istirdla` dalam pandangan hukum islam fakultas syariah dan hukum

advertisement
ISTIRDLA’ DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM
(Analisis Fatwa MUI Nomor 28 Tahum 2013 Tentang Seputar Donor Air Susu Ibu)
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas-tugas
dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
AHMAD NASRUL ULUM
NPM : 1321010064
Program Studi : Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN
LAMPUNG
1438 H/2017 M
ISTIRDLA’ DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM
(Analisis Fatwa MUI Nomor 28 Tahum 2013 Tentang Seputar Donor Air Susu Ibu)
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas-tugas
dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
AHMAD NASRUL ULUM
NPM : 1321010064
Program Studi : Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah
Pembimbing I : Prof. Dr. H.Mohammad Rusfi, M.Ag.
Pembimbing II : Drs. Susiadi AS, M. Sos.I.
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN
LAMPUNG
1438 H/2017 M
ABSTRAK
ISTIRDLA’ DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM
(Analisis Fatwa MUI Nomor 28 Tahun 2013 Tentang Seputar Donor Air Susu Ibu)
Oleh
Ahmad Nasrul Ulum
Adanya praktek Donor Air Susu Ibu ditengah masyarakat Indonesia meminta agar
Majelis Ulama Indonesia untuk mengeluarkan fatwa yang berkenaan dengan donor Air Susu
Ibu dengan tujuan untuk menjadikan pedomana bagi masyarakat Indonesia mengenai
ketentuan hukum dan manfaat Donor Air susu Ibu bagi masyarakat Islam di Indonesia. Perlu
diketahui bahwasannya Majelis Ulama Indonesia dalam mengeluarkan Fatwa tidak serta
merta selalu tepat dalam menjawab permasalahan yang ada, perlu adanya suatu perombakan,
pengecekan, penelaahan, dan diskusi kembali dengan para ulama agar tercapainya suatu
Fatwa yang menjadi pedoman bagi masyarakat Indonesia yang sesuai dengan ketetapan
Hukum Islam.
Dalam skripsi ini ada dua permasalahan diantaranya: Apa yang menjadi pertimbangan
MUI mengeluarkan Fatwa diperbolehkannya donor air susu ibu? dan Bagaimana pandangan
hukum Islam tentang pertimbangan MUI mengeluarkan Fatwa memperbolehkan donor air
susu ibu? Adapun tujuan penelitian ini adalah Untuk mengentahui dasar pertimbangan MUI
dalam fatwa 28 tahun 2013 sehingga membolehkan praktek donor air susu ibu. Dan untuk
mengentahui bagaimana padangan hukum Islam mengenai pertimbangan MUI dalam fatwa
nomer 28 tahun 2013 tentang seputar donor air susu ibu.
Adapun metode penelitian untuk menyelesaikan skripsi ini dilihat dari jenis
penelitiannya, maka penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan (library research) adalah
pengkajian informasi tertulis mengenai hukum yang berasal dari berbagai sumber dan
dipublikasikan secara luas serta dubutuhkan dalam penelitian hukum normatif. Guna
memperoleh bahan hukum yang akurat untuk penulisan skripsi ini, maka bahan-bahan hukum
tersebut diperoleh melalui tiga cara yaitu sumber bahan hukum primer,sumber bahan hukum
sekunder, dan sumber bahan hukum tersier.
MUI mempertimbangkan, air susu ibu sangat dibutuhkan bagi perkembangan bayi
yang belum mencapai umur dua tahun dan adanya ibu yang tidak bisa memberikan ASI
kepada bayinya baik ibunya telah tiada, ibu kekurangan ASI untuk diberikan kepada anaknya,
tidak diketahui ibu kandungnya, maupun sebab lain yang tidak memungkinkan akses ASI
bagi anak. Pandangan Hukum Islam, tentang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)
mengenai donor air susu ibu apabila ditinjau dengan menggunakan teori maslahah al
mursalah terdapat kemaslahatannya dan kemudharatan. kemaslahatannya adalah untuk
menjauhkan kemudharatan yang terjadi terhadap anak-anak yang tidak diberikan ASI, karena
Pentingnya air susu ibu Sehingga apabila seorang anak tidak diberikan ASI akan
menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak. Kemudharatannya adalah dengan
diperbolehkannya donor air susu ibu tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan
persaudaraan sepersusuan. Karena dalam hukum Islam donor susu ibu memungkinkan
terjadinya saudara sepersusuan sehingga mengakibatkan terhalangnya sebuah pernikahan,
Hendaknya Majelis Ulama Indonesia (MUI) lebih mensosialisasikan kepada masyarakat
tentang Fatwa MUI mengenai donor air susu ibu, karena banyak masyarakat yang belum
mengerti dan memahami kebolehan mendonorkan air susu ibu dan dampak atau akibat dari
donor air susu ibu.
MOTTO

َ‫ﷲ‬           ...
َ‫ ﷲ‬
 
“... Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,
dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan
bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya [alMâidah:2]
PERSEMBAHAN
Karyatulis ini penulis persembahkan pada orang-orang yang selalu
mendukung terselesaikannya karya ini, diantaranya :
1. Kepada Ayahku H. Subandi dan Hj. Ibu Masriyah tercinta, yang telah
mendidik dan membesarkanku dengan do‟a dan segenap jasa-jasanya yang
tak terbilang demi keberhasilan cita-citaku, aku semakin yakin bahwa
ridho Allah SWT adalah keridhoanmu;
2. Untuk adikku yang tersayang Ulfa Riyani yang selalu menemani harihariku.
3. Kepada sanak saudara, Family, dan rekan-rekan satu angkatan tahun 2013
Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah yang tak dapat kusebut satu persatu,buat
sahabat-sahabatku diantaranya Muhammad Syafaat, Mahfudh Arifin,
Muhammad Nasirun, Narianto, Khusni Tamrin, Inayatul Maghfiroh, dono
karyono,
yang selalu memberikan motifasi
dan masukan guna
menyelesaikan karya tulis ini, terima kasih atas kebersamaanya, mudahmudahan menjadi keberkahan dunia ahirat.
4. Almamater tercinta UIN Raden Intan Lampung yang selalu kubanggakan
tempatku menimba ilmu pengetahuan
RIWAYAT HIDUP
Ahmad Nasrul Ulum, seorang anak yang dilahirkan didesa Mahabang
Kecamatan Dente Teladas, Kabupaten Tulang Bawang tepatnya pada tanggal 16
April 1995 yang merupakan anak pertama dari dua bersaudara, putra dari Bapak
H. Subandi dan Ibu Hj. Masriyah:
Jenjang pendidikan penulis yaitu:
1. Sekolah Dasar (SD) Swasta Desa Sungai Nibung Kecamatan Tulang
Bawang Kabupaten Dente Teladas lulus pada tahun 2006.
2. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SMP) Swasta Desa Sungai Nibung
Kecamatan Tulang Bawang Kabupaten Dente Teladas lulus pada tahun
2009.
3. Madrasah Aliyah (MA) Walisongo jalan Simpang Prepau Kota Bumi
Lampung Utara lulus pada tahun 2012.
4. Tahun 2013 terdaftar sebagai mahasiswa dijurusan Al-Ahwal AlSyakhshiyyah Fakultas Syari‟ah dan Hukum Universitas Islam Negri
(UIN) Raden Intan Lampung.
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah
senantiasa memberikan nikmat, taufiq dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini, yang disusun sebagai salah satu syarat memperoleh
gelar sarjana Hukum pada jurusan Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah di Fakultas
Syari‟ah dan Hukum UIN Raden Intan Lampung, shalawat serta salam semoga
tetap tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, para sahabat dan
pengikutnya.
Penyelesaian skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan dan bimbingan
dari berbagai pihak, serta dengan tidak mengurangi rasa terima kasih atas bantuan
semua pihak, rasa hormat dan teima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Prof. Dr. H. Moh. Mukri, M.Ag., selaku Rektor Universitas Islam Negeri
Raden Intan Lampung.
2. Dr. Alamsyah, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN
Raden Intan Lampung yang telah banyak memberikan bimbingan kepada
mahasiswa;
3. Bapak Dr. H. Khoiruddin, M. H. Wakil Dekan satu yang selalu
memberikan motifasi kepada mahasiswa;
4. Dr. H.Mohammad Rusfi, M.Ag. selaku Pembimbing I dan Drs. Susiadi
AS, M. Sos.I. selaku Pembimbing II, yang telah menyediakan waktu dan
memberikan bimbingan dengan iklas dan sabar yang sangat berharga
dalam mengarahkan dan memotivasi penulis hingga terselesaikan skripsi
ini;
5. Kepada bapak Marwin, SH.M.H. selaku ketua jurusan Ahwal AlSyahksiyah;
6. Bapak dan ibu dosen staf karyawan Fakultas Syari‟ah dan Hukum yang
telah mendidik, memberikan waktu dan layanannya dengan tulus dan iklas
kepada penulis selama menuntut ilmu di Fakultas Syari‟ah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.
7. Bapak dan ibu staf karyawan perpustakaan Fakultas Syari‟ah dan Hukum
dan perpustakaan pusat Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.
8. Teman-teman KKN 64 dan keluarga baru pekon Sukawangi Kecamatan
Pringsewu.
Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan, hal ini disebabkan
masih terbatasnya ilmu dan teori penelitian yang penulis kuasai. Oleh karena itu
penulis mengharapkan masukan dan kritik yang bersifat membangun untuk skripsi
ini.
Akhirnya, dengan iringan terimakasih penulis memanjatkan do‟a kehadirat
Allah SWT, semoga jerih payah dan amal bapak-bapak dan ibu-ibu serta temanteman sekalian akan mendapatkan balasan yang sebaik-baiknya dari Allah SWT
dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan para
pembaca pada umumnya. Amin
Bandar Lampung, 19 April 2017
Penulis
Ahmad Nasrul Ulum
NPM. 1321010064
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
ABSTAK ................................................................................................................ ii
PERSETUJUAN .................................................................................................... iii
PENGESAHAN ..................................................................................................... iv
MOTTO ................................................................................................................. v
PERSEMBAHAN .................................................................................................. vi
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A.
B.
C.
D.
E.
F.
Pengesahan Judul .......................................................................... 1
Alasan Memilih Judul ................................................................... 3
Latar Belakang Maalah ................................................................. 4
Rumusan Masalah ......................................................................... 8
Tujuan Dan Kegunaan Penelitian.................................................. 8
Metode Penelitian.......................................................................... 9
1. Jenis dan Sifat Penelitian ........................................................ 9
2. Sumber Data ............................................................................ 10
3. Metode Pengumpulan Data ..................................................... 11
4. Metode Pengelolahan Data ..................................................... 11
5. Metode Analisis Data .............................................................. 12
BAB II ISTIRDHA’ DALAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM
A. Pengertian Donor Air Susu Ibu (Istirdla‟) .................................... 14
1. Syarat menjadi pendonor ASI ................................................. 15
2. Dampak adanya donor ASI ..................................................... 16
B. Dasar Hukum Donor Air Susus Ibu (Istirdla‟) ............................. 19
1. Al-Qur‟an ................................................................................ 19
2. Hadits Nabi.............................................................................. 28
3. Qaidah Fiqhiyyah .................................................................... 28
C. Manfaat Air Susu Ibu bagi Bayi.................................................... 29
1. Sarat makanan bagi bayi ......................................................... 29
2 Kandungan ASI ....................................................................... 30
3. Keuntungan ASI adalah sebagai berikut ................................ 30
D. Pendapat Ulama ............................................................................ 32
BAB III ISTIRDLA’ DALAM PRESPEKTIF MUI
a.
b.
c.
d.
Profil Majelis Ulama Indonesia .................................................... 39
1. Sekilas Profil Majelis Ulama Indonesia .................................. 39
2. Peran Majelis Ulama Indonesia .............................................. 42
Landasan Hukum Fatwa MUI Tentang seputar Donor
Air Susu Ibu (Istirdla‟)................................................................. 43
Substansi Fatwa MUI No. 28 Tahun 2013 .................................... 46
Proses Donor Air Susu Ibu ............................................................ 59
BAB IV ANALISIS FATWA MUI NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG
SEPUTAR DONOR AIR SUSU IBU MENURUT HUKUM
ISLAM
A. Pertimbangan MUI mengeluarkan Fatwa diperbolehkannya
donor air susu ibu .......................................................................... 63
B. Analisis hukum Islam tentang pertimbanganMUI
mengeluarkan Fatwa memperbolehkan donor air susu Ibu.......... 65
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................... 74
B. Saran ............................................................................................. 75
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Penegasan Judul
Demi memudahkan pemahaman tentang judul srkripsi ini serta tidak
menimbulkan kekeliruan dan kesalam pahaman dikemudian, maka penulis akan
menguraikan secara singkat istilah-istilah yang tedapat dalam skripsi yang
berjudul: ISTIRDHL‟ DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM (Analisis Fatwa
MUI Nomor 28 Tahun 2013 Tentang Seputar Donor Air Susu Ibu) sebagai
berikut.
Donor menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah penderma atau
pemberi sumabangan.1 Kemudian Asi adalah suatu emulasi lemak dalam arutan
protein, laktose, dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah
kelenjar payudara ibu, sebagai makanan utama bagi bayi. 2 maka dapat
disimpulakan donor Asi adalah pemberi sumbangan air susu Ibu sebagai makanan
untuk bayi yang diberikan kepada bayi yang bukan dari ibu biologis yang
menghasilkan susu untuk didonorkan atau pemberian sumbangan berupa air susu
ibu yang diberikan oleh wanita
kepada sesorang anak yang bukan anak
kandungnya dan lembaga yang menampung air susu ibu.
Hukum Islam adalah hukum yang dibangun berdasarkan pemahaman
manusia atas nash Al-Qur,an maupun Al-Sunnah untuk megatur kehidupan
1
Tim penyusun kamus pusat pembinaan dan pengembangan bahasa, kamus besar bahasa
indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), h. 242 .
2
Dewi Lailatul Badriyah, Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi (Bandung: PT Refika
Aditama, 2011), h. 35.
manusia yang berlaku secara universl-relevan pada setiap zaman (waktu) dan
makan (ruang) manusia.3
Analisis menurut kamus besar bahasa indonesia adalah:
a.
penyelidikan terhadap suatu peristiwa (perbuatan, karangan, dan sebagainya)
untuk mendapatkan fakta yang tepat (asal usul, sebab, penyebab sebenarnya,
dan sebagainya).
b.
Penguraian pokok persoalan atas bagian-bagian, penelaahan bagian-bagian
tesebut dan hubungan antar bagian untuk mendapakan pengertian yang tepat
dengan pemahaman secara keseluruhan.
c.
Penyelidikan kimia dengan cara menguraikan senyawa (bahan) atas unsurunsur (atom-atom) penyusunan.
d.
Penjabaran (pembentangan) sesuatu hal, dan sebagainya setelah ditelaah
secara seksama.
e.
Peroses pemecahan masalah yang dinilai dengan hipotesis (digunakan, dan
sebagainya) sampai terbukti kebenarannya melalui beberapa kepastian
(pengamatan, percobaan, dan sebagainya). 4
Fatwa adalah keputusan agama yang diberikan oleh alim ulama mengenai
suatu perkara atau nasihat orang alim.5
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Merupakan wadah musyawarah para
ulama, zu‟ama dan cendikiawan muslim serta menjadi pengayoman bagi seluruh
muslim Indonesia adalah lembaga yang paling berkompeten dalam menjawab dan
3
Said Aqil Husain Al-Munawar, Hukum Islam dan Pluralitas Sosial Cet-2 (Jakarta:
Penamadani, 2005), h. 6.
4
Petersalim dan yennisalim, kamus bahasa indonesia kontemporer (Jakarta: moderen
English Press,1991), h.61.
5
Ibid. h. 416
memecahkan setiap masalah sosial keagamaan yang senantiasa timbul dan
dihadapi masyarakat.6
Berdasarkan judul di atas dapat dirumuskan bahwa yang dimaksud dengan
judul keseluruhan yaitu pembahasan mendalam berkenaan dengan Istirdha dalam
Pandangan Hukum Islam dengan mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan
permasalahan Istirdla‟ serta dibahas lebih mendalam kaitannya dengan fatwa
MUI Nomer 28 Tahun 2013 Tentang seputar donor air susu ibu.
B. Alasan Memilih Judul
Ada beberapa alasan yang menjadi dasar penulis untuk memilih judul ini
sebagai bahan untuk penelitian, yaitu :
a. Alasan objektif
1). Istirdla‟ (donor air susu ibu) merupakan sesuatu pemberian ASI yang
muncul beberapa tahun belakang ini sehingga menarik untuk dibahas
dalam skripsi.
2). penulis ingin mengetahui dan menganalisis bagaimana pandangan hukum
Islam terhadap Istirdla‟ (donor air susu ibu).
b. Alasan subjektif
1). Istirdla‟ (donor air susu ibu) selain menarik untuk dibahas, juga terdapat
sarana yang mendukung dalam penulisan skripsi ini seperti literatur-
6
Himpunan Fatwa, Majelis Ulama Indonesia Sejak 1975 (Jakarta: Erlangga, 2011), h . 4.
literatur, referensi-referensi yang terdapat diperpustakaan, secara adanya
informasi dan data-data yang dibutuhkan dalam literatur.
2). Pembahasan mengenai Istirdla‟ (donor air susu ibu) masih belum ada
difakultas Syari‟ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Raden Intan
Lampung.
3). Judul skripsi ini relevan dengan disiplin ilmu yang penulis pelajari di
Fakultas Syari‟ah dan Hukum Jurusan Ahwal Al-Syakhshiyah (Hukum
Keluarga).
C. Latar Belakang Masalah
Dalam undang-undang republik Indonesia nomer 1 tahun 1974
tentang perkawinan pasal 1, Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang
pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa.7
Pernikahan ataupun perkawinan ialah akad yang menghalalkan pergaulan
dan membatasi hak dan kewajiban antara seorang laki-laki seorang perempuan
yang bukan mahram.8Allah SWT. Berfirman dalam surat An-Nisa ayat 3.
             
               
7
8
Anggota IKAPI, Undang-undang Perkawinan (Bandung: Fokusmedia, 2016), h. 1.
Beni Ahmad Saebani, fiqih munakahat (Bandunng: CV Pustaka Setia, 2001), h. 9.
Artinya :“Dan jika kamu khawatir tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hakhak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka
kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau
empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil.(AnNisa ayat 3).9
Pada dasarnya pernikahan menginginkan keturunan yang sangat
diharapkan oleh setiap anggota keluarga. Dan tidak banyak didalam keluarga
setalah mempunyai keturunan ibu tidak bisa memberikan ASI dikarnakan ada
beberapa masalah sehingga dengan adanya donor air susu ibu sedikit banyak
membantu para ibu-ibu yang tidak bisa memberikan ASI kepada anaknya.
Dan adapun larangan perkawinan yang berlaku haram untuk selamanya
dalam arti sampai kapanpun dan dalam keadaan apapun laki-laki dan prempuan
itu tidak boleh melakukan perkawinan, larangan bentuk ini disebut larangan
mahram muabbad (larangan sepersusuan),10 Dalam hukum Islam larangan
pernikahan antara seorang pria dan seorang wanita menurut syra‟ dibagi dua yaitu
halangan abadi dan halangan sementara, diantara halangan-halangan abadi yang
telah disepakati ada tiga yaitu nasab (keturunan), pembesanan (karena pertalian
kerabat semenda), sepersusuan.11
Sedangkan yang dimaksud dengan sepersusuan adalah bila seorang anak
menyusu kepada seorang prempuan, maka air susu itu menjadi darah daging dan
pertumbuhan bagi sianak sehingga perempuan yang menyusukan itu telah seperti
9
Yayasan penyelenggara penerjemah Al-Qur‟an, Al-qur‟an dan Terjemah Al Hikmah
(Bandung: CV Penerbit Diponorogo, 2012), h. 77.
10
Bimbingan Islam, Fatwa Kedokteran, Fiqih, Kesehatan Islam” (On-line), tersedia di:
https://agussupianto. Blogspot. Com/ Bimbingan Islam. Htm (25 Agustus 2012).
11
Abd. Rahman Ghazaly, M.A, Fiqih Munakahat (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2016), h. 103.
ibunya.12 Salah satu yang dianjurkan dalam ajaran Agama Islam adalah agar
senantiasa mampu menjaga keturunan yakni dalam hal garis keturunan atau nasap.
Oleh karna itu, memelihara dan menjaga garis keturunan dalam hal ini ialah
nasab. Ulama fiqih sepakat mengatakan bahwa nasap merupakan salah satu
fondasi yang kokoh dalam membina suatu kejelasan akan setatus yang dimiliki
oleh seseorang anak yang baru lahir, Nasap merupakan sebuah karunia yang
paling besar bagi setiap manusia yang dilahirkan kedunia, nasap juga merupakan
hal yang paling utama yang harus dimiliki oleh seorang manusia yang lahir agar
terhindar dari kehinaan dan kelantaran. Memberikan kewajiban penuh bagi orang
tua untuk memelihara dan menajaga anaknya berkaitan dengan setatus nasab yang
merupakan hak pertama bagi seorang anak, pada tahapan berikutnya anak yang
lahir dari rahim seorang ibu akan memperoleh hak mendapatkan perawatan dan
nafkah secara layak terhadap hak waris dan hak perwalian.13
Hadiah yang paling berharga bagi bayi yang baru lahir adalah ASI, ASI
merupakan makanan terbaik dan paling sempurna untuk bayi. Adapun manfaat
ASI untuk bayi sangat banyak antara lain: 14
1.
Bayi mendapatkan nutrisi dan enzim terbaik yang dibutuhkan.
2.
Bayi mendapatkan zat-zat imun, sera perlindungan dan kehangatan melalui
kontak dari kulit kekulit dengan ibunya.
3.
Meningkatkan sensitivitas ibu akan kebutuhannya.
12
Bimbingan Islam, Fatwa Kedokteran, Fiqih, Kesehatan Islam, Op. Cit.
13
M. Nurullrfan, Nasap dan setatus anak dalam hukum Islam (Jakarta: Amzah, 2012), h.
14
Joan Nelison, Cara Menyusui Yang Baik (Jakarta: ARCAN, 1985), h. 1.
8-15.
4.
Mengurangi pendarahan, serta konservasi zat besi, protein, dan zat lainnya,
mengingat ibu tidak haidh sehingga mengingat zat yang terbuang.
5.
Penghematan karena tidak membeli susu.
6.
Asi eksklusif dapat menurunkan angka kejadian alergi, terganggunya
pernapasan, diare, dan obesitas pada anak.15
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa nomer 28 tahun
2013, tentang seputar donor air susu ibu (Istirdla‟) bahwasanya donor air susu ibu
diperbolehkan dengan bunyi Seseorang ibu boleh memberikan ASI kepada anak
yang bukan anak kandungnya. Demikian juga sebaliknya, seseorang anak boleh
menerima ASI dari ibu yang bukan ibu kandungnya sepanjang memenuhi syar‟i.
Dan dengan ketentuan Firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 233 yang
berbunyi:
    
Artinya : “para ibu hendaklah menyususkan anak-anaknya selama dua tahun
penuh”,.16
Berdasarkan uraian diatas donor air susu ibu diperbolehkan oleh Fatwa
MUI (Majelis Ulama Indonesia) bahwa dalam hukum Islam salah satu penghalang
pernikahan adalah terjadinya sepersusuan (Radha‟ah). Dengan diperbolehkannya
donor air susu ibu dapat mengakibatkan soudara sepersusuan dan menjadi
15
16
Nurheti Yuliarti, keajaiban ASI (Yogyakarta: C.V Andi Offset, 2010), h. 8.
Yayasan penyelenggara penerjemah Al-Qur‟an , Op. Cit. h. 37.
penghalang bagi pernikahan dengan saudara sepersusuan, dengan ketentuanketentuan Majelis Ulama Indonesia tersebut, kenapa tidak digantikan saja dengan
susu formula agar tidak mempunyai akibat hukum. Oleh sebab itu peneliti tertarik
meneliti secara detail dan mendalam bagaimana pandangan hukum Islam tentang
Fatwa MUI yang memperbolehkan donor air susu ibu. Maka penulis meneliti
sekripsi yang berjudul “ISTIRDLA’ DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM
(Analisis Fatwa MUI Nomor 28 Tahum 2013 Tentang Seputar Donor Air
Susu Ibu)”.
D. Rumusan Masalah
Merujuk pada pemaparan latar belakang masalah diatas, maka penulis
dapat merumuskan beberapa permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini
yaitu:
1.
Apa yang menjadi pertimbangan MUI mengeluarkan Fatwa diperbolehkannya
donor air susu ibu?
2.
Bagaimana
pandangan
hukum
Islam
tentang
pertimbangan
MUI
mengeluarkan Fatwa memperbolehkan donor air susu ibu?
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.
Tujuan Penelitian
a. Agar mengetahui dan memahami bagaimana pandangan hukum Islam
terhadap Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomer 28 tahun 2013 tentang
seputar donor air susu ibu.
b. Untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum
(SH), pada fakutas Syari‟ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Raden
Intan Lampung.
2.
Kegunaan penelitian
Kegunaan penelitian teroritis ini sebagai bentuk konstribusi dalam
rangka memperkaya khazanah ilmu pengetahuan dan dapat menjadi bahan
referensi ataupun bahan diskusi bagi para mahasiswa Fakultas Syari‟ah,
maupun masyarakat serta berguna untuk perkembangan ilmu pengetahuan
khususnya berkaitan dengan hukum islam.
F. Metode Penelitian
Dalam rangka penulisan skripsi yang berjudul Istirdla‟ dalam pandangan
hukum islam (analisis fatwa mui nomer 28 tahun 2013 tentang seputar donor air
susu ibu, penulis menggunakan metode untuk memudahkan dalam pengumpulan
data, pembahasan dan menganalisis data. Adapun dalam penulisan skripsi ini,
penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut:
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Dilihat dari jenis penelitiannya, maka penelitian ini termasuk penelitian
kepustakaan (library research) adalah pengkajian informasi tertulis mengenai
hukum yang berasal dari berbagai sumber dan dipublikasikan secara luas serta
dubutuhkan dalam penelitian hukum normatif.17 Untuk memperoleh data ini,
penulis mengkaji literatur-literatur berasal dari perpustakaan yang memiliki
17
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum (Jakarta: PT. Citra Aditya
Bakti, 2004), h. 81.
relevansi dengan penelitan yang penulis lakukan. Literatur yang berhubungan
dengan pembahasan dalam skripsi ini antara lain yaitu Al-Qur‟an, Al-Hadis,
peraturan pemerintah republik Indonesia nomer 33 tahun 2012 tentang pemberian
air susu ibu eksklusif, Buku-Buku Fiqih, Buku mengenai kesehatan. Serta literatur
lainnya yang mempunyai hubungan dengan permasalahan yang dikaji oleh penulis
dalam penelitian ini.
2.
Sumber Data
Guna memperoleh bahan hukum yang akurat untuk penulisan skripsi ini,
maka bahan-bahan hukum tersebut diperoleh melalui tiga cara yaitu sumber bahan
hukum primer,sumber bahan hukum sekunder, dan sumber bahan hukum tersier.
Untuk lebih jelasnya berikut ini akan diuraikan tentang sumber data tersebut,
yaitu:
a. Sumber bahan hukum primer
Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang sifatnya mengikat
atau berhubungan dengan permasalahan yang terkait. Dalam hal ini AlQur‟an dan Hadits yang berkaitan dengan donor air susu ibu dan pendapat
para ulama tentang donor air susu ibu.
b. Sumber bahan hukum sekunder
Bahan hukum skunder yaitu bahan hukum yang sifatnya menjeaskan
bahan hukum primer, yaitu berupa buku-buku literatur, karya ilmiyah
untuk mencari konsep-konsep, teori pendapat yang berkaitan erat dengan
permasalahan yang dikaji. Berdasarkan teori maka bahan hukum primer
yang penulis gunakan yaitu fatwa MUI, peraturan pemerintah republik
Indonesia nomer 33 tahun 2012 tentang pemberian air susu ibu eksklusif,
kitab fiqih yang berkaitan dengan donor ASI, buku-buku tentang kesehatan
dan sebagainya.18
c. Sumber bahan Hukum tersier
Merupakan bahan hukum sebagai pelengkap kedua bahan hukum
primer dan sekunder seperti kamus besar bahasa Indonesia, kamus Hukum,
dan artikel-artikel yang dapat membantu penelitian ini.
3.
Metode Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan penelitian pustaka
(library research), yakni upaya membaca dan menelaah serta mengutip beberapa
buku, diantaranya buku-buku fiqih, fatwa MUI, buku-buku tentang hukum Islam,
buku kesehatan, peraturan pemerintah republik Indonesia nomer 33 tahun 2012
tentang pemberian air susu ibu eksklusif serta artikel-artikel yang ada kaitannya
dengan pembahasan judul skripsi ini diperpustakaan. Sumber data yang akan
penulis gunakan antara lain:
4.
Metode Pengelolahan Data
Setelah sumber (literature) mengenai data dikumpulkan berdasarkan
sumber diatas, maka langkah selanjutnya adalah pengolahan data yang diperoses
sesuai dengan langkah sebagai berikut :
18
Amirudin dan Zainal Asikin, Pengatar Metode Penelitian Hukum
Grafindo Persada, 2006), h. 30.
(Jakarta: Raja
e.
Pemeriksaan data (editing) yaitu memeriksa ulang, kesesuaian dengan
permasalahan yang akan diteliti setelah data tersebut terkumpul.
f.
Penandaan Data (conding) yaitu memberikan cacatatan data yang
menyatakan jenis dan sumber data baik bersumber dari Al-Qur‟an dan
Hadis, atau buku-buku literatur lainnya yang relevan dengan penelitian.
g.
Sistematika data (sistematizing) yaitu menepatkan data menurut kerangka
sisematika bahasan berdasarkan urutan masalah.19
5.
Metode Analisis Data
Dalam menganalisis data akan menganalisisnya secara kualitatif, bentuk
analisis ini dilakukan dengan penjelasan-penjelasan, bukan bentuk angka-angka
atau statistikSetelah atau bentuk angkan lainnya. Bentuk analisis berdasarkan
hukum Islam seperti Al-Qur‟an, Hadist, pendapat para ulama. Dalam
menganalisis mengguakan metode berfikir :
a. Metode berfikir dedukatif
Metode berfikir dedukatif adalah: “suatu penelitian dimana orang
berangkat dari pengetahuan yang sifatnya umum, dan bertitik tolak dari
pengetahuan yang umum, kita hendak menilai suatu kejadian yang
khusus.20 Hubungan dengan skripsi ini, metode dedukatif digunakan pada
saat penulis mengumpulkan data dari perpustakaan secara umum, dari
19
Amirudin dan Zainal Abidin, Pengantar Metode Penelitin Hukum (Jakarta: Balai
pustaka, 2006), h. 107.
20
Jiko Subagio, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta,
2011), h. 41.
berbagai kitab-kitab fiqih, hadist dan sebagainya, tentang suatu konsep,
teori ataupun pendapat tentang donor air susu ibu, nasab dan susuan yang
menjadikan mahram, kemudian diambil secara khusus sampai pada suatu
titik temu kebenaran atau kepastian.
b. Metode berfikir indukatif
Metode berfikir indukatif adalah : “suatu penelitian dimana orang
berangkat dari fakta-fakta khusus, peristiwa-peristiwa yang kongkrit,
kemudian dari fakta-fakta atau dari peristiwa-peristiwa yang khusus dan
kongkrit itu ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum.21 Berkaitan
dengan skripsi ini, metode indukatik digunakan untuk menganalisa atau
menggali data yang berupa teori maupun pendapat dan sebagainya yang
bersifat khusus, yang berkaitab dengan donor air susu ibu, nasab dan
susuan yang menjadikan mahram, kemudian dikembangkan menjadi suatu
data yang bersifat umum.
21
Sutrisno Hadi, Metologi Risearch untuk penulisan laporan, Skripsi, Tesis dan Disertasi
Jilid 1 (Yogyakarta: Andi, 2004), h. 47.
BAB II
ISTIRDLA’ DALAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM
A. Pengertian Donor Air Susu Ibu (Istirdla’)
Dalam kamus bahasa Indonesia Donor adalah penderma atau pemberi
sumbangan.22 Kemudian ASI adalah suatu emulasi lemak dalam larutan protein,
laktose, dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah kelenjar
payudara ibu, sebagai makanan utama bagi bayi. 23 Menurut Majelis Ulama
Indonesia Donor ASI adalah ASI yang didonasikan oleh seorang ibu bukan untuk
bayinya sendiri melainkan untuk bayi orang lain, yang diberikan secara sukarela24,
Maka dapat disimpulakan donor Asi adalah pemberi sumbangan air susu Ibu
sebagai makanan untuk bayi yang diberikan kepada bayi yang bukan dari ibu
biologis yang menghasilkan susu untuk didonorkan atau Istirdha‟ (Donor Asi)
adalah pemberian sumbangan berupa air susu ibu yang diberikan oleh wanita
kepada sesorang anak (bukan anaknya) atau sebuah lembaga yang menampung air
susu ibu.
ASI adalah makanan dan minuman yang paling utama bagi para bayi
selain karna tidak akan pernah manusia sanggup memproduksi susu buatan
sekualitas dengan ASI, juga ASI merupakan pemberian Allah Subhanahu Wa
22
Tim penyusun kamus pusat pembinaan dan pengembangan bahasa, kamus besar bahasa
indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), h. 242.
23
Dewi Lailatul Badriyah, Gizi Dalam Kesehatan Reproduks (Bandumg: PT Refika
Aditama, 2011), h. 35.
24
M. Asrorun Ni‟am Sholeh, Metodologi Penetapan Fatwa Majelis Ulama Indonesia
(Jakarta: Emir, 2016), h. 5.
Ta‟ala kepada seluruh anak manusia. Untuk menjamin kesehatan ibu dan anak,
serta menjamin kelangsungan hidup anak manusia itu kelak kemudian hari.25
Dalam peraturan pemerintah republik Indonesia nomer 33 tahun 2012
tentang pemberian air susu ibu eksklusif juga dijelaskan bahwa, pasal 1 ayat 1, air
susu ibu yang selanjutnya disingkat ASI adalah cairan hasil sekresi kelenjar
payudara ibu. Ayat 2, air susu ibu eksklusif yang selanjutnya disebut ASI ekslusif
adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak lahir selama 6 (enam) bulan, tanpa
menambah atau mengganti dengan makanan atau minuman lain.26
1. Syarat menjadi pendonor ASI.
Didalam pasal 11 peraturan pemerintah tentang pemberian air susu ibu
ekslusif dijelaskan tentang persysaratan menjadi pendonor ASI diantaranya
adalah:
a. Permintaan ibu kandung atau keluarga bayi yang bersangkutan.
b. Identitas, Agama, dan alamat pendonor ASI diketahui dengan jelas oleh
ibu atau keluarga dari bayi penerima ASI.
c. Persetujuan pendonor ASI setelah mengetahui identitas bayi yang
diberikan ASI.
d. Pendonor ASI dalam kondisi kesehatan baik dan tidak mempunyai
indikasi medis.
e. ASI tidak diperjual belikan.27
25
Abdul Hakim Al Sayyid Abdullah, Keutamaan Air Susu Ibu (Jakarta: Fikahati Aneska,
1993), h. 30.
26
PP RI Nomer 33 Tahun 2012, Tentang Pemberian Air Susu Ibu Ekslusif (Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI, 2012), h. 1.
27
Ibid ., h. 5.
Adapun syarat menjadi Ibu susu.
Untuk menjadi seseorang Ibu susu harus memenuhi sejumlah persyaratan,
yaitu antara lain:
a. Tidak ditemukan infeksi menular, termasuk HIV atau AIDS dan hepatitis,
pada diri calon ibu susu.
b. Dalam satu bulan kebelakang ibu susu tidak terkena cacar air.
c. Ibu susu bukan pengguna narkoba.
d. Kebutuhan gizi ibu susu selalu terpenuhi.
e. Calon ibu susu rela dan mau menjadi ibu susu.
f. Ibu susu tetap memberikan ASI kepada anak kandung sendiri.
2. Dampak adanya donor ASI.
Penerima donor seringkali tidak pernah tahu ibu pendonor ASI benarbenar sehat atau tidak, kecuali mereka yang telah memiliki rekam medis yang
menguatkan hal ini. Faktor budaya, kepercayaan dan agama dari si penerima
donor ASI akan menjadi saudara sepersusuan bagi semua anak pendonor ASI,
yang berarti mereka menjadi mahram dan tidak boleh saling menikah selamanya.
ASI merupakan saripati makanan ibu yang akan tumbuh menjadi daging dan
tulang bagi anak yang meminum ASI tersebut, karena itu perlu dipastikan benar
bahwa pendonor ASI tidak pernah mengonsumsi hal-hal yang haram.28
28
Prosedur dan Cara Donor ASI” (On-Line), tersedia di: https://jurnalpediatri.com/ htm
(04 Maret 2016).
Dunia kesehatan sepaham dengan hukum agama yang menyebutkan
bahwa ASI adalah filtrasi darah ibu sehinga ASI bisa menjadi pembawa sifat atau
genetik. Maka dari itulah ada hukum yang menyebutkan ibu susu dengan anak
yang mendapatkan susu dari dirinya, hukumnya sama seperti halnya ibu dengan
anak kandung. Begitu juga, anak-anak si ibu menjadi saudara sepersusuan anak
tersebut. Antara ibu susu dengan anak mendapat susu darinya jatuh hukum
Tahrim (haram kawin) kepada mereka, tak terkecuali kepada saudara sepersusuan
mereka. Hukum Tahrim timbul karena:
a. Dalam kegiatan menyusui anak akan selalu timbul hubungan batin antara
ibu yang menyusui dan bayi atau anak yang menerima ASI, yakni
hubungan batin dalam bentuk kasih sayang. Sekalipun anak yang
disusukan itu bukan anak kandung.
b. Jika seorang disusukan wanita yang bukan ibu kandungnya, maka ia akan
sama kedudukannya dengan ibu kandungnya. Oleh sebab itu berlaku
Tahrim sebagaimana sabda Rasullah SAW, 29
‫ فَ َلا َل ِٔأَّنَّ َا‬. ‫ِض ﷲُ َغْنْ ُ َما َأ َّن َاميَّ ِ َِّب َص ََّّل ﷲُ ػَلَ ْي َِ َو َس َّ ََّل ُأ ِريدَ ػَ ََّل ِابْيَ ِة َ َْح َز َة‬
َ ِ ‫َو َغ ِن ا ْب ِن َغ َّبا ٍس َر‬
ٌ‫ََل َ َِتـ ُّل ِِل ِٔأَّنَّ َا ِابْ َي ُة َأ ِخـي ِم ْن َا َّمر ضَ ا ػَ ِة َو َ َْي ُر ُم ِم ْن َّامر ضَ ا ػَ ِة َما َ َْي ُر ُم ِم ْن َامً َّ َس ِب ( ُمتَّ َفق‬
)َ‫ػَلَ ْي‬
29
Antikah Proverawati dan Eni Rahmawati, Kapita Selekta Asi dan Menyusui
(Yogyakarta: Nuha Medika, 2010) , h. 81.
Artinya : Ibnu Abbas r.a. menyebutkan bahwa Nabi Saw, diminta untuk menikahi
putri Hamzah. Namun, beliau bersabda, “Dia itu tidak halal untukku.
Dia adalah putri saudraku sesusuan dan segala hal yang diharamkan
karena adanya hubungan nasab (keturunan) menjadi haram pula
karena persusuan.” Muttafaq „Alaih.30
Kesimpulan Hadis
Persusuan secara mutlak menyebabkan seorang diharamkan menikah
walaupun pada dasarnya, pernikahan keduanya halal, seperti menikahi paman, hal
itu dihalalkan oleh syara. Namun,lantaran Nabi Saw. Dan pamannya pernah satu
persusuan, akhirnya anak perempuan Hamzah bin Abdul Munthalib menjadi
haram untuk dinikahi. Dalam kasus pada hadis ini, hukum persusuan lebih di
prioritaskan ketimbang hukum persaudaraan senasab.31
Sekalipun begitu, antara ibu susu, anak yang disusukan, dan saudara
sepersusuan bisa tidak timbul hukum Tamrin, jika:
a. Pemberian ASI melalui jarum suntik. Maksudnya, secara tak langsung;
diperah dulu lalu diberikan lewat botol susu atau sendok.
b. ASI diencerkan, dikentalkan, dibekukan, atau dibuat bahan makanan
terlebih dalu sebelum dikonsumsi.
c. ASI dicampur air, obat, minyak, dan atau sebaliknya.
d. ASI dicampur kedalam makanan anak, dan atau sebaliknya.
30
Imam Ibnu Hajar Al-„Asqalany, Bulughul Maram Five In One (Jakarta: Noura Books
PT Mizan Publika, 2015), h. 663.
31
Ibid.
e. ASI ibu yang satu telah dicampur dengan ASI ibu lain baru kemudian
diminumkan pada anak.32
B. Dasar Hukum Donor Air Susu Ibu (Istirdha)
1. Al-Qur‟an
Berdasarkan firman Allah SWT.
Surat Al-Baqarah ayat 233:
            
              
     
Artinya :“Dan ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun
penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan
kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan
cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar
kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan
karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya.”(QS. Al-Baqarah
ayat 233)33
Dengan menggunakan redksi berita, ayat ini memerintahkan dengan sangat kukuh
kepada para ibu agar menyusukan anak-anaknya.
Kata (‫ )الوالدات‬al-Walidat dalam penggunaan al-Qur‟an berbeda dengan
kata (‫ )أمهات‬ummahat yang merupakan bentuk jamak dari (‫ )ام‬um. Kata ummahat
32
Antikah Proverawati dan Eni Rahmawati, Op. Cit. h. 81.
Yayasan penyelenggara penerjemah Al-Qur‟an , Al-qur‟an dan Terjemah Al Hikmah
(Bandung: CV Penerbit Diponorogo, 2012), h. 37.
33
biasanya digunakan untuk menunjuk kepada para ibu kandung, sedangkan kata alwalidat maknanya adalah para ibu, baik ibu kandung maupun bukan. Ini berarti
bahwa al-Qur‟an sejak dini telah menggariskan bahwa air susu ibu, baik ibu
kandung maupun bukan, adalah makanan terbaik buat bayi hingga usia dua tahun.
Namun demikian, tentunya air susu ibu kandung lebih baik dari selainnya.
Dengan menyusui pada ibu kandung, anak merasa lebih tentram; sebab menurut
penelitian ilmuan, ketika itu bayi mendengar suara detak jantung ibu yang telah
dikenalnya secara khusus sejak dalam perut. Detak jantung itu berbeda antar
seseorang wanita dengan wanita yang lain.
Sejak kelahiran hingga dua tahun penuh, para ibu diperintahkan untuk
meyusukan anak-anaknya. Dua tahun adalah batas maksimal dari kesempurnaan
penyusuaan. Disisi lain, bilangan ini junga mengisyaratkan bahwa yang menyusui
setalah usia tersebut, bukan penyusuan yang mempunyai dampak hukum yang
mengakibatkan anak yang disusui yang bersetatus sama dalam sejumlah hal
dengan anak kandung yang menyusuinya.
Penyusuan yang selama dua tahun itu, walaupun diperintahkan, tetapi
bukanlah kewajiban. Ini dipahami dari penggalan ayat yang menyatakan, bagi
yang ingin menyempurnakan penyusuan. Namun demikian, ia adalah anjuran
yang sangat ditekankan, seakan-akan ia adalah perintah wajib. Jika ibu bapak
sepakat untuk mengurangi masa tersebut, karna dua tahun telah dinilai sempurna
oleh Allah. Disisi lain, penetapan waktu dua tahun itu, adalah untuk menjadi tolak
ukur bila terjadi perbedaan pendapat misalnya ibu atau bapak ingin
memperpanjang masa persusuan.34
Diwajibkan bagi kaum ibu baik yang masih berfungi sebagai istri maupun
yang dalam keadaan tertalak untuk menyusui anak-anak mereka selama dua tahun
penuh dan tidal lebih dari itu. Tetapi, diperbolehkan kurang dari masa itu jika
kedua orang tua memandang adanya kemaslahatan. Dan dalam hal ini,
persoalannya diserahkan kepada kebijaksanaan meraka berdua.
Adapun sebab diwajibkannya menyusui anak bagi ibu, karena air susu ibu
merupakan susu yang terbaik, sebagaimana yang telah diakui para dokter. Bayi
yang masih berada dalam kandungan ditumbuhkan dengan darah ibunya. Setalah
ia lahir, darah tersebut berubah menjadi susu yang merupakan makanan utama
bagi bayi, karena ia sudah terpisah dari kandungan ibunya. Hanya air susu ibu
yang paling cocok dan yang paling sesuai dengan perkembangannya. Tidak ada
yang perlu dikhawatirkan bahwa ia akan terserang penyakit atau cedera
disebabkan air susu ibu. Apa yang disadap oleh bayi ketika dalam kandungan dan
susu yang diperoleh dari ibunya tidaklah berpengaruh apa-apa terhadap diri bayi
tersebaut, bahkan sebaliknya akan membuat lebih sehat dan lebih baik. Apabila
seorang bayi diserahkan penyusuannya kepada perempuan lain karena ibunya
berhalangan atau dalam keadaan darurat, maka perempuan tersebut harus
diselidiki terlebih dahulu dalam hal kesehatan dan ahlaknya. Pandai-pandailah
dalam memilih prempuan yang akan mengemban tugas ini. Sebab air susu ini
34
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur‟an Cet-1
(Jakarta: Penerbit Lentera Hati, 2000), h. 471.
terbuat dari darah, kemudian dihisap oleh bayi dan tumbuh dalam badan bayi
menjadi daging dan tulang. Dengan demikian, maka bayi tersebuat telah
mendapatkan pengaruh dari perempuan yang menyusuinya, Baik dalam kesehatan
maupun dalam karakternya. Terkadang pengaruh kejiwaan dan kecerdasan akal
lebih besar dari pada pengaruh yang bersifat jasmaniyah, meskipun pengaruh
suara juga dapat membakas pada diri bayi. Jika memang demikian, maka
pengaruh kecerdasan akal, perasaan dan watak prempuan tersebut jelas lebih besar
dan lebih kuat.35
Dalam hal ini, kaum musliminlah yang beruntung. Sebab, agama meraka
memberi petunjuk kepada meraka hal-hal yang mendatangkan maslahat dan
mendidik anak-anak dan membina ahlak mereka. Sebagian ulama mengatakan
bahwa menyusui bayi sebaiknya dilakukan oleh ibu sendiri dan tidak wajib
atasnya. Kecuali jika bayi tersebut hanya mau mengisap air susu ibunya dan tidak
mau menghisap air susu orang lain, sebagaimana yang sering kita saksiakan pada
sebagian bayi.36
Hikmah ditetapkannya pembatasan waktu menyusui bayi dengan masa ini
ialah, agar kepentingan bayi benar-benar diperhatikan. Air susu adalah makanan
utama bayi pada umur seperti ini. Dan ia sangat memerlukan perawatan yang
sangat seksama dan tidak mungkin dilakukan oleh orang lain kecuali ibunya
sendiri. Dan apanila kedua orang tuanya melihat adanya maslahat dalam
memisahkan bayi dari ibunya kurang dari dua tahun, maka kedua orang tua harus
35
Ahmad Mushthafa Al-Maraghy, Tafsir Al-Maraghy Terjemah (Semarang: Toha Putra,
1984), h. 344.
36
Ibid. h. 346.
memelihara kesehatannya dengan sebaik-baiknya. Sebab, ada sebagian bayi yang
tidak mau menghisap lagi air susu ibu sebelum cukup dua tahun, hingga harus
diberi makanan lembut sebagai gantinya.37
Surat An-Nisaa ayat 23:
     
Artinya:“Ibu-ibumu yang menyusui kamu dan saudara perempuan sepersusuan.”
(QS. An-Nisa: 23).38
Dalam bahasa minang, kemenakan. “ibu-ibumu yang telah pernah menyusui
kamu. Inilah satu mahram tambahan yang dikatakan oleh ketentuan syara‟.
Bahwasanya perempuan yang telah pernah kita cucut air susunyya, telah
menyusui kita sebagai anak sendiri, jadilah dia ibu kita pula; haram dinikahi.
Itulah sebabnya, maka setelah Bani Sa‟ad dapat dikalahkan dalam peperangan
Humain, dibawa oranglah seorang perempuan tua kehadapan Rasulullah (usia
Rasul ketika itu telah 62 tahun), sebagai tawanan. Ternyata perempuan itu ialah
halimah As-Sa‟diah yang menyusui beliau waktu kecil. Dengan terharu
disuruhnya perempuan itu duduk keatas hamparan tempat beliau duduk. Setelah
perempuan tua itu duduk, Nabi kita duduk dihadapan haribannya, lalu beliau
sandarkan kepalanya keatas dada beliau. Sehingga terbayanglah kembali peristiwa
60 tahun yang lalu, ketika Nabi kita masih di dalam asuhan dan penyusuan
37
38
Ibid.
Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur‟an, Op. Cit. h. 81.
perempuan itu didesa Bani Sa‟ad. Beliau tanyakan kepadanya dari hal saudarasaudara sepersusuannya. Rupanya ada yang telah mati dan ada yang masih hidup.
Yang masih hidup itu ada yang turut datang sekarang mengharapkan belas kasih
beliau. Dengan ini beliau telah memberikan teladan bagaimana mengasihi
seseorang ibu yang pernah telah kita minum dan kita cicip air susunya.
“saudara-saudara perempuan kamu sepersusuan”
Karena itu yang menyusui itu telah dihukumkan sebagai ibu kandung,
niscaya sekalian saudara yang telah turut mengecap, mencicip air susu itu dengan
sendirianya telah jadi saudara pula, tidak boleh dinikahi lagi.
Dan termasuk pulalah disini dengan sendirinya saudara lain yang samasama menyusui dari perempuan yang telah menyusuinya itu. Seumpama
hubungan sepesusuan antara Rasul SAW dengan pamannya Hamzah bis Abi
Thalib yang syahid dalam perang Uhud. Pada waktu sama-sama menyusui Nabi
dan Hamzah sama disusui oleh seorang perempuan bernama Tsusaibah, hambasahaya Abu Lahab. Hamzah mati meninggalkan seorang anak perempuan yang
sudah patut dinikahi, lalu ditawarkan kepada Rasul SAW supaya beliau sudi
menikah dengan anak Hamzah itu. Maka beliau tolak dengan sabdanya 39:
,‫ ِاَّنَّ َا ْابْيَة َا ِ ْ ِم َن َّامرضَ اػَ ِة‬, ْ ِ ‫ فَ َلا َل ( ِاَّنَ َا ََل َ َِت ُّل‬.‫ُا ِريْدَ ػَ ََّل ابْيَ ِة َ َْح َز َة‬
‫َغ ِن ا ْب ِن َغبَّ ٍاس َا َّن اميَّ ِ ِ ِّب‬
ْ َ ‫َو َ َْي ُر ُم ِم َن َّامرضَ ا ػَ ِة َم‬
َِ ‫اَي ُر ُم ِم َن امً َّ َس ِب) ُمتَّ َفقٌ ػَلَ ْي‬
39
Prof. Dr. H. Abdhumalik Abdhulkarim Amrullah (HAMKA), Tafsir Al-Azhar Juzu 4-56 (Jakarta: Yayasan Nurul Islam, 1984), h. 348.
Artinya: Dari Ibnu Abbas. Bahwasannya Nabi saw. Diminta menikah dengan
anak Hamzah. Maka sabdanya :“Sesungguhnya ia tidak halal bagiku,
lantaran ia itu anak bagi saudara susuku; karena haram dari
persusuan
itu
apa-apa
yang
haram
dengan
sebab
nasab”
muttafaq‟alaihi. 40
Dan pernah pula seseorang bertanya kepada Ibnu Abbas tentang dua orang
perempuan bersaudara. Seorang antaranya menyusui seorang anak perempuan dan
yang seorang lagi menyusui seorang anak laki- laki, bolehlah anak laki-laki itu
menikahi anak perempuan tadi. Ibnu Abbas menjawab: “ Tidak boleh! Karena
pesusuan satu.”
Dan tersebut pula dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Bukhori dan
Muslim juga, bahwa Nabi pernah bersabda:
‫ا َّن َّامرضَ اػَ َة ُ ََت َر ُم َما ُ ََت َر ُم امْ ِ ََل َ ُة‬
‫ِإ‬
Artinya: “Sesungguhnya penyusuan itu mengharamkan sebagaimana haramnya
kelahiran”
Lantaran itu, maka suami perempuan yang menyusui seorang anak
perempuan menjadi ayah bagi yang disusui itu, tidak boleh mereka menikah.
40
A. Hassan, Terjemah Bulughul-Maram Cet-XXVIII (Bandung: CV. Penerbit
Diponegoro, 2011), h. 509-510.
Pendeknya, yang telah dikerjakan turun-temurun dalam Islam jelaslah, bahwa
perempuan yang pernah menyusui seseorang, jadi ibu baginya.41
Dalam hal ini, donor air susu ibu mengambil mengambil dasar hukum
yang terdapat didalam Al-Qura‟an surat Al-Maa‟idah ayat dua yang berkaitan
dengan tolong menolonglah kamu dalam kebajikan, maka dari itu seorang wanita
boloh memberikan air susu ibu kepada bayi yang bukan anak kandungnya.
Surat Al-Maa‟idah ayat 2:
 
َ‫ﷲ‬           
 َ‫ﷲ‬
Artinya:“Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan janganlah tolong menolong dalam perbuatan dosa dan
pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah
Amat berat Siksa-Nya.”(QS. Al Maidah: 2).42
Firman Allah, bekerja samalah dalam kebaikan dan takwa dan janganlah
bekerja sama dalam berbuat dosa dan permusuhan.”Allah Ta‟ala menyuruh
hamba-hamba-Nya yang beriman supaya tolong-menolong dalam mengerjakan
berbagai kebaikan, yaitu kebaikan dan dalam meninggalkan aneka kemungkaran,
41
42
Abdhumalik Abdhulkarim Amrullah (HAMKA), Op. Cit. h. 349.
Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur‟an, Op. Cit. h. 106 .
yaitu ketakwaan, serta melarang mereka tolong-menolong dalam melakukan
kebatilan dan bekerja sama berbuat dosa dan keharaman.43
Surat Al-Mumtahanah ayat: 8.
         
ُ‫ ﷲ‬ 
ُ‫ ﷲ‬     
 
Artinya:“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil
terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karna Agama dan tidak
(pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berlaku adil.”(QS. Al Mumtahanah: 8).44
Ayat diatas secara tegas menyebut nama Yang Maha Kuasa dengan
menyatakan: Allah yang memerintahkan kamu bersikap tegas terhadap orang
kafir-walaupun tidak melarang kamu karena agama dan tidak pula mengusir
kamu dari negri kamu. Allah tidak melarang kamu berbuat baik dalam bentuk
apapun bagi mereka dan tidak juga melarang kamu berlaku adil kepada mereka.
45
43
Muhamad Nasib Ar-Rifa‟i, Kemudahan Dari Allah Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir
(Jakarta: Gema Insan, 1999), h. 14.
44
Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur‟an, Op. Cit. h. 550.
45
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur‟an
(Jakarta: Penerbit Lentera Hati, 2002), h. 168.
2. Hadits Nabi
‫َشام َؼ ْظ َم‬
َ ِ ‫َو َغ ِن ا ْب ِن َم ْس ُؼ ٍ َر‬
َ َ ْ ‫ِضﷲُ َغ ْي َُ كَ َال كَ َال َر ُس ُل َّ ِ َ َِّل ﷲُ ػَلَ ْي َِ َو َس َّ ََّل ََل َرضَ ا َع ا ََّل َما َأو‬
‫ِإ‬
) َ ‫َو َأهْبَ َت َانل َّ ْح َم ( َر َوا ٍُ َأب ُ َُاو‬
Artinya: “Dari Ibnu Mas‟ud ra. Bahwa Rasullullah Saw. Bersabda,”Tidak ada
persusuan (yang menjadikan mahram) kecuali persusuan yang dapat
menguatkan
tulang
dan
menumbuhkan
daging.”Riwayat
Abu
Dawud”.46
Kesimpulan Hadis:
1. Persusuan dapat mengakibatkan hubungan persaudaraan (mahram), yang
haram terjadi pernikahan padanya.
2. Sahnya hubungan persusuan (menurut pendapat yang lebih kuat) adalah
yang dilakukan pada masa-masa bayi dan belum disapih, yaitu sebelum
umur maksimal (dua tahun).47
Selain Al-Qura‟an dan Hadits, Qaidah Fiqhiyyah juga diambil sebagai dasar
hukum donor air susu ibu antara lain:
3. Qaidah Fiqhiyyah
‫نِلْ َ َسا ِ َل ُ ْ ُ امْ َم َل ِاص ِد‬
46
47
Imam Ibnu Hajar Al-„Asqalany, Op. Cit. h. 664.
Ibid.
Artinya: “Hukum sarana adalah mengikuti hukum capaian yang akan dituju”.48
ُ ْ ‫َا َ ْص ُل ِ ْا َبْ َ ا عِ املَّ ْح ِر‬
Artinya: “Hukum asal melakukan hubungan seks (antara pria dan wanita) adalah
haram”.49
‫ثَ َ ُّ ُ اَل َما ِم ػَ ََّل َّامر ِغ َّي ِة َمٌُ ْ ٌ ِ مْ َم ْ لَ َ ِة‬
‫ِإ‬
Artinya: “Tindakan pemimpin (pemegang otoritas) terhadap harus mengikuti
kemaslahatan”.50
C. Manfaat Air Susu Ibu bagi Bayi
ASI sangat dianjurkan untuk menjadi makanan pokok bagi si bayi
karena beberapa hal, antara lain sebagai berikut:
1. Serat makanan bagi bayi
Kondisi bayi yang masih sangat lemah termasuk fisiknya, menyebabkan
tidak semua makanan baik untuk bayi. Karena untuk menjamin kesehatan
dan pertumbuhanya diperlukan beberapa syarat makanan yang layak untuk
bayi, antara lain:
a. Memenuhi kecukupan energi dan semua zak gizi sesuai umur;
b. Sesuai dengan pola menu seimbang;
c. Bentuk dan porsi disesuaikan dengan daya terima, toleransi, dan
keadaan faal bayi;
48
Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa MUI Bidang Sosial dan Budaya (Jakarta:
Erlangga, 2015), h. 419.
49
Ibid.
50
Ibid.
d. Kebersihan terjaga.
Dari syarat-syarat tersebut, hanya ASI-lah yang cocok untuk digunakan
oleh bayi terutama dalam usia1-6 bulan pertama.
2. Kandungan ASI
ASI merupakan susu yang murni dan steril sehingga sangat mendukung
kesehatan bayi, sehingga bayi tidak mungkin bayi akan mendapatkan
infeksi usus bila hanya mengonsumsi ASI saja. Dari berbagai penelitian
ditemukan bahwa bayi menerima berbagai kekebalan tubuh terhadap
berbagai infeksi dari cairan kolostrom dan melalui ASI. Dalam ASI sendiri
mengandung semua zat yang diperlukan oleh bayi, antara lain protein,
lemak, laktosa (gula susu), vitamin zat besi, air, garam, kalsium, dan
fostat. Adapun komposisi ASI dapat diuaraikan sebagai berikut.
a. Colostrom, dihasilakan hari ke-1-3 setelah bayi lahir, manfaatnya
sebagai berikut:
1). Sebagai pembersih selaput usus bayi yang baru lahir;
2). Mengandung kadar protein yang tinggi;
3). Mengandung zat ati biotik.
b. ASI masa transisi, dihasilakan hari ke-4-10.
c. ASI motur, dihasilkan hari ke-10 sampai seterusnya
3. Keuntungan ASI adalah sebagai berikut.
a. Mengandung semua zat gizi dalam susunan dan jumlah yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi selama 4-6 bulan pertama.
b. Tidak memberatkan fungsi seluruh pencernaan dan gijal bagi bayi.
c. Mengandung berbagai zat antibodi, sehingga mencegah terjadinya
infeksi.
d. Mengandung B-laktoglobulin yang tidak menyebabkan elergi.
e. Selalu segar dan terbebas dari kuman.
f. Dapat berfungsi menjarakan kelahiran.
g. Membina hubungan yang hangat dan penuh kasih sayang antara ibu
dan bayi.51
ASI selain sangat penting bagi bayi juga sangat bermanfaat bagi ibu
dan keluarga, antara lain karena:
a. Ekonomis, karena sangat menghemat belanja;
b. Praktis, karena dimanapun suhu, ASI selalu ideal dan siap dikonsumsi;
c. Tidak perlu mencuci dan mensterilkan bola;
d. Tidak perlu bingung untuk menyimpan;
e. Hisapan bayi akan dapat mempercepat kembalinya atau mengencangkan
uterus atau rahim setelah melahirkan;
f. Membantu terjadinya ikatan batin diantara ibu dengan anaknya;
g. Resiko alergi kecil (tidak mengandung betalaktoglobulin)
h. Memberikan kepuasan bagi ibu.52
Adapun manfaat memberikan ASI untuk bayi bagi negara, antara lain:
a. Menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi;
b. Menghemat devisa negara;
51
52
Ahsin W. Al-Hafidz, Fiqih Kesehatan (Jakarta: Amzah, 2007), h. 263.
Ibid, h. 266.
c. Mengurangi subsidi untuk rumah sakit;
d. Meningkatkan kualitas generasi penerus.53
D. Pendapat Ulama
1. Pendapat Zainudin bin Abdul Al-Malibari dalam Kitab Fathul Muin (bab
nikah) wanita mahram terdapat pada sejumlah wanita yang sulit dihitung :
‫ُسػَدُّ ُ َُّن ػَ ََّل ْا ٓ َحا ِ َ ََكمْ ِف ا ْم َر َأ ٍةىَ َك َح َم ْن‬
َ ُ ‫( فَ ْر ٌع ) م َ ِ ا ْخ َتلَ َط ْت ُم َح َّر َم ٌة ِب ًِ ْس َ ٍةغَ ْ ِْي َم ْح ُ َ ٍات ِبأَ ْن ي َ ْؼ‬
‫َ َاا ِمْنْ ُ َّن ا َِل َأ ْن ثَ ْب َق َوا ِحدَ ٌةػَ ََّل ْا َ ْر َ ِح‬
‫ِإ‬
Artinya : Andaikata terhadap sejumlah wanita yang bilangannya sulit dihitung
secara satu persatu, misalnya jumlah mereka ada seribu orang,
sedangkan diantara mereka terhadap wanita yang muhrim bagi lelaki
yang bersangkutan, maka ia boleh menikahi siapapun diantara mereka
yang disukainya, hingga jumlah mereka hanya tinggal satu orang,
menurut pendapat yang paling kuat.54
.‫َوا ْن كَدَ َر َوم َ ْ ُِسُِ ْ َ ٍ ػَ ََّل ُمتَ َيلٌََّ ِة ْا ِ ِ ّل ِٔأ ْو ِب َم ْح ُ ْ ِر ٍات َ ِؼ ْ ِ ْ َن ب َ ْل ِما َ ٍةمَ ْم ي َ ْي ِك ْح ِمْنْ ُ َّن َ ْ ًا‬
‫ِإ‬
Artinya: Tetapi jikalau ia mampu menghitungnya untuk mengetahui secara yakin
wanita mana saja yang dikawininya, atau wanita yang mahram itu
bercampur dengan sejumlah kaum wanita yang terbatas bilangannya,
misalnya dua puluh bahkan bahkan seratus orang wanita, maka ia tidak
boleh menikahi seorang pun dari mereka (sebelum dia menyeleksi mana
yan mahram dan mana yang bukan mahram). 55
ٍُ ‫ َ َمَكا ْس َل ْظِ ََر‬-‫ه َ َؼ ْم ا ْٕن كَ َط َع ِب َل َم ُّ ُِّيَُا َ َس ْ َا َاا ْختَلَ َط ْت ِب َم ْن ََل َس َ ا َ ِفْيْ ِ َّن مَ ْم َ َْي ُر ْم غَ ْ ُْيَُا‬
‫ِإ‬
.‫َ ْي ُخيَا‬
53
Weni Kristiyanasari, ASI, Menyusui dan Sadari (Yogyakarta: Nuha Medika, 2011), h.
22.
54
Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibari al-Fannani, terjemahan Fat-hul Mu‟in (Bandung:
Sinar Baru Algensindo, 2016), h. 1202-1203.
55
Ibid.
Artinya: “Memang diperbolehkan ia menikahinya, jika secara pasti ia dapat
membedakan. Misalnya wanita yang mahramnya itu berkulit hitam,
tetapi ditengah-tengah kaum wanita yang kulitnya tidak hitam, maka
tidak haram baginya menikahi wanita selainnya. Demikianlah
pendapat yang dianggap kuat oleh guru kami.56
Penulis menyimpulkan bahwa apa bila ada seseorang laki-laki yang ingin
menikah tetapi ragu karena terdapat satu wanita yang merupakan saudara
sepersusuan dan telah berpisah sejak lama bahkan tidak diketahui lagi
identitasnya, kemudian wanita tersebut tercampur bersama wanita-wanita lain
yang sulit dihitung maka laki-laki tersebut boleh menikahi salah satu dari wanita
tersebut. Karena Islama adalah agama yang tidak memaksakan hukum terhadap
manusia yang tidak mampu melaksanakannya sesuatu yang haram dalam keadaan
darurat juga bisa menjadi halal, hal ini disadari bawha manusia memiliki
kemampuan yang terbatas. Seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur‟an surat AlBaqarah ayat: 185
َ‫ﷲ‬         ُ‫ﷲ‬
    
Artinya: Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan
hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan
kepadamu, supaya kamu bersyukur. (Al-Baqarah ayat 185)57
56
57
Ibid
Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur‟an, Op. Cit. h. 28.
Namun apa bila wanita tersebut tercampur dengan wanita-wanita yang
mudah untuk dihitung maka laki-laki tersebut wajib untuk menyeleksi dan
mencari mana wanita yang mahram akibat sepersusuan dan mana wanita yang
bukan mahram, jika secara pasti ia dapat membedakan wanita mahramnya,
misalnya wanita mahramnya berkulit hitam tetapi dia tercampur bersama wanitawanita yang kulitnya tidak hitam maka tidak haram baginya menikahi wanita
selainya. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya pernikahan sepersusuan,
karena saudara sepersusuan termasuk larangan pernikahan abadi.
2. Pendapat asy-syayrazi dalam kitab al-Muhadzdzab (4/587):
ِ ‫لَب ا َِل َ ْي ُث ي َ ِ ُل ِ َِل ْرثِ َ اعِ َو َ َْي ُ ُل ِب َِ ِم ْن اهْ َب‬
‫ات انل َّ ْح ِم‬
ُ َ َّ ‫َويَثْبُ ُت املَّ ْح ِر ْ ُ ِ مْ َ ُ ْ ِر َه َّ َُ ي َ ِ ُل ان‬
‫ِإ‬
‫ِإ‬
ِ ْ ‫ فَ ََك َن َس ِب ْي ًال ِم َل ْح ِر‬، ‫اِئ‬
ِ ِ َّ ‫َواهْ ِتشَ ِارامْ َؼ ْظ ِم َما َ َْي ُ ُل ِ َّمرضَ اعِ َويَثْبُ ُت ِ َّمس ُؼ ْ ِ َه َّ َُ َس ِب ْي ُل ِم ِف ْط ِرام‬
‫َّامرضَ اعِ َ مْ َف ِم‬
Artinya: “Berlakunya hukum mahram (karena persusuan) dapat melalui proses
al-wajur memasukan air susu ke tenggorokan tanpa proses menyusui
langsung karena proses tersebut menyebabkan masuknya ASI kepada
bayi seperti proses pemberian ASI secara langsung. Masuknya ASI
tersebut dengan proses al-wajur juga berperan dalam pertumbuhan
daging dan tulang seperti proses pemberian ASI langsung. Hukum
mahram (karena persusuan) juga berlaku melalui proses as-sa‟uth
memasukan ASI melalui hidung, karna hal itu dapat membatalkan
puasa, maka dapat dianalogikan sama seperti masuknya ASI melalui
mulut”.58
Susuan yang menimbulkan mahram adalah susuan yang menghilangkan
rasa lapar, karna hal tersebut akan terbentuknya pertumbuhan daging dan tulang.
58
Majelis Ulama Indonesia, Op. Cit, h. 421.
Apapun caranya baik menggunakan suntikan yang sudah dijelaskan dalam pasal
11 tentang air susu ibu eklusif, penulis sependapat dengan pendapat ulama asysyayrazi, karna apapun bentuk dan caranya yang dapat memasuknya ASI kedalam
tubuh bayi akan mengakibatkan mahram. Karna hal tersebut sama-sama akan
menjadikan pertumbuhan daging dan tulang.
3. Pendapat Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughni (11/313):
ِ ‫ َو َ َْي ُ ُل ِب َِ ِم ْن اهْ َب‬، ِ‫َ اع‬
‫ات انَّل ْح ِم َوِاهْث َِازامْ َؼ ْظ ِم‬
‫ِإ‬
‫املَّ ْح ِر ْ ِ ’ َوا َه ُْف َس ِب ْي ُل امْ ِف ْط ِنرل َّ ا ِ ِِئ فَ ََك َن‬
ِ‫لَب ا َِل َ ْي ُث ي َ ِ ُل ِ َِل ْرث‬
ُ َ َّ ‫َو ّٔ َّن ُ ََذا ي َ ِ ُل ِب َِ ان‬
‫ِإ‬
ِ َُ َ ‫ فَ َي ِج ُب َأ ْن ي َُسا ِوي‬، ِ‫َما َ َْي ُ ُل ِم ْن ا َِل ْرثِ َ اع‬
‫َس ِب ْي ًال نِللَّ ْح ِر ْ ِ َ َّمرضَ اعِ ِ مْ َف ِم‬
Artinya: “Hal seperti ini- memasukan ASI tanpa proses langsung-menyebabkan
ASI masuk kedalam perut bayi, tidak berbeda dengan proses pemberian
ASI secara langsung dalam menumbuhkembangkan daging dan tulang,
sehingga hukum keduanya- pemberian ASI secara langsung atau tidak
langsung adalah sama yaitu, berlakunya hukum mahram (karena
persusuan).” 59
Terjadinya mahram akibat sepersusuan adalah ketika menyusui seorang
anak yang belum mencapai umur dua tahun dan menyusui sampai menghilangkan
rasa lapar. Sesuai dengan hadis Nabi Saw :
‫ِض ﷲُ َغْنْ َا كَام َ ْت كَ َال َر ُس ُل ﷲِ َص ََّّل ﷲُ ػَلَ ْي َِ َو َسل َّ َـم ُاه ُْظ ْر َن َم ْن ا ْخ َ ا ُى ُك َّن فَاه َّ َما َا َّمر‬
َ ِ ‫َو َغْنْ َا َر‬
‫ِإ‬
‫ِإ‬
)َِ ‫ضَ اػَ ُة ِم َن امل َ َجا ػَ ِة ( ُمتَّ َفقٌ ػَلَ ْي‬
59
Ibid . h. 422.
Artinya: “ Dari Aisyah r.a. bahwa Rasulullah Saw. Bersabda, “(wahai kaum
wanita) lihatlah saudara-saudara kalian (sesusuan). Hubungan
saudara sesusuan itu terjadi jika menyusui untuk menghilangkan rasa
lapar.” Muttafaq „Alaih.60
Hadis diatas menunjukan bahwa susuan yang menyebabkan seorang
menjadi mahram adalah susuan dikarnakan menghilangkan rasa lapar (maja‟ah).
Menghilangkan rasa lapar dapat terpenuhi dengan dengan makan. Proeses makan
terjadi ketika anak memakan dengan cara wajar, dimulai dari memasukan
makanan kedalam mulutnya, mengunyah (mengisap susu baik melalui puting ibu
ataupun melalui botol yang berisi air susu ibu) kemudian menelan air susunya.
Sekalipun penyusuan tidak dilakukan secara langsung sebagaimana seorang ibu
yang menyusui anaknya, tetapi keduanya sama-sama dapat menghilangkan rasa
lapar. sehingga hukum keduanya- pemberian ASI secara langsung atau tidak
langsung adalah sama yaitu, berlakunya hukum mahram (karena persusuan).
4. Pendapat sebagian ulama seperti disebutkan dalam kitab al-Mughni
(6/363):
ٍ ِ ‫َـب َأ ِِب َ ٌِ ْي َف َة َو َم‬
‫ ِمـأَه َ َُ َما ٌع َخ ِر ٌج‬, ‫اِل‬
ُ ُ‫ َو ُُ َ َم ْذ‬, َِ ‫َو َذُ ََب َ ََجا ػَ ٌة ِم ْن َأ ْْصَا ِب َيا ا َِل َ َْت ِر ْ ِ ب َ ْي ِؼ‬
‫ِإ‬
َِ ِ ‫ َو ِمـأَه َّ َُ ِم ْن أ ٓ َ ِم ّ ٍي فَأَ ْ َب َُ َسا ِ َر َأ ْ َزا‬, ‫ِم ْن أ ٓ َ ِميَّ ٍة فَ َ َّْل َ َُي ْزب َ ْي ُؼ َُ َ مْ َؼ َر ِق‬
Artinya: “sebagai sahabat kami (ulama mazhab Hambali) berpendapat bahwa
memperjualbelikan ASI adalah haram hukumnya. Pendapat ini sesuai
60
mam Ibnu Hajar Al-„Asqalany, Op. Cit. h. 660.
dengan mazhab Abu Hanifah dan Malik. Alasan keharamnnya karena
ASI adalah benda cair yang keluar dari seseorang wanita maka tidak
boleh diperjualbelikan seperti keringat. Alasannya lainya, ASI adalah
bagian dari manusia (yang tidak boleh diperjualbelikan).”61
Praktik jual beli ASI manusia itu sendiri dalam fiqih Islam yang
merupakan cabang hukum yang didalamnya terdapat perbedaan pendapat oleh
para ulama. Adapun perbedaan pendapat tersebut yaitu sebagai berikut:62
a. Pendapat yang mengharamkan: ASI manusia tidak sama seperti bendabenda yang boleh diperjual belikan karena ASI bukan termasuk dalam
kategori harta, ASI merupakan bagian dari tubuh manusia. Sedangkan
manusia beserta seluruh organ tubuhnya adalah terhormat. Maka menjual
belikan ASI sama saja dengan menjatuhkan derajat kemuliaan manusia.
ASI itu juga hakikatnya adalah restan (organ sisa) yang dikeluarkan dari
tubuh manusia, sama seperti air mata, keringat, ingus dan sebagainya.
Yang tidak boleh diperjual belikan. Dan miskipun suci, tetapi setiap benda
yang suci belum tentu boleh diperjual belikan.
b. Pendapat yang memperbolehkan: ASI itu suci bisa diambi manfaatnya
(Intifa) sehingga boleh dijual seperti halnya air susu hewan. Mengenai
tidak adanya budaya jual beli ASI, hal itu tidak bisa menjadi landasan
bahwa ASI tidak boleh dijual. Sebab, ada juga barang yang jarang dijual
belikan dipasaran, padahal ia boleh diperjual belikan.
61
Ibid .
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah: Kapita Selekta Hukum Islam, Cet. XI (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2000), h. 157.
62
Penulis sepajam dengan pendapat yang mengharamkan karena ASI
merupakan
bagian
dari
tubuh
manusia.
Yang notabennya
tidak
bisa
diperjualbelikan kecuali menerima upah dari pengorbananya.
5. Pendapat Muhammad Ibnu al-Hasan dalam kitab al-Mabsuth (15/):
‫ِا ْس لِ ْح َلا ُق م َ َ َِب ْا ٓ َ ِميَّ ِة ِب َؼ ْل ِد ْاَل َج َار ِة َ ِم ْي ٌل ػَ ََّل َأه َّ َُ ََل َ َُي ْ ُز ب َ ْي ُؼ َُ َو َ َ ُازب َ ْيع ِ م َ َ َِب ْا َهْ َؼا ِم َ ِم ْي ٌل ػَ ََّل‬
‫ِإ‬
‫َأه َّ َُ ََل َ َُي ْ ُز ِا ْس لِ ْح َلا كُ َُ ِب َؼ ْل ِد اَل َج َار ِة‬
‫ِإ‬
Artinya: “Hak untuk memeroleh upah dari ASI karena sebab akad Ijarah menjadi
dalil tidak diperbolehkan melakukan jual beli ASI, sebagai kebolehan
memperjualbelikan susu binatang menjadi dalil tidak diperbolehkannya
melakukan akad Ijarah untuk memeroleh susu dari binatang
tersebut.”63
Seorang pendonor ASI boleh menerima upah dari pemberian ASI kepada
bayi yang bukan bayi kandungnya sesuai dengan kesepakatan anatara kedua belah
pihak, pendapat Pendapat Muhammad Ibnu al-Hasan sejalan dengan ketentuan
Majelis Ulama Indonesia yang mengatakan boleh memberikan dan menerima
imbalan jasa dalam pelaksanaan donor ASI, dengan catatan; (i) tidak untuk
komersialisasi atau diperjualbelikan. (ii) ujrah (upah) diperoleh sebagai jasa
pengasuhan anak, bukan sebagai bentuk jual beli ASI.
63
Ibid. h. 423.
BAB III
ISTIRDLA’ DALAM PRESPEKTIF MAJELIS ULAMA INDONESIA
(MUI)
A. Profil Majelis Ulama Indonesia
1. Sekilas Profil Majelis Ulama Indonesia
Majelis Ulama Indonesia (MUI) berdiri pada tanggal 17 Rajab 1395
Hijriyah bertepatan dengan tanggal 26 Juli 1975 Miladiyah. Majelis Ulama
Indonesia (MUI) hadir kepentas sejarah ketika bangsa Indonesia tengah pada fase
kebangkitan kembali, setelah selama tiga puluh tahun sejak kemerdekaan energi
bangsa lebih banyak tererap dalam perjuangan politik didalam negeri maupun
forum internasional, sehingga kesempatan untuk membangun menjadi bangsa
yang maju berakhlak mulia kurang diperhatikan.
Pendirian MUI dilatar belakangi adanya kesadaran kolektif pimpinan umat
Islam bahwa Indonesia memerlukan suatu landasan kokoh bagi pembangunan
masyarakat yang maju dan berakhlak. Karena itu, keberadaan organiasi para
ulama, zuama, dan cendekiawan muslim ini merupakan konsekuensi logis dan
persyaratan bagi perkembangan hubungan yang harmonis antara berbagai potensi
yang ada untuk kemaslahatan seluruh rakyat Indonesia.
Sebelum MUI didirikan, telah digelar beberapa kali pertemuan yang
melibatkan ulama dan tokoh-tokoh Islam. Pertemuan tersebut mendiskusikan
gagasan akan pentingnya keberadaan majelis ulama yang menjalankan Fungsi
ijtihad kolektif dan memberikan masukan dan nasihat keagaman kepada
pemerintah dan masyarakat. Pada tanggal 30 September hingga 4 Oktober 1970
diselenggarakan sebuah konferensi di Pusat Dakwah Islam. Konferensi terebut
bertujuan untuk membentuk sebuah majelis ulama yang berfungsi memberikan
fatwa.64
Ulama Indonesia menyadari dirinya sebagai pewaris tugas-tugas para Nabi
(warasatul anbiya) pembawa risalah Ilahiyah dan pelanjut misi yang diemban
Rasul Muhammad SAW. Mereka terpanggil bersama-sama Zuama dan
Cendekiawan Muslim untuk memberikan kesaksian akan peran kesejarahan pada
perjuangan kemerdekaan yang telah mereka berikan pada masa penjajah, serta
berperan aktif dalam membangun masyarakat dan mensukseskan pembangunan
melalui berbagai potesi yang mereka miliki dana wadah Majelis Ulama Indonesia.
Ihtiyar-ikhtiyar yang dilakukan Majelis Ulama Indonesia senantiasa ditunjukan
bagi kemajuan agama, bangsa, dan negara baik pada masa lalu, kini maupun
sekarang.
Para Ulama, Zama dan Cendekiawan Muslim menyadari bahwa terdapat
hubungan timbal balik saling memerlukan antara Islam dan negara. Islam
memerlukan negara sebagai wahana mewujudkan nilai-nilai universal Islam
seperti keadilan, kemanusiaan, perdamaian sedangkan negara Indonesia
memerlukan Islam sebagai landasan pembangunan masyarakat yang maju dan
berakhalak. Oleh karna itu, keberadaan organisasi para ulama, Zuama dan
cendekiawan muslim satu konsekuensi logis dan prasyarat berkembangnya
64
M. Asrorun Ni‟am Sholeh, Metodologi Penetapan Fatwa Majelis Ulama Indonesia
(Jakarta: Emir, 2016), h. 67.
hubungan yang harmosis antara berbagai potensi untuk kemaslahatan seluruh
rakyat Indonesia.65
2. Visi dan Misi Majelis Ulama Indonesia
Visi Majelis Ulama Indonesia
Terciptanya kondisi kehidupan yang bermasyarakat berbangsa dan
bernegara yang baik, yang memperoleh ridho dan ampunan Alloh
SWT (baldatun thoyibatun wa robbun ghofur) menuju masyarakat
berkualitas (khoro ummah) demi terwujudnya kejayaan Islam dan
kaum muslimin (izzul Islam wal muslimin) dalam wadah NKRI.
Misi Majelis Ulama Indonesia
a. Menggerakkan kepemimpinan dan kelembagaan umat secara
efektif dengan menjadikan Ulama sebagai panutan (qudwah
hasanah);
b. Melaksanakan dakwa Islam, amar ma‟ruf nahi munkan dalam
mengembangkan akhlakul karimah agar terwujud masyarakat
berkualitas dalam berbagai aspek kehidupan;
c. Mengembangkan ukhuwah Islamiyah dan kebersamaan dalam
mewujudkan persaatuan dan kesatuan umat Islam diseluruh
NKRI.66
65
Muhammad Ali Mukhtar, “Studi Analisis Tentang Fatwa Mui Nomer 28 Tahun 2013
Tentang Donor Asi (ISTIRDHA) Kaitan Dengan Radla‟ah Dalam Perkawinan”. (Skripsi Program
Strata Satu Fakultas Syari‟ah Universitas Islam Negri Walisongo, Semarang: 2015), h. 56.
3. Peran Majelis Ulama Indonesia
a. Sebagai pewaris tugas para Nabi (waratsatul anbiya)
Majelis Ulama Indonesia berperan sebagai pewaris tugas-tugas
para Nabi, yaitu menyebarkan ajaran Islam seta memperjuangkan
terwujudnya suatu kehidupan sehari-hari secara arif dan bijaksana yang
berdasarkan Islam.
b. Sebagai pemberi fatwa (mufti)
Majelis Ulama Indonesia berperan sebagai pemberi fatwa bagi
umat Islam baik diminta maupun tidak diminta. Sebagai lembaga pemberi
fatwa Majelis Ulama Indonesia mengakomodasi dan menyalurkan aspirasi
umat Islam Indonesia yang sangat beragam aliran paham dan pemikiran
serta organisasi keagamaan.
c. Sebagai pembimbing pelayan umat (khadimul ummah)
Majelis Ulama Indonesia berperan sebagai pelayan umat (khadim
al ummah), yaitu melayani umat Islam dan masyarakat luas dan memenuhi
harapan, aspirasi dan tuntunan mereka. Dalam kaitan ini Majelis Ulama
Indonesia senantiasa berikhtiyar memenuhi permintaan umat Islam, baik
langsung maupun tidak langsung, akan bimbingan dan fatwa keagamaan.
d. Sebagai gerakan Islam wal tajdid
Majelis Ulama Indonesia berperan sebagai pelopor islah yaitu
gerakan pembaharuan pemikiran Islam. Apabila terjadi perbedaan pendapat
dikalangan umat Islam maka Majelis Ulama Indonesia dapat menempuh
66
Majelis Ulama Indonesia Provinsi Lampung, Kilas Balik 40 Tahun Majelis Ulama
Indonesia Provinsi Lampung Berkarya Untuk Umat (Bandar Lampung: Mui Profinsi Lampung,
2014), h, 8.
jalan tajdid yaitu gerakan pembaharusan gerakan pemikiran Islam. Apabila
terjadi perbedaan pendapat dikalangan umat Islam maka Majelis Ulama
Indonesia dapat menempuh jalan taufiq (kompromi) dan tarjih (mencari
hukum yang lebih kuat). Dengan demikian diharapkan tetap terpeliharanya
semangat persaudaraan dikalangan umat Islam Indonsia.
e. Sebagai penengak amar makruf dan nahyi mungkar
Majelis Ulama Indonesia berperan wahana amar makruf dan nahyi
mungkar, yaitu dengan menegaskan kebenaran sebagai kebenaran dan
kebatilan sebagai kebatilan dengan penuh hikmah dan istiqomah.67
B. Landasan Hukum Fatwa Mui Tentang seputar Donor Air Susu Ibu (Istirdla’)
Landasan hukum dalam menentukan suatu keputusan menjadi bagian
terpenting dari suatu keputusan itu sendiri, hal ini disebabkan karena tidak
mungkin ada suatu keputusan tanpa adanya sebab permasalahannya, oleh sebab
itu landasan hukum dapat juga menjadi sebab munculnya suatu keputusan dan
juga sebagai penguat ditetapkannya keputusan agar tidak terjadi kerancuan dan
permasalahan-permasalahan yang dapat saja timbul akibat keputusan tersebut,
tidak hanya dalam fatwa MUI, landasan hukum juga sangat diperlukan dalam
perkara-perkara lain agar tidak timbul pertanyaan dan ketegasan dalam
mengambil suatu keputusan.
67
Ibid. h. 64.
Termasuk dalam menentukan keputusan fatwa MUI tentang seputar donor air
susu ibu (istirdha‟) juga terdapat landasan hukumnya, diantara landasan hukum
fatwa MUI terkait istirdha adalah sebagai berikut:
1. Bahwa ditengah masyarakat ada aktivitas berbagi air susu ibu untuk
kepentingan pemenuhan gizi anak-anak yang tidak berkesempatan mem
peroleh air susu ibunya sendiri, baik disebabkan oleh kekurangan suplai ASI
ibu kandungnya, ibunya telah tiada, tidak diketahui ibu kandungnya, maupun
sebab lain yang tidak memungkinkan akses ASI bagi anak.
Pada masa sekarang ini kebutuhan mengenai suplai air susu ibu sangat
diperlukan, dengan keadan dan kondisi yang tidak memungkinkan bayi mendapat
air susu ibu seperti ibu meninggal dunia atau ibu tidak dapat menghasilkan air
susu. Maka permasalah mengenai kebutuhan donor air susu ibu terhadap bayi
yang sulit mendapat air susu ibu menjadi pemasalahan yang darurat (emergency).
Pentingnya air susu ibu dalam ilmu kesehatan disebutkan bahwa ASI adalah
cairan hidup yang mengandung zat kekebalan yang akan melindungi bayi dari
berbagai penyakit infeksi, virus, parasit, dan jamur. Kolostrum mengandung zat
kekebalan 10-17 kali lebih banyak dari susu matang (manture). Zat kekebalan
yang berada pada ASI antara lain akan melindungi bayi dari penyakit mencret
(diare). Pada suatu penelitian diBrasil Selatan bayi-bayi yang tidak diberikan asi
mempunyai kemungkinan meninggal karena mencret 14,2 kali lebih banyak dari
pada bayi ASI eksklusif. ASI juga akan menurunkan kemungkinan bayi terkena
penyakit infeksi telinga, batuk, pilek, dan penyakit alergi. 68 Karena pentingnya
air susu ibu terhadap bayi disebukan juga dalam Al-Qur‟an surat QS. Al-Baqarah
ayat 233 yang berbunyi: Dan ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama
dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan
kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf.
seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah
seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena
anaknya.69 Oleh sebab itu air susu ibu lebih mengandung banyak manfaat jika
dibadingkan dengan susu formula.
2. Bahwa untuk kepentingan pemenuhan ASI bagi anak-anak tersebut, muncul
inisiasi dari masyarakat untuk mengoordinasikan gerakan berbagai Air Susu
Ibu serta Donor ASI.
Kemajuan didalam bidang iptek dan tuntutan pengembangan yang telah
menyentuh dari berbagai aspek kehidupan sehingga membuat beberapa
kemudahan bagi masyarakat seluruh dunia untuk mengembangkan beberapa
kepentingan bersama, dalam hal ini munculah inisiatif masyarakat untuk
mengordinasikan gerakan berbagai air susu ibu serta donor ASI untuk membantu
ibu-ibu yang yang tidak bisa memenuhi asupan ASI untuk sibayi. Oleh karna itu
sudah merupakan kewajaran dan keniscayaan jika setiap timbul persoalan baru
umat mendapatkan jawaban (Fatwa) yang mengatur tentang donor air susu ibu
yang sesuai dengan ajaran Islam dan memenuhi syariat Islam.
68
Utami Roesli, Mengenal ASI Eksklusif (Jakarta: PT Pustaka Pembangunan Swadaya
Nusantara, 2013), h. 8.
69
Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur‟an, Op. Cit. h. 37.
3. Bahwa ditengan masyarakat muncul pertanyaan mengenai ketentuan Agama
mengenai masalah tersebut diatas serta hal-hal lain yang berkaitan dengan
masalah keagamaan sebagai akibat dari aktivitas tersebut;
Karena adanya gerakan donor air susu ibu tersebut sehingga masyarakat
membutuhkan pedoman yang kaitanya dengan Agama, dan Hadist untuk
mencegah kekeliruan dan merusak nasap bagi pendonor air susu ibu dan bayi
yang menerima donor air susu ibu tersebut. Sehingga lembaga Majelis Ulama
Indonesia mengeluarkan Fatwa yang berkaitan dengan donor air susu ibu sebagai
pedoman ditengah masyarakat.
4. Bahwa oleh karena itu dipandang perlu menetapkan fatwa tentang seputar
masalah donor air susu ibu (istirdha) guna dijadikan pedoman.
Dengan adanya Fatwa dari Majelis Ulama Indonesia sekaligus jawaban
pertanyaan mengenai ketentuan Agama tentang seputar masalah donor air susu
ibu serta hal-hal lain yang terkait dengan masalah keagamaan sebagai akibat dari
aktifitas tersebuat, sehingga perlu adanya Fatwa sebagai pedoman dan jawaban
untuk masyarakat, agar masyarakat mengerti bagaimana keuntungan dan dampak
dari donor air susu ibu tersebut.
C. Substansi Fatwa MUI No. 28 Tahun 2013
A. Ketentuan Hukum
Majelis Ulama Indonesia (MUI) harus membuat fatwa no. 13 tahun 2013
tentang seputar donor air susu ibu, berdasarkan fatwa yang dibuat pada tanggal 13
Juli 2013 ini, setidaknya ada delapan poin ketentuan hukum yang disampaikan
oleh Komisi Fatwa MUI yang dipimpin oleh Prof. Dr. H. Hasanuddin AF, MA. ini
yaitu :
1. Seseorang ibu boleh memberikan ASI kepada anak yang bukan anak
kandungnya. Demikian juga sebaliknya, seorang anak boleh menerima ASI
dari ibu yang bukan ibu kandungnya sepanjang memenuhi syar‟i.
Alasan utama diwajibkannya seorang ibu menyusui anaknya adalah
karena air susu ibu merupakan minuman dan makanan terbaik secara alamiah
maupun medis.70 Oleh Karna itu Islam juga memberikan dukungan untuk
memberikan pertolongan kepada semua yang lemah apapun sebab kelemahannya.
Lebih-lebih bila yang bersangkutan bayi yang prematur yang tidak mempunyai
daya dan kekuatan.71 semua itu dilakukan agar bayi mendapatkan perkembangan
yang sesuai dengan kebutuhan bayi serta meningkatkan kualitas hidup dimasa
yang akan datang, maka perlu adanya peran dari masyarakat khususnya wanita
yang mempunyai kesuburan ASI untuk diberikan kepada bayi yang membutuhkan
dengan ketentuan yang sesuai dari pedoman fatwa MUI dan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomer 33 Tahun 2012 tentang air susu ibu Ekskusif.
2. Kebolehan memberikan dan menerima ASI harus memenuhi kekuatan sebagai
berikut:
a. Ibu yang memberikan ASI harus sehat, baik fisik maupun mental.
Perlu diketahui bahwa Susuan akan mempengaruhi fisik dan psikis anak.
Oleh karena itu, jika hendak menyusukan anak kepada prempuan lain, Islam
70
71
Ahsin W. Al-Hafidz, Fikih Kesehatan (Jakarta: AMZAH, 2010), h. 262.
Ibid. h. 268.
menganjurkan agar orang tua menitipkan anaknya kepada wanita salehah dan
cerdas demi terbentuknya generasi yang unggul dan terdepan.72 Ketentuan ini
sejalan dengan penulis karena ASI merupakan asupan yang sangat diperlukan
untuk pertumbuhan bayi yang belum berusia dua tahun, maka sangat dianjurkan
memilih ibu yang sehat baik fisik maupun mental karena ketentuan tersebut
sangat mempengaruhi kesehatan bayi dan keperibadian anak susu dimasa yang
akan datang.
b. Ibu tidak sedang hamil.
Karena khawatir kekurangan gizi. Ibu hamil sekaligus menyusui harus
mendapat super ekstra asupan gizi. Asupan makanan dengan kandungan protein
dan karbohidrat yang lebih tinggi dibutuhkan seorang ibu yang hamil dan
menyusui, karena keadaan ini memang memerlukan tambahan tenaga. Gizi
terutama kalsium, bisa meminum kalsium posfat 1-2x sehari dan vitamin
kehamilan serta juga lebih sering memakan makanan alami. Dan lebih-lebih
Keadaan fisik dan psikis ibu sang ibu pasti merasa lelah secara fisik dan psikis
saat ini, belum lagi mual dan muntah karena kehamilan (morning sickness). Oleh
karena itu perlu diperhatikan keadaan ibu, jika tidak memungkinkan maka jangan
menyusui ketika hamil, lebih banyak beristirahat.73
3. Pemberian ASI sebagaimana dimaksud pada ketentuan angka 1 menyebabkan
terjadinya mahram (haram terjadi pernikahan) akibat radha (persusuan).
72
Imam Ibnu Hajar Al-„Asqalany, Bulughul Maram Five In One (Jakarta: Noura Books
PT Mizan Publika, 2015), h. 665.
73
Raehanul Bahraen, Menyusui Ketika Hamil, Berbahayakah? (Syariat Dan Medis)
(Agaustus, 2012), h. 3.
Persusuan yang bukan dari ibu kandungnya akan mengakibat saudara
sepersusuan dengan ketentuan ini maka dapat mengharamkan terjadinya
pernikahan hal ini dijelakan dalam hadits Nabi yang berbunyi:
ْ َ ‫َ َْي ُر ُم ِم ْن َّامرضَ ا َع َم‬
‫اَي ُر ُم ِم َن امً َّ َس ِب‬
Artinya:“Diharamkan (untuk dinikahi) akibat sepersusuan apa-apa yang
diharamkan (untuk dinikahi) dari nasab/hubungan keluarga.”74
Demikian juga sabda beliau, yang diriwayatkan dari Abdullah bin Abu
Mulaikah, ia bercerita, bahwa Ubaid bin Abi Maryam memberitahukan kepadaku
dari Uqbah bin Harits, ia menceritakan, aku pernah mendengarnya dari Uqbah,
tetapi aku hafal Hadits Ubaid tersebut. Dan ia bercerita,”Aku pernah menikahi
seorang wanita, lalu seorang wanita hitam datang kepada kami seraya
berkata.‟Sesungguhnya aku telah menyusui kalian berdua.‟ Maka akupun segera
datang kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dan kukatakan,‟Aku telah
menikahi Fulanah binti Fulan, lalu seorang wanita hitam datang kepada kami dan
berkata „Sesungguhnya aku telah menyusui kalian berdua.‟ Saya bertanya kepada
Rasullullah,‟ apakah ia telah berdusta?‟ Kemudian beliau berpaling dariku. Ubaid
melanjutkan
ceritanya.
Selanjutnya
ia
mengatakan,”
Kemudian
aku
mendatanginya tepat dihadapan wajah beliau, dan beliaupun tetap memalingkan
wajahnya dariku. Kemudian aku katakan,‟Apakah ia telah berdusta.‟ Maka beliau
74
Imam Ibnu Hajar Al-„Asqalany, Op. Cit. h. 663.
bersabda,” Bagaimana mungkin, sedangkan ia telah mengaku bahwa telah
menyusui kalian berdua. Ceraikanlah istrimu itu.75
4. Mahram akibat persusuan sebagaimana pada angka 2 dibagi menjadi depan
kelompok sebagai berikut:
a. Ushul asy-Syakhsi (pangkal atau induk keturunan seseorang), yaitu:
Ibu susuan (donor ASI) dan ibu dari ibu susuan tersebut terus ke atas
(nenek, buyut dst).
b. Al-Furu‟ min ar-Radha‟ (keturunan dari anak susuan), yaitu: Anak
susuan itu sendiri, kemudian anak dari anak susuan tersebut terus ke
bawah (cucu, cicit dst).
c. Furu‟ al-Abawayni min ar-Radha‟ (keturunan dari orang tua susuan),
yaitu: Anak-anak dari ibu susuan, kemudian anak-anak dari anak-anak
ibu susuan tersebut terus ke bawah (cucu dan cicit).
d. Al-Furu‟ al-Mubasyirah min al-Jaddati min ar-Radha‟ (keturunan dari
kakek dan nenek sesusuan), yaitu: Bibi susuan yang merupakan
saudara kandung dari suami dari donor ASI dan Bibi susuan yang
merupakan saudara kandung dari ibu Donor ASI. Adapun anak-anak
mereka tidaklah menjadi mahram sebagaimana anak paman/bibi dari
garis keturunan.
e. Ummu az-Zawjah wa Jaddatiha min ar-Radha‟ (ibu sesusuan dari Istri
dan nenek moyangnya), yaitu: Ibu susuan (pendonor ASI) dari istri,
kemudian ibu dari ibu susuan istri sampai keatas (nenek moyang).
75
Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga (Jakarta: Al-Kautsar, 2004), h. 188.
f. Zawjatu al-Abi wa al-Jaddi min ar-Radha‟ (istri dari bapak sesusuan
dan kakek moyangnya), yaitu: Istri dari suami ibu pendonor ASI (istri
kedua, ketiga atau keempat dari suami ibu pendonor ASI), kemudian
istri dari bapak suami ibu pendonor ASI sampai ke atas (istri keduan,
ketiga, atau keempat dari bapak suami ibu pendonor ASI sampai ke
kakek moyangnya).
g. Zawjatu al-Ibni wa Ibni al-Ibni wa Ibni al-Binti min ar-Radha‟ (istri
dari anak sesusuan dan istri dari cucu sesusuan serta anak laki-laki dari
anak perempuan sesusuan), yaitu: Istri dari anak sesusuan kemudian
istri dari cucu sesusuan (istri dari anaknya anak sesusuan) dan
seterusnya sampai kebawah (cicit dst). Demikian pula istru dari anak
laki dari anak perempuan sesusuan dan seterusnya sampai ke bawah
(cucu, cicit dst).
h. Bintu az-Zawjah min ar-Radha‟ wa Banatu Awladiha (anak
perempuan sesusuan dari istri dan cucu perempuan dari anak lakinya
anak perempuan sesusuan dari Istri), yaitu: Anak perempuan sesusuan
dari istri (apabila istri memberi donor ASI kepada seorang anak
perempuan, maka apabila suami dari istri tersebut telah melakukan
hubungan suami istri (senggama) maka anak perempuan susuan istri
tersebut menjadi mahram, tetapi bila suami tersebut belum melakukan
senggama maka anak perempuan susuan istrinya tidak menjadi
(mahram). Demikian pula anak perempuan dari anak laki-lakinya anak
perempuan susuan istri tersebut sampai ke bawah (cicit dan
seterusnya).
5. Terjadinya mahram (haramnya terjadi pernikahan) akibat radha‟ (persusuan)
jika :
a. Usia anak yang menerima susuan maksimal dua tahun qamariyah.
Dalam hal ini, apa bila ada ibu memberikan ASI kepada bayi yang
bukan bayi kandungnya, lebih dari dua tahun maka bayi tersubut tidak
akan menjadikan saudara sepersusuan ataupun mahram hal ini sesuai
dengan pendapat, Mayoritas ulama bahwa susuan yang menjadikan
mahram hanya khusus bagi anak dibawah dua tahun karena susu
merupakan makanan pokok bagi bayi tersebut dan mengenyangkan. 76
b. Ibu pendonor ASI diketahui Identitasnya secara secara jelas.
Untuk mencegah terjadinya pernikahan akibat radha (persusuan),
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomer 33 Tahun 2012 Tentang
Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif mengatur bahwasannya didalam pasal
11 ayat 2 bagian b mengatakan: Identitas, agama, dan alamat pendonor
ASI diketahui dengan jelas oleh ibu atau keluarga dari bayi penerima
ASI.77 Hal ini dilakukan agar meminalisir terjadinya pernikahan yang
diharamkan karena terjadinya sepersusuan.
76
Imam Ibnu Hajar Al-„Asqalany, Op. Cit. h. 661.
PP RI Nomer 33 Tahun 2012, Tentang Pemberian Air Susu Ibu Ekslusif (Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI, 2012), h. 5.
77
c. Jumlah ASI yang dikonsumsi sebanyak minimal lima kali persusuan.
Terjadinya mahram apabila, Jika wanita menyusui anak orang lain
dengan air ASInya, maka anak tersebut menjadi anak susuanya dengan
syarat :
a). Anak yang disusui tersebut usianya belum mencapai 2 tahun.
Al-Hafizh mengatakan tentang masa penyusuan. Dikatakan, tidak
lebih dari usia dua tahun. Ini adalah riwayat Wahb dari Malik, dan
demikianlah pendapat jumhur (mayoritas ulama). Argumen mereka
adalah hadits Ibnu „Abbas.78 yang berbunyi :
‫ِض ﷲُ َغْنْ ُ َما كَ َال ََل َرضَ ا َع ا ََّٕل ِ ا َ ْ مَ ْ ِ ( َر َوا ٍُ َامـدَّ ا َركُ ْط ِ ُِّن َوا ْب ُن ػَ ِد ٍّي‬
َ ِ ‫َو َغ ِن ا ْب ِن َغ َّبا س َر‬
) َ ‫َم ْرفُ ػًا َو َم ْ ُك فًا َو َر َّ َ ا امل َ ْ ُك‬
Artinya : “Ibnu Abbas r.a. berkata, “ Tidak ada persusuan (yang menjadikan
mahram) kecuali dalam usia dua tahun ke bawah.” Hadis ini marfu‟
dan mauquf riwayat al-Daruquthni dan Ibnu Adiy. Namun, mereka
lebih menilai mauquf. 79
78
Abu Hafsh Usanah bin Kamal bin „Abdir Razzaq, Panduan Nikah Lengkap dari “A”
Sampai “Z” (Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir, 2011), h. 76.
79
Imam Ibnu Hajar Al-„Asqalany, Op. Cit. h. 664.
Sahnya hubungan persusuan (menurut pendapat yang lebih kuat)
adalah yang dilakukan pada masa-masa bayi dan belum disapih, yaitu
sebelum umur maksimal (dua tahun).
Hakikatnya memberikan air susu ibu kepada anak adalah
memberikan kekuatan dasar dan daya tahan kepada bayi sebelum dia
disapih (berhenti menyusu ibu). Hadist ini lebih tegas menjelaskan
bahwa syarat persusuan, selain minimal lima kali menyusu, disyaratkan
juga bahwa susuan dilakukan maksimal sampai umur bayi dua tahun.
Dan sahnya hubungan persusuan menurut pendapat yang paling kuat
adalah dilakukan pada masa-masa bayi dan belum disapih, yaitu umur
maksimal dua tahun.
b). Anak yang disusui tersebut menyusu sebanyak 5 kali susuan yang
berbeda-beda.80
Para
Ulama
berselisih
tentang
jumlah
penyususan
yang
menyebabkan haramnya (pernikahan). Ada sejumlah hadits yang
berbeda-beda dari Ummul Mukminin ‟Aisyah Radhiyallah Anha, ada
yang menyebutkan sepuluh kali, tuju kali, dan lima kali susuan; dan yang
paling shahih adalah riwayat Muslim yang menyebutkan lima kali
susuan. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam riwayat Muslim dari
„Aisyah Radhiyallah Anha, : “Diantara ayat al-Qur-an yang diturunkan
80
110.
Ulin Nuha, Ringkasan Kitab Fikih Imam Syafi‟i (Yogyakarta: Mutiara Media, 2014), h.
ialah tentang sepuluh susuan yang telah dikenal. Kemudian dihapuskan
dengan lima susuan yang telah dikenal. Lalu Rasulullah SAW wafat, dan
itulah yang dibaca.81
Penyusuan itu tidak diharamkan pernikahan kecuali lima kali
penyusuan. Demikianlah pendapat Ibnu Mas‟ud, Ibnu Zubair dan sebuah
riwayat dari Ahmad. Dalam hal ini mereka mendasari pendapat tersebut
dengan hadist Aisyah Radhiyallah Anha, yang menyebutkan lima kali
penyusuan yang berbunyi :82
َ ‫غن ػا ش َة رر‬
ْ ُ‫ َـا َن ِف ْي َما ُأ ْى ِز َل ِم َن امْ ُل ْرأ ٓ ِن َغ ْ ُ َرضَ َؼا ِت َم ْؼل‬: ‫ﷲ غْنا كامَ ْت‬
‫ ُ َُّث و ُ ِسخْ َن ِ َِب ْم ٍس َم ْؼلُ ْ َما ٍت فَ ُت ُ ِ ّ َ اميَّ ِ ُِّب صَّلﷲ ػليَ وسلـم و‬, ‫َما ِت ُ ََي ّ ِر ْم َن‬
)‫ُ َُّن ِف ْي َما يُ ْل َر ُأ ِم ْن امْ ُل ْرأ ٓ ِن (رواٍ مسلـم‬
Artinya :“Dari Aisyah RA ia berkata: „Dahulu, dalam apa yang diturunkan dari
Al-Qur‟an (mengatur bahwa) sebanyak sepuluh kali susuan yang
diketahui yang menyebabkan keharaman, kemudian dinasakh (dihapus
da diganti) dengan lima kali susuan yang diketahui, kemudian Nabi
SAW wafat dan itulah yang dibaca didalam Al-Qur‟an.” (HR.
Muslim).83
Sebagai ulama menganggap perkataan Aisyah ini tidak boleh
menjadi dalil karena bukan Al-Qura‟an, sebab tidak mutawatir; dan
bukan pula hadis karena Aisyah sendiri tidak menggapnya hadis.
Sebagian ulama lainya berpendapat bahwa perkataan (hadis) itu dapat
81
Abu Hafsh Usanah bin Kamal bin „Abdir Razzaq, Op. Cit. h. 76.
Syaikh Hasan Ayyub, Op. Cit. h. 189.
83
Imam Ibnu Hajar Al-„Asqalany, Op. Cit. h. 662.
82
dijadikan alasan; karena hadis itu diriwayatkan dari Rasulullah Saw.,
maka hukumnya hukum hadis.84
d. Cara penyusuannya dilakukan baik secara langsung keputing susu ibu
(imtishash) maupun melalui perahan.
e. ASI yang dikonsumsi anak tersebut mengenyangkan.
Susuan yang menjadikan mahram itu apabila susu tersebut menjadi
asupan untuk mengenyangkan, sesuai dengan hadist Rasulullah saw
bersabda:
‫ِض ﷲُ َغْنْ َا كَام َ ْت كَ َال َر ُس ُل ﷲِ َص ََّّل ﷲُ ػَلَ ْي َِ َو َسل َّ َـم ُاه ُْظ ْر َن َم ْن ا ْخ َ اىُ ُك َّن فَاه َّ َما َا َّمر‬
َ ِ ‫َو َغْنْ َا َر‬
‫ِإ‬
‫ِإ‬
)َِ ‫ضَ اػَ ُة ِم َن امل َ َجا ػَ ِة ( ُمتَّ َفقٌ ػَلَ ْي‬
Artinya: “ Dari Aisyah r.a. bahwa Rasulullah Saw. Bersabda, “(wahai kaum
wanita) lihatlah saudara-saudara kalian (sesusuan). Hubungan
saudara sesusuan itu terjadi jika menyusui untuk menghilangkan rasa
lapar.” Muttafaq „Alaih.85
Dengan hadist Nabi ini, bahwa satu atau dua isapan bayi kepada
puting susu seorang wanita tidak menyebabkan wanita itu menjadi ibu susu
baginya dan anak-anak ibu susu itu belum dianggap sebagai saudara susu bagi
84
85
H. Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994), h. 425.
mam Ibnu Hajar Al-„Asqalany, Op. Cit. h. 660.
bayi tersebut karena satu atau dua isapan belum termasuk mengenyangkang
bayi yang menerimanya.
6. pemberian ASI yang menjadikan berlakunya hukum persusuan adalah
masuknya ASI tersebut kedalam perut seorang anak dalam usi antara 0 sampai
2 tahun dengan cara penyusuan langsung atau melalui perahan.
Hubungan
saudara
sesusuan
itu
terjadi
jika
menyusui
untuk
menghilangkan rasa lapar maka hal ini dipastikan akan masuk kedalam perut
sehingga akan terjadi mahram (saudara sepersusuan), mayoritas ulama
berpendapat bahwa susuan yang menjadikan mahram hanya khusus bagi anak usia
0 sampai 2 tahun karena susu merupakan makanan pokok bagi bayi tersebut dan
dapat mengenyangkan.
7. Seorang muslimah boleh memberikan ASI kepada bayi nonmuslim, karena
pemberian ASI bagi bayi yang membutuhkan ASI tersebut adalah bagian dari
kebaikan antar umat manusia.
Allah SWT berfirman dalam surat Al-Maidah ayat 2 yang artinya “Dan
tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
janganlah tolong menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran”. Firman
Allah ini menjelaskan bahwa semua perbuatan yang mengandung kebaikan
diperbolehkan lebih-lebih dalam kebaikan menolong seorang bayi yang mana bayi
tersebut tidak mendapatkan pemenuhan gizi atau suplai ASI dari ibu kandungnya,
dikarnakan ibunya telah tiada, tidak diketahui ibu kandungnya, maupun sebab lain
yang tidak memungkinkan akses ASI bagi anak. Dengan ini, demi perkembangan
bayi maka seorang muslim boleh memberikan ASI kepada bayi nonmuslim agar
bayi tersebut mendapatkan nutrisi dan gizi ASI.
8. Boleh memberikan dan menerima imbalan jasa dalam pelaksanaan donor ASI,
dengan catatan; (i) tidak untuk komersialisasi atau diperjualbelikan; (ii) ujrah
(upah) diperoleh sebagai jasa pengasuhan anak, bukan sebagai bentuk jual beli
ASI.
Pemberian upah terhadap pendonor air susu ibu diperbolehkan sebagai
tanda terimakasih atas donor air susu tersebut, hal itu dapat saja terjadi karena
mengingat sulitnya mendapat air susu ibu secara normal maka dengan ini wanita
boleh menerima upah dari mendonorkan air susu ibu tersebut.
B. Rekomendasi.
Dalam fatwanya, MUI mengatakan bahwa donor ASI diperbolehkan.
Komisi Fatwa MUI menyampaikan rekomendasi kepada kementerian kesehatan
dan pemerintah setempat yang ingin mendonorkan ASI kepada anak yang bukan
anak kandungnya. Rekomendasi itu adalah:
1. Kementerian Kesehatan diminta untuk mengeluarkan aturan mengenai
Donor ASI dengan berpedoman pada fatwa ini.
2. Pelaku, aktifis dan relawan yang bergerak di bidang donor ASI serta
komunitas yang peduli pada upaya berbagi ASI agar dalam menjalankan
aktivitasnya senantiasa menjaga ketentuan agama dan berpedoman pada
fatwa ini.
Kesimpulannya
sebenernya
fatwa
ini,
MUI
memang
menyatakan bahwa donor ASI diperbolehkan dengan ketentuan agama dan
berpedoman pada fatwa ini.
D. Proses Donor Air Susu Ibu
Praktik donor ASI belakangan lazim terjadi di kota besar seperti jakarta
dan surabaya. Informasi itu seringkali disampaikan melalui media sosial pada ibu
yang membutuhkan. Si calon penerima lalu menghubungi pendonor, jika semua
setuju, mereka akan menyepakati mekanisme pengambilan ASI. Donor ASI
merupakan alternatif solusi bagi para ibu yang berkomitmen memberikan ASI
namun mengalami kendala. Di antaranya, ibu cacat sehingga tidak bisa
menggerakkan tangan dan kakinya serta ia dirawat di rumah sakit, juga ibu yang
dilarang dokter untuk memberi ASI karena dapat menularkan penyakit pada bayi,
dan tentu saja bayi yang ibunya meninggal.
1. Prosedur Ideal
Praktik pemberian ASI di Indonesia masih sederhana tidak seperti
dilakukan di negara maju. Di negara maju donor ASI diatur oleh lembaga yang
disebut Bank ASI. Calon pendonor ASI diperiksa kesehatannya dan dipastikan
bebas penyakit berbahaya. ASI donor akan dipasteurisasi atau mengalami proses
pemanasan pada suhu rendah (62,5-63 derajat Celcius) selama 30 menit untuk
mematikan virus dan bakteri berbahaya, seperti HIV (Human Immunodeficiency
Virus) dan CMV (Citomegalovirus). ASI disimpan dalam freezer dengan suhu
minimal minus 20 derajat Celcius untuk memastikan komposisi ASI tidak
mengalami perubahan.
a. Tahapan Prosedur Pendonor ASI
1). Tahapan Penapisan Awal
Memiliki bayi berusia kurang dari 6 bulan Sehat dan tidak mempunyai
kontra indikasi menyusui Produksi ASI sudah memenuhi kebutuhan bayinya dan
memutuskan untuk mendonasikan ASI atas dasar produksi yang berlebih, tidak
menerima transfusi darah atau transplantasi organ/jaringan dalam 12 bulan
terakhir, tidak mengkonsumsi obat, termasuk insulin, hormon tiroid, dan produk
yang
bisa
mempengaruhi
bayi.
Obat/suplemen
herbal
harus
dinilai
kompatibilitasnya terhadap ASI, tidak ada riwayat menderita penyakit menular,
seperti hepatitis, HIV, atau HTLV2, tidak memiliki pasangan seksual yang
berisiko terinfeksi penyakit, seperti HIV, HTLV2, hepatitis B/C (termasuk
penderita hemofilia yang rutin menerima komponen darah), menggunakan obat
ilegal, perokok, atau minum beralkohol.
2). Tahapan Penapisan Lanjutan
Harus menjalani skrining meliputi tes HIV, human T-lymphotropic virus
(HTLV), sifilis, hepatitis B, hepatitis C, dan CMV (bila akan diberikan pada bayi
prematur) Apabila ada keraguan terhadap status pendonor, tes dapat dilakukan
setiap 3 bulan setelah melalui tahapan penapisan, ASI harus diyakini bebas dari
virus atau bakteri dengan cara pasteurisasi atau pemanasan.
3). Cara penyimpanan ASI Donor
Tempatkan ASI sebanyak 50-150 ml kedalam wadah kaca (sisa selai)
450 ml. Tutup wadah kaca dan letakkan ke dalam panci aluminium 1 liter,
tuangkan air mendidih 450ml atau hingga permukaan air mencapai 2 cm dari
bibir. Panci dapat diletakkan pemberat diatas wadah kaca, kemudian tunggu
selama 30 menit. Pindahkan susu, dinginkan, dan berikan kepada bayi atau
simpan di lemari pendingin.
b. Fisiologi laktasi yang terjadi pada relaktasi dan induksi laktasi
Flash Heating Tempatkan ASI sebanyak 50-150 ml kedalam wadah kaca
450 ml. Wadah kaca ditutup sampai saat dilakukan flash heating. Untuk
melakukan flash heating, buka tutup wadah dan letakkan dalam 1 liter Hart Pot
(pemanas susu) Tuangkan air 450 ml atau hingga permukaan air mencapai 2 cm
dari bibir panci. Didihkan air, bila telah timbul gelembung pindahkan wadah
dengan cepat dari air dan sumber panas. Dinginkan ASI, berikan kepada bayi atau
simpan di lemari pendingin.
c. Mutu dan Keamanan ASI
Mutu dan keamanan ASI meliputi kebersihan, cara penyimpanan,
pemberian, dan pemerahan ASI:
Calon pendonor ASI harus mendapatkan pelatihan tentang kebersihan,
cara memerah, dan menyimpan ASI. Sebelum memerah ASI, cuci tangan dengan
air mengalir dan sabun, kemudian keringkan dengan handuk bersih. ASI diperah
di tempat bersih. Bila menggunakan pompa, gunakan yang bagiannya mudah
dibersihkan. Pompa ASI tipe balon karet berisiko terkontaminasi. ASI perah harus
disimpan pada tempat tertutup, botol kaca, kontainer plastik dari bahan
polypropylene atau polycarbonate, botol bayi gelas atau plastik standar
(perhatikan tata cara penyimpanan ASI)
d. Unit Donor ASI
Unit Donor ASI mutlak ada untuk mempermudah akses pendonor dan
penerima, menjamin keamanan, etik dan terjaminnya kesehatan yang optimal.
Sesuai prosedur dan protokol standar internasional pengelolaan ASI donor.
Memiliki Tim konsultan yang mencakup bidang ilmu terkait dan staf yang
terlatih.
e. Pencatatan
Pencatatan menjadikan bagian penting dalam proses donor ASI, yang
mencakup identitas pendonor, lembar persetujuan, kuesioner dan hasil tes skrining
penyakit, keterangan resipien, data pelengkap administrasi, dan sebagainya.
Peran pemerintah melalui Kementerian terkait atau badan khusus sangat
diperlukan untuk pelaksanaan dan pengawasan kegiatan donor ASI. Kebijakan
pemerintah diperlukan untuk penggunaan ASI donor. 86
86
Pediatri,Prosedur dan Cara Donor ASI (On-Line), tersedia di: https://Jurnalpediatri.com
diakses pada tanggal 04 Mei 2017 pukul 20. 30 wib.
BAB IV
ANALISIS FATWA MUI NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG SEPUTAR
DONOR AIR SUSU IBU MENURUT HUKUM ISLAM
Setelah penulis mengumpulkan data-data yang bersifat kepustakaan dan
buku-buku yang berkaitan dengan judul karya tulis ini yaitu tentang Istirdla‟
dalam pandangan hukum Islam (Analisis Fatwa MUI Nomor 28 Tahum 2013
Tentang Seputar Donor Air Susu Ibu), yang kemudian dituangkan dalam
menyusun pada bab-bab terdahulu, maka sebagai langkah selanjutnya penulis
akan menganalisis data yang telah penulis kumpulkan itu untuk menjawab
permasalahan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut :
A. pertimbangan MUI mengeluarkan Fatwa diperbolehkannya donor air susu ibu
Diawal pembahasan isi sebelumnya sudah dijelaskan bahwasaannya
donor air susu ibu diperbolehkan oleh Majelis Ulama Indonesia dengan yang
tertuang didalam Fatwa dibagian memutuskan dengan ketentuan hukum yang
berbunyi seseorang ibu boleh memberikan ASI kepada anak yang bukan anak
kandungnya. Demikain juga sebaliknya, seseorang anak boleh menerima ASI dari
ibu yang bukan ibu kandungnya sepanjang memenuhi ketentuan syar‟i.
Adapun yang menjadi pertimbangan MUI dalam mengeluarkan Fatwa
diperbolehkannya donor air susu ibu, melihat bahwa ditengah masyarakat ada
aktivitas berbagi air susu ibu untuk kepentingan pemenuhan gizi anak-anak yang
tidak berkesempatan memperoleh air susu ibunya sendiri, baik disebabkan oleh
kekurangan suplai ASI ibu kandungnya, ibunya telah tiada, tidak diketahui ibu
kandungnya, maupun sebab lain yang tidak memungkinkan akses ASI bagi anak.
Mengingat pentingnya kebutuhan air susu ibu terhadap bayi terutama
untuk bayi usia 0 bulan sampai dengan 2 tahun hal ini pula yang diajarkan hukum
Islam terhadap manusia seperti yang telah dijelaskan pada ayat-ayat Al Qur‟an
dan hadis-hadis sebelumya, serta dari hasil penelitian-penelitian ilmiah dari ilmu
kesehatan dan juga gizi serta psikologi menunjukan bahwa ASI memanglah
memiliki segudang manfaat bagi bayi. Selain itu masyarakat pun menyadari akan
pentingnya air susu ibu terhadap bayi. Hal ini dapat dilihat dari aktifitas
masyarakat yang lebih mencari donor air susu ibu terhadap bayi yang tidak bisa
mendapat akses air susu ibu dari ibu kandungnya jika dibandingkan memberikan
air susu formula, meski berbagai produk susu formula dengan memamerkan
keunggulan masing-masing tidak bisa di pungkiri bahwa air susu ibulah yang
lebih mengandung banyak manfaatnya. Oleh sebab itu tidaklah heran jika
masyarakat lebih memilih mencari donor air susu ibu jika dibandingkan dengan
memberikan bayi dengan susu formula.
Melihat aktifitas mayarakat yang tidak sedikit melakukan donor air susu
ibu
mulai
manimbulkan
keraguan
dan
berbagai
pertanyaan
mengenai
kebolehannya secara hukum Islam serta akibat hukumnya, hal ini menimbulkan
keresahan tersendiri bagi masyarakat khususnya masyarakan yang melakukan
donor air susu ibu. Oleh sebab itu dengan berbagai alasan dan dasar-dasar hukum
yang telah dijelaskan sebelumnya maka Majelis Ulama Indonesi (MUI)
memandang pentingnya untuk mengeluarkan fatwa mengenai seputar donor air
susu ibu baik mengenai syarat ketentuannya maupun akibat hukumnya, supaya
tidak menimbulkan keraguan
dan permasalahan dikalangan masyarakat serta
mendapatkan kepastian hukum mengenai seputar donor air susu ibu.
B. Pandangan hukum Islam tentang pertimbangan MUI mengeluarkan Fatwa
memperbolehkan donor air susu ibu.
Berdasarkan pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang telah
dijelaskan bada bab-bab sebelumnya maka ditentukan bahwasaannya donor air
susu ibu diperbolehkan oleh Majelis Ulama Indonesia, seseorang ibu boleh
memberikan ASI kepada anak yang bukan anak kandungnya. Demikain juga
sebaliknya, seseorang anak boleh menerima ASI dari ibu yang bukan ibu
kandungnya sepanjang memenuhi ketentuan syar‟i.
Karena
melihat bahwa
ditengah masyarakat ada aktivitas berbagi air susu ibu untuk kepentingan
pemenuhan gizi anak-anak yang tidak berkesempatan memperoleh air susu ibunya
sendiri, baik disebabkan oleh kekurangan suplai ASI ibu kandungnya, ibunya
telah tiada, tidak diketahui ibu kandungnya, maupun sebab lainnya.
Mengenai Fatwa donor air susu ibu, penulis berpendapat bahwa Fatwa
Majelis Ulama Indonesia sesuai dengan hukum Islam. karena tidak bisa
dipungkiri bahwasanya pada zaman dahulu aktifitas menyusui anak yang bukan
anak kandungnya memang sudah ada dan sampai saat ini masih dilestarikan untuk
membantu para ibu yang tidak bisa memenuhi suplai air susu ibu bagi sibayi.
Akan tetapi Pada zaman sebulum Rasulullah lahir hukum mengenai rodhoah
ataupun donor air susu ibu masih terombang-ambing dan belum ada yang
mengatur tentang kesehatan dan setatus nasap siibu yang akan memberikan air
susu ibu kepada anak yang bukan anak kandungnya. Tradisi yang berjalan
dikalangan bangsa Arab yang tinggal dikota adalah mencari orang yang dapat
menyusui bayi-bayi mereka sebagai tindakan preventif terhadap tersebarnya
penyakit-penyakit kota. Hal itu mereka lakukan agar tubuh bayi-bayi mereka kuat,
berotot kekar, dan mahir berbahasa Arab sejak masa kanak-kanak. Oleh karna itu
ketika Rasulullah lahir, Abdul Muththalib mencari perempuan-perempuan yang
dapat menyusui Rasulullah SAW. Dia akhirnya mendapatkan seorang perempuan
penyusu dari kabilah Bani Sa‟ad bin Bakr yang bernama Harist bin Abdul Uzza
yang berjuluk Abu Kabsyah yang juga berasal dari kabilah yang sama. 87
Kemudian Allah Berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 233 :
            
              
    
Artinya : “Dan ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun
penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan
kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu
dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut
kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita
kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena
anaknya.”(QS. Al-Baqarah ayat 233)
Dari sejarah Rasulullah dan turunnya Firman Allah SWT dalam surat AlBaqarah ayat 233 tersebut, Bahwasanya melakukan donor air susu ibu
87
Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah (Jakarta: Gema Insani, 2013), h. 31.
diperbolehkan dan bukan hanya itu ayat tersubut menerangkan agar para ibu
menyusui anaknya dengan sempurna karena ASI merupakan asupan susu yang
terbaik untuk pertumbuhan anak. Dijelaskan juga dalam PP BAB II tentang air
susu ibu eksklusif pasal 6 mengatakan setiap ibu yang melahirkan harus
memberikan ASI Eksklusif kepada bayi yang dilahirkan.88 Dunia kesehatan
sepaham dengan hukum agama yang menyebutkan bahwa ASI adalah filtrasi
darah ibu sehinga ASI bisa menjadi pembawa ataupun mewarisi sifat atau genetik.
Maka dari itu lebih baiknya ketika akan menerima pendonor ASI dari ibu lain
harus memiliki ketentuan-ketentuan yang yang terdapat dalam Fatwa yang
berkaitan dengan Donor ASI dibagian ketentuan hukum mengatakan ibu yang
memberi ASI harus sehat, baik fisik maupun mental, ibu tidak sedang hamil.
Sehingga dengan adanya ketentuan tersebut dapat membantu penularan penyakit
kepada bayi. Bukan hanya itu seseorang muslim boleh memberikan ASI kepada
bayi non muslim, karena pemberian ASI bagi bayi yang membutuhkan ASI
tersebut adalah bagian dari kebaikan antar umat manusia.
Pada penulisan sekripsi ini, penulis juga menggunakan teori maslahah al
mursalah. Adapun yang dimaksud dengan maslahah al mursalah adalah dilihat
dari segi bahasa, kata al maslahah adalah seperti kata manfaat, baik artinya
maupun wajahnya (timbangan kata), yaitu kalimat masdhar yang sama artinya
dengan kalimat ash-shalah, seperti lafadz al-manfaat sama dengan al-naf‟u.
88
PP RI Nomer 33 Tahun 2012, Tentang Pemberian Air Susu Ibu Ekslusif (Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI, 2012), h.14.
Manfaat yang dimaksud oleh pembuat hukum syarak (Allah SWT)
adalah sifat menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan hartanya untuk mencapai
ketertiban nyata antara pencipta dan makhluknya.
Dengan menggunakan teori maslahah tersebut penulis menyimpulkan
bahwa tujuan dari menggunakan teori maslahah almursalah adalah untuk
menjauhkan kemudaratan yang terjadi terhadap anak-anak yang tidak diberikan
ASI, karena Pentingnya air susu ibu dalam ilmu kesehatan disebutkan bahwa ASI
adalah cairan hidup yang mengandung zat kekebalan yang akan melindungi bayi
dari berbagai penyakit infeksi, virus, parasit, dan jamur. Sehingga apabila seorang
anak tidak diberikan ASI akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan
anak.
Oleh sebab itu maka penulis berpendapat bahwa Fatwa Majelis Ulama
Indonesia (MUI) tentang donor air susu ibu apabila ditinjau dengan menggunakan
teori maslahah al mursalah, menimbulkan kemanfaatan atau kemaslahatan bagi
anak-anak yang memperoleh air susu ibunya sendiri, baik disebabkan oleh
kekurangan suplai ASI ibu kandungnya, ibunya telah tiada, tidak diketahui ibu
kandungnya, maupun sebab lain yang tidak memungkinkan akses ASI bagi anak,
namun dengan diperbolehkannya donor air susu ibu tidak menutup kemungkinan
akan menimbulkan persaudaraan sepersusuan. Yang mengakibatkan terhalangnya
sebuah pernikahan, karna pada dasarnya salah satu penghalang abadi sebuah
pernikahan adalah sepersusuan.
Selain teori maslahah mursalah terdapat juga teori ushul fiqih yang
mendukung aktifitas seputar donor air susu ibu yaitu :
‫َامْ َمشَ لَّ ُة َ َْت ِل ُب املَّي ِْس ْ َْي‬
Artinya: “Kesukaran Mendatangkan Kemudahan.”89
maksudnya
suatu
hukum
yang
mengandung
kesusahan
dalam
pelaksanaanya atau memadaratkan dalam pelaksanaanya, baik kepada badan, jiwa,
ataupun harta seorang mukhallaf, diringankan sehingga tidak memadaratkan lagi.
Keringanan tersebut dalam Islam dikenal dengan istilah rukhsah.
Keringanan tersebut dikarenakan terjadinya suatu kesulitan, hal ini
disadari karena kemampuan manusia yang tebatas, menurut Asy-Syatibi antara
lain sebagai berikut:
1. Karena khawatir akan terputusnya ibadah dan kawatir akan adanya
kerusakan bagi dirinya, baik jiwa, badan, hartanya maupun kedudukannya.
2. Ada rasa takut terkuranginya kegiatan-kegiatan sosial yang berhubungan
dengan sosial kemasyarakatan, karena hubungan tersebut dalam Islam bisa
dikategorikan sebagai ibadah juga.90
89
Nashr Farid Muhammad Washil, Abdul Aziz Muhammad Azzam, Qawa‟id Fiqhiyyyah
(Jakarta: Amzah, 2015), h. 56.
90
Rachmad Syafe‟i, Ilmu Ushu Fiqih (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010), h. 284.
Berdasarkan kesulitan-kesulitan yang diutarakan oleh As-Syatibi di atas maka
dapat disebutkan bahwa kesulitan-kesulitan dari seputar donor air susu ibu atara
lain:
1. Untuk bayi usia 0 sampai 6 bulan yang hanya boleh makan dari air susu
ibu dan apabila bayi tidak bisa mendapatkan air susu ibu dari ibu
kandungnya karena suatu sebab maka dikhawatirkan akan kekurangan gizi
dan masalah lain mengenai pertumbuhan si bayi.
2. Seorang bayi yang ditinggal meniggal dunia oleh ibu kandungnya tentunya
tidak akan pernah mendapatkan air susu dari ibu kandungnya, oleh sebab
itu keadaan demikian mengharuskan bayi untuk dapat memperoleh air
susu ibu dari selain ibu kandungnya.
3. Air susu ibu adalah makanan yang paling baik terhadap bayi yang baru
lahir yang tidak perlu lagi diuji kebaikan dan manfaatnya, oleh sebab itu
ketika bayi tidak bisa mendapat akses air susu ibu dari ibu kandungnya
maka langkah mendesak yang paling tepat adalah dengan memberinya air
susu ibu dari wanita yang lain, demi menghindari hal-hal kemungkinan
masalah-masalah yang dapat saja terjadi pada bayi.
4. Jika bayi tidak memperoleh air susu ibu maka dikhwatirkan akan terjadi
hal-hal yang tidak diinginkan dan beberapa masalah pada bayi, maka
dengan demikian juga dikhawatirkan akan menimbulkan kerusakan pada
jiwa dan badan, maka hal ini sangat bertentangan dengan maqasidu
syariah yang mengharuskan menjaga jiwa, badan, harta, akal dan juga
keturunan.
Berdasarkan
kesulitan-kesulitan
di
atas
maka
penulis
dapat
mengindikasikan bahwasannya berdasarkan teori al masaqotu tajlibu taisira
donor seputas air susu ibu diperbolehkan, karena dengan melakukan donor air
susu ibu maka hilanglah kesulitan-kesulitan dia atas, Islam adalah agama yang
fleksibel yang tidak memaksakan suatu hukum terhadap manusia yang tidak
mampu melaksanakannya seperti sesuatu yang haram dalam keadaan darurat juga
bisa menjadi halal, hal ini disadari karena manusia memiliki kemampuan yang
terbatas, dengan keadaan-keadaan tertentu manusia tidak bisa melaksanakan suatu
hukum, oleh sebab itu Allah memberikan suatu kemudahan bukanlah tanpa sebab
karena disadari bahwa tidak ada manusia yang sempurna dimana seluruh
ketentuan dapat dilaksanakan secara sempurna. Seperti yang telah dijelaskan
Allah dalam Al-Qur‟an surah Al Baqarah ayat: 185
َ‫ﷲ‬         ُ‫ﷲ‬
    
Artinya: Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan
hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan
kepadamu, supaya kamu bersyukur.
Selain itu dijelaskan pula mengenai kemudahan agama Islam yaitu dalam
surah Al-Hajj ayat 78
      
Artinya: Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu
kesempitan.
Ayat tersebut juga didukung dengan sabda Nabi Muhammad SAW yaitu:
َُ ‫ُُس َوم َ ْن يُشَ ا ّ َِّاا َن َأ َح ٌد ا ََّلغَلَ َب‬
ٌ ْ ‫ (ا َّن ِّاا َن ي‬:‫ َغ ِن اميَّ ِ ِ ِّب َص ََّّل ﷲُ ػَلَ ْي َِ َو َس ََّّل كَ َال‬,‫َغ ْن َا ِ ْ ُ َُرْ ِر َة‬
‫ِإ‬
‫ِإ‬
)‫( َر َوا ٍُ َامْ ُب َِار ْي‬
Artinya: Dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu „alaihi wasallam, beliau
bersabda,”sesunguhnya agama itu mudah. Tidak ada seorangpun yang
memberatkan diri dalam agama ini kecuali sikap tersebut akan
mengalahkan dia”(Hadis Riwayat Bukhori).91
Melihat alasan-alasan di atas maka penulis berpendapat bahwa kaidah: (
‫ ) َامْ َمشَ لَّ ُة َ َْت ِل ُب املَّي ِْس ْ َْي‬sejalan dengan ketentuan-ketentuan diperbolehkannya Fatwa MUI
tentang seputar donor air susu ibu.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan yang telah disebutkan sebelumnya
maka dalam pandangan hukum Islam keputusan Fatwa MUI dalam mengeluarkan
Fatwa berkenaan dengan seputar donor air susu ibu adalah diperbolehkan dan
tidak bertentangan dengan hukum Islam selagi masih mengikuti akibat-akibat
91
Terjemah shahih bukhari, Kitabul Imam Bab Addinu Yusrun, Jilid-4 (Darul Kutub AlArabiyah). h. 422.
hukum dari Fatwa MUI tersebut seperti diharamkannya suatu pernikahan saudara
sepersusuan meski bukan saudara kandung.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada bab ini adalah langkah terakhir dalam penelitian ini yaitu
menyimpulkan dari keseluruhan pembahasan yang telah diuraikan. Dari uraian
pembahasan-pembahasan tersebut, akan dapat ditarik kesimpulan, diantaranya:
Kami juga mengambil kesimpulan bahwasannya :
1. MUI mempertimbangkan, air susu ibu sangat dibutuhkan bagi
perkembangan bayi yang belum mencapai umur dua tahun dan adanya
ibu yang tidak bisa memberikan ASI kepada bayinya baik ibunya telah
tiada, ibu kekurangan ASI untuk diberikan kepada anaknya, tidak
diketahui
ibu
kandungnya,
maupun
sebab
lain
yang
tidak
memungkinkan akses ASI bagi anak.
2. Pandangan Hukum Islam, tentang Fatwa Majelis Ulama Indonesia
(MUI) mengenai donor air susu ibu apabila ditinjau dengan
menggunakan teori maslahah al mursalah, menimbulkan kemaslahatan
dan kemudharatan, kemaslahatannya adalah untuk menjauhkan
kemudharatan yang terjadi terhadap anak-anak yang tidak diberikan
ASI, karena Pentingnya air susu ibu Sehingga apabila seorang anak
tidak
diberikan
perkembangan
ASI
anak.
akan
menghambat
Kemudharatannya
pertumbuhan
adalah
dan
dengan
diperbolehkannya donor air susu ibu tidak menutup kemungkinan akan
menimbulkan
persaudaraan
sepersusuan.
Yang
mengakibatkan
terhalangnya sebuah pernikahan, karna pada dasarnya salah satu
penghalang abadi sebuah pernikahan adalah sepersusuan.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian penulis diatas, maka penulis dapat
memberikan beberapa saran sebagai berikut:
1.
Untuk para pihak yang akan mendonorkan air susu hendaknya
memahami dan mengerti tentang akibat dari donor air susu tersebut.
Karena dalam hukum Islam donor susu ibu memungkinkan terjadinya
saudara sepersusuan sehingga mengakibatkan terhalangnya sebuah
pernikahan.
2.
Hendaknya Majelis Ulama Indonesia (MUI) lebih mensosialisasikan
kepada masyarakat tentang Fatwa MUI mengenai donor air susu ibu,
karena banyak masyarakat yang belum mengerti dan memahami
kebolehan mendonorkan air susu ibu dan dampak atau akibat dari
donor air susu ibu.
3.
Para pihak yang menerima atau yang mengambil air susu ibu dari ibu
yang bukan ibu kandungnya baik melalui perahan maupun melalui
putingnya agar memahami akibat hukum dan dampak dari donor air
susu ibu supaya tidak akan terjadi kesalahan.
C. Penutup
Dengan mengucap alhamdulillah penulis telah mengakhiri penulis skripsi ini.
Sebagai manusia biasa tentunya dalam penulisan skripsi ini masih banyak
kekurangan, baik dari segi bahasa, cara penyusunan kalimat, atau yang lainnya.
Namun
demikian
penulis
telah
banyak
berupaya
sebaik-baiknya
dem
mendapatkan hasil yang baik, tetapi kemampuan yang penulis milikisangatlah
terbatas. Olehkarna itu untuk kesempurnaan skripsi ini penulis mengharapkan
kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak.
Dengan penuh kerendahan hati dan penuh keiklasan penulis memohon
kepada Allah SWT. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bangi penulis pada
khususnyadan bagi pembaca pada umumya dab semoga skripsi ini bermanfaat
bagi civitas akademik Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.
Akhirnya semoga Allah SWT, selalu memberkahi penulis skripsi ini, dan
untuk semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, penulis
ucapkan terima kasih dan semoga kita berada dalam cinta dan kasih, rahmat, ridho
dan hidayahnya Allah SWT., Amin ya Robal alamin.
DAFTAR PUSTAKA
Yayasan penyelenggara penterjemah Al-Qur‟an. Al-qur‟an dan Terjemah Al
Hikmah, Cet-10. Bandung: Cv Penerbit Diponorogo, 2012.
Abd. Rahman Ghazaly. Fiqih Munakahat. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2016.
Abdhumalik Abdhulkarim Amrullah HAMKA. Tafsir Al-Azhar Juzu 4-5-6.
Jakarta: Yayasan Nurul Islam, 1984.
Abdul Hakim Al Sayyid Abdullah. keutamaan Air susu Ibu, Cet-1. Jakarta:
Fikahati Aneska, 1993.
Abdulkadir Muhammad. Hukum dan Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Citra Aditya
Bakti, 2004.
Abu Hafsh Usanah bin Kamal bin „Abdir Razzaq. Panduan Nikah Lengkap dari
“A” Sampai “Z”. Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir, 2011.
Ahmad Mushthafa Al-Maraghy. Tafsir Al-Maraghy Terjemah Bahrun Abubakar.
Semarang: Penerbit Toha Putra, 1984.
Ahsin W. Al-Hafidz. Fiqih Kesehatan, Cet-1. Jakarta: Penerbit oleh Amzah, 2007.
Amirudin dan Zainal Abidin. Pengantar Metode Penelitin Hukum. Jakarta:Balai
pustaka, 2006.
Amirudin dan Zainal Asikin. Pengatar Metode Penelitian Hukum, Jakarta:
Grafindo Persada, 2006.
Raja
Anggota IKAPI. Undang-undang Perkawinan. Bandung: Fokusmedia, 2016.
Antikah Proverawati dan Eni Rahmawati. Kapita Selekta Asi dan Menyusui, Cet1. Yogyakarta: Nuha Medika, 2010.
Asrorun Ni‟am Sholeh. Metodologi Penetapan Fatwa Majelis Ulama Indonesia.
Jakarta: Emir, 2016.
Beni Ahmad Saebani. fiqih munakahat 1. Bandung: CV Pustaka Setia, 2001.
Bimbingan Islam, Fatwa Kedokteran, Fiqih, Kesehatan Islam” (On-line), tersedia
di: https://agussupianto. Blogspot. Com/ Bimbingan Islam. Htm (25
Agustus 2012).
Dewi lailatul badriyah. Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi. Bandung: PT.Refika
Aditama, 2011.
H. Sulaiman Rasjid. Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994.
A. Hassan. Terjemah Bulughul-Maram. Cet-XXVIII, Bandung: CV. Penerbit
Diponegoro, 2011.
Himpunan Fatwa. majelis ulama Indonesia sejak 1975. Jakarta: Erlangga, 2011.
Jiko Subagio. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta,
2011.
Joan Nelison. Cara Menyusui Yang Baik. Jakarta: Arcan, 1985.
Lexy L Moloeng. Metode Penelitian Kualitatif.
Rosda Karya, 2001.
Cet-XIV, Bandung: Ramaja
Lutfi Fathullah. Bulughul Maram Five In One,Cet-2. Jakarta: Noura Books PT
Mizan Publika, 2015.
M. Nurullrfan. Nasap dan setatus anak dalam hukum Islam. Jakarta: Amzah,
2012.
M. Quraish Shihab. Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur‟an.
Cet-1, Jakarta: Penerbit Lentera Hati, 2002.
M. Quraish Shihab. Tafsir Al-Mishbah pesan, kesan dan keserasian AlQur‟an,Cet-1. Jakarta: Penerbit Lentara Hati, 2000.
Majelis Ulama Indonesia Provinsi Lampung. Kilas Balik 40 Tahun Majelis Ulama
Indonesia Provinsi Lampung Berkarya Untuk Umat. Bandar Lampung:
Mui Profinsi Lampung, 2014.
Majelis Ulama Indonesia. Himpunan Fawa MUI Bidang Sosial Dan Budaya.
Jakarta: Emir, 2015.
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah: Kapita Selekta Hukum Islam, Cet. XI Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2000.
Muhamad Nasib Ar-Rifa‟i. Kemudahan Dari Allah Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir.
Jilid-2. Jakarta: Gema Insan, 1999.
Muhammad Ali Mukhtar. “Studi Analisis Tentang Fatwa Mui Nomer 28 Tahun
2013 Tentang Donor Asi (ISTIRDHA) Kaitan Dengan Radla‟ah Dalam
Perkawinan”. Skripsi Program Strata Satu Fakultas Syari‟ah Universitas
Islam Negri Walisongo, Semarang: 2015.
Nurheti Yuliarti. Keajaiban ASI. Yogyakarta: C.V Andi offset, 2012.
Nashr Farid Muhammad Washil, Abdul Aziz Muhammad Azzam, Qawa‟id
Fiqhiyyyah Jakarta: Amzah, 2015.
Petersalim dan yennisalim. Kamus Bahasa Idonesia Kontemporer. Jakarta:
Moderen English Press, 1991.
PP RI Nomer 33 Tahun 2012. Tentang Pemberian Air Susu Ibu Ekslusif. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI , 2012.
Pediatri, Prosedur dan Cara Donor ASI (On-Line), tersedia di:
https://Jurnalpediatri.com/ diakses pada tanggal 04 Mei 2017 pukul 20. 30
wib.
Rachmad Syafe‟i. Ilmu Ushu Fiqih. Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010.
Raehanul Bahraen. Menyusui Ketika Hamil, Berbahayakah? (Syariat Dan Medis).
Agaustus, 2012.
Said Aqil Husain Al-Munawar. Hukum Islam Dan Pluralitas Sosial. Cet-2,
Jakarta: Penamadani, 2005.
Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri. Sirah Nabawiyah. Jakarta: Gema Insani, 2013.
Sutrisno Hadi, Metologi Risearch untuk penulisan laporan, Skripsi, Tesis dan
Disertasi Jilid 1 Yogyakarta: Andi, 2004.
Syaikh Hasan Ayyub. Fikih Keluarga. Jakarta: Al-Kautsar, 2004.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. kamus besar
bahasa indonesia. Jakarta: Balai pustaka, 1995.
Terjemah shahih bukhari, Kitabul Imam Bab Addinu Yusrun, Jilid-4 Darul Kutub
Al-Arabiyah.
Ulin Nuha. Ringkasan Kitab Fikih Imam Syafi‟i. Yogyakarta: Mutiara Media,
2014.
Utami Roesli. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta: PT Pustaka Pembangunan
Swadaya Nusantara, 2013.
Weni Kristiyanasari, ASI. Menyusui dan Sadari. Cet-2. Yogyakarta: Nuha
Medika, 2011.
Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibari al-Fannani. terjemahan Fat-hul Mu‟in. Cet8, Jilid 2. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2016.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Susunan Pengurus Paripurna dan Keanggotaan Komisi Majelis Ulama
Indonesia Periode 2010-2015.
1. DEWAN PENASEHAT
Ketua
: Prof. Dr. KH. Tolchah Hasan
Wakil Ketua
: KH. Kafrawi Ridwan, MA
Wakil Ketua
: Letjen TNI (Purn) Ir. H. Azwar Anas,DPR.
Wakil Ketua
: Dr. dr. H. Tarmizi Taher
Wakil Ketua
: Drs. KH.A. Nazri Adlani
Wakil Ketua
: H. Chairul Tanjung
Wakil Ketua
: Hj. Aisyah Amini, SH, MH.
Wakil Ketua
: Drs. H. Irsyad Djuwaili
Wakil Ketua
: Ny. Hj. Mahfudzoh Ali Ubaid
Sekretaris
: Drs. H. Abdul Rosyad Saleh
Sekretaris
: Drs. H. Irfan, SH, MPd
Sekretaris (ex officio)
: Drs. H.M. Icwan Sam
Anggota
: 1. Drs. H. Suryadharma Ali, M.Si
2. Ir. H. M. Hatta Rajasa
3. Prof. Dr. H. Muhammad Nuh
4. Prof. Dr. Salim Segaf Al-Jufri
5. Dr. H.M. Maftuh Basyuni
6. Prof. Dr. H. Quraisy Shihab
7. Dr. KH. Hasyim Muzadi
8. Prof. Dr. Said Aqil Siradj
9. Prof. Dr. Asjmuni Abdurrahman
10. Drs. H. Bachtiar Chamsah
11. Dr.H. Sulastomo, MPH
12. Prof. Dr.Hj. Chamamah Suratno
13. Dra.Hj. Khofifah Indar Parawansa, M.Si
14. Dra. Hj. Siti Nurjanah Djohantini, M.M
15. Drs. H.A. Chalid Mawardi
16. H. Ismael Hasan, SH
17. Prof. Dr. KH. Muardi Chatip
18. Dra. Hj. Asmah Syahroni
19. Prof. Dr. KH. Hasan Shohib
20. KH. Syuhada Bahri, Lc.
21. KH. Cholid Fadlullah, SH.
22. H. Yudo Paripurno, SH
23. Hj. Aisyah Hamid Baidlowi
24. KH. Ir. Salahudin Wahid
25. KH. Bunyamin
26. KH. Abdurrahman Nawi
27. KH. Maktub Effendi
28. KH. Mahrus Amin
29. KH. Abdur Rasyid AS
30. Prof. Dr. Amir Syarifuddin
31. Drs. H.A. Mubarok
32. Drs. H. Rusydi Hamka
33. Dr. Hj. Suryani Thaher
34. Prof. Dr. Hj. Aisyah Girindra
35. Prof. Dr. H. Azyumardi Azra
36. H. Margiono
37. Prof. Dr. H. Bachtiar Efendi
38. Dr. H. Wahiduddin Addams, MA
39. Prof. Dr. KH. Miftah Faridh
40. KH. Abd. Shomad Buchori
41. Drs. H. Djauhari Syamsuddin
42. H. M. Trisno Adi Tantiono
43. Geys Ammar, SH
44. Dr. H. Deding Ishak, SH, MH.
45. Prof. Dr. Hj. Nabilah Lubis
46. Prof. Dr. KH. Muslim Nasution, MA
47. Prof. Dr. H. Maman Abdurrahman
48. Drs. H. Zaidan Djauhari
49. Dr. Anwar Sanusi, SH, S.Pel, MM
50. Prof. Dr. Husni Rahim
51. Dr. dr. Rofiq Anwar
52. KH. Nurhasan Zaidi
53. Drs. H. Kurdi Musthofa, M.Si
54. Prof. Dr. H. Hamka Haq, MA
55. Drs. H. Marwan Saridjo
56. Dra. Hj. Bariroh Uswatun Hasanah
II.
DEWAN PIMPINAN HARIAN
Ketua Umun
: K.H. Dr. M.A. Sahal Mahfudh
Wakil Ketua Umum
: Prof. DR. H.M. Din Syamsiddin
Ketua
: KH Ma‟ruf Amin
Ketua
: Prof. Dr. H. Umar Shihab
Ketua
: Dr. H. Amrullah Ahmad, S. Fil.
Ketua
: Dr. KH. Abdullah Syukri Zarkasyi
Ketua
: Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc
Ketua
: Drs H. Basri Barmanda, MBA
Ketua
: Drs. H. Amidhan
Ketua
: Drs. H. Anwar Abbas, MM
Ketua
: Prof. Dr. Hj. Tutty Alawiyah
Ketua
: KH. A. Cholil Ridwan, Lc
Ketua
: Drs. H. Slamet Efendy Yusuf, M.Si
Ketua
: KH. Muhyidin Junaidi, MA
Ketua
: Dr. H. Sinansari Ecip, M. Si.
III.
Ketua
: Drs. KH. Hafidz Usman
Sekretaris Jenderal
: Drs. H.M. Ichwan Sam
Wkl Sekretaris Jenderal
: Drs. H. Zainut Tauhid Saadi, M.Si
Wkl Sekretaris Jenderal
: Dra. Hj. Welya Safitri, M.Si
Wkl Sekretaris Jenderal
: Drs. H. Natsir Zubaidi
Wkl Sekretaris Jenderal
: Drs. KH. Tengku Zulkarnain, MA
Wkl Sekretaris Jenderal
: Dr. Amirsyah Tambunan
Wkl Sekretaris Jenderal
: Dr. Noor Ahmad
Wkl Sekretaris Jenderal
: Prof. Dr. Hj. Amany Lubis
Bendahara Umum
: Dra. Hj. Juniwati Maschjun Sofwan
Bendahara
: Drs. H. Ahmad Djunaidi, MBA
Bendahara
: Dr.H.M.Nadratuzzaman Hosen,PhD
Bendahara
: Drs. H. Chunaini Saleh
Bendahara
: H. Tabri Ali Husein
Bendahara
: Dra. Hj. Chairunnisa, MA
KOMISI FATWA
Ketua
: Prof. Dr. H. Hasanuddin AF, MA
Wakil Ketua
: Prof. Dr. Hj. Khuzaemah T. Yanggo
Wakil Ketua
: Prof. Dr. H. Fathurrahman Djamil, MA.
Wakil Ketua
: Drs. KH. Asnawi Latief.
Wakil Ketua
: Prof. Drs. H. Nahar Nahrawi, MM
Wakil Ketua
: Dr. H. Maulana Hasanudin, M.Ag.
Sekretaris
: Dr. H. Asrorun Ni‟am Sholeh, MA.
Wakil Sekretaris
: Drs. H. Sholahudin Al-Aiyub, M.Si.
Wakil Sekretaris
: Dr. H. Ma‟rifat Imam KH
Wakil Sekretaris
: Drs. H. Muhammad Faiz, MA
Anggota
: 1. Dr. KH. Anwar Ibrahim
2. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA
3. Dr. KH. Masyhuri Naim
4. Drs. KH. Ghazalie Masroeri
5. KH. Syarifudin Abdul Mughni, MA
6. Prof. Dr. H. Sutarmadi
7. Dr. Imam Ad- Daraquthni, MA
8. Dr. H. Abdurrahman Dahlan, MA
9. Dr. H.A. Fattah Wibisono, MA
10. Dr. KH. A. Malik Madani,MA
11. Dr. KH. A. Munif Suratmaputra, MA
12. Dra. Hj. Mursyidah Thahir, MA
13. Drs. H. Aminudin Yakub, MA
14. Drs. H. Zafrullah Salim, SH, M. Hum
15. Dr. H. Umar Ibrahim, M.Ag.
16. Drs. KH. Syaifudin Amsir, MA
17. Dr. KH. Hamdan Rasyid
18. KH. Arwani Faishol
19. Dr. H. Suhairi Ilyas, MA
20. KH. Drs. H. Ridwan Ibrahim Lubis
21. KH. Endang Mintarja
22. Prof. Dr. M. Najib, MA
23. KH. Dr. Ade Suherman
26. KH. Sulhan, MA
27. Dr. H. Ahmad Hasan Ridhwan
28. Prof. Dr. KH. Artani Hasbi
29. Dr. H. Sopa, MA
30. Drs. H. Tb. Abdurrahman Anwar, SH, MA
31. Prof. Dr. H. Salman Manggalatung, SH, MA
32. Prof. Dr. H. Syamsul Anwar
33. Drs. KH. Anwar Hidayat, SH
34. Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie
35. Prof. Dr. Hj. Uswatun Hasanah
36. Prof. Dr. H. Ahmad Syatori Ismail, MA
37. Dr. KH. Mukri Aji
38. Drs. KH. Nuril Huda
39. KH. Taufiq Rahman Azhar
40. Drs. H. Sirril Wafa, MA
41. Dr. H. Setiawan Budi Utomo
42. Abdullah Abdul Kadir, MA.
Download