk yang tidak atau belum tentu berguna, di samping
banyaknya limbah informasi. Begitu rupa perkembangannya, sehingga mulai
menimbulkan
gejala
(penyakit)
kecemasan
informasi.
Munculnya
penyakit
kecemasan informasi pada sebagian masyarakat belakangan ini, dikarenakan laju
pertumbuhan dan akumulasi pengetahuan serta informasi mengalami peningkatan
yang sangat cepat secara eksponensial. Gejala penyakit tersebut terlihat karena
orang mengumpulkan informasi sebanyak mungkin, walaupun belum tentu mampu
mengelola dengan baik agar informasi yang tepat dalam bentuk yang sesuai. Arus
informasi yang tersedia bagi berbagai lapisan masyarakat sangat banyak dan sukar
dikendalikan atau diawasi. Dari satu segi, arus yang besar ini berguna untuk
meningkatkan kemampuan sumber daya manusia (SDM) sekaligus memperkuat
ketahanan nasional. Tetapi pada segi yang lain, arus informasi yang membanjir akan
menenggelamkan SDM yang jumlahnya relatif masih sedikit. Arus informasi sukar
untuk dibendung, ia hanya dapat dikendalikan, sehingga dengan pengendalian arus
informasi tersebut peradaban umat Islam akan dapat terus eksis.
Keempat adalah terjadinya perubahan gaya hidup (lifestyle). Teknologi
komunikasi yang semakin canggih memberi kemudahan dan kebebasan kepada
masyarakat untuk mengakses informasi apa saja yang ada. Implikasinya terjadilah
perubahan sistem nilai karena perbenturan sistem nilai yang diadopsi oleh suatu
masyarakat belum tentu atau tidak sesuai dengan latar belakang budaya, agama
pada masyarakat sebelumnya. Bahkan ada pameo yang mengatakan kebingungan
manusia modern bukan disebabkan oleh kurangnya informasi yang diterima, namun
karena terlalu banyaknya informasi yang sampai melalui berbagai media komunikasi
(flood of information).
Terpaan media cukup penetratif dan persuasif, daya pengaruhnya sudah
mampu menembus filterisasi kebudayaan tradisional yang sudah semakin jauh
ditinggalkan oleh para generasi muda di sebuah negara. Mereka pada umumnya
sudah tercerabut dari akar-akar kebudayaan nasional, sementara kita belum lagi
menemukan bentuk idel kebudayaan baru yang nota bene diimpor dari luar. Pada
saat itu peranan informasi sangat dominan dalam mempengaruhi sekaligus
mengubah watak dan kepribadian seseorang. Di sinilah fungsi krusial informasi
benar-benar
berlaku
sebagai
sebuah
kekuasaan
(information
is
power).
Informasi memainkan peranan yang vital dalam sebuah masyarakat, dan dapat
dimanfaatkan
2015
5
untuk
meningkatkan
Etika dan Filsafat Komunikasi
AG. Eka Wenats Wuryanta
kualitas
kehidupan
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
sebuah
komunitas.
Sebaliknya, jika informasi dibatasi dan dikekang, ia bisa menjadi alat depostisme
dan ketidakadilan sosial. Menurut Ziauddin Sardar informasi merupakan kekuasaan,
tanpa informasi seseorang tidak memiliki kekuasaan. Jika informasi dibolehkan
mengalir secara bebas dalam masyarakat, maka ia akan memberikan jalan ke arah
kekuasaan kepada masyarakat yang terbelakang, serta akan mencegah konsentrasi
kekuasaan pada segelintir orang.
Kelima dari era globalisasi dan informasi adalah semakin tajamnya gap
antara negara industri dengan negara berkembang, dengan kata lain terjadinya
dominasi informasi oleh negara-negara maju terhadap negara-negara terbelakang.
Alat dominasi yang paling efektif adalah pengetahuan, sedangkan pengetahuan itu
tidak lain berbasis informasi. Menurut F. Rachmadi, kemajuan teknologi informasi
dan komunikasi pada satu sisi telah berhasil mengatasi dimensi ruang dan waktu,
namun di sisi lain ternyata juga mempertajam ketidakseimbangan informasi antara
negara-negara maju dengan negara-negara berkembang. Secara kuantitatif arus
informasi dunia
dikuasai oleh
negara-negara
maju. Arus informasi dunia
memperlihatkan ketidakseimbangan yang serius, bahkan sebagian besar negaranegara dunia ketiga tidak memiliki alat-alat dan struktur yang memadai bagi
pemancaran dan penerimaan informasi. Ketidakseimbangan ini mengakibatkan
kepincangan dan ketergantungan negara-negara berkembang terhadap negaranegara maju. Negara-negara maju memiliki pengaruh dan dominasi yang kuat
terhadap negara yang belum memiliki teknologi maju.
Kita harus dapat memahami manfaat dan mudarat informasi serta secara
sadar memanfaatkannya untuk mencapai tujuan-tujuan kita, bukan tujuan-tujuan
Barat. Penyaluran informasi yang dikembangkan oleh Barat pada era ini bertendensi
sinisme dan antipati terhadap Islam sehingga seringkali tidak berdasarkan
objektivitas, akurasi dan keseimbangan sumber. Arus deras penyebaran berita
dengan kedangkalan interpretasi Dunia Barat terhadap masalah hak azasi dalam
Islam, seringkali merupakan akibat dari kurangnya informasi dan karena pengaruh
kekuasaan yang emosional. Mereka menggambarkan situasi ke dalam kaca yang
pecah. Ahmad Naufal mengatakan bahwa strategi yang dilakukan Barat adalah
memecah belah dan menimbulkan kecemasan (keresahan) di hati umat Islam,
dengan taktik memanfaatkan perbedaan pendapat di kalangan umat. Rekayasa
informasi merupakan bagian integral dari rekayasa sosial.
2015
6
Etika dan Filsafat Komunikasi
AG. Eka Wenats Wuryanta
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Seorang pejabat tinggi negara dengan keras menyindir para pengkritik
pemerintah sebagai pemuda banci. Karena mereka mengkritik melalui media sosial
dengan akun-akun anonim (tersembunyi) atau palsu. Sebuah fenemone baru ketika
berkembangnya media baru internet, media sosial menjadi arena pertarungan baru
bagi banyak kalangan. Termasuk masalah sosial politik, antara pemerintah dan
pihak oposisi. Opisisi yang berserak dari semua lapisan masyarakat bergerak
memanfaatkan jejaringan media sosial untuk mengkritik kebijakan pemerintah yang
dinilai gagal dan korup.
Pernyataan pejabat tinggi negara tersebut mungkin saja tidak salah, manusia
harus berperilaku gentleman, kesatria, dan terang-terangan dalam mengkritik atau
menyatakan pendapat, karena hal itu juga dilindungi undang-undang. Namun,
perspektif modern dan postmodern, membuat perilaku dan budaya manusia juga
sedemikian berkembang dan dinamis. Pemaknaan terhadapa apapun, termasuk
perilaku politik tidak lagi menjadi statis. Semua makna apapaun yang berkembang
dimasyarakat bisa dijungkirbalikan, sebagai bentuk dari identifikasi postmodern,
yakni menggugat, melawaan narasi-nasarasi besar yang telah ada dan mapan.
Pernyataan pejabat tinggi negara tersebut, menunjukkan dia belum atau
bahkan tidak faham logika dan sistem dunia virtual atau media baru. Penggunaan
akun anonim dalam dunia virtual, baik facebook, twitter, dan lain sebagainya, adalah
penyimpangan yang paling umum dan ringan. Bagaimana kalau situs-situs pribadi
para pejabat tinggi negara termasuk Presiden di hacker. Kita tahu Phamtom Dialer
seorang hacker muda yang cacat secar fisik dan mental, pada tahun 1992 mampu
membobol sistem komputer Portland State University, kemudian digunakan sebagai
“Wormpath” untuk mengakses ratusan sistem lainnya di Amerika Serikat, termasuk
dinas inteljen, kontrakor pemerintah, laboratorium senjata nuklir dan database
rahasia pemerintah.
Seperti kita ketahui , Internet atau media baru, disebut juga sebagai cyber
atau virtual. Dunia virtual meski kehadirannya penuh dengan ironi, berawal dari
kerahasiaan, rentan, berpori- banyak, kacau, sistem anarkis, namun demokratis bagi
sejarah kehidupan manusia. Bagaimana perkembangan internet bisa bermanfaat
bagi demokrasi yang sehat, ada dua tema yang bisa kita urai dan analisis.
Dalam Cyberpolitics: Citizen Activism in the Age of the Internet (1998) Kevin
A. Hill and John E. Hughes, Lanham, MD, menjelaskan secara teori bagaimana
internet dapat digunakan siapa saja, civil society, militer dan siapapun, kelompok
2015
7
Etika dan Filsafat Komunikasi
AG. Eka Wenats Wuryanta
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
manapun yang memiliki kepentingan di seluruh dunia. Internet melampaui sensansi
dan spekulasi dari banyak penemuan baru dibidang teknologi. Sebuah kemajuan
teknologi komunikasi dan informasi yang dapat menjadi alat revolusi baru
masyarakat sipil, politik, dan demokrasi.
Digital Media Etics
Internet adalah suatu wilayah yang tak terbatas dan sering tampak tanpa
hukum, sering dibandingkan dengan Wild Weat, sebuah analogi dari film bergenre
sejarah Amerika versi Hollywood. Namun, banyak pakar etika tergugah untuk
menggagas pentingnya sebuah regulasi untuk mengatasi para akses spekulan yang
tidak bermoral dan menyelamatkan banyak korban dari budaya baru digital. Salah
satunya adalah Prof Charles Ess, seorang ahli filsafat dan agama dari Drury
University dan dia juga seorang mantan Ketua Assosiasi Peneliti Internet di
universitas tersebut. Prof Ess memberi kebijakan pokok untuk menjelajah medan
etis pada internet yang ia sebut sebagai “the new mediascape.”
Digita Media Etics adalah buku pertama yang membahas isu-isu etika pada
media digital. Mulai dari komputer
dan internet untuk ponsel.
Buku ini
memperkenalkan teori etika dari berbagai budaya untuk menjadi pertimbangan isuisu tersebut dari perspektif global. Contoh-contoh yang dikemukan juga berasal dari
kasus-kasus pelanggaran etika moral digital media dari seluruh dunia. Misalnya,
publikasi
tentang
“Kartun
Muhammad”,
yang
memicu
kontraversi,
karena
beragamnya pemahaman tentang keyakinan dan “privacy” di Facebook atau
Myspace. Kasus lain, bagaimana dan mengapa CD dan DVD bajakan “dibenarkan”
di banyak negara berkembang. Juga banyak variabel dari perspektif budaya tentang
seksualitas, apa yang disebut sebagai “pornpgrafi”. Kita memperoleh perspektif
global pada isu-isu etis pada pusat media digital, termasuk privasi, hak cipta,
pornografi, kekerasan, dan etika komunikasi online lintas budaya.
Etika dan Regulasi dalam Siber dan media Baru
Ashadi Siregar dalam tulisannya “Media Baru Dalam Perspektif Hukum dan
Etika” menjelaskan hukum dan etika membawa standar normatif dalam tindakan
sosial bermedia. Masing-masing menjadi acuan yang berbeda, yaitu dalam lingkup
struktural dan cultural. Hukum mengatur keberadaan instutusional media dalam
konteks struktural, sedang etika merupakan acuan bagi tindakan personal dalam
2015
8
Etika dan Filsafat Komunikasi
AG. Eka Wenats Wuryanta
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
konteks cultural.
Dengan kata lain, norma dalam posisi institusional media
membawa kepada konteks negara (state), sedang posisi personal dalam tindakan
bermedia masyarakat sipil (civil society).
Namun, pertanyaan-pertanyaan tentang norma dalam penyelenggaraan
media, boleh jadi berasal dari kerancuan berpikir dalam menghadapi norma.
Kerancuan ini akibat ketidakjelasan batas taksanomi sebagai pangkal disiplin
berpikir, sebab tumpang-tindih nomenklatur membawa ketidakpastian norma.
Kejelasan batas dari norma dan konteksnya dapat dikenali sumber nilai dan sanksi.
Nomenklatur masyarakat (bersifat sosiologis) dan negara (bersifat politis),
ditandai dengan perbedaan norma dan penerapannya. Etika sosial dalam interaksi
sosial di satu sisi, dab hukum dan kebijakan publik institusi negara pada sisi lain.
Masing-masing menjadi sumber norma bagi warga negara dalm tertib sosial (sosial
order). Jika proses sosial dalam landasan etika sosial dapat menciptakan tertib
sosial, dengan sendirinya tidk diperlukan peran negara. Sebaliknya banyaknya
konflik di antara warga negara yang tidak dapat diselesaikan dalam kerangka
masyarakat harus diselesaikan dalam kerangka negara, menunjukkan gagalnya
proses negosiasi yang menjadi ciri pokok dalam masyarakat sipil.
Ketaatan atas norma merupakan dialektika dari norma kesadaran etis bersifat
cultural dan dari faktor imperatif hukum yang bersifat struktural. Binatang berpolitik
(zoon politicon) memerlukan adanya kekuasaan negara untuk mengendalikan,
melalui sanksi yang menyakitkan mulai dari kematian, isolasi sosial, dan
pembayaran materi. Level berikutnya, norma ditaati manakala sanksi yang secara
langsung bersifat pragmatis (gaji ditunda, tidak naik jabatan, atau pemecatan).
Selanjutnya, penaatan atas norma kalau ada rasa keterhormatan (shameful feeling).
Level-level tersebut bersifat imperatif. Yang terakhir penaatan yang bersifat personal
dan otonom berkaitan dengan kesadaran kemanusiaan untuk memiliki rasa bersalah
(guilty feeling).
Menganalisis kondisi masyarakat kekinian, mendefinisikan bahwa masyarakat
yang terbentuk dalam kenyataan virtual yang dikenal sebagai masyarakat cyber
(cyber society). Dari sini kemudian dikenal adanya ruang cyber (cyber-space)
sebagai ajang yang memungkinkan adanya hubungan antar manusia. Karena
pengkaji ilmu sosial (termasuk cultural) pada dasarnya akan menghadapi hubungan
sosial dalam 3 macam dimensi kenyataan “real” (empiris), simbolik, dan virtual.
pertanyaan yang menggugat adalah pertalian di antara ketiga dimensi kenyataan ini,
2015
9
Etika dan Filsafat Komunikasi
AG. Eka Wenats Wuryanta
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
sehingga dikenali adanya masyarakat empiris, simbolik dan cyber. Sejauh mana
ketiga jenis masyarakat ini menjadi ruang hidup bagi manusia , agaknya akan
menjadi pertanyaan epistemologis yang menantang. Interkonekstual ketiga macam
kenyataan ini tidak pelak akan menuntut perombakan dalam orientasi dan landasan
epistemology cabang-cabang ilmu sosial.
Sejak diundangkannya UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronika, domain komunikasi bermediasi komputer.CMC telah diatur
oleh negara. Dengan begitu struktur sosial yang melingkupi CMC diatur oleh
kekuasaan negara. Untuk itu perlu dilihat sejauh mana nanti negara dapat menjadi
faktor CMC, apakah bersifat positif bagi kemajuan atau sebaliknya.
Lebih dari itu, pertanyaan besar bagi kita adalah, pakah sistem negara kita
(pemerintah) memiliki kemampuan teknologi dan sistem dunia virtual, hingga mampu
menegakkan hukum yang ada. Karena tidak akan ada artinya sebuah undangundang,
jika
pemerintah
tidak
memiliki
kekuatan
dan
kekuasaan
untuk
menegakkkanya (pegang kendali). Karena dunia virtual adalah dunia siapa pegang
kendali. Dan dunia virtual adalah bicara mengenai siapa yang pegang kendali,
mengendalikan kekuasaan, legitimasi, kepercayaan, catatan dan keamanan
kehidupan modern.
2015
10
Etika dan Filsafat Komunikasi
AG. Eka Wenats Wuryanta
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
Mufid, Muhamad. 2009. Etika dan Filsafat Komunikasi. Jakarta: Kencana
Haryatmoko, Dr. 2007. Etika Komunikasi : Manipulasi Media, Kekerasan Dan
Pornografi. Yogyakarta: Kanisius
http://hartonoikawy.blogspot.com/2014/05/etika-dan-filsafat-komunikasi.html
2015
11
Etika dan Filsafat Komunikasi
AG. Eka Wenats Wuryanta
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download