65 FREKUENSI GEN DAN KERAGAMAN GENETIK AYAM TOLAKI BERDASARKAN KARAKTER GENETIK EKSTERNALNYA Oleh:La Ode Nafiu1dan Muh.Rusdin1 ABSTRACT The obyektive of this research was to collect information relative to gene frequency, genetic diversity, similarity and interval of genetic of Tolaki chicken among research locations. The research was conducted from September to December 2011 in Sub District Anggaberi, Puriala and Sub District Unahaa of Konawe District for two months. Tolaki chicken used in this research was consisted of 41 cocks and 79 hens. Variables measured were feather color, shank color, and comb shape. Frequency of gene was calculated according to Nishida et al. (1980) and Stanfield (1983) formulas, whereas prediction of genetic diversity, similarity and interval of genetic was conducted according to Nei (1980) formula. Results showed those genes that had higher gene frequency were the following: gene i (0.985), gene e+ (0.686), gene b (0.798), gene S (0.507), gene id (0.556), and gene P (0.603). Genetic diversity of Tolaki chicken in Konawe District was still high enough.The higher of genetic diversity was found in Sub District Puriala (H=0.385), followed by Sub District Unahaa (H=0.384), and Sub District Anggaberi (H=0.358). External genetic characteristic with higher genetic diversity was occurred in feather (h=0.528). Genetic similarity of Tolaki chicken grown in Sub District Puriala and Sub District Unahaa was higher (I=0.892484) compared to genetic similarity of Tolaki chicken grown in Sub District Anggaberi and Sub District Unahaa (I=0.888006) and Sub District and Sub District Puriala (I=0.840369). In other word, genetic interval of Tolaki chicken grown in Sub District Puriala and Sub District Unahaa was nearer (D=0.049399) compared to genetic interval of Tolaki chicken grown in Sub District Anggaberi and Sub District Unahaa (D=0.051584) and Sub District Anggaberi and Sub District Puriala (D=0.075530). Key words: Gene frequency, external genetic, diversity, Tolaki chicken PENDAHULUAN Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki keanekargaman hayati (biodiversity) yang tinggi termasuk ayam piaraan. Berdasarkan hasil identifikasi perkembangbiakan ayam piaraan atau ayam lokal Indonesia, telah terdapat 27 jenis ayam lokal yang memiliki karakteristik penampilan yang khas (Nataamijaya dan Dwiyanto, 1994). Ayam lokal yang memiliki penampilan yang khas diantaranya adalah: ayam Nunukan, Bangkok, Pelung, Nagrak, Sentul, Merawang, Merawas, Kedu hitam/putih, Kokok Balenggek, Tukong, Kate dan ayam Berugo. Sedangkan ayam lokal yang belum jelas ciri-ciri khususnya antara lain: ayam Kampung, Sumatera, Yungkilok Gadang, Ratiah, Batu, Ciparage, Banten, Wareng, Bali dan ayam Tolaki (Ditjennak, 2002). Selain itu, Nataamijaya (2000) melaporkan bahwa ayam lokal Indonesia terdiriatas 31 galur yang memiliki keanekaragamanmorfologi yang berbeda. Keanekaragaman jenis ayam lokal Indonesia ini merupakan potensi sumberdayagenetikyangmestinya dikembangkan untuk mendukung pembentukan galur ayam Indonesia yang murni dan unggul, sehingga ketergantungan ayam impor untuk pemenuhan kebutuhan daging nasional secara perlahan dapat dikurangi. Secara umum karakter fenotipe dan genotipe ayam lokal Indonesia masih sangat beragam, sehingga masih perlu diseleksi. Mansjoer (2003) menyatakan bahwa beragamnya sifat ayam lokal Indonesia baik sifat kualitatif maupun kuantifatif menunjukkan masih tingginya heterozigositas (keragaman genetik) )Staf Pengajar Jurusan AGRIPLUS, Peternakan Fakultas Volume Peternakan 22 Nomor Universitas : 01Januari Haluoleo, 2012, Kendari ISSN 650854-0128 1 66 sifat-sifat yang dimiliki, sehingga ayam lokal belum dapat memiliki merek dagang di pasar nasional maupun global. Lebih lanjut disebutkan bahwa untuk mendukung pembentukan galur ayam Indonesia yang murni dan unggul, maka program identifikasi dan seleksi harus menjadi program utama di setiap daerah yang memiliki ayam lokal dengan ciri khusus maupun yang belum jelas ciri-ciri khususnya. Ayam Tolaki adalah salah satu jenis ayam lokal asli Indonesia yang berasal dari Sulawesi Tenggara. Ayam ini memiliki banyak manfaat, yakni selain sebagai sumber daging dan telur, ayam Tolaki merupakan salah satu syarat dalam upacara adat “Mosehe” untuk menyelesaikan konflik tertentu pada masyarakat suku Tolaki. Disamping itu, ayam Tolaki juga dikenal sebagai ayam sabungan oleh para penghobis di Sulawesi Tenggara (Nafiu et. al., 2009). Menyadari pentingnya peranan ayam Tolaki tersebut, maka perlu ada upaya pengembangan, perbaikan mutu genetik dan pelestarian sifat-sifat penting yang dimiliki ayam Tolaki. Namun demikian, informasi mengenai karakteristik ayam Tolaki belum banyak dilaporkan, baik karakter fenotipe maupun genotipenya, termasuk potensi produktivitas dan reproduktivitasnya. Dalam upaya pengembangan dan perbaikan mutu genetik ayam Tolaki terutama dalam menetapkan program seleksi, maka informasi sumberdaya genetik ayam Tolaki menjadi penting untuk digali. Oleh karena, itu telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan informasi frekuensi gen, keragaman genetik, kesamaan dan jarak genetik ayam Tolaki antar lokasi penelitian di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara melalui pengamatan karakter genetik ekternalnya.Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar acuan dalam upaya pengembangan, perbaikan mutu genetik dan pelestarian ayam Tolaki di Sulawesi Tenggara. MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan mulai September sampai Desember 2009 bertempat di Kecamatan Anggaberi, Puriala dan Unaaha Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposivesampling dengan ketentuan lokasi penelitian dominan memiliki populasi ayam Tolaki. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ayam Tolaki dewasa milik peternak di Kabupaten Konawe. Pengambilan sampel ayam Tolaki dilakukan secara acak pada setiap kecamatan lokasi penelitian.Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam Tolaki dewasa milik peternak sebanyak 120 ekor yang terdiri dari 41 ekor jantan dan 79 ekor betina. Jumlah ayam Tolaki jantan yang diamati masing-masing lokasi penelitian yakni 12 ekor di Kecamatan Anggaberi, 10 ekor di Kecamatan Puriala dan 19 ekor di Kecamatan Unaaha. Ayam Tolaki betina sebanyak 28 ekor di Kecamatan Anggaberi, 20 ekor di Kecamatan Puriala dan 31 ekor di Kecamatan Unaaha. Peralatan penelitian yang digunakan adalah alat tulis menulis dan kamera digital. Peubah yang diamati adalah karakteristik genetik eksternal meliputi: warna bulu, warna shank (cakar) dan bentuk jengger.Metode pengamatan masing-masing peubah dilakukan berdasarkan kriteria berikut (Rusdin, 2007): Warna bulu. (1)Individu ayam dengan warna bulu putih polos digolongkan pada fenotipe warna bulu putih, yang dikontrol oleh gen I, (2) Individu ayam dengan bulu berwarna digolongkan pada fenotipe bulu berwarna, dikontrol oleh gen i, (3) Individu ayam dengan warna bulu dasar hitam, digolongkan pada fienotipe pola bulu hitam, dikontrol oleh gen E, (4) Individu ayam dengan bulu seperti garis-garis memanjangdipunggungdigolongkan pada fenotipe pola bulu tipe liar, dikontrol oleh gen e+, (5) Individu ayam dengan bagian ujung ekor dan ujung sayap berwama hitam digolongkan pada fenotipe pola bulu tipe columbian, dikontrol oleh gen e, (6) Individu ayam dengan warna bulu hitam dengan variasi putih atau sebaliknya digolongkan pada fenotipe corak bulu lurik/barret, dikontrol oleh gen B, dan (7) Individu ayam dengan warna kerlip bulu keperakan dan keemasan masing-masing AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 01Januari 2012, ISSN 0854-0128 67 digolongkan pada fenotipe kerlip bulu keperakan dan keemasan, dikontrol oleh gen S dan s. Warna shank. (1) Individu ayam dengan cakar berwarna putih/kuning digolongkan pada fenotipe warna cakar berwarna putih/kuning, dikontrol oleh gen Id,dan (2) Individu ayam dengan cakar berwarna hitam/abu-abu digolongkan pada fenotipe warna cakar hitam/abu-abu dikontrol oleh gen id. Bentuk jengger. (1) Individu ayam dengan jengger rose digolongkan pada fenotip bentuk jengger rose, dikontrol oleh gen R, (2) Individu ayam dengan jengger kapri/ercis digolongkan pada fenotip bentuk jengger kapri, dikontrol oleh gen P, (3) Individu ayam dengan jengger walnut digolongkan pada fenotip bentuk jengger walnut, dikontrol oleh gen R dan P, (4) Individu ayam dengan jengger tunggal digolongkan pada fenotip bentuk jengger tunggal, dikontrol oleh gen r. Data hasil penelitian selanjutnya ditabulasiberdasarkan jenis kelamin ayam Tolaki dan lokasi penelitian. Analisis data dilakukan sebagai berikut: 1. Frekuensi gen dominan dan resesif autosomal dihitung dengan rumus Nishida et al. 1980), yaitu:q= 1- (R/N)1/2 dan p= 1- q Keterangan:q= frekuensi gen dominan autosomal, R= jumlah individu dengan ekspresi resesif (homozigot resesif), N= jumlah total individu. 2. Frekuensi gen dominan terkait kelamin dihitung berdasarkan rumus Nishida et al. (1980): š= 2Nā Nā šā + šā 2Nā + Nā 2Nā + Nā Keterangan:q= frekuensi gen dominan terkait kelamin, Nā= jumlah individu jantan total, qā= frekuensi gen dominan pada kelompok jantan, qā=frekuensi gen dominan pada kelompok betina. 3. Frekuensi gen alel ganda dihitung berdasarkan rumus Stanfield (1983): r = √r2; q= √q + r2 – r; p= 1 – q – r Keterangan:p= frekuensi gen alel I, q= frekuensi gen alel II dan r= frekuensi gen alel III. 4. Pendugaan nilai keragaman genetik dihitung berdasarkan angka heterozigositas (h) dan rataan heterozigositas (H) menurut Nei (1987).Nilai ini dihitung berdasarkan frekuensi alel di setiap lokus dengan rumus: Xi = [Xii / (∑Xij)] x 100%; h= 1 - (∑Xi2); H= 1 - (∑Xi2)/r Keterangan:Xi = frekuensi alel ke-i, Xii = jumlah alel ke-i, Xij = jumlah seluruh alel, r = jumlah lokus yang diamati. 5. Pendugaan kesamaan genetik (I) dan jarak genetik (D) dihitung dengan menggunakan rumus Nei (1987) sebagai berikut: I = [ ∑qij x qik / (∑ q2ij xq2ik )1/2 ] D = -Ln (I) Keterangan:qij = frekuensi gen pada lokus ke-i kelompok ayam ke-j, qik = frekuensi gen pada lokus ke-i kelompok ayam ke-k. HASIL DAN PEMBAHASAN Frekuensi Gen Frekuensi gen adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan proporsi dari semua lokus untuk pasangan gen atau rangkaian alel ganda dalam suatu populasi yang diduduki oleh satu gen tertentu. Informasi frekuensi gen ini penting kaitannya dengan upaya berbaikan mutu genetik ayam Tolaki, karena dalam pemuliaan ternak dengan berbagai prosedur yang ditempuh mempunyai tujuan merubah frekuensi gen ke arah yang diinginkan melalui seleksi, atau untuk mencapai frekuensi gen optimum melalui persilangan beberapa bentuk strain, galur, jenis atau spesies (Warwick et al., 1995). Frekuensi gen ayam Tolaki berdasarkan karakter genetik eksternalnya disajikan pada Tabel 1. Pada tabel tersebut menunjukkan bahwa gen atau alel yang mengontrol warna bulu ayam Tolaki terdiri atas gen I (putih) dan i (berwarna). Gen yang mengontrol pola bulu terdiri dari gen E (hitam), e+ (tipe liar) dan e (culombian). Gen yang mengontrol corak bulu adalah gen B (bar) dan b (non bar). Gen yang mengontrol kerlib bulu adalah gen S (perak) dan s (keemasan). Gen yang mengontrol warna shank adalah gen Id (putih/kuning) dan id (hitam/abu-abu). Sementara gen yang mengontrol bentuk jengger AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 01Januari 2012, ISSN 0854-0128 68 terdiri atas gen R (mawar), P (kapri) dan r (tunggal). Frekuensi gen pada masing-masing lokus yang mengontrol karakter genetik eksternal ayam Tolaki pada masing-masing lokasi penelitian cukup bervariasi. Namun demikian, secara umum gen-gen pengontrol karakter warna bulu, pola bulu, corak bulu, warna shank dan bentuk jengger ayam Tolaki di Kabupaten Konawe yang memiliki raatan frekuensi gen tertinggi masingmasing adalah gen i (0,985), e+ (0,686), S (0,507), b (0,798), id (0,556), P (0,603). Dengan demikian dapat diketahui bahwa populasi ayam Tolaki di Kabupaten Konawe didominasi oleh genotipe iie+-S-bbididP-. Genotipe ini memiliki fenotipe bulu berwarna, pola bulu tipe liar, kerlip bulu keperakan, corak bulu polos, warna shank hitam/abu-abu dan bentuk jengger kapri. Tabel 1. Frekuensi gen ayam Tolaki berdasarkan karakter genetik eksternalnya Karakter genetik eksternal Warna bulu Pola bulu Corak bulu Kerlip bulu Warna shank Bentuk jengger Fenotipe Alel Putih Berwarna Hitam Tipe liar Culombian Lurik Polos Perak Emas Kuning/putih Hitam/abu-abu Rose Kapri Tunggal I I E e+ E B B S S Id Id R P R KA 0,025 0,975 0,230 0,645 0,125 0,110 0,890 0,508 0,492 0,172 0,828 0,025 0,650 0,325 Frekuensi gen KP 0,000 1,000 0,274 0,593 0,133 0,250 0,750 0,375 0,625 0,450 0,550 0,033 0,800 0,167 KU 0,020 0,980 0,081 0,819 0,100 0,245 0,755 0,638 0,362 0,710 0,290 0,540 0,360 0,100 Rataan frekuensi gen 0,015 0,985 0,195 0,686 0,119 0,202 0,798 0,507 0.493 0,444 0,556 0,199 0,603 0,197 Keterangan: KA = Kecamatan Anggaberi, KP = Kecamatan Puriala, KU = Kecamatan Unaaha Berdasarkan dominasi frekuensi gen pengontrol karakter genetik eksnternalnya, maka genotipe ayam Tolaki agak berbeda dengan ayam lokal Indonesia lainnya seperti ayam kampung, ayam Nununukan dan ayam Pelung. Adanya perbedaan genenotipe ini maka fenotipe ketiga jenis ayam lokal tersebut juga berbeda. Ayam kampung didominasi oleh genotipe iiee-ssbbId-P dengan frekuensigen masing-masingi (0,950), e (0,452), s (0,984), b (0,972), Id (0,563), dan P (0,621) dengan fenotipe bulu berwarna, pola bulu columbian, kerlip bulu emas, corak bulu polos, warna shank kunig/putih dan bentuk jengger kapri (Mansjoer, 1985). Sementara itu, ayam Nunukan didominasi oleh genotipe iieessbbIdIdpp dengan frekuensi gen masingmasing i (1,000), e (1,000), s (1,000), b (0,964), Id (1,000), p (0,836) dengan fenotipe bulu berwarna, pola bulu columbian, kerlip bulu emas, corak bulu polos, warna shank kunig/putih dan bentuk jengger kapri (Sartika et al., 2006). Sedangkan ayam Pelung didominasi oleh genotipe iiE-ssB-ididpp dengan frekuensi gen masing-masing i (0,997), E (0,446), s (0,580), b (0,820), id (0,841), p (1,000) dengan fenotipe bulu berwarna, pola bulu hitam, kerlip bulu emas, corak bulu lurik, warnashank hitam/abuabu dan bentuk jengger tunggal (Rusdin, 2007). Keragaman Genetik Ayam lokal Indonesia umumnya memiliki keragaman genetik yang masih cukup tinggi sehingga fenotipenya pun masih beragam. Keragaman genetik dalam suatu populasi AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 01Januari 2012, ISSN 0854-0128 69 ditentukan oleh lokus-lokus yang mempunyai angka heterozigositas tinggi. Semakin tinggi angka heterozigositas suatu sifat, semakin tinggi pula keragaman genetik sifat tersebut (Sartika et al., 1997; Rusdin, 2007).Angka heterozigositas ayam Tolaki berdasarkan karakter genetik eksternalnya disajikan pada Tabel 2. Tabel 2.Angka heterozigositas ayam Tolaki berdasarkan karakter genetik eksternalnya Warna bulu Pola bulu Corak bulu Kerlip bulu Warna shank Bentuk jengger Angka Heterozigositas (h) KA KP KU 0,095 0,000 0,077 0,586 0,604 0,393 0,320 0,391 0,461 0,255 0,491 0,403 0,420 0,491 0,403 0,471 0,331 0,569 Rataan Heterozigositas (H) 0,358 Karakter genetik eksternal 0,385 Rataan Heterozigositas (h) 0,057 0,528 0,391 0,383 0,438 0,457 0,384 0,376 Keterangan: KA = Kecamatan Anggaberi, KP = Kecamatan Puriala, KU = Kecamatan Unaaha Hasil penelitian pada Tabel 2 menunjukkan bahwa keragaman genetik ayam Tolaki di Kabupaten Konawe masih cukup tinggi dengan rataan angka heterozigositas sebesar 0,376. Keragaman genetik tertinggi berdasarkan lokasi penelitian ditemukan di Kecamatan Puriala (H=0,385) disusul Unaaha (H=0,384) dan Anggaberi (H=0,358). Dari semua karakter genetik eksternal ayam Tolaki yang diamati, keragaman genetik tertinggi ditemukan pada sifat pola bulu dengan rata-rata angka heterozigositas (h) sebesar 0,528, disusul bentuk jengger 0,457, warna shank 0,438, corak bulu 0,391, kerlib bulu 0,383 dan yang terendah adalah warna bulu sebesar 0,057. Keragaman genetik ayam Tolaki dalam penelitian ini lebih tinggi dibandingkan keragaman genetik ayam Pelung di Kabupaten Cianjur yang dilaporkan (Rusdin, 2007) yakni dengan rataan heterozigositas (H) berkisar 0.260 - 0.291. Dari segi daya tahan dan adaptasi terhadap lingkungan, keragaman gentik yang dimiliki ayam Tolaki bernilai positif, namun untuk mendapatkan keseragaman sifat yang menjadi dasar dalam pembentukan galur murni dan unggul maka perlu dilakukan perbaikan genetic melalui seleksi. Masih tingginya keragaman genetik ayam Tolaki dalam penelitian ini member petunuk bahwa belum adanya upaya perbaikan genetik melalui seleksi terhadap ayam Tolaki. Hal ini sesuai pendapat Suprijatna et. al., (2005) bahwa ayam lokal Indonesia yang dipelihara oleh sebagian besar masyarakat di pedesaan masih alami dan belum banyak mengalami perbaikan genetik. Selama ini seleksi ayam Tolaki terjadi secara alamiah karena sistem pemeliharaannya masih dilakukan secara ekstensif/tradisional dengan sistem perkawinan yang tidak terkontrol, sehingga percampuran genetik dengan ayamayam jenis lain memalui perkawinan silang tidak dapat dihindari. Selain itu, populasi ayam lokal Indonesia telah menerima aliran gen dari bangsa ayam asing yang pernah didatangkan ke Indonesia puluhan tahun yang lalu, seperti Rhode Islan Red (SR) , White Leghorn (WL) dan BarredPlymouth Rock (BR). Aliran gen bangsa asing tersebut berasal dari Eropa dan Amerika (Nishida et al. 1980). Sementara itu, perkawinan silang (cross breeding) akan menyebabkan peningkatan heterozigositas dan menurunkan homozigositas, sehingga tidak mengherankan jika ayam Tolaki belum termasuk sebagai ayam lokal Indonesia yang memiliki ciri-ciri khusus secara tegas (Warwick et al., 1995; Ditjennak, 2002). Akibat keragaman genetik yang masih tinggi maka AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 01Januari 2012, ISSN 0854-0128 70 fenotipe ayam Tolaki masih sulit dibedakan dengan ayam kampung atau ayam lokal jenis lain yang belum memiliki ciri-ciri khusus. Hasil penelitian ini mempertegas bahwa ayam Tolaki di Sulawesi Tenggara pada umumnya belum memiliki standarisasi fenotipe dan genotipe yang terarah sebagaimana jenis ayam lokal lain di Indonesia yang sudah memiliki ciri-ciri khusus yang tegas, seperti ayam Kedu di Jawa Tengah, ayam Nunukan di Kalimatan Timur dan ayam Pelung di Jawa Barat. Namun demikian, keragaman genetik yang tinggi pada populasi ayam Tolaki merupakan modal dasar dalam melakukan seleksi guna mendapatkan ayam Tolaki yang murni dan unggul karena dengan kergaman genetik yang tinggi akan meningkatkan respon dan efektifitas seleksi. Oleh karena itu perlu ada upaya seleksi terhadap ayam Tolaki yang diarahkan pada karakter yang diinginkan dan lebih spesifik. Kesamaan dan Jarak Genetik Kesamaan genetik (I) erat kaitannya dengan jarak genetik (D). Semakin besar kesamaan genetik antar populasi, semakin dekat pula jarak genetiknya yang berarti hubungan kekerabatannya semakin dekat. Sebaliknya semakin kecil kesamaan genetiknya semakin jauh pula jarak genetiknya (Rusdin, 2007). Kesamaan dan jarak genetik ayam Tolaki antar lokasi penelitian di Kabupaten Konawe disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Kesamaan (I) dan jarak genetik (D) ayam Tolaki antar lokasi penelitian I D Kec. Anggaberi Kec. Anggaberi Kec. Puriala 0.075530 Kec. Unaaha 0.051584 Kec. Puriala Kec. Unaaha 0.840369 0.888006 0.892484 0.049339 Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa nilai kesamaan genetik (I) ayam Tolaki di Kecamatan Puriala dengan Unaaha (0,892484) lebih besar daripada antar Kecamatan Anggaberi dan Unaaha (0,888006) dan antar Kecamatan Anggaberi dan Puriala (0,840369). Sehubungan dengan nilai kesamaan genetik tersebut, maka jarak genetik antar ayam Tolaki di Kecamatan Puriala dan Unaaha lebih dekat (0,049399) daripada antar Kecamatan Anggaberi dan Unaaha (0,051584), dan antar Anggaberi dan Puriala (0,075530). Kesamaan dan jarak genetik antar populasi ayam Tolaki dalam penelitian ini agak berbeda bila dibandingkan dengan kesamaan dan jarak genetik antar populasi ayam Pelung di Kabupaten Cinajur. Kesamaan genetik ayam Tolaki antar Kecamatan di Kabupaten Konawe berkisar 0,840369 – 0,892484, lebih rendah dibanding kesamaan genetik antar ayam Pelung pada tiga Kecamatan di Kabupaten Cianjur yakni berkisar 0,98727 - 0,99412 (Rusdin, 2007). Sementara itu, jarak genetik ayam Tolaki antar Kecamatan di Kabupaten Konawe berkisar 0,049399 – 0,075530, lebih jauh dibanding jarak genetik ayam Pelung antar Kecamatan di Kabupaten Cianjur yang hanya berkisar 0,00256 – 0,00556 (Rusdin, 2007). Adanya perbedaan kesamaan dan jarak genetik antar populasi pada kedua jenis ayam lokal ini tidak terlepas dari adanya perbedaan keragaman genetiknya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keragaman genetik ayam Tolaki lebih tinggi daripada ayam Pelung. Hubungan kekerabatan antar ayam Tolaki di ketiga lokasi penelitian, lebih jauh pula dibandingkan hubungan kekerabatan antar ayam Pelung dengan ayam Kampung dengan jarak genetik sebesar 0,0107, maupun jarak genetik antar ayam Pelung dengan ayam Kedu yaitu sebesar 0,0140 (Darwati, 1995). Hasil penelitian ini memberi petunjuk bahwa pengelolaan sumberdaya genetik ayam Tolaki belum mendapat perhatian khusus, termasuk sistem pemeliharaan dan manajemen perkawinannya. Oleh karena itu, dalam upaya pelestarian dan pengembangan ayam Tolaki di Sulawesi Tenggara perlu ada sistem pengelolaan sumberdaya genetik yang terarah melalui program seleksi dan perbaikan manajemen pemeliharaan serta sistem perkawinan. Dendogram AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 01Januari 2012, ISSN 0854-0128 71 Dendogram adalah suatu format sederhana untuk menggambarkan jarak genetik antar populasi yang ditampilkan dalam bentuk diagram pohon (Nei, 1987). Pada Gambar 1 menyajikan dendogram jarak genetik ayam Tolaki di lokasi penelitian. Dendogram jarak genetik pada Gambar 1 menunjukkan bahwa ayam Tolaki di Kecamatan Puriala dan Unaaha berada pada satu kalster. Dekatnya hubungan kekerabatan antar ayam Tolaki di Kecamatan Puriala dan Unaaha dimungkinkan adanya beberapa sifat-sifat kualitatif atau karakter genetik eksternal yang hampir sama. Hal ini dapat dilihat dari sifat warna bulu, warna shank dan bentuk jengger. Sementara ayam Tolaki di Kecamatan Anggaberi memiliki hubungan kekerabatan yang lebih jauh dengan ayam Tolaki di Kecamatan Puriala dan Unaaha. Puriala Unaaha Anggaberi 0.08 0.07 0.06 0.05 0.04 0.03 0.02 0.01 Gambar 1. Dendogram jarak genetik ayam Tolaki antar lokasi penelitian Kesamaan dan jarak genetik ayam Tolaki antar lokasi penelitian dapat dipengaruhi oleh jarak geografis atau jarak tempuh antar lokasi penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ayam Tolaki di Kecamatan Unaaha dengan Puriala, maupun antar Kecamatan Unaaha dengan Anggaberi lebih dekat jarak genetiknya bila dibandingkan antar ayam Tolaki di Kecamatan Puriala dan Anggaberi yang secara geografis jarak tempuhnya lebih jauh. Dekatnya jarak geografis antar Kecamatan Unaaha dan Anggaberi maupun antar Kecamatan Unaaha dan Puriala dapat mempermudah aksesbilitas yang mendukung terjadinya perkawinan ayam Tolaki antar Kecamatan tersebut. Aliran gen yang masuk maupun yang keluar dari Kecamatan Unaaha-Anggaberi dan Kecamatan Unaaha- Puriala dapat menjadi penyebab hubungan kekerabatan ayam Tolaki antar Kecamatan tersebut menjadi lebih dekat. Berdasarkan nilai kesamaan dan jarak genetik ayam Tolaki antar lokasi penelitian, maka perkawinan antar ayam Tolaki di Kecamatan Anggaberi dan Puriala akan memberikan peluang efek heterosis (hybred vygor) yang lebih tinggi, karena memiliki hubungan kekerabatannya lebih jauh daripada antar Kecamatan Unaaha dan Anggaberi maupun antar Kecamatan Unaaha dan Puriala. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Gen-gen pengontrol karakter warna bulu, pola bulu, corak bulu, warna shank dan bentuk jengger ayam Tolaki di Kabupaten Konawe yang memiliki raatan frekuensi gen tertinggi masing-masing adalah gen i (0,985), e+ (0,686), S (0,507), b (0,798), id (0,556), P (0,603) atau dengan genotipe iie+-S-bbididP-.(2) Keragaman genetik ayam Tolaki di Kabupaten Konawe masih cukup tinggi dengan rataan angka heterozigositas H = 0,376 dan yang tertinggi terdapat pada karakter pola warna bulu dengan rataan angka heterozigositas h = 0,528. (3) Kesamaan genetik (I) antar ayam Tolaki di Kecamatan Puriala dan Unaaha (0,892484) lebih besar daripada antar Kecamatan Anggaberi dan Unaaha (0,888006) maupun antara Kecamatan Anggaberi dan Puriala (0,840369). DAFTAR PUSTAKA Darwati S. 1995. Studi fenotipik ayam kampung, pelung dan kedu serta respon terhadap vaksin tetelo.Tesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Dirjennak [Direktorat Jenderal Peternakan] 2002. The State of Managemen of Animal Genetic Resources in Indonesia. Direktorat Perbibitan Ternak Departemen Pertanian, Jakarta. AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 01Januari 2012, ISSN 0854-0128 72 Mansjoer SS. 1985. Pengkajian sifat-sifat produksi ayam Kampung serta persilangannya dengan ayam Rhode Island Red. Desertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mansjoer SS. 2003. Potensi ayam buras di Indonesia. Makalah semiloka pengkajian pengembangan produksi bibit ayarn buras dan itik. Cisarua- Bogor, Tanggal 11 - 12 Desember 2003. Nafiu, LD., T. Saili, M. Rusdin, A.S. Aku dan Y. Taufik. 2009. Pelestarian dan pengembangan ayam Tolaki sebagai plasma nutfah asli Sulawesi Tenggara. Bahan Laporan Hibah Penelitian Strategis Nasional. Universitas Haluoleo. Unpublished, Kendari. Nataamidjaja A.G. dan K. Dwiyanto, 1994. Konservasi ayam Buras langka. Procceding, Koleksi dan karakterisasi plasma nutfah pertanian, Bogor. Nataamijaya, A.G. 2000. The native of chicken of Indonesia. Buletin Plasma Nutfah 6 (1). Balitbang Pertanian, Departemen Pertanian. Jakarta. Nei M. 1987. Molekuler Evolutionary Genetics. Colombia University Press, New York. Nishida TK. Nozawa, K. Kondo, SS. Mansjoer, H. Martojo. 1980. Morfological and Genetik Studies on the Indonesian Native Fowl, dalam: The Origin and Phylogeny of Indonesian Native Livestock. I : 47-70 Rusdin, M. 2007. Analisis fenotipe, genotipe dan suara ayam Pelung di Kabupaten Cianjur. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sartika T., RH. Mulyono, SS. Mansjoer, T. Purwadaria and B. Gunawan 1997. Determination of genetic distance of local chicken based on protein polymorphism. Proc. Nat. Conf. Animal Science and Veteriner, CRIAS, Indonesia, p. 479-486. Sartika T, S. Sulandari, MSA Zein dan S Paryanti. 2006. Ayam Nunukan: Karaktek Genetik, Fenotipe dan Pemanfatannya. Wartazoa. Buletin Ilmu Peternakan Indonesia. Puslitbangnak Balitbang Pertanian, Departemen Pertanian. 16 (4): 216-222. Stanfield WD. 1983. Schaum's Outline of Theory and Problems of Genetics. Mc.Graw-Hill, Inc. New York. Suprijatna E., U. Atmomarsono dan R. Kartasudjana. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas.Penebar Swadaya, Jakarta. Warwick, E.J., M. Astuti dan W Harjosubroto. 1995. Pemuliaan Ternak. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 01Januari 2012, ISSN 0854-0128