this PDF file

advertisement
ANALISIS KOMUNIKASI SIMBOLIK KALO SARA DALAM PROSES
PENYELESAIAN SENGKETA TANAH PADA MASYARAKAT TOLAKI
Oleh :
*Nur Lina **La Ode Muh. Umran ***Hasriani Amin
Jurusan Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Halu Oleo
Kampus Hijau Bumi Tri Dharma Anduonohu, Kendari 93232
[email protected]
ABSTRAK
Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana Komunikasi
Simbolik Kalo Sara Dalam Proses Penyelesaian Sengketa Tanah pada Masyarakat
Tolaki Kelurahan Potoro Kecamatan Andoolo Kabupaten Konawe Selatan, dan
Apa Makna Simbol Kalo Sara Dalam Proses Penyelesaian Sengketa Tanah pada
Masyarakat Tolaki Kelurahan Potoro Kecamatan Andoolo Kabupaten Konawe
Selatan. Subjek penelitian ini adalah semua tokoh adat Tolaki yakni tolea dengan
pabitara, pemerintah, dan masyarakat umum. Konawe Selatan, yang memandang
dan menjadikan Kalo Sara sebagai alat pemersatu, dengan informan sebanyak 6
orang yakni, 2 Toko Adat yakni Tolea dengan Pabitara yang biasa menggunakan
Kalo Sara, 2 orang dari Pemerintah, dan 2 orang Masyarakat Umum. Penelitian ini
dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif adapun tujuan penelitian telah
disesuaikan dengan permasalahan yang diangkat yaitu untuk dapat mengetahui
Komunikasi Simbolik Kalo Sara dalam Proses Penyelesaian Sengketa Tanah pada
Masyarakat Tolaki. dan untuk mengetahui Apa Makna Simbol Kalo Sara Dalam
Proses Penyelesaian Sengketa Tanah pada Masyarakat Tolaki. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa Komunikasi Simbolik Kalo Sara Dalam Proses Penyelesaian
Sengketa Tanah pada Masyarakat Tolaki yaitu sebagai pemersatu terhadap orang
yang sedang berselisi atau bertikai, tetapi dalam penyelesaian sengketa tanah tidak
semua dapat diselesaiakan pula oleh Kalo Sara. Dan Makna Simbol Kalo Sara
Dalam Proses Penyelesaian Sengketa Tanah pada Masyarakat Tolaki yaitu 1.
bentuk kalo yang bulat melingkar melambangkan kesatuan rohani dan jasmani
dari manusia yang utuh.2. sehelai kain putih yang melambangkan kesucian,
ketentraman, kesejahteraan dan kemakmuran.3. talam anyaman sebagai alas
paling bawah dari kalo melambangkan unsur-unsur kesucian terhadap air dan
tempat sumber mata angin yang memberi kehidupan dan kesegaran rohani serta
jasmani kepada setiap manusia.
Kata kunci : Simbol Kalo Sara
ABSTRACT
The problem in this research is how Symbolic Communication Kalo Sara
In Land dispute resolution Process on Community Potoro Andoolo Subdistrict
(kecamatan) Tolaki Regency South Konawe, and what is the meaning of the
Symbols Kalo Sara In Land dispute resolution Process on Community Potoro
Andoolo Subdistrict (kecamatan) Tolaki Regency South Konawe. The subject of
the research is all the traditional Tolaki is tolea with Pabitara, the Government,
and the general public. South Konawe, which looked at and made Kalo Sara as a
unifying tool, with the informant as 6 people that is, 2 traditional shops is Tolea
with Pabitara who usual use Kalo Sara, two people from the Government, and 2
the general public. This research analyzed using qualitative analysis as for
research purposes has been adapted to the problems raised is to able discover of
the symbolic Communication Kalo Sara in Land dispute resolution Process on
Community Tolaki. and to know what is the meaning of the Symbols Kalo Sara In
Land dispute resolution Process on Community Tolaki. The results of this
research show that the symbolic Communication Kalo Sara In Land dispute
resolution Process to the public is Tolaki’s languages using which have been
mutually agreed by many people. And the meaning of the Symbols Kalo Sara In
Land dispute resolution Process to the public that is 1. form of Kalo of the round
circular symbolizes physical and spiritual unity of the whole human beings. 2. A
white cloth to symbolize purity, peace, well-being and prosperity. 3. talam
webbing as the pedestal bottom from kalo symbolizes chastity against elements of
the water and place the source of wind that gives life and spiritual as well as
physical freshness to every human being.
Keywords: Kalo Sara Of syimbolic
PENDAHULUAN
Masyarakat suku tolaki memiliki salah satu jenis alat komunikasi yang
mereka sebut “Kalo Sara”. Kalo sara ini di samping sebagai alat komunikasi bagi
masyarakat tolaki, juga sekaligus sebagai salah satu aset kebudayaan yang
dimiliki oleh bangsa indonesia. Masyarakat tolaki juga memandang Kalo Sara
tersebut sebagai satu kesatuan yang utuh yang meskipun terbuat dari rotan dan
kelihatannya tidak memiliki arti, akan tetapi memiliki makna simbolik yang
sangat berharga bagi mereka, sebab Kalo Sara ini sangat berperan penting dalam
kehidupan keseharian mereka.
Dari apa yang dikemukakan diatas, Kalo Sara berbentuk lingkaran bundar
atau sirkel sesuai ukuran yang sudah ditentukan. Ada dua jenis bentuknya, jika
garis menengah 45 cm Kalo ini diperuntukan bagi golongan anakia dan pejabat
Bupati keatas (Bupati, Gubernur dan seterusnya). Sedangkan ukuran 40 cm yang
diperuntukan bagi golongan toono motuo (orang-orang yang dituakan dalam
masyarakat) dan toono dadio (penduduk atau orang banyak).
Proses penggunaan Kalo Sara ini terlihat di dalam berbagai kegiatan, akan
tetapi yang sangat nampak panggunaannya adalah dalam upacara perkawinan adat
dan di dalam menyelesaikan suatu kasus perselisihan/konflik salah satunya adalah
kasus sengketa tanah. Dalam dua hal tersebut masyarakat suku tolaki sangat
menghargai akan keberadaan Kalo Sara di tengah-tengah kehidupan mereka.
Di dalam kehidupan masyarakat tolaki penggunaan kalo sara ini dipandang
sebagai suatu yang harus dilaksanakan, sebab kalo sara tersebut dapat mengatasi
masalah perselisihan dan salah satunya adalah sengketa tanah. Dan di dalam
penggunaanya tidak semua orang dapat menggunakanya akan tetapi orang yang
mengetahui banyak tentang Kalo Sara serta telah ditunjuk oleh pemerintah desa
dan disepakati secara bersama-sama oleh seluruh warga masyarakat, orang
tersebut sebagai Tolea dan Pabitara, dan apa yang telah disampaikan oleh kedua
orang ini sudah merupakan suatu kesepakatan bersama masyarakat atau antar
kelompok, keluarga dengan keluarga, serta individu dengan individu.
Kasus sengketa tanah yang biasa terjadi khususnya pada masyarakat
tolaki,
dimana
seseorang
merasa
keberatan
tentang
keberadaan
batas
tanah/pembatas tanah yang tidak lagi pada tempatnya semula. Akibat dari
pembatas tanah yang tidak lagi berada pada tempatnya seperti semula sehingga
menimbulkan reaksi antar keduanya berupa ancaman penganiayaan. Dalam situasi
yang demikian muncullah pihak ketiga menampilkan Kalo Sara diantar keduanya
yang sedang ancam mengancam satu sama lain. Dengan tampilnya Kalo Sara
dalam suasana demikian maka kasus sengketa tanah tersebut dapat diselesaikan
dengan baik.
Masyarakat tolaki, walaupun hukum positif sudah jelas mengatur tentang
penyelesaian sengketa tanah, akan tetapi sebagian masyarakat tolaki masih banyak
yang menyelesaikan sengketa tanah melalui proses tradisional, dalam hal ini
menyelesaikan sengketa tanah melalui hukum adat, walaupun sengketa tersebut
sudah ada putusan dari pengadilan, namun karena dari faktor kepuasan belum ada,
maka dari itu masyarakat tolaki tersebut kembali lagi berproses malalui hukum
adat dengan menggunakan Kalo Sara.
Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka permasalahan dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana Komunikasi Simbolik Kalo Sara dalam Proses Penyelesaian
Sengketa Tanah pada Masyarakat Tolaki Kel. Potoro Kec. Andoolo
Kab. Konawe Selatan?
2. Apa Makna Simbol Kalo Sara dalam Proses Penyelesaian Sengketa
Tanah pada Masyarakat Tolaki Kel. Potoro Kec. Andoolo Kab. Konawe
Selatan?
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk dapat
mengetahui Komunikasi Simbolik Kalo Sara dalam Proses Penyelesaian Sengketa
Tanah pada Masyarakat Tolaki Kel. Potoro Kec. Andoolo Kab. Konawe Selatan.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Secara Teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan
dan wawasan lebih tentang proses Adat Kalo Sara khususnya
pada
Masyarakat Tolaki Kel. Potoro Kec. Andoolo Kab. Konawe Selatan.
2. Secara Praktis sebagai bahan informasi tambahan dalam memperkaya
literatur fakultas khususnya yang berkaitan dengan penelitian ini.
3. Secara metodologis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
masukan bagi peneliti lain selanjutnya yang ingin mengkaji lebih lanjut
berhubungan dengan penelitian ini.
Teori Interaksi Simbol : George Herbert Mead
Menurut George Herbert Mead interaksi simbolik salah satu proses
komunikasi dipenuhi oleh simbol-simbol atau tanda.Interaksionisme simbolik
sejatinya terdiri atas dua penggal kata, yaitu interaksi dan simbolik.interaksi
didefinisikan sebagai hal, saling melakukan aksi, berhubungan, mempengaruhi,
antarhubungan. Sedangkan definisi dari simbol adalah sebagai lambang, menjadi
lambang, mengenai lambang. Esensi dari interaksi simbolik itu sendiri merupakan
suatu aktivitas komunikasi yang menjadi ciri khas manusia dengan simbol yang
memiliki makna tertentu. Secara sederhana, interaksionisme simbolik dapat
dimaknai
sebagai
suatu
hubungan
timbal
balik
antarpersonal
dengan
menggunakan simbol- simbol tertentu yang sudah dipahami artinya.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini
menggunakan
pendekatan metode kualitatif
untuk
menghasilkan deskripsi yang orisinil dengan sudut pandang komunikasi.
Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah semua tokoh adat Tolaki yakni tolea
dengan pabitara, pemerintah, dan masyarakat umum , yang memahami adat kalo
sara yang bertempat tinggal di Kel. Potoro, Kec. Andoolo, Kab. Konawe Selatan.
Yang memandang dan menjadikan Kalo Sara sebagai alat pemersatu.
Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan empat jenis teknik pengumpulan data, yaitu
observasi (penelitian lapangan), wawancara, studi pustaka dan dokumentasi.
Teknik Analisis Data
Data yang akan dikumpulkan baik primer maupun sekunder yang
diperoleh dari hasil penelitian kemudian dirangkum dan di analisa dengan
menggunakan analisis deskriptif kualitatif, yaitu data yang diperoleh dijelaskan
secara terperinci.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
sebagai media pemersatu (pombokoaso) dalam masyarakat tolaki
memiliki makna sebagai persatuan dan kesatuan di mana jika didapatkannya kalo
sara disuatu daerah tertentu menandakan di tempat tersebut berdiam kelompok
masyarakat suku tolaki sebagai lambang dari persatuan dan kesatuan mereka.
Pada masyarakat tolaki yang ada di Kelurahan Potoro Kecamatan
Andoolo yang merupakan salah satu wilayah yang ada di Kabupaten Konawe
Selatan, sampai saat ini masih menggunakan kalo sara tersebut salah satunya
masalah penyelesaian sengketa tanah.
Seperti kasus sengketa tanah yang telah terjadi di Kelurahan Potoro, di
mana seseorang merasa keberatan tentang keberadaan pembatas tanah yang tidak
lagi berada pada tempatnya semula. Akibat dari pembatas tanah yang tidak lagi
pada tempatnya seperti semula sehingga menimbulkan reaksi antara keduanya
berupa ancaman kekerasan. Dalam situasi yang demikian muncullah pihak ketiga
menampilkan kalo sara diantara keduanya yang sedang ancam mengancam satu
sama lain. Tapi komentar dari peristiwa ancam mengancam tersebut dapat
diselesaikan dengan baik, dimana keduanya lalu saling memaafkan satu sama
lain karena bagi mereka, kalo sara identik dengan perkataan,”jangan, mohon
maaf, ampun, engkau, dia dan aku, serta kita sekalian adalah satu kesatuan, satu
di dalam tiga, dan tiga di dalam satu”. Menganiaya dia berarti menganiaya diri
kamu sendiri, dan menganiaya aku serta kita sekalian. Dengan tampilanya kalo
sara dalam suasana demikian maka kasus sengketa tersebut dapat diselesaikan
dengan baik.
Sebagaimana
yang
telah
dijelaskan
sebelumnya
bahwa
dalam
permasalahan sengketa tanah pada masyarakat tolaki, khususnya di kelurahan
potoro, proses penyelesaian sengketa tanah melalui jalur hukum adat yang berlaku
dengan menggunakan kalo sara sebagai media pemersatu yang dihadiri oleh tokoh
adat dan juga tokoh masyarakat serta pihak keluarga yang bersangkutan.
Namun, tidak semua permasalahan sengketa tanah dapat diselesaikan oleh
kalo sara, karena disebabkan oleh suatu hal, Apabila penyelesaian melalui
musyawarah di antara para pihak yang bersengketa tidak tercapai, demikian pula
apabila penyelesaian secara sepihak dari kepala Badan Pertanahan Nasional tidak
dapat diterimah oleh pihak-pihak yang bersengketa, maka penyelesaiannya harus
melalui pengadilan. Ubbe (1990) dalam “monografi hukum adat daerah sulawesi
utara dan sulawesi tenggara” sebagaimana dikutip karsadi (2002) menjelaskan
bahwa menurut hukum adat suku tolaki, hak-hak perorangan atas tanah
dibedakan menjadi beberapa macam, antara lain homa, anahoma, waworah,
walaka, epe, hak milik perumaban (kampo) dan hak milik pertanian (bunggu).
Tolea dan Pabitara bersama-sama sebagai perantara dengan utusan
masing-masing pihak yang bersengketa
menetapkan hari dan tanggal
pelaksanaan acara perdamaian. Tempat acara perdamaian biasanya di rumah
keluarga atau rumah Puutobu.
Seperti halnya pada perkawinan, masalah sengketa tanah proses
penyelesaiannya tetap menggunakan kalo sara, sebab jika pada masyarakat tolaki
sedang berselisih/bersengketa tanah, lalu muncul pihak keluarga menampilkan
kalo sara, maka antara pihak yang berselisih/bersengketa saling maf-memaafkan
satu sama lain, karena bagi masyarakat tolaki kalo sara sangat identik dengan
perkataan “jangan, mohon maaf, ampun, engkau, dia dan aku, serta kita sekalian
adalah satu kesatuan, satu didalam tiga, dan tiga di dalam satu”. Menganiaya dia
berarti menganiaya diri sendiri, serta menganiaya aku serta kita sekalian. Dengan
tampilannya kalo sara dalam suasana demikian maka damailah keduannya.
Dari penjelasan tersebut diatas nampak bahwa fungsi kalo sara sebagai
juru damai benar-benar dipatuhi dan ditaati, karena bagi masyarakat tolaki selalu
menghindari sanksi adat yang ditimbulkan oleh kalo sara tersebut. Untuk itu
keberadaan kalo sara tetap dipertahankan oleh masyarakat tolaki, khususnya
masyarakat kelurahan potoro.
Seperti dalam peristiwa sengketa tanah di mana seseorang karena merasa
sangat malu akibat perlakuan yang tidak wajar oleh seseorang, khusus yang terjadi
dalam lingkungan masyarakat tolaki, maka reaksi keras yang ditunjukkan atau
protes keras yang diajukan adalah dengan menggunakan kalo sara sebagai media
komunikasi untuk menyampaikan pesan. Proses ini di mediasi oleh pihak ketiga
yang memanggil pihak yang menggugat dengan yang tergugat dalam suatu
pertemuan yang dihadiri selain pihak yang bersentuhan langsung dengan
persoalan juga unsur keluarga, tokoh adat, tokoh masyarakat dan pemerintah desa
untuk mencari solusi terbaik dari persoalan yang ada.
Kalo Sara adalah simbol tertinggi dalam masyarakat tolaki, sejak dahulu
hingga saat ini tetap digunakan oleh masyarakat tolaki, dahulu kalo sara
digunakan sebagai alat perdamaian dalam menyelesaikan selisih paham antara
kelompok masyarakat dalam soal politik, dan seiring perkembangan zaman oleh
para keturunan raja, kalo sara tidak hanya digunakan sebagai alat perdamaian
tetapi telah mengalami perluasan fungsi sebagai alat dalam upacara pelantikan
raja dan alat komunikasi antara raja dengan rakyat (abdurrauf: 1980).
Kemudian oleh tokoh masyarakat, kalo sara diperlakukan sebagai alat
komunikasi antara suatu golongan dengan golongan lain, antara satu keluarga
dengan keluarga lain dan individu dengan individu lainnya. Dalam wujud kalo
sara terdapat tiga komponen utama sebagai perangkatnya yaitu:
a. Lingkaran Rotan
Salah satu tumbuhan yang terkuat dan terlemah adalah rotan, segala
kebutuhan manusia dapat digunakan rotan sehingga rotan dijadikan bahan untuk
kekuatan adat. Rotan yang digunakan sebagai bahan kalo mempunyai arti khusus,
rotan dapat menolong manusia untuk menghilangkan dahaga karena rotan
mengandung air yang rasanya tawar. Digunakan rotan sebagai bahan kalo sara,
mempunyai makna pelambang, yakni memperingatkan kepada seseorang agar
didalam hidupnya selalu berguna, baik bagi kepentingan dirinya sendiri maupun
untuk kepentingan orang lain. Manusia harus hidup rukun dan bekerjasama
dengan orang lain, tolong menolong, terjalin suatu persekutuan hidup yang damai
dan tentram, terhindar dari perselisihan.
b. Kain Putih
Alas kalo sara dari sehelai kain berwarna putih segi empat sama sisi,
memiliki makna sebagai simbol kejujuran, kesucian, keadilan, ketulus ikhlasan
hati dan kebenaran.
c. Talam Anyaman
Alas bawah kalo sara, yang disebut juga “siwole” (talam anyaman) yaitu
wadah berbentuk segi empat yang terbuat dari anyaman daun palem hutan atau
daun pohon kelapa yang melambangkan unsur kesucian terhadap air dan sumber
mata angin sebagai lambang kehidupan kepada setiap manusia, memiliki simbol
sebagai pencerminan dari jiwa kerakyatan, keadilan sosial, dan kesejahteraan
umum bagi seluruh warga masyarakat tolaki. Wadah dimaksud adalah tanah
konawe (kerajaan konawe), negeri leluhur orang tolaki. Ia juga merupakan
simbolisasi dari rumah tangga itu sendiri, dimana manusia hidup dan berjuang.
Analisis Pembahasan
Proses penyelesaian masalah tersebut tentunya tidak terlepas dari
kehadiran dan keberadaan beberapa unsur tokoh masyarakat yakni putobu (orang
tua kampung), unsur pemerintah, dan dalam hal ini penggunaan kalo sara tntunya
tidak akan terlepas dari proses penyelesaian masalah.
Kalo merupakan salah satu benda suku Tolaki yang dijadikan simbol
tertinggi untuk menciptakan suasana harmonis antara dua pihak atau beberapa
pihak yang ingin berkomunikasi dalam suatu urusan. Makna simbol Kalo Sara
yang pertama, Bentuk kalo yang bulat melingkar melambangkan keastuan
kesatuan rohani dan jasmani dari unsur manusia yang utuh. Yang kedua, pilihan
rotan yang terdiri dari tiga jalur jalinan dengan satu ikatan simpul kedua ujung
dari rotan tersebut melambangkan keharusan untuk bersatu antara Tuhan dengan
unsur penguasa dunia atau pemerintah dengan unsure orang banyak/rakyat. Yang
ketiga, sehelai kain putih yang menjadi alas pertama dari kalo tersebut
melambangkan kesucian, ketentraman, kesejahteraan dan kemakmuran. Yang
keempat, talam persegi empat yang terbuat dari anyaman daun palam hutan
sebagai alas paling bawah dari kalo melambangkan unsure-unsur kesucian
terhadap air dan tempat sumber mata angin yang memberi kehidupan dan
kesegaran rohani serta jasmani kepada setiap manusia.
George Herbert Mead (1863- 1931) dalam (Mulyana, 2003) mengatakan
dalam
proses
komunikasi
dipenuhi
oleh
simbol-simbol
atau
tanda.
Interaksionisme simbolik sejatinya terdiri atas dua penggal kata, yaitu interaksi
dan simbolik. Untuk melanggengkan suatu kehidupan sosial, maka para pelaku
sosial harus menghayati simbol- simbol dengan arti yang sama. Simbol yang
seragam menjadi pendukung utama dalam proses berpikir, beraksi dan
berinteraksi dalam kehidupan masyarakat baik secara kelompok maupun individu.
Begitu juga dalam proses pemaknaan benda-benda yang digunakan dalam
penyelesaian sengketa tanah pada masyarakat tolaki. Sebuah simbol diciptakan
mengandung makna. Esensi dari interaksi simbolik itu sendiri merupakan suatu
aktivitas komunikasi yang menjadi ciri khas manusia dengan simbol yang
memiliki makna tertentu. Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan maknamakna yang ada pada sesuatu bagi mereka, makna tersebut disempurnakan di atas
proses interaksi social sedang berlangsung.
Peristiwa sengketa tanah dimana sesorang karena merasa sangat malu
akibat perlakuan yang tidak wajar oleh sesorang, khususnya yang terjadi dalam
lingkungan masyarakat Tolaki, maka reaksi keras yang ditunjukkan atau protes
keras diajukkan adalah dengan menggunakan kalo sara sebagai media komunikasi
untuk menyampaikan pesan. Penyelesaian sengketa tersebut dilakukan dengan
cara berinteraksi secara kelompok dan dihadirkan Kalo sebagai simbol adat
Tolaki.
KESIMPULAN
Komunikasi Simbolik Kalo Sara dalam Proses Penyelesaian Sengketa
Tanah pada Masyarakat Tolaki, penggunaan kalo sara ini sebagai pemersatu
terhadap orang yang sedang berselisi atau bertikai, tetapi dalam penyelesaian
sengketa tanah tidak semua dapat diselesaiakan oleh kalo sara.
dalam proses penyelesaian sengketa tanah pada masyarakat suku tolaki.
Kalo sara berfungsi sebagai juru damai dan sebagai media pemersatu dalam
penyelesaian sengketa tanah pada masyarakat tolaki. Di mana dalam Kalo Sara
mengandung beberapa makna simbol yaitu:
a. Bentuk kalo yang bulat melingkar melambangkan kesatuan rohani dan
jasmani dari manusia yang utuh.
b. Sehelai kain putih yang menjadi alas pertama dari kalo tersebut
melambangkan
kesucian,
ketentraman,
kesejahteraan
dan
kemakmuran.
c. Talam persegi empat yang terbuat dari anyaman daun palam hutan
sebagai alas paling bawah dari kalo melambangkan unsure-unsur
kesucian terhadap air dan tempat sumber mata angin yang memberi
kehidupan dan kesegaran rohani serta jasmani kepada setiap manusia.
DAFTAR PUSTAKA
SUMBER PUSTAKA
Brent D Ruben, dan Lea P. Stewart. 1998. Komunikasi Proses Dasar Kehidupan
Manusia Fungsi dasar komunikasi : Relasi
Effendy. 1993. Onong Uchjana, Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung: Remaja
Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta:Grasindo.Rosdakarya
Halliday, Ruqaiya. 1992. Bahasa, Konteks dan teks. Gadja Mada: University
Perss
Hartoko, Dick dan B. Rahmanto. 1998. Kamus Istilah Sastra. Yogyakarta:
Kanisius.
Herusatoto, Budiono. 2000. Simbolisme dalam Budaya Jawa. Yogyakarta:
Hanindita Graha Widia.
Kridalaksana, Harimurti. 2001.Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.
Masdar. 2004. Skripsi fungsi kalosara dalam pembinaan masyarakat tolaki.
Kendari
Mulyana, Deddy. 2003. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : Remaja
Rosdakarya
Moekijat. 2003. Manajemen Kepegawaian. Penerbit PT. Bumi Aksara. Jakarta.
Raho. Bernard.2007.Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.
Soekanto, soerjono. 2003. Sosiologi: suatu pengantar. Jakarta: Raja Grafindo
Persada
Soyomukti, nuraini., 2010. Pengantar ilmu komunikasi. Yogyakarta: Ar-Ruzz.
Tamburaka, Rustam. 2012. Peran Kalo Sebagai Media Komunikasi Simbolik.
Kendari
Tarimana, abdurrauf. 1980. Kebudayaan Tolaki, Balai Pustaka. Jakarta
_________________. 1985. Kalo sebagai Kebudayaan Tolaki (Disertasi). Jakarta:
Universitas Indonesia.
SUMBER ELEKTRONIK
https://id.wikipedia.org/wiki/Kalo_Sara (diakses tanggal 20 November 2015, pada
pukul 20:18 Wita)
http://tolaki-konawe-mekongga.blogspot.co.id/2013/10/makna-kalo-sara. (diakses
tanggal 8 desember 2015, pada pukul 14:35 wita)
http://earlywmzone.blogspot.co.id/2009/06/kalosara-simbol-adat-tolaki.
15 desember 2015, pada pukul 13:10 wita)
(diakses
Download