ISTIRDLA’ DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM (Analisis Fatwa MUI Nomor 28 Tahum 2013 Tentang Seputar Donor Air Susu Ibu) Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: AHMAD NASRUL ULUM NPM : 1321010064 Program Studi : Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG 1438 H/2017 M ISTIRDLA’ DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM (Analisis Fatwa MUI Nomor 28 Tahum 2013 Tentang Seputar Donor Air Susu Ibu) Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: AHMAD NASRUL ULUM NPM : 1321010064 Program Studi : Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah Pembimbing I : Prof. Dr. H.Mohammad Rusfi, M.Ag. Pembimbing II : Drs. Susiadi AS, M. Sos.I. FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG 1438 H/2017 M ABSTRAK ISTIRDLA’ DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM (Analisis Fatwa MUI Nomor 28 Tahun 2013 Tentang Seputar Donor Air Susu Ibu) Oleh Ahmad Nasrul Ulum Adanya praktek Donor Air Susu Ibu ditengah masyarakat Indonesia meminta agar Majelis Ulama Indonesia untuk mengeluarkan fatwa yang berkenaan dengan donor Air Susu Ibu dengan tujuan untuk menjadikan pedomana bagi masyarakat Indonesia mengenai ketentuan hukum dan manfaat Donor Air susu Ibu bagi masyarakat Islam di Indonesia. Perlu diketahui bahwasannya Majelis Ulama Indonesia dalam mengeluarkan Fatwa tidak serta merta selalu tepat dalam menjawab permasalahan yang ada, perlu adanya suatu perombakan, pengecekan, penelaahan, dan diskusi kembali dengan para ulama agar tercapainya suatu Fatwa yang menjadi pedoman bagi masyarakat Indonesia yang sesuai dengan ketetapan Hukum Islam. Dalam skripsi ini ada dua permasalahan diantaranya: Apa yang menjadi pertimbangan MUI mengeluarkan Fatwa diperbolehkannya donor air susu ibu? dan Bagaimana pandangan hukum Islam tentang pertimbangan MUI mengeluarkan Fatwa memperbolehkan donor air susu ibu? Adapun tujuan penelitian ini adalah Untuk mengentahui dasar pertimbangan MUI dalam fatwa 28 tahun 2013 sehingga membolehkan praktek donor air susu ibu. Dan untuk mengentahui bagaimana padangan hukum Islam mengenai pertimbangan MUI dalam fatwa nomer 28 tahun 2013 tentang seputar donor air susu ibu. Adapun metode penelitian untuk menyelesaikan skripsi ini dilihat dari jenis penelitiannya, maka penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan (library research) adalah pengkajian informasi tertulis mengenai hukum yang berasal dari berbagai sumber dan dipublikasikan secara luas serta dubutuhkan dalam penelitian hukum normatif. Guna memperoleh bahan hukum yang akurat untuk penulisan skripsi ini, maka bahan-bahan hukum tersebut diperoleh melalui tiga cara yaitu sumber bahan hukum primer,sumber bahan hukum sekunder, dan sumber bahan hukum tersier. MUI mempertimbangkan, air susu ibu sangat dibutuhkan bagi perkembangan bayi yang belum mencapai umur dua tahun dan adanya ibu yang tidak bisa memberikan ASI kepada bayinya baik ibunya telah tiada, ibu kekurangan ASI untuk diberikan kepada anaknya, tidak diketahui ibu kandungnya, maupun sebab lain yang tidak memungkinkan akses ASI bagi anak. Pandangan Hukum Islam, tentang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengenai donor air susu ibu apabila ditinjau dengan menggunakan teori maslahah al mursalah terdapat kemaslahatannya dan kemudharatan. kemaslahatannya adalah untuk menjauhkan kemudharatan yang terjadi terhadap anak-anak yang tidak diberikan ASI, karena Pentingnya air susu ibu Sehingga apabila seorang anak tidak diberikan ASI akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak. Kemudharatannya adalah dengan diperbolehkannya donor air susu ibu tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan persaudaraan sepersusuan. Karena dalam hukum Islam donor susu ibu memungkinkan terjadinya saudara sepersusuan sehingga mengakibatkan terhalangnya sebuah pernikahan, Hendaknya Majelis Ulama Indonesia (MUI) lebih mensosialisasikan kepada masyarakat tentang Fatwa MUI mengenai donor air susu ibu, karena banyak masyarakat yang belum mengerti dan memahami kebolehan mendonorkan air susu ibu dan dampak atau akibat dari donor air susu ibu. MOTTO َﷲ ... َ ﷲ “... Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya [alMâidah:2] PERSEMBAHAN Karyatulis ini penulis persembahkan pada orang-orang yang selalu mendukung terselesaikannya karya ini, diantaranya : 1. Kepada Ayahku H. Subandi dan Hj. Ibu Masriyah tercinta, yang telah mendidik dan membesarkanku dengan do‟a dan segenap jasa-jasanya yang tak terbilang demi keberhasilan cita-citaku, aku semakin yakin bahwa ridho Allah SWT adalah keridhoanmu; 2. Untuk adikku yang tersayang Ulfa Riyani yang selalu menemani harihariku. 3. Kepada sanak saudara, Family, dan rekan-rekan satu angkatan tahun 2013 Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah yang tak dapat kusebut satu persatu,buat sahabat-sahabatku diantaranya Muhammad Syafaat, Mahfudh Arifin, Muhammad Nasirun, Narianto, Khusni Tamrin, Inayatul Maghfiroh, dono karyono, yang selalu memberikan motifasi dan masukan guna menyelesaikan karya tulis ini, terima kasih atas kebersamaanya, mudahmudahan menjadi keberkahan dunia ahirat. 4. Almamater tercinta UIN Raden Intan Lampung yang selalu kubanggakan tempatku menimba ilmu pengetahuan RIWAYAT HIDUP Ahmad Nasrul Ulum, seorang anak yang dilahirkan didesa Mahabang Kecamatan Dente Teladas, Kabupaten Tulang Bawang tepatnya pada tanggal 16 April 1995 yang merupakan anak pertama dari dua bersaudara, putra dari Bapak H. Subandi dan Ibu Hj. Masriyah: Jenjang pendidikan penulis yaitu: 1. Sekolah Dasar (SD) Swasta Desa Sungai Nibung Kecamatan Tulang Bawang Kabupaten Dente Teladas lulus pada tahun 2006. 2. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SMP) Swasta Desa Sungai Nibung Kecamatan Tulang Bawang Kabupaten Dente Teladas lulus pada tahun 2009. 3. Madrasah Aliyah (MA) Walisongo jalan Simpang Prepau Kota Bumi Lampung Utara lulus pada tahun 2012. 4. Tahun 2013 terdaftar sebagai mahasiswa dijurusan Al-Ahwal AlSyakhshiyyah Fakultas Syari‟ah dan Hukum Universitas Islam Negri (UIN) Raden Intan Lampung. KATA PENGANTAR Bismillahirahmanirrahim Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah senantiasa memberikan nikmat, taufiq dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, yang disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Hukum pada jurusan Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah di Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN Raden Intan Lampung, shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, para sahabat dan pengikutnya. Penyelesaian skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, serta dengan tidak mengurangi rasa terima kasih atas bantuan semua pihak, rasa hormat dan teima kasih penulis sampaikan kepada: 1. Prof. Dr. H. Moh. Mukri, M.Ag., selaku Rektor Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung. 2. Dr. Alamsyah, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN Raden Intan Lampung yang telah banyak memberikan bimbingan kepada mahasiswa; 3. Bapak Dr. H. Khoiruddin, M. H. Wakil Dekan satu yang selalu memberikan motifasi kepada mahasiswa; 4. Dr. H.Mohammad Rusfi, M.Ag. selaku Pembimbing I dan Drs. Susiadi AS, M. Sos.I. selaku Pembimbing II, yang telah menyediakan waktu dan memberikan bimbingan dengan iklas dan sabar yang sangat berharga dalam mengarahkan dan memotivasi penulis hingga terselesaikan skripsi ini; 5. Kepada bapak Marwin, SH.M.H. selaku ketua jurusan Ahwal AlSyahksiyah; 6. Bapak dan ibu dosen staf karyawan Fakultas Syari‟ah dan Hukum yang telah mendidik, memberikan waktu dan layanannya dengan tulus dan iklas kepada penulis selama menuntut ilmu di Fakultas Syari‟ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung. 7. Bapak dan ibu staf karyawan perpustakaan Fakultas Syari‟ah dan Hukum dan perpustakaan pusat Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung. 8. Teman-teman KKN 64 dan keluarga baru pekon Sukawangi Kecamatan Pringsewu. Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan, hal ini disebabkan masih terbatasnya ilmu dan teori penelitian yang penulis kuasai. Oleh karena itu penulis mengharapkan masukan dan kritik yang bersifat membangun untuk skripsi ini. Akhirnya, dengan iringan terimakasih penulis memanjatkan do‟a kehadirat Allah SWT, semoga jerih payah dan amal bapak-bapak dan ibu-ibu serta temanteman sekalian akan mendapatkan balasan yang sebaik-baiknya dari Allah SWT dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan para pembaca pada umumnya. Amin Bandar Lampung, 19 April 2017 Penulis Ahmad Nasrul Ulum NPM. 1321010064 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i ABSTAK ................................................................................................................ ii PERSETUJUAN .................................................................................................... iii PENGESAHAN ..................................................................................................... iv MOTTO ................................................................................................................. v PERSEMBAHAN .................................................................................................. vi RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... vii KATA PENGANTAR ........................................................................................... viii DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix BAB I PENDAHULUAN A. B. C. D. E. F. Pengesahan Judul .......................................................................... 1 Alasan Memilih Judul ................................................................... 3 Latar Belakang Maalah ................................................................. 4 Rumusan Masalah ......................................................................... 8 Tujuan Dan Kegunaan Penelitian.................................................. 8 Metode Penelitian.......................................................................... 9 1. Jenis dan Sifat Penelitian ........................................................ 9 2. Sumber Data ............................................................................ 10 3. Metode Pengumpulan Data ..................................................... 11 4. Metode Pengelolahan Data ..................................................... 11 5. Metode Analisis Data .............................................................. 12 BAB II ISTIRDHA’ DALAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM A. Pengertian Donor Air Susu Ibu (Istirdla‟) .................................... 14 1. Syarat menjadi pendonor ASI ................................................. 15 2. Dampak adanya donor ASI ..................................................... 16 B. Dasar Hukum Donor Air Susus Ibu (Istirdla‟) ............................. 19 1. Al-Qur‟an ................................................................................ 19 2. Hadits Nabi.............................................................................. 28 3. Qaidah Fiqhiyyah .................................................................... 28 C. Manfaat Air Susu Ibu bagi Bayi.................................................... 29 1. Sarat makanan bagi bayi ......................................................... 29 2 Kandungan ASI ....................................................................... 30 3. Keuntungan ASI adalah sebagai berikut ................................ 30 D. Pendapat Ulama ............................................................................ 32 BAB III ISTIRDLA’ DALAM PRESPEKTIF MUI a. b. c. d. Profil Majelis Ulama Indonesia .................................................... 39 1. Sekilas Profil Majelis Ulama Indonesia .................................. 39 2. Peran Majelis Ulama Indonesia .............................................. 42 Landasan Hukum Fatwa MUI Tentang seputar Donor Air Susu Ibu (Istirdla‟)................................................................. 43 Substansi Fatwa MUI No. 28 Tahun 2013 .................................... 46 Proses Donor Air Susu Ibu ............................................................ 59 BAB IV ANALISIS FATWA MUI NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG SEPUTAR DONOR AIR SUSU IBU MENURUT HUKUM ISLAM A. Pertimbangan MUI mengeluarkan Fatwa diperbolehkannya donor air susu ibu .......................................................................... 63 B. Analisis hukum Islam tentang pertimbanganMUI mengeluarkan Fatwa memperbolehkan donor air susu Ibu.......... 65 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................... 74 B. Saran ............................................................................................. 75 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul Demi memudahkan pemahaman tentang judul srkripsi ini serta tidak menimbulkan kekeliruan dan kesalam pahaman dikemudian, maka penulis akan menguraikan secara singkat istilah-istilah yang tedapat dalam skripsi yang berjudul: ISTIRDHL‟ DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM (Analisis Fatwa MUI Nomor 28 Tahun 2013 Tentang Seputar Donor Air Susu Ibu) sebagai berikut. Donor menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah penderma atau pemberi sumabangan.1 Kemudian Asi adalah suatu emulasi lemak dalam arutan protein, laktose, dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah kelenjar payudara ibu, sebagai makanan utama bagi bayi. 2 maka dapat disimpulakan donor Asi adalah pemberi sumbangan air susu Ibu sebagai makanan untuk bayi yang diberikan kepada bayi yang bukan dari ibu biologis yang menghasilkan susu untuk didonorkan atau pemberian sumbangan berupa air susu ibu yang diberikan oleh wanita kepada sesorang anak yang bukan anak kandungnya dan lembaga yang menampung air susu ibu. Hukum Islam adalah hukum yang dibangun berdasarkan pemahaman manusia atas nash Al-Qur,an maupun Al-Sunnah untuk megatur kehidupan 1 Tim penyusun kamus pusat pembinaan dan pengembangan bahasa, kamus besar bahasa indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), h. 242 . 2 Dewi Lailatul Badriyah, Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi (Bandung: PT Refika Aditama, 2011), h. 35. manusia yang berlaku secara universl-relevan pada setiap zaman (waktu) dan makan (ruang) manusia.3 Analisis menurut kamus besar bahasa indonesia adalah: a. penyelidikan terhadap suatu peristiwa (perbuatan, karangan, dan sebagainya) untuk mendapatkan fakta yang tepat (asal usul, sebab, penyebab sebenarnya, dan sebagainya). b. Penguraian pokok persoalan atas bagian-bagian, penelaahan bagian-bagian tesebut dan hubungan antar bagian untuk mendapakan pengertian yang tepat dengan pemahaman secara keseluruhan. c. Penyelidikan kimia dengan cara menguraikan senyawa (bahan) atas unsurunsur (atom-atom) penyusunan. d. Penjabaran (pembentangan) sesuatu hal, dan sebagainya setelah ditelaah secara seksama. e. Peroses pemecahan masalah yang dinilai dengan hipotesis (digunakan, dan sebagainya) sampai terbukti kebenarannya melalui beberapa kepastian (pengamatan, percobaan, dan sebagainya). 4 Fatwa adalah keputusan agama yang diberikan oleh alim ulama mengenai suatu perkara atau nasihat orang alim.5 Majelis Ulama Indonesia (MUI) Merupakan wadah musyawarah para ulama, zu‟ama dan cendikiawan muslim serta menjadi pengayoman bagi seluruh muslim Indonesia adalah lembaga yang paling berkompeten dalam menjawab dan 3 Said Aqil Husain Al-Munawar, Hukum Islam dan Pluralitas Sosial Cet-2 (Jakarta: Penamadani, 2005), h. 6. 4 Petersalim dan yennisalim, kamus bahasa indonesia kontemporer (Jakarta: moderen English Press,1991), h.61. 5 Ibid. h. 416 memecahkan setiap masalah sosial keagamaan yang senantiasa timbul dan dihadapi masyarakat.6 Berdasarkan judul di atas dapat dirumuskan bahwa yang dimaksud dengan judul keseluruhan yaitu pembahasan mendalam berkenaan dengan Istirdha dalam Pandangan Hukum Islam dengan mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan Istirdla‟ serta dibahas lebih mendalam kaitannya dengan fatwa MUI Nomer 28 Tahun 2013 Tentang seputar donor air susu ibu. B. Alasan Memilih Judul Ada beberapa alasan yang menjadi dasar penulis untuk memilih judul ini sebagai bahan untuk penelitian, yaitu : a. Alasan objektif 1). Istirdla‟ (donor air susu ibu) merupakan sesuatu pemberian ASI yang muncul beberapa tahun belakang ini sehingga menarik untuk dibahas dalam skripsi. 2). penulis ingin mengetahui dan menganalisis bagaimana pandangan hukum Islam terhadap Istirdla‟ (donor air susu ibu). b. Alasan subjektif 1). Istirdla‟ (donor air susu ibu) selain menarik untuk dibahas, juga terdapat sarana yang mendukung dalam penulisan skripsi ini seperti literatur- 6 Himpunan Fatwa, Majelis Ulama Indonesia Sejak 1975 (Jakarta: Erlangga, 2011), h . 4. literatur, referensi-referensi yang terdapat diperpustakaan, secara adanya informasi dan data-data yang dibutuhkan dalam literatur. 2). Pembahasan mengenai Istirdla‟ (donor air susu ibu) masih belum ada difakultas Syari‟ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung. 3). Judul skripsi ini relevan dengan disiplin ilmu yang penulis pelajari di Fakultas Syari‟ah dan Hukum Jurusan Ahwal Al-Syakhshiyah (Hukum Keluarga). C. Latar Belakang Masalah Dalam undang-undang republik Indonesia nomer 1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 1, Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.7 Pernikahan ataupun perkawinan ialah akad yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban antara seorang laki-laki seorang perempuan yang bukan mahram.8Allah SWT. Berfirman dalam surat An-Nisa ayat 3. 7 8 Anggota IKAPI, Undang-undang Perkawinan (Bandung: Fokusmedia, 2016), h. 1. Beni Ahmad Saebani, fiqih munakahat (Bandunng: CV Pustaka Setia, 2001), h. 9. Artinya :“Dan jika kamu khawatir tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hakhak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil.(AnNisa ayat 3).9 Pada dasarnya pernikahan menginginkan keturunan yang sangat diharapkan oleh setiap anggota keluarga. Dan tidak banyak didalam keluarga setalah mempunyai keturunan ibu tidak bisa memberikan ASI dikarnakan ada beberapa masalah sehingga dengan adanya donor air susu ibu sedikit banyak membantu para ibu-ibu yang tidak bisa memberikan ASI kepada anaknya. Dan adapun larangan perkawinan yang berlaku haram untuk selamanya dalam arti sampai kapanpun dan dalam keadaan apapun laki-laki dan prempuan itu tidak boleh melakukan perkawinan, larangan bentuk ini disebut larangan mahram muabbad (larangan sepersusuan),10 Dalam hukum Islam larangan pernikahan antara seorang pria dan seorang wanita menurut syra‟ dibagi dua yaitu halangan abadi dan halangan sementara, diantara halangan-halangan abadi yang telah disepakati ada tiga yaitu nasab (keturunan), pembesanan (karena pertalian kerabat semenda), sepersusuan.11 Sedangkan yang dimaksud dengan sepersusuan adalah bila seorang anak menyusu kepada seorang prempuan, maka air susu itu menjadi darah daging dan pertumbuhan bagi sianak sehingga perempuan yang menyusukan itu telah seperti 9 Yayasan penyelenggara penerjemah Al-Qur‟an, Al-qur‟an dan Terjemah Al Hikmah (Bandung: CV Penerbit Diponorogo, 2012), h. 77. 10 Bimbingan Islam, Fatwa Kedokteran, Fiqih, Kesehatan Islam” (On-line), tersedia di: https://agussupianto. Blogspot. Com/ Bimbingan Islam. Htm (25 Agustus 2012). 11 Abd. Rahman Ghazaly, M.A, Fiqih Munakahat (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2016), h. 103. ibunya.12 Salah satu yang dianjurkan dalam ajaran Agama Islam adalah agar senantiasa mampu menjaga keturunan yakni dalam hal garis keturunan atau nasap. Oleh karna itu, memelihara dan menjaga garis keturunan dalam hal ini ialah nasab. Ulama fiqih sepakat mengatakan bahwa nasap merupakan salah satu fondasi yang kokoh dalam membina suatu kejelasan akan setatus yang dimiliki oleh seseorang anak yang baru lahir, Nasap merupakan sebuah karunia yang paling besar bagi setiap manusia yang dilahirkan kedunia, nasap juga merupakan hal yang paling utama yang harus dimiliki oleh seorang manusia yang lahir agar terhindar dari kehinaan dan kelantaran. Memberikan kewajiban penuh bagi orang tua untuk memelihara dan menajaga anaknya berkaitan dengan setatus nasab yang merupakan hak pertama bagi seorang anak, pada tahapan berikutnya anak yang lahir dari rahim seorang ibu akan memperoleh hak mendapatkan perawatan dan nafkah secara layak terhadap hak waris dan hak perwalian.13 Hadiah yang paling berharga bagi bayi yang baru lahir adalah ASI, ASI merupakan makanan terbaik dan paling sempurna untuk bayi. Adapun manfaat ASI untuk bayi sangat banyak antara lain: 14 1. Bayi mendapatkan nutrisi dan enzim terbaik yang dibutuhkan. 2. Bayi mendapatkan zat-zat imun, sera perlindungan dan kehangatan melalui kontak dari kulit kekulit dengan ibunya. 3. Meningkatkan sensitivitas ibu akan kebutuhannya. 12 Bimbingan Islam, Fatwa Kedokteran, Fiqih, Kesehatan Islam, Op. Cit. 13 M. Nurullrfan, Nasap dan setatus anak dalam hukum Islam (Jakarta: Amzah, 2012), h. 14 Joan Nelison, Cara Menyusui Yang Baik (Jakarta: ARCAN, 1985), h. 1. 8-15. 4. Mengurangi pendarahan, serta konservasi zat besi, protein, dan zat lainnya, mengingat ibu tidak haidh sehingga mengingat zat yang terbuang. 5. Penghematan karena tidak membeli susu. 6. Asi eksklusif dapat menurunkan angka kejadian alergi, terganggunya pernapasan, diare, dan obesitas pada anak.15 Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa nomer 28 tahun 2013, tentang seputar donor air susu ibu (Istirdla‟) bahwasanya donor air susu ibu diperbolehkan dengan bunyi Seseorang ibu boleh memberikan ASI kepada anak yang bukan anak kandungnya. Demikian juga sebaliknya, seseorang anak boleh menerima ASI dari ibu yang bukan ibu kandungnya sepanjang memenuhi syar‟i. Dan dengan ketentuan Firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 233 yang berbunyi: Artinya : “para ibu hendaklah menyususkan anak-anaknya selama dua tahun penuh”,.16 Berdasarkan uraian diatas donor air susu ibu diperbolehkan oleh Fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) bahwa dalam hukum Islam salah satu penghalang pernikahan adalah terjadinya sepersusuan (Radha‟ah). Dengan diperbolehkannya donor air susu ibu dapat mengakibatkan soudara sepersusuan dan menjadi 15 16 Nurheti Yuliarti, keajaiban ASI (Yogyakarta: C.V Andi Offset, 2010), h. 8. Yayasan penyelenggara penerjemah Al-Qur‟an , Op. Cit. h. 37. penghalang bagi pernikahan dengan saudara sepersusuan, dengan ketentuanketentuan Majelis Ulama Indonesia tersebut, kenapa tidak digantikan saja dengan susu formula agar tidak mempunyai akibat hukum. Oleh sebab itu peneliti tertarik meneliti secara detail dan mendalam bagaimana pandangan hukum Islam tentang Fatwa MUI yang memperbolehkan donor air susu ibu. Maka penulis meneliti sekripsi yang berjudul “ISTIRDLA’ DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM (Analisis Fatwa MUI Nomor 28 Tahum 2013 Tentang Seputar Donor Air Susu Ibu)”. D. Rumusan Masalah Merujuk pada pemaparan latar belakang masalah diatas, maka penulis dapat merumuskan beberapa permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini yaitu: 1. Apa yang menjadi pertimbangan MUI mengeluarkan Fatwa diperbolehkannya donor air susu ibu? 2. Bagaimana pandangan hukum Islam tentang pertimbangan MUI mengeluarkan Fatwa memperbolehkan donor air susu ibu? E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Agar mengetahui dan memahami bagaimana pandangan hukum Islam terhadap Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomer 28 tahun 2013 tentang seputar donor air susu ibu. b. Untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH), pada fakutas Syari‟ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung. 2. Kegunaan penelitian Kegunaan penelitian teroritis ini sebagai bentuk konstribusi dalam rangka memperkaya khazanah ilmu pengetahuan dan dapat menjadi bahan referensi ataupun bahan diskusi bagi para mahasiswa Fakultas Syari‟ah, maupun masyarakat serta berguna untuk perkembangan ilmu pengetahuan khususnya berkaitan dengan hukum islam. F. Metode Penelitian Dalam rangka penulisan skripsi yang berjudul Istirdla‟ dalam pandangan hukum islam (analisis fatwa mui nomer 28 tahun 2013 tentang seputar donor air susu ibu, penulis menggunakan metode untuk memudahkan dalam pengumpulan data, pembahasan dan menganalisis data. Adapun dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut: 1. Jenis dan Sifat Penelitian Dilihat dari jenis penelitiannya, maka penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan (library research) adalah pengkajian informasi tertulis mengenai hukum yang berasal dari berbagai sumber dan dipublikasikan secara luas serta dubutuhkan dalam penelitian hukum normatif.17 Untuk memperoleh data ini, penulis mengkaji literatur-literatur berasal dari perpustakaan yang memiliki 17 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum (Jakarta: PT. Citra Aditya Bakti, 2004), h. 81. relevansi dengan penelitan yang penulis lakukan. Literatur yang berhubungan dengan pembahasan dalam skripsi ini antara lain yaitu Al-Qur‟an, Al-Hadis, peraturan pemerintah republik Indonesia nomer 33 tahun 2012 tentang pemberian air susu ibu eksklusif, Buku-Buku Fiqih, Buku mengenai kesehatan. Serta literatur lainnya yang mempunyai hubungan dengan permasalahan yang dikaji oleh penulis dalam penelitian ini. 2. Sumber Data Guna memperoleh bahan hukum yang akurat untuk penulisan skripsi ini, maka bahan-bahan hukum tersebut diperoleh melalui tiga cara yaitu sumber bahan hukum primer,sumber bahan hukum sekunder, dan sumber bahan hukum tersier. Untuk lebih jelasnya berikut ini akan diuraikan tentang sumber data tersebut, yaitu: a. Sumber bahan hukum primer Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang sifatnya mengikat atau berhubungan dengan permasalahan yang terkait. Dalam hal ini AlQur‟an dan Hadits yang berkaitan dengan donor air susu ibu dan pendapat para ulama tentang donor air susu ibu. b. Sumber bahan hukum sekunder Bahan hukum skunder yaitu bahan hukum yang sifatnya menjeaskan bahan hukum primer, yaitu berupa buku-buku literatur, karya ilmiyah untuk mencari konsep-konsep, teori pendapat yang berkaitan erat dengan permasalahan yang dikaji. Berdasarkan teori maka bahan hukum primer yang penulis gunakan yaitu fatwa MUI, peraturan pemerintah republik Indonesia nomer 33 tahun 2012 tentang pemberian air susu ibu eksklusif, kitab fiqih yang berkaitan dengan donor ASI, buku-buku tentang kesehatan dan sebagainya.18 c. Sumber bahan Hukum tersier Merupakan bahan hukum sebagai pelengkap kedua bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus besar bahasa Indonesia, kamus Hukum, dan artikel-artikel yang dapat membantu penelitian ini. 3. Metode Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan penelitian pustaka (library research), yakni upaya membaca dan menelaah serta mengutip beberapa buku, diantaranya buku-buku fiqih, fatwa MUI, buku-buku tentang hukum Islam, buku kesehatan, peraturan pemerintah republik Indonesia nomer 33 tahun 2012 tentang pemberian air susu ibu eksklusif serta artikel-artikel yang ada kaitannya dengan pembahasan judul skripsi ini diperpustakaan. Sumber data yang akan penulis gunakan antara lain: 4. Metode Pengelolahan Data Setelah sumber (literature) mengenai data dikumpulkan berdasarkan sumber diatas, maka langkah selanjutnya adalah pengolahan data yang diperoses sesuai dengan langkah sebagai berikut : 18 Amirudin dan Zainal Asikin, Pengatar Metode Penelitian Hukum Grafindo Persada, 2006), h. 30. (Jakarta: Raja e. Pemeriksaan data (editing) yaitu memeriksa ulang, kesesuaian dengan permasalahan yang akan diteliti setelah data tersebut terkumpul. f. Penandaan Data (conding) yaitu memberikan cacatatan data yang menyatakan jenis dan sumber data baik bersumber dari Al-Qur‟an dan Hadis, atau buku-buku literatur lainnya yang relevan dengan penelitian. g. Sistematika data (sistematizing) yaitu menepatkan data menurut kerangka sisematika bahasan berdasarkan urutan masalah.19 5. Metode Analisis Data Dalam menganalisis data akan menganalisisnya secara kualitatif, bentuk analisis ini dilakukan dengan penjelasan-penjelasan, bukan bentuk angka-angka atau statistikSetelah atau bentuk angkan lainnya. Bentuk analisis berdasarkan hukum Islam seperti Al-Qur‟an, Hadist, pendapat para ulama. Dalam menganalisis mengguakan metode berfikir : a. Metode berfikir dedukatif Metode berfikir dedukatif adalah: “suatu penelitian dimana orang berangkat dari pengetahuan yang sifatnya umum, dan bertitik tolak dari pengetahuan yang umum, kita hendak menilai suatu kejadian yang khusus.20 Hubungan dengan skripsi ini, metode dedukatif digunakan pada saat penulis mengumpulkan data dari perpustakaan secara umum, dari 19 Amirudin dan Zainal Abidin, Pengantar Metode Penelitin Hukum (Jakarta: Balai pustaka, 2006), h. 107. 20 Jiko Subagio, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 2011), h. 41. berbagai kitab-kitab fiqih, hadist dan sebagainya, tentang suatu konsep, teori ataupun pendapat tentang donor air susu ibu, nasab dan susuan yang menjadikan mahram, kemudian diambil secara khusus sampai pada suatu titik temu kebenaran atau kepastian. b. Metode berfikir indukatif Metode berfikir indukatif adalah : “suatu penelitian dimana orang berangkat dari fakta-fakta khusus, peristiwa-peristiwa yang kongkrit, kemudian dari fakta-fakta atau dari peristiwa-peristiwa yang khusus dan kongkrit itu ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum.21 Berkaitan dengan skripsi ini, metode indukatik digunakan untuk menganalisa atau menggali data yang berupa teori maupun pendapat dan sebagainya yang bersifat khusus, yang berkaitab dengan donor air susu ibu, nasab dan susuan yang menjadikan mahram, kemudian dikembangkan menjadi suatu data yang bersifat umum. 21 Sutrisno Hadi, Metologi Risearch untuk penulisan laporan, Skripsi, Tesis dan Disertasi Jilid 1 (Yogyakarta: Andi, 2004), h. 47. BAB II ISTIRDLA’ DALAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM A. Pengertian Donor Air Susu Ibu (Istirdla’) Dalam kamus bahasa Indonesia Donor adalah penderma atau pemberi sumbangan.22 Kemudian ASI adalah suatu emulasi lemak dalam larutan protein, laktose, dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah kelenjar payudara ibu, sebagai makanan utama bagi bayi. 23 Menurut Majelis Ulama Indonesia Donor ASI adalah ASI yang didonasikan oleh seorang ibu bukan untuk bayinya sendiri melainkan untuk bayi orang lain, yang diberikan secara sukarela24, Maka dapat disimpulakan donor Asi adalah pemberi sumbangan air susu Ibu sebagai makanan untuk bayi yang diberikan kepada bayi yang bukan dari ibu biologis yang menghasilkan susu untuk didonorkan atau Istirdha‟ (Donor Asi) adalah pemberian sumbangan berupa air susu ibu yang diberikan oleh wanita kepada sesorang anak (bukan anaknya) atau sebuah lembaga yang menampung air susu ibu. ASI adalah makanan dan minuman yang paling utama bagi para bayi selain karna tidak akan pernah manusia sanggup memproduksi susu buatan sekualitas dengan ASI, juga ASI merupakan pemberian Allah Subhanahu Wa 22 Tim penyusun kamus pusat pembinaan dan pengembangan bahasa, kamus besar bahasa indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), h. 242. 23 Dewi Lailatul Badriyah, Gizi Dalam Kesehatan Reproduks (Bandumg: PT Refika Aditama, 2011), h. 35. 24 M. Asrorun Ni‟am Sholeh, Metodologi Penetapan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (Jakarta: Emir, 2016), h. 5. Ta‟ala kepada seluruh anak manusia. Untuk menjamin kesehatan ibu dan anak, serta menjamin kelangsungan hidup anak manusia itu kelak kemudian hari.25 Dalam peraturan pemerintah republik Indonesia nomer 33 tahun 2012 tentang pemberian air susu ibu eksklusif juga dijelaskan bahwa, pasal 1 ayat 1, air susu ibu yang selanjutnya disingkat ASI adalah cairan hasil sekresi kelenjar payudara ibu. Ayat 2, air susu ibu eksklusif yang selanjutnya disebut ASI ekslusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak lahir selama 6 (enam) bulan, tanpa menambah atau mengganti dengan makanan atau minuman lain.26 1. Syarat menjadi pendonor ASI. Didalam pasal 11 peraturan pemerintah tentang pemberian air susu ibu ekslusif dijelaskan tentang persysaratan menjadi pendonor ASI diantaranya adalah: a. Permintaan ibu kandung atau keluarga bayi yang bersangkutan. b. Identitas, Agama, dan alamat pendonor ASI diketahui dengan jelas oleh ibu atau keluarga dari bayi penerima ASI. c. Persetujuan pendonor ASI setelah mengetahui identitas bayi yang diberikan ASI. d. Pendonor ASI dalam kondisi kesehatan baik dan tidak mempunyai indikasi medis. e. ASI tidak diperjual belikan.27 25 Abdul Hakim Al Sayyid Abdullah, Keutamaan Air Susu Ibu (Jakarta: Fikahati Aneska, 1993), h. 30. 26 PP RI Nomer 33 Tahun 2012, Tentang Pemberian Air Susu Ibu Ekslusif (Jakarta: Kementrian Kesehatan RI, 2012), h. 1. 27 Ibid ., h. 5. Adapun syarat menjadi Ibu susu. Untuk menjadi seseorang Ibu susu harus memenuhi sejumlah persyaratan, yaitu antara lain: a. Tidak ditemukan infeksi menular, termasuk HIV atau AIDS dan hepatitis, pada diri calon ibu susu. b. Dalam satu bulan kebelakang ibu susu tidak terkena cacar air. c. Ibu susu bukan pengguna narkoba. d. Kebutuhan gizi ibu susu selalu terpenuhi. e. Calon ibu susu rela dan mau menjadi ibu susu. f. Ibu susu tetap memberikan ASI kepada anak kandung sendiri. 2. Dampak adanya donor ASI. Penerima donor seringkali tidak pernah tahu ibu pendonor ASI benarbenar sehat atau tidak, kecuali mereka yang telah memiliki rekam medis yang menguatkan hal ini. Faktor budaya, kepercayaan dan agama dari si penerima donor ASI akan menjadi saudara sepersusuan bagi semua anak pendonor ASI, yang berarti mereka menjadi mahram dan tidak boleh saling menikah selamanya. ASI merupakan saripati makanan ibu yang akan tumbuh menjadi daging dan tulang bagi anak yang meminum ASI tersebut, karena itu perlu dipastikan benar bahwa pendonor ASI tidak pernah mengonsumsi hal-hal yang haram.28 28 Prosedur dan Cara Donor ASI” (On-Line), tersedia di: https://jurnalpediatri.com/ htm (04 Maret 2016). Dunia kesehatan sepaham dengan hukum agama yang menyebutkan bahwa ASI adalah filtrasi darah ibu sehinga ASI bisa menjadi pembawa sifat atau genetik. Maka dari itulah ada hukum yang menyebutkan ibu susu dengan anak yang mendapatkan susu dari dirinya, hukumnya sama seperti halnya ibu dengan anak kandung. Begitu juga, anak-anak si ibu menjadi saudara sepersusuan anak tersebut. Antara ibu susu dengan anak mendapat susu darinya jatuh hukum Tahrim (haram kawin) kepada mereka, tak terkecuali kepada saudara sepersusuan mereka. Hukum Tahrim timbul karena: a. Dalam kegiatan menyusui anak akan selalu timbul hubungan batin antara ibu yang menyusui dan bayi atau anak yang menerima ASI, yakni hubungan batin dalam bentuk kasih sayang. Sekalipun anak yang disusukan itu bukan anak kandung. b. Jika seorang disusukan wanita yang bukan ibu kandungnya, maka ia akan sama kedudukannya dengan ibu kandungnya. Oleh sebab itu berlaku Tahrim sebagaimana sabda Rasullah SAW, 29 فَ َلا َل ِٔأَّنَّ َا. ِض ﷲُ َغْنْ ُ َما َأ َّن َاميَّ ِ َِّب َص ََّّل ﷲُ ػَلَ ْي َِ َو َس َّ ََّل ُأ ِريدَ ػَ ََّل ِابْيَ ِة َ َْح َز َة َ ِ َو َغ ِن ا ْب ِن َغ َّبا ٍس َر ٌََل َ َِتـ ُّل ِِل ِٔأَّنَّ َا ِابْ َي ُة َأ ِخـي ِم ْن َا َّمر ضَ ا ػَ ِة َو َ َْي ُر ُم ِم ْن َّامر ضَ ا ػَ ِة َما َ َْي ُر ُم ِم ْن َامً َّ َس ِب ( ُمتَّ َفق )َػَلَ ْي 29 Antikah Proverawati dan Eni Rahmawati, Kapita Selekta Asi dan Menyusui (Yogyakarta: Nuha Medika, 2010) , h. 81. Artinya : Ibnu Abbas r.a. menyebutkan bahwa Nabi Saw, diminta untuk menikahi putri Hamzah. Namun, beliau bersabda, “Dia itu tidak halal untukku. Dia adalah putri saudraku sesusuan dan segala hal yang diharamkan karena adanya hubungan nasab (keturunan) menjadi haram pula karena persusuan.” Muttafaq „Alaih.30 Kesimpulan Hadis Persusuan secara mutlak menyebabkan seorang diharamkan menikah walaupun pada dasarnya, pernikahan keduanya halal, seperti menikahi paman, hal itu dihalalkan oleh syara. Namun,lantaran Nabi Saw. Dan pamannya pernah satu persusuan, akhirnya anak perempuan Hamzah bin Abdul Munthalib menjadi haram untuk dinikahi. Dalam kasus pada hadis ini, hukum persusuan lebih di prioritaskan ketimbang hukum persaudaraan senasab.31 Sekalipun begitu, antara ibu susu, anak yang disusukan, dan saudara sepersusuan bisa tidak timbul hukum Tamrin, jika: a. Pemberian ASI melalui jarum suntik. Maksudnya, secara tak langsung; diperah dulu lalu diberikan lewat botol susu atau sendok. b. ASI diencerkan, dikentalkan, dibekukan, atau dibuat bahan makanan terlebih dalu sebelum dikonsumsi. c. ASI dicampur air, obat, minyak, dan atau sebaliknya. d. ASI dicampur kedalam makanan anak, dan atau sebaliknya. 30 Imam Ibnu Hajar Al-„Asqalany, Bulughul Maram Five In One (Jakarta: Noura Books PT Mizan Publika, 2015), h. 663. 31 Ibid. e. ASI ibu yang satu telah dicampur dengan ASI ibu lain baru kemudian diminumkan pada anak.32 B. Dasar Hukum Donor Air Susu Ibu (Istirdha) 1. Al-Qur‟an Berdasarkan firman Allah SWT. Surat Al-Baqarah ayat 233: Artinya :“Dan ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya.”(QS. Al-Baqarah ayat 233)33 Dengan menggunakan redksi berita, ayat ini memerintahkan dengan sangat kukuh kepada para ibu agar menyusukan anak-anaknya. Kata ( )الوالداتal-Walidat dalam penggunaan al-Qur‟an berbeda dengan kata ( )أمهاتummahat yang merupakan bentuk jamak dari ( )امum. Kata ummahat 32 Antikah Proverawati dan Eni Rahmawati, Op. Cit. h. 81. Yayasan penyelenggara penerjemah Al-Qur‟an , Al-qur‟an dan Terjemah Al Hikmah (Bandung: CV Penerbit Diponorogo, 2012), h. 37. 33 biasanya digunakan untuk menunjuk kepada para ibu kandung, sedangkan kata alwalidat maknanya adalah para ibu, baik ibu kandung maupun bukan. Ini berarti bahwa al-Qur‟an sejak dini telah menggariskan bahwa air susu ibu, baik ibu kandung maupun bukan, adalah makanan terbaik buat bayi hingga usia dua tahun. Namun demikian, tentunya air susu ibu kandung lebih baik dari selainnya. Dengan menyusui pada ibu kandung, anak merasa lebih tentram; sebab menurut penelitian ilmuan, ketika itu bayi mendengar suara detak jantung ibu yang telah dikenalnya secara khusus sejak dalam perut. Detak jantung itu berbeda antar seseorang wanita dengan wanita yang lain. Sejak kelahiran hingga dua tahun penuh, para ibu diperintahkan untuk meyusukan anak-anaknya. Dua tahun adalah batas maksimal dari kesempurnaan penyusuaan. Disisi lain, bilangan ini junga mengisyaratkan bahwa yang menyusui setalah usia tersebut, bukan penyusuan yang mempunyai dampak hukum yang mengakibatkan anak yang disusui yang bersetatus sama dalam sejumlah hal dengan anak kandung yang menyusuinya. Penyusuan yang selama dua tahun itu, walaupun diperintahkan, tetapi bukanlah kewajiban. Ini dipahami dari penggalan ayat yang menyatakan, bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Namun demikian, ia adalah anjuran yang sangat ditekankan, seakan-akan ia adalah perintah wajib. Jika ibu bapak sepakat untuk mengurangi masa tersebut, karna dua tahun telah dinilai sempurna oleh Allah. Disisi lain, penetapan waktu dua tahun itu, adalah untuk menjadi tolak ukur bila terjadi perbedaan pendapat misalnya ibu atau bapak ingin memperpanjang masa persusuan.34 Diwajibkan bagi kaum ibu baik yang masih berfungi sebagai istri maupun yang dalam keadaan tertalak untuk menyusui anak-anak mereka selama dua tahun penuh dan tidal lebih dari itu. Tetapi, diperbolehkan kurang dari masa itu jika kedua orang tua memandang adanya kemaslahatan. Dan dalam hal ini, persoalannya diserahkan kepada kebijaksanaan meraka berdua. Adapun sebab diwajibkannya menyusui anak bagi ibu, karena air susu ibu merupakan susu yang terbaik, sebagaimana yang telah diakui para dokter. Bayi yang masih berada dalam kandungan ditumbuhkan dengan darah ibunya. Setalah ia lahir, darah tersebut berubah menjadi susu yang merupakan makanan utama bagi bayi, karena ia sudah terpisah dari kandungan ibunya. Hanya air susu ibu yang paling cocok dan yang paling sesuai dengan perkembangannya. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan bahwa ia akan terserang penyakit atau cedera disebabkan air susu ibu. Apa yang disadap oleh bayi ketika dalam kandungan dan susu yang diperoleh dari ibunya tidaklah berpengaruh apa-apa terhadap diri bayi tersebaut, bahkan sebaliknya akan membuat lebih sehat dan lebih baik. Apabila seorang bayi diserahkan penyusuannya kepada perempuan lain karena ibunya berhalangan atau dalam keadaan darurat, maka perempuan tersebut harus diselidiki terlebih dahulu dalam hal kesehatan dan ahlaknya. Pandai-pandailah dalam memilih prempuan yang akan mengemban tugas ini. Sebab air susu ini 34 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur‟an Cet-1 (Jakarta: Penerbit Lentera Hati, 2000), h. 471. terbuat dari darah, kemudian dihisap oleh bayi dan tumbuh dalam badan bayi menjadi daging dan tulang. Dengan demikian, maka bayi tersebuat telah mendapatkan pengaruh dari perempuan yang menyusuinya, Baik dalam kesehatan maupun dalam karakternya. Terkadang pengaruh kejiwaan dan kecerdasan akal lebih besar dari pada pengaruh yang bersifat jasmaniyah, meskipun pengaruh suara juga dapat membakas pada diri bayi. Jika memang demikian, maka pengaruh kecerdasan akal, perasaan dan watak prempuan tersebut jelas lebih besar dan lebih kuat.35 Dalam hal ini, kaum musliminlah yang beruntung. Sebab, agama meraka memberi petunjuk kepada meraka hal-hal yang mendatangkan maslahat dan mendidik anak-anak dan membina ahlak mereka. Sebagian ulama mengatakan bahwa menyusui bayi sebaiknya dilakukan oleh ibu sendiri dan tidak wajib atasnya. Kecuali jika bayi tersebut hanya mau mengisap air susu ibunya dan tidak mau menghisap air susu orang lain, sebagaimana yang sering kita saksiakan pada sebagian bayi.36 Hikmah ditetapkannya pembatasan waktu menyusui bayi dengan masa ini ialah, agar kepentingan bayi benar-benar diperhatikan. Air susu adalah makanan utama bayi pada umur seperti ini. Dan ia sangat memerlukan perawatan yang sangat seksama dan tidak mungkin dilakukan oleh orang lain kecuali ibunya sendiri. Dan apanila kedua orang tuanya melihat adanya maslahat dalam memisahkan bayi dari ibunya kurang dari dua tahun, maka kedua orang tua harus 35 Ahmad Mushthafa Al-Maraghy, Tafsir Al-Maraghy Terjemah (Semarang: Toha Putra, 1984), h. 344. 36 Ibid. h. 346. memelihara kesehatannya dengan sebaik-baiknya. Sebab, ada sebagian bayi yang tidak mau menghisap lagi air susu ibu sebelum cukup dua tahun, hingga harus diberi makanan lembut sebagai gantinya.37 Surat An-Nisaa ayat 23: Artinya:“Ibu-ibumu yang menyusui kamu dan saudara perempuan sepersusuan.” (QS. An-Nisa: 23).38 Dalam bahasa minang, kemenakan. “ibu-ibumu yang telah pernah menyusui kamu. Inilah satu mahram tambahan yang dikatakan oleh ketentuan syara‟. Bahwasanya perempuan yang telah pernah kita cucut air susunyya, telah menyusui kita sebagai anak sendiri, jadilah dia ibu kita pula; haram dinikahi. Itulah sebabnya, maka setelah Bani Sa‟ad dapat dikalahkan dalam peperangan Humain, dibawa oranglah seorang perempuan tua kehadapan Rasulullah (usia Rasul ketika itu telah 62 tahun), sebagai tawanan. Ternyata perempuan itu ialah halimah As-Sa‟diah yang menyusui beliau waktu kecil. Dengan terharu disuruhnya perempuan itu duduk keatas hamparan tempat beliau duduk. Setelah perempuan tua itu duduk, Nabi kita duduk dihadapan haribannya, lalu beliau sandarkan kepalanya keatas dada beliau. Sehingga terbayanglah kembali peristiwa 60 tahun yang lalu, ketika Nabi kita masih di dalam asuhan dan penyusuan 37 38 Ibid. Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur‟an, Op. Cit. h. 81. perempuan itu didesa Bani Sa‟ad. Beliau tanyakan kepadanya dari hal saudarasaudara sepersusuannya. Rupanya ada yang telah mati dan ada yang masih hidup. Yang masih hidup itu ada yang turut datang sekarang mengharapkan belas kasih beliau. Dengan ini beliau telah memberikan teladan bagaimana mengasihi seseorang ibu yang pernah telah kita minum dan kita cicip air susunya. “saudara-saudara perempuan kamu sepersusuan” Karena itu yang menyusui itu telah dihukumkan sebagai ibu kandung, niscaya sekalian saudara yang telah turut mengecap, mencicip air susu itu dengan sendirianya telah jadi saudara pula, tidak boleh dinikahi lagi. Dan termasuk pulalah disini dengan sendirinya saudara lain yang samasama menyusui dari perempuan yang telah menyusuinya itu. Seumpama hubungan sepesusuan antara Rasul SAW dengan pamannya Hamzah bis Abi Thalib yang syahid dalam perang Uhud. Pada waktu sama-sama menyusui Nabi dan Hamzah sama disusui oleh seorang perempuan bernama Tsusaibah, hambasahaya Abu Lahab. Hamzah mati meninggalkan seorang anak perempuan yang sudah patut dinikahi, lalu ditawarkan kepada Rasul SAW supaya beliau sudi menikah dengan anak Hamzah itu. Maka beliau tolak dengan sabdanya 39: , ِاَّنَّ َا ْابْيَة َا ِ ْ ِم َن َّامرضَ اػَ ِة, ْ ِ فَ َلا َل ( ِاَّنَ َا ََل َ َِت ُّل.ُا ِريْدَ ػَ ََّل ابْيَ ِة َ َْح َز َة َغ ِن ا ْب ِن َغبَّ ٍاس َا َّن اميَّ ِ ِ ِّب ْ َ َو َ َْي ُر ُم ِم َن َّامرضَ ا ػَ ِة َم َِ اَي ُر ُم ِم َن امً َّ َس ِب) ُمتَّ َفقٌ ػَلَ ْي 39 Prof. Dr. H. Abdhumalik Abdhulkarim Amrullah (HAMKA), Tafsir Al-Azhar Juzu 4-56 (Jakarta: Yayasan Nurul Islam, 1984), h. 348. Artinya: Dari Ibnu Abbas. Bahwasannya Nabi saw. Diminta menikah dengan anak Hamzah. Maka sabdanya :“Sesungguhnya ia tidak halal bagiku, lantaran ia itu anak bagi saudara susuku; karena haram dari persusuan itu apa-apa yang haram dengan sebab nasab” muttafaq‟alaihi. 40 Dan pernah pula seseorang bertanya kepada Ibnu Abbas tentang dua orang perempuan bersaudara. Seorang antaranya menyusui seorang anak perempuan dan yang seorang lagi menyusui seorang anak laki- laki, bolehlah anak laki-laki itu menikahi anak perempuan tadi. Ibnu Abbas menjawab: “ Tidak boleh! Karena pesusuan satu.” Dan tersebut pula dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim juga, bahwa Nabi pernah bersabda: ا َّن َّامرضَ اػَ َة ُ ََت َر ُم َما ُ ََت َر ُم امْ ِ ََل َ ُة ِإ Artinya: “Sesungguhnya penyusuan itu mengharamkan sebagaimana haramnya kelahiran” Lantaran itu, maka suami perempuan yang menyusui seorang anak perempuan menjadi ayah bagi yang disusui itu, tidak boleh mereka menikah. 40 A. Hassan, Terjemah Bulughul-Maram Cet-XXVIII (Bandung: CV. Penerbit Diponegoro, 2011), h. 509-510. Pendeknya, yang telah dikerjakan turun-temurun dalam Islam jelaslah, bahwa perempuan yang pernah menyusui seseorang, jadi ibu baginya.41 Dalam hal ini, donor air susu ibu mengambil mengambil dasar hukum yang terdapat didalam Al-Qura‟an surat Al-Maa‟idah ayat dua yang berkaitan dengan tolong menolonglah kamu dalam kebajikan, maka dari itu seorang wanita boloh memberikan air susu ibu kepada bayi yang bukan anak kandungnya. Surat Al-Maa‟idah ayat 2: َﷲ َﷲ Artinya:“Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan janganlah tolong menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat Siksa-Nya.”(QS. Al Maidah: 2).42 Firman Allah, bekerja samalah dalam kebaikan dan takwa dan janganlah bekerja sama dalam berbuat dosa dan permusuhan.”Allah Ta‟ala menyuruh hamba-hamba-Nya yang beriman supaya tolong-menolong dalam mengerjakan berbagai kebaikan, yaitu kebaikan dan dalam meninggalkan aneka kemungkaran, 41 42 Abdhumalik Abdhulkarim Amrullah (HAMKA), Op. Cit. h. 349. Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur‟an, Op. Cit. h. 106 . yaitu ketakwaan, serta melarang mereka tolong-menolong dalam melakukan kebatilan dan bekerja sama berbuat dosa dan keharaman.43 Surat Al-Mumtahanah ayat: 8. ُ ﷲ ُ ﷲ Artinya:“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karna Agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”(QS. Al Mumtahanah: 8).44 Ayat diatas secara tegas menyebut nama Yang Maha Kuasa dengan menyatakan: Allah yang memerintahkan kamu bersikap tegas terhadap orang kafir-walaupun tidak melarang kamu karena agama dan tidak pula mengusir kamu dari negri kamu. Allah tidak melarang kamu berbuat baik dalam bentuk apapun bagi mereka dan tidak juga melarang kamu berlaku adil kepada mereka. 45 43 Muhamad Nasib Ar-Rifa‟i, Kemudahan Dari Allah Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir (Jakarta: Gema Insan, 1999), h. 14. 44 Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur‟an, Op. Cit. h. 550. 45 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur‟an (Jakarta: Penerbit Lentera Hati, 2002), h. 168. 2. Hadits Nabi َشام َؼ ْظ َم َ ِ َو َغ ِن ا ْب ِن َم ْس ُؼ ٍ َر َ َ ْ ِضﷲُ َغ ْي َُ كَ َال كَ َال َر ُس ُل َّ ِ َ َِّل ﷲُ ػَلَ ْي َِ َو َس َّ ََّل ََل َرضَ ا َع ا ََّل َما َأو ِإ ) َ َو َأهْبَ َت َانل َّ ْح َم ( َر َوا ٍُ َأب ُ َُاو Artinya: “Dari Ibnu Mas‟ud ra. Bahwa Rasullullah Saw. Bersabda,”Tidak ada persusuan (yang menjadikan mahram) kecuali persusuan yang dapat menguatkan tulang dan menumbuhkan daging.”Riwayat Abu Dawud”.46 Kesimpulan Hadis: 1. Persusuan dapat mengakibatkan hubungan persaudaraan (mahram), yang haram terjadi pernikahan padanya. 2. Sahnya hubungan persusuan (menurut pendapat yang lebih kuat) adalah yang dilakukan pada masa-masa bayi dan belum disapih, yaitu sebelum umur maksimal (dua tahun).47 Selain Al-Qura‟an dan Hadits, Qaidah Fiqhiyyah juga diambil sebagai dasar hukum donor air susu ibu antara lain: 3. Qaidah Fiqhiyyah نِلْ َ َسا ِ َل ُ ْ ُ امْ َم َل ِاص ِد 46 47 Imam Ibnu Hajar Al-„Asqalany, Op. Cit. h. 664. Ibid. Artinya: “Hukum sarana adalah mengikuti hukum capaian yang akan dituju”.48 ُ ْ َا َ ْص ُل ِ ْا َبْ َ ا عِ املَّ ْح ِر Artinya: “Hukum asal melakukan hubungan seks (antara pria dan wanita) adalah haram”.49 ثَ َ ُّ ُ اَل َما ِم ػَ ََّل َّامر ِغ َّي ِة َمٌُ ْ ٌ ِ مْ َم ْ لَ َ ِة ِإ Artinya: “Tindakan pemimpin (pemegang otoritas) terhadap harus mengikuti kemaslahatan”.50 C. Manfaat Air Susu Ibu bagi Bayi ASI sangat dianjurkan untuk menjadi makanan pokok bagi si bayi karena beberapa hal, antara lain sebagai berikut: 1. Serat makanan bagi bayi Kondisi bayi yang masih sangat lemah termasuk fisiknya, menyebabkan tidak semua makanan baik untuk bayi. Karena untuk menjamin kesehatan dan pertumbuhanya diperlukan beberapa syarat makanan yang layak untuk bayi, antara lain: a. Memenuhi kecukupan energi dan semua zak gizi sesuai umur; b. Sesuai dengan pola menu seimbang; c. Bentuk dan porsi disesuaikan dengan daya terima, toleransi, dan keadaan faal bayi; 48 Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa MUI Bidang Sosial dan Budaya (Jakarta: Erlangga, 2015), h. 419. 49 Ibid. 50 Ibid. d. Kebersihan terjaga. Dari syarat-syarat tersebut, hanya ASI-lah yang cocok untuk digunakan oleh bayi terutama dalam usia1-6 bulan pertama. 2. Kandungan ASI ASI merupakan susu yang murni dan steril sehingga sangat mendukung kesehatan bayi, sehingga bayi tidak mungkin bayi akan mendapatkan infeksi usus bila hanya mengonsumsi ASI saja. Dari berbagai penelitian ditemukan bahwa bayi menerima berbagai kekebalan tubuh terhadap berbagai infeksi dari cairan kolostrom dan melalui ASI. Dalam ASI sendiri mengandung semua zat yang diperlukan oleh bayi, antara lain protein, lemak, laktosa (gula susu), vitamin zat besi, air, garam, kalsium, dan fostat. Adapun komposisi ASI dapat diuaraikan sebagai berikut. a. Colostrom, dihasilakan hari ke-1-3 setelah bayi lahir, manfaatnya sebagai berikut: 1). Sebagai pembersih selaput usus bayi yang baru lahir; 2). Mengandung kadar protein yang tinggi; 3). Mengandung zat ati biotik. b. ASI masa transisi, dihasilakan hari ke-4-10. c. ASI motur, dihasilkan hari ke-10 sampai seterusnya 3. Keuntungan ASI adalah sebagai berikut. a. Mengandung semua zat gizi dalam susunan dan jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi selama 4-6 bulan pertama. b. Tidak memberatkan fungsi seluruh pencernaan dan gijal bagi bayi. c. Mengandung berbagai zat antibodi, sehingga mencegah terjadinya infeksi. d. Mengandung B-laktoglobulin yang tidak menyebabkan elergi. e. Selalu segar dan terbebas dari kuman. f. Dapat berfungsi menjarakan kelahiran. g. Membina hubungan yang hangat dan penuh kasih sayang antara ibu dan bayi.51 ASI selain sangat penting bagi bayi juga sangat bermanfaat bagi ibu dan keluarga, antara lain karena: a. Ekonomis, karena sangat menghemat belanja; b. Praktis, karena dimanapun suhu, ASI selalu ideal dan siap dikonsumsi; c. Tidak perlu mencuci dan mensterilkan bola; d. Tidak perlu bingung untuk menyimpan; e. Hisapan bayi akan dapat mempercepat kembalinya atau mengencangkan uterus atau rahim setelah melahirkan; f. Membantu terjadinya ikatan batin diantara ibu dengan anaknya; g. Resiko alergi kecil (tidak mengandung betalaktoglobulin) h. Memberikan kepuasan bagi ibu.52 Adapun manfaat memberikan ASI untuk bayi bagi negara, antara lain: a. Menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi; b. Menghemat devisa negara; 51 52 Ahsin W. Al-Hafidz, Fiqih Kesehatan (Jakarta: Amzah, 2007), h. 263. Ibid, h. 266. c. Mengurangi subsidi untuk rumah sakit; d. Meningkatkan kualitas generasi penerus.53 D. Pendapat Ulama 1. Pendapat Zainudin bin Abdul Al-Malibari dalam Kitab Fathul Muin (bab nikah) wanita mahram terdapat pada sejumlah wanita yang sulit dihitung : ُسػَدُّ ُ َُّن ػَ ََّل ْا ٓ َحا ِ َ ََكمْ ِف ا ْم َر َأ ٍةىَ َك َح َم ْن َ ُ ( فَ ْر ٌع ) م َ ِ ا ْخ َتلَ َط ْت ُم َح َّر َم ٌة ِب ًِ ْس َ ٍةغَ ْ ِْي َم ْح ُ َ ٍات ِبأَ ْن ي َ ْؼ َ َاا ِمْنْ ُ َّن ا َِل َأ ْن ثَ ْب َق َوا ِحدَ ٌةػَ ََّل ْا َ ْر َ ِح ِإ Artinya : Andaikata terhadap sejumlah wanita yang bilangannya sulit dihitung secara satu persatu, misalnya jumlah mereka ada seribu orang, sedangkan diantara mereka terhadap wanita yang muhrim bagi lelaki yang bersangkutan, maka ia boleh menikahi siapapun diantara mereka yang disukainya, hingga jumlah mereka hanya tinggal satu orang, menurut pendapat yang paling kuat.54 .َوا ْن كَدَ َر َوم َ ْ ُِسُِ ْ َ ٍ ػَ ََّل ُمتَ َيلٌََّ ِة ْا ِ ِ ّل ِٔأ ْو ِب َم ْح ُ ْ ِر ٍات َ ِؼ ْ ِ ْ َن ب َ ْل ِما َ ٍةمَ ْم ي َ ْي ِك ْح ِمْنْ ُ َّن َ ْ ًا ِإ Artinya: Tetapi jikalau ia mampu menghitungnya untuk mengetahui secara yakin wanita mana saja yang dikawininya, atau wanita yang mahram itu bercampur dengan sejumlah kaum wanita yang terbatas bilangannya, misalnya dua puluh bahkan bahkan seratus orang wanita, maka ia tidak boleh menikahi seorang pun dari mereka (sebelum dia menyeleksi mana yan mahram dan mana yang bukan mahram). 55 ٍُ َ َمَكا ْس َل ْظِ ََر-ه َ َؼ ْم ا ْٕن كَ َط َع ِب َل َم ُّ ُِّيَُا َ َس ْ َا َاا ْختَلَ َط ْت ِب َم ْن ََل َس َ ا َ ِفْيْ ِ َّن مَ ْم َ َْي ُر ْم غَ ْ ُْيَُا ِإ .َ ْي ُخيَا 53 Weni Kristiyanasari, ASI, Menyusui dan Sadari (Yogyakarta: Nuha Medika, 2011), h. 22. 54 Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibari al-Fannani, terjemahan Fat-hul Mu‟in (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2016), h. 1202-1203. 55 Ibid. Artinya: “Memang diperbolehkan ia menikahinya, jika secara pasti ia dapat membedakan. Misalnya wanita yang mahramnya itu berkulit hitam, tetapi ditengah-tengah kaum wanita yang kulitnya tidak hitam, maka tidak haram baginya menikahi wanita selainnya. Demikianlah pendapat yang dianggap kuat oleh guru kami.56 Penulis menyimpulkan bahwa apa bila ada seseorang laki-laki yang ingin menikah tetapi ragu karena terdapat satu wanita yang merupakan saudara sepersusuan dan telah berpisah sejak lama bahkan tidak diketahui lagi identitasnya, kemudian wanita tersebut tercampur bersama wanita-wanita lain yang sulit dihitung maka laki-laki tersebut boleh menikahi salah satu dari wanita tersebut. Karena Islama adalah agama yang tidak memaksakan hukum terhadap manusia yang tidak mampu melaksanakannya sesuatu yang haram dalam keadaan darurat juga bisa menjadi halal, hal ini disadari bawha manusia memiliki kemampuan yang terbatas. Seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur‟an surat AlBaqarah ayat: 185 َﷲ ُﷲ Artinya: Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (Al-Baqarah ayat 185)57 56 57 Ibid Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur‟an, Op. Cit. h. 28. Namun apa bila wanita tersebut tercampur dengan wanita-wanita yang mudah untuk dihitung maka laki-laki tersebut wajib untuk menyeleksi dan mencari mana wanita yang mahram akibat sepersusuan dan mana wanita yang bukan mahram, jika secara pasti ia dapat membedakan wanita mahramnya, misalnya wanita mahramnya berkulit hitam tetapi dia tercampur bersama wanitawanita yang kulitnya tidak hitam maka tidak haram baginya menikahi wanita selainya. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya pernikahan sepersusuan, karena saudara sepersusuan termasuk larangan pernikahan abadi. 2. Pendapat asy-syayrazi dalam kitab al-Muhadzdzab (4/587): ِ لَب ا َِل َ ْي ُث ي َ ِ ُل ِ َِل ْرثِ َ اعِ َو َ َْي ُ ُل ِب َِ ِم ْن اهْ َب ات انل َّ ْح ِم ُ َ َّ َويَثْبُ ُت املَّ ْح ِر ْ ُ ِ مْ َ ُ ْ ِر َه َّ َُ ي َ ِ ُل ان ِإ ِإ ِ ْ فَ ََك َن َس ِب ْي ًال ِم َل ْح ِر، اِئ ِ ِ َّ َواهْ ِتشَ ِارامْ َؼ ْظ ِم َما َ َْي ُ ُل ِ َّمرضَ اعِ َويَثْبُ ُت ِ َّمس ُؼ ْ ِ َه َّ َُ َس ِب ْي ُل ِم ِف ْط ِرام َّامرضَ اعِ َ مْ َف ِم Artinya: “Berlakunya hukum mahram (karena persusuan) dapat melalui proses al-wajur memasukan air susu ke tenggorokan tanpa proses menyusui langsung karena proses tersebut menyebabkan masuknya ASI kepada bayi seperti proses pemberian ASI secara langsung. Masuknya ASI tersebut dengan proses al-wajur juga berperan dalam pertumbuhan daging dan tulang seperti proses pemberian ASI langsung. Hukum mahram (karena persusuan) juga berlaku melalui proses as-sa‟uth memasukan ASI melalui hidung, karna hal itu dapat membatalkan puasa, maka dapat dianalogikan sama seperti masuknya ASI melalui mulut”.58 Susuan yang menimbulkan mahram adalah susuan yang menghilangkan rasa lapar, karna hal tersebut akan terbentuknya pertumbuhan daging dan tulang. 58 Majelis Ulama Indonesia, Op. Cit, h. 421. Apapun caranya baik menggunakan suntikan yang sudah dijelaskan dalam pasal 11 tentang air susu ibu eklusif, penulis sependapat dengan pendapat ulama asysyayrazi, karna apapun bentuk dan caranya yang dapat memasuknya ASI kedalam tubuh bayi akan mengakibatkan mahram. Karna hal tersebut sama-sama akan menjadikan pertumbuhan daging dan tulang. 3. Pendapat Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughni (11/313): ِ َو َ َْي ُ ُل ِب َِ ِم ْن اهْ َب، َِ اع ات انَّل ْح ِم َوِاهْث َِازامْ َؼ ْظ ِم ِإ املَّ ْح ِر ْ ِ ’ َوا َه ُْف َس ِب ْي ُل امْ ِف ْط ِنرل َّ ا ِ ِِئ فَ ََك َن ِلَب ا َِل َ ْي ُث ي َ ِ ُل ِ َِل ْرث ُ َ َّ َو ّٔ َّن ُ ََذا ي َ ِ ُل ِب َِ ان ِإ ِ َُ َ فَ َي ِج ُب َأ ْن ي َُسا ِوي، َِما َ َْي ُ ُل ِم ْن ا َِل ْرثِ َ اع َس ِب ْي ًال نِللَّ ْح ِر ْ ِ َ َّمرضَ اعِ ِ مْ َف ِم Artinya: “Hal seperti ini- memasukan ASI tanpa proses langsung-menyebabkan ASI masuk kedalam perut bayi, tidak berbeda dengan proses pemberian ASI secara langsung dalam menumbuhkembangkan daging dan tulang, sehingga hukum keduanya- pemberian ASI secara langsung atau tidak langsung adalah sama yaitu, berlakunya hukum mahram (karena persusuan).” 59 Terjadinya mahram akibat sepersusuan adalah ketika menyusui seorang anak yang belum mencapai umur dua tahun dan menyusui sampai menghilangkan rasa lapar. Sesuai dengan hadis Nabi Saw : ِض ﷲُ َغْنْ َا كَام َ ْت كَ َال َر ُس ُل ﷲِ َص ََّّل ﷲُ ػَلَ ْي َِ َو َسل َّ َـم ُاه ُْظ ْر َن َم ْن ا ْخ َ ا ُى ُك َّن فَاه َّ َما َا َّمر َ ِ َو َغْنْ َا َر ِإ ِإ )َِ ضَ اػَ ُة ِم َن امل َ َجا ػَ ِة ( ُمتَّ َفقٌ ػَلَ ْي 59 Ibid . h. 422. Artinya: “ Dari Aisyah r.a. bahwa Rasulullah Saw. Bersabda, “(wahai kaum wanita) lihatlah saudara-saudara kalian (sesusuan). Hubungan saudara sesusuan itu terjadi jika menyusui untuk menghilangkan rasa lapar.” Muttafaq „Alaih.60 Hadis diatas menunjukan bahwa susuan yang menyebabkan seorang menjadi mahram adalah susuan dikarnakan menghilangkan rasa lapar (maja‟ah). Menghilangkan rasa lapar dapat terpenuhi dengan dengan makan. Proeses makan terjadi ketika anak memakan dengan cara wajar, dimulai dari memasukan makanan kedalam mulutnya, mengunyah (mengisap susu baik melalui puting ibu ataupun melalui botol yang berisi air susu ibu) kemudian menelan air susunya. Sekalipun penyusuan tidak dilakukan secara langsung sebagaimana seorang ibu yang menyusui anaknya, tetapi keduanya sama-sama dapat menghilangkan rasa lapar. sehingga hukum keduanya- pemberian ASI secara langsung atau tidak langsung adalah sama yaitu, berlakunya hukum mahram (karena persusuan). 4. Pendapat sebagian ulama seperti disebutkan dalam kitab al-Mughni (6/363): ٍ ِ َـب َأ ِِب َ ٌِ ْي َف َة َو َم ِمـأَه َ َُ َما ٌع َخ ِر ٌج, اِل ُ ُ َو ُُ َ َم ْذ, َِ َو َذُ ََب َ ََجا ػَ ٌة ِم ْن َأ ْْصَا ِب َيا ا َِل َ َْت ِر ْ ِ ب َ ْي ِؼ ِإ َِ ِ َو ِمـأَه َّ َُ ِم ْن أ ٓ َ ِم ّ ٍي فَأَ ْ َب َُ َسا ِ َر َأ ْ َزا, ِم ْن أ ٓ َ ِميَّ ٍة فَ َ َّْل َ َُي ْزب َ ْي ُؼ َُ َ مْ َؼ َر ِق Artinya: “sebagai sahabat kami (ulama mazhab Hambali) berpendapat bahwa memperjualbelikan ASI adalah haram hukumnya. Pendapat ini sesuai 60 mam Ibnu Hajar Al-„Asqalany, Op. Cit. h. 660. dengan mazhab Abu Hanifah dan Malik. Alasan keharamnnya karena ASI adalah benda cair yang keluar dari seseorang wanita maka tidak boleh diperjualbelikan seperti keringat. Alasannya lainya, ASI adalah bagian dari manusia (yang tidak boleh diperjualbelikan).”61 Praktik jual beli ASI manusia itu sendiri dalam fiqih Islam yang merupakan cabang hukum yang didalamnya terdapat perbedaan pendapat oleh para ulama. Adapun perbedaan pendapat tersebut yaitu sebagai berikut:62 a. Pendapat yang mengharamkan: ASI manusia tidak sama seperti bendabenda yang boleh diperjual belikan karena ASI bukan termasuk dalam kategori harta, ASI merupakan bagian dari tubuh manusia. Sedangkan manusia beserta seluruh organ tubuhnya adalah terhormat. Maka menjual belikan ASI sama saja dengan menjatuhkan derajat kemuliaan manusia. ASI itu juga hakikatnya adalah restan (organ sisa) yang dikeluarkan dari tubuh manusia, sama seperti air mata, keringat, ingus dan sebagainya. Yang tidak boleh diperjual belikan. Dan miskipun suci, tetapi setiap benda yang suci belum tentu boleh diperjual belikan. b. Pendapat yang memperbolehkan: ASI itu suci bisa diambi manfaatnya (Intifa) sehingga boleh dijual seperti halnya air susu hewan. Mengenai tidak adanya budaya jual beli ASI, hal itu tidak bisa menjadi landasan bahwa ASI tidak boleh dijual. Sebab, ada juga barang yang jarang dijual belikan dipasaran, padahal ia boleh diperjual belikan. 61 Ibid . Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah: Kapita Selekta Hukum Islam, Cet. XI (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), h. 157. 62 Penulis sepajam dengan pendapat yang mengharamkan karena ASI merupakan bagian dari tubuh manusia. Yang notabennya tidak bisa diperjualbelikan kecuali menerima upah dari pengorbananya. 5. Pendapat Muhammad Ibnu al-Hasan dalam kitab al-Mabsuth (15/): ِا ْس لِ ْح َلا ُق م َ َ َِب ْا ٓ َ ِميَّ ِة ِب َؼ ْل ِد ْاَل َج َار ِة َ ِم ْي ٌل ػَ ََّل َأه َّ َُ ََل َ َُي ْ ُز ب َ ْي ُؼ َُ َو َ َ ُازب َ ْيع ِ م َ َ َِب ْا َهْ َؼا ِم َ ِم ْي ٌل ػَ ََّل ِإ َأه َّ َُ ََل َ َُي ْ ُز ِا ْس لِ ْح َلا كُ َُ ِب َؼ ْل ِد اَل َج َار ِة ِإ Artinya: “Hak untuk memeroleh upah dari ASI karena sebab akad Ijarah menjadi dalil tidak diperbolehkan melakukan jual beli ASI, sebagai kebolehan memperjualbelikan susu binatang menjadi dalil tidak diperbolehkannya melakukan akad Ijarah untuk memeroleh susu dari binatang tersebut.”63 Seorang pendonor ASI boleh menerima upah dari pemberian ASI kepada bayi yang bukan bayi kandungnya sesuai dengan kesepakatan anatara kedua belah pihak, pendapat Pendapat Muhammad Ibnu al-Hasan sejalan dengan ketentuan Majelis Ulama Indonesia yang mengatakan boleh memberikan dan menerima imbalan jasa dalam pelaksanaan donor ASI, dengan catatan; (i) tidak untuk komersialisasi atau diperjualbelikan. (ii) ujrah (upah) diperoleh sebagai jasa pengasuhan anak, bukan sebagai bentuk jual beli ASI. 63 Ibid. h. 423. BAB III ISTIRDLA’ DALAM PRESPEKTIF MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) A. Profil Majelis Ulama Indonesia 1. Sekilas Profil Majelis Ulama Indonesia Majelis Ulama Indonesia (MUI) berdiri pada tanggal 17 Rajab 1395 Hijriyah bertepatan dengan tanggal 26 Juli 1975 Miladiyah. Majelis Ulama Indonesia (MUI) hadir kepentas sejarah ketika bangsa Indonesia tengah pada fase kebangkitan kembali, setelah selama tiga puluh tahun sejak kemerdekaan energi bangsa lebih banyak tererap dalam perjuangan politik didalam negeri maupun forum internasional, sehingga kesempatan untuk membangun menjadi bangsa yang maju berakhlak mulia kurang diperhatikan. Pendirian MUI dilatar belakangi adanya kesadaran kolektif pimpinan umat Islam bahwa Indonesia memerlukan suatu landasan kokoh bagi pembangunan masyarakat yang maju dan berakhlak. Karena itu, keberadaan organiasi para ulama, zuama, dan cendekiawan muslim ini merupakan konsekuensi logis dan persyaratan bagi perkembangan hubungan yang harmonis antara berbagai potensi yang ada untuk kemaslahatan seluruh rakyat Indonesia. Sebelum MUI didirikan, telah digelar beberapa kali pertemuan yang melibatkan ulama dan tokoh-tokoh Islam. Pertemuan tersebut mendiskusikan gagasan akan pentingnya keberadaan majelis ulama yang menjalankan Fungsi ijtihad kolektif dan memberikan masukan dan nasihat keagaman kepada pemerintah dan masyarakat. Pada tanggal 30 September hingga 4 Oktober 1970 diselenggarakan sebuah konferensi di Pusat Dakwah Islam. Konferensi terebut bertujuan untuk membentuk sebuah majelis ulama yang berfungsi memberikan fatwa.64 Ulama Indonesia menyadari dirinya sebagai pewaris tugas-tugas para Nabi (warasatul anbiya) pembawa risalah Ilahiyah dan pelanjut misi yang diemban Rasul Muhammad SAW. Mereka terpanggil bersama-sama Zuama dan Cendekiawan Muslim untuk memberikan kesaksian akan peran kesejarahan pada perjuangan kemerdekaan yang telah mereka berikan pada masa penjajah, serta berperan aktif dalam membangun masyarakat dan mensukseskan pembangunan melalui berbagai potesi yang mereka miliki dana wadah Majelis Ulama Indonesia. Ihtiyar-ikhtiyar yang dilakukan Majelis Ulama Indonesia senantiasa ditunjukan bagi kemajuan agama, bangsa, dan negara baik pada masa lalu, kini maupun sekarang. Para Ulama, Zama dan Cendekiawan Muslim menyadari bahwa terdapat hubungan timbal balik saling memerlukan antara Islam dan negara. Islam memerlukan negara sebagai wahana mewujudkan nilai-nilai universal Islam seperti keadilan, kemanusiaan, perdamaian sedangkan negara Indonesia memerlukan Islam sebagai landasan pembangunan masyarakat yang maju dan berakhalak. Oleh karna itu, keberadaan organisasi para ulama, Zuama dan cendekiawan muslim satu konsekuensi logis dan prasyarat berkembangnya 64 M. Asrorun Ni‟am Sholeh, Metodologi Penetapan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (Jakarta: Emir, 2016), h. 67. hubungan yang harmosis antara berbagai potensi untuk kemaslahatan seluruh rakyat Indonesia.65 2. Visi dan Misi Majelis Ulama Indonesia Visi Majelis Ulama Indonesia Terciptanya kondisi kehidupan yang bermasyarakat berbangsa dan bernegara yang baik, yang memperoleh ridho dan ampunan Alloh SWT (baldatun thoyibatun wa robbun ghofur) menuju masyarakat berkualitas (khoro ummah) demi terwujudnya kejayaan Islam dan kaum muslimin (izzul Islam wal muslimin) dalam wadah NKRI. Misi Majelis Ulama Indonesia a. Menggerakkan kepemimpinan dan kelembagaan umat secara efektif dengan menjadikan Ulama sebagai panutan (qudwah hasanah); b. Melaksanakan dakwa Islam, amar ma‟ruf nahi munkan dalam mengembangkan akhlakul karimah agar terwujud masyarakat berkualitas dalam berbagai aspek kehidupan; c. Mengembangkan ukhuwah Islamiyah dan kebersamaan dalam mewujudkan persaatuan dan kesatuan umat Islam diseluruh NKRI.66 65 Muhammad Ali Mukhtar, “Studi Analisis Tentang Fatwa Mui Nomer 28 Tahun 2013 Tentang Donor Asi (ISTIRDHA) Kaitan Dengan Radla‟ah Dalam Perkawinan”. (Skripsi Program Strata Satu Fakultas Syari‟ah Universitas Islam Negri Walisongo, Semarang: 2015), h. 56. 3. Peran Majelis Ulama Indonesia a. Sebagai pewaris tugas para Nabi (waratsatul anbiya) Majelis Ulama Indonesia berperan sebagai pewaris tugas-tugas para Nabi, yaitu menyebarkan ajaran Islam seta memperjuangkan terwujudnya suatu kehidupan sehari-hari secara arif dan bijaksana yang berdasarkan Islam. b. Sebagai pemberi fatwa (mufti) Majelis Ulama Indonesia berperan sebagai pemberi fatwa bagi umat Islam baik diminta maupun tidak diminta. Sebagai lembaga pemberi fatwa Majelis Ulama Indonesia mengakomodasi dan menyalurkan aspirasi umat Islam Indonesia yang sangat beragam aliran paham dan pemikiran serta organisasi keagamaan. c. Sebagai pembimbing pelayan umat (khadimul ummah) Majelis Ulama Indonesia berperan sebagai pelayan umat (khadim al ummah), yaitu melayani umat Islam dan masyarakat luas dan memenuhi harapan, aspirasi dan tuntunan mereka. Dalam kaitan ini Majelis Ulama Indonesia senantiasa berikhtiyar memenuhi permintaan umat Islam, baik langsung maupun tidak langsung, akan bimbingan dan fatwa keagamaan. d. Sebagai gerakan Islam wal tajdid Majelis Ulama Indonesia berperan sebagai pelopor islah yaitu gerakan pembaharuan pemikiran Islam. Apabila terjadi perbedaan pendapat dikalangan umat Islam maka Majelis Ulama Indonesia dapat menempuh 66 Majelis Ulama Indonesia Provinsi Lampung, Kilas Balik 40 Tahun Majelis Ulama Indonesia Provinsi Lampung Berkarya Untuk Umat (Bandar Lampung: Mui Profinsi Lampung, 2014), h, 8. jalan tajdid yaitu gerakan pembaharusan gerakan pemikiran Islam. Apabila terjadi perbedaan pendapat dikalangan umat Islam maka Majelis Ulama Indonesia dapat menempuh jalan taufiq (kompromi) dan tarjih (mencari hukum yang lebih kuat). Dengan demikian diharapkan tetap terpeliharanya semangat persaudaraan dikalangan umat Islam Indonsia. e. Sebagai penengak amar makruf dan nahyi mungkar Majelis Ulama Indonesia berperan wahana amar makruf dan nahyi mungkar, yaitu dengan menegaskan kebenaran sebagai kebenaran dan kebatilan sebagai kebatilan dengan penuh hikmah dan istiqomah.67 B. Landasan Hukum Fatwa Mui Tentang seputar Donor Air Susu Ibu (Istirdla’) Landasan hukum dalam menentukan suatu keputusan menjadi bagian terpenting dari suatu keputusan itu sendiri, hal ini disebabkan karena tidak mungkin ada suatu keputusan tanpa adanya sebab permasalahannya, oleh sebab itu landasan hukum dapat juga menjadi sebab munculnya suatu keputusan dan juga sebagai penguat ditetapkannya keputusan agar tidak terjadi kerancuan dan permasalahan-permasalahan yang dapat saja timbul akibat keputusan tersebut, tidak hanya dalam fatwa MUI, landasan hukum juga sangat diperlukan dalam perkara-perkara lain agar tidak timbul pertanyaan dan ketegasan dalam mengambil suatu keputusan. 67 Ibid. h. 64. Termasuk dalam menentukan keputusan fatwa MUI tentang seputar donor air susu ibu (istirdha‟) juga terdapat landasan hukumnya, diantara landasan hukum fatwa MUI terkait istirdha adalah sebagai berikut: 1. Bahwa ditengah masyarakat ada aktivitas berbagi air susu ibu untuk kepentingan pemenuhan gizi anak-anak yang tidak berkesempatan mem peroleh air susu ibunya sendiri, baik disebabkan oleh kekurangan suplai ASI ibu kandungnya, ibunya telah tiada, tidak diketahui ibu kandungnya, maupun sebab lain yang tidak memungkinkan akses ASI bagi anak. Pada masa sekarang ini kebutuhan mengenai suplai air susu ibu sangat diperlukan, dengan keadan dan kondisi yang tidak memungkinkan bayi mendapat air susu ibu seperti ibu meninggal dunia atau ibu tidak dapat menghasilkan air susu. Maka permasalah mengenai kebutuhan donor air susu ibu terhadap bayi yang sulit mendapat air susu ibu menjadi pemasalahan yang darurat (emergency). Pentingnya air susu ibu dalam ilmu kesehatan disebutkan bahwa ASI adalah cairan hidup yang mengandung zat kekebalan yang akan melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi, virus, parasit, dan jamur. Kolostrum mengandung zat kekebalan 10-17 kali lebih banyak dari susu matang (manture). Zat kekebalan yang berada pada ASI antara lain akan melindungi bayi dari penyakit mencret (diare). Pada suatu penelitian diBrasil Selatan bayi-bayi yang tidak diberikan asi mempunyai kemungkinan meninggal karena mencret 14,2 kali lebih banyak dari pada bayi ASI eksklusif. ASI juga akan menurunkan kemungkinan bayi terkena penyakit infeksi telinga, batuk, pilek, dan penyakit alergi. 68 Karena pentingnya air susu ibu terhadap bayi disebukan juga dalam Al-Qur‟an surat QS. Al-Baqarah ayat 233 yang berbunyi: Dan ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya.69 Oleh sebab itu air susu ibu lebih mengandung banyak manfaat jika dibadingkan dengan susu formula. 2. Bahwa untuk kepentingan pemenuhan ASI bagi anak-anak tersebut, muncul inisiasi dari masyarakat untuk mengoordinasikan gerakan berbagai Air Susu Ibu serta Donor ASI. Kemajuan didalam bidang iptek dan tuntutan pengembangan yang telah menyentuh dari berbagai aspek kehidupan sehingga membuat beberapa kemudahan bagi masyarakat seluruh dunia untuk mengembangkan beberapa kepentingan bersama, dalam hal ini munculah inisiatif masyarakat untuk mengordinasikan gerakan berbagai air susu ibu serta donor ASI untuk membantu ibu-ibu yang yang tidak bisa memenuhi asupan ASI untuk sibayi. Oleh karna itu sudah merupakan kewajaran dan keniscayaan jika setiap timbul persoalan baru umat mendapatkan jawaban (Fatwa) yang mengatur tentang donor air susu ibu yang sesuai dengan ajaran Islam dan memenuhi syariat Islam. 68 Utami Roesli, Mengenal ASI Eksklusif (Jakarta: PT Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara, 2013), h. 8. 69 Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur‟an, Op. Cit. h. 37. 3. Bahwa ditengan masyarakat muncul pertanyaan mengenai ketentuan Agama mengenai masalah tersebut diatas serta hal-hal lain yang berkaitan dengan masalah keagamaan sebagai akibat dari aktivitas tersebut; Karena adanya gerakan donor air susu ibu tersebut sehingga masyarakat membutuhkan pedoman yang kaitanya dengan Agama, dan Hadist untuk mencegah kekeliruan dan merusak nasap bagi pendonor air susu ibu dan bayi yang menerima donor air susu ibu tersebut. Sehingga lembaga Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan Fatwa yang berkaitan dengan donor air susu ibu sebagai pedoman ditengah masyarakat. 4. Bahwa oleh karena itu dipandang perlu menetapkan fatwa tentang seputar masalah donor air susu ibu (istirdha) guna dijadikan pedoman. Dengan adanya Fatwa dari Majelis Ulama Indonesia sekaligus jawaban pertanyaan mengenai ketentuan Agama tentang seputar masalah donor air susu ibu serta hal-hal lain yang terkait dengan masalah keagamaan sebagai akibat dari aktifitas tersebuat, sehingga perlu adanya Fatwa sebagai pedoman dan jawaban untuk masyarakat, agar masyarakat mengerti bagaimana keuntungan dan dampak dari donor air susu ibu tersebut. C. Substansi Fatwa MUI No. 28 Tahun 2013 A. Ketentuan Hukum Majelis Ulama Indonesia (MUI) harus membuat fatwa no. 13 tahun 2013 tentang seputar donor air susu ibu, berdasarkan fatwa yang dibuat pada tanggal 13 Juli 2013 ini, setidaknya ada delapan poin ketentuan hukum yang disampaikan oleh Komisi Fatwa MUI yang dipimpin oleh Prof. Dr. H. Hasanuddin AF, MA. ini yaitu : 1. Seseorang ibu boleh memberikan ASI kepada anak yang bukan anak kandungnya. Demikian juga sebaliknya, seorang anak boleh menerima ASI dari ibu yang bukan ibu kandungnya sepanjang memenuhi syar‟i. Alasan utama diwajibkannya seorang ibu menyusui anaknya adalah karena air susu ibu merupakan minuman dan makanan terbaik secara alamiah maupun medis.70 Oleh Karna itu Islam juga memberikan dukungan untuk memberikan pertolongan kepada semua yang lemah apapun sebab kelemahannya. Lebih-lebih bila yang bersangkutan bayi yang prematur yang tidak mempunyai daya dan kekuatan.71 semua itu dilakukan agar bayi mendapatkan perkembangan yang sesuai dengan kebutuhan bayi serta meningkatkan kualitas hidup dimasa yang akan datang, maka perlu adanya peran dari masyarakat khususnya wanita yang mempunyai kesuburan ASI untuk diberikan kepada bayi yang membutuhkan dengan ketentuan yang sesuai dari pedoman fatwa MUI dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomer 33 Tahun 2012 tentang air susu ibu Ekskusif. 2. Kebolehan memberikan dan menerima ASI harus memenuhi kekuatan sebagai berikut: a. Ibu yang memberikan ASI harus sehat, baik fisik maupun mental. Perlu diketahui bahwa Susuan akan mempengaruhi fisik dan psikis anak. Oleh karena itu, jika hendak menyusukan anak kepada prempuan lain, Islam 70 71 Ahsin W. Al-Hafidz, Fikih Kesehatan (Jakarta: AMZAH, 2010), h. 262. Ibid. h. 268. menganjurkan agar orang tua menitipkan anaknya kepada wanita salehah dan cerdas demi terbentuknya generasi yang unggul dan terdepan.72 Ketentuan ini sejalan dengan penulis karena ASI merupakan asupan yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan bayi yang belum berusia dua tahun, maka sangat dianjurkan memilih ibu yang sehat baik fisik maupun mental karena ketentuan tersebut sangat mempengaruhi kesehatan bayi dan keperibadian anak susu dimasa yang akan datang. b. Ibu tidak sedang hamil. Karena khawatir kekurangan gizi. Ibu hamil sekaligus menyusui harus mendapat super ekstra asupan gizi. Asupan makanan dengan kandungan protein dan karbohidrat yang lebih tinggi dibutuhkan seorang ibu yang hamil dan menyusui, karena keadaan ini memang memerlukan tambahan tenaga. Gizi terutama kalsium, bisa meminum kalsium posfat 1-2x sehari dan vitamin kehamilan serta juga lebih sering memakan makanan alami. Dan lebih-lebih Keadaan fisik dan psikis ibu sang ibu pasti merasa lelah secara fisik dan psikis saat ini, belum lagi mual dan muntah karena kehamilan (morning sickness). Oleh karena itu perlu diperhatikan keadaan ibu, jika tidak memungkinkan maka jangan menyusui ketika hamil, lebih banyak beristirahat.73 3. Pemberian ASI sebagaimana dimaksud pada ketentuan angka 1 menyebabkan terjadinya mahram (haram terjadi pernikahan) akibat radha (persusuan). 72 Imam Ibnu Hajar Al-„Asqalany, Bulughul Maram Five In One (Jakarta: Noura Books PT Mizan Publika, 2015), h. 665. 73 Raehanul Bahraen, Menyusui Ketika Hamil, Berbahayakah? (Syariat Dan Medis) (Agaustus, 2012), h. 3. Persusuan yang bukan dari ibu kandungnya akan mengakibat saudara sepersusuan dengan ketentuan ini maka dapat mengharamkan terjadinya pernikahan hal ini dijelakan dalam hadits Nabi yang berbunyi: ْ َ َ َْي ُر ُم ِم ْن َّامرضَ ا َع َم اَي ُر ُم ِم َن امً َّ َس ِب Artinya:“Diharamkan (untuk dinikahi) akibat sepersusuan apa-apa yang diharamkan (untuk dinikahi) dari nasab/hubungan keluarga.”74 Demikian juga sabda beliau, yang diriwayatkan dari Abdullah bin Abu Mulaikah, ia bercerita, bahwa Ubaid bin Abi Maryam memberitahukan kepadaku dari Uqbah bin Harits, ia menceritakan, aku pernah mendengarnya dari Uqbah, tetapi aku hafal Hadits Ubaid tersebut. Dan ia bercerita,”Aku pernah menikahi seorang wanita, lalu seorang wanita hitam datang kepada kami seraya berkata.‟Sesungguhnya aku telah menyusui kalian berdua.‟ Maka akupun segera datang kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dan kukatakan,‟Aku telah menikahi Fulanah binti Fulan, lalu seorang wanita hitam datang kepada kami dan berkata „Sesungguhnya aku telah menyusui kalian berdua.‟ Saya bertanya kepada Rasullullah,‟ apakah ia telah berdusta?‟ Kemudian beliau berpaling dariku. Ubaid melanjutkan ceritanya. Selanjutnya ia mengatakan,” Kemudian aku mendatanginya tepat dihadapan wajah beliau, dan beliaupun tetap memalingkan wajahnya dariku. Kemudian aku katakan,‟Apakah ia telah berdusta.‟ Maka beliau 74 Imam Ibnu Hajar Al-„Asqalany, Op. Cit. h. 663. bersabda,” Bagaimana mungkin, sedangkan ia telah mengaku bahwa telah menyusui kalian berdua. Ceraikanlah istrimu itu.75 4. Mahram akibat persusuan sebagaimana pada angka 2 dibagi menjadi depan kelompok sebagai berikut: a. Ushul asy-Syakhsi (pangkal atau induk keturunan seseorang), yaitu: Ibu susuan (donor ASI) dan ibu dari ibu susuan tersebut terus ke atas (nenek, buyut dst). b. Al-Furu‟ min ar-Radha‟ (keturunan dari anak susuan), yaitu: Anak susuan itu sendiri, kemudian anak dari anak susuan tersebut terus ke bawah (cucu, cicit dst). c. Furu‟ al-Abawayni min ar-Radha‟ (keturunan dari orang tua susuan), yaitu: Anak-anak dari ibu susuan, kemudian anak-anak dari anak-anak ibu susuan tersebut terus ke bawah (cucu dan cicit). d. Al-Furu‟ al-Mubasyirah min al-Jaddati min ar-Radha‟ (keturunan dari kakek dan nenek sesusuan), yaitu: Bibi susuan yang merupakan saudara kandung dari suami dari donor ASI dan Bibi susuan yang merupakan saudara kandung dari ibu Donor ASI. Adapun anak-anak mereka tidaklah menjadi mahram sebagaimana anak paman/bibi dari garis keturunan. e. Ummu az-Zawjah wa Jaddatiha min ar-Radha‟ (ibu sesusuan dari Istri dan nenek moyangnya), yaitu: Ibu susuan (pendonor ASI) dari istri, kemudian ibu dari ibu susuan istri sampai keatas (nenek moyang). 75 Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga (Jakarta: Al-Kautsar, 2004), h. 188. f. Zawjatu al-Abi wa al-Jaddi min ar-Radha‟ (istri dari bapak sesusuan dan kakek moyangnya), yaitu: Istri dari suami ibu pendonor ASI (istri kedua, ketiga atau keempat dari suami ibu pendonor ASI), kemudian istri dari bapak suami ibu pendonor ASI sampai ke atas (istri keduan, ketiga, atau keempat dari bapak suami ibu pendonor ASI sampai ke kakek moyangnya). g. Zawjatu al-Ibni wa Ibni al-Ibni wa Ibni al-Binti min ar-Radha‟ (istri dari anak sesusuan dan istri dari cucu sesusuan serta anak laki-laki dari anak perempuan sesusuan), yaitu: Istri dari anak sesusuan kemudian istri dari cucu sesusuan (istri dari anaknya anak sesusuan) dan seterusnya sampai kebawah (cicit dst). Demikian pula istru dari anak laki dari anak perempuan sesusuan dan seterusnya sampai ke bawah (cucu, cicit dst). h. Bintu az-Zawjah min ar-Radha‟ wa Banatu Awladiha (anak perempuan sesusuan dari istri dan cucu perempuan dari anak lakinya anak perempuan sesusuan dari Istri), yaitu: Anak perempuan sesusuan dari istri (apabila istri memberi donor ASI kepada seorang anak perempuan, maka apabila suami dari istri tersebut telah melakukan hubungan suami istri (senggama) maka anak perempuan susuan istri tersebut menjadi mahram, tetapi bila suami tersebut belum melakukan senggama maka anak perempuan susuan istrinya tidak menjadi (mahram). Demikian pula anak perempuan dari anak laki-lakinya anak perempuan susuan istri tersebut sampai ke bawah (cicit dan seterusnya). 5. Terjadinya mahram (haramnya terjadi pernikahan) akibat radha‟ (persusuan) jika : a. Usia anak yang menerima susuan maksimal dua tahun qamariyah. Dalam hal ini, apa bila ada ibu memberikan ASI kepada bayi yang bukan bayi kandungnya, lebih dari dua tahun maka bayi tersubut tidak akan menjadikan saudara sepersusuan ataupun mahram hal ini sesuai dengan pendapat, Mayoritas ulama bahwa susuan yang menjadikan mahram hanya khusus bagi anak dibawah dua tahun karena susu merupakan makanan pokok bagi bayi tersebut dan mengenyangkan. 76 b. Ibu pendonor ASI diketahui Identitasnya secara secara jelas. Untuk mencegah terjadinya pernikahan akibat radha (persusuan), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomer 33 Tahun 2012 Tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif mengatur bahwasannya didalam pasal 11 ayat 2 bagian b mengatakan: Identitas, agama, dan alamat pendonor ASI diketahui dengan jelas oleh ibu atau keluarga dari bayi penerima ASI.77 Hal ini dilakukan agar meminalisir terjadinya pernikahan yang diharamkan karena terjadinya sepersusuan. 76 Imam Ibnu Hajar Al-„Asqalany, Op. Cit. h. 661. PP RI Nomer 33 Tahun 2012, Tentang Pemberian Air Susu Ibu Ekslusif (Jakarta: Kementrian Kesehatan RI, 2012), h. 5. 77 c. Jumlah ASI yang dikonsumsi sebanyak minimal lima kali persusuan. Terjadinya mahram apabila, Jika wanita menyusui anak orang lain dengan air ASInya, maka anak tersebut menjadi anak susuanya dengan syarat : a). Anak yang disusui tersebut usianya belum mencapai 2 tahun. Al-Hafizh mengatakan tentang masa penyusuan. Dikatakan, tidak lebih dari usia dua tahun. Ini adalah riwayat Wahb dari Malik, dan demikianlah pendapat jumhur (mayoritas ulama). Argumen mereka adalah hadits Ibnu „Abbas.78 yang berbunyi : ِض ﷲُ َغْنْ ُ َما كَ َال ََل َرضَ ا َع ا ََّٕل ِ ا َ ْ مَ ْ ِ ( َر َوا ٍُ َامـدَّ ا َركُ ْط ِ ُِّن َوا ْب ُن ػَ ِد ٍّي َ ِ َو َغ ِن ا ْب ِن َغ َّبا س َر ) َ َم ْرفُ ػًا َو َم ْ ُك فًا َو َر َّ َ ا امل َ ْ ُك Artinya : “Ibnu Abbas r.a. berkata, “ Tidak ada persusuan (yang menjadikan mahram) kecuali dalam usia dua tahun ke bawah.” Hadis ini marfu‟ dan mauquf riwayat al-Daruquthni dan Ibnu Adiy. Namun, mereka lebih menilai mauquf. 79 78 Abu Hafsh Usanah bin Kamal bin „Abdir Razzaq, Panduan Nikah Lengkap dari “A” Sampai “Z” (Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir, 2011), h. 76. 79 Imam Ibnu Hajar Al-„Asqalany, Op. Cit. h. 664. Sahnya hubungan persusuan (menurut pendapat yang lebih kuat) adalah yang dilakukan pada masa-masa bayi dan belum disapih, yaitu sebelum umur maksimal (dua tahun). Hakikatnya memberikan air susu ibu kepada anak adalah memberikan kekuatan dasar dan daya tahan kepada bayi sebelum dia disapih (berhenti menyusu ibu). Hadist ini lebih tegas menjelaskan bahwa syarat persusuan, selain minimal lima kali menyusu, disyaratkan juga bahwa susuan dilakukan maksimal sampai umur bayi dua tahun. Dan sahnya hubungan persusuan menurut pendapat yang paling kuat adalah dilakukan pada masa-masa bayi dan belum disapih, yaitu umur maksimal dua tahun. b). Anak yang disusui tersebut menyusu sebanyak 5 kali susuan yang berbeda-beda.80 Para Ulama berselisih tentang jumlah penyususan yang menyebabkan haramnya (pernikahan). Ada sejumlah hadits yang berbeda-beda dari Ummul Mukminin ‟Aisyah Radhiyallah Anha, ada yang menyebutkan sepuluh kali, tuju kali, dan lima kali susuan; dan yang paling shahih adalah riwayat Muslim yang menyebutkan lima kali susuan. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam riwayat Muslim dari „Aisyah Radhiyallah Anha, : “Diantara ayat al-Qur-an yang diturunkan 80 110. Ulin Nuha, Ringkasan Kitab Fikih Imam Syafi‟i (Yogyakarta: Mutiara Media, 2014), h. ialah tentang sepuluh susuan yang telah dikenal. Kemudian dihapuskan dengan lima susuan yang telah dikenal. Lalu Rasulullah SAW wafat, dan itulah yang dibaca.81 Penyusuan itu tidak diharamkan pernikahan kecuali lima kali penyusuan. Demikianlah pendapat Ibnu Mas‟ud, Ibnu Zubair dan sebuah riwayat dari Ahmad. Dalam hal ini mereka mendasari pendapat tersebut dengan hadist Aisyah Radhiyallah Anha, yang menyebutkan lima kali penyusuan yang berbunyi :82 َ غن ػا ش َة رر ْ ُ َـا َن ِف ْي َما ُأ ْى ِز َل ِم َن امْ ُل ْرأ ٓ ِن َغ ْ ُ َرضَ َؼا ِت َم ْؼل: ﷲ غْنا كامَ ْت ُ َُّث و ُ ِسخْ َن ِ َِب ْم ٍس َم ْؼلُ ْ َما ٍت فَ ُت ُ ِ ّ َ اميَّ ِ ُِّب صَّلﷲ ػليَ وسلـم و, َما ِت ُ ََي ّ ِر ْم َن )ُ َُّن ِف ْي َما يُ ْل َر ُأ ِم ْن امْ ُل ْرأ ٓ ِن (رواٍ مسلـم Artinya :“Dari Aisyah RA ia berkata: „Dahulu, dalam apa yang diturunkan dari Al-Qur‟an (mengatur bahwa) sebanyak sepuluh kali susuan yang diketahui yang menyebabkan keharaman, kemudian dinasakh (dihapus da diganti) dengan lima kali susuan yang diketahui, kemudian Nabi SAW wafat dan itulah yang dibaca didalam Al-Qur‟an.” (HR. Muslim).83 Sebagai ulama menganggap perkataan Aisyah ini tidak boleh menjadi dalil karena bukan Al-Qura‟an, sebab tidak mutawatir; dan bukan pula hadis karena Aisyah sendiri tidak menggapnya hadis. Sebagian ulama lainya berpendapat bahwa perkataan (hadis) itu dapat 81 Abu Hafsh Usanah bin Kamal bin „Abdir Razzaq, Op. Cit. h. 76. Syaikh Hasan Ayyub, Op. Cit. h. 189. 83 Imam Ibnu Hajar Al-„Asqalany, Op. Cit. h. 662. 82 dijadikan alasan; karena hadis itu diriwayatkan dari Rasulullah Saw., maka hukumnya hukum hadis.84 d. Cara penyusuannya dilakukan baik secara langsung keputing susu ibu (imtishash) maupun melalui perahan. e. ASI yang dikonsumsi anak tersebut mengenyangkan. Susuan yang menjadikan mahram itu apabila susu tersebut menjadi asupan untuk mengenyangkan, sesuai dengan hadist Rasulullah saw bersabda: ِض ﷲُ َغْنْ َا كَام َ ْت كَ َال َر ُس ُل ﷲِ َص ََّّل ﷲُ ػَلَ ْي َِ َو َسل َّ َـم ُاه ُْظ ْر َن َم ْن ا ْخ َ اىُ ُك َّن فَاه َّ َما َا َّمر َ ِ َو َغْنْ َا َر ِإ ِإ )َِ ضَ اػَ ُة ِم َن امل َ َجا ػَ ِة ( ُمتَّ َفقٌ ػَلَ ْي Artinya: “ Dari Aisyah r.a. bahwa Rasulullah Saw. Bersabda, “(wahai kaum wanita) lihatlah saudara-saudara kalian (sesusuan). Hubungan saudara sesusuan itu terjadi jika menyusui untuk menghilangkan rasa lapar.” Muttafaq „Alaih.85 Dengan hadist Nabi ini, bahwa satu atau dua isapan bayi kepada puting susu seorang wanita tidak menyebabkan wanita itu menjadi ibu susu baginya dan anak-anak ibu susu itu belum dianggap sebagai saudara susu bagi 84 85 H. Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994), h. 425. mam Ibnu Hajar Al-„Asqalany, Op. Cit. h. 660. bayi tersebut karena satu atau dua isapan belum termasuk mengenyangkang bayi yang menerimanya. 6. pemberian ASI yang menjadikan berlakunya hukum persusuan adalah masuknya ASI tersebut kedalam perut seorang anak dalam usi antara 0 sampai 2 tahun dengan cara penyusuan langsung atau melalui perahan. Hubungan saudara sesusuan itu terjadi jika menyusui untuk menghilangkan rasa lapar maka hal ini dipastikan akan masuk kedalam perut sehingga akan terjadi mahram (saudara sepersusuan), mayoritas ulama berpendapat bahwa susuan yang menjadikan mahram hanya khusus bagi anak usia 0 sampai 2 tahun karena susu merupakan makanan pokok bagi bayi tersebut dan dapat mengenyangkan. 7. Seorang muslimah boleh memberikan ASI kepada bayi nonmuslim, karena pemberian ASI bagi bayi yang membutuhkan ASI tersebut adalah bagian dari kebaikan antar umat manusia. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Maidah ayat 2 yang artinya “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan janganlah tolong menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran”. Firman Allah ini menjelaskan bahwa semua perbuatan yang mengandung kebaikan diperbolehkan lebih-lebih dalam kebaikan menolong seorang bayi yang mana bayi tersebut tidak mendapatkan pemenuhan gizi atau suplai ASI dari ibu kandungnya, dikarnakan ibunya telah tiada, tidak diketahui ibu kandungnya, maupun sebab lain yang tidak memungkinkan akses ASI bagi anak. Dengan ini, demi perkembangan bayi maka seorang muslim boleh memberikan ASI kepada bayi nonmuslim agar bayi tersebut mendapatkan nutrisi dan gizi ASI. 8. Boleh memberikan dan menerima imbalan jasa dalam pelaksanaan donor ASI, dengan catatan; (i) tidak untuk komersialisasi atau diperjualbelikan; (ii) ujrah (upah) diperoleh sebagai jasa pengasuhan anak, bukan sebagai bentuk jual beli ASI. Pemberian upah terhadap pendonor air susu ibu diperbolehkan sebagai tanda terimakasih atas donor air susu tersebut, hal itu dapat saja terjadi karena mengingat sulitnya mendapat air susu ibu secara normal maka dengan ini wanita boleh menerima upah dari mendonorkan air susu ibu tersebut. B. Rekomendasi. Dalam fatwanya, MUI mengatakan bahwa donor ASI diperbolehkan. Komisi Fatwa MUI menyampaikan rekomendasi kepada kementerian kesehatan dan pemerintah setempat yang ingin mendonorkan ASI kepada anak yang bukan anak kandungnya. Rekomendasi itu adalah: 1. Kementerian Kesehatan diminta untuk mengeluarkan aturan mengenai Donor ASI dengan berpedoman pada fatwa ini. 2. Pelaku, aktifis dan relawan yang bergerak di bidang donor ASI serta komunitas yang peduli pada upaya berbagi ASI agar dalam menjalankan aktivitasnya senantiasa menjaga ketentuan agama dan berpedoman pada fatwa ini. Kesimpulannya sebenernya fatwa ini, MUI memang menyatakan bahwa donor ASI diperbolehkan dengan ketentuan agama dan berpedoman pada fatwa ini. D. Proses Donor Air Susu Ibu Praktik donor ASI belakangan lazim terjadi di kota besar seperti jakarta dan surabaya. Informasi itu seringkali disampaikan melalui media sosial pada ibu yang membutuhkan. Si calon penerima lalu menghubungi pendonor, jika semua setuju, mereka akan menyepakati mekanisme pengambilan ASI. Donor ASI merupakan alternatif solusi bagi para ibu yang berkomitmen memberikan ASI namun mengalami kendala. Di antaranya, ibu cacat sehingga tidak bisa menggerakkan tangan dan kakinya serta ia dirawat di rumah sakit, juga ibu yang dilarang dokter untuk memberi ASI karena dapat menularkan penyakit pada bayi, dan tentu saja bayi yang ibunya meninggal. 1. Prosedur Ideal Praktik pemberian ASI di Indonesia masih sederhana tidak seperti dilakukan di negara maju. Di negara maju donor ASI diatur oleh lembaga yang disebut Bank ASI. Calon pendonor ASI diperiksa kesehatannya dan dipastikan bebas penyakit berbahaya. ASI donor akan dipasteurisasi atau mengalami proses pemanasan pada suhu rendah (62,5-63 derajat Celcius) selama 30 menit untuk mematikan virus dan bakteri berbahaya, seperti HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan CMV (Citomegalovirus). ASI disimpan dalam freezer dengan suhu minimal minus 20 derajat Celcius untuk memastikan komposisi ASI tidak mengalami perubahan. a. Tahapan Prosedur Pendonor ASI 1). Tahapan Penapisan Awal Memiliki bayi berusia kurang dari 6 bulan Sehat dan tidak mempunyai kontra indikasi menyusui Produksi ASI sudah memenuhi kebutuhan bayinya dan memutuskan untuk mendonasikan ASI atas dasar produksi yang berlebih, tidak menerima transfusi darah atau transplantasi organ/jaringan dalam 12 bulan terakhir, tidak mengkonsumsi obat, termasuk insulin, hormon tiroid, dan produk yang bisa mempengaruhi bayi. Obat/suplemen herbal harus dinilai kompatibilitasnya terhadap ASI, tidak ada riwayat menderita penyakit menular, seperti hepatitis, HIV, atau HTLV2, tidak memiliki pasangan seksual yang berisiko terinfeksi penyakit, seperti HIV, HTLV2, hepatitis B/C (termasuk penderita hemofilia yang rutin menerima komponen darah), menggunakan obat ilegal, perokok, atau minum beralkohol. 2). Tahapan Penapisan Lanjutan Harus menjalani skrining meliputi tes HIV, human T-lymphotropic virus (HTLV), sifilis, hepatitis B, hepatitis C, dan CMV (bila akan diberikan pada bayi prematur) Apabila ada keraguan terhadap status pendonor, tes dapat dilakukan setiap 3 bulan setelah melalui tahapan penapisan, ASI harus diyakini bebas dari virus atau bakteri dengan cara pasteurisasi atau pemanasan. 3). Cara penyimpanan ASI Donor Tempatkan ASI sebanyak 50-150 ml kedalam wadah kaca (sisa selai) 450 ml. Tutup wadah kaca dan letakkan ke dalam panci aluminium 1 liter, tuangkan air mendidih 450ml atau hingga permukaan air mencapai 2 cm dari bibir. Panci dapat diletakkan pemberat diatas wadah kaca, kemudian tunggu selama 30 menit. Pindahkan susu, dinginkan, dan berikan kepada bayi atau simpan di lemari pendingin. b. Fisiologi laktasi yang terjadi pada relaktasi dan induksi laktasi Flash Heating Tempatkan ASI sebanyak 50-150 ml kedalam wadah kaca 450 ml. Wadah kaca ditutup sampai saat dilakukan flash heating. Untuk melakukan flash heating, buka tutup wadah dan letakkan dalam 1 liter Hart Pot (pemanas susu) Tuangkan air 450 ml atau hingga permukaan air mencapai 2 cm dari bibir panci. Didihkan air, bila telah timbul gelembung pindahkan wadah dengan cepat dari air dan sumber panas. Dinginkan ASI, berikan kepada bayi atau simpan di lemari pendingin. c. Mutu dan Keamanan ASI Mutu dan keamanan ASI meliputi kebersihan, cara penyimpanan, pemberian, dan pemerahan ASI: Calon pendonor ASI harus mendapatkan pelatihan tentang kebersihan, cara memerah, dan menyimpan ASI. Sebelum memerah ASI, cuci tangan dengan air mengalir dan sabun, kemudian keringkan dengan handuk bersih. ASI diperah di tempat bersih. Bila menggunakan pompa, gunakan yang bagiannya mudah dibersihkan. Pompa ASI tipe balon karet berisiko terkontaminasi. ASI perah harus disimpan pada tempat tertutup, botol kaca, kontainer plastik dari bahan polypropylene atau polycarbonate, botol bayi gelas atau plastik standar (perhatikan tata cara penyimpanan ASI) d. Unit Donor ASI Unit Donor ASI mutlak ada untuk mempermudah akses pendonor dan penerima, menjamin keamanan, etik dan terjaminnya kesehatan yang optimal. Sesuai prosedur dan protokol standar internasional pengelolaan ASI donor. Memiliki Tim konsultan yang mencakup bidang ilmu terkait dan staf yang terlatih. e. Pencatatan Pencatatan menjadikan bagian penting dalam proses donor ASI, yang mencakup identitas pendonor, lembar persetujuan, kuesioner dan hasil tes skrining penyakit, keterangan resipien, data pelengkap administrasi, dan sebagainya. Peran pemerintah melalui Kementerian terkait atau badan khusus sangat diperlukan untuk pelaksanaan dan pengawasan kegiatan donor ASI. Kebijakan pemerintah diperlukan untuk penggunaan ASI donor. 86 86 Pediatri,Prosedur dan Cara Donor ASI (On-Line), tersedia di: https://Jurnalpediatri.com diakses pada tanggal 04 Mei 2017 pukul 20. 30 wib. BAB IV ANALISIS FATWA MUI NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG SEPUTAR DONOR AIR SUSU IBU MENURUT HUKUM ISLAM Setelah penulis mengumpulkan data-data yang bersifat kepustakaan dan buku-buku yang berkaitan dengan judul karya tulis ini yaitu tentang Istirdla‟ dalam pandangan hukum Islam (Analisis Fatwa MUI Nomor 28 Tahum 2013 Tentang Seputar Donor Air Susu Ibu), yang kemudian dituangkan dalam menyusun pada bab-bab terdahulu, maka sebagai langkah selanjutnya penulis akan menganalisis data yang telah penulis kumpulkan itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut : A. pertimbangan MUI mengeluarkan Fatwa diperbolehkannya donor air susu ibu Diawal pembahasan isi sebelumnya sudah dijelaskan bahwasaannya donor air susu ibu diperbolehkan oleh Majelis Ulama Indonesia dengan yang tertuang didalam Fatwa dibagian memutuskan dengan ketentuan hukum yang berbunyi seseorang ibu boleh memberikan ASI kepada anak yang bukan anak kandungnya. Demikain juga sebaliknya, seseorang anak boleh menerima ASI dari ibu yang bukan ibu kandungnya sepanjang memenuhi ketentuan syar‟i. Adapun yang menjadi pertimbangan MUI dalam mengeluarkan Fatwa diperbolehkannya donor air susu ibu, melihat bahwa ditengah masyarakat ada aktivitas berbagi air susu ibu untuk kepentingan pemenuhan gizi anak-anak yang tidak berkesempatan memperoleh air susu ibunya sendiri, baik disebabkan oleh kekurangan suplai ASI ibu kandungnya, ibunya telah tiada, tidak diketahui ibu kandungnya, maupun sebab lain yang tidak memungkinkan akses ASI bagi anak. Mengingat pentingnya kebutuhan air susu ibu terhadap bayi terutama untuk bayi usia 0 bulan sampai dengan 2 tahun hal ini pula yang diajarkan hukum Islam terhadap manusia seperti yang telah dijelaskan pada ayat-ayat Al Qur‟an dan hadis-hadis sebelumya, serta dari hasil penelitian-penelitian ilmiah dari ilmu kesehatan dan juga gizi serta psikologi menunjukan bahwa ASI memanglah memiliki segudang manfaat bagi bayi. Selain itu masyarakat pun menyadari akan pentingnya air susu ibu terhadap bayi. Hal ini dapat dilihat dari aktifitas masyarakat yang lebih mencari donor air susu ibu terhadap bayi yang tidak bisa mendapat akses air susu ibu dari ibu kandungnya jika dibandingkan memberikan air susu formula, meski berbagai produk susu formula dengan memamerkan keunggulan masing-masing tidak bisa di pungkiri bahwa air susu ibulah yang lebih mengandung banyak manfaatnya. Oleh sebab itu tidaklah heran jika masyarakat lebih memilih mencari donor air susu ibu jika dibandingkan dengan memberikan bayi dengan susu formula. Melihat aktifitas mayarakat yang tidak sedikit melakukan donor air susu ibu mulai manimbulkan keraguan dan berbagai pertanyaan mengenai kebolehannya secara hukum Islam serta akibat hukumnya, hal ini menimbulkan keresahan tersendiri bagi masyarakat khususnya masyarakan yang melakukan donor air susu ibu. Oleh sebab itu dengan berbagai alasan dan dasar-dasar hukum yang telah dijelaskan sebelumnya maka Majelis Ulama Indonesi (MUI) memandang pentingnya untuk mengeluarkan fatwa mengenai seputar donor air susu ibu baik mengenai syarat ketentuannya maupun akibat hukumnya, supaya tidak menimbulkan keraguan dan permasalahan dikalangan masyarakat serta mendapatkan kepastian hukum mengenai seputar donor air susu ibu. B. Pandangan hukum Islam tentang pertimbangan MUI mengeluarkan Fatwa memperbolehkan donor air susu ibu. Berdasarkan pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang telah dijelaskan bada bab-bab sebelumnya maka ditentukan bahwasaannya donor air susu ibu diperbolehkan oleh Majelis Ulama Indonesia, seseorang ibu boleh memberikan ASI kepada anak yang bukan anak kandungnya. Demikain juga sebaliknya, seseorang anak boleh menerima ASI dari ibu yang bukan ibu kandungnya sepanjang memenuhi ketentuan syar‟i. Karena melihat bahwa ditengah masyarakat ada aktivitas berbagi air susu ibu untuk kepentingan pemenuhan gizi anak-anak yang tidak berkesempatan memperoleh air susu ibunya sendiri, baik disebabkan oleh kekurangan suplai ASI ibu kandungnya, ibunya telah tiada, tidak diketahui ibu kandungnya, maupun sebab lainnya. Mengenai Fatwa donor air susu ibu, penulis berpendapat bahwa Fatwa Majelis Ulama Indonesia sesuai dengan hukum Islam. karena tidak bisa dipungkiri bahwasanya pada zaman dahulu aktifitas menyusui anak yang bukan anak kandungnya memang sudah ada dan sampai saat ini masih dilestarikan untuk membantu para ibu yang tidak bisa memenuhi suplai air susu ibu bagi sibayi. Akan tetapi Pada zaman sebulum Rasulullah lahir hukum mengenai rodhoah ataupun donor air susu ibu masih terombang-ambing dan belum ada yang mengatur tentang kesehatan dan setatus nasap siibu yang akan memberikan air susu ibu kepada anak yang bukan anak kandungnya. Tradisi yang berjalan dikalangan bangsa Arab yang tinggal dikota adalah mencari orang yang dapat menyusui bayi-bayi mereka sebagai tindakan preventif terhadap tersebarnya penyakit-penyakit kota. Hal itu mereka lakukan agar tubuh bayi-bayi mereka kuat, berotot kekar, dan mahir berbahasa Arab sejak masa kanak-kanak. Oleh karna itu ketika Rasulullah lahir, Abdul Muththalib mencari perempuan-perempuan yang dapat menyusui Rasulullah SAW. Dia akhirnya mendapatkan seorang perempuan penyusu dari kabilah Bani Sa‟ad bin Bakr yang bernama Harist bin Abdul Uzza yang berjuluk Abu Kabsyah yang juga berasal dari kabilah yang sama. 87 Kemudian Allah Berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 233 : Artinya : “Dan ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya.”(QS. Al-Baqarah ayat 233) Dari sejarah Rasulullah dan turunnya Firman Allah SWT dalam surat AlBaqarah ayat 233 tersebut, Bahwasanya melakukan donor air susu ibu 87 Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah (Jakarta: Gema Insani, 2013), h. 31. diperbolehkan dan bukan hanya itu ayat tersubut menerangkan agar para ibu menyusui anaknya dengan sempurna karena ASI merupakan asupan susu yang terbaik untuk pertumbuhan anak. Dijelaskan juga dalam PP BAB II tentang air susu ibu eksklusif pasal 6 mengatakan setiap ibu yang melahirkan harus memberikan ASI Eksklusif kepada bayi yang dilahirkan.88 Dunia kesehatan sepaham dengan hukum agama yang menyebutkan bahwa ASI adalah filtrasi darah ibu sehinga ASI bisa menjadi pembawa ataupun mewarisi sifat atau genetik. Maka dari itu lebih baiknya ketika akan menerima pendonor ASI dari ibu lain harus memiliki ketentuan-ketentuan yang yang terdapat dalam Fatwa yang berkaitan dengan Donor ASI dibagian ketentuan hukum mengatakan ibu yang memberi ASI harus sehat, baik fisik maupun mental, ibu tidak sedang hamil. Sehingga dengan adanya ketentuan tersebut dapat membantu penularan penyakit kepada bayi. Bukan hanya itu seseorang muslim boleh memberikan ASI kepada bayi non muslim, karena pemberian ASI bagi bayi yang membutuhkan ASI tersebut adalah bagian dari kebaikan antar umat manusia. Pada penulisan sekripsi ini, penulis juga menggunakan teori maslahah al mursalah. Adapun yang dimaksud dengan maslahah al mursalah adalah dilihat dari segi bahasa, kata al maslahah adalah seperti kata manfaat, baik artinya maupun wajahnya (timbangan kata), yaitu kalimat masdhar yang sama artinya dengan kalimat ash-shalah, seperti lafadz al-manfaat sama dengan al-naf‟u. 88 PP RI Nomer 33 Tahun 2012, Tentang Pemberian Air Susu Ibu Ekslusif (Jakarta: Kementrian Kesehatan RI, 2012), h.14. Manfaat yang dimaksud oleh pembuat hukum syarak (Allah SWT) adalah sifat menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan hartanya untuk mencapai ketertiban nyata antara pencipta dan makhluknya. Dengan menggunakan teori maslahah tersebut penulis menyimpulkan bahwa tujuan dari menggunakan teori maslahah almursalah adalah untuk menjauhkan kemudaratan yang terjadi terhadap anak-anak yang tidak diberikan ASI, karena Pentingnya air susu ibu dalam ilmu kesehatan disebutkan bahwa ASI adalah cairan hidup yang mengandung zat kekebalan yang akan melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi, virus, parasit, dan jamur. Sehingga apabila seorang anak tidak diberikan ASI akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak. Oleh sebab itu maka penulis berpendapat bahwa Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang donor air susu ibu apabila ditinjau dengan menggunakan teori maslahah al mursalah, menimbulkan kemanfaatan atau kemaslahatan bagi anak-anak yang memperoleh air susu ibunya sendiri, baik disebabkan oleh kekurangan suplai ASI ibu kandungnya, ibunya telah tiada, tidak diketahui ibu kandungnya, maupun sebab lain yang tidak memungkinkan akses ASI bagi anak, namun dengan diperbolehkannya donor air susu ibu tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan persaudaraan sepersusuan. Yang mengakibatkan terhalangnya sebuah pernikahan, karna pada dasarnya salah satu penghalang abadi sebuah pernikahan adalah sepersusuan. Selain teori maslahah mursalah terdapat juga teori ushul fiqih yang mendukung aktifitas seputar donor air susu ibu yaitu : َامْ َمشَ لَّ ُة َ َْت ِل ُب املَّي ِْس ْ َْي Artinya: “Kesukaran Mendatangkan Kemudahan.”89 maksudnya suatu hukum yang mengandung kesusahan dalam pelaksanaanya atau memadaratkan dalam pelaksanaanya, baik kepada badan, jiwa, ataupun harta seorang mukhallaf, diringankan sehingga tidak memadaratkan lagi. Keringanan tersebut dalam Islam dikenal dengan istilah rukhsah. Keringanan tersebut dikarenakan terjadinya suatu kesulitan, hal ini disadari karena kemampuan manusia yang tebatas, menurut Asy-Syatibi antara lain sebagai berikut: 1. Karena khawatir akan terputusnya ibadah dan kawatir akan adanya kerusakan bagi dirinya, baik jiwa, badan, hartanya maupun kedudukannya. 2. Ada rasa takut terkuranginya kegiatan-kegiatan sosial yang berhubungan dengan sosial kemasyarakatan, karena hubungan tersebut dalam Islam bisa dikategorikan sebagai ibadah juga.90 89 Nashr Farid Muhammad Washil, Abdul Aziz Muhammad Azzam, Qawa‟id Fiqhiyyyah (Jakarta: Amzah, 2015), h. 56. 90 Rachmad Syafe‟i, Ilmu Ushu Fiqih (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010), h. 284. Berdasarkan kesulitan-kesulitan yang diutarakan oleh As-Syatibi di atas maka dapat disebutkan bahwa kesulitan-kesulitan dari seputar donor air susu ibu atara lain: 1. Untuk bayi usia 0 sampai 6 bulan yang hanya boleh makan dari air susu ibu dan apabila bayi tidak bisa mendapatkan air susu ibu dari ibu kandungnya karena suatu sebab maka dikhawatirkan akan kekurangan gizi dan masalah lain mengenai pertumbuhan si bayi. 2. Seorang bayi yang ditinggal meniggal dunia oleh ibu kandungnya tentunya tidak akan pernah mendapatkan air susu dari ibu kandungnya, oleh sebab itu keadaan demikian mengharuskan bayi untuk dapat memperoleh air susu ibu dari selain ibu kandungnya. 3. Air susu ibu adalah makanan yang paling baik terhadap bayi yang baru lahir yang tidak perlu lagi diuji kebaikan dan manfaatnya, oleh sebab itu ketika bayi tidak bisa mendapat akses air susu ibu dari ibu kandungnya maka langkah mendesak yang paling tepat adalah dengan memberinya air susu ibu dari wanita yang lain, demi menghindari hal-hal kemungkinan masalah-masalah yang dapat saja terjadi pada bayi. 4. Jika bayi tidak memperoleh air susu ibu maka dikhwatirkan akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan beberapa masalah pada bayi, maka dengan demikian juga dikhawatirkan akan menimbulkan kerusakan pada jiwa dan badan, maka hal ini sangat bertentangan dengan maqasidu syariah yang mengharuskan menjaga jiwa, badan, harta, akal dan juga keturunan. Berdasarkan kesulitan-kesulitan di atas maka penulis dapat mengindikasikan bahwasannya berdasarkan teori al masaqotu tajlibu taisira donor seputas air susu ibu diperbolehkan, karena dengan melakukan donor air susu ibu maka hilanglah kesulitan-kesulitan dia atas, Islam adalah agama yang fleksibel yang tidak memaksakan suatu hukum terhadap manusia yang tidak mampu melaksanakannya seperti sesuatu yang haram dalam keadaan darurat juga bisa menjadi halal, hal ini disadari karena manusia memiliki kemampuan yang terbatas, dengan keadaan-keadaan tertentu manusia tidak bisa melaksanakan suatu hukum, oleh sebab itu Allah memberikan suatu kemudahan bukanlah tanpa sebab karena disadari bahwa tidak ada manusia yang sempurna dimana seluruh ketentuan dapat dilaksanakan secara sempurna. Seperti yang telah dijelaskan Allah dalam Al-Qur‟an surah Al Baqarah ayat: 185 َﷲ ُﷲ Artinya: Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. Selain itu dijelaskan pula mengenai kemudahan agama Islam yaitu dalam surah Al-Hajj ayat 78 Artinya: Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. Ayat tersebut juga didukung dengan sabda Nabi Muhammad SAW yaitu: َُ ُُس َوم َ ْن يُشَ ا ّ َِّاا َن َأ َح ٌد ا ََّلغَلَ َب ٌ ْ (ا َّن ِّاا َن ي: َغ ِن اميَّ ِ ِ ِّب َص ََّّل ﷲُ ػَلَ ْي َِ َو َس ََّّل كَ َال,َغ ْن َا ِ ْ ُ َُرْ ِر َة ِإ ِإ )( َر َوا ٍُ َامْ ُب َِار ْي Artinya: Dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu „alaihi wasallam, beliau bersabda,”sesunguhnya agama itu mudah. Tidak ada seorangpun yang memberatkan diri dalam agama ini kecuali sikap tersebut akan mengalahkan dia”(Hadis Riwayat Bukhori).91 Melihat alasan-alasan di atas maka penulis berpendapat bahwa kaidah: ( ) َامْ َمشَ لَّ ُة َ َْت ِل ُب املَّي ِْس ْ َْيsejalan dengan ketentuan-ketentuan diperbolehkannya Fatwa MUI tentang seputar donor air susu ibu. Berdasarkan penjelasan-penjelasan yang telah disebutkan sebelumnya maka dalam pandangan hukum Islam keputusan Fatwa MUI dalam mengeluarkan Fatwa berkenaan dengan seputar donor air susu ibu adalah diperbolehkan dan tidak bertentangan dengan hukum Islam selagi masih mengikuti akibat-akibat 91 Terjemah shahih bukhari, Kitabul Imam Bab Addinu Yusrun, Jilid-4 (Darul Kutub AlArabiyah). h. 422. hukum dari Fatwa MUI tersebut seperti diharamkannya suatu pernikahan saudara sepersusuan meski bukan saudara kandung. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Pada bab ini adalah langkah terakhir dalam penelitian ini yaitu menyimpulkan dari keseluruhan pembahasan yang telah diuraikan. Dari uraian pembahasan-pembahasan tersebut, akan dapat ditarik kesimpulan, diantaranya: Kami juga mengambil kesimpulan bahwasannya : 1. MUI mempertimbangkan, air susu ibu sangat dibutuhkan bagi perkembangan bayi yang belum mencapai umur dua tahun dan adanya ibu yang tidak bisa memberikan ASI kepada bayinya baik ibunya telah tiada, ibu kekurangan ASI untuk diberikan kepada anaknya, tidak diketahui ibu kandungnya, maupun sebab lain yang tidak memungkinkan akses ASI bagi anak. 2. Pandangan Hukum Islam, tentang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengenai donor air susu ibu apabila ditinjau dengan menggunakan teori maslahah al mursalah, menimbulkan kemaslahatan dan kemudharatan, kemaslahatannya adalah untuk menjauhkan kemudharatan yang terjadi terhadap anak-anak yang tidak diberikan ASI, karena Pentingnya air susu ibu Sehingga apabila seorang anak tidak diberikan perkembangan ASI anak. akan menghambat Kemudharatannya pertumbuhan adalah dan dengan diperbolehkannya donor air susu ibu tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan persaudaraan sepersusuan. Yang mengakibatkan terhalangnya sebuah pernikahan, karna pada dasarnya salah satu penghalang abadi sebuah pernikahan adalah sepersusuan. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian penulis diatas, maka penulis dapat memberikan beberapa saran sebagai berikut: 1. Untuk para pihak yang akan mendonorkan air susu hendaknya memahami dan mengerti tentang akibat dari donor air susu tersebut. Karena dalam hukum Islam donor susu ibu memungkinkan terjadinya saudara sepersusuan sehingga mengakibatkan terhalangnya sebuah pernikahan. 2. Hendaknya Majelis Ulama Indonesia (MUI) lebih mensosialisasikan kepada masyarakat tentang Fatwa MUI mengenai donor air susu ibu, karena banyak masyarakat yang belum mengerti dan memahami kebolehan mendonorkan air susu ibu dan dampak atau akibat dari donor air susu ibu. 3. Para pihak yang menerima atau yang mengambil air susu ibu dari ibu yang bukan ibu kandungnya baik melalui perahan maupun melalui putingnya agar memahami akibat hukum dan dampak dari donor air susu ibu supaya tidak akan terjadi kesalahan. C. Penutup Dengan mengucap alhamdulillah penulis telah mengakhiri penulis skripsi ini. Sebagai manusia biasa tentunya dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan, baik dari segi bahasa, cara penyusunan kalimat, atau yang lainnya. Namun demikian penulis telah banyak berupaya sebaik-baiknya dem mendapatkan hasil yang baik, tetapi kemampuan yang penulis milikisangatlah terbatas. Olehkarna itu untuk kesempurnaan skripsi ini penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak. Dengan penuh kerendahan hati dan penuh keiklasan penulis memohon kepada Allah SWT. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bangi penulis pada khususnyadan bagi pembaca pada umumya dab semoga skripsi ini bermanfaat bagi civitas akademik Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung. Akhirnya semoga Allah SWT, selalu memberkahi penulis skripsi ini, dan untuk semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, penulis ucapkan terima kasih dan semoga kita berada dalam cinta dan kasih, rahmat, ridho dan hidayahnya Allah SWT., Amin ya Robal alamin. DAFTAR PUSTAKA Yayasan penyelenggara penterjemah Al-Qur‟an. Al-qur‟an dan Terjemah Al Hikmah, Cet-10. Bandung: Cv Penerbit Diponorogo, 2012. Abd. Rahman Ghazaly. Fiqih Munakahat. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2016. Abdhumalik Abdhulkarim Amrullah HAMKA. Tafsir Al-Azhar Juzu 4-5-6. Jakarta: Yayasan Nurul Islam, 1984. Abdul Hakim Al Sayyid Abdullah. keutamaan Air susu Ibu, Cet-1. Jakarta: Fikahati Aneska, 1993. Abdulkadir Muhammad. Hukum dan Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Citra Aditya Bakti, 2004. Abu Hafsh Usanah bin Kamal bin „Abdir Razzaq. Panduan Nikah Lengkap dari “A” Sampai “Z”. Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir, 2011. Ahmad Mushthafa Al-Maraghy. Tafsir Al-Maraghy Terjemah Bahrun Abubakar. Semarang: Penerbit Toha Putra, 1984. Ahsin W. Al-Hafidz. Fiqih Kesehatan, Cet-1. Jakarta: Penerbit oleh Amzah, 2007. Amirudin dan Zainal Abidin. Pengantar Metode Penelitin Hukum. Jakarta:Balai pustaka, 2006. Amirudin dan Zainal Asikin. Pengatar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Grafindo Persada, 2006. Raja Anggota IKAPI. Undang-undang Perkawinan. Bandung: Fokusmedia, 2016. Antikah Proverawati dan Eni Rahmawati. Kapita Selekta Asi dan Menyusui, Cet1. Yogyakarta: Nuha Medika, 2010. Asrorun Ni‟am Sholeh. Metodologi Penetapan Fatwa Majelis Ulama Indonesia. Jakarta: Emir, 2016. Beni Ahmad Saebani. fiqih munakahat 1. Bandung: CV Pustaka Setia, 2001. Bimbingan Islam, Fatwa Kedokteran, Fiqih, Kesehatan Islam” (On-line), tersedia di: https://agussupianto. Blogspot. Com/ Bimbingan Islam. Htm (25 Agustus 2012). Dewi lailatul badriyah. Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi. Bandung: PT.Refika Aditama, 2011. H. Sulaiman Rasjid. Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994. A. Hassan. Terjemah Bulughul-Maram. Cet-XXVIII, Bandung: CV. Penerbit Diponegoro, 2011. Himpunan Fatwa. majelis ulama Indonesia sejak 1975. Jakarta: Erlangga, 2011. Jiko Subagio. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta, 2011. Joan Nelison. Cara Menyusui Yang Baik. Jakarta: Arcan, 1985. Lexy L Moloeng. Metode Penelitian Kualitatif. Rosda Karya, 2001. Cet-XIV, Bandung: Ramaja Lutfi Fathullah. Bulughul Maram Five In One,Cet-2. Jakarta: Noura Books PT Mizan Publika, 2015. M. Nurullrfan. Nasap dan setatus anak dalam hukum Islam. Jakarta: Amzah, 2012. M. Quraish Shihab. Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur‟an. Cet-1, Jakarta: Penerbit Lentera Hati, 2002. M. Quraish Shihab. Tafsir Al-Mishbah pesan, kesan dan keserasian AlQur‟an,Cet-1. Jakarta: Penerbit Lentara Hati, 2000. Majelis Ulama Indonesia Provinsi Lampung. Kilas Balik 40 Tahun Majelis Ulama Indonesia Provinsi Lampung Berkarya Untuk Umat. Bandar Lampung: Mui Profinsi Lampung, 2014. Majelis Ulama Indonesia. Himpunan Fawa MUI Bidang Sosial Dan Budaya. Jakarta: Emir, 2015. Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah: Kapita Selekta Hukum Islam, Cet. XI Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000. Muhamad Nasib Ar-Rifa‟i. Kemudahan Dari Allah Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. Jilid-2. Jakarta: Gema Insan, 1999. Muhammad Ali Mukhtar. “Studi Analisis Tentang Fatwa Mui Nomer 28 Tahun 2013 Tentang Donor Asi (ISTIRDHA) Kaitan Dengan Radla‟ah Dalam Perkawinan”. Skripsi Program Strata Satu Fakultas Syari‟ah Universitas Islam Negri Walisongo, Semarang: 2015. Nurheti Yuliarti. Keajaiban ASI. Yogyakarta: C.V Andi offset, 2012. Nashr Farid Muhammad Washil, Abdul Aziz Muhammad Azzam, Qawa‟id Fiqhiyyyah Jakarta: Amzah, 2015. Petersalim dan yennisalim. Kamus Bahasa Idonesia Kontemporer. Jakarta: Moderen English Press, 1991. PP RI Nomer 33 Tahun 2012. Tentang Pemberian Air Susu Ibu Ekslusif. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI , 2012. Pediatri, Prosedur dan Cara Donor ASI (On-Line), tersedia di: https://Jurnalpediatri.com/ diakses pada tanggal 04 Mei 2017 pukul 20. 30 wib. Rachmad Syafe‟i. Ilmu Ushu Fiqih. Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010. Raehanul Bahraen. Menyusui Ketika Hamil, Berbahayakah? (Syariat Dan Medis). Agaustus, 2012. Said Aqil Husain Al-Munawar. Hukum Islam Dan Pluralitas Sosial. Cet-2, Jakarta: Penamadani, 2005. Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri. Sirah Nabawiyah. Jakarta: Gema Insani, 2013. Sutrisno Hadi, Metologi Risearch untuk penulisan laporan, Skripsi, Tesis dan Disertasi Jilid 1 Yogyakarta: Andi, 2004. Syaikh Hasan Ayyub. Fikih Keluarga. Jakarta: Al-Kautsar, 2004. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. kamus besar bahasa indonesia. Jakarta: Balai pustaka, 1995. Terjemah shahih bukhari, Kitabul Imam Bab Addinu Yusrun, Jilid-4 Darul Kutub Al-Arabiyah. Ulin Nuha. Ringkasan Kitab Fikih Imam Syafi‟i. Yogyakarta: Mutiara Media, 2014. Utami Roesli. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta: PT Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara, 2013. Weni Kristiyanasari, ASI. Menyusui dan Sadari. Cet-2. Yogyakarta: Nuha Medika, 2011. Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibari al-Fannani. terjemahan Fat-hul Mu‟in. Cet8, Jilid 2. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2016. LAMPIRAN-LAMPIRAN Susunan Pengurus Paripurna dan Keanggotaan Komisi Majelis Ulama Indonesia Periode 2010-2015. 1. DEWAN PENASEHAT Ketua : Prof. Dr. KH. Tolchah Hasan Wakil Ketua : KH. Kafrawi Ridwan, MA Wakil Ketua : Letjen TNI (Purn) Ir. H. Azwar Anas,DPR. Wakil Ketua : Dr. dr. H. Tarmizi Taher Wakil Ketua : Drs. KH.A. Nazri Adlani Wakil Ketua : H. Chairul Tanjung Wakil Ketua : Hj. Aisyah Amini, SH, MH. Wakil Ketua : Drs. H. Irsyad Djuwaili Wakil Ketua : Ny. Hj. Mahfudzoh Ali Ubaid Sekretaris : Drs. H. Abdul Rosyad Saleh Sekretaris : Drs. H. Irfan, SH, MPd Sekretaris (ex officio) : Drs. H.M. Icwan Sam Anggota : 1. Drs. H. Suryadharma Ali, M.Si 2. Ir. H. M. Hatta Rajasa 3. Prof. Dr. H. Muhammad Nuh 4. Prof. Dr. Salim Segaf Al-Jufri 5. Dr. H.M. Maftuh Basyuni 6. Prof. Dr. H. Quraisy Shihab 7. Dr. KH. Hasyim Muzadi 8. Prof. Dr. Said Aqil Siradj 9. Prof. Dr. Asjmuni Abdurrahman 10. Drs. H. Bachtiar Chamsah 11. Dr.H. Sulastomo, MPH 12. Prof. Dr.Hj. Chamamah Suratno 13. Dra.Hj. Khofifah Indar Parawansa, M.Si 14. Dra. Hj. Siti Nurjanah Djohantini, M.M 15. Drs. H.A. Chalid Mawardi 16. H. Ismael Hasan, SH 17. Prof. Dr. KH. Muardi Chatip 18. Dra. Hj. Asmah Syahroni 19. Prof. Dr. KH. Hasan Shohib 20. KH. Syuhada Bahri, Lc. 21. KH. Cholid Fadlullah, SH. 22. H. Yudo Paripurno, SH 23. Hj. Aisyah Hamid Baidlowi 24. KH. Ir. Salahudin Wahid 25. KH. Bunyamin 26. KH. Abdurrahman Nawi 27. KH. Maktub Effendi 28. KH. Mahrus Amin 29. KH. Abdur Rasyid AS 30. Prof. Dr. Amir Syarifuddin 31. Drs. H.A. Mubarok 32. Drs. H. Rusydi Hamka 33. Dr. Hj. Suryani Thaher 34. Prof. Dr. Hj. Aisyah Girindra 35. Prof. Dr. H. Azyumardi Azra 36. H. Margiono 37. Prof. Dr. H. Bachtiar Efendi 38. Dr. H. Wahiduddin Addams, MA 39. Prof. Dr. KH. Miftah Faridh 40. KH. Abd. Shomad Buchori 41. Drs. H. Djauhari Syamsuddin 42. H. M. Trisno Adi Tantiono 43. Geys Ammar, SH 44. Dr. H. Deding Ishak, SH, MH. 45. Prof. Dr. Hj. Nabilah Lubis 46. Prof. Dr. KH. Muslim Nasution, MA 47. Prof. Dr. H. Maman Abdurrahman 48. Drs. H. Zaidan Djauhari 49. Dr. Anwar Sanusi, SH, S.Pel, MM 50. Prof. Dr. Husni Rahim 51. Dr. dr. Rofiq Anwar 52. KH. Nurhasan Zaidi 53. Drs. H. Kurdi Musthofa, M.Si 54. Prof. Dr. H. Hamka Haq, MA 55. Drs. H. Marwan Saridjo 56. Dra. Hj. Bariroh Uswatun Hasanah II. DEWAN PIMPINAN HARIAN Ketua Umun : K.H. Dr. M.A. Sahal Mahfudh Wakil Ketua Umum : Prof. DR. H.M. Din Syamsiddin Ketua : KH Ma‟ruf Amin Ketua : Prof. Dr. H. Umar Shihab Ketua : Dr. H. Amrullah Ahmad, S. Fil. Ketua : Dr. KH. Abdullah Syukri Zarkasyi Ketua : Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc Ketua : Drs H. Basri Barmanda, MBA Ketua : Drs. H. Amidhan Ketua : Drs. H. Anwar Abbas, MM Ketua : Prof. Dr. Hj. Tutty Alawiyah Ketua : KH. A. Cholil Ridwan, Lc Ketua : Drs. H. Slamet Efendy Yusuf, M.Si Ketua : KH. Muhyidin Junaidi, MA Ketua : Dr. H. Sinansari Ecip, M. Si. III. Ketua : Drs. KH. Hafidz Usman Sekretaris Jenderal : Drs. H.M. Ichwan Sam Wkl Sekretaris Jenderal : Drs. H. Zainut Tauhid Saadi, M.Si Wkl Sekretaris Jenderal : Dra. Hj. Welya Safitri, M.Si Wkl Sekretaris Jenderal : Drs. H. Natsir Zubaidi Wkl Sekretaris Jenderal : Drs. KH. Tengku Zulkarnain, MA Wkl Sekretaris Jenderal : Dr. Amirsyah Tambunan Wkl Sekretaris Jenderal : Dr. Noor Ahmad Wkl Sekretaris Jenderal : Prof. Dr. Hj. Amany Lubis Bendahara Umum : Dra. Hj. Juniwati Maschjun Sofwan Bendahara : Drs. H. Ahmad Djunaidi, MBA Bendahara : Dr.H.M.Nadratuzzaman Hosen,PhD Bendahara : Drs. H. Chunaini Saleh Bendahara : H. Tabri Ali Husein Bendahara : Dra. Hj. Chairunnisa, MA KOMISI FATWA Ketua : Prof. Dr. H. Hasanuddin AF, MA Wakil Ketua : Prof. Dr. Hj. Khuzaemah T. Yanggo Wakil Ketua : Prof. Dr. H. Fathurrahman Djamil, MA. Wakil Ketua : Drs. KH. Asnawi Latief. Wakil Ketua : Prof. Drs. H. Nahar Nahrawi, MM Wakil Ketua : Dr. H. Maulana Hasanudin, M.Ag. Sekretaris : Dr. H. Asrorun Ni‟am Sholeh, MA. Wakil Sekretaris : Drs. H. Sholahudin Al-Aiyub, M.Si. Wakil Sekretaris : Dr. H. Ma‟rifat Imam KH Wakil Sekretaris : Drs. H. Muhammad Faiz, MA Anggota : 1. Dr. KH. Anwar Ibrahim 2. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA 3. Dr. KH. Masyhuri Naim 4. Drs. KH. Ghazalie Masroeri 5. KH. Syarifudin Abdul Mughni, MA 6. Prof. Dr. H. Sutarmadi 7. Dr. Imam Ad- Daraquthni, MA 8. Dr. H. Abdurrahman Dahlan, MA 9. Dr. H.A. Fattah Wibisono, MA 10. Dr. KH. A. Malik Madani,MA 11. Dr. KH. A. Munif Suratmaputra, MA 12. Dra. Hj. Mursyidah Thahir, MA 13. Drs. H. Aminudin Yakub, MA 14. Drs. H. Zafrullah Salim, SH, M. Hum 15. Dr. H. Umar Ibrahim, M.Ag. 16. Drs. KH. Syaifudin Amsir, MA 17. Dr. KH. Hamdan Rasyid 18. KH. Arwani Faishol 19. Dr. H. Suhairi Ilyas, MA 20. KH. Drs. H. Ridwan Ibrahim Lubis 21. KH. Endang Mintarja 22. Prof. Dr. M. Najib, MA 23. KH. Dr. Ade Suherman 26. KH. Sulhan, MA 27. Dr. H. Ahmad Hasan Ridhwan 28. Prof. Dr. KH. Artani Hasbi 29. Dr. H. Sopa, MA 30. Drs. H. Tb. Abdurrahman Anwar, SH, MA 31. Prof. Dr. H. Salman Manggalatung, SH, MA 32. Prof. Dr. H. Syamsul Anwar 33. Drs. KH. Anwar Hidayat, SH 34. Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie 35. Prof. Dr. Hj. Uswatun Hasanah 36. Prof. Dr. H. Ahmad Syatori Ismail, MA 37. Dr. KH. Mukri Aji 38. Drs. KH. Nuril Huda 39. KH. Taufiq Rahman Azhar 40. Drs. H. Sirril Wafa, MA 41. Dr. H. Setiawan Budi Utomo 42. Abdullah Abdul Kadir, MA.