2. Faktor Yang Mempengaruhi Pembelajaran

advertisement
13
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Pendidikan Agama Islam
1. Definisi Pendidikan Agama Islam
Sama halnya dengan pendidikan umum, banyak sekali definisi
pendidikan Islam yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan Islam.
Berikut di antaranya :
a.
Menurut Abdul Malik Bahri (Alm).
Pendidikan Islam adalah (Tarbiyah, Ta’lim, Ta’dib) dalam hal
memelihara dan mendidik serta memberikan pelajaran kepada peserta
didik. Perbedaannya hanya terletak aksetuansi aspek-aspek saja. Yaitu
pada “Tarbiyah” menekankan pada aspek pembimbingan pada anak.
“Ta’lim” menekankan pada aspek penyampaian ilmu pengetahuan yang
benar kepada anak, “Ta’dib” pada aspek pengguna ilmu yang benar
tersebut pada diri seseorang agar menimbulkan perbuatan dan tingkah
laku yang baik.1
b. Menurut Ahmad Marimba
Pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani rohani
berdasarkan agama Islam menuju terbentuknya kepribadian yang utama
menurut ukuran-ukuran Islam. Kepribadian yang utama ini disebut
kepribadian muslim ialah kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama
Islam dan bertanggungjawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.2
c. Menurut Mustofa Al Ghulayani
Pendidikan Islam adalah menanamkan akhlak yang mulia di
dalam jiwa anak dalam masa pertumbuhan dan menyiraminya dengan
air petunjuk dan nasehat sehingga akhlak itu menjadi salah satu
1
Abdul Malik Bahri, Filsafat Pendidikan Islam. (IAIN Sunan Ampel Tulungagung,
1992), hal. 47
2
Ahmad Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung, 1962), hal. 15
13
14
kemampuan (meresap dalam) jiwanya, kemudian buahnya berwujud
keutamaan, kebaikan dan cinta bekerja untuk kemanfaatan tanah air.3
d. Menurut M. Arifin
Pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang dapat
memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya
sesuai dengan cita-cita Islam, karena nilai-nilai Islam telah mewarnai
dan menjiwai corak kepribadiannya. Dengan sendirinya pendidikan
Islam merupakan sistem yang mencakup seluruh kebutuhan yang
dibutuhkan oleh hamba Allah.4
Dari uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa para ahli
pendidikan Islam berbeda pendapat mengenai rumusan pendidikan Islam.
Ada yang menitikberatkan pada segi pembentukan akhlak dan ada pula yang
menuntut pendidikan teori dan praktek. Sebagian lagi menghendaki
terwujudnya kepribadian muslim dan lain-lain. Secara rinci, penulis dapat
mengemukakan bahwa pendidikan Islam adalah:
1) Segala usaha bimbingan terhadap perkembangan jasmani dan rohani
peserta didik menuju terbinanya kepribadian sesuai dengan nilai-nilai
Islam.
2) Segala usaha untuk mengungkapkan dan mengubah tingkah laku
(kognitif,
afektif dan
psikomotorik) individu
untuk
mencapai
pertumbuhan kepribadian muslim melalui proses pendidikan, kejiwaan,
latihan, akal pikiran dalam seluruh aspek kehidupan manusia.
3) Bimbingan secara sadar dan terus menerus kepada individu sesuai
dengan kemampuan dasar sehingga mampu memahami, menghayati
3
Nur Uhbiyah, Ilmu Pendidikan Islam. (Bandung: Pustaka Setia, 1997), hal. 10
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tujuan Teoritis dan Praktis Berdasarkan
Pendekatan Interdisipliner. (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), hal. 10
4
15
dan mengamalkan ajaran agama Islam secara utuh dan benar, meliputi
aqidah (keimanan), syari’at (ibadah, mu’amalah), dan akhlak (budi
pekerti).
2. Dasar Pendidikan Agama Islam
Agar pendidikan Islam tegak berdiri dan tidak mudah terombang
ambingkan
oleh
pengaruh
luar
yang
mau
merobohkan
atau
mempengaruhinya, maka pendidikan Islam memiliki dasar atau landasan
pijak agar kokoh berdiri.
Lebih rinci, Nur Uhbiyah menjelaskan bahwa “secara garis besar
pendidikan Islam memiliki tiga dasar yaitu Al-Qur’an, Al-Hadits, dan
perundang-undangan yang berlaku di negara kita”.5
a.
Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah sumber kebenaran dalam Islam yang tidak
diragukan lagi. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqoroh ayat
2, yang berbunyi :
      
 
Artinya : “Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya petunjuk
bagi mereka yang bertaqwa” (QS. Al-Baqoroh : 2)6
b. Al-Hadits
Rasulullah adalah juru didik atau pendidik, dan beliau sangat
mementingkan adanya pendidikan dan pengajaran.
5
6
Nur Uhbiyah, Ilmu Pendidikan ... hal. 19
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya. (Semarang: Toha Putra, 1998), hal. 8
16
Rasulullah bersabda :
َ
‫علَى ُك ِل ُم ْس ِل ٍم وَ ُم ْس ِل َم ٍة‬
ُ َ‫طََ َََََََ َََ ََََ َََ ل‬
َ ٌ ‫ضة‬
َ ‫ب ْال ِع ْل ِم فَر ْي‬
Artinya : “Menuntut ilmu pengetahuan itu adalah kewajiban bagi setiap
muslim pria dan wanita”(H.R.Ibnu Bar).
c. Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia
Pada UUD 1945 pasal 29 ayat 1 berbunyi: Negara berdasarkan
atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Ayat 2 berbunyi: Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masingmasing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.7
Pasal ini memberikan jaminan kepada warga Negara RI untuk
memeluk agama dan beribadat sesuai dengan agama yang dipeluknya
bahkan mengadakan kegiatan yang menunjang ibadat. Dengan demikian
pendidikan Islam yang searah dengan bentuk ibadat yang diyakini di
ijinkan dan dijamin oleh Negara.
Pada GBHN tahun 1999, pada bab IV tentang arah dan
kebijakan pendidikan “agama” item 2 yang berbunyi.8
Meningkatkan
kualitas
pendidikan
agama
melalui
penyempurnaan sistem pendidikan agama sehingga lebih terpadu dan
integral dengan sistem pendidikan nasional, dengan di dukung oleh
sarana dan prasarana yang memadai.
Memperhatikan GBHN tahun 1999 tersebut diatas bahwa
pendidikan agama Islam telah mengalami penyempurnaan sehingga bisa
7
8
UUD 1945 dan perubahannya. (Jakarta: Penabur Ilmu, 2004), hal. 86
GBHN, Ketetapan RI No IV tahun 1999. (Jakarta: Penabur Ilmu, 2004), hal. 30
17
terpadu dengan sistem pendidikan nasional yang tentunya sebagai salah
satu cara untuk merealisasikan cita-cita bangsa.
3. Fungsi Pendidikan Agama Islam
Fungsi Pendidikan menurut Samsul Nizar adalah menyediakan
fasilitas yang dapat memungkinkan tugas pendidikan dapat berjalan dengan
lancar.
Bila dilihat secara operasional, fungsi pendidikan dapat dilihat dari
dua bentuk yaitu :9
Pertama, alat untuk memelihara, memperluas dan menghubungkan
tingkat-tingkat kebudayaan, nilai-nilai tradisi dan sosial serta ide dan
masyarakat dan nasional.
Kedua, alat untuk mengadakan perubahan inovasi dan perkembangan.
Pada garis besarnya, upaya ini dilakukan melalui potensi ilmu
pengetahuan dan skill yang dimiliki, serta melatih tenaga-tenaga manusia
(peserta didik) yang produktif dalam menemukan perimbangan perubahan
sosial dan ekonomi yang demikian dinamis.
Fungsi pendidikan Islam menurut Ramayulis antara lain 10 :
1. Pengembangan, yaitu peningkatan keimanan dan ketaqwaan peserta didik
kepada Allah SWT yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga.
Pada dasarnya dan pertama–pertama kewajiban menanamkan keimanan
dan ketaqwaan dilakukan oleh setiap keluarga. Sekolah berfungsi untuk
menumbuh kembangkan lebih lanjut dalam diri anak melalui bimbingan,
pengajaran, dan pelatihan agar keimanan dan ketaqwaan tersebut dapat
berkembang secara optimal sesuai dengan tingkat perkembangannya.
9
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam. (Jakarta; Ciputat Press, 2002), hal. 34
Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam. (Jakarta : Kalam Mulia, 2001), hal.
10
102
18
2. Penyaluran yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat
khusus di bidang agama agar bakat tersebut dapat berkembang secara
optimal sehingga dapat dimanfaatkan bagi orang lain.
3. Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurangankekurangan dan kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan,
pemahaman dan pengamalan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.
4. Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari lingkungannya
dan menghambat perkembangannya menuju manusia Indonesia
seutuhnya.
5. Penyesuaian yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, baik
lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan dapat mengubah
lingkungannya sesuai dengan ajaran Islam.
6. Sumber nilai yaitu memberikan pedoman hidup untuk mencapai
kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Melihat pendapat di atas menurut penulis, fungsi pendidikan yaitu:
Pertama, dapat menumbuh kembangkan potensi peserta didik ketingkat
normatif yang lebih baik. Kedua, dapat melestarikan ajaran Islam. Ketiga,
dapat melestarikan kebudayaan dan peradaban Islam. Keempat, dapat
memahami ajaran Islam dengan baik serta dapat mengamalkannya sesuai
dengan ajaran Islam.
4.
Tujuan Pendidikan Agama Islam
Bila Pendidikan itu dipandang sebagai suatu proses, maka proses
tersebut akan berakhir dengan pencapaian tujuan akhir pendidikan. Tujuan
yang hendak dicapai oleh pendidikan
pada hakekatnya adalah suatu
perwujudan dari nilai-nilai ideal yang dibentuk dalam pribadi manusia yang
19
diinginkan. Dan nilai-nilai inilah yang mempengaruhi pola kepribadian
manusia sehingga menggejala dalam tingkah laku.
Dalam pendidikan Islam tentang nilai-nilai ideal itu adalah
bercorak Islam yang tercermin dalam perilaku lahiriyah yang berasal dari
jiwa manusia sebagai produk dari proses pendidikan. Jadi pendidikan agama
Islam pada hakekatnya mengandung nilai perilaku manusia yang didasari
dan dijiwai oleh iman dan taqwa kepada Allah SWT.
Untuk memberi gambaran yang jelas tentang tujuan pendidikan
Islam, maka berikut ini akan penulis kemukakan pendapat beberapa ahli
mengenai tujuan pendidikan agama Islam.
a. Menurut Ahmad Marimba
Tujuan akhir pendidikan Islam adalah terbentuknya kepribadian
muslim. Sementara untuk mencapai tujuan tersebut harus melewati
tujuan awal tadi yaitu kedewasaan jasmani dan rohani.11
b. Menurut Jalaludin
Tujuan pendidikan Islam yang sejalan dengan tujuan misi Islam
itu sendiri, yaitu mempertinggi nilai-nilai akhlak, hingga mencapai
tingkat akhlak al karimah. Dan tujuan tersebut sama dan sebangun
dengan target yang terkandung dalam tugas kenabian yang diemban oleh
Rasulullah SAW, yang tertuang dalam pernyataan beliau: Sesungguhnya
aku diutus untuk membimbing manusia mencapai akhlak yang mulia.
Faktor kemuliaan akhlak dalam pendidikan Islam dinilai sebagai faktor
kunci dalam menentukan keberhasilan pendidikan, yang menurut
pandangan Islam berfungsi menyiapkan manusia-manusia yang mampu
menata kehidupan yang sejahtera di dunia dan di akhirat.12
11
Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam. (Bandung: Remaja Rosdakarya
Bandung, 1995), hal. 23
12
Jalaludin, Filsafat Pendidikan Islam Konsep dan Perkembangan Pemikirannya.
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, tt), hal. 38
20
c. Menurut Samsul Nizar
Tujuan pendidikan Islam adalah mempersiapkan kehidupan
dunia dan akhirat. Sementara tujuan akhir yang akan dicapai adalah
mengembangkan fitrah peserta didik, baik ruh, fisik, kemauan akalnya
secara dinamis, sehingga akan terbentuk pribadi yang utuh dan
mengandung pelaksanaan fungsinya sebagai Kholifah fil Ardh.13
Tujuan pendidikan agama Islam adalah sebuah proses yang
dilakukan untuk menciptakan manusia-manusia seutuhnya, beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan serta mampu mewujudkan eksistensinya sebagai
kholifah Allah dimuka bumi, yang berdasarkan kepada ajaran Al Quran dan
As Sunnah, maka tujuan dalam konteks ini berarti terciptanya insanul kamil
setelah proses pendidikan Islam berakhir.14
Dari beberapa pendapat di atas bahwa tujuan pendidikan Islam
adalah dapat memahami ajaran-ajaran agama Islam secara sederhana dan
bersifat menyeluruh, sehingga dapat digunakan sebagai pedoman hidup dan
amalan perbuatannya, baik dalam hubungannya dengan Allah, masyarakat,
alam sekitarnya serta membentuk pribadi yang berakhlak mulia sesuai
dengan ajaran agama Islam.
5. Metodologi Pendidikan Agama Islam
Pemilihan dan penggunaan metode pendidikan agama sangat
bergantung pada sifat pesan yang disampaikan, tingkat perkembangan jiwa
13
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan..., hal. 36
Armai Arif, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. (Jakarta: Ciputat
Press, 2002), hal. 16
14
21
siswa, potensi sumber-sumber belajar, sosio budaya yang berada di sekitar
sekolah dan kreasi guru.
Sedang langkah-langkah untuk menentukan metode pendidikan
agama ditentukan oleh bahan pendidikan agama, dengan berorientasi pada
Tujuan Pembelajaran Umum (TPU), dan selanjutnya pada Tujuan
Pembelajaran Khusus (TPK) dalam kurikulum. Dari TPK, selanjutnya guru
berorientasi kepada pokok bahasan dan selanjutnya dijabarkan pada sub
pokok bahasan dari kurikulum pendidikan agama.
Dalam pelaksanaannya hendaknya guru agama memahami secara
cermat dan seksama tentang garis besar, dan deskripsi singkat tentang Garis
Besar Progaram Pengajaran (GBPP) dalam bidang studi pendidikan agama
Islam.
Metode-metode pendidikan agama antara lain :
a. Metode Ceramah
Metode ceramah atau metode khotbah, yang oleh sebagian para
ahli metode ini disebut “one man show method” adalah suatu cara
penyampaian bahan pelajaran secara lisan oleh guru didepan kelas atau
kelompok.15 Maka peranan guru dan murid berbeda secara jelas, yakni
bahwa guru, terutama dalam penuturan dan penerangannya secara aktif,
sedangkan murid mendengarkan dan mengikuti secara cermat serta
membuat catatan tentang pokok masalah yang diterangkan oleh guru.
Dalam bentuk yang lebih maju, untuk penjelasan uraian guru dapat
15
Achmad Fathoni, Metodologi Pendidikan Agama Islam. (Jakarta: PT Bina Ilmu,
2004), hal. 107
22
menggunakan metode ini dengan memakai alat-alat pembantu seperti :
gambar-gambar, peta, film dan lain sebagainya.
Metode ceramah sebagai metode mengajar yang paling tua
umurnya dan paling banyak digunakan di sekolah-sekolah dapat
dipandang sebagai cara yang paling mengena bagi usaha untuk
penyampaian informasi, oleh karena itu memiliki keistimewaankeistimewaan sebagai berikut :
1.
Biayanya murah
2.
Dapat menyajikan bahan pelajaran kepada sejumlah besar
siswa dalam waktu yang sama.
3.
Mudah mengulang kembali jika diperlukan
4. Ceramah atau uraian guru yang dibawakan dengan baik dapat
menjadikan pokok pembicaraan menjadi menarik.
5. Metode ceramah, memberikan kesempatan pengalaman kepada muridmurid untuk belajar mendengar suatu uraian secara lisan.
6. Metode ceramah, dapat memberikan kesempatan pada murid-murid
untuk memperoleh latihan mendengarkan dan membuat catatancatatan singkat.
7. Bahan ceramah yang disiapkan dengan baik dan disajikan secara
sistematis dapat menghemat waktu belajar bagi peserta didik.
Kita sadar bahwa tidak ada satu metode yang sempurna. Semua
metode mengajar memiliki kebaikan dan kelemahan. Oleh sebab itu, jika
23
guru akan menggunakan metode ceramah, maka harus memperhatikan
hal-hal dibawah ini :
1. Bahan pelajaran harus disesuaikan dengan taraf perkembangan
psikologis peserta didik.
2. Hendaknya guru dapat menyesuaikan tingkat bahasa yang digunakan
dengan taraf kecerdasan murid.
3. Gaya bahasa supaya diperhatikan, baik berupa ucapan, tempo, melodi,
ritme maupun dinamikanya.
4. Menampakkan wajah yang berseri-seri serta mimik yang ramah dan
menarik.
5. Guru agama dalam memberikan pelajaran, hendaknya diadakan
variasi.
b. Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah penyampaian pelajaran dengan cara
guru bertanya, sedang murid-murid menjawab.16 Pada umumnya metode
ini sebagian rangkaian tindak lanjut dari metode ceramah. Maka dalam
cara ini paling tidak ada dua tugas yaitu :
1. Memberikan
kesempatan bertanya,
yang mengandung latihan
kemauan atau keberanian bertanya, dan
2. Sebagai tolak ukur untuk mengetahui, sampai seberapa jauh pelajaran
itu dipahami peserta didik. Dengan begitu dibuka pintu jalur lintas dua
arah, yaitu dari pengajar kepada peserta didik dan sebaliknya.
16
Ibid, hal. 110
24
Jelasnya, bahwa metode tanya jawab tepat di gunakan untuk
pendidikan agama. Oleh karena itu memiliki keistimewaankeistimewaan sebagai berikut :
1. Pertanyaan membangkitkan minat. Dan ini amat penting sebagai
motivasi belajar.
2. Pertanyaan dapat mengurangi proses lupa, karena jawaban yang
dikemukakan itu telah diolah dalam suasana yang serius.
3. Jawaban yang salah segera dapat dikoreksi.
4. Dengan metode ini peserta didik diajak untuk berani dan belajar
bertanya.
Metode tanya jawab merupakan metode mengajar yang bisa
dipergunakan guru dikelas maupun di luar kelas. Maka, jika guru akan
menggunakan metode ini, hal-hal dibawah ini harus diperhatikan :
1. Guru harus benar-benar menguasai bahan pelajaran, termasuk
semua jawaban yang mungkin akan didengarnya dari murid atas
suatu pertanyaan yang diajukan olehnya.
2. Guru harus sudah mempersiapkan semua pertanyaan yang akan
diajukan dengan cermat.
3. Susunlah semua pertanyaan dalam bahasa yang mudah dipahami.
4. Guru harus mengarahkan pertanyaan kepada seluruh siswa di kelas.
5. Berikan waktu yang cukup untuk memikirkan jawaban.
25
c. Metode Diskusi
Metode diskusi atau musyawarah adalah suatu kegiatan
kelompok
dalam
memecahkan
masalah
untuk
mengambil
kesimpulan.17 Dalam metode ini menampilkan kegiatan menanyakan,
memberi komentar, saran serta jawaban dalam kelompok atau kelas.
Sebagai metode mengajar yang bersifat sangat mendekati
cara-cara kegiatan hidup sehari-hari, metode diskusi baik sekali untuk
diterapkan dalam pendidikan agama, oleh karena itu memiliki
keistimewaan-keistimewaan sebagai berikut :
1. Mendidik murid-murid untuk belajar bertukar pikiran atau
pendapat.
2. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menghayati
pembaruan suatu problema bersama-sama.
3. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memperoleh
penjelasan-penjelasan dari berbagai sudut pandang atau dari
berbagai sumber data.
4. Dengan metode diskusi anak didik dapat dibina untuk menyatakan
pendapatnya secara sistematis dan logis.
d. Metode Demonstrasi dan Eksperimen
Demonstrasi dan eksperimen merupakan metode interaksi
edukatif yang sangat efektif dalam membantu murid untuk
mengetahui proses pelaksanaan sesuatu, apa unsur yang terkandung
17
Ibid, hal. 113
26
didalamnya, dan cara yang paling tepat dan sesuai melalui
pengamatan induktif. Atau dengan pengertian lain yang lebih
sederhana suatu metode mengajar dimana seorang guru atau orang
lain yang sengaja diminta atau murid sendiri memperlihatkan pada
seluruh kelas tentang suatu proses atau suatu kaifiyah melakukan
sesuatu.18
Dari kewajaran penggunaannya terlihat beberapa kelebihan
metode demonstrasi dan eksperimen yaitu :
1. Murid dapat menghayati dengan sepenuh hatinya mengenai
pelajaran yang akan diberikan.
2. Memberi pengalaman praktis yang dapat membentuk perasaan dan
minat serta kemauan peserta didik.
3. Melalui metode ini sekaligus masalah-masalah yang mungkin
timbul dalam pikiran murid langsung dapat terjawab.
4. Dibanding dengan metode lainnya, metode demonstrasi dan
eksperimen mampu mengurangi kesalahan dalam mengambil
kesimpulan dan pengertian, karena murid mengamati secara
langsung terhadap suatu proses.
Selain
metode-metode
diatas
masih
banyak
metode-metode
pendidikan agama Islam yang lain, namun penulis hanya menjelaskan empat
metode saja. Karena keempat metode tersebut diatas yang paling banyak
digunakan dalam proses pembelajaran.
18
Ibid, hal. 123
27
B. pembelajaran
1. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran merupakan suatu aktifitas yang melibatkan dua
orang atau lebih yang diposisikan sebagai pendidik dan terdidik.
Pembelajaran menurut Syaiful Sagala adalah “proses komunikasi dua arah.
Mengajar dilakukan olah pihak guru sebagai pendidik, sedang belajar
dilakukan oleh peserta didik atau murid”.19
Pembelajaran merupakan
hubungan interaksi antara peserta didik dengan pendidik sehingga
menghasilkan sebuah pengetahuan baru bagi si terdidik yang meliputi
ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.
Dari proses kegiatan belajar mengajar secara tidak sadar pelanpelan prilaku seseorang akan berubah berdasarkan pengetahuan yang telah
diperoleh. James o Whittaker dalam kutipannya Syaiful Bahri Djamaroh
merumuskan “belajar sebagai proses dimana tingkahlaku ditimbulkan atau
diubah melalui latiha atau pengalaman”.20
Crambach berpendapat bahwa “learning is shown by change in
behavior as a result of experience. Belajar sebagai suatu aktifitas yang
ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.21
Slameto merumuskan pengertian tentang belajar, menurutnya
belajar adalah “suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkahlaku yang baru secara keseluruhan
19
Syaiful Sagala, Konsep Dan Makna Pembelajaran. (Bandung: Alfabeta, 2010), hal.
20
Syaiful Bahri Djamaroh, Psikologi Belajar. (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal. 15
Ibid., hal. 15
61
21
28
sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan
lingkungan.22
Mengajar menurut Wiliam H Burton “mengajar adalah upaya
memberikan stimulus, bimbinga pengarahan, dan dorongan kepada siswa
agar terjadi proses belajar”.23
Dengan demikian penulis dapat menyimpulkan arti dari sebuah
pendidikan adalah setiap kegiatan yang dirancang oleh guru untuk
membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan atau nilai yang
baru dalam suatu proses yang sistematis melalui tahap rancangan,
pelaksanaan, dan evaluasi dalam konteks kegiatan belajar mengajar.
2. Faktor Yang Mempengaruhi Pembelajaran
Dalam melaksanakan pendidikan agama, perlu diperhatikan
adanya faktor-faktor pendidikan yang ikut menentukan keberhasilan
pendidikan agama tersebut. Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan
menjadi lima, dimana kelima faktor tersebut mempunyai hubungan yang
sangat erat. Kelima faktor itu antara lain :
a. Faktor Peserta Didik
Faktor peserta didik adalah merupakan faktor pendidikan
yang paling penting, karena tanpa adanya peserta didik maka
pendidikan tentu tidak akan berlangsung.24 Peserta didik merupakan
raw material input (bahan masukan mentah/pokok) didalam proses
22
Ibid., hal. 15
Ibid., hal. 61
24
Ibid, hal. 19
23
29
transformasi yang disebut pendidikan. Oleh karena itu faktor peserta
didik tidak dapat digantikan oleh faktor lain.
Menurut Haffi Anshori, anak didik adalah sasaran
pendidikan. Pihak yang dididik, diarahkan, dipimpin dan diberi
anjuran-anjuran, norma-norma dan bermacam-macam Ilmu
pengetahuan dan keterampilan atau dikatakan juga pihak yang
dihumanisasikan. Anak adalah orang yang senantiasa mengalami
perkembangan sejak terciptanya sampai meninggal.25
Membicarakan masalah peserta didik, sesungguhnya kita
membicarakan manusia yang membutuhkan bimbingan, dikalangan
para ahli paedagogig timbul suatu problem, tentang apakah benar anak
itu dapat di didik. Dalam hal ini maka timbulah tiga aliran besar dalam
pendidikan, yaitu :
1. Aliran Nativisme
Aliran ini dipelopori oleh Schopenhauer, aliran ini
berkeyakinan bahwa anak yang baru lahir membawa bakat,
kesanggupan dan sifat-sifat tertentu. Inilah yang aktif dan yang
menentukan dalam pertumbuhan berikutnya, pendidikan dan
lingkungn tidak berpengaruh sama sekali. Baik buruknya
perkembangan anak sepenuhnya tergantung pada pembawaannya
bukan pengaruh dari luar. Karena itu menurut aliran Nativisme ini
pendidikan tidak perlu, sebab pada hakekatnya yang memegang
peranan adalah pembawaan.26
25
Hafi Anshori, Pengantar Ilmu Pendidikan. (Surabaya: Usaha Nasional, 1983), hal.
83
26
hal. 96
Syaiful Sagala, Konsep Dan Makna Pembelajaran. (Bandung: Alfabeta, 2010),
30
2. Aliran Empirisme
Kaum empirisme ini berpendirian, bahwa perkembangan
anak itu sepenuhnya tergantung kepada faktor lingkungan
sedangkan bakat tidak ada pengaruhnya. Dasar yang dipakai
adalah bahwa pada waktu dilahirkan jiwa anak dalam keadaan
suci, bersih seperti kertas putih yang belum ditulisi, sehingga
dapat ditulisi menurut kehendak penulisnya. Baik buruknya anak
tergantung pada pendidikan yang diterimanya. Pendapat ini
terkenal dengan teori Tabula rasa yang dipelopori oleh John
Locke.27
3. Aliran Konvergensi
Teori ini adalah perpaduan antara aliran nativisme dan
aliran empirisme. Aliran konvergensi berpendapat bahwa
pertumbuhan dan perkembangan manusia itu adalah tergantung
pada dua faktor, yaitu faktor bakat/pembawaan dan faktor
lingkungan/pengalaman pendidikan. Atau dengan kata lain bahwa
perkembangan anak itu adalah hasil kerjasama antar kedua faktor
yang pembawaannya dengan lingkungan (faktor dasar dan faktor
ajar). Anak pada waktu dilahirkan telah membawa potensi-potensi
yang akan berkembang, maka lingkungan yang memungkinkan
berkembangnya potensi-potensi tersebut.28
27
28
Ibid, hal. 97
Ibid, hal. 97
31
b. Faktor Pendidik
Pendidik adalah salah satu faktor pendidikan yang sangt
penting, karena pendidik itulah yanng akan bertanggungjawab dalam
pembentukan pribadi peserta didik.29 Pendidik tidak sama dengan
pengajar, sebab pengajar hanya sekedar menyampaikan materi
pelajaran kepada peserta didik. Prestasi tertinggi yang dapat dicapai
oleh seorang pengajar apabila ia telah berhasil membuat murid
memahami dan menguasai materi pelajaran yang diajarkan kepadanya.
Sedang pendidik tidak hanya bertangungjawab menyampaikan materi
pelajaran kepada murid, tetapi membentuk kepribadian seorang
peserta didik, yang pada akhirnya peserta didik memiliki kepribadian
yang utama.
Lebih-lebih pendidik agama mempunyai tanggungjawab yang
lebih berat dibanding dengan pendidik pada umumnya, karena selain
bertanggungjawab terhadap pembentukan pribadi anak sesuai dengan
ajaran Islam, ia bertanggungjawab terhadap Allah SWT.
c. Faktor Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan agama Islam adalah sebuah proses yang
dilakukan untuk menciptakan manusia-manusia seutuhnya, beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan serta mampu mewujudkan eksistensinya
sebagai kholifah Allah dimuka bumi, yang berdasarkan kepada ajaran
29
Ahcmad Fathoni, Metodologi Pendidikan..., hal. 24
32
Al-Quran dan As-Sunnah, maka tujuan dalam konteks ini berarti
terciptanya insanul kamil setelah proses pendidikan Islam berakhir.
Dari beberapa pendapat, tujuan pendidikan Islam adalah
dapat memahami ajaran-ajaran agama Islam secara sederhana dan
bersifat menyeluruh, sehingga dapat digunakan sebagai pedoman
hidup dan amalan perbuatannya, baik dalam hubungannya dengan
Allah, masyarakat, alam sekitarnya serta membentuk pribadi yang
berakhlak mulia sesuai dengan ajaran agama Islam.
d. Faktor Alat-alat Pendidikan
Yang dimaksud dengan alat pendidikan di sini adalah segala
sesuatu yang digunakan dalam usaha untuk mencapai tujuan
pendidikan. Sedang yang dimaksud dengan alat pendidikan agama
adalah segala sesuatu yang digunakan dalam mencapai tujuan
pendidikan agama.30
e. Faktor Lingkungan
Lingkungan adalah mempunyai peranan yang sangat penting
terhadap berhasil tidaknya pendidikan agama.31 Karena perkembangan
jiwa peserta didik itu sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungannya.
Lingkungan akan dapat memberikan pengaruh yang positif maupun
yang negatif terhadap pertumbuhan jiwanya, dalam sikapnya, dalam
akhlaq maupun dalam perasaan agamanya. Pengaruh tersebut datang
dari teman-temannya dan dari lingkungan masyarakat.
30
31
Ibid, hal. 33
Ibid, hal. 36
Download