(DOCX, Unknown)

advertisement
MINI RESEARCH PRAKTIKUM BIOKIMIA
JUDUL
PEMBUATAN PUPUK SILIKA DARI LIMBAH JERAMI PADI UNTUK
PENINGKATAN HASIL PANEN PADI
Disusun Oleh:
Umi Lailatul Hidayah
4301413069
Pontini
4301413077
Carnawi
4301413087
Lavitia Iis Parlina
4301413089
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
SEMARANG
2015
1. Latar Belakang
Tantangan pembangunan pertanian pada masa yang akan datang adalah
penyediaan pangan bagi masyarakat yang dikenal dengan istilah ketahanan
pangan. Ketahanan pangan adalah ketersediaan pangan dan kemampuan individu
untuk mengaksesnya.Sebuah rumah tangga dikatakan memiliki ketahanan pangan
jika penghuninya tidak berada dalam kondisi kelaparan atau dihantui ancaman
kelaparan.World Health Organization (WHO) mendefinisikan tiga komponen
utama ketahanan pangan, yaitu ketersediaan pangan, akses pangan, dan
pemanfaatan pangan.
Ketersediaan pangan adalah kemampuan memiliki sejumlah pangan yang
cukup untuk kebutuhan dasar.Akses pangan adalah kemampuan memiliki sumber
daya, secara ekonomi maupun fisik, untuk mendapatkan bahan pangan
bernutrisi.Pemanfaatan pangan adalah kemampuan dalam memanfaatkan bahan
pangan dengan benar dan tepat secara proporsional.FAO menambahkan komponen
keempat, yaitu kestabilan dari ketiga komponen tersebut dalam kurun waktu yang
panjang.Salah satu pertanian pangan yang menjadi makanan pokok bangsa
Indonesia adalah padi.Sehingga ketersediaan padi menjadi tolak ukur ketahanan
pangan nasional.Oleh karenanya pengembangan padi harus didukung dengan
maksimal.
Pengembangan padi sawah, saat ini banyak mengalami kendala terutama
adanya konversi lahan sawah menjadi lahan non-pertanian.Selain itu, banyak
diantara lahan yang tersedia untuk pengembangan pertanian pangan saat ini adalah
lahan kering, lahan yang keracunan unsur Al dan Fe. Kondisi ini jelas kurang baik
bagi pertumbuhan tanaman padi dan akan mengurangi produktivitasnya. Sehingga
perlu upaya untuk mengatasi kendala tersebut.Salah satu upaya yang dapat
dilakukan adalah dengan memperbaiki teknik budidaya pertanian, yaitu dengan
melakukan pemupukan berimbang.Hal ini penting karena salah satu faktor yang
sangat menentukan produktivitas tanaman padi adalah asupan unsur hara yang
diperoleh tanaman dari pupuk yang diberikan saat pertumbuhannya.
Sekarang ini salah satu jenis pupuk yang hampir tidak pernah diberikan ke
dalam tanah pada pertanian tanaman padi adalah silika (Si).Kondisi ini
mengakibatkan
pertumbuhan
dan
produktivitas
tanaman
padi
kurang
optimal.Padahal ketika panen, tanaman padi mengangkut Si antara 100-300 kg ha1
. Perpindahan Si keluar area persawahan melalui proses pemanenan dan
pencucian tanpa diikuti dengan pemberian Si merupakan faktor utama penyebab
terjadinya proses penurunan kandungan Si dalam tanah. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Darmawan et al. (2006), dalam kurun waktu 33 tahun,
kandungan Si yang tersedia dalam tanah berkurang sekitar 20%. Menurut Singh et
al. (2005) penurunan Si yang tersedia dalam tanah, memungkinkan terjadinya
penurunan produksi tanaman padi.
Penggunaan pupuk Si masih sangat jarang ditemui bahkan tidak ada di
Indonesia, karena kurangnya informasi akan manfaat Si untuk padi dan masih
relatif mahalnya bahan baku pembuatan pupuk Silika. Dosis 1.5-3.0 ton ha-1 terak
baja yang diaplikasikan di Jepang masih dirasakan cukup mahal untuk diterapkan
pada tanah pertanian yang sangat luas di Indonesia. Hal ini akan berdampak pada
mahalnya biaya usaha tan. Sehingga perlu upaya untuk mencari alternatif sumber
Si yang mudah didapat dan harganya terjangkau.
Solusi terbaik yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan limbah
hasil pertanian.Salah satu hasil samping yang dapat digunakan sebagai sumber
unsur hara Si adalah jerami yang dihasilkan padi itu sendiri.Jerami, mengandung
SiO2 hingga 20% atau lebih dan merupakan sumber utama Si yang mudah tersedia.
Jerami padi hasil pertanian belum dimanfaatkan secara optimal.Biasanya
hanya digunakan sebagai campuran pembakaran batu bata, atau sebagai pakan sapi
untuk jerami yang masih hijau atau bahkan hanya dibakar untuk menyingkirkan
limbah jerami tersebut. Apabila jerami padi dibakar, maka akan dihasilkan banyak
abu jerami. Abu jerami tersebut mengandung banyak kandungan silika
yang
merupakan kandungan utamanya (Husnain, 2011). Kandungan Si yang tinggi
dari abu jerami tersebut sangat menjanjikan untuk digunakan kembali dalam
berbagai aplikasi.
Supaya lebih meningkatkan ketersediaan dan penyerapan unsur Si oleh
tanaman dan meningkatkan fungsi serta peran Si pada tanaman padi, dilakukan
upaya pengecilan ukuran molekul silika (SiO2) dari jerami sampai ukuran molekul
yang lebih kecil, yaitu sampai ke ukuran nanometer menggunakan nanoteknologi.
Penggunaan Si yang molekulnya berukuran nanometer (10-9 m) diharapkan akan
mempunyai keunggulan yang signifikan dibandingkan dengan Si berukuran biasa.
2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada karya tulis ilmiah ini adalah
1. Apa keunggulan nanosilika?
2. Bagaimana cara membuat nanosilika?
3. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari karya ilmiah ini adalah
1. Mengetahui keunggulan nanosilika.
2. Mengetahui cara membuat nanosilika.
4. Manfaat
Manfaat yang didapatkan dari karya ilmiah ini adalah
1. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai keunggulan nanosilika
dalam meningkatkan hasil panen padi.
2. Memberikan solusi kepada petani dalam pengelolaan sawah pertanian padi.
5. Tinjauan Pustaka
a. Padi
Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun yang menjadi
makanan sumber karbohidrat yang utama di kebanyakan negara Asia. Negaranegara lain seperti di benua Eropa, Australia dan Amerika mengonsumsi beras
dalam jumlah yang jauh lebih kecil daripada negara Asia. Padi merupakan
tanaman pertanian kuno yang berasal dari dua benua yaitu Asia dan Afrika Barat
tropis dan subtropis. Bukti sejarah memperlihatkan bahwa penanaman padi di
Zhejiang (Cina) sudah dimulai pada 3.000 tahun SM. Fosil butir padi dan gabah
ditemukan di Hastinapur Uttar Pradesh India sekitar 100-800 SM. Selain Cina
dan India, beberapa wilayah asal padi adalah, Bangladesh Utara, Burma,
Thailand, Laos, Vietnam (Prihatman, 2000).
Padi masuk dalam genus Oryza.Terdapat 25 spesies Oryza, yang dikenal
adalah O. sativa dengan dua subspesies, yaitu Indica (padi bulu) yang ditanam di
Indonesia dan Sinica (padi cere).Padi dibedakan dalam dua tipe yaitu padi kering
(gogo) yang ditanam di dataran tinggi dan padi sawah di dataran rendah yang
memerlukan penggenangan. Varitas unggul nasional berasal dari Bogor: Pelita
I/1, Pelita I/2, Adil dan Makmur (dataran tinggi), Gemar, Gati, GH 19, GH 34
dan GH 120 (dataran rendah). Varitas unggul introduksi dari International Rice
Research Institute (IRRI) Filipina adalah jenis IR atau PB yaitu IR 22, IR 14, IR
46 dan IR 54 (dataran rendah); PB32, PB 34, PB 36 dan PB 48 (dataran rendah)
(Prihatman, 2000).
Pada pertumbuhannya, padi memerlukan hara dan air.Hara adalah
pelengkap dari bahan asam nukleat, dan enzim yang berfungsi sebagai katalis
dalam merombak hasil fotosintesis atau respirasi menjadi senyawa yang lebih
sederhana.Hara dan air diperoleh tanaman padi dari tanah, sedangkan fotosintat
diperoleh dari daun melalui fotosintesis.Oleh karena itu, tanah dan iklim
merupakan lingkungan tumbuh tanaman padi. Penguasaan tentang lingkungan
tumbuh padi sangat penting untuk menentukan cara budidaya yang paling tepat
dan menguntungkan (Amrullah, 2015).
b. Jerami padi
Jerami padi merupakan limbah hasil pertanian dari tanaman padi yang
dapat berupa batang, tangkai, maupun daun.Jerami padi merupakan limbah
pertanian yang cukup besar jumlahnya dan belum banyak dimanfaatkan karena
dianggap tidak memiliki nilai ekonomis.
Hasil pemanenan padi berupa jerami padi tidak banyak dimanfaatkan,
biasanya ditumpuk dan dibiarkan mengering.Kalaupun diberikan pada ternak
hanya sedikit yang dimakan karena kurang disukai ternak sehingga setelah
pemanenan padi, jerami ditumpuk dan dibiarkan mengering.Jerami padi belum
dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat (Yunilas, 2009).
Abu jerami padi dapat dimanfaatkan untuk abu gosok, bahan ameliorasi
tanah asam dan bahan campuran dalam pembuatan semen hidrolik serta dapat
dimanfaatkan campuran batako/mortar, beton, dan campuran batu bata press.Abu
silika adalah kristalin yang halus dimana komposisi silika yang lebih banyak
dihasilkan dari tanur tinggi.
c. Silika
Si (silikon) merupakan unsur terbanyak kedua setelah oksigen (O2) di
kerak bumi dan Si juga berada dalam jumlah yang banyak pada setiap tanah.
Jumlah terbesar Si tanah berbentuk kuarsa atau kristal silikon (Sommer et al.
2006). Si merupakan komponen utama tanah mineral.Si terdapat pada lebih dari
370 mineral pembentuk batuan.Si menjadi penyusun semua bahan induk dan
merupakan satu komponen dasar pada kebanyakan tanah.Si mempunyai peranan
sentral pada pelapukan batuan dan perkembangan tanah.
Meskipun kerak bumi umumnya terdiri dari Si yang mana 95% dari total
mineral yang ada terdiri dari Si, namun ketersediaan Si yang dapat diambil oleh
tanaman relatif sangat rendah. Kelarutan Si dalam tanah hanya berkisar antara
10-40 ppm. Jumlah ini relatif sangat kecil bila dibandingkan dengan jumlah Si
yang dibutuhkan oleh tanaman.Pada kondisi pertumbuhan yang baik, tanaman
padi menyerap Si sebesar 114 ppm (Amrullah, 2015).
Pada umumnya tanah mengandung Si sebesar 5-40 %.Setiap kilogram
tanah liat mengandung Si sekitar 200-320 g, sementara dalam tanah berpasir
terdapat Si antara 450-480 g. Si merupakan unsur yang inert (sulit bereaksi)
sehingga selama ini Si dianggap tidak begitu memiliki arti penting bagi prosesproses biokimia dan kimia. Mungkin juga karena jumlahnya yang banyak dalam
tanah peran Si seringkali tidak terlalu diperhatikan atau bahkan tidak teramati
(Nizuma et al.2002).
Kandungan Si yang aktif dalam tanah berbentuk asam polisilikat, asam
monosilikat, dan organosilikat.Asam polisilikat merupakan mineral yang dapat
menstabilkan agregat tanah dan memperbaiki porositas tanah bila berada dalam
jumlah yang tinggi sehingga dapat memperbaiki sifat fisik tanah.Asam polisilikat
memiliki efek terhadap kapasitas menahan air, tekstur tanah, dan erosi.Asam
monosilikat merupakan pusat dari berbagai interaksi dan transformasi Si dan
merupakan produk dari pelarutan mineral-mineral kaya Si.Asam-asam Si yang
diadsorpsi lemah serta larut dalam air dapat diserap langsung oleh tanaman dan
mikroba.Mereka juga dapat mengendalikan sifat fisik dan kimia tanah (seperti
mobilitas P, Al, Fe, Mn dan logam berat, aktivitas mikroba, stabilitas bahan
organik), pembentukan asam polisilikat dan mineral-mineral sekunder dalam
tanah (Matichenkov dan Bocharnikova, 2000).
Jumlah dan distribusi Si di dalam tanah dipengaruhi oleh vegetasi, iklim,
bahan induk tanah, tekstur dan intensitas pelapukan.Pada tanah-tanah di daerah
beriklim sedang dan dingin, Si terakumulasi pada lapisan atas tanah dalam
bentuk Si yang stabil.Sedangkan pada tanah-tanah di daerah tropika basah
dengan curah hujan dan suhu yang tinggi, proses pelapukan dan pencucian
berjalan secara intensif. Proses pencucian dan intensitas pelapukan yang tinggi
menyebabkan proses desilikasi berlangsung intensif dalam tanah. Akibat
desilikasi tersebut Si yang terdapat pada lapisan atas tanah tercuci ke lapisan
bawah, sehingga kadang jumlah Si pada lapisan atas tanah menurun, sedangkan
oksida-oksida besi (Fe) dan aluminium (Al) terakumulasi pada permukaan tanah.
Semakin tinggi kandungan Al dan Fe oksida di dalam tanah mengakibatkan Si
yang terlarut atau tersedia menjadi rendah (Amrullah, 2015).
Menurut Yukamgo dan Yuwono (2007) pada wilayah tropika basah,
secara umum tanahnya memiliki kejenuhan basa dan kandungan Si rendah serta
mengalami akumulasi alumunium oksida. Proses ini disebut desilikasi. Si
dilepaskan dari mineral-mineral yang terlapuk, kemudian terbawa aliran air
drainase atau tanaman yang dipanen.Tanah-tanah tropika yang sudah terlapuk
berat seperti kebanyakan Oxisols dan Ultisols, mengandung aluminium oksida
dan besi oksida tinggi. Setelah Si terlarut dan tercuci habis sewaktu proses
pelapukan yang intensif, Si dalam tanah hanya terkandung sebesar 9%.
Si mampu memperbaiki sifat fisik tanah.Si dapat membentuk struktur
tanah yang gembur dan mantap, selain itu dapat menciptakan aerasi dan drainase
yang baik.Pemberian pupuk Si pada pertanaman padi juga dapat menurunkan
emisi gas metan yang terjadi selama pertanaman padi (Ali et al., 2007).Unsur
hara Si juga dikenal sebagai bahan pengikat tanah yang dapat mengurangi tingkat
abrasi tanah.Selain itu, dapat berfungsi menjaga kelembaban tanah sehingga
kandungan air dalam tanah terjaga.Hal ini sangat bermanfaat bagi tanaman agar
tahan terhadap lingkungan yang sedikit airnya atau kering. Disamping itu Si
mampu mengikat hara lainnya dalam tanah, sehingga kandungan hara dalam
tanah tidak hilang terbawa air yang menyebabkan cadangan hara tanaman akan
tetap terjaga kuantitasnya (Amrullah, 2015; Sommer et al., 2006).
Pada tanaman penyebaran Si dipengaruhi oleh spesies tanaman. Pada
tanaman yang kadar Si-nya rendah, Si terdapat dalam tanaman bagian atas dan
bagian bawah hampir sama (contohnya: sawi dan tomat). Sedangkan pada clover
(tanaman makanan ternak, legum) Si lebih banyak terdapat pada akar.Pada
tanaman yang kandungan Si tinggi misalnya padi maka sebagian besar Si
terdapat pada tanaman bagian atas (Sumida, 2002).
Kondisi kekeringan menyebabkan padi yang dipupuk Si mempunyai laju
fotosintesis lebih tinggi dibandingkan yang tidak dipupuk, akibat penurunan laju
transpirasi.Padi yang cukup Si, lebih tahan radiasi dibandingkan yang
kekurangan (Ma dan Takahashi, 2002).Peran unsur hara Si pada pertumbuhan
dan produktivitas tanaman padi sangatlah penting.Si merupakan unsur terbanyak
yang diserap oleh tanaman padi. Si diserap oleh padi sekitar 6 kali K, 10 kali N,
20 kali P dan 30 kali Ca.
6. Metode Penelitian
a. Waktu dan tempat
Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Universitas Negeri
Semarang selama 2 hari , yaitu kamis-jum’at 29-30 Oktober 2015.
b. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah limbah jerami
c. Variabel penelitian
a. Variabel bebas: Variasi massa abu putih 5 gram, 10 gram, 15 gram, 20
gram, 25 gram, 30 gram.
b. Variabel terikat: Volume NaOH dan volume HCl.
d. Metode dan jenis penelitian yang digunakan
Metode penelitian yang digunakan yaitu metode eksperimen yang
bertujuan untuk mengetahui suatu gejala atau pengaruh yang timbul sebagai
akibat dari adanyaperlakuan tertentu (Notoatmodjo, 2002).Penelitian ini ingin
mengetahui bagaimana pengaruh abu putih terhadap limbah jeramisebagai
bahan pembuatan pupuk nano silika. Jenis penelitian kualitatif
dengan
perbandingan yaitu perbandingan perlakuan atau massa abu putihdengan 6
taraf, yaitu 5gram, 10 gram, 15 gram ,20 gram,25 gram, 30 gram pada setiap
reaksi pembuatan pupuk Nanosilika.
e. Teknik analisis data
Analisis data yang dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif
dengan berdasarkan landasan ilmiah yang berasal dari jurnal ilmiah dan
textbook.
f. Tahapan pelaksanaan kegiatan
Terdiri dari persiapan sampel penelitian dan pelaksanaan penelitian yaitu:
a. Persiapan bahan dan alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah jerami,
larutan KOH, larutan HCl, kertas saring, dan aquades. Sedangkan alat
yang digunakan adalah grinding (milling), gelas kimia 500 ml, gelas ukur
100 ml, hot plate, furnace, gelas corong, erlenmeyer 250 ml, spatula, pipet
tetes, cawan, timbangan digital, dan XRD.
b. Pelaksanaan penelitian.
Pelaksanaan penelitian dimulai dengan:
1. Pembuatan Oksida Baja
Penyediaan oksida baja atau mill scale dilakukan melalui
proses ekstraksi dan penggilingan sampai berukuran nano yaitu 400
mesh. Hasil ektraksi digunakan sebagai bahan pembuatan larutan
awal (precursor). Larutan precursor tersebut terdiri dari ion alkali
ferric dan ferrous (Aji, 2007).
2. Pembuatan Precursor
Proses pembuatan precursor dilakukan pada suhu ruang dengan
mereaksikan 100 gram mill scale 400 mesh dan 50 ml asam sulfat
(H2SO4) 12 M yang sebelumnya telah diencerkan dengan aquades 200
ml. Sehingga larutan yang terbentuk adalah besi sulfat FeSO4 yang
mempunyai ion Fe2+ sehingga berwarna merah. Penyaringan dilakukan
untuk memisahkan larutan FeSO4 dengan mill scale yang tidak
bereaksi, kemudian diperoleh larutan murni FeSO4.
3. Pembuatan Pigmen
Untuk membuat pigmen merah, maka diperlukan ion Fe3+
dengan memakai larutan oksidator peroksida (H2O2) karena larutan
peroksida menaikkan bilangan oksidasi Fe. Selanjutnya menggunakan
pipet tetes dengan variasi larutan H2O2 20 ml, 40 ml, 60 ml
mereaksikan dengan larutan FeSO4. Ketika direaksikan keluar gas
hidrogen dan larutan FeSO4 menjadi merah dengan reaksi kimia
sebagai berikut:
2FeSO4 (aq) + H2SO4 (aq) + H2O2(l) Fe2(SO4)3(aq) + 2H2O(l)
Larutan peroksida sangat reaktif jika bercampur dengan besi, dan
menghasilkan larutan Fe2(SO4)3. Mengupkan dengan hot plate suhu
100oC selama 2 jam. Sampel yang dihasilkan berbentuk seperti lumpur
bercampur gel dan berwarna merah kecoklatan. Tujuan memakai
larutan FeSO4 agar mendapatkan ukuran nanopartikel dan bertekstur
halus, apabila menggunakan endapan sisa hasil reaksi mill scale
dengan asam sulfat yang tidak bereaksi, maka ukuran yang didapat
lebih besar dan bertekstur kasar.
4. Karakterisasi XRD
Setelah proses penguapan selesai, selanjutnya kalsinasi dengan
furnace dengan suhu 500 oC dan selama 2 jam. Digunakan suhu tinggi
agar senyawa selain hematit dapat menguap.Hasil furnace
menunjukkan sampel berwarna merah pada semua variasi H2O2 dan
berukuran nano serta bertekstur halus. Masing-masing sampel
dikarakterisasi menggunakan XRD untuk mengetahui fasa bahan,
intensitas, massa jenis. Parameter tersebut dihasilkan dari difraksi
sinar x terhadap sampel dengan sudut bragg 10o-80o. Karakterisasi
dilakukan dengan meletakkan sampel di preparat dan memasukan ke
dalam tabung XRD, data ditampilkan oleh layar monitor pada
komputer, selanjutnya diolah menggunakan software match.
c. Penarikan kesimpulan
Berdasarkan hasil pengumpulan data dan analisis data yang
diperoleh maka dapat ditarik suatu kesimpulan berkaitan dengan limbah
baja terhadap pembuatan pigmen yaitu nano hematit dan maghemite yang
dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan teknologi cat.
7. Daftar Pustaka
Agung M.G.F., M.R. Hanafie, P. Mardina. 2013. Ekstraksi silika dari abu sekam padi
dengan pelarut KOH. Konversi, 2(1): 28-31.
Ali, M.A., C.H. Lee, & P.J. Kim. 2007. Effect of silicate fertilizer on reducing
methane emission during rice cultivation. Bio Fertil Soils. 44:597-604.
Amrullah, 2015. Pengaruh Nano Silika terhadap Pertumbuhan, Respon
Morfofisiologis dan Produktivitas Tanah Padi (Oryza sativa L.).
Disertasi.Bogor: Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Darmawan, Kazutake K, Arsil S, H Subagjo, T Masunaga and T Wakatsuki. 2006.
The Effects of long-term intensive rice cultivation on the available silica
content of sawah soils; The Case of Java Island, Indonesia. Soil Sci Plant
Nut, Vol, 52: 745-753.
DeRosa, M.C., C. Monreal, M. Schnitzer, R. Walsh & Y. Sultan. 2010.
Nanotechnology in Fertilizers. Nature Nanotechnology, 5:91.
Husnain, 2011. Sumber Hara Silika untuk Pertanian. Balai Penelitian Tanah, 3(3):
12-13.
Kalapathy, U., A. Proctor, and J. Schultz, 2000. A Simple Method for Production of
Pure Silica from Rice Hull Ash. Bioresources Technology, 73:257-262.
Ma, J.F., & E. Takahashi. 2002. Soil, Fertilizer and Plant Silicon Research in Japan.
Elsevier ScienceB. V. Amsterdam. 281 hal.
Matichenkov, V.V., & E.A. Bocharnikova. 2000. The Relationship of Silicon to Soil
Physical and Chemical Properties. Proceeding International Conference
Silicon in Agriculture, in press.
Niyomwas, S. 2008. The effect of carbon mole ratio on the fabrication of silicon
carbide from SiO2-C-Mg system via self-propagating high temperature
synthesis. J. Song Sci Technol, 30:227-231.
Nizuma, S., S. Kubo & H. Morikuni. 2002. Effect of Silica Gel Application on
Growth and Silicon Contents of Rice Seedling in Nursery Bed With
Different Available Silicon Contents. Proceedings of Silicon in Agriculture.
Yamagata Japan (II). 66 : (198-109).
Prihatman, K. 2000. Padi. Jakarta: Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di
Perdesaan, Proyek PEMD, BAPPENAS.
Roesmarkam, & N.W. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta.
Savant, N. K., Korndorfer, G. H., Datnoff, L. E. and Snyder, G. H. 1999. Silicon
nutrition and sugarcane production: a review. Journal Plant and Nutrition.
22 (12):1853-1903.
Singh, K., Y. Singh, C.S. Singh, R. Singh, Singh K.K, A.K. Singh. 2005. Silicon
nutrition in rice. Fert. News, 50:41-48.
Sommer, M, Kaczorec D, Kuzyakov Y and Breuer J. 2006. Silicon pools and fluxes
in soils and landscapes-a review. J. Plant Nutr. Soil Sci. 169:310–329.
Sumida, H. 2002. Plant Available Silicon in Paddy Soil. National Agricultural
Research Center for Tohoku Region Omagari.Second Silicon in Agriculture
Conference. Tsuruoka, Yamagata. Japan. 21: 43-49.
Wilson, M., K. Kannangara, G. Smith, M. Simmons, & B. Raguse. 2002.
Nanotechnology : Basic Scence and Emerging Technologies. Melbourne.
Yoshida, S. 1985a. The physiology of silicon in rice.FFTC-ASPAC.Techn. Bull.
25:1-27.
Yukamgo, E., dan NW Yuwono. 2007. Peran Silikon Sebagai Unsur Bermanfaat
Pada Tanaman. http://www.soil.faperta.ugm.ac.id.
Yunilas. 2009. Bioteknologi Jerami Padi Melalui Fermentasi Sebagai Bahan Pakan
Ternak Ruminansia. Karya ilmiah. Medan: Fakultas Pertanian Universitas
Negeri Medan.
Download