I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam teori ekonomi

advertisement
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam teori ekonomi pembangunan diketahui bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi
dan investasi mempunyai hubungan timbal balik yang positif. Hubungan timbal balik
tersebut terjadi oleh karena disatu pihak, semakin tinggi pertumbuhan ekonomi suatu
negara, berarti semakin besar bagian dari pendapatan yang bisa ditabung, sehingga
investasi yang tercipta akan semakin besar pula. Dalam kasus ini, investasi
merupakan fungsi dari pertumbuhan ekonomi (Hindrayani, 2010). Di lain pihak,
semakin besar investasi suatu negara, akan semakin besar pula tingkat pertumbuhan
ekonomi yang bisa dicapai. Dengan demikian, pertumbuhan merupakan fungsi
investasi.
Dalam konteks pembangunan nasional maupun regional, investasi memegang peran
penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi penggunaannya investasi diartikan
sebagai pembentukan modal tetap domestik. Investasi merupakan salah satu
komponen penting dari permintaan agregat yang merupakan faktor kursial bagi suatu
proses pembangunan (sustainable development). Salah satu tingkat keberhasilannya
2
yaitu dengan tingginya tingkat pendapatan nasional atau laju pertumbuhan produk
domestik bruto (PDB) yang tinggi dan stabil (Tulus Tambunan, 2001).
Sejalan dengan perkembangan ekonomi internasional yang semakin pesat, dimana
kebutuhan ekonomi antar negara juga semakin terkait telah meningkatkan arus
perdagangan barang, uang, serta modal antar negara – negara sedang berkembang.
Kondisi ini antara lain didorong oleh adanya peningkatan kapitalisme pasar
keuangan, pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi, dan suku bunga tinggi (terutama
negara-negara berkembang karena suku bunga di negara maju umumnya relatif lebih
rendah). Pesatnya kapitalisasi dan mobilisasi modal antar negara tersebut juga
merupakan wahana untuk melakukan diversifikasi resiko oleh investor . Hal ini
dilakukan sebagai upaya untuk menghadapi ketidakpastian dari adanya gejolak
ekonomi, sosial, dan politik diberbagai negara, sehingga para investor dapat terhindar
atau meminimalkan resiko dalam menginvestasikan dananya.
Bagi negara berkembang, pesatnya aliran modal merupakan kesempatan guna
memperoleh pembiayaan pembangunan ekonomi. Bagaimanapun, penanaman modal
(domestik ataupun asing) ini merupakan langkah awal kegiatan pembangunan
ekonomi. Dinamika penanaman modal (sumber pembiayaan modal) mempengaruhi
tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi, yang mencerminkan marak lesunya
pembangunan. Sehingga dalam upaya menumbuhkan perekonomian, setiap negara
berusaha menciptakan iklim yang dapat menggairahkan investasi. Sasaran yang dituju
bukan hanya masyarakat atau kalangan swasta dalam negeri, tetapi juga investor
asing.
3
Pembentukan atau investasi sekarang ini sebagian dilakukan oleh kalangan dunia
usaha terutama perusahaan. Apabila perusahaan melihat adanya peluang penanaman
modal yang menguntungkan, maka pemiliknya, akan menanam kembali sebagian
keuntungannya kedalam perusahaannya sendiri (Samuelson,dkk,1997:81)
Untuk menciptakan produk dan jasa guna memenuhi kebutuhan masyarkat Indonesia,
dibutuhkan dana yang tidaklah sedikit. Disinilah peran para investor untuk menutupi
kebutuhan dana tersebut. Investor sendiri dibagi menjadi dua yaitu investor dalam
negeri dan investor asing. Ketika kebutuhan dana tidak mampu dicukupi oleh investor
dalam negeri maka solusi yang dapat dilakukan adalah mengundang investor asing
untuk turut menanamkan modalnya di Indonesia. Foreign Direct Investment atau
yang biasa di sebut dengan Penanaman Modal Asing (PMA) meliputi investasi ke
dalam asset – asset secara nyata berupa pembangunan pabrik-pabrik, pengadaan
berbagai macam barang modal, pemebelian tanah, untuk keperluan
produksi,pembelanjaan berbagai peralatan inventaris (Salvatore,1997:469). Menurut
Undang-Undang Nomor 25 pasal 1tahun 2007 tentang Penanaman Modal,
Penanaman Modal Asing (PMA) adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan
usaha di wilayah Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik
menggunakan modal asing maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam
negeri. Penanaman modal asing memberikan banyak hal positif dalam perekonomian
suatu negara. Untuk di Indonesia sendiri, dampak positif dari adanya penanaman
modal asing lebih tersasa pada zaman Orde Baru. Yang pada saat itu pertumbuhan
ekonomi mencapai rata-rata 7% pertahun selama periode 1890 an. Kinerja investasi
4
Indonesia, terus menunjukkan tren menggembirakan. Bahkan peningkatannya jauh di
atas perkiraan pemerintah.
Pemerintah juga mengeluarkan berbagai kebijakan menyangkut masalah PMA,
seperti pakto 1993 dan Peraturan Pemerintah (PP) No.20/1994 tentang pemilikan
saham dalam rangka PMA yang berisikan masalah tentang diperlonggarnya
kepemilikan saham oleh para pemodal asing dan makin terbukanya peluang usaha
Indonesia. Baik jumlah proyek maupun nilai investasi terus meningkat. Namun
ditengah krisis finansial dunia, maka dampaknya mulai terasa pada tahun 2009 yang
lalu.
Realisasi investasi asing atau direct investment nilainya menurun walaupun jumlah
proyeknya masih meningkat. Pada tahun 2000 jumlah modal asing yang masuk ke
Indonesia mencapai jumlah 3.041 ribu dollar Amerika untuk sebanyak 15 sektor
ekonomi. Angka tersebut terus meningkat sampai tahun 2005 sebesar 8,832,790 ribu
dollar Amerika. Artinya selama 4 tahun arus modal asing (PMA) yang masuk
mengalami kenaikan yang signifikan. Pada paruh pertama tahun 2005 kenaikan FDI
menjadi sebesar 70%. Pada awal tahun tersebut Negara Inggris, Jepang, Cina,
Hongkong, Singapura, Australia, dan Malaysia adalah sumber PMA yang dianggap
penting. Peningkatan PMA dapat digunakan sebagai alat ukur pertumbuhan ekonomi
global. Aliran dana investasi langsung luar negeri terbesar terjadi diantara Negaranegara industri yaitu Amerika Utara, Eropa Barat, dan Jepang. Pada tahun 2006
jumlah investasi asing (PMA) hanya mencapai 862 proyek dengan nilai US$ 5,97
ribu. Kemudian pada tahun 2007 dan 2008 meningkat masing-masing pada kurtal IV
5
207 proyek dan 253 proyek dengan nilai berturut-turut US$ 4.367 ribu dan US$ 9.216
ribu. Akibat krisis baru terasa sejak akhir 2008 dan selama 3 kuartal tahun 2009.
Jumlah realsisasi investasi dalam jumlah proyek masih meningkat yaitu menjadi
9000000
8000000
7000000
6000000
5000000
4000000
3000000
2000000
1000000
0
2012.1
2012.4
2011.2
2010.3
2009.4
2009.1
2008.2
2007.3
2006.4
2006.1
2005.2
2004.3
2003.4
2003.1
2002.2
2001.3
2000.4
pma
2000.1
ribu US$
1.214 proyek namun nilai investasinya menurun menjadi US$ 10,117 ribu.
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal
Gambar 1. Pergerakan Penanaman Modal Asing di Indonesia (dalam US$.ribu)
periode 2000 : I-2012: IV
Keberhasilan dalam menarik investor di pasar modal oleh banyak pihak dinilai
belum banyak memberikan dampak positif ke sektor riil. Apabila aliran modal berupa
Foreign Direct Investment telah meningkat, barulah dampanya kepada perekonomian
secara luas akan mulai terasa. Memasuki tahun 2010 Indonesia berpeluang untuk
kembali menjadi tempat investasi yang menarik, karena selama ini besarnya pasar
domestik telah terbukti mampu menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi.
Peningkatan modal asing di Indonesia yang pada gilirannya menaikkan tingkat
pertumbuhan ekonomi Indonesia, disamping karena adanya kebijaksanaan
6
debirokratisasi dan deregulasi yang meliputi kebijaksanaan penyerdahaan prosedur
investasi, desentralisasi beberapa kewenangan penanaman modal, serta peninjauan
daftar negatif investasi secara berkala. Majunya Penanaman Modal Asing disuatu
negara dapat dilihat dari pendapatan nasionalnya yang mana peningkatan pendapatan
nasional tersebut menggambarkan naik turunnya pertumbuhan ekonomi di suatu
Negara (Douglas Nigh :1997) seperti di Indonesia.
Beberapa penelitian terdahulu (Setiyoati,2007) meninjau besar pasar suatu negara
dengan melihat produk domestik bruto tiap tahunnya yang mempengaruhi secara
800000
700000
600000
500000
400000
300000
200000
100000
0
gdp
2000.1
2000.3
2001.1
2001.3
2002.1
2002.3
2003.1
2003.3
2004.1
2004.3
2005.1
2005.3
2006.1
2006.3
2007.1
2007.3
2008.1
2008.3
2009.1
2009.3
2010.1
2010.3
2011.1
2011.3
2012.1
2012.3
Milliar rupiah
signifikan akan masuknya investasi asing langsung di suatu negara.
Sumber: Badan Pusat Statistik
Gambar 2. Pergerakan GDP (dengan harga konstan tahun 2000) di
Indonesia periode 2000: I-2011 : IV
Dalam pergerakan laju GDP diatas, membuktikan bahwa gdp di Indonesia terus
meningkat dari tahun 2000 sampai 2011. Dari 372,926 milliar rupiah sampai dengan
623,960 milliar rupiah.
7
Namun perlu diingat bahwa kondisi penanaman modal asing ini masih perlu
menimbangkan jumlah industri yang ada, stabilitas keamanan dan fasilitas – fasilitas
pendukung, tingkat nilai kurs, tingkat inflasi serta potensial produksi dan iklim
investasi asing langsung (foreign direct investment) (Setiyowati,2007).
Fluktuasi nilai rupiah terhadap mata uang asing yang stabil akan sangat
mempengaruhi iklim investasi di dalam negeri (Sambodo,2003). Terjadinya apresiasi
kurs rupiah terhadap dollar misalnya, akan memberikan dampak terhadap
perkembangan pemasaran produk Indonesia di luar negeri, terutama dalam hal
persaingan harga. Apabila terjadi penurunan kurs yang berlebihan, akan berdampak
pada perusahaan-perusahaan go public yang menggantungkan faktor produksi
terhadap barang-barang impor. Besarnya belanja impor dari perusahaan dapat
mempertinggi biaya produksi, serta menurunnya laba perusahaan, yang kemudian
12000
10000
8000
6000
4000
2000
0
rer
2000.1
2000.3
2001.1
2001.3
2002.1
2002.3
2003.1
2003.3
2004.1
2004.3
2005.1
2005.3
2006.1
2006.3
2007.1
2007.3
2008.1
2008.3
2009.1
2009.3
2010.1
2010.3
2011.1
2011.3
2012.1
2012.3
RP/US$
akan berdampak pada anjloknya harga perusahaan tersebut.
Sumber: SEKI, Bank Indonesia
Gambar 3. Nilai tukar Riil / RER (Real Exchange Rate) di Indonesia Selama
periode 2000 : I -2012 : IV
Secara umum, nilai tukar rupiah bergerak relatif stabil sampai pertengahan September
2008. Hal ini terutama disebabkan oleh kinerja transaksi berjalan yang masih
8
mencatat surplus serta kebijakan makroekonomi yang berhati-hati. Namun sejak
pertengahan September 2008, krisis global yang semakin dalam telah memberi efek
depresiasi terhadap mata uang. Kurs Rupiah melemah menjadi Rp 11.018 per US$
pada bulan November 2008 yang merupakan depresiasi yang cukup tajam, karena
pada bulan sebelumnya Rupiah berada di posisi Rp 7.045,- per US$. Dampak
pelemahan rupiah terhadap perekonomian dipengaruhi oleh pergerakan nilai tukar
rupiah secara ’riil’, yang berarti memperhitungkan perubahan harga barang-barang
impor di negara asal. Akibat lemahnya pertumbuhan ekonomi global, pabrik di
negara mitra dagang Indonesia, termasuk RRC, kelebihan kapasitas sehingga mereka
menurunkan harga barang yang diekspor.
Demikian pula halnya dengan inflasi, tingkat inflasi yang tinggi biasanya dikaitkan
dengan kondisi ekonomi yang terlalu panas (overheated). Artinya, kondisi ekonomi
mengalami permintaan atas produk yang melebihi kapasitas penawaran produknya,
sehingga harga‐harga cenderung mengalami kenaikan. Inflasi yang terlalu tinggi juga
akan menyebabkan penurunan daya beli uang (purchasing power of money).
Disamping itu, inflasi yang tinggi juga bisa mengurangi tingkat pendapatan riil yang
diperoleh investor dari investasinya.
9
20
%
15
10
inf
5
2012.4
2012.1
2011.2
2010.3
2009.4
2009.1
2008.2
2007.3
2006.4
2006.1
2005.2
2004.3
2003.4
2003.1
2002.2
2001.3
2000.4
2000.1
0
Sumber : SEKI, Bank Indonesia
Gambar 4. Pergerakan Inflasi (IHK) di Indonesia Selama periode 2000:I2012:IV.
Dalam jangka pendek, tingkat inflasi di Indonesia dapat ditekan di bawah angka 10%
setelah sebelumnya mengalami lonjakan yang terduga mencapai 18 persen pada akhir
tahun 2005. Lonjakan tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh dampak negatif dari
pengaruh multiplier peningkatan harga minyak bumi dunia pada kisaran 60 sampai 70
dollar AS selama tahun 2005. Seperti kita alami tingginya harga minyak bumi dunia
ini membawa implikasi dikeluarkannya kebijakan penyesuaian harga bahan bakar
minyak (BBM) di dalam negeri dan pengurangan subsidi Pemerintah untuk harga
BBM tersebut.
Prospek pembangunan ekonomi jangka panjang akan semakin memburuk jika inflasi
tidak dapat dikendalikan. Inflasi akan menjadi bertambah cepat apabila tidak diatasi.
Inflasi yang bertambah serius tersebut akan mengurangi investasi yang produktif,
mengurangi ekspor, dan menaikkan impor. Kecenderungan ini akan memperlambat
pertumbuhan ekonomi. Menurut Sukirno (1997), keterlambatan pertumbuhan ekonomi
sebagai akibat dari inflasi yang serius disebabkan oleh beberapa faktor penting, seperti :
10
1.
Inflasi menggalakkan penanaman modal spekulatif.Pada masa inflasi terdapat
kecenderungan antara pemilik modal untuk menggunakan uangnya dalam investasi
yang bersifat spekulatif. Membeli rumah dan tanah serta menyimpan barang yang
berharga akan lebih menguntungkan daripada melakukan investasi yang produktif.
2.
Tingkat bunga meningkat dan tingkat investasi berkurang.
Untuk menghindari kemerosotan nilai modal yang dipinjamkan, otoritas moneter
akan menaikkan tingkat bunga. Makin tinggi tingkat inflasi maka makin tinggi pula
tingkat bunga yang akan ditentukan. Tingkat bunga yang tinggi akan mengurangi
kegairahan penanam modal untuk mengembangkan sektor-sektor yang produktif.
3.
Inflasi menimbulkan ketidakpastian mengenai keadaan ekonomi masa depan. Laju
inflasi akan bertambah cepat apabila tidak dikendalikan, sehingga pada akhirnya
akan menimbulkan ketidakpastian dan arah perkembangan ekonomi tidak lagi
dapat diramalkan dengan baik. Keadaan ini akan mengurangi kegairahan
pengusaha untuk mengembangkan kegiatan ekonomi.
PMA juga dipengaruhi oleh Suku bunga, karena dengan peningkatan suku bunga
sebagai target operasional jangka pendek akan mempengaruhi berbagai variabel
seperti suku bunga berjangka lebih panjang, harga aset, variabel ekspektasi, dan nilai
tukar. Keseluruhan variabel tersebut kemudian berpengaruh terhadap prefensi
masyarakat, yang tercermin dari perubahan domestic demand. khusunya konsumsi
dan investasi (Sabirin: 2000) .
Suku bunga yang digunakan dalam penelitian adalah suku bunga acuan LIBOR .
LIBOR merupakan acuan bagi suku bunga kredit di seluruh dunia. Jika suku bunga
LIBOR naik maka otomatis bunga kredit juga ikut naik begitupula apabila LIBOR
11
turun maka bunga kredit juga ikut menurun yang membuat pembayaran cicilan kredit
menjadi lebih rendah. Karena globalisasi telah merebak di negara berkembang, yang
apabila terjadi krisis atau masalah di negara maju maka negara berkembang seperti
Indonesia akan terkena dampaknya (Abeng,200).
8.0
%
6.0
4.0
rLn
2.0
2012.4
2012.1
2011.2
2010.3
2009.4
2009.1
2008.2
2007.3
2006.4
2006.1
2005.2
2004.3
2003.4
2003.1
2002.2
2001.3
2000.4
2000.1
0.0
Sumber : SEKI, Bank Indonesia
Gambar 4. Pergerakan Suku bunga acuan LIBOR Selama periode 2000:I2012:IV.
Suku bunga LIBOR akhir 2007 dan awal 2009 pada saat itu krisis moneter sedang
menguncang hebat . Suku bunga periode Q III tahun 2007 melonjak menjadi 15.66%
. Dan sempat turun pada awal 2008 QI 14.43%.
Dengan demikian investasi adalah keharusan dalam rangka meningkatkan taraf hidup
masyarakat, karena investasi pada dasarnya dimaksudkan untuk menambah kapasitas
produksi nasional. Dengan bertambahnya kapasitas pendapatan nasional maka
bertambah pula kemampuan suatu perekonomian untuk menghasilkan barang barang
dan jasa yang selanjutnya akan meningkatkan taraf hidup dan kemakmuran
masyarakat.
12
Dari latar yang di jelaskan di atas, diketahui kondisi tersebut berupa faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi perkembangan investasi Penanaman Modal Asing di
Indonesia. Faktor tersebut antara lain GDP , Nilai tukar rupiah terhadap dollar
Amerika tingkat inflasi serta Suku bunga dalam negeri.
B. Permasalahan
Investor asing akan mempertimbangkan berbagai hal sebelum menginvestasikan
modalnya di Indonesia. Seperti iklim investasi di negara yang akan mereka tanamkan
modal, salah satunya dari sisi mako. Di dalam penelitian ini akan melihat faktorfaktor makro ekonomi sebagai faktor penarik investasi asing langsung yang dimiliki
oleh Indonesia. Mengenai variabel ekonomi makro yang sebenarnya berpengaruh
terhadap Penanaman Modal Asing (PMA) dan penelitian ini akan difokuskan pada
variabel ekonomi makro yaitu GDP , nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, tingkat
bunga internasional, tingkat inflasi, terhadap keseimbangan Penanaman Modal Asing.
Berdasarkan dari latar belakang maka dapatlah dirumuskan suatu pemasalahan:
1. Bagaimana pengaruh GDP terhadap PMA di Indonesia ?
2. Bagaimana pengaruh inflasi terhadap PMA di Indonesia?
3. Bagaimana pengaruh nilai tukar riil (RER) terhadap PMA di Indonesia?
4. Bagaimana pengaruh suku bunga luar negeri terhadap PMA di Indonesia?
5. Bagaimana pengaruh GDP, inflasi, nilai tukar riil dan suku bunga luar negeri
secara bersama-sama terhadap PMA di Indonesia ?
13
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijelaskan, maka tujuan penelitian ini
adalah untuk menganalisis :
1. Pengaruh GDP terhadap PMA di Indonesia
2. Pengaruh inflasi terhadap PMA di Indonesia
3. Pengaruh nilai tukar riil (RER) terhadap PMA di Indonesia
4. Pengaruh suku bunga luar negeri terhadap PMA di Indonesia
5. Pengaruh GDP, inflasi, nilai tukar riil dan suku bunga luar negeri secara bersamasama terhadap PMA di Indonesia
D. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat di jelaskan mengenai hubungan antara
variabel bebas dengan variabel terikat:
Investasi Penanaman Modal Asing pada umumnya cenderung untuk mencapai tingkat
yang lebih besar, apabila Produk Domestik regional Bruto semakin tinggi.
Meningkatnya GDP dikarenakan tingkat kegiatan ekonomi yang ditentukan oleh
permintaan yang disetrtai kemampuan untuk membayar barang-barang dan jasa jasa
yang diminta bertambah besar. Sehingga dapat menarik minat investor untuk
membiayai proyek proyek yang ada. (Sukirno, 1997:109). Pendapatan nasional yang
meningkat menggambarkan keadaan pertumbuhan ekonomi di suatu negara tersebut
meningkat, pendapatan nasional juga berasal dari investasi, apabila net income
meningkat berpengaruh terhadap investasi asing di indonesia yang juga meningkat.
14
Permintaan barang dan ekspor ini menentukan tingkat pengembalian (return) dan
keuntungan.
Nilai tukar riil dapat menentukan daya saing ekspor, dimana Dimitrova (2005)
mengatakan bahwa nilai tukar yang melonjak secara drastis tak terkendali
menyebabkan kesulitan pada dunia usaha dalam merencanakan usahanya terutama
bagi mereka yang mendatangkan bahan baku dari luar negeri atau menjual barangnya
ke pasar ekspor. Oleh karena itu, pengelolaan nilai mata uang yang relatif stabil
menjadi salah satu faktor moneter yang mendukung perekonomian secara makro.
Pada tingkat ekonomi makro, mata uang terdepresiasi akan mendorong industri
ekspornya dan sebaliknya menurunkan nilai impor .
Jika dikaitkan dengan PMA nilai tukar berhubungan negatif, ketika kurs yang rendah
sangat menguntungkan oleh para investor karena akan mendorong permintaan barang
dan ekspor nilai valuta asing yang tinggi akan mempengaruhi minat investor asing
untuk menanamkan modalnya. Apabila terjadi depresiasi rupiah terhadap mata uang
asing, bagi para investor asing di Indonesia akan mengalami peningkatan produksi
karean permintaan ekspor meningkat. Dalam hal ini diperhatikan harga bahan baku
domestic relative murah, maka dapat mendorong proses industrialisasi dalam
menghasilkan barang dan jasa. Dengan kondisi tersebut pihak investor asing tertarik
untuk menanamkan modalnya (Sambodo,2003).
Penurunan inflasi akan mempengaruhi harga barang dan jasa relatif stabil
mengakibatkan daya beli masyarakat akan bertambah besar sehingga investor asing
15
tertarik untuk menanamkan modalnya lebih besar (Suwarno, 2008). Ketika terjadi
inflasi, pihak otoritas moneter akan menaikkan tingkat bunga guna menghindari
kemerosotan nilai modal yang dipinjamkan. Makin tinggi inflasi maka makin tinggi
pula tingkat bunga. Tingkat bunga yang tinggi menyebabkan debitur turun dan
mengurangi minat investor untuk mengembangkan sektor-sektor produktif.
Melalui transmisi kebijakan moneter yaitu apabila suku bunga naik (kebijakan
moneter ketat) akan mengurangi jumlah uang beredar dan mendorong peningkatan
suku bunga jangka pendek. Dan apabila credible akan timbul ekspektasi masyarakat
bahwa inflasi akan turun atau suku bunga riil jangka panjang akan meningkat.
Kondisi demikian menurunkan permintaan domestik untuk investasi dan konsumsi,
Karena kenaikan biaya modal sehingga pertumbuhan ekonomi aksan menurun,
demikian pula seblaiknya bila dilakukan pelonggaran moneter (Suramaya,2012).
Hubungan dari GDP, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika , inflasi serta Suku
bunga luar negeri yang mempengaruhi Foreign Direct Investment (PMA) di
Indonesia selama periode 2000: I-2012:IV dapat digambarkan sebagai berikut :
GDP
Kurs riil
PMA
rLn
Inflasi
Gambar 7. Model Kerangka pemikiran analisis pengaruh GDP, nilai tukar riil,
inflasi, serta Suku bunga luar negeri terhadap Penanaman Modal
Asing (PMA) di Indonesia selama periode 2000:I - 2012:IV
16
E. Hipotesis
Berdasarkan tujuan penulisan, kerangka pikir, dan teori, maka hipotesis yang akan
diuji dalam penelitian ini adalah bahwa variabel GDP , tingkat inflasi , dan nilai tukar
rupiah terhadap dolar AS diduga akan berpengaruh secara signifikan terhadap
keseimbangan Foreign Direct Investment di Indonesia.
1. Diduga GDP berpengaruh positif dan signifikan terhadap PMA di Indonesia.
2. Diduga tingkat inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap PMA di
Indonesia.
3. Diduga nilai tukar riil berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap PMA di
Indonesia.
4. Diduga tingkat suku bunga luar negeri berpengaruh positif dan signifikan
terhadap PMA di Indonesia.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Berdasarkan judul “analisis pengaruh GDP, tingkat inflasi, nilai tukar rupiah terhadap
dollar AS dan suku bunga luar negeri terhadap Penanaman Modal Asing (PMA) Di
Indonesia (Periode 2000:I – 2012:IV)”, maka variabel –variabel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah :
1. Penanaman Modal Asing
PMA adalah pembelanjaan barang-barang modal untuk menambah kemampuan
produksi barang dan jasa yang dilakukan oleh penanam modal asing dengan
menggunakan modal asing (Eni dan Siti, 2007).
17
2. GDP
GDP yang digunakan adalah GDP dengan harga konstan dengan tahun dasar 2000,
Menurut Samuelson dan Nordhaus (1998), tingkat output keseluruhan suatu negara
dapat diproksikan oleh Produk Domestik Bruto (PDB) atau Produk Nasional Bruto
(PNB). Oleh karena itu, secara umum investasi tergantung pada nilai PDB yang
diperoleh dari seluruh kegiatan ekonomi.
3. Inflasi
Inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga – harga secara umum dan terus
menerus. Kenaikan tingkat harga umum yang terjadi sekali waktu saja, tidaklah
dapat dikatakan sebagai inflasi (Nanga,2005)
4. Nilai Tukar Riil
Kurs riil adalah harga relative dari barang-barang kedua negara (Mankiw,2006).
Nilai tukar riil dapat digunakan untuk menggambarkan bagaimana produk
domestik berkompetisi dengan produk luar negeri dalam hal daya saing. Hal ini
menjadikan nilai tukar riil sebagai tolak ukur daya saing produk ekspor suatu
negara dalam hal harga dipasar global.
5. Suku bunga
Suku bunga yang digunakan dalam penelitian adalah suku bunga luar negeri yakni
suku bunga acuan LIBOR (London Interbank Offered Rate). Suku bunga
dinyatakan sebagai persentase uang pokok per unit waktu. Bunga merupakan suatu
18
ukuran harga sumber daya yang digunakan oleh debitur yang harus dibayarkan
kepada kreditur (Sunariyah,2000).
Download