PENDAHULUAN Latar Belakang Krisan merupakan salah satu komoditas tanaman hias utama di Indonesia. Salah satu kendala dalam budidaya tanaman krisan adalah penyakit karat daun krisan yang disebabkan oleh Puccinia horiana (Basidiomycetes: Uredinales). Secara umum gejalanya berupa pustul berwarna kuning oranye yang diselimuti tepung seperti karat pada permukaan bawah daun. Seiring dengan perkembangannya pustul akan berubah menjadi putih. Infeksi dari cendawan karat bersifat lokal dan terkadang dapat menjadi gejala sistemik (Agrios 2005). Kerusakan yang ditimbulkannya dapat mencapai 100%, sehingga tanaman tidak menghasikan bunga karena infeksi terjadi sejak tanaman berumur 30 HST (Hanudin et al. 2004). Teknik pengendalian penyakit tanaman umumnya menggunakan pestisida dan varietas tanaman yang tahan penyakit. Alasan utama penggunaan pestisida karena efeknya dapat langsung dilihat dalam waktu yang singkat, mudah didapatkan, praktis, dan dapat bersifat kuratif atau preventif. Penggunaan pestisida yang terus menerus dan tidak sesuai dengan aturan dapat menurunkan efektivitasnya. Selain itu juga dapat menimbulkan resistensi pada patogen. Beberapa jenis pestisida tidak dapat terurai sehingga dapat mencemari lingkungan. Oleh karena itu penggunaan pestisida dianggap kurang aman dan efektif. Pengendalian dengan menggunakan varietas tahan penyakitdan kultur teknis lainnya bersifat preventif. Namun demikian, hal ini dianggap kurang efektif karena sifat ketahanan tersebut dapat dipatahkan. Hal ini terjadi karena sifat virulensi dari patogen tersebut dapat cepat berubah. Oleh karena itu dibutuhkan suatu alternatif pengendalian yang efektif, efisien, dampak dari pengendaliannya dapat bertahan lama, dan ramah lingkungan. Biokontrol atau pengendalian secara hayati dapat dijadikan sebagai salah satu alternatifnya. Biokontrol adalah penghambatan pertumbuhan, infeksi atau reproduksi satu organisme menggunakan organisme lain (Baker & Cook 1996). Biokontrol merupakan salah satu alternatif metode pengendalian penyakit tanaman yang ramah lingkungan. Organisme yang digunakan dalam biokontrol disebut agens hayati. Salah satu organisme yang digunakan dalam biokontrol adalah antagonis dari patogen tanaman yang merupakan musuh alami dari patogen yang telah ada di lingkungan. Masing-masing agens biokontrol memiliki mekanisme tertentu dalam mengendalikan patogen tanaman. Mekanisme yang terjadi antara lain hiperparasitisme atau predasi, antibiosis, produksi enzim litik dan senyawasenyawa lain , kompetisi, serta menstimulasi ketahanan tanaman dari serangan patogen . Kompetisi terjadi karena terbatasnya nutrisi yang tersedia di habitatnya seperti besi (Fe) yang konsentrasinya sangat rendah (Loper & Buyer 1991; Beattie & Lindow 1999; Kageyama & Nelson 2003). Mekanisme antibiosis melibatkan produksi senyawa antibiotik yang bersifat racun dan dapat membunuh patogen (Islam et al. 2005; Leclére et al. 2005; Li et al. 2008). Parasitisasi atau hiperparasitasi terjadi secara langsung pada propagul patogen tersebut. Ada empat kelompok hiperparasit yaitu hipovirus, parasit fakultatif, bakteri patogen obligat, dan predator (Benhamou & Chet 1997; Milgroom & Cortesi 2004). Senyawasenyawa metabolit skunder dan senyawa lain yang bersifat volatil seperti asam sianida adalah mekanisme yang lain (Anderson et al. 2004; Kulakiotu et al. 2004; Phillips et al. 2004). Senyawa-senyawa yang dikeluarkan oleh bakteri antagonis juga dapat menstimulasi ketahanan tanaman terhadap serangan patogen. Aktivitas ini merupakan mekanisme yang terakhir dan sifatnya tidak langsung berhubungan dengan patogen tanaman. Mekanisme yang dimiliki oleh agens antagonis berbedabeda dalam mengendalikan cendawan patogen. Agens antagonis yang digunakan untuk mengendalikan cendawan patogen memiliki beberapa mekanisme antara lain dapat menghasilkan beberapa jenis enzim yang memiliki kemampuan mendegradasi dinding sel cendawan seperti kitinase dan glukanase, dapat berkompetisi untuk menguasai ruang dan nutrisi, dapat menghasilkan antibiotik yang bersifat anticendawan seperti fenazin, dan 2,4-diacetyl phloroglucinol (DAPG), serta dapat menghasilkan senyawa-senyawa lain yang bersifat anticendawan seperti HCN. Bakteri dari kelompok Pseudomonas, Bacillus, serta cendawan Trichoderma dan Gliocladium adalah agens-agens antagonis yang telah banyak digunakan. Tujuan 1. Mendapatkan isolat bakteri antagonis yang mampu mengendalikan penyakit karat putih pada krisan. 2. Mengidentifikasi isolat bakteri antagonis terpilih dan mengkarakterisasi sifat-sifat biokontrolnya. 3. Mengkaji mekanisme penghambatan dari bakteri antagonis terpilih terhadap perkecambahan cendawan karat putih. 4. Mengetahui peran aktivitas kitinolitik bakteri antagonis terpilih dalam penghambatan perkecambahan cendawan karat putih. Manfaat Hasil yang didapatkan dari penelitian ini diharapkan menjadi informasi untuk mengendalikan penyakit karat dan dapat digunakan untuk meningkatkan aktivitas antagonisme bakteri tersebut.