MINI RESEARCH PRAKTIKUM BIOKIMIA JUDUL PEMBUATAN PUPUK SILIKA DARI LIMBAH JERAMI PADI UNTUK PENINGKATAN HASIL PANEN PADI Disusun Oleh: Umi Lailatul Hidayah 4301413069 Pontini 4301413077 Carnawi 4301413087 Lavitia Iis Parlina 4301413089 UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG SEMARANG 2015 1. Latar Belakang Tantangan pembangunan pertanian pada masa yang akan datang adalah penyediaan pangan bagi masyarakat yang dikenal dengan istilah ketahanan pangan. Ketahanan pangan adalah ketersediaan pangan dan kemampuan individu untuk mengaksesnya.Sebuah rumah tangga dikatakan memiliki ketahanan pangan jika penghuninya tidak berada dalam kondisi kelaparan atau dihantui ancaman kelaparan.World Health Organization (WHO) mendefinisikan tiga komponen utama ketahanan pangan, yaitu ketersediaan pangan, akses pangan, dan pemanfaatan pangan. Ketersediaan pangan adalah kemampuan memiliki sejumlah pangan yang cukup untuk kebutuhan dasar.Akses pangan adalah kemampuan memiliki sumber daya, secara ekonomi maupun fisik, untuk mendapatkan bahan pangan bernutrisi.Pemanfaatan pangan adalah kemampuan dalam memanfaatkan bahan pangan dengan benar dan tepat secara proporsional.FAO menambahkan komponen keempat, yaitu kestabilan dari ketiga komponen tersebut dalam kurun waktu yang panjang.Salah satu pertanian pangan yang menjadi makanan pokok bangsa Indonesia adalah padi.Sehingga ketersediaan padi menjadi tolak ukur ketahanan pangan nasional.Oleh karenanya pengembangan padi harus didukung dengan maksimal. Pengembangan padi sawah, saat ini banyak mengalami kendala terutama adanya konversi lahan sawah menjadi lahan non-pertanian.Selain itu, banyak diantara lahan yang tersedia untuk pengembangan pertanian pangan saat ini adalah lahan kering, lahan yang keracunan unsur Al dan Fe. Kondisi ini jelas kurang baik bagi pertumbuhan tanaman padi dan akan mengurangi produktivitasnya. Sehingga perlu upaya untuk mengatasi kendala tersebut.Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memperbaiki teknik budidaya pertanian, yaitu dengan melakukan pemupukan berimbang.Hal ini penting karena salah satu faktor yang sangat menentukan produktivitas tanaman padi adalah asupan unsur hara yang diperoleh tanaman dari pupuk yang diberikan saat pertumbuhannya. Sekarang ini salah satu jenis pupuk yang hampir tidak pernah diberikan ke dalam tanah pada pertanian tanaman padi adalah silika (Si).Kondisi ini mengakibatkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman padi kurang optimal.Padahal ketika panen, tanaman padi mengangkut Si antara 100-300 kg ha1 . Perpindahan Si keluar area persawahan melalui proses pemanenan dan pencucian tanpa diikuti dengan pemberian Si merupakan faktor utama penyebab terjadinya proses penurunan kandungan Si dalam tanah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Darmawan et al. (2006), dalam kurun waktu 33 tahun, kandungan Si yang tersedia dalam tanah berkurang sekitar 20%. Menurut Singh et al. (2005) penurunan Si yang tersedia dalam tanah, memungkinkan terjadinya penurunan produksi tanaman padi. Penggunaan pupuk Si masih sangat jarang ditemui bahkan tidak ada di Indonesia, karena kurangnya informasi akan manfaat Si untuk padi dan masih relatif mahalnya bahan baku pembuatan pupuk Silika. Dosis 1.5-3.0 ton ha-1 terak baja yang diaplikasikan di Jepang masih dirasakan cukup mahal untuk diterapkan pada tanah pertanian yang sangat luas di Indonesia. Hal ini akan berdampak pada mahalnya biaya usaha tan. Sehingga perlu upaya untuk mencari alternatif sumber Si yang mudah didapat dan harganya terjangkau. Solusi terbaik yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan limbah hasil pertanian.Salah satu hasil samping yang dapat digunakan sebagai sumber unsur hara Si adalah jerami yang dihasilkan padi itu sendiri.Jerami, mengandung SiO2 hingga 20% atau lebih dan merupakan sumber utama Si yang mudah tersedia. Jerami padi hasil pertanian belum dimanfaatkan secara optimal.Biasanya hanya digunakan sebagai campuran pembakaran batu bata, atau sebagai pakan sapi untuk jerami yang masih hijau atau bahkan hanya dibakar untuk menyingkirkan limbah jerami tersebut. Apabila jerami padi dibakar, maka akan dihasilkan banyak abu jerami. Abu jerami tersebut mengandung banyak kandungan silika yang merupakan kandungan utamanya (Husnain, 2011). Kandungan Si yang tinggi dari abu jerami tersebut sangat menjanjikan untuk digunakan kembali dalam berbagai aplikasi. Supaya lebih meningkatkan ketersediaan dan penyerapan unsur Si oleh tanaman dan meningkatkan fungsi serta peran Si pada tanaman padi, dilakukan upaya pengecilan ukuran molekul silika (SiO2) dari jerami sampai ukuran molekul yang lebih kecil, yaitu sampai ke ukuran nanometer menggunakan nanoteknologi. Penggunaan Si yang molekulnya berukuran nanometer (10-9 m) diharapkan akan mempunyai keunggulan yang signifikan dibandingkan dengan Si berukuran biasa. 2. Rumusan Masalah Rumusan masalah pada karya tulis ilmiah ini adalah 1. Apa keunggulan nanosilika? 2. Bagaimana cara membuat nanosilika? 3. Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dari karya ilmiah ini adalah 1. Mengetahui keunggulan nanosilika. 2. Mengetahui cara membuat nanosilika. 4. Manfaat Manfaat yang didapatkan dari karya ilmiah ini adalah 1. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai keunggulan nanosilika dalam meningkatkan hasil panen padi. 2. Memberikan solusi kepada petani dalam pengelolaan sawah pertanian padi. 5. Tinjauan Pustaka a. Padi Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun yang menjadi makanan sumber karbohidrat yang utama di kebanyakan negara Asia. Negaranegara lain seperti di benua Eropa, Australia dan Amerika mengonsumsi beras dalam jumlah yang jauh lebih kecil daripada negara Asia. Padi merupakan tanaman pertanian kuno yang berasal dari dua benua yaitu Asia dan Afrika Barat tropis dan subtropis. Bukti sejarah memperlihatkan bahwa penanaman padi di Zhejiang (Cina) sudah dimulai pada 3.000 tahun SM. Fosil butir padi dan gabah ditemukan di Hastinapur Uttar Pradesh India sekitar 100-800 SM. Selain Cina dan India, beberapa wilayah asal padi adalah, Bangladesh Utara, Burma, Thailand, Laos, Vietnam (Prihatman, 2000). Padi masuk dalam genus Oryza.Terdapat 25 spesies Oryza, yang dikenal adalah O. sativa dengan dua subspesies, yaitu Indica (padi bulu) yang ditanam di Indonesia dan Sinica (padi cere).Padi dibedakan dalam dua tipe yaitu padi kering (gogo) yang ditanam di dataran tinggi dan padi sawah di dataran rendah yang memerlukan penggenangan. Varitas unggul nasional berasal dari Bogor: Pelita I/1, Pelita I/2, Adil dan Makmur (dataran tinggi), Gemar, Gati, GH 19, GH 34 dan GH 120 (dataran rendah). Varitas unggul introduksi dari International Rice Research Institute (IRRI) Filipina adalah jenis IR atau PB yaitu IR 22, IR 14, IR 46 dan IR 54 (dataran rendah); PB32, PB 34, PB 36 dan PB 48 (dataran rendah) (Prihatman, 2000). Pada pertumbuhannya, padi memerlukan hara dan air.Hara adalah pelengkap dari bahan asam nukleat, dan enzim yang berfungsi sebagai katalis dalam merombak hasil fotosintesis atau respirasi menjadi senyawa yang lebih sederhana.Hara dan air diperoleh tanaman padi dari tanah, sedangkan fotosintat diperoleh dari daun melalui fotosintesis.Oleh karena itu, tanah dan iklim merupakan lingkungan tumbuh tanaman padi. Penguasaan tentang lingkungan tumbuh padi sangat penting untuk menentukan cara budidaya yang paling tepat dan menguntungkan (Amrullah, 2015). b. Jerami padi Jerami padi merupakan limbah hasil pertanian dari tanaman padi yang dapat berupa batang, tangkai, maupun daun.Jerami padi merupakan limbah pertanian yang cukup besar jumlahnya dan belum banyak dimanfaatkan karena dianggap tidak memiliki nilai ekonomis. Hasil pemanenan padi berupa jerami padi tidak banyak dimanfaatkan, biasanya ditumpuk dan dibiarkan mengering.Kalaupun diberikan pada ternak hanya sedikit yang dimakan karena kurang disukai ternak sehingga setelah pemanenan padi, jerami ditumpuk dan dibiarkan mengering.Jerami padi belum dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat (Yunilas, 2009). Abu jerami padi dapat dimanfaatkan untuk abu gosok, bahan ameliorasi tanah asam dan bahan campuran dalam pembuatan semen hidrolik serta dapat dimanfaatkan campuran batako/mortar, beton, dan campuran batu bata press.Abu silika adalah kristalin yang halus dimana komposisi silika yang lebih banyak dihasilkan dari tanur tinggi. c. Silika Si (silikon) merupakan unsur terbanyak kedua setelah oksigen (O2) di kerak bumi dan Si juga berada dalam jumlah yang banyak pada setiap tanah. Jumlah terbesar Si tanah berbentuk kuarsa atau kristal silikon (Sommer et al. 2006). Si merupakan komponen utama tanah mineral.Si terdapat pada lebih dari 370 mineral pembentuk batuan.Si menjadi penyusun semua bahan induk dan merupakan satu komponen dasar pada kebanyakan tanah.Si mempunyai peranan sentral pada pelapukan batuan dan perkembangan tanah. Meskipun kerak bumi umumnya terdiri dari Si yang mana 95% dari total mineral yang ada terdiri dari Si, namun ketersediaan Si yang dapat diambil oleh tanaman relatif sangat rendah. Kelarutan Si dalam tanah hanya berkisar antara 10-40 ppm. Jumlah ini relatif sangat kecil bila dibandingkan dengan jumlah Si yang dibutuhkan oleh tanaman.Pada kondisi pertumbuhan yang baik, tanaman padi menyerap Si sebesar 114 ppm (Amrullah, 2015). Pada umumnya tanah mengandung Si sebesar 5-40 %.Setiap kilogram tanah liat mengandung Si sekitar 200-320 g, sementara dalam tanah berpasir terdapat Si antara 450-480 g. Si merupakan unsur yang inert (sulit bereaksi) sehingga selama ini Si dianggap tidak begitu memiliki arti penting bagi prosesproses biokimia dan kimia. Mungkin juga karena jumlahnya yang banyak dalam tanah peran Si seringkali tidak terlalu diperhatikan atau bahkan tidak teramati (Nizuma et al.2002). Kandungan Si yang aktif dalam tanah berbentuk asam polisilikat, asam monosilikat, dan organosilikat.Asam polisilikat merupakan mineral yang dapat menstabilkan agregat tanah dan memperbaiki porositas tanah bila berada dalam jumlah yang tinggi sehingga dapat memperbaiki sifat fisik tanah.Asam polisilikat memiliki efek terhadap kapasitas menahan air, tekstur tanah, dan erosi.Asam monosilikat merupakan pusat dari berbagai interaksi dan transformasi Si dan merupakan produk dari pelarutan mineral-mineral kaya Si.Asam-asam Si yang diadsorpsi lemah serta larut dalam air dapat diserap langsung oleh tanaman dan mikroba.Mereka juga dapat mengendalikan sifat fisik dan kimia tanah (seperti mobilitas P, Al, Fe, Mn dan logam berat, aktivitas mikroba, stabilitas bahan organik), pembentukan asam polisilikat dan mineral-mineral sekunder dalam tanah (Matichenkov dan Bocharnikova, 2000). Jumlah dan distribusi Si di dalam tanah dipengaruhi oleh vegetasi, iklim, bahan induk tanah, tekstur dan intensitas pelapukan.Pada tanah-tanah di daerah beriklim sedang dan dingin, Si terakumulasi pada lapisan atas tanah dalam bentuk Si yang stabil.Sedangkan pada tanah-tanah di daerah tropika basah dengan curah hujan dan suhu yang tinggi, proses pelapukan dan pencucian berjalan secara intensif. Proses pencucian dan intensitas pelapukan yang tinggi menyebabkan proses desilikasi berlangsung intensif dalam tanah. Akibat desilikasi tersebut Si yang terdapat pada lapisan atas tanah tercuci ke lapisan bawah, sehingga kadang jumlah Si pada lapisan atas tanah menurun, sedangkan oksida-oksida besi (Fe) dan aluminium (Al) terakumulasi pada permukaan tanah. Semakin tinggi kandungan Al dan Fe oksida di dalam tanah mengakibatkan Si yang terlarut atau tersedia menjadi rendah (Amrullah, 2015). Menurut Yukamgo dan Yuwono (2007) pada wilayah tropika basah, secara umum tanahnya memiliki kejenuhan basa dan kandungan Si rendah serta mengalami akumulasi alumunium oksida. Proses ini disebut desilikasi. Si dilepaskan dari mineral-mineral yang terlapuk, kemudian terbawa aliran air drainase atau tanaman yang dipanen.Tanah-tanah tropika yang sudah terlapuk berat seperti kebanyakan Oxisols dan Ultisols, mengandung aluminium oksida dan besi oksida tinggi. Setelah Si terlarut dan tercuci habis sewaktu proses pelapukan yang intensif, Si dalam tanah hanya terkandung sebesar 9%. Si mampu memperbaiki sifat fisik tanah.Si dapat membentuk struktur tanah yang gembur dan mantap, selain itu dapat menciptakan aerasi dan drainase yang baik.Pemberian pupuk Si pada pertanaman padi juga dapat menurunkan emisi gas metan yang terjadi selama pertanaman padi (Ali et al., 2007).Unsur hara Si juga dikenal sebagai bahan pengikat tanah yang dapat mengurangi tingkat abrasi tanah.Selain itu, dapat berfungsi menjaga kelembaban tanah sehingga kandungan air dalam tanah terjaga.Hal ini sangat bermanfaat bagi tanaman agar tahan terhadap lingkungan yang sedikit airnya atau kering. Disamping itu Si mampu mengikat hara lainnya dalam tanah, sehingga kandungan hara dalam tanah tidak hilang terbawa air yang menyebabkan cadangan hara tanaman akan tetap terjaga kuantitasnya (Amrullah, 2015; Sommer et al., 2006). Pada tanaman penyebaran Si dipengaruhi oleh spesies tanaman. Pada tanaman yang kadar Si-nya rendah, Si terdapat dalam tanaman bagian atas dan bagian bawah hampir sama (contohnya: sawi dan tomat). Sedangkan pada clover (tanaman makanan ternak, legum) Si lebih banyak terdapat pada akar.Pada tanaman yang kandungan Si tinggi misalnya padi maka sebagian besar Si terdapat pada tanaman bagian atas (Sumida, 2002). Kondisi kekeringan menyebabkan padi yang dipupuk Si mempunyai laju fotosintesis lebih tinggi dibandingkan yang tidak dipupuk, akibat penurunan laju transpirasi.Padi yang cukup Si, lebih tahan radiasi dibandingkan yang kekurangan (Ma dan Takahashi, 2002).Peran unsur hara Si pada pertumbuhan dan produktivitas tanaman padi sangatlah penting.Si merupakan unsur terbanyak yang diserap oleh tanaman padi. Si diserap oleh padi sekitar 6 kali K, 10 kali N, 20 kali P dan 30 kali Ca. 6. Metode Penelitian a. Waktu dan tempat Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Universitas Negeri Semarang selama 2 hari , yaitu kamis-jum’at 29-30 Oktober 2015. b. Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah limbah jerami c. Variabel penelitian a. Variabel bebas: Variasi massa abu putih 5 gram, 10 gram, 15 gram, 20 gram, 25 gram, 30 gram. b. Variabel terikat: Volume NaOH dan volume HCl. d. Metode dan jenis penelitian yang digunakan Metode penelitian yang digunakan yaitu metode eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui suatu gejala atau pengaruh yang timbul sebagai akibat dari adanyaperlakuan tertentu (Notoatmodjo, 2002).Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana pengaruh abu putih terhadap limbah jeramisebagai bahan pembuatan pupuk nano silika. Jenis penelitian kualitatif dengan perbandingan yaitu perbandingan perlakuan atau massa abu putihdengan 6 taraf, yaitu 5gram, 10 gram, 15 gram ,20 gram,25 gram, 30 gram pada setiap reaksi pembuatan pupuk Nanosilika. e. Teknik analisis data Analisis data yang dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif dengan berdasarkan landasan ilmiah yang berasal dari jurnal ilmiah dan textbook. f. Tahapan pelaksanaan kegiatan Terdiri dari persiapan sampel penelitian dan pelaksanaan penelitian yaitu: a. Persiapan bahan dan alat Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah jerami, larutan KOH, larutan HCl, kertas saring, dan aquades. Sedangkan alat yang digunakan adalah grinding (milling), gelas kimia 500 ml, gelas ukur 100 ml, hot plate, furnace, gelas corong, erlenmeyer 250 ml, spatula, pipet tetes, cawan, timbangan digital, dan XRD. b. Pelaksanaan penelitian. Pelaksanaan penelitian dimulai dengan: 1. Pembuatan Oksida Baja Penyediaan oksida baja atau mill scale dilakukan melalui proses ekstraksi dan penggilingan sampai berukuran nano yaitu 400 mesh. Hasil ektraksi digunakan sebagai bahan pembuatan larutan awal (precursor). Larutan precursor tersebut terdiri dari ion alkali ferric dan ferrous (Aji, 2007). 2. Pembuatan Precursor Proses pembuatan precursor dilakukan pada suhu ruang dengan mereaksikan 100 gram mill scale 400 mesh dan 50 ml asam sulfat (H2SO4) 12 M yang sebelumnya telah diencerkan dengan aquades 200 ml. Sehingga larutan yang terbentuk adalah besi sulfat FeSO4 yang mempunyai ion Fe2+ sehingga berwarna merah. Penyaringan dilakukan untuk memisahkan larutan FeSO4 dengan mill scale yang tidak bereaksi, kemudian diperoleh larutan murni FeSO4. 3. Pembuatan Pigmen Untuk membuat pigmen merah, maka diperlukan ion Fe3+ dengan memakai larutan oksidator peroksida (H2O2) karena larutan peroksida menaikkan bilangan oksidasi Fe. Selanjutnya menggunakan pipet tetes dengan variasi larutan H2O2 20 ml, 40 ml, 60 ml mereaksikan dengan larutan FeSO4. Ketika direaksikan keluar gas hidrogen dan larutan FeSO4 menjadi merah dengan reaksi kimia sebagai berikut: 2FeSO4 (aq) + H2SO4 (aq) + H2O2(l) Fe2(SO4)3(aq) + 2H2O(l) Larutan peroksida sangat reaktif jika bercampur dengan besi, dan menghasilkan larutan Fe2(SO4)3. Mengupkan dengan hot plate suhu 100oC selama 2 jam. Sampel yang dihasilkan berbentuk seperti lumpur bercampur gel dan berwarna merah kecoklatan. Tujuan memakai larutan FeSO4 agar mendapatkan ukuran nanopartikel dan bertekstur halus, apabila menggunakan endapan sisa hasil reaksi mill scale dengan asam sulfat yang tidak bereaksi, maka ukuran yang didapat lebih besar dan bertekstur kasar. 4. Karakterisasi XRD Setelah proses penguapan selesai, selanjutnya kalsinasi dengan furnace dengan suhu 500 oC dan selama 2 jam. Digunakan suhu tinggi agar senyawa selain hematit dapat menguap.Hasil furnace menunjukkan sampel berwarna merah pada semua variasi H2O2 dan berukuran nano serta bertekstur halus. Masing-masing sampel dikarakterisasi menggunakan XRD untuk mengetahui fasa bahan, intensitas, massa jenis. Parameter tersebut dihasilkan dari difraksi sinar x terhadap sampel dengan sudut bragg 10o-80o. Karakterisasi dilakukan dengan meletakkan sampel di preparat dan memasukan ke dalam tabung XRD, data ditampilkan oleh layar monitor pada komputer, selanjutnya diolah menggunakan software match. c. Penarikan kesimpulan Berdasarkan hasil pengumpulan data dan analisis data yang diperoleh maka dapat ditarik suatu kesimpulan berkaitan dengan limbah baja terhadap pembuatan pigmen yaitu nano hematit dan maghemite yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan teknologi cat. 7. Daftar Pustaka Agung M.G.F., M.R. Hanafie, P. Mardina. 2013. Ekstraksi silika dari abu sekam padi dengan pelarut KOH. Konversi, 2(1): 28-31. Ali, M.A., C.H. Lee, & P.J. Kim. 2007. Effect of silicate fertilizer on reducing methane emission during rice cultivation. Bio Fertil Soils. 44:597-604. Amrullah, 2015. Pengaruh Nano Silika terhadap Pertumbuhan, Respon Morfofisiologis dan Produktivitas Tanah Padi (Oryza sativa L.). Disertasi.Bogor: Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Darmawan, Kazutake K, Arsil S, H Subagjo, T Masunaga and T Wakatsuki. 2006. The Effects of long-term intensive rice cultivation on the available silica content of sawah soils; The Case of Java Island, Indonesia. Soil Sci Plant Nut, Vol, 52: 745-753. DeRosa, M.C., C. Monreal, M. Schnitzer, R. Walsh & Y. Sultan. 2010. Nanotechnology in Fertilizers. Nature Nanotechnology, 5:91. Husnain, 2011. Sumber Hara Silika untuk Pertanian. Balai Penelitian Tanah, 3(3): 12-13. Kalapathy, U., A. Proctor, and J. Schultz, 2000. A Simple Method for Production of Pure Silica from Rice Hull Ash. Bioresources Technology, 73:257-262. Ma, J.F., & E. Takahashi. 2002. Soil, Fertilizer and Plant Silicon Research in Japan. Elsevier ScienceB. V. Amsterdam. 281 hal. Matichenkov, V.V., & E.A. Bocharnikova. 2000. The Relationship of Silicon to Soil Physical and Chemical Properties. Proceeding International Conference Silicon in Agriculture, in press. Niyomwas, S. 2008. The effect of carbon mole ratio on the fabrication of silicon carbide from SiO2-C-Mg system via self-propagating high temperature synthesis. J. Song Sci Technol, 30:227-231. Nizuma, S., S. Kubo & H. Morikuni. 2002. Effect of Silica Gel Application on Growth and Silicon Contents of Rice Seedling in Nursery Bed With Different Available Silicon Contents. Proceedings of Silicon in Agriculture. Yamagata Japan (II). 66 : (198-109). Prihatman, K. 2000. Padi. Jakarta: Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, Proyek PEMD, BAPPENAS. Roesmarkam, & N.W. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta. Savant, N. K., Korndorfer, G. H., Datnoff, L. E. and Snyder, G. H. 1999. Silicon nutrition and sugarcane production: a review. Journal Plant and Nutrition. 22 (12):1853-1903. Singh, K., Y. Singh, C.S. Singh, R. Singh, Singh K.K, A.K. Singh. 2005. Silicon nutrition in rice. Fert. News, 50:41-48. Sommer, M, Kaczorec D, Kuzyakov Y and Breuer J. 2006. Silicon pools and fluxes in soils and landscapes-a review. J. Plant Nutr. Soil Sci. 169:310–329. Sumida, H. 2002. Plant Available Silicon in Paddy Soil. National Agricultural Research Center for Tohoku Region Omagari.Second Silicon in Agriculture Conference. Tsuruoka, Yamagata. Japan. 21: 43-49. Wilson, M., K. Kannangara, G. Smith, M. Simmons, & B. Raguse. 2002. Nanotechnology : Basic Scence and Emerging Technologies. Melbourne. Yoshida, S. 1985a. The physiology of silicon in rice.FFTC-ASPAC.Techn. Bull. 25:1-27. Yukamgo, E., dan NW Yuwono. 2007. Peran Silikon Sebagai Unsur Bermanfaat Pada Tanaman. http://www.soil.faperta.ugm.ac.id. Yunilas. 2009. Bioteknologi Jerami Padi Melalui Fermentasi Sebagai Bahan Pakan Ternak Ruminansia. Karya ilmiah. Medan: Fakultas Pertanian Universitas Negeri Medan.