Document

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1
Kajian Pustaka
2.1.1 Kesehatan Keuangan (Financial Wellness)
2.1.1.1 Pengertian Kesehatan Keuangan
Kesehatan keuangan merupakan keadaan yang rumit antara keseimbangan
aspek mental, spiritual, dan psikologis dari uang. Kesehatan keuangan dapat
dipahami melalui kondisi keuangan individu dan bagaimana individu memelihara
perilaku keuangannya
dalam menghadapi
perubahan kondisi
keuangan.
Memelihara keseimbangan tersebut akan menjadi menyenangkan dengan
mengetahui darimana uang didapatkan dan bagaimana uang itu dipergunakan
(definitionofwellness.com diakses pada 20 Februari 2017).
Joo and Grable (2004) dalam Rutherford and Fox (2010) mendefinisikan:
“Financial wellness as an active state of financial health evidenced by low
debt level, active savings and/ or retirement plan(s), and a good spending
plan. Personal financial wellness is a complex concept with multiple
dimensions distributed along a continuum”.
Sejalan dengan definisi di atas, Garg (2012) mengartikan kesehatan
keuangan sebagai aspek-aspek situasi keuangan yang dialami seseorang.
Selanjutnya, Seddon (2012) menjelaskan bahwa kesehatan keuangan merupakan
bagian dari kesejahteraan keuangan. Hal itu meliputi kepuasan terhadap aspek
materi dan bukan materi sehingga kesehatan keuangan dapat juga menjelaskan
persepsi atas ketercukupan sumber daya keuangan. Berdasarkan definisi-definisi
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kesehatan keuangan (Financial Wellness)
19
20
adalah sebagian dari aspek situasi keuangan yang dialami seseorang atas
ketercukupan sumber daya keuangannya sebagai bentuk kepuasan atas aspek
materi dan bukan materi dalam mencapai kesejahteraan.
Memiliki kesehatan keuangan yang baik membutuhkan pengelolaan
keuangan yang baik yang mana seringkali diabaikan oleh individu. Untuk menjadi
sehat dalam keuangan dibutuhkan perencanaan keuangan yang tepat guna
menganalisis posisi keuangan saat ini dan membuat tujuan keuangan jangka
pendek dan jangka panjang. Dalam hal ini, manajemen keuangan pribadi
digunakan untuk mencermati bagaimana uang saat ini dan di masa mendatang
dikelola. Manajemen keuangan pribadi sangatlah penting dalam mendukung
terwujudnya tujuan-tujuan individu. Dengan melakukan pengelolaan terhadap
keuangan pribadi, maka tiap individu tahu akan tujuan yang ingin dicapai, dan
memanfaatkan pengelolaan sumber daya keuangan secara optimal untuk mencapai
tujuan tersebut. Dengan mengoptimalkan pengelolaan keuangan pribadi, maka
individu secara bertanggung jawab mampu merencanakan dan mewujudkan masa
depannya. Oleh karena itu, pengelolaan dan pengendalian keuangan pribadi
adalah subjek besar yang sangat penting bagi setiap individu.
“In private (or managerial) accounting you would be involved in activities
such as cost accounting, budgeting, accounting information system design
and support, or tax planning and preparation.... to increase efficiency has
taken on incresed importance” (Kieso et al. 2011:30).
Pada dasarnya dalam kehidupan sehari-hari banyak masyarakat yang telah
menerapkan fungsi akuntansi. Hal ini terwujud dalam bentuk pencatatanpencatatan yang dilakukan dengan maksud untuk mengetahui dan mengendalikan
keuangannya atau dengan membuat penganggaran guna membantu memastikan
21
penerimaan dan pengeluaran dalam rentang waktu tertentu. Selanjutnya,
penyesuaian dapat dibuat untuk menyesuaikan anggaran yang sesuai dengan
tujuan dan kebutuhan. Dengan demikian, kesehatan keuangan perlu disadari oleh
siapa saja untuk memastikan tetap berusaha mewujudkan tujuan keuangan yang
ditetapkan sebelumnya. Hal tersebut didukung oleh fungsi dari penerapan
akuntansi yaitu untuk menyediakan informasi kuantitatif, terutama yang bersifat
keuangan yang dipandang bermanfaat dalam mengambil keputusan ekonomi
dalam menerapkan pilihan yang tepat diantara berbagai alternatif tindakan.
Gitman (2011) mendefinisikan:
“Finance can be defined as the art and science of managing money.
Virtually all individuals and organizations earn or raise money and spend
or invest money. Finance is concerned with the process, institutions,
markets, and instruments involved in the transfer of money among
individuals, businesses, and governments. Most adults will benefit from an
understanding of finance, which will enable them to make better personal
financial decisions. Those who work in financial jobs will benefit by being
able to interface effectively with the firm’s financial personnel, processes,
and procedures”.
Klontz dan Klontz (2009) menegaskan bahwa terdapat beberapa ciri-ciri
kesehatan keuangan yang kurang bagus. Kedua peneliti membagi dalam tiga
bagian besar. Pertama yaitu kelainan penghindaran atas uang yang meliputi
pengingkaran keuangan, penolakan keuangan, terlalu hemat dan sangat takut
mengambil risiko. Kedua, kelainan pemujaan atas uang yang meliputi senang
menimbun uang, terlalu mengambil risiko yang tidak beralasan, kecanduan
berjudi, workaholisme, boros dan belanja kompulsif. Ketiga, kelainan keuangan
dalam hal hubungan yang meliputi ketidaksetiaan keuangan, malas memanfaatkan
keuangan, dan ketergantungan keuangan.
22
Selain itu, Rutherford dan Fox (2010) telah melakukan penelitian secara
mendalam mengenai kesehatan keuangan pada beberapa mahasiswa di daerah
yang berbeda, hal terkait yang mempengaruhi kesehatan keuangan antara lain
adalah perencanaan kredit, total kekayaan, banyak tabungan, perilaku, dan
kepuasan keuangan individu itu sendiri. Selanjutnya, Delafrooz dan Paim (2011)
menjelaskan bahwa kesehatan keuangan memiliki berbagai aspek namun hal itu
tidak berarti individu yang sehat dalam keuangan pasti mengalami kepuasan
keuangan, disebabkan dapat saja seseorang merasa puas dengan situasi
keuangannya saat ini namun apabila dikritisi maka situasi keuangan tersebut
tidaklah sehat. Misal saja individu merasa puas dengan pola keuangannya namun
memiliki utang yang tidak sehat, atau pun persiapan dana pensiun yang tidak
memadai. Untuk saat ini akan merasa puas namun dampak pengelolaan keuangan
yang sehat pada prinsipnya menggambarkan situasi saat ini hingga masa depan.
Dalam arti kata, kesehatan keuangan mencakup keseluruhan siklus hidup manusia
terkait bagaimana mengelola sumber daya keuangan untuk menciptakan
kesejahteraan.
2.1.1.2 Indikator Kesehatan Keuangan
Langkah pertama yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesehatan
keuangan adalah mendiagnosis kesehatan keuangan saat ini untuk ditindak lanjuti
dengan perencanaan keuangan yang tepat. Untuk mendiagnosis kesehatan
keuangan terdapat berbagai metode atau alat yang digunakan, seperti dalam
penelitian Sina (2013) terdapat beberapa cara mendiagnosis kesehatan keuangan
23
yang telah tersistematis, sederhana, dan mudah diukur. Selengkapnya adalah
sebagai berikut:
a.
Diagnosis Kesehatan Keuangan Menurut Garg (2012)
Garg (2012) menjelaskan lima tahapan yang mungkin dialami
individu terkait kesehatan keuangan yang baik. Kelima tahapan
kesehatan keuangan disertai dengan solusi yang dapat digunakan
untuk meningkatkan kesehatan keuangan.
Tahapan
1
Tabel 2.1
Tahapan Kesehatan Keuangan Menurut Garg (2012)
Nama
Penjelasan
Peningkatan utang
Pendapatan lebih sedikit daripada pengeluaran,
memaksa untuk menggunakan pinjaman dan kartu
kredit untuk memenuhi kebutuhan. Bahkan utang
menyebabkan pengeluaran biaya dan beban bunga
sehingga mengalami pembengkakan biaya.
2
Meninggalkan cek
untuk membayar cek
3
Pengeluaran dan penghasilan seimbang sedangkan
tabungan nihil.
Pengeluaran lebih
Pendapatan lebih besar daripada biaya. Tabungan
kecil daripada
dan investasi mulai dilakukan dalam jumlah kecil.
penghasilan
Dan hal ini sebagai cara meningkatkan pendapatan
melalui perolehan bunga, dividen atau bahkan
pendapatan sewa.
4
Kekuatan membangun Utang dan biaya dapat dikendalikan, saat terjadi
kekayaan
pertumbuhan alternatif pendapatan dan
membangun aset melalui menabung dan
berinvestasi.
5
Kebebasan keuangan
Tidak perlu bekerja untuk memperoleh uang. Pada
titik ini, pendapatan berasal dari investasi dan
sumber-sumber pendapatan lainnya.
24
Tahapan
1
2
3
4
5
Tabel 2.2
Solusi pada Setiap Tahapan Menurut Garg (2012)
Solusi
1. Mengurangi biaya-biaya
2. Tingkatkan pendapatan
1. Ubah kebiasaan pengeluaran
2. Mengganti rencana pendapatan
1. Memiliki definisi tujuan keuangan yang jelas
2. Belajar berinvestasi yang tepat
1. Pertahankan pertumbuhan pendaptan investasi
2. Mulai bergeser dari pendapatan aktif menuju pendapatan pasif
Lakukan penyesuaian risiko investasi melalui alokasi aset dengan
pendapatan tetap investasi
Tabel di atas dapat dilakukan dengan baik apabila terpenuhinya
sepuluh persyaratan, antara lain:
1.
Memiliki tujuan keuangan,
2.
Selalu menabung secara reguler dan mempersiapkan
dana darurat,
3.
Organisasikanlah anggaran yang realistis,
4.
Bayarlah utang secepat mungkin dan semampu mungkin,
5.
Hindari untuk takluk pada impuls membeli,
6.
Berhati-hati dengan penggunaan kartu kredit,
7.
Biarkan uang yang bekerja dan berinvestasilah,
8.
Membuat catatan penggunaan kartu kredit dan kartu debit
untuk mereduksi kesalahan penggunaan,
9.
Membangun keinginan kuat, dan
10. Ikuti dengan cermat kemajuan keuangan.
25
Selain itu, Garg (2012) juga mengartikan kesehatan keuangan
memiliki banyak dimensi yang meliputi jumlah tabungan yang
dimiliki, seberapa bagus rencana keuangan pensiun, hingga berapa
banyak penghasilan yang dikeluarkan untuk mendanai biaya-biaya
tetap dan biaya-biaya fluktuatif. Selain itu, ada beberapa variasi
indikator dari kesehatan keuangan seperti anggaran, asuransi,
tabungan, investasi, utang, dan instrumen keuangan lainnya yang
sesuai dengan situasi yang berbeda.
Pemahaman akan implementasi rasio-rasio keuangan sebelumnya
akan mempermudah mengdiagnosis kesehatan keuangan saat ini dan
menentukan rencana aksi membenahinya. Selanjutnya, analisis lebih
detail apa yang menyebabkan rasio itu tidak sesuai standar, dapat
ditinjau dari apakah karena permasalahan pendapatan, pengeluaran
ataukah gaya hidup yang cenderung keliru sejak awal terutama masalah
utang. Guna menunjang implementasi rasio kesehatan keuangan,
penjelasannya Karvof (2010) terkait gaya hidup signifikan dibutuhkan.
Penetapan gaya hidup yang ideal perlu diberikan standar yang jelas
untuk mereduksi kesalahan mengeluarkan uang. Tujuan dari penetapan
standar gaya hidup oleh individu yaitu menghindari dari gaya hidup
defisit. Untuk itu kemampuan membedakan kebutuhan dan keinginan
perlu dilakukan dalam keputusan keuangan.
26
b. Diagnosis Kesehatan Keuangan Menurut Herlina (2015 )
Sedangkan, dihimpun dari Herlina (2015) yang menyatakan bahwa
mengenai perencanaan keuangan pribadi berarti kita berbicara
mengenai banyak aspek yang berkaitan dengan pengelolaan uang.
Namun bila dilihat secara umum, ada beberapa poin yang menjadi inti
dari topik ini, dimana masing-masing poin memiliki peran masingmasing dan mereka saling bekerjasama dalam membuat sebuah
perencanaan yang baik. Poin-poin tersebut adalah:
1. Perencanaan Budget
Perencanaan budget adalah aspek paling sederhana dan paling
dasar dalam kehidupan finansial seseorang. Perencanaan budget ini
dimulai dengan mengetahui posisi finansial dari sang individu dengan
cara melihat total pemasukan yang diterima setiap jangka waktu
tertentu, yang bisa berasal dari berbagai sumber. Setelah itu,
berdasarkan jumlah pemasukan yang ada, sang individu perlu
membuat rencana pengeluaran setiap bulannya. Setelah membuat
rencana, diharapkan sang individu mengikuti rencana tersebut dengan
seefektif dan seefisien mungkin. Hal ini untuk memastikan bahwa
jumlah pemasukan yang ada seimbang atau jauh lebih besar dari
jumlah pengeluaran. Tidak berhenti dengan melakukan perencanaan
semata, setiap individu juga diharapkan untuk menuliskan transaksi
pengeluaran yang terjadi setiap waktu. Pencatatan ini akan sangat
diperlukan dalam proses evaluasi nantinya.
27
2. Penyimpanan Uang
Dalam masa saat ini, tabungan adalah salah satu aspek penting
yang perlu dimiliki setiap orang. Ada berbagai macam cara untuk
menyisihkan uang untuk ditabung dan setiap orang memiliki cara
mereka masing-masing. Salah satu cara yang paling dianjurkan oleh
banyak pakar keuangan adalah dengan cara memasukkan tabungan
dalam perencanaan budget bulanan dan tidak menabung berdasarkan
jumlah uang yang tersisa setiap bulannya. Tujuan utama dari
penyimpanan uang ini adalah untuk mencapai tujuan finansial yang
lain, yang pada umumnya akan memakan biaya yang cukup besar.
3. Perencanaan Perlindungan Diri dalam bentuk Asuransi
Salah satu poin penting dalam hal perencanaan keuangan pribadi
adalah perencanaan perlindungan diri dalam bentuk asuransi. Asuransi
adalah salah satu cara melindungi kondisi finansial seseorang dari
berbagai bentuk pengeluaran terutama dalam jumlah besar yang
terjadi saat musibah menimpa. Setiap orang bisa memilih jenis
asuransi yang paling sesuai dengan kondisi dan situasi mereka
masing-masing. Pemilihan asuransi yang tepat bisa menghindarkan
seseorang dari bencana finansial di masa yang akan datang.
4. Investasi
Investasi merupakan salah satu poin penting dalam perencanaan
keuangan pribadi yang perlu ditangani dengan cermat dan tepat. Pada
dasarnya, investasi adalah cara seseorang untuk meletakkan uang
28
mereka di tempat yang tepat, sehingga uang tersebut akan bekerja
untuk mereka. Bentuk investasi itu sendiri ada berbagai macam mulai
dari bentuk investasi yang aman yaitu dengan menyimpan uang di
bank, hingga investasi yang memiliki risiko mulai dari risiko yang
kecil hingga risiko yang besar. Semakin besar risiko yang dimiliki
oleh sebuah bentuk investasi, maka pada umumnya semakin besar
pula keuntungan yang bisa diraih oleh sang investor.
5. Perencanaan Kredit
Perencanaan kredit yang dimaksud disini adalah perencanaan
bukan hanya mengenai penggunaan kartu kredit untuk berbelanja
namun juga perencanaan dalam mengambil kredit atau hutang.
Penggunaan katu kredit untuk berbelanja memang menjadi hal yang
semakin
umum
namun
bukan
berarti
setiap
orang
bisa
mempergunakannya.
6. Perencanaan Hari Tua
Saat ini tidak semua perusahaan menawarkan rencana pensiun
kepada para karyawannya. Hal ini seharusnya menjadi perhatian
setiap orang. Masa depan yang akan datang memang tidak pasti
namun tidak ada salahnya untuk merencanakan mulai dari sekarang.
7. Evaluasi
Banyak orang yang melakukan perencanaan budget dan berbagai
aspek penting dari perencanaan keuangan pribadi mereka dengan baik
namun tidak melakukan evaluasi dari waktu ke waktu. Melakukan
29
evaluasi ini tidak kalah pentingnya dengan aspek-aspek lain yang
sudah disebutkan sebelumnya. Evaluasi yang dimaksud disini adalah
dengan melihat kembali catatan keuangan mereka setiap jangka waktu
tertentu misalnya setiap tiga bulan sekali, enam bulan sekali atau satu
tahun sekali. Ada berbagai manfaat yang bisa didapatkan dengan
melakukan evaluasi seperti ini yaitu:
a. Mengetahui
ketimpangan
yang
terjadi
antara
perencanaan
pengeluaran dengan pelaksanaan yang sesungguhnya.
b. Melihat jenis-jenis pengeluaran yang bisa ditekan jumlahnya atau
bisa jadi jenis pengeluaran tersebut bisa ditiadakan untuk
memperbesar jumlah sisa uang diakhir periode.
c. Memperbaharui daftar pemasukan serta pengeluaran yang bisa
berubah sewaktu-waktu.
d. Sang individu bisa membuat perencanaan budget yang baru yang
akan jauh lebih menguntungkan mereka dalam jangka waktu
panjang.
Terlepas dari semua aspek perencanaan finansial pribadi seperti
yang telah disebutkan diatas, ada satu kunci penting yang pasti akan
ditemukan dalam setiap materi atau artikel finansial yang ada saat ini.
Kata kuncinya adalah mengurangi pengeluaran dan mendapatkan
lebih banyak pemasukan.
30
c. Personal Financial Check-up
Dikutip berdasarkan beberapa sumber internet yang penulis jelajahi
seperti pada www.definitionofwellness.com dan www.zapfinance.com.
Didapatkan informasi bahwa untuk mengetahui kondisi keuangan individu
dalam keadaan sehat atau tidak maka harus dilakukan financial check up.
Fungsi financial check up tersebut untuk menjaga kondisi keuangan agar
senantiasa sehat. Kondisi keuangan yang sehat memungkinkan uang bisa
dikelola dengan baik sehingga dapat dialokasikan ke hal-hal yang
menguntungkan seperti investasi, tabungan, deposito, dan lain sebagainya.
Berikut ini adalah cara tepat untuk mengukur kesehatan keuangan
individu:
1.
Rasio Utang Konsumtif
Utang konsumtif merupakan pinjaman yang dipergunakan untuk
tujuan konsumtif, seperti cicilan produk-produk elektronik, kredit tanpa
agunan, tagihan kartu kredit, dan lainnya. Setiap individu pasti memiliki
beberapa utang konsumtif yang harus dilunasi. Untuk mengukur kesehatan
keuangan dapat dilihat dari rasio utang konsumtif. Rasio ini menunjukkan
perbandingan antara total utang konsumtif dengan total pendapatan per
bulan yang dimiliki.
Standar yang sehat untuk nilai rasio utang konsumtif adalah 0%.
Artinya, lebih baik untuk tidak memiliki utang untuk membeli barang
konsumtif. Semakin rendah nilai rasio yang diperoleh menunjukkan
kondisi keuangan semakin sehat. Asumsinya, semakin kecil utang
31
konsumtif, maka semakin sehat kondisi keuangan. Dalam praktiknya, hal
ini kerap susah diterapkan, tetapi jika individu dapat disiplin dan meredam
hasrat untuk berbelanja dengan kartu kredit atau berhutang maka akan
menjaga kesehatan keuangannya. Usahakan membeli barang konsumtif
dengan tunai, itu pun bila sangat perlu saja. Jangan memaksakan jika
keungan tidak mencukupi.
2.
Rasio Cicilan
Rasio ini memperhitungan total cicilan bulanan yang dibandingkan
dengan pendapatan tetap bulanan kemudian dikalikan 100 persen. Standar
toleransi rasio ini adalah maksimum 30%. Apabila rasio cicilan individu
lebih kecil dari 30% berarti kondisi keuangannya tergolong sehat. Namun
jika rasio cicilan yang diperoleh lebih dari 30%, artinya keuangannya
tidaklah sehat.
3.
Rasio Dana Darurat
Alat ukur selanjutnya adalah rasio dana darurat, rasio ini
membandingkan antara total aset likuid dengan total biaya tetap bulanan.
Aset liquid adalah kekayaan yang bisa diuangkan dengan cepat, seperti
uang tunai, tabungan, cek, giro, deposito, dan reksa dana. Sedangkan total
biaya tetap bulanan adalah keseluruhan pengeluaran yang sifatnya tetap,
contohnya seperti biaya listrik, telepon, konsumsi sehari-hari, transportasi,
dan biaya-biaya lainnya yang bersifat rutin. Nilai toleransi rasio ini
dibedakan antara pribadi (lajang) dengan keluarga, di mana untuk lajang 6,
sedangkan untuk keluarga adalah 12.
32
Nilai toleransi dibedakan karena kebutuhan pribadi dengan
keluarga jelas jauh berbeda. Jika pribadi ukuran nilai toleransi 6
dimaksudkan bahwa aset likuid yang dimiliki sanggup untuk membiayai
hidup selama enam bulan. Untuk keluarga nilai toleransi 12, mengandung
makna bahwa aset likuid yang dimiliki mampu digunakan untuk
membiayai kehidupan keluarga selama 12 bulan. Semakin besar nilai rasio
yang dihasilkan menunjukkan kondisi kesehatan keuangan Anda semakin
baik.
4.
Rasio Biaya Terhadap Pendapatan
Rasio biaya terhadap pendapatan akan mencerminkan pola dan
gaya hidup sehari-hari termasuk pada pengalokasian dana yang dimiliki.
Rasio biaya terhadap pendapatan merupakan alat ukur kesehatan finansial
yang membandingkan antara total biaya tetap bulanan dengan total
pendapatan tetap bulanan. Standar nilai rasio ini adalah lebih kecil dari
satu, jadi jika rasio biaya terhadap pendapatan Anda kurang dari satu maka
keuangan Anda sehat. Sebaliknya, apabila rasio biaya terhadap pendapatan
Anda sama dengan atau bahkan lebih besar dari 1, maka keuangan Anda
benar-benar tidak sehat.
33
2.1.2 Kepuasan Keuangan (Financial Satisfaction)
2.1.2.1 Pengertian Kepuasan Keuangan
Individu di setiap daerah memiliki perekonomian yang berbeda, keuangan
dan lingkungan sosial menjadi faktor penting yang bertanggungjawab untuk
kondisi kepuasan keuangan dan keamanan di masa depan. Di beberapa daerah,
krisis ekonomi yang terjadi dan kesulitan lapangan pekerjaan mengindikasikan
bahwa setiap individu dan keluarga harus lebih merencanakan keuangan baik
untuk saat ini maupun dalam jangka panjang, dan tentu saja untuk kebutuhan yang
tidak direncanakan.
Coskuner (2016) menyatakan bahwa kepuasan keuangan merupakan faktor
penting yang mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Kepuasan keuangan dapat
diukur dengan indikator ekonomi maupun non-ekonomi seperti aset, utang, dan
ukuran rumah tangga seseorang. Selain itu, kepuasan terhadap kondisi keuangan
juga dapat dipengaruhi oleh faktor ekonomi, tingkat tabungan, dan jumlah
kekayaan bersih dari penghasilan yang disimpan dalam jangka waktu tertentu.
Gerrans et al. (2014) dalam penelitiannya mengatakan bahwa financial
satisfaction is a subjective assessment of satisfaction with specific financial
domains including income level, ability to deal with an unexpected financial
demand, debt servicing, etc. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa kepuasan
keuangan secara subjektif dapat diukur melalui tingkat pendapatan, kemampuan
memenuhi kebutuhan keuangan yang tidak direncanakan, kemampuan memenuhi
utang, dsb.
34
Kepuasan dapat didefinisikan sebagai perasaan pemenuhan. Kepuasan
sering kali tergantung pada definisi seseorang tentang keberhasilan. Oleh karena
itu, mengevaluasi tingkat kepuasan dengan kehidupan keuangan merupakan lebih
dari masalah emosional dari kecukupan materi. Rasa kepuasan sangat dipengaruhi
oleh sikap pribadi dan keyakinan. Sejauh mana individu merasa puas dengan
situasi keuangannya didasarkan pada interpretasi individu terkait dengan
kebutuhan dan keadaan keuangan pribadinya. Kepuasan keuangan pribadi dapat
dilihat melalui bagaimana individu melakukan manajemen atas arus kas, risiko,
dan aset yang dimilikinya (Vanguard Group Inc., 2011).
Menurut Wagner (2011), pengetahuan keuangan memiliki pengaruh
terhadap perilaku keuangan individu begitupun sebaliknya. Diasumsikan bahwa
perilaku keuangan yang lebih baik mencerminkan kepuasan finansial dan
keputusan finansial yang lebih baik yang pada dasarnya berkontribusi terhadap
pengetahuan finansial yang lebih banyak.
Rutherford dan Fox (2010) menyatakan bahwa kepuasan keuangan bukan
hanya terikat pada jumlah uang yang dimiliki individu, dua orang mungkin akan
memiliki tingkat kepuasan yang berbeda saat dihadapkan pada kondisi keuangan
yang sama, salah satunya akan merasa puas dan lainnya mungkin tidak. Tanpa
memperhatikan elemen kepuasan keuangan secara subjektif, kepuasan atas
keuangan seseorang secara umum akan mempengaruhi kesejahteraan individu
tersebut. Memiliki kemampuan mengelola keuangan yang baik akan berpengaruh
terhadap kepuasan keuangannya begitu pun terhadap kesehatan keuangannya.
35
Berdasarkan penelitian Joo (2008) menemukan bahwa kepuasan keuangan
merupakan ukuran yang signifikan dari kesejahteraan keuangan. Kesejahteraan
atau kualitas kehidupan yang baik adalah harapan setiap individu serta merupakan
kriteria utama dalam evaluasi pemerintahan dan kehidupan sosial masyarakat.
Selain itu, beberapa penelitian telah dilakukan dengan hasil yang menyatakan
bahwa kepuasan keuangan dipengaruhi oleh karakteristik demografis dan
ekonomi, yang tentu saja tergantung pada praktik manajemen keuangan setiap
individu.
Sebelumnya, Joo dan Grable (2004) mengembangkan sebuah kerangka
kerja yang mencakup beberapa faktor yang saling berkaitan dengan kepuasan
finansial seperti, perilaku keuangan, tekanan keuangan, pengetahuan keuangan,
solvabilitas keuangan, toleransi risiko, pendapatan, pendidikan, usia, pendidikan,
dan etnisitas. Berdasarkan temuan mereka, kepuasan finansial dapat dikaitkan
dengan perilaku keuangan, tekanan keuangan, pengetahuan keuangan, solvabilitas
keuangan, toleransi risiko, pendapatan, dan pendidikan. Mereka menemukan
bahwa tingkat kepuasan finansial yang tinggi akan memperkuat perilaku keuangan
yang diinginkan menyebabkan tingkat pengetahuan dan keterampilan finansial
yang lebih tinggi. Oleh karena itu, pengetahuan keuangan yang lebih tinggi
memberikan perilaku keuangan yang positif seperti, mengelola pendapatan dan
pengeluaran, mengembangkan kebiasaan menabung, merencanakan pensiun dan
investasi, menganggaran dll bagi individu untuk memperbaiki situasi keuangan
mereka.
36
Mugenda et al. (2003) menyatakan bahwa kepuasan dengan kondisi
keuangan dipengaruhi oleh berbagai faktor ekonomi, kebiasaan menabung, dan
kemampuan menyisihkan pendapatan untuk disimpan atau diinvestasikan, namun
pada dasarnya pendapatan merupakan faktor yang sangat menunjang kepuasan
keuangan seseorang. Sejalan dengan itu, Xiao et al. (2009) menyatakan bahwa
perilaku keuangan yang baik akan mempengaruhi kepuasan keuangan dan
mempengaruhi kepuasan hidup mahasiswa. Sejalan dengan hal di atas, dalam
Robb and Woodyard (2011) disebutkan bahwa:
“Identified the setting aside emergency fund, obtaining credit report, no
overdraft, credit card payoff, having retirement account, and risk
management skills as six best financial practices in their study using data
taken from the Financial Industry Regulatory Authority’s (FINRA)
National Financial Capability Study. They found a positive relationship
between these six best financial practices and financial satisfaction.
Higher financial knowledge provides positive financial behaviors such as,
managing income and expenditures, developing saving habits, planning
retirement and investments, budgeting etc. for individuals to improve their
financial situations, and essentially contributes to financial satisfaction”.
2.1.2.2 Indikator Kepuasan Keuangan
Coskuner (2016) dalam penelitiannya yang mengembangkan beberapa
konsep yang dapat mengukur kepuasan keuangan, seperti perilaku keuangan,
kondisi tekanan keuangan, pengetahuan akan keuangan, kemampuan keuangan,
toleransi terhadap kerugian, pendapatan, dan pendidikan menggunakan pekerja
bagian administasi sebagai sampel. Ditemukan bahwa jumlah pendapatan
memiliki dampak paling besar atas kepuasan keuangan seseorang, berarti saat
pendapatan individu meningkat maka kepuasan keuangan pun akan meningkat.
Selanjutnya, ditemukan bahwa pengetahuan akan keuangan dapat meningkatkan
37
kepuasan keuangan individu karena dengan memiliki pengetahuan keuangan
individu dapat menerapkan pengelolaan keuangan dengan tepat. Kemudian,
perilaku keuangan individu yang positif dapat terlihat dari kebiasaan membayar
kartu kredit tepat waktu, menyimpan sebagian pendapatan untuk menabung,
kebiasan melakukan penganggaran dana, dan menyimpan dana untuk masa
pensiun dapat menjadi gambaran dari kemampuan keuangan individu.
Beberapa penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa kepuasan
keuangan merupakan faktor yang mempengaruhi kesejahteraan individu secara
keseluruhan. Berlawanan dengan keadaan yang dipercayai bahwa kepuasan
keuangan tergantung pada pendapatan individu, penelitian Plagnol (2011)
mengembangkan faktor yang mempengaruhi kepuasan keuangan bukan hanya
berdasar pada jumlah pendapatan akan tetapi pada aset dan kewajiban individu
juga. Kepuasan keuangan dapat diasosiasikan kedalam keadaan keuangan secara
objektif, seperti pendapatan dan kesehatan juga kebutuhan keuangan individu,
yang mungkin dapat tercermin dari tingkat utang guna memenuhi kebutuhannya
tersebut. Berdasarkan analisis menyebutkan bahwa pendapatan memiliki
hubungan positif dengan keadaan dimana kewajiban menurun dan aset keuangan
meningkat, aset serta kewajiban itu kemudian memberikan penjelasan atas
kekayaan bersih individu. Ia menemukan bahwa pendapatan dan aset memiliki
dampak positif terhadap kepuasan keuangan sedangkan utang dapat menurunkan
kepuasan individu.
Kepuasan keuangan dapat diukur secara objektif oleh faktor jumlah
pendapatan dan kekayaan yang dimiliki seseorang, sedangkan secara subjektif
38
dapat diukur dengan melakukan pembandingan dengan standar kesejahteraan
individu. Rutherford dan Fox (2010) menemukan bahwa kepuasan keuangan
dapat diukur dengan beberapa pertanyaan mengenai kondisi keuangan setiap
individu. Penelitian lainnya menyatakan bahwa hal yang paling ekonomis dan
dapat dipercaya guna mengukur kepuasan keuangan adalah melalui enam poin
pertanyaan yang menyatakan suatu kepuasan antara lain adalah tingkat
pendapatan, tingkat tabungan, jumlah uang yang dimiliki, jumlah uang untuk
kebutuhan keluarga, kebutuhan keuangan keluarga di masa mendatang, dan
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan tiba-tiba. Sejalan dengan Rutherford, Joo
and Grable (2004) menyatakan bahwa untuk mengukur kepuasan keuangan secara
efektif, penggunaan satu poin pertanyaan dengan skala 10 poin dapat menunjukan
bagaimana responden memiliki kepuasan atas kondisi keuangannya saat ini.
Sebelumnya, yang banyak dijadikan sebagai acuan adalah penelitian Hira
and Mugenda (1999a; 1999b) yang melakukan pengukuran kepuasan keuangan
melalui beberapa pertanyaan mengenai jumlah tabungan, jumlah uang yang
dimiliki, kondisi keuangan saat ini, kemampuan memenuhi rencana jangka
panjang, kemampuan menghadapi kebutuhan yang tidak direncanakan, dan
kemampuan mengelola keuangan.setiap individu.
Dhavaney et al. (2007) menjelaskan bahwa motif menabung dalam suatu
hirarkis (dari rendah ke tinggi) adalah mulai dari kondisi tidak ada tabungan ke
arah kebutuhan fisik (dasar), keamanan (safety), ketahanan/jaminan (security),
sosial/cinta, esteem/luks, dan aktualisasi diri. Asumsi teori hirarkis ini, individu
atau rumah tangga beperilaku rasional dan maju pada suatu level motif menabung
39
lebih tinggi setelah memenuhi kebutuhan level yang lebih rendah. Pada level tidak
menabung, tidak semua rumah tangga memiliki perilaku manabung. Seorang
harus memiliki kemampuan untuk menabung agar membuat keputusan menabung
(McBrige and Schreiner, 2003). Mereka yang berada pada level kedua, kebutuhan
dasar atau psikologis, adalah mereka yang bergerak dari menabung untuk
kebutuhan dasar kepada motif level yang lebih tinggi. Selanjutnya, kebutuhan
keamanan mencakup pembelian rumah, tabungan untuk emergensi yang tak
terduga, keadaan sakit atau pengangguran, untuk investasi, dan menjadi hati-hati
dan bijak. Kebutuhan akan ketahanan (security) mencakup kegiatan menabung
untuk masa pensiun.
Kepuasan keuangan pribadi dapat dilihat melalui bagaimana individu
melakukan manajemen atas arus kas, risiko, dan aset yang dimilikinya (Vanguard
Group Inc., 2011). Secara umum tujuan manajemen aset adalah untuk
pengambilan keputusan yang tepat agar aset yang dikelola berfungsi secara efektif
dan efisien. Efektif adalah pencapaian hasil yang sesuai dengan tujuan
sebagaimana yang telah ditetapkan sebelumnya. Efektif dalam pengelolaan aset
berarti aset yang dikelola dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Sedangkan
efektivitas berarti derajat keberhasilan yang dapat dicapai berdasarkan tujuan yang
telah ditetapkan. Dengan kata lain efektif itu mampu mencapai tujuan atau sasaran
yang telah ditetapkan. Adapun efisien berarti menggunakan sumber daya serendah
mungkin untuk mendapat hasil (output) yang tinggi. Dalam manajemen aset,
efisiensi yang senantiasa melekat dalam setiap tahap pengelolaan aset terutama
40
upaya mencapai efisiensi yang tinggi dalam menggunakan waktu, tenaga, dan
biaya.
Berbicara tentang keuangan memang tidak akan pernah ada habisnya,
segala sesuatu yang berhubungan dengan kebutuhan primer salah satunya uang,
pasti ada kalanya menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi setiap individu.
Resiko pribadi muncul karena adanya ketidakpastian dalam hidup seseorang.
Adapun manajemen resiko yang merupakan bagian dari perencanaan keuangan
tiap individu. Dalam kenyataannya resiko pribadi tidak dapat dihilangkan tetapi
resiko pribadi dapat dikelola. Tentu setiap individu mutlak menginginkan
ketidakpastian-ketidakpastian yang ada dibenaknya dapat dikelola sedemikian
rupa dalam dirinya dan keluarganya. Hal pertama yang harus dilakukan dalam
kegiatan mengelola keuangan ialah mengidentifikasi resiko dengan mendaftar halhal yang dianggap mengganggu kehidupan finansial keluarga (asset) seperti
rumah, kendaraan dan lain-lain. Nilai Resiko Pribadi, definisi dari kegiatan ini
adalah biaya yang harus dikeluarkan akibat sesuatu kejadian yang tidak
diinginkan atau diharapkan. Contohnya biaya perbaikan mobil yang rusak karena
tabrakan, dan biaya kesehatan apabila salah satu keluarga mengalami sakit. Hal
terakhir
yang
dilakukan
dalam
kegiatan
mengelola
keuangan
setelah
mengidentifikasi, menilai dan membuat rencana pengendalian risiko, adalah
meninjau kembali rencana pribadi.
41
2.1.3 Perilaku Keuangan (Financial Behavior)
2.1.3.1 Pengertian Perilaku Keuangan
Akuntansi keperilakuan merupakan bagian dari disiplin akuntansi yang
mengkaji hubungan antara perilaku manusia dan sistem akuntansi, serta dimensi
keperilakuan dari organisasi dimana manusia dan sistem akuntansi itu berada.
Akuntansi keperilakuan bermanfaat dalam mempelajari pengaruh antara perilaku
manusia terhadap desain, bangunan, dan penggunaan sistem informasi akuntansi
yang diterapkan dalam perusahaan. Mempelajari perilaku manusia yang
mempengaruhi kinerja, motivasi, produktivitas, pengambilan keputusan, kepuasan
kerja dan kerja sama juga merupakan metode untuk yang dapat dipergunakan
untuk mempengaruhi perilaku, dan bagaimana mengatasi resistensi itu (Suartana,
2011).
Manajemen keuangan pribadi adalah manajemen keuangan seorang
individu yang dilakukan untuk mendapatkan anggaran dan tabungan dengan
mempertimbangkan berbagai risiko keuangan dan peristiwa kehidupan masa
depan. Ketika merencanakan keuangan pribadi individu akan mempertimbangkan
kesesuaian dengan kebutuhannya dari berbagai produk perbankan (giro, tabungan,
kartu kredit dan kredit konsumen) atau investasi (pasar saham, obligasi,
reksadana), produk asuransi (asuransi jiwa, asuransi kesehatan) dan perencanaan
pensiunnya (Wikipedia, 2016).
Perilaku keuangan pribadi merupakan kontributor penting untuk
kesuksesan atau kegagalan keuangan konsumen. Pengertian sikap keuangan
sebagaimana dikutip oleh Ningsih dan Rita (2010) sesuai pengertian yang
42
dikembangkan oleh Klontz dkk (2011), yaitu diartikan sebagai keadaan pikiran,
pendapat, serta penilaian tentang keuangan. Perilaku keuangan pribadi adalah cara
dimana individu mengelola sumber dana (uang) untuk digunakan sebagai
keputusan penggunaan dana, penentuan sumber dana, serta keputusan untuk
perencanaan pensiun (Gitman, 2011). Dalam proses pengelolaan tersebut, maka
tidak mudah untuk mengaplikasikannya karena terdapat beberapa langkah
sistematis yang harus diikuti. Dengan mengetahui dasar dari manajemen
keuangan, maka kita akan tahu bahwa segala sesuatu harus diawali dengan
berfikir terlebih dahulu sebelum bertindak.
Hede (2012) menjelaskan bahwa:
“Behavioural finance in an odd-on paradigm of finance, which seeks to
supplement the standard theories of finance by introducing behavioural
aspects to the decicison making process. Behavioural finance deals with
individuals and ways of gathering and using information. At its core,
behavioural finance analyses the ways that people make financial
decisions. Behavioural finance seeks to understand and predicts
systematic financial market implications of psychological decision
processes”.
Pompian (2006) dalam penelitiannya, menggarisbawahi bahwa perilaku
keuagan didefinisikan sebagai perlakuan aspek psikologis seseorang dalam
keuangannya, perilaku keuangan telah menjadi topik yang membangkitkan
kepercayaan baru dengan perpecahan saham Tech.co di tahun 2000. Sewell
(2007) menjelaskan bahwa perilaku keuangan merupakan pembelajaran dari aspek
psikologis terhadap sikap bagi pengelolaan keuangan yang kemudian memberikan
efek dalam perilaku belanja. Perilaku keuangan sangat menarik karena dapat
membantu menjelaskan mengapa dan bagaimana perilaku belanja seseorang dapat
menjadi tidak efisien. Hayhoe et al. (2000) melakukan penelitian, yang meninjau
43
beberapa detail dari literature sebelumnya dan menemukan beberapa perbedaan.
Mahasiswa perempuan kemungkinan besar menyimpan anggaran yang tertulis,
berbelanja dengan perancanaan terlebih dahulu, menyimpan struk pembelanjaan
dan nota ATM, dan memiliki pemikiran sebelumnya saat akan membeli sesuatu
daripada mahasiswa laki-laki. Responden perempuan juga lebih cepat merasakan
penyesalan saat membeli barang yang tidak dibutuhkan dan mengutang saat tidak
mempunyai uang.
Keputusan keuangan diartikan sebagai proses memilih alternatif tertentu
dari
sejumlah
alternatif
(Kannadhasan,
2009).
Pengertian
tersebut
mendeskripsikan keterkaitan dengan arti dari manajemen keuangan yaitu
bagaimana mendapatkan uang dan bagaimana menggunakannya dengan tepat
sehingga ketepatan dalam memilih alternatif penggunaan uang menjadi signifikan.
Pada prinsipnya keputusan keuangan yang di ambil bermaksud mengoptimalkan
kesejahteraan maka pembuatan keputusan keuangan merupakan suatu hal yang
kompleks mengingat perlu mempertimbangkan situasi dan informasi secara
cermat dengan cara melakukan analisis yang kritis, mendalam dan komprehensif.
Dalam hal ini, perilaku keuangan memiliki beberapa aplikasi yang saling
menunjang untuk mencapai tujuan keuangan. Selain dari pada itu, perilaku
keuangan ini merupakan sesuatu yang tampak atas penggunaan uang sehingga
memberikan peluang untuk dikaji mengapa seseorang berperilaku keuangan
berbeda dengan yang lainnya.
Dalam Sabri (2011) Shefrin (2000) mendefinisikan behaviour finance
adalah studi yang mempelajari bagaimana fenomena psikologi mempengaruhi
44
tingkah laku keuangannya. Selanjutnya, Manurung (2012) menyebutkan
Nofsinger (2001) mendefinisikan perilaku keuangan yaitu mempelajari bagaimana
manusia secara aktual berperilaku dalam sebuah penentuan keuangan (a financial
setting). Khususnya, mempelajari bagaimana psikologi mempengaruhi keputusan
keuangan individu maupun organisasi. Kedua konsep yang diuraikan secara jelas
menyatakan bahwa perilaku keuangan merupakan sebuah pendekatan yang
menjelaskan bagaimana manusia melakukan pengambilan keputusan yang
berhubungan dengan keuangan dipengaruhi oleh faktor psikologi.
2.1.3.2 Indikator Perilaku Keuangan
Penelitian sebelumnya yang dilakukan terhadap mahasiswa menemukan
bahwa perilaku keuangan atas penggunaan kartu kredit tidak berkorelasi terhadap
raihan prestasi dan kesehatannya namun berkorelasi positif dengan penurunan
kesejahteraan keuangan seseorang (Lyons, 2004; Adams & Moore, 2007). Pada
kondisi keuangan dimana kesalahan pengelolaan kartu kredit dan atau banyaknya
utang kartu kredit memiliki dampak negatif pada kesejahteraan psikologis
mahasiswa (Shim et al., 2009).
Perilaku pengelolaan keuangan merupakan suatu cara dalam mengelola
dana yang dimiliki yang berhubungan dengan tanggung jawab seseorang dalam
mengelola keuangan. Tanggung jawab keuangan merupakan proses pengelolaan
uang dan aset keuangan (Ida dan Cinthia, 2010). Individu yang memiliki tanggung
jawab keuangan cenderung mengelola keuangan dengan baik. Dengan
45
pengelolaan keuangan yang baik, maka tidak akan terjebak pada perilaku
berkeinginan yang tidak terbatas (Meliza dan Norma, 2013).
Perilaku pengelolaan keuangan yang baik diukur dengan lima komponen
dari kemampuan seseorang dalam menganggarkan, menghemat uang, dan
mengatur pengeluaran (Perry dan Morris, 2005). Lima komponen tersebut terdiri
dari mampu membelanjakan uang seperlunya, membayar kewajiban bulanan tepat
waktu, merencanakan keuangan untuk keperluan di masa depan, menabung, dan
menyisihkan dana untuk diri sendiri maupun keluarga.
Menurut Hilgert, Holgart dan Baverly (2003) dalam Zahroh (2014)
dimensi perilaku keuangan pribadi di ukur dengan menggunakan empat indikator
yaitu, pengorganisasian, pengeluaran, tabungan, dan pemborosan. Perilaku
keuangan seseorang akan tampak dari seberapa bagus seseorang mengelola
tabungan dan pengeluaran-pengeluaran lainnya. Sedangkan tabungan terkait
memiliki tabungan regular atau tidak, memiliki dana darurat atau tidak serta masih
banyak lagi lainnya. Pengeluaran lainnya akan tampak seperti mampu membeli
rumah, memiliki tujuan dan lain-lainnya.
Heck dalam Zahroh (2014) meneliti bahwa ada 9 perilaku keuangan
pribadi. Dalam daftar berikut ini, empat yang pertama diidentifikasi oleh peneliti
sebagai "planning behaviours" dan lima selanjutnya sebagai "implementing
behaviours": (1) menetapkan tujuan keuangan; (2) memperkirakan biaya secara
akurat; (3) memperkirakan pendapatan dengan tepat; (4) perencanaan dan
penganggaran belanja seseorang; (5) mempertimbangkan beberapa alternatif
ketika membuat keputusan keuangan; (6) menyesuaikan untuk memenuhi keadaan
46
keuangan darurat; (7) memenuhi tenggat waktu atau tagihan tepat waktu; (8)
berhasil memenuhi tujuan keuangan; dan (9) berhasil melaksanakan rencana
pengeluaran.
Sikap merupakan perasaan atau tindakan yang ditunjukkan seorang
individu terhadap sesama atau terhadap suatu benda. Setiap individu memiliki
sikap berbeda-beda. Menurut Ajzen (2002), menjelaskan bahwa sikap bisa
mempengaruhi niat untuk berperilaku. Sedangkan niat untuk berperilaku
mempengaruhi perilaku. Dari teori di atas, bisa diartikan bahwa sikap secara tidak
langsung bisa mempengaruhi perilaku. Muhammad Shohib (2015) mendefinisikan
bahwa sikap terhadap uang merupakan sudut pandang atau perilaku seorang
individu terhadap uang. Yamauchi dan Templer (1982) dalam Margaretha (2015),
dalam penelitiannya, menjelaskan bahwa terdapat lima dimensi sikap terhadap
uang yaitu:
1. Power-prestige, yang diartikan uang sebagai sumber kekuasaan, pencarian
status, alat untuk memperoleh pengakuan dari individu lain, persaingan,
dan kepemilikan barang mewah.
2. Retention time, dimana uang adalah faktor penting dalam kehidupan yang
harus dikelola dengan baik untuk kepentingan masa depan melalui
perencanaan yang matang dan berhati-hati saat membelanjakannya.
3. Distrust, uang bisa menjadi sumber kecurigaan dan menimbulkan
keraguan serta ketidakpercayaan dalam pengambilan keputusan saat
penggunaannya.
4. Quality, dimana uang merupakan sebuah simbol kesuksesan atau simbol
kualitas hidup yang mencerminkan prestasi seseorang.
5. Anxiety, dimana uang digambarkan sebagai penyebab kegelisahan yang
bisa menimbulkan stress bagi pemiliknya.
47
2.1.4 Literasi Keuangan (Financial Literacy)
2.1.4.1 Pengertian Literasi Keuangan
Literasi finansial berkaitan dengan kompetensi seseorang untuk mengelola
keuangan. Definisi literasi finansial menurut Vitt et. al. (dalam Huston, 2010):
“Personal financial literacy is the ability to read, analyze, manage and
communicate about the personal financial condition that affect material
well-being. It includes the ability to discern financial choices, discuss
money and financial issues without (or despite) discomfort, plan for the
future and respond competently to life events that affect everyday financial
decisions, including events in the general economy”.
Selanjutnya, Huston (2010) mendefinisikan:
“Financial literacy (or financial knowledge) is typically an input to model
the need for financial education and explain variation in financial
outcomes. Defining and appropriately measuring financial literacy is
essential to understand educational impact as well as barriers to effective
financial choice”.
Literasi finansial adalah tentang kemampuan memahami uang dan
keuangan serta mampu percaya diri menerapkan pengetahuan itu untuk membuat
keputusan keuangan yang efektif. Mengetahui bagaimana membuat keputusan
uang yang sehat adalah
keterampilan inti di dunia sekarang ini, berapapun
umurnya (Coskuner, 2016). Huston (2010) menyatakan bahwa pengetahuan
finansial merupakan dimensi yang tidak terpisahkan dari literasi finansial, namun
belum dapat menggambarkan literasi finansial.
Kecerdasan finansial merupakan salah satu aspek penting dalam
kehidupan saat ini. Kecerdasan finansial adalah kecerdasan dalam mengelola aset
pribadi (Widayati, 2012). Individu harus memiliki suatu pengetahuan dan
keterampilan untuk mengelola sumber keuangan pribadinya secara efektif demi
48
kesejahteraannya. Selain menetapkan keputusan keuangan jangka pendek seperti
tabungan dan pinjaman, individu juga harus memikirkan keputusan keuangan
jangka panjang seperti perencanaan pensiun dan perencanaan pendidikan untuk
anak-anaknya.
Hasil penelitian Miller et al. (2009) menunjukkan juga bahwa individu
memperoleh pengetahuan keuangan rendah cenderung memiliki masalah
keuangan, seperti bersikap bebas, memiliki hipotek dengan bunga lebih tinggi dan
cenderung tidak menabung dan merencanakan masa pensiun mereka.
Selanjutnya, Bhushan and Medury (2013) mendefinisikan:
“Literasi keuangan adalah kemampuan untuk membuat penilaian
informasi dan mengambil keputusan yang efektif tentang penggunaan dan
pengelolaan uang. Literasi keuangan merupakan kombinasi dari
kemampuan individu, pengetahuan, sikap dan akhirnya perilaku individu
yang berhubungan dengan uang”.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa literasi
keuangan adalah pengetahuan individu tentang keuangan dan kemampuan
individu untuk membuat keputusan atau penilaian informasi keuangan yang
efektif tentang penggunaan dan pengelolaan uang.
Literasi keuangan sangat berkaitan dengan kesejahteraan seorang individu.
Pengetahuan keuangan dan keterampilan dalam mengelola keuangan pribadi
sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Krishna, Rofaida, dan Sari (2010)
menjelaskan bahwa literasi keuangan membantu individu agar terhindar dari
masalah keuangan. Kesulitan keuangan bukan hanya fungsi dari pendapatan
semata (rendahnya pendapatan). Kesulitan keuangan juga dapat muncul jika
49
terjadi kesalahan dalam pengelolaan keuangan (miss-management) seperti
kesalahan penggunaan kredit dan tidak adanya perencanaan keuangan.
Keterbatasan finansial dapat menyebabkan stress, dan rendahnya
kepercayaan diri. Adanya pengetahuan keuangan dan literasi keuangan akan
membantu individu dalam mengatur perencanaan keuangan pribadi, sehingga
individu tersebut bisa memaksimalkan nilai waktu uang dan keuntungan yang
diperoleh oleh individu akan semakin besar dan akan meningkatkan taraf
kehidupannya. Bhushan and Medury (2013) menjelaskan literasi keuangan sangat
penting karena beberapa alasan. Konsumen yang memiliki literasi keuangan bisa
melalui masa-masa keuangan yang sulit karena faktanya bahwa mereka mungkin
memiliki akumulasi tabungan, membeli asuransi dan diversifikasi investasi
mereka.
Literasi keuangan juga secara langsung berkorelasi dengan perilaku
keuangan yang positif seperti pembayaran tagihan tepat waktu, angsuran
pinjaman, tabungan sebelum habis dan menggunakan kartu kredit secara
bijaksana. Literasi keuangan membantu untuk meningkatkan kualitas pelayanan
keuangan dan memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan suatu negara. Semakin meningkatnya kompleksitas ekonomi,
kebutuhan individu dan produk keuangan, individu harus memiliki literasi
keuangan untuk mengatur keuangan pribadinya. Pengetahuan tentang keuangan
sangat penting bagi seorang individu, agar mereka tidak salah dalam membuat
keputusan keuangan mereka. Pengetahuan tentang keuangan yang kurang,
mengakibatkan kerugian bagi individu, baik akibat dari inflasi, penurunan kondisi
50
perekonomian baik dalam negeri maupun luar negeri, atau berkembangnya sistem
perekonomian.
Nidar dan Bestari (2012) menjelaskan bahwa perekonomian nasional tidak
akan berpengaruh pada krisis keuangan global jika masyarakat memahami sistem
keuangan. Kesalahpahaman menyebabkan banyak orang mengalami kerugian
keuangan, sebagai akibat dari pengeluaran yang boros dan konsumsi, tidak
bijaksana dalam penggunaan kartu kredit, dan menghitung perbedaan antara kredit
konsumen dan pinjaman bank. Selain itu, kurangnya pengetahuan tentang
keuangan menyebabkan seseorang sulit untuk melakukan investasi atau
mengakses ke pasar keuangan.
2.1.4.2 Indikator Literasi Keuangan
Literasi keuangan mencakup banyak aspek yang perlu diukur. Literasi
keuangan telah berkembang dalam beberapa tahun terakhir dan mendapatkan
perhatian yang lebih, khususnya pada negara-negara maju. Istilah literasi
keuangan adalah kemampuan seorang individu untuk mengambil keputusan dalam
hal pengaturan keuangan pribadinya. Chen dan Volpe (1998) dalam Margaretha
(2015) membagi literasi keuangan menjadi empat aspek, yaitu:
1. Pengetahuan keuangan dasar (basic financial knowledge) yang mencakup
pengeluaran, pendapatan, aset, hutang, ekuitas, dan risiko. Pengetahuan
dasar ini biasanya berhubungan dengan pengambilan keputusan dalam
melakukan investasi atau pembiayaan yang bisa mempengaruhi perilaku
seseorang dalam mengelola uang yang dimiliki.
2. Simpanan dan pinjaman (saving and borrowing), merupakan produk
perbankan yang lebih dikenal sebagai tabungan dan kredit. Tabungan
merupakan sejumlah uang yang disimpan untuk kebutuhan di masa depan.
Seseorang yang memiliki pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan
pengeluarannya akan cenderung menyimpan sisa uangnya tersebut untuk
51
kebutuhan di masa depan. Bentuk simpanan bisa berupa tabungan dalam
bank atau simpanan dalam bentuk deposito. Sedangkan pinjaman
(borrowing) atau disebut juga dengan kredit merupakan suatu fasilitas
untuk melakukan peminjaman uang dan membayarnya kembali dalam
jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
3. Proteksi atau asuransi (insurance) merupakan suatu bentuk perlindungan
secara finansial yang bisa dilakukan dalam bentuk asuransi jiwa, asuransi
properti, asuransi pendidikan, dan asuransi kesehatan. Tujuan dari proteksi
adalah untuk mendapatkan ganti rugi apabila terjadi hal yang tidak terduga
seperti kematian, kehilangan, kecelakaan, atau kerusakan. Asuransi
melibatkan pihak tertanggung untuk melakukan pembayaran premi secara
berkala dalam suatu waktu tertentu yang berguna sebagai ganti polis yang
menjamin perlindungan yang diperoleh oleh pihak tertanggung.
4. Investasi merupakan suatu bentuk kegiatan penanaman dana atau aset
dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan di waktu yang akan datang.
Bentuk investasi bisa berupa aset riil (properti atau emas), aset keuangan
(saham, deposito, obligasi, dan aset keuangan lainnya), dan lain-lain.
Keuntungan dari tiap jenis investasi berbeda-beda dan masing-masing juga
disertai dengan risiko investasi yang berbeda-beda. Menurut hukum
investasi yang ada, semakin tinggi risiko investasi semakin tinggi
keuantungan yang ditawarkan (high risk high return).
Dalam The Social Research Centre (2011) dinyatakan bahwa perilaku
yang terkait dengan uang dapat menjadi indikator literasi keuangan seseorang.
Dalam analisis ini ditemukaan 5 perilaku yang menjadi indikator diantaranya:
1. Menjaga catatan keuangan, misalnya selalu memantau saldo rekening dan
pengeluaran rumah tangga.
2. Perencanaan masa depan, termasuk perilaku seperti merencanakan
pendapatan saat masa pensiun, menggunakan konsultan keuangan, penggunaaan asuransi.
3. Memilih produk keuangan, misalnya memperluas pengetahuan produk
keuangan dan jasa keuangan untuk berbelanja.
4. Staying informed (selalu terdepan terhadap perkembangan informasi),
misalnya orang orang yang menggunakan informasi keuangan untuk
membuat keputusan.
5. Pengawasan keuangan termasuk hal-hal seperti pengendalian situasi
keuangan yang umum dan hutang dan kemampuan untuk menabung.
Remund (2010) menyatakan empat hal yang paling umum dalam finansial
literasi adalah penganggaran, tabungan, pinjaman, dan investasi. Jumpstart
52
Coalition membagi pengetahuan keuangan dalam topik-topik pendapatan,
pengelolaan uang, tabungan dan investasi, dan pinjaman atau kredit. Selanjutnya,
Zahriyan mengembangkan 15 indikator melek finansial disesuaikan dengan
kondisi di Indonesia yaitu:
1.
2.
3.
4.
Mencari pilihan-pilihan dalam berkarir,
Memahami faktor-faktor yang mempengaruhi gaji bersih,
Mengenal sumber-sumber pendapatan,
Menjelaskan bagaimana mencapai kesejahteraan dan memenuhi tujuan
keuangan,
5. Memahami anggaran menabung,
6. Memahami asuransi,
7. Menganalisis risiko, pengembalian, dan likuiditas,
8. Mengevaluasi alternatif-alternatif investasi,
9. Menganalisis pengaruh pajak dan inflasi terhadap hasil investasi,
10. Menganalisis keuntungan dan kerugian berhutang,
11. Menjelaskan tujuan dari rekam jejak kredit dan mengenal hak-hak debitur,
12. Mendeskripsikan cara-cara untuk menghindari atau memperbaiki masalah
hutang,
13. Mengetahui hukum dasar perlindungan konsumen dalam kredit dan
hutang,
14. Mampu membuat pencatatan keuangan, dan
15. Memahami laporan neraca, laba rugi, dan arus kas.
Beberapa faktor yang menyebabkan literasi keuangan berkembang antara
lain adalah tingkat bunga tabungan yang rendah, meningkatnya tingkat
kebangkrutan dan tingkat hutang, dan meningkatnya tanggung jawab individu
untuk membuat keputusan yang akan mempengaruhi perekonomian mereka di
masa depan (Servon & Kaestner, 2008).
53
2.1.5 Kesejahteraan Keuangan (Financial Well-being)
2.1.5.1 Pengertian Kesejahteraan Keuangan
Joo and Grable (2004) menemukan bahwa kesejahteraan keuangan
berhubungan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan perilaku
keuangan, tingkat tekanan keuangan, pendapatan, pengetahuan keuangan,
kemampuan memenuhi utang, tingkat toleransi terhadap resiko, dan pembelajaran.
Penelitian ini secara bersamaan menegaskan dugaan atas masalah ketegangan
keuangan, tekanan keuangan, dan kepuasan keuangan merupakan ukuran yang
yang mengukur gagasan secara keseluruhan.
Prawitz et al. (2006) serta O’neill (2008) mendefinisikan:
“Financial distress/financial well-being as judgments about and responses
to one’s financial condition. Although objective measures of the financial
state (e.g., household income, debt-to income ratio, etc.) give objective
evidence of where one stands financially, the subjective measure of
financial distress/financial well-being can help researchers examine
consumers’ perceptions about and reactions to their financial condition”.
Selanjutnya, Shim et al. (2009) mendefinisikan bahwa financial well-being
as satisfaction with one’s current financial status (subjective measure) and level
of debt (objective measure). Others define financial well-being as overall
satisfaction with one’s financial situation.
Sejalan dengan penelitian sebelumnya, Gerrans et al. (2014) menyatakan
bahwa:
“Financial wellbeing is one of six domains identified as subcomponents of
personal wellbeing (Van Praag et al. 2000) along with job, housing,
health, leisure and environment. Conceptually, financial wellbeing taps
into the broader range of subjective and objective dimensions as financial
wellness does, but has invariably been operationalized as a subjective
measure only, more in keeping with financial satisfaction”.
54
The Presidents Advisory Council on Financial Literacy mendefinisikan
literasi keuangan sebagai kemampuan untuk menggunakan pengetahuan serta
keahlian untuk mengelola sumber daya keuangan untuk mencapai kesejahteraan.
Selanjutnya, menurut Badan Pusat Statistik (BPS, 2008) menyatakan bahwa faktor
yang mempengaruhi kesejahteraan individu antara lain yaitu pendidikan,
pendapatan, kepemilikan aset, dan perencanaan keuangan.
Menurut Puspitawati (2012) dimensi kesejahteraan pribadi sangat luas dan
kompleks. Taraf kesejahteraan tidak hanya berupa ukuran yang terlihat (fisik dan
kesehatan) tapi juga yang tidak dapat dilihat (spiritual). Konsep kesejahteraan juga
dapat dikaitkan dengan konsep kebutuhan (needs), khususnya mengenai
pemenuhannya. Keterkaitan antara konsep kesejahteraan dan konsep kebutuhan
adalah dengan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan tersebut, maka seseorang sudah
dapat dinilai sejahtera karena tingkat kebutuhan tersebut secara tidak langsung
sejalan dengan indikator kesejahteraan. Oleh karenanya, indikator kesejahteraan
pribadi dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu kesejahteraan pribadi objektif
yang dapat terlihat secara kuantitatif, dan kesejahteraan pribadi subjektif yang
terlihat secara kualitatif.
Kesejahteraan objektif dipengaruhi oleh pendapatan Muflikhati et al.
(2010). Sementara itu, kesejahteraan subjektif dipengaruhi oleh pendidikan, usia,
pendapatan, dan manajemen keuangan. Semakin tinggi pendidikan maka
manajemen keuangan semakin baik, semakin tinggi pendidikan dan pendapatan
maka kesejahteraan pribadi semakin baik, dan semakin baik manajemen keuangan
55
maka kesejahteraan pribadi (objektif dan subjektif) semakin meningkat (Rambe
2008, Fajrin 2011, dan Rusydi 2011).
2.1.5.2 Indikator Kesejahteraan Keuangan
Prawitz et al. (2006) telah mengembangkan the Incharge financial
distress/financial well-being scale (IFDFW) untuk mengukur tingkat tekanan dan
kesejahteraan dari kondisi keuangan seseorang. Skala IFDFW berisi delapan item
pernyataan subjektif mengenai tekanan keuangan/kesejahteraan keuangan.
Sebelumnya, skala ini telah digunakan dalam suatu penelitian pada berbagai
kelompok individu dan mahasiswa. Copur et al. (2008) menggunakan skala
IFDFW untuk mnegetahui tingkat kesejahteraan keuangan mahasiswa pada suatu
kampus. Berdasarkan penemuannya, mereka menemukan bahwa rata-rata skor
kesejahteraan keuangan secara signifikan dapat dibedakan atas ras, status
pernikahan, peringkat di kelas, pendapatan dari bekerja, waktu kerja, dan tipe
bantuan keuangan yang mereka dapatkan.
Skala IFDFW mengukur konsepsi tersembunyi atas keadaan keuangan
seseorang melalui suatu rangkaian penilaian dari 1 hingga 10 dari tekanan
keuangan yang sangat besar/ tingkat terendah dalam kesejahteraan keuangan
hingga kondisi dimana tidak adanya tekanan keuangan/ memiliki kesejahteraan
keuangan yang tinggi. Skala IFDFW secara konsisten dan akurat mengukur
tingkat keadaan ini secara berulang dengan berbagai macam populasi. Skala
penilaian IFDFW memberikan penilaian secara pribadi. Skala ini memfasilitasi
deteksi awal atas suatu permasalahan, menyediakan bukti yang dibutuhkan untuk
56
intervensi yang tepat, dan berguna dalam menaksir efektifitas atas intervensi
tersebut.
Merumuskan suatu kualitas hidup yang tinggi dan efektivitas pekerjaan
melalui program keuangan tidak mudah. Itu merupakan suatu tantangan ketika
harus mengajari seseorang tentang keuangan pribadi dan membuat perubahan
dalam kehidupan keuangannya sehingga menjadi lebih baik.
Program
pembelajaran keuangan yang berkualitas dapat dengan mudah memberikan
kemajuan pada kondisi keuangan pribadi seseorang. Hasilnya antara lain dapat
menurunkan tekanan tentang masalah keuangan dan menaikkan kesejahteraan
keuangan secara keseluruhan, hal tersebut merupakan tujuan dari perumusan skala
IFDFW. Skala IFDFW juga dapat digunakan dalam pegukuran mengenai
kesejahteraan keuangan pribadi (Garman, 2007).
Pengukuran kesejahteraan keuangan dengan skala the InCharge Financial
Distress/Financial Well-Being (IFDFW Scale, Prawitz et al. 2006) menggunakan
delapan item pertanyaan yang diukur melalui skala 10 poin (α = 90). Kumpulan
pertanyaan tersebut akan dapat menaksir kondisi ekonomi seperti pendapatan,
kekayaan, laporan utang maupun utang lainnya, serta beban. Memberikan
penjelasan atas pendapatan kotor itu sendiri akan menyediakan taksiran
ketidakcukupan dari pendapatan aktual (Dolan et al. 2006). Pendapatan akan
ditaksir melalui pendapatan bersih pribadi maupun rumah tangga tahunan, ilmu
pengetahuan, dan bantuan keuangan keluarga lainnya. Kekayaan akan ditaksir
melalui pertanyaan yang berhubungan dengan nilai dari tabungan dan investasi.
Selanjutnya, limit dari kartu kredit dan penggunaan kartu kedit dapat memprediksi
57
utang secara keseluruhan ditambah dengan jumlah pinjaman akan menghasilkan
total utang (Norvilitis et al. 2006). Pengukuran utang relatif dapat dilakukan
dengan menggunakan kondisi lingkungannya sebagai perbandingan, seperti teman
atau keluarga. Terakhir, beban dapat diukur dengan biaya bulanan untuk sewa,
barang yang dikonsumsi, dan biaya kendaraan yang digunakan. Indikator ekonomi
untuk menganalisis akan dihasilkan dari hasil z-scores untuk pengelompokkan
pertanyaan untuk membuat lima variabel komposit untuk mengukur pendapatan,
kekayaan, laporan utang, utang relatif, dan beban seseorang.
2.1.6 Penelitian Terdahulu
Penelitian-penelitian sebelumnya telah dilakukan dalam mendukung
uraian di atas. Penelitian-penelitian tersebut dirangkum dalam tabel berikut:
Tabel 2.3
Penelitian-penelitian Terdahulu
No.
Sumber
Judul Penelitian
Hasil Penelitian
1. Aimee D.
InCharge Financial
High financial distress and low
Prawitz, E.
Distress/Financial
financial well-being have combined
Thomas Garman, Well-Being Scale:
impacts on health and job productivity.
Benoit
Development,
Given that financial distress negatively
Sorhaindo,
Administration, and
affects individuals and families, an
Barbara O’Neill, Score Interpretation
argument can be made to support the
Jinhee Kim, and
assessment of financial distress and
Patricia Drentea
financial well-being of large groups of
(2006)
people, such as employees, to
determine if they are experiencing
problems or doing well financially.
If the degree of perceived financial
distress/financial wellbeing is known,
purposeful
interventions
like
communications,
treatments,
and
programs can be designed and
delivered to help reduce distress about
personal finances and to help improve
financial wellbeing.
58
2. Breant A. Marsh
(2006)
3. Warsono (2010)
Examining the
Personal Finance
Attitudes, Behaviour,
and Knowledge Level
of First Year and
Senior Student at
Baptist Universities in
the State of Texas
Prinsip-prinsip dan
Praktik Keuangan
Pribadi
4. Delafrooz,
Determinants of
Narge, Laily, and Financial Wellness
Paim (2011)
Among Malaysia
Workers
Perbedaan signifikan ditemukan pada
mahasiswa
tahun
pertama
dan
mahasiswa tahun
akhir
dimana
pengalaman kuliah
mempengaruhi
sikap keuangan, perilaku keuangan
pribadi, dan pengetahuan keuangan.
Dengan tujuan hidupnya,
yaitu
mencapai kebahagian di dunia dan
akhirat, maka setiap orang perlu
menyiapkan dan mengelola seluruh
sumberdaya kehidupannya
dengan
baik.
Dari
aspek
keuangan,
perencanaan perlu dilakukan melalui
manajemen
penggunaan
dana,
pembelanjaan, pengelolaan risiko, dan
perencanaan
pensiun.
Dengan
memahami ini semua
diharapkan
kualitas kehidupan seseorang akan
lebih baik, dalam arti lebih bahagia.
Dengan demikian, cita-cita untuk
mencapai
kemerdekaan keuangan
dapat dicapai. Untuk itulah literasi
keuangan dibutuhkan, dalam
arti
memahami
dan
sekaligus
mengimplementasikan prinsip-prinsip
keuangan pribadi.
This research used path analysis to
reveal an exploratory framework of the
determinants of financial wellness.
Based on a combination of research
findings from previous
financial
wellness literature, and also the
theoretical relationships
observed
empirically,
this
exploratory
framework provides further insight into
the factors determining
financial
wellness. Determinants that had either
a direct or indirect effect on financial
wellness were financial behaviors,
financial stress level, financial literacy,
income, gender, marital status, home
ownership, and education. Age and
ethnicity were found not significantly
affect the financial satisfaction.
59
5. Sabri (2011)
Pathways to Financial
Success: Determinants
of Financial Literacy
and Financial WellBeing Among Young
Adults
6. Nidar, S. R., &
Bestari, S.
(2012)
Personal literacy
among university
students (case study at
Padjajaran University
students, Bandung,
Indonesia.
The bivariate analysis of financial
behavior and problems of Malaysian
university students revealed that the
students were using the education fund
for purposes other than for their
academic expenses. Most of them were
uncertain about where money is spent
they bought unnecessary things, and
lent money to friends. Our multivariate
analysis
found
that
childhood
consumer
experience,
spending
patterns,
savings, and
financial
literacy were the significant predictors
of college student financial behavior
and problems. However savings and
financial literacy had a negative effect
on financial problems. The estimated
magnitude of savings effect is greater
than financial literacy on financial
problems. The estimated magnitude of
student knowledge about
personal
finance (financial literacy) effect on
financial behavior was the same as for
other predictors such as whether the
student had savings.
Childhood
consumer experience had a greater
effect size on financial problems than
for behavior.
The average score of personal
financial literacy
of Padjadjaran
University students reached 42.1% or
approaching 50%. This means that the
majority of Padjadjaran University
students could answer correctly about
some of the questions contained in the
questionnaire. Respondents are quite
capable to area income & spending. As
for the areas of credit & debt, savings
and investment, insurance and basic
personal finance respondents also still
low. The factors that have significant
influence on the personal financial
literacy of students at the University of
Padjadjaran is knowledge of parents,
pocket money / income, education
level,
faculty, parents income, and
60
7. Peter Garlans
Sina (2012)
Analisis Literasi
Ekonomi
8. Widayati (2012)
Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi
Literasi Finansial
Mahasiswa Fakultas
Ekonomi Dan Bisnis
Universitas Brawijaya
property insurance. From respondents
characteristic can be seen that most
respondents
reported
gaining
knowledge about managing personal
finances from home or parents,
reaching 247 people (61.29%). These
data indicate that the family (parents)
remain the most important source of
knowledge about managing personal
finances, meaning the family (parents)
as an example to the respondents in
personal financial management.
Rendahnya
literasi
ekonomi
berdampak pada kesejahteraan, oleh
karena
itu
prioritas
untuk
meningkatkan
literasi
ekonomi
menjadi suatu keharusan bagi individu
atau pun keluarga yang ingin sejahtera.
Dengan kata lain,
peningkatan
penguasaan literasi ekonomi tak dapat
ditawar-menawar melainkan suatu
keharusan dan semua itu dapat diawali
dari
hasrat
belajar
yang
berkesinambungan. Menimbang bahwa
peningkatan literasi ekonomi secara
spesifik berdampak positif
pada
akumulasi aset, deakumulasi utang,
proteksi, akumulasi menabung dan
kecermatan mengelola pengeluaran.
Berdasarkan hasil
analisis
data,
diperoleh kesimpulan: (1) status sosial
ekonomi orang tua
berpengaruh
langsung positif signifikan terhadap
pendidikan
pengelolaan keuangan
keluarga; (2) status sosial ekonomi
orang tua tidak berpengaruh langsung
terhadap literasi finansial
aspek
kognitif; (3) status sosial ekonomi
orang tua tidak berpengaruh langsung
terhadap literasi finansial aspek sikap;
(4) pendidikan pengelolaan keuangan
keluarga berpengaruh langsung positif
signifikan terhadap literasi finansial
aspek kognitif;
(5)
pendidikan
pengelolaan
keuangan
keluarga
berpengaruh
langsung
positif
61
signifikan terhadap literasi finansial
aspek sikap; (6) pembelajaran di
perguruan tinggi berpengaruh langsung
positif signifikan terhadap
literasi
finansial
aspek
kognitif;
(7)
pembelajaran di perguruan
tinggi
berpengaruh
langsung
positif
signifikan terhadap literasi finansial
aspek sikap; (8) status sosial ekonomi
orang tua berpengaruh tidak langsung
positif signifikan terhadap
literasi
finansial aspek kognitif yang dimediasi
oleh pendidikan pengelolaan keuangan
keluarga; (9) status sosial ekonomi
orang tua berpengaruh tidak langsung
positif signifikan terhadap
literasi
finansial.
9. Peter Garlans
Sina (2013)
Analisis Kesehatan
Keuangan Suatu
Kajian Pustaka
10. Gerrans,
Speelman,
Campitelli
(2014)
The Relationship
Between Personal
Financial Wellness
and Financial
Wellbeing: A
StructuralEquation
Modelling Approach
Sehat dalam keuangan merupakan
keinginan semua individu, hanya saja
pada kenyataannya tidak
semua
individu
mampu
sehat
dalam
keuangan. Hal
ini
disebabkan
ketidakmampuan mengelola uang yang
tepat. Untuk itu, perlu melakukan
diagnosis kesehatan keuangan untuk
ditindaklanjuti
dengan
membuat
perencanaan keuangan yang tepat.
Dalam penelitian ini dijabarkan dua
jenis alat yang dapat dilakukan untuk
mendiagnosis sehat atau
tidaknya
keuangan
seseorang.
Setelah
mengetahui
kondisi
kesehatan
keuangan, dapat ditindaklanjuti dengan
membuat rencana keuangan yang tepat
sesuai kondisi kesehatan
keuangan
yang dialami.
Considerable resources are being
directed towards improving levels of
financial literacy with an expectation
of improved financial decision making
and quality of life. They also indicate
that financial knowledge (more than
financial status) provides financial
satisfaction for males, while financial
status provides financial satisfaction
62
11. Taofik Hidajat
(2015)
An Analysis of
Financial Literacy and
Household Saving
among Fishermen in
Indonesia
12. Margaretha dan
Tingkat Literasi
Pambudhi (2015) Keuangan Pada
Mahasiswa S-1
Fakultas Ekonomi
13. Dr. Selda
Coşkuner (2016)
Understanding
Factors Affecting
Financial Satisfaction:
The Influence of
Financial Behavior,
Financial Knowledge
and Demographics
for females. However, this is not
straightforward, as other variables,
unrelated
to
employment
(e.g.,
financial status of partner), could also
lead to increased financial status.
Moreover, an increase in working
hours leads to a decrease in leisure
time, thereby potentially
decreasing
overall personal wellbeing.
This
suggests that financial
literacy
programs may not only be important in
influencing financial behavior, but may
also be important for increasing
males’ financial satisfaction.
This study was conducted to examine
financial literacy and the relationship
between the financial literacy and
household saving among Fishermen in
Indonesia. This study found that of
most fishermen in Indonesia have a
low level of financial literacy as it also
comes from a poor fishing family. This
shows that education is a way that can
be used to overcome poverty.
Tingkat literasi keuangan
pada
mahasiswa Strata I Fakultas Ekonomi
Universitas Trisakti secara keseluruhan
adalah 48,91%, yang termasuk dalam
kategori
rendah (< 60%). Jenis
kelamin, usia, IPK dan pendapatan
orang tua memiliki pengaruh terhadap
literasi keuangan mahasiswa. Tahun
masuk mahasiswa (angkatan), tempat
tinggal, dan pendidikan orang tua tidak
memiliki pengaruh terhadap literasi
keuangan.
Employing
logistics
regression
analysis, this study supports the prior
research as evidence suggests that
household income, positive financial
behaviors, and financial knowledge
contribute to financial satisfaction. The
most influential factor
predicting
financial satisfaction in the study was
household income
followed
by
financial knowledge and
financial
63
behaviors. Family and consumer
researchers, educators, and financial
practitioners can help individuals to
improve their financial satisfaction by
providing and utilizing their financial
knowledge, facilitating changes in
negative financial behaviors, and
eventually increasing their income with
these skill-building efforts.
2.2
Kerangka Pemikiran
Kesejahteraan keuangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang
merasa memiliki kesehatan dan kepuasan atas kondisi keuangannya serta mampu
berperilaku baik dalam pengelolaan dan pengambilan keputusan terutama dalam
aspek keuangannya. Kesejahteraan keuangan secara objektif dipengaruhi oleh
pendapatan dan secara subjektif dipengaruhi oleh pendidikan, usia, pendapatan,
dan manajemen keuangan daripada setiap individu.
Bagi sebagian besar mahasiswa, masa kuliah adalah saat pertama mereka
mengelola keuangannya sendiri tanpa adanya pengawasan dari orang tua (Sabri et
al. 2011). Mahasiswa harus bisa secara mandiri mengatur keuangannya dengan
baik dan juga harus bisa bertanggung jawab atas keputusan yang telah mereka
buat. Permasalahan-permasalahan keuangan yang sering timbul pada mahasiswa
adalah mereka belum memiliki pendapatan, sebagian dari mahasiswa masih
bergantung kepada orang tua. Selain itu, sikap boros dari mahasiswa merupakan
permasalahan yang sering dihadapi.
Banyak penelitian yang dilakukan pada mahasiswa dan hasilnya
menunjukan bahwa pengetahuan tentang literasi keuangan masih sangat rendah.
Mahasiswa sebagai generasi muda sejak dini harus memiliki pengetahuan di
64
bidang personal finance karena pengetahuan tersebut akan membantu mahasiswa
dalam mengatur keuangannya di masa depan. Maka, berdasarkan beberapa
penelitian terdahulu yang telah penulis pelajari di dapat kerangka pemikiran atas
variabel-variabel yang menjadi topik dalam penelitian ini sebagai berikut:
2.2.1 Pengaruh Kesehatan Keuangan terhadap Literasi Keuangan
Joo dan Grable (2004) mendefinisikan bahwa kesehatan keuangan dapat
dipengaruhi oleh tingkat kredit yang rendah, kebiasaan menabung dan atau
merencanakan cicilan, dan pengelolaan pengeluaran yang baik. Literasi keuangan
pribadi menunjukkan kemampuan untuk mengetahui dan memahami manajemen
keuangan pribadi. Literasi keuangan pribadi diharapkan menjadi dasar keuangan
sesungguhnya dalam kehidupan sosial masyarakat.
Nidar and Bestari (2012) menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor
yang mempengaruhi literasi keuangan pribadi baik faktor internal seperti
karakteristik atau sifat pribadi, dan faktor eksternal seperti lingkungan. Faktor
tersebut dapat dikelompokkan kedalam faktor karakter demografis, karakteristik
sosial dan ekonomi, pengalaman keuangan, pengetahuan keuangan, kondisi
ekonomi, kakteristik keluarga, cita-cita, dan lokasi geografis setiap individu.
Senada dengan Nidar dan Bestari, Widayati (2012) menambahkan
penjelasan bahwa literasi finansial berkaitan dengan kompetensi seseorang untuk
mengelola keuangan. Remund (2010) dalam Widayati (2012) menyatakan empat
hal yang paling umum dalam literasi keuangan adalah penganggaran, tabungan,
pinjaman, dan investasi. Literasi finansial terjadi ketika individu memiliki
65
sekumpulan keahlian dan kemampuan yang membuat orang tersebut mampu
memanfaatkan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan.
Krishna, Rofaida, dan Sari (2010) menjelaskan bahwa literasi keuangan
membantu individu agar terhindar dari masalah keuangan. Kesulitan keuangan
bukan hanya fungsi dari pendapatan semata (rendahnya pendapatan). Kesulitan
keuangan juga dapat muncul jika terjadi kesalahan dalam pengelolaan keuangan
(miss- management) seperti kesalahan penggunaan kredit, dan tidak adanya
perencanaan keuangan.
Hasil penelitian Xiao, et al. (2012) menunjukkan bahwa mahasiswa yang
mampu mengelola keuangannya dengan baik akan cenderung memiliki
pengetahuan finansial subjektif yang tinggi yang kemudian menyebabkan mereka
memiliki perilaku membayar secara beresiko yang rendah. Japelli (2010) dalam
Sina (2012) menyatakan bahwa pada prinsipnya literasi ekonomi merupakan alat
untuk mencapai tujuan, hanya saja pada kenyataannya tidak semua orang
memiliki literasi ekonomi yang tinggi sehingga mengkerucutkan peluang
mencapai kesejahteraan. Salah satu indikatornya adalah menjadi orang yang
cerdas dalam mengelola sumber daya ekonominya guna mencapai kesejahteraan.
Berdasarkan pemaparan tersebut di atas dan atas peninjauan terhadap
beberapa penelitian terdahulu yang telah dilakukan sebelum penelitian ini
membuktikan adanya hubungan korelatif antara kesehatan keuangan terhadap
literasi keuangan yang dimilikinya. Tingkat kesehatan keuangan pribadi yang baik
secara otomatis dapat mencerminkan tingkat pengetahuan keuangannya. Maka
semakin baik individu mengelola keuangannya mengindikasikan semakin baik
66
pula pengetahuan keuangannya. Apabila pengetahuan keuangan seseorang
termasuk dalam kategori baik maka ia akan mampu melakukan perencanaan
hingga penganggaran keuangannya dengan baik, hal tersebut otomatis akan
menaikkan taraf kesejahteraan kehidupannya secara menyeluruh, termasuk
kesejahteraan keuangannya.
2.2.2 Pengaruh Kepuasan Keuangan terhadap Literasi Keuangan
Gerrans et al. (2014) dalam penelitiannya mengatakan bahwa “Financial
satisfaction is a subjective assessment of satisfaction with specific financial
domains including income level, ability to deal with an unexpected financial
demand, debt servicing, etc”. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa kepuasan
keuangan secara subjektif dapat diukur melalui tingkat pendapatan, kemampuan
memenuhi kebutuhan keuangan yang tidak direncanakan, serta kemampuan
memenuhi utang.
Penelitian sebelumnya, Bhushan and Medury (2013) menyatakan bahwa
literasi keuangan adalah kemampuan untuk membuat penilaian informasi dan
mengambil keputusan yang efektif tentang penggunaan dan pengelolaan uang.
Literasi keuangan adalah kombinasi dari kemampuan individu, pengetahuan,
sikap dan akhirnya perilaku individu yang berhubungan dengan uang.
Menurut Wagner (2011), pengetahuan keuangan memiliki pengaruh
terhadap perilaku keuangan individu begitupun sebaliknya. Diasumsikan bahwa
perilaku keuangan yang lebih baik mencerminkan kepuasan finansial dan
67
keputusan finansial yang lebih baik yang pada dasarnya berkontribusi terhadap
pengetahuan finansial yang lebih banyak.
Joo dan Grable (2004) menemukan bahwa tingkat kepuasan finansial yang
tinggi akan memperkuat perilaku keuangan yang diinginkan menyebabkan tingkat
pengetahuan dan keterampilan finansial yang lebih tinggi. Oleh karena itu,
pengetahuan keuangan yang lebih tinggi memberikan perilaku keuangan yang
positif seperti, mengelola pendapatan dan pengeluaran, mengembangkan
kebiasaan menabung, merencanakan pensiun dan investasi, menganggaran dll
bagi individu untuk memperbaiki situasi keuangan mereka.
Kepuasan keuangan merupakan faktor penting yang mempengaruhi
kualitas hidup seseorang. Kepuasan keuangan dapat diukur dengan indikator
ekonomi maupun non-ekonomi seperti aset, utang, dan ukuran rumah tangga
seseorang. Selanjutnya, kepuasan terhadap kondisi keuangan dapat dipengaruhi
oleh faktor ekonomi, tingkat tabungan, dan jumlah kekayaan bersih dari
penghasilan yang disimpan dalam jangka waktu tertentu.
Peneliti tentang keluarga dan pelanggan, para pendidik, dan pelaku
perencanaan keuangan dapat membantu individu meningkatkan kepuasan
keuangan mereka dengan menyediakan dan mengatur dengan pengetahuan
keuangan mereka, memfasilitasi perubahan dari perilaku keuangan yang negatif,
dan secepatnya menaikkan pendapatan mereka dengan membangun kemampuan
usaha mereka.
Memiliki kemampuan mengelola keuangan yang baik akan berpengaruh
terhadap kepuasan keuangannya begitu pun terhadap kesehatan keuangannya.
68
Konsumen yang memiliki literasi keuangan bisa melalui masa-masa keuangan
yang sulit karena faktanya bahwa mereka mungkin memiliki akumulasi tabungan,
membeli asuransi dan diversifikasi investasi mereka.
2.2.3 Pengaruh Perilaku Keuangan terhadap Literasi Keuangan
Dalam Manurung (2012) dinyatakan bahwa Shefrin (2000) mendefinisikan
behaviour finance adalah studi yang mempelajari bagaimana fenomena psikologi
mempengaruhi tingkah laku keuangan seseorang. Sedangkan Nofsinger (2001)
mendefinisikan perilaku keuangan yaitu mempelajari bagaimana manusia secara
aktual berperilaku dalam sebuah penentuan keuangan (a financial setting).
Khususnya,
mempelajari
bagaimana
psikologi
mempengaruhi
keputusan
keuangan.
Delafrooz dan Paim (2008) menyatakan bahwa perilaku keuangan terkait
dengan pendidikan, kepemilikan rumah, penghasilan, perkawinan, dan literasi
finansial. Pendidikan, pendapatan, dan literasi finansial yang terbukti memiliki
hubungan positif dengan perilaku keuangan individu. Mereka yang memiliki
pendidikan luar sekolah tinggi memiliki skor perilaku keuangan yang lebih tinggi
daripada kelompok pendidikan dengan kurang dari sebuah sekolah tinggi. Mereka
yang memiliki tingkat yang lebih besar dari pendapatan rumah tangga cenderung
menunjukkan perilaku yang lebih baik daripada kelompok pendapatan lainnya.
Akhirnya, perilaku keuangan seseorang memiliki efek positif pada literasi
keuangannya, menunjukkan bahwa mereka yang menunjukkan perilaku keuangan
yang baik akan lebih tahu tentang investasi dan masalah keuangannya.
69
Penelitian tentang mahasiswa dan keuangan pribadi yang cenderung
memiliki hubungan dengan pembelian kompulsif. Roberts dan Jones (2001)
berusaha untuk menemukan bagaimana sikap keuangan memiliki peran dalam
pembelian kompulsif di kalangan mahasiswa. Dalam membahas temuan mereka,
Roberts dan Jones mencatat bahwa konsumen yang tidak peduli terhadap harga
menyebabkan terjadinya pembelian yang kompulsif. Mereka juga menemukan
hubungan positif antara perilaku pembelian kompulsif dengan konsumen yang
mengalami tingkat kecemasan yang besar dan stres tentang uang. Sikap
mahasiswa terhadap permasalahan keuangan pribadi, dan dalam pembahasan ini
mebuat jelas bahwa sikap keuangan pribadi mahasiswa mempunyai keterkaitan
dengan perilaku keuangan pribadi dan pengetahuan keuangan. Huston (2007)
menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat literasi keuangan yang dimiliki
seseorang akan menghasilkan perilaku keuangan yang bijak dan pengelolaan
keuangan yang efektif.
Para ahli pada umumnya sepakat bahwa pengetahuan keuangan tampaknya
langsung berkorelasi dengan perilaku keuangan (Hilgert et al., 2003). Selain itu,
perilaku keuangan yang buruk dan praktek pengelolaan uang pribadi dan keluarga
memiliki dampak konsekuensial, merugikan dan negatif pada kehidupan
seseorang di rumah maupun saat bekerja (Garman et al., 1996).
Hilgerth et al. (2003) menyatakan literasi keuangan secara langsung
berkorelasi dengan perilaku keuangan yang positif dalam membuat penilaian
informasi dan mengambil keputusan yang efektif tentang penggunaan dan
pengelolaan uang, seperti pembayaran tagihan tepat waktu, angsuran pinjaman,
70
tabungan sebelum habis dan menggunakan kartu kredit secara bijaksana. Literasi
keuangan adalah kombinasi dari kemampuan individu, pengetahuan, sikap dan
akhirnya perilaku individu yang berhubungan dengan uang.
Dalam Widayati (2012) dinyatakan bahwa literasi finansial tidak hanya
melibatkan pengetahuan dan kemampuan untuk menangani masalah keuangan,
tetapi juga atribut non-kognitif (PISA, 2010). Perilaku merupakan unsur penting
dalam literasi finansial. Perilaku keuangan diartikan sebagai karakteristik
psikologis seseorang yang berkaitan dengan masalah keuangan pribadi (Gutter,
2008). Perilaku keuangan seperti sikap terbuka terhadap informasi, menilai
pentingnya mengelola keuangan, tidak impulsif dalam konsumsi, orientasi ke
masa depan, dan tanggung jawab merupakan faktor yang mempengaruhi literasi
keuangan seseorang. Andrew dan Linawati (2014) menyatakan bahwa semakin
baik atau efektifnya perilaku keuangan (financial behavior) serta pengambilan
keputusan keuangan (financial decisions making) mencerminkan tingkatan
pengetahuan keuangan individu.
Berdasarkan pemaparan di atas dan beberapa penelitian terdahulu yang
telah dilakukan membuktikan bahwa perilaku keuangan seseorang berpengaruh
secara positif terhadap literasi keuangannya. Hal tersebut digambarkan dengan
asumsi bahwa semakin baik tingkat pengetahuan keuangan seseorang maka akan
mendorong perilaku keuangannya semakin baik juga. Saat perilaku keuangan
seseorang telah baik, maka hal tersebut akan mengindikasikan keberhasilan
pencapaian kesejahteraan keuangan individu tersebut.
71
2.2.4 Pengaruh Literasi Keuangan terhadap Kesejahteraan Keuangan
The Presidents Advisory Council on Financial Literacy (2012)
mendefinisikan literasi keuangan sebagai kemampuan untuk menggunakan
pengetahuan serta keahlian untuk mengelola sumber daya keuangan untuk
mencapai kesejahteraan. Widayati (2012) menyatakan bahwa dalam rangka
mencapai kesejahteraan keuangan, seseorang perlu memiliki pengetahuan, sikap,
dan implementasi keuangan pribadi yang sehat. Sejauh mana pengetahuan, sikap
dan implementasi seseorang dalam mengelola keuangan, dikenal dengan literasi
finansial. Hal tersebut semakin menegaskan bahwa individu harus memiliki suatu
pengetahuan dan keterampilan untuk mengelola sumber keuangan pribadinya
secara efektif demi kesejahteraannya.
Krishna, Rofaida, dan Sari (2010) dalam Margaretha dan Pambudhi (2015)
menjelaskan bahwa literasi keuangan sangat berkaitan dengan kesejahteraan
seorang individu. Pengetahuan keuangan dan keterampilan dalam mengelola
keuangan pribadi sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Literasi keuangan
juga membantu individu agar terhindar dari masalah keuangan. Kesulitan
keuangan bukan hanya fungsi dari pendapatan semata (rendahnya pendapatan).
Kesulitan keuangan juga dapat muncul jika terjadi kesalahan dalam pengelolaan
keuangan (miss-management) seperti kesalahan penggunaan kredit, dan tidak
adanya perencanaan keuangan.
Selanjutnya, Lusardi dan Mitchell (2007) dalam Andrew dan Linawati
(2014) menyebutkan bahwa literasi keuangan dapat diartikan sebagai pengetahuan
keuangan, dengan tujuan mencapai kesejahteraan. Hal ini dapat dimaknai bahwa
72
persiapan perlu dilakukan untuk menyongsong globalisasi, dan lebih spesifiknya
yaitu globalisasi dalam bidang keuangan. Servon dan Kaestner (2008)
menyatakan literasi keuangan sangat berkaitan dengan kesejahteraan seorang
individu. Literasi keuangan telah berkembang pesat selama beberapa tahun
terakhir. Beberapa faktor yang menyebabkan literasi keuangan berkembang antara
lain tingkat bunga tabungan yang rendah, meningkatnya tingkat kebangkrutan dan
tingkat hutang, dan meningkatnya tanggung jawab individu untuk membuat
keputusan yang akan mempengaruhi perekonomian mereka di masa depan.
Hasil penelitian Miller et al. (2009) menunjukkan juga bahwa individu
memperoleh pengetahuan keuangan rendah cenderung memiliki masalah
keuangan, seperti bersikap bebas, memiliki hipotek dengan bunga lebih tinggi dan
cenderung tidak menabung dan merencanakan masa pensiun mereka. Pengetahuan
tentang keuangan yang kurang akan mengakibatkan kerugian bagi individu, baik
akibat dari inflasi, penurunan kondisi perekonomian baik dalam negeri maupun
luar negeri, atau berkembangnya sistem perekonomian yang menjadikan
masyarakat lebih konsumtif atau lebih menjadi boros. Selain itu, kurangnya
pengetahuan tentang keuangan menyebabkan seseorang sulit untuk melakukan
investasi atau mengakses ke pasar keuangan.
2.2.5 Pengaruh Kesehatan Keuangan terhadap Kesejahteraan Keuangan
Delafrooz dan Paim (2011) melakukan penelitian yang berhubungan
dengan kesejahteraan keuangan, kepuasan keuangan, dan kesejahteraan ekonomi.
Kesejahteraan ekonomi dan kesejahteraan keuangan dapat menjadi proxi dari
73
kesehatan keuangan. Pengujian dari gagasan kesehatan keuangan dan hubunganya
dengan kesejahteraan pribadi dengan fokus pada peran literasi keuangan
didalamnya. Pengaruh yang memiliki dampak langsung maupun tidak terhadap
kesehatan keuangan adalah perilaku keuangan, tingkat tekanan keuangan,
pendapatan, gender, status perkawinan, kepemilikan rumah, dan pendidikan.
Sebelumnya, Joo (2008) melakukan survey pada 216 konsultan dan
perencana keuangan profesional. Hasil penelitiannya mengonfirmasi bahwa
kesehatan keuangan dapat diwakili secara objektif dengan tingkat utang yang
rendah, kebiasaan menabung dan merencanakan keuangan, serta mengikuti
rencana keuangan yang telah ditetapkan individu. Secara subjektif, dapat diartikan
bahwa tingkat kepuasan keuangan yang tinggi akan berpengaruh terhadap tingkat
tekanan keuangan yang rendah.
Seddon (2012) serta Joe dan Garman (1998) menjelaskan bahwa kesehatan
keuangan merupakan bagian dari kesejahteraan keuangan. Memiliki kesehatan
keuangan yang baik membutuhkan pengelolaan keuangan yang baik yang mana
seringkali diabaikan oleh individu. Dorimulu (2003) dalam Nancy (2009)
menyatakan bahwa perencanaan keuangan atau financial planning merupakan
proses pencapaian tujuan hidup yakni masa depan yang sejahtera dan bahagia
lewat penataan keuangan.
Garg (2012) menegaskan melalui temuannya bahwa kesalahan mengelola
uang mengindikasikan kesehatan keuangan yang kurang bagus atau bahkan buruk.
Hal itu akan semakin memperburuk kesejahteraan yang dialami seseorang. Dalam
arti semakin keliru mengelola uang maka semakin rendah pula kesehatan
74
keuangan yang dimiliki seseorang. Sehat dalam keuangan membutuhkan
perencanaan keuangan yang tepat, namun pada kenyataannya tidak semua orang
memiliki kesehatan keuangan yang bagus.
2.2.6 Pengaruh Kepuasan Keuangan terhadap Kesejahteraan Keuangan
Komponen penting dalam keseluruhan kesejahteraan psikologis secara
keseluruhan adalah kepuasan dengan berbagai macam aspek kehidupan. Hayhoe
(1990) mengamati bahwa kesejahteraan keuangan dapat dilihat dari sederhana
atau rumitnya tanggapan seseorang atas kepuasan terhadap kebutuhan materiil
atau kondisi keuangannya. Coskuner (2016) menyatakan bahwa Campbell
mendefinisikan kepuasan keuangan sebagai suatu gagasan dari kesejahteraan
secara keseluruhan.
Joo (2008) menemukan bahwa kepuasan keuangan merupakan ukuran
yang signifikan dari kesejahteraan keuangan. Rutherford dan Fox (2010)
menyatakan bahwa kepuasan keuangan bukan hanya terikat pada jumlah uang
yang dimiliki individu, dua orang mungkin akan memiliki tingkat kepuasan yang
berbeda saat dihadapkan pada kondisi keuangan yang sama, salah satunya akan
merasa puas dan lainnya mungkin tidak. Tanpa memperhatikan elemen kepuasan
keuangan secara subjektif, kepuasan atas keuangan seseorang secara umum akan
mempengaruhi kesejahteraan individu tersebut.
Selanjutnya, Williams menambahkan aspek materil dan non- materil atas
kepuasan keuangan. Sejalan dengan hal tersebut, Joo dan Grable (2004)
menyatakan bahwa kepuasan keuangan termasuk dalam komitmen dengan suatu
75
aspek materil (objektif) dan non-materil (subjektif) pada kondisi keuangan secara
umum. Dalam penelitian selanjutnya, Ali mendefinisikan kepuasan keuangan
sebagai persepsi seseorang atas kondisi keuangannya saat ini. Palgnol (2011)
menyatakan bahwa diantara indikator ekonomi dan non- ekonomi yang berkaitan
dengan kepuasan keuangan diantaranya adalah aset, utang, dan ukuran keluarga.
Sesuai dengan itu, Mugenda et al. menyatakan bahwa kepuasan terhadap kondisi
keuangan dipengaruhi oleh faktor ekonomi, kebiasaan menabung, dan jumlah
kekayaan yang dimiliki yang menjadi bagian dari pendapatan yang disimpan
dalam suatu periode dapat menjadi sangat penting bagi kepuasan keuangan
seseorang.
2.2.7 Pengaruh Perilaku Keuangan terhadap Kesejahteraan Keuangan
Joo and Grable (2004) menemukan bahwa baik secara langsung maupun
tidak, kesejahteraan keuangan berhubungan dengan perilaku keuangan. Dalam
Sabri (2011) Shefrin (2000) mendefinisikan behaviour finance adalah studi yang
mempelajari bagaimana fenomena psikologi mempengaruhi tingkah laku
keuangannya. Hede (2012) menjelaskan bahwa perilaku keuangan merupakan
paradigma lama dalam keuangan, yang ditemukan sebagai landasan standar teori
keuangan tambahan dengan memperkenalkan aspek perilaku dalam proses
pengambilan keputusan.
Selanjutnya,
Manurung
(2012)
menyebutkan
Nofsinger
(2001)
mendefinisikan perilaku keuangan yaitu mempelajari bagaimana manusia secara
aktual berperilaku dalam sebuah penentuan keuangan (a financial setting).
76
Khususnya,
mempelajari
bagaimana
psikologi
mempengaruhi
keputusan
keuangan individu maupun organisasi. Kedua konsep yang diuraikan secara jelas
menyatakan bahwa perilaku keuangan merupakan sebuah pendekatan yang
menjelaskan bagaimana manusia melakukan pengambilan keputusan yang
berhubungan dengan keuangan dipengaruhi oleh faktor psikologi.
Dalam Dewi (2014) dinyatakan bahwa perilaku keuangan merupakan
segala macam perilaku manusia yang berkaitan dengan pengelolaan uang (Xiao J.
J., 2008). Tak dapat dipungkiri bahwa perilaku keuangan mahasiswa mempunyai
berbagai dampak dalam kehidupan mereka, dan berbagai penelitian telah
membuktikannya. Perilaku budgeting, menabung, penggunaan kartu kredit secara
beresiko dan compulsive buying terbukti dapat mempengaruhi well-being
(kesejahteraan) mahasiswa (Gutter & Copur, 2011).
Pengertian tersebut mendeskripsikan keterkaitan dengan arti dari
manajemen keuangan yaitu bagaimana mendapatkan uang dan bagaimana
menggunakannya dengan tepat sehingga ketepatan dalam memilih alternatif
penggunaan uang menjadi signifikan. Karena pada prinsipnya keputusan
keuangan yang di ambil bermaksud mengoptimalkan kesejahteraan maka
pembuatan keputusan keuangan merupakan suatu hal yang kompleks mengingat
perlu mempertimbangkan situasi dan informasi secara cermat dengan cara
melakukan analisis yang kritis, mendalam dan komprehensif. Sina (2012)
menyatakan bahwa pada prinsipnya keputusan ekonomi yang diambil bermaksud
mengoptimalkan kemakmuran atau kesejahteraan individu maka pengambilan
keputusan merupakan suatu hal yang kompleks mengingat perlu
77
mempertimbangkan situasi dan informasi secara cermat dengan cara melakukan
analisis yang kritis, mendalam dan komprehensif.
Berdasarkan deskripsi kerangka pemikiran atas variabel yang telah
diuraikan di atas, maka paradigma penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:
Financial Wellness
1. Nidar, Bestari (2012)
2. Widayati (2012)
3. Margaretha, Pambudhi (2015)
Financial
Satisfaction
1. Garman (2007)
2. Jang (2015)
3. Coskuner (2016)
1.
2.
3.
Financial
Behaviour
1.
2.
3.
4.
Delafrooz dan Paim (2011)
Sina (2013)
Gerrans, Speelman, Campitelli (2014)
Britt (2015)
Financial
Literacy
1. Sabri
(2011)
2. Seddon
(2012)
3. Hidajat
(2015)
1. Brent A. Marsh
(2006)
2. Delafrooz dan
Paim (2011)
3. Gerrans,
Speelman,
Campitelli (2014)
Zahriyan
Sina (2012)
Juwita (2015)
1. Brent A. Marsh (2006)
2. Delafrooz dan Paim (2011)
3. Manurung (2012)
4. Gerrans, Speelman, dan
Campitelli (2014)
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
Financial
Wellbeing
78
2.2.8 Hipotesis Penelitian
Menurut Sugiyono (2016:96):
“Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam
bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang
diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan
pada fakta-fakta yang empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.
Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap
rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik dengan data.”
Berdasarkan uraian teori dan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan
di atas, maka Peneliti mengajukan hipotesis dalam penelitian sebagai berikut:
Hipotesis 1.
Terdapat pengaruh Kesehatan Keuangan terhadap Literasi Keangan
Hipotesis 2.
Terdapat pengaruh Kepuasan Keuangan terhadap Literasi Keangan
Hipotesis 3.
Terdapat pengaruh Perilaku Keuangan terhadap Literasi Keangan
Hipotesis 4.
Terdapat pengaruh Literasi Keuangan terhadap Kesejahteraan
Keuangan
Hipotesis 5.
Terdapat pengaruh Kesehatan Keuangan terhadap Kesejahteraan
Keuangan
Hipotesis 6.
Terdapat pengaruh Kepuasan Keuangan terhadap Kesejahteraan
Keuangan
Hipotesis 7.
Terdapat pengaruh Perilaku Keuangan terhadap Kesejahteraan
Keuangan
Hipotesis 8.
Terdapat pengaruh Literasi Keuangan memediasi Kesehatan
Keuangan terhadap Kesejahteraan Keuangan
79
Hipotesis 9. Terdapat pengaruh Literasi Keuangan memediasi Kepuasan
Keuangan terhadap Kesejahteraan Keuangan
Hipotesis 10. Terdapat pengaruh Literasi Keuangan memediasi Perilaku
Keuangan terhadap Kesejahteraan Keuangan
Hipotesis 11. Terdapat pengaruh Kesehatan Keuangan, Kepuasan Keuangan, dan
Perilaku Keuangan terhadap Literasi Keuangan
Hipotesis 12. Terdapat pengaruh Kesehatan Keuangan, Kepuasan Keuangan, dan
Perilaku Keuangan terhadap Kesejahteraan Keuangan
Download