1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan bahan pangan terutama beras akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat peningkatan pendapatan. Namun dilain pihak upaya peningkatan produksi beras saat ini terganjal oleh berbagai kendala, seperti konversi lahan sawah subur yang masih terus berjalan, penyimpangan iklim, penurunan kualitas sumberdaya lahan yang berdampak terhadap penurunan produktivitas pada hasil padi (Pramono, 2005). Optimalisasi produktivitas padi di lahan sawah merupakan salah satu peluang dalam meningkatkan produksi gabah nasional. Peningkatan produktivitas lahan sawah dapat dilakukan dengan pemberian amelioran. Amelioran yang dikenal sebagai bahan pembenah tanah merupakan bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah di lingkungan akar tanaman. Pemberian amelioran dimaksudkan sebagai sumber hara, mengurangi kemasaman tanah dan sebagai sumber pengikat atau penjerap kation-kation yang tercuci akibat aliran air serta meningkatkan kesuburan tanah di lahan pertanian (Al-Jabri, 2009). 2 Bahan amelioran yang sering digunakan dalam budidaya tanaman di lahan adalah dolomit (mengandung unsur Ca sebesar 32,0% dan Mg sebesar 4,03%) yang dapat memperbaiki sifat fisik tanah, memperbaiki granulasi tanah sehingga aerasi lebih baik, memperbaiki sifat kimia tanah yaitu menurunkan kepekatan ion H, menurunkan kelarutan Fe, Al dan Mn, meningkatkan ketersediaan C, Mg, P dan Mo serta meningkatkan kejenuhan basa, memperbaiki sifat biologi tanah yaitu meningkatkan kegiatan jasad renik tanah. Pemberian amelioran seperti pupuk organik, zeolit, dolomit, pupuk kandang, kapur pertanian, abu sekam dapat meningkatkan pH tanah dan basa-basa tanah. Penambahan bahan-bahan amelioran yang banyak mengandung kation polivalen dapat mengurangi pengaruh buruk asam-asam organik beracun (Departemen Pertanian, 2011). Produksi padi sawah yang beragam disebabkan juga oleh belum tepatnya amelioran yang diberikan baik jenis maupun dosisnya. Hasil penelitian Adiningsih dan Rochayati (1988) mengatakan penggunaan amelioran bahan organik, seperti sisa-sisa tanaman yang melapuk, kompos, pupuk kandang atau pupuk organik cair menunjukkan bahwa pupuk organik dapat meningkatkan produktivitas tanah dan efisiensi pemupukan serta mengurangi kebutuhan pupuk, terutama pupuk K. Oleh karena itu kajian lebih lanjut tentang jenis dan dosis amelioran masih sangat diperlukan untuk memacu upaya swasembada pengan di Indonesia. 3 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan kombinasi jenis dan dosis amelioran terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil padi. 1.3 Dasar Pengajuan Hipotesis Pengusahaan lahan yang dilakukan secara terus menerus dengan pemakaian pupuk kimia yang tidak mengikuti dosis anjuran serta kurangnya usaha untuk mengembalikan unsur hara yang hilang terbawa saat panen menyebabkan terganggunya keseimbangan hara tanah yang berakibat terhadap penurunan kualitas sumberdaya lahan itu sendiri (Pramono, 2004). Disisi lain kesuburan tanah mempunyai kontribusi sebesar 55% terhadap keberhasilan produksi tanaman. Kualitas tanah dapat terganggu karena tingginya pemakaian pupuk kimia tanpa diimbangi masukan bahan organik ( Gunarto dkk., 2002). Terjadinya pelandaian hasil pada produksi padi disebabkan penurunan sifat-sifat tanah yang mendukung pertumbuhan. Salah satu indikator penurunan sifat-sifat tanah yang dapat diukur adalah rendahnya bahan organik tanah (C-organik). Mengandalkan bahan organik sebagai satu-satunya sumber hara tanaman untuk daerah tropis juga bukan merupakan suatu pilihan yang tepat. Hal ini mengingat faktor iklim yang sangat besar pengaruhnya terhadap tanah. Oleh sebab itu penyelarasan penggunaan pupuk kimia dan bahan organik secara bersamaan merupakan suatu pilihan yang rasional. Salah satu upaya untuk mengembalikan kesuburan tanah adalah dengan mengembalikan hara yang terkandung di jerami pasca panen karena hara yang 4 terkandung dijerami cukup besar dan kurang dimanfaatkannya jerami setelah panen. Menurut Arafah (2003), Penggunaan pupuk kandang dan jerami padi merupakan penggabungan dari peternakan dan pertanian yang dapat diterapkan sebagai pertanian organik pada pertumbuhan padi sawah. Pada tanah sawah, pemberian bahan organik dapat meningkatkan kandungan bahan organik di dalam tanah, memperbaiki struktur tanah, meningkatkan kemampuan tanah menyimpan air (Water holding capacity), meningkatkan aktivitas kehidupan biologi tanah, meningkatkan kapasitas tukar kation tanah, mengurangi fiksasi fosfat oleh Al dan Fe pada tanah masam, dan meningkatkan ketersediaan hara di dalam tanah (Siregar, 1981). Penggunaan pupuk organik yang bersumber dari jerami pada musim pertama belum memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan dan komponen hasil padi, namun ada kecendrungan pertumbuhan dan hasil tanaman yang menggunakan bahan organik lebih baik dibanding tanpa pupuk anorganik baik secara tunggal maupun interaksinya dengan pupuk N, P dan K (Arafah dan Sirappa, 2003). Penambahan pupuk organik melalui pendekatan pengelolaan hara secara terpadu dengan mengkombinasikan pemberian pupuk kimia dan pupuk organik. Arafah dan Sirappa, (2003), bahwa arah penelitian ke depan adalah pertanian terlanjutkan dalam jangka panjang dengan masukkan bahan kimia rendah (low chemical input) yang dikenal dengan LEISA, yaitu suatu bentuk pertanian yang menggunakan sumberdaya lokal yang tersedia secara optimal dan meminimumkan penggunaan masukan dari luar (Arafah dan Sirappa, 2003). Selanjutnya usaha dalam 5 meningkatkan produksi padi perlu dilakukan pelestarian lingkungan produksi, termasuk di dalamnya mempertahankan kandungan bahan organik tanah dengan memanfaatkan jerami padi. Jerami padi mengandung + 12 kg K2O/ton yang dapat digunakan untuk mengurangi kebutuhan pupuk K. Oleh karena itu, jerami padi yang banyak tersedia setelah panen dapat secara langsung dimanfaatkan melalui pembenaman jerami ke dalam tanah sewaktu pengolahan tanah pertama. Hasil penelitian Gunawan 2011, Pemberian dosis pupuk kandang sapi berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, luas daun, jumlah gabah berisi per malai, jumlah gabah hampa per malai, produksi per plot, bobot kering jerami, bobot kering akar, LAB, LTR, tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah anakan/rumpun dan jumlah anakan produktif. Penelitian yang menguji pengaruh pupuk kandang sapi dengan dosis 0 ton ha-1, 5 ton ha-1, 10 ton ha-1, 15 ton ha-1 dan 20 ton ha-1. Pertumbuhan terbaik diperoleh pada perlakuan pupuk kandang sapi dengan dosis 15 ton/ha yang ditunjukkan oleh tanaman yang lebih tinggi yaitu 95,67 cm, jumlah anakan/rumpun yang lebih banyak yaitu 29,01 anakan, jumlah anakan produktif lebih banyak yaitu 17,96 anakan, luas daun yang terluas yaitu 56,29 cm2, jumlah gabah berisi per malai terbanyak 123,24 butir, jumlah gabah hampa per malai terendah 12,91 butir, produksi per plot tertinggi 3,62 kg, bobot kering jerami tertinggi yaitu 31,87 g, bobot kering akar tertinggi yaitu 13,92 g, LAB tertinggi yaitu 0,00055 g.cm2 .minggu-1 dan LTR tertinggi yaitu 0,0025 g.minggu-1. Pemberian pupuk kandang sapi dosis 5 ton ha-1, 10 ton ha-1, 15 ton ha-1 dan 20 ton ha-1 menghasilkan pertumbuhan yang lebih baik daripada tanpa pupuk kandang (Gunawan 2011). 6 Hasil penelitian Dalimunthe (2010), Perlakuan jerami tidak nyata pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman yang meliputi tinggi tanaman, jumlah anakan, LAB, LTR, serapan N dan K, dengan kecendrungan menunjukkan jerami padi menghasilkan rataan tertinggi. Selanjutnya jerami juga meningkatkan serapan P pada 6 MST. Serapan P yang meningkat diduga disebabkan oleh asam asam organik yang dihasilkan oleh proses dekomposisi jerami mampu mengkelat sebagian Al dan Fe sehingga P yang dilepaskan tersedia dalam tanah kemudian dapat diserap tanaman. Pengaruh jerami yang tidak nyata terhadap pertumbuhan vegetatif diduga karena proses dekomposisi yang belum sempurna. Pengukuran vegetatif terjadi di awal pertumbuhan sehingga pengaruh jerami belum terjadi. Parameter pertumbuhan seperti tinggi tanaman, jumlah anakan, dan LTR pada perlakuan menghasilkan rataan tertinggi, walaupun jumlah hara yang diberikan pada perlakuan lebih sedikit dibanding pemupukan lainnya, Pemupukan berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan, LAB, LTR dan serapan N 6 MST tetapi tidak nyata pengaruhnya terhadap serapan P dan K 6 MST. Pemberian pupuk kimia adalah pemberian hara yang mudah tersedia dengan kandungan hara yang lebih tinggi dibanding bahan organik pada takaran yang sama sehingga pengruhnya mudah terlihat. Tingginya dosis pupuk belum tentu menghasilkan pertumbuhan yang lebih tinggi. Selain dosis, tepat cara dan waktu pemberian juga sangat menentukan efektifitas suatu pupuk (Dalimunthe 2010). 7 1.4 Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah jenis dan dosis amelioran yang berbeda mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman padi yang berbeda.