Uploaded by User13629

Tipikor

advertisement
MA Kabulkan PK Terpidana Mati Kasus
Narkoba jadi 20 Tahun Penjara
Senin, 27 Mei 2019 20:00 Reporter : Dedi Rahmadi
Merdeka.com - Mahkamah Agung (MA) RI
mengabulkan peninjauan kembali (PK) terpidana mati
dalam kasus narkotika jenis sabu-sabu atas nama
Samsul Bahri menjadi hukuman 20 tahun penjara.
"Berdasarkan putusan MA tersebut, klien kami
atas nama Samsul Bahri tidak lagi menjalani
hukuman mati, tetapi 20 tahun penjara," kata
Zulfan Effendi, kuasa hukum Samsul Bahri, di Banda Aceh, Senin (27/5).
Menurut Zulfan, terpidana Samsul Bahri dalam kasus 78 kilogram yang menjeratnya, berperan
sebagai perantara atau penghubung dengan seseorang bernama Usman alias Rauf yang kini
masih DPO.
"PK kami ajukan karena ada kesilapan majelis hakim pengadilan tingkat pertama dan pengadilan
banding dalam memutuskan hukuman mati terhadap klien kami. PK yang kami ajukan diterima
sehingga hukuman mati berubah menjadi hukuman 20 tahun penjara," kata Zulfan Effendi.
Sebelumnya, Samsul Bahri bersama Abdullah, Hamdani, dan Hasan Basri divonis majelis hakim
Pengadilan Negeri Banda Aceh dengan hukuman mati. Vonis tersebut dibacakan pada tanggal 21
Desember 2015.
Keempatnya divonis hukuman mati karena kepemilikan sabu-sabu dengan berat 78 kilogram.
Mereka ditangkap tim Badan Narkotika Nasional (BNN) di Kabupaten Aceh Timur.
Mereka lalu mengajukan banding dan kasasi. Di tingkat kasasi, hanya Abdullah yang mendapat
pengurangan hukuman dari hukuman mati menjadi 20 penjara.
Selain Samsul Bahri, kata Zulfan Effendi, terpidana mati lainnya atas nama Hamdani dan Hasan
Basri juga mengajukan PK. PK keduanya masih dalam proses di Pengadilan Negeri Banda Aceh.
"Sidang PK Hamdani dan Hasan Basri sudah memasuki pemeriksaan saksi. Kami sudah hadir
ahli teknologi informasi. Kami berharap Mahkamah Agung menerima PK keduanya," pungkas
mantan hakim ad hoc Pengadilan Tipikor Banda Aceh tersebut. [ded]
Tugas sosbud
Helen
HELEN
Indonesia merupakan negara darurat narkoba. Narkoba nyaris masuk ke semua
lapisan masyarakat. Tua , muda, kaya, miskin, mahasiswa, bahkan pelajar. Segawat itulah
keadaan indonesia terhadap narkoba.
Mahkamah Agung (MA) RI mengabulkan peninjauan kembali (PK) terpidana
mati dalam kasus narkotika jenis sabu-sabu atas nama Samsul Bahri menjadi hukuman 20
tahun penjara. Sebelumnya, Samsul Bahri bersama Abdullah, Hamdani, dan Hasan Basri
divonis majelis hakim Pengadilan Negeri Banda Aceh dengan hukuman mati. Vonis
tersebut dibacakan pada tanggal 21 Desember 2015.
Keempatnya divonis hukuman mati karena kepemilikan sabu-sabu dengan berat
78 kilogram. Mereka ditangkap tim Badan Narkotika Nasional (BNN) di Kabupaten
Aceh Timur.
Mereka lalu mengajukan banding dan kasasi. Di tingkat kasasi, hanya Abdullah
yang mendapat pengurangan hukuman dari hukuman mati menjadi 20 penjara.
Selain Samsul Bahri, kata Zulfan Effendi, terpidana mati lainnya atas nama
Hamdani dan Hasan Basri juga mengajukan PK. PK keduanya masih dalam proses di
Pengadilan Negeri Banda Aceh.

Analisis Kasus
o Analisis Normatif
Jika dilihat secara dekonstruktif Pada hakikatnya hukuman mati melangkahi
wewenang yang Maha Kuasa dan jelas bertolak belakang dengan sila kedua Pancasila
yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab, menunjukkan bahwa Indonesia menghargai
hak hidup manusia secara adil dan beradab yang berarti berlaku bagi semua orang dan
tidak membedakan derajat atau tingkat keberadaan orang tersebut.
Maka apabila ada pembenaran terhadap pembunuhan atau perampasan nyawa
manusia dengan alasan apa pun termasuk alasan keadilan, maka hal itu tidak sesuai
dengan keberadaban manusia.
Perampasan hak hidup juga melanggar Asas-Asas Non-Derogable Rights Dalam
kaitannya dengan kedudukan hukuman mati yang kini terus dibincangkan, satu isu sentral
yang terus dikaitkan dengan legalitas hukuman ini, bahwa hukuman mati praktek
pelanggaran hak hidup yang telah diatur dalam instrumen hukum berupa hak yang tidak dapat
dikurangi (nonderogable-rights).
o
Analisis Sosiologis
Beragamnya sikap dan pendapat terhadap hukuman mati disebabkan oleh
perbedaan alasan dan perspektif dalam melihat hukuman mati. Kelompok yang
mendukung pelaksanaan hukuman mati berargumen bahwa:pertama,secara permanen
hukuman atau pidana mati dapat menghilangkan para penjahat dari kehiduapan
masyarakat yang memerlukan ketentraman dan ketenangan; kedua,pidana mati memiliki
efek retributifyang dapat memberikan rasa keadilan khususnya kepada korban dan
keluarganya yang mengalami penderitaan; ketiga,pidana mati memiliki dampak preventif
bagi anggota masyarakat lain yang hendak melaksanakan kejahatan; keempat,pidana mati
bukanlah tindakan yang dilarang oleh agama meskipun tetap memiliki persyaratan yang
ketat.
Sementara itu bagi kelompok yang menentang hukuman mati berpendapat
sebaliknya. Di antara argumentasi yang dikemukakan adalah:pertama,pidana mati telah
menegasikan kemungkinan bahwa manusia bisa berubah, bertaubat dan menyadari
kesalahannnya untuk berbuat lebih baik; kedua,pidana mati tidak dapat dikoreksi bila
terdapat kesalahan dalam penerapannya. Karenya, pidana mati sangat dimungkinkan
dikenakan kepada orang yang sebenarnya tidak bersalah, bila ternyata dalam proses
peradilan terdapat prosedur yang kurang tepat; ketiga,tindak pidana mati akan
memberikan penderitaan yang kuat kepada keluarga terpidana mati karena secara
psychologis keluarga akan dibebani dengan perasaan menungguterhadap eksekusi pidana
mati
o Analisis Filosofis
Beberapa teori yang mendukung hukuman mati antara lain adalah teori absolut,
teori relatif dan teori gabungan.
Teori Absolut : Dalam teori ini menegaskan bahwa siapa yang mengakibatkan
penderitaan, maka pelakunya tersebut haruslah mendapatkan perlakuan yang serupa
(menderita), teori ini berasal dari pendapat Immanuel Kant.
Teori relatif : Teori relatif memandang bahwa pidana hukuman tergantung kepada
efek yang akan dihasilkan dari penjatuhan hukuman pidana tersebut. Teori ini mengacu
kepada pandangan Feurbach yang menegaskan bahwa penjeraan bukan melalui pidana,
tetapi melalui ancaman pidana dalam perundang-undangan.
Teori gabungan : Pada teori yang dimotori oleh Thomas Aquinas ini membedakan
antara pidana sebagai pidana dan pidana sebagai obat. Ketika suatu negara menjatuhkan
pidana, maka perlu diperhatikan pula fungsi prevensi umum dan prevensi khusus.
Dengan tujuan terciptanya kepuasan nurani masyarakat dan pemberian rasa aman.

Peratutan hukuman mati di indonesia
Hukuman mati di Indonesia sudah lama berlangsung, yaitu sejak bangsa
Indonesia dijajah Belanda, hingga sampai sekarang masih tetap diberlakukan walaupun di
Negara Belanda telah menghapuskan pidana mati mulai tahun 1987. KUHP (Wetboek
Van Strafrecht) disahkan pada tanggal 1 Januari 1981. Menurut ahli-ahli pidana pada saat
itu,dipertahankannyapidana mati karena keadaan khusus di Indonesia menuntut supaya
penjahat-penjahat yang terbesar bisa dilawan dengan pidana mati. Dengan wilayah yang
begitu luas dengan penduduk yang heterogen, alat Kepolisian Negara tidak bisa
menjamin keamanan.9Perbuatan-perbuatan atau tindak pidana yang diancam dengan
pidana mati oleh KUHP, antara lain: Pasal 104, Pasal 111 ayat (2), Pasal 124 ayat (3),
Pasal 140 ayat (3), Pasal 340, Pasal 365 ayat (4), Pasal 368 , Pasal 444 KUHP, Pasal 479
K ayat (2) dan Pasal 479 o ayat (2).
Di samping itu hukuman mati di Indonesia juga dijelaskan dalam perundangan di
luar KUHP, yaitu:a) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika Pasal 59
ayat (2); b) Pasal 36 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak
Asasi Manusia; c) Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana korupsi; d) Pasal 6 Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme; e) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika:Pasal 113 ayat (2), Pasal 114 ayat (2), Pasal 118 ayat (2), Pasal 119
ayat (2), Pasal 121 ayat (2), Pasal 144 ayat (2)
Download