Ranny Rachmawati dkk: GTSKL sebagai splint permanen pada penderita penyakit periodontal 169 Gigitiruan sebagian kerangka logam sebagai splint permanen pada penderita penyakit periodontal (laporan kasus) Metal frame partial denture as a splint for periodontal disease patient (case report) 1 Ranny Rachmawati, 2Chaidar Masulili, 3Sri Lelyati C.Masulili, 3Fatimah Tadjoedin, 3Irene Sukardi 1 PPDGS Periodonsia Departemen Prostodonsia 3 Departemen Periodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Jakarta, Indonesia 2 ABSTRACT Splint is one of the therapies to support the periodontal healing; aims to stabilize the teeth so the occlusal load can be distributed equally to all other teeth. Periodontal splint can be used temporarily or permanently. The removable frame partial denture can be functioned not only for replacing the missing teeth but also as permanent splint. Initial therapy has been implemented to all cases on this report, consists of scaling, root planning, occlusal adjustment and surgical therapy including curettage, flap operation, but apparently teeth mobility still existed. In order to support the periodontal tissue health, the frame of removable partial denture is needed as splint. It can be concluded that implementation of the removable partial denture with framework as splint to support the periodontal treatment should be provided after the initial and surgical therapy. Keywords: periodontal disease, splint, removable partial denture with framework ABSTRAK Splinting merupakan salah satu terapi untuk mendukung penyembuhan jaringan periodontal; bertujuan untuk memberikan stabilitas sehingga tekanan oklusal dapat didistribusi secara merata pada gigi-gigi yang lain. Splint periodontal dapat bersifat sementara atau permanen. Gigitiruan sebagian kerangka logam (GTSKL) berfungsi sebagai splint permanen dan sekaligus menggantikan gigi yang hilang. Kasus-kasus pada makalah ini telah dilakukan terapi awal berupa skeling, penghalusan akar, penyesuaian oklusi, serta kuretase dan bedah flap, akan tetapi masih terdapat kegoyangan gigi sehingga untuk mendukung kesehatan jaringan periodonsia diperlukan pemasangan GTSKL yang berfungsi sebgai splint. Dapat disimpulkan bahwa GTSKL yang berfungsi sebagai splint untuk menunjang keberhasilan perawatan periodontal harus dilakukan setelah terapi awal dan terapi bedah. Kata kunci: penyakit periodontal, splint, gigitiruan sebagian kerangka logam Koresponden: Ranny Rachmawati, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Jl. Salembar Raya No.4-6 Jakarta Pusat, Indonesi. E-mail: [email protected] PENDAHULUAN Splinting merupakan salah satu terapi atau perawatan penting yang dapat dilakukan untuk mendukung penyembuhan jaringan periodontal. Tindakan splint ditujukan untuk menstabilkan gigi `goyang sehingga tekanan oklusal didistribusi secara merata pada gigi-gigi yang lain. Pada perawatan dengan splint harus diperhatikan beberapa hal, yaitu kegoyangan gigi, sisa tulang pendukung, hubungan mahkota dengan akar gigi, posisi dan kondisi gigi serta inflamasi gingiva.1,2 Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh klinisi sebelum tindakan splint adalah mencari penyebab kehilangan gigi, memperhatikan kehilangan struktur pendukung periodontal secara kuantitatif maupun kualitatif misalnya karena adanya oklusi traumatik, juga memperhatikan jaringan periodontal setelah perawatan periodontitis.3 Splint merupakan terapi penunjang. Terapi ini tidak dapat menyembuhkan penyakit periodontal, tetapi dapat menstabilkan gigi geligi sehingga kekuatan oklusal dapat didistribusikan ke beberapa gigi daripada ke satu gigi saja, mencegah migrasi patologis, mempertahankan gigi pada posisinya setelah prosedur ortodontik, membantu penyembuhan jaringan setelah perawatan skeling, kuretase, dan bedah periodontal.4 Bila ada gigi yang tidak dapat dipertahankan maka sebaiknya dicabut sebelum dilakukan splint. Penyesuaian oklusal harus dilakukan juga sebelum splint, untuk memperbaiki hubungan oklusalnya sehingga splint bisa harmonis dengan oklusi yang telah diperbaiki. Gigi geligi yang goyang derajat 2-3 akan ikut displint selama sekitar 3 bulan. Setelah 3 bulan, splint dilepas dan gigi geligi dievaluasi kembali, kemudian dibuat prognosis definitifnya. Gigi-gigi yang mengalami kegoyangan harus di-splint paling tidak pada 2 gigi yang tidak goyang karena prinsip pemasangan splint adalah gigi yang menjadi pegangan harus lebih kuat. Untuk Dentofasial, Vol.10, No.3, Oktober 2011:169-174 170 mengatasi beban-beban oklusal yang arahnya mesiodistal dan atau fasiolingual, splint harus mencakup gigi-gigi dengan segmen yang berbeda dari lengkung gigi.2,4 Terdapat 3 jenis splint, yaitu sementara, semi-permanen, dan permanen.4 Splint sementara diindikasikan untuk gigi-gigi yang mengalami kegoyangan yang parah sebelum atau saat dilakukannya perawatan periodontal, karena mengurangi trauma selama masa penyembuhan perawatan. Splint semi-permanen dapat digunakan untuk menstabilkan gigi-gigi goyang yang mengganggu pengunyahan pasien. Splint dapat dilakukan pada saat observasi periodik sebelum penentuan prognosis jangka panjang. Splint permanen dilakukan pada saat gigi-gigi penyangga mengalami kegoyangan yang parah atau beberapa gigi penyangga harus menyokong keseluruhan gigitiruan, terutama bila gigi penyangga tersebut memiliki dukungan periodontal yang terbatas tetapi telah dirawat periodontal dengan sukses.2,4 Splint permanen bertujuan untuk menstabilkan gigi geligi, mendistribusikan beban-beban oklusal, mengurangi trauma, dan membantu menjaga kesehatan jaringan periodontalnya. Jenis-jenis splint permanen, yaitu gigitiruan sebagian kerangka logam (GTSKL), piranti swing-lock, splint eksternal kerangka logam, mahkota emas/ porselen dan inlay/onlay yang disatukan, kombinasi gigitiruan lepasan dengan gigi penyangga yang di-splint, serta kombinasi splint cekat dengan lepasan.4 Pada umumnya perawatan splint dilakukan sebelum terapi bedah; akan tetapi splint permanen biasanya dipasang setelah dilakukan terapi awal dan terapi bedah periodontal. Oleh karena itu, laporan kasus berikut ini akan membahas tentang penggunaan GTSKL sebagai splint pada pasien yang telah dilakukan terapi terapi awal dan terapi bedah periodontal, namun masih mengalami kegoyangan gigi. LAPORAN KASUS Kasus I dan penatalaksanaan Seorang pasien wanita usia 62 tahun ingin membersihkan karang gigi dan membuat gigitiruan. Gigitiruan yang lama longgar dan tidak enak dipakai, dibuat sejak 10 tahun yang lalu. Pasien merasa beberapa gigi atasnya goyang dan juga sering terselip makanan di antara gigi bawahnya. Tidak didapatkan kelainan pada pemeriksaan ekstra oral. Sementara pada intra oralnya terlihat kehilangan gigi 11,12,21,22,26,27 akibat pencabutan karena lubang. Kondisi oral hygiene index score (OHIS) buruk, dengan nilai 4,12. A B Gambar 1 A. Gigi 13-16, B. Gigi 23-25. Interpretasi gambaran radiografi (Gambar 1) tampak gigi 13-16 mengalami kerusakan tulang mencapai tengah dan gigi 23-25 mencapai apikal. Rerata poket absolut 4 mm, rerata resesi 3 mm, gigi 14,17,23,25 goyang derajat 2, gigi 24 goyang derajat 3. Pada kunjungan pertama, dilakukan terapi awal berupa skeling dan penghalusan akar dan pencetakan rahang atas (RA) dan rahang bawah (RB). Pada kunjungan selanjutnya dilakukan koronoplasti pada gigi 13,23 karena gigi tersebut ekstrusi. Selanjutnya dilakukan pemasangan splint sementara dengan wire ligature pada gigi 23,24,25. Seminggu berikut, dilakukan kuretase pada gigi 23,24. Setelah dilakukan kontrol evaluasi selama sekitar 3 bulan (Gambar 2A), lalu A B Gambar 2. A.Model kerja RA, B. Keadaaan intra oral sebelum pemasangan GTSKL A C B Gambar 3. A dan B. GTSKL RA tampak samping dan C. oklusal. Ranny Rachmawati dkk: GTSKL sebagai splint permanen pada penderita penyakit periodontal Gambar 4. Sesudah pemasangan GTSKL dilakukan preparasi untuk tempat rest pada gigi 16,14,24,25, kemudian RA dan RB dicetak untuk model kerja (Gambar 2B), diikuti dengan pembuatan galengan gigit. Setelah kerangka logam RA dicobakan, dilanjutkan pembuatan (Gambar 3) dan pemasangan GTSKL (Gambar 4). 171 derajat 4 (indikasi ekstraksi), 31 goyang derajat 3, dan 32,42 goyang derajat 2. Pasien menjalani terapi awal berupa skeling dan penghalusan akar serta perbaikan splint sementara wire komposit pada gigi 33,32,31,41, 42,43 pada kunjungan pertama. Dua bulan kemudian dilakukan kuretase pada gigi 43,42, 31,32, dilanjutkan kuretase pada gigi 45,44 dua minggu kemudian. Selanjutnya dilakukan kuretase pada gigi 37. Dua minggu kemudian dilakukan pencabutan gigi 41. Setelah kontrol evaluasi selama ± 5 bulan, dilakukan preparasi untuk tempat rest pada gigi 34,35,44,45. Setelah itu dilakukan pencetakan RA dan RB untuk pembuatan GTSKL. Pasca kerangka logam RB (Gambar 6) dicobakan, seminggu kemudian dilakukan pemasangan GTSKL RB (Gambar 7). Kasus II dan penatalaksanaan Seorang wanita berusia 59 tahun datang dengan keluhan ingin membersihkan karang gigi dan kontrol splint pada gigi bawah depan. Gigi tersebut terkadang nyeri jika berkontak. Pasien Gambar 6. Model kerja RB dan GTSKL A B Gambar 5. A. Gigi 43-45, B. Gigi 42-33 telah memasang splint sementara dengan wire komposit di bagian lingual 7 tahun yang lalu. Splint pernah putus dan diperbaiki tahun lalu. Pasien juga pernah menjalani bedah gingiva pada gigi anterior bawahnya tetapi tidak dikontrol secara rutin. Pasien ingin dibuatkan gigitiruan karena sulit mengunyah dan cenderung mengunyah di gigi anterior. Gigi bawah posterior kanan telah dicabut akibat adanya lubang. Tidak didapatkan kelainan pada pemeriksaan ekstra oral, tetapi intra oral memperlihatkan kehilangan gigi 46,47. Kondisi OHIS buruk dengan nilai 3,3. Interpretasi gambaran radiografi (Gambar 5) memperlihatkan gigi 43-45 mengalami kerusakan tulang mencapai tengah dan 42-33 mencapai apikal. Status lokalis menunjukkan rerata poket absolut 4 mm, rerata resesi 2 mm, 41 goyang Gambar 7. Pemasangan GTSKL RB Kasus III dan penatalaksanaan Pasien wanita usia 59 tahun datang ke Klinik Periodonsia RSGMP UI dengan keluhan gigi atas dan bawah goyang. Gigi atas posterior kiri dan kanan sering terselip makanan dan terasa linu bila minum dingin. Gigi bawah posterior kanan telah dicabut 5 tahun yang lalu karena lubang dan goyang. Gigi atas dan bawah posterior kiri dicabut 4 tahun yang lalu karena lubang. Tidak ada riwayat keluarga gigi lepas/goyang. Pemeriksaan klinis ekstra oral tidak ada kelainan, dan intra oral gigi 18,17,22,26,27,28,38,37,36,35,45,46,47,48 hilang. Kondisi OHIS buruk dengan nilai 3,25. Interpretasi radiografi nampak kerusakan tulang pada keseluruhan gigi mencapai tengah kecuali pada gigi 41 mencapai apical (Gambar Dentofasial, Vol.10, No.3, Oktober 2011:169-174 172 8). Status lokalis: rerata poket absolut 5 mm, rerata resesi 3 mm, gigi 12,11,21 goyang derajat 3, gigi 24,25,34,44 goyang derajat 2. Pada kunjungan pertama dilakukan terapi awal berupa skeling dan penghalusan akar, dan dilakukan foto panoramik. Seminggu kemudian dilakukan splint komposit pada labial 13,12,11,21 serta splint wire komposit pada palatal 13,12,11, 21. Enam minggu kemudian dilakukan evaluasi, dan preparasi gigi untuk tempat rest dan pencetakan gigi untuk GTSKL. Setelah selesai, kerangka logam RA dan RB dicobakan, serta dilakukan penentuan gigitan. Seminggu kemudian GTSKL RA dan RB diinsersi (Gambar 9, 10, dan 11), kemudian dikontrol sebanyak tiga kali kunjungan dengan hasil yang baik. Gambar 8. Foto panoramik A Kasus IV dan penatalaksanaan Pasien wanita usia 50 tahun datang ke Klinik Periodonsia RSGMP UI; dikonsul dengan keluhan utama gigi RA dan RB goyang sejak sekitar 1 tahun yang lalu. Ada gigi yang dicabut karena lubang dan goyang, tetapi pasien tidak ingat yang mana. Dari pemeriksaan klinis ekstra oral tidak didapati kelainan, dan pemeriksaan intra oral 36,37,46,47 hilang. Kondisi OHIS sedang, dengan nilai 1,4. Interpretasi radiografis (Gambar 12) menunjukkan gigi 33-35 dan gigi 43-45 mengalami kerusakan tulang mencapai tengah sedangkan gigi 31,32,41,42 mencapai apikal. Status lokalis: rerata poket 4 mm, rerata resesi 3 mm, gigi 31,32,35,41,42,43,45 goyang derajat 2. Pada kunjungan pertama dilakukan anamnesis dan terapi awal berupa skeling dan penghalusan akar. Pada kunjungan berikutnya dilakukan penyesuaian oklusal pada gigi 11 dan kontrol sekali, kemudian dirujuk ke Bagian Bedah Mulut untuk dilakukan pencabutan sisa akar 27 dan 46. Seminggu kemudian dilakukan splint komposit pada gigi 11-25. Selanjutnya dilakukan bedah flap pada gigi 11,21 dan 22. Setelah dilakukan kontrol evaluasi ± 3 bulan, dilakukan preparasi untuk membuat tempat bagi rest dan pencetakan untuk membuat rangka logamnya. Setelah itu, dilakukan B C Gambar 9. A dan B. Kerangka logam RA, C. GTSKL RA telah diinsersikan A B C Gambar 10. A dan B. Kerangka logam RB, C. GTSKL RB telah diinsersikan Ranny Rachmawati dkk: GTSKL sebagai splint permanen pada penderita penyakit periodontal 173 percobaan kerangka logam dan dilanjutkan dengan pembuatan (Gambar 13 dan 14) dan pemasangan GTSKL RB (Gambar 15). Kontrol dilakukan dengan hasil yang memuaskan. Gambar 15. GTSKL RB telah terpasang Gambar 11. Tampakan labial GTSKL RA dan RB A B C Gambar 12.A.Gigi 43-45, B.gigi 31-42, C.gigi 33-35 Gambar 13. GTSKL pada model kerja tampak kanan dan kiri Gambar 14. GTSKL pada model kerja tampak oklusal. PEMBAHASAN Pada kasus I, kegoyangan gigi terjadi pada bagian posterior rahang atas yaitu pada gigi 23,25 yang goyang derajat 2 dan 24 goyang derajat 3, serta edentulus 11,12,21,22. Desain GTSKL dibuat dengan mempertimbangkan kondisi jaringan periodontalnya. Konektor mayor RA yang digunakan adalah complete palate. Complete palate dipilih karena konektor ini kaku, mendapat dukungan yang sangat baik, dan menutupi jaringan palatal paling luas sehingga tekanan dapat didistribusikan dengan merata. Kondisi palatum yang dangkal pada kasus ini juga merupakan salah satu alasan digunakannya konektor ini.5,6 Untuk mengatasi kegoyangan gigi 24 dan 25, maka dipilih direct retainer berupa RPY (rest, plat proksimal, cengkeram Y). RPY ini dipilih untuk menahan gigi ketika berfungsi sehingga dapat berfungsi sebagai splint gigi. Cengkeram Y dibuat menyambung untuk menjaga kestabilan gigi.7 Pada gigi 14 diberi indirect retainer berupa rest dan plat proksimal untuk menjaga kestabilan gigi. Rest berfungsi untuk mendistribusikan tekanan ke sepanjang sumbu gigi penyangga dan juga mendistribusikan tekanan dari gigitiruan ke gigi penyangga secara langsung ke arah apikal sepanjang sumbu gigi penyangga. Tekanan tersebut diterima oleh serat ligamen periodontal tanpa merusak ligamen atau tulang alveolar. Direct retainer berupa cengkeram akers digunakan pada gigi 16 sehingga GTSKL stabil dan tidak terungkit ketika digunakan.6,7 Pada kasus II, kegoyangan gigi terjadi pada bagian anterior RB, yaitu pada gigi 32,42 goyang derajat 2 dan 31 goyang derajat 3, serta terdapat kehilangan gigi 41 dan 46. Konektor mayor rahang bawah yang digunakan adalah double lingual bar. Konektor ini diindikasikan pada gigi anterior yang mengalami kelainan periodontal dan memiliki jaringan periodonsium yang lemah. 174 Selain itu, pasien juga memiliki dasar mulut yang dalam sehingga memungkinkan penggunaan konektor tersebut. Keuntungan menggunakan konektor mayor double lingual bar adalah memberikan indirect retainer di daerah anterior, stabilisasi dalam arah horisontal, serta saliva dapat mengalir bebas karena jaringan gingiva dan embrasure interproksimal tidak tertutup. Kerugiannya adalah rentan terjadinya tumpukan makanan.7,8 Pada gigi 34 diberikan indirect retainer dan 44 diberikan direct retainer berupa rest oklusal untuk mendistribusikan tekanan ke sepanjang sumbu gigi penyangga dan juga mendistribusikan tekanan dari gigitiruan ke gigi penyangga secara langsung ke arah apikal sepanjang sumbu gigi penyangga. Sebagai stabilisasi, digunakan juga indirect retainer berupa cengkeram akers pada gigi 35 dan direct retainer 45.7,8 Pada kasus III, konektor mayor rahang atas yang digunakan adalah complete palate dengan modifikasi, yaitu gigi 16,13,12,11,21 dibebaskan. Hal ini disebabkan gigi 16 telah mengalami resesi berat meskipun gigi tidak goyang, dan gigi 13,12,11,21 telah dilakukan splint komposit pada bagian labial serta splint wire komposit pada bagian palatalnya.5,6 Pada kasus III, direct retainer yang digunakan adalah cengkeram Y, baik pada RA maupun RB.6,7 Pada kasus III dan IV juga digunakan konektor mayor rahang bawah berupa double lingual bar dan direct retainer yang digunakan pada kasus IV adalah cengkeram I (I-bar). Lengan cengkeram harus tegak lurus dengan tepi free gingival, sehingga jaringan periodontal yang sensitif harus terlindung dari iritasi. Lengan tidak boleh didesain menjadi penghubung dengan undercut karena akan meningkatkan risiko terjebaknya makanan dan menyebabkan iritasi jaringan lunak.6,7 Pada keempat pasien tersebut telah diinstruksikan untuk menjaga kebersihan mulut dengan menggunakan sikat gigi biasa dan sikat gigi interdental serta pasien diminta untuk datang kontrol sebulan sekali selama tiga bulan pertama sebagai terapi pemeliharaan, selanjutnya kontrol dilakukan selama tiga bulan sekali. Selain itu, pasien juga harus menjaga kebersihan GTSKL tersebut dengan menyikatnya sehari dua kali serta direndam dalam larutan pembersih gigitiruan. Pasien diinstruksikan untuk melepas GTSKL pada malam hari atau waktu tidur. Terapi pemeliharaan yang dilakukan antara lain dental health education (DHE), pemeriksaan klinis berupa pemeriksaan Dentofasial, Vol.10, No.3, Oktober 2011:169-174 poket, mobilitas, oklusi, karies, skeling, irigasi supragingiva dan subgingiva.9,10 SIMPULAN Fungsi GTSKL dapat sebagai splint permanen untuk memperoleh stabilitas yang baik dari gigi yang masih ada sekaligus menggantikan gigi yang telah hilang. Splint dengan GTSKL merupakan bagian dari tahap restorasi atau rekonstruksi perawatan periodontal dan harus dilakukan segera setelah diindikasikan. Untuk menunjang keberhasilan perawatan periodontal, maka sebelum dilakukan pemasangan GTSKL yang berfungsi sebagai splint, harus dilakukan terapi awal dan terapi bedah periodontal untuk mengeliminasi faktor etiologi. DAFTAR PUSTAKA 1. Fedi PF, Vernino AR, Gray JL. Etiology of periodontal disease. In: The periodontic syllabus. 4th Ed. Lippincott: Williams and Wilkins; 2000. p.13-4. 2. Bernal G, Carvajal JC, Munoz-Viveros CA. Clinical management of mobile teeth. J Contemp Dent Pract 2002:10-22. 3. Tokajuk G, Pawińska M, Stokowska W, Wilczko M, Kędra BA. The clinical assessment of mobile teeth stabilization with Fibre-Kor. Adv Med Sci 2006: 225-6. 4. Soeroso Y. Peranan splin permanen dalam perawatan periodontal. Cermin Dunia Kedokteran 1996: 10-4. 5. Burhan LK, Haryanto AG, Freddy S, Anton M, Indra S. Buku ajar ilmu geligi tiruan sebagian lepasan. Jilid I. Jakarta: Hipokrates; 1995. 6. Phoenix RD, Cagna DR, DeFreest CF. Mayor connectors, minor connectors, rest, and rest seats. In: Stewart`s clinical removable partial prosthodontics. Chicago: Quintessence; 2003. p.1952. 7. Phoenix RD, Cagna DR, DeFreest CF. Direct retainers, indirect retainers, and tooth replacements. In: Stewart`s clinical removable partial prosthodontics. Chicago: Quintessence; 2003. p.53102. 8. Phoenix RD, Cagna DR, DeFreest CF. Mechanical principles associated with removable partial dentures. Stewart`s clinical removable partial prosthodontics. Chicago: Quintessence; 2003. p.103-26. 9. Chaiyabutr Y, Brudvik JS. Removable partial denture design using milled abutment surfaces and minimal soft tissue coverage for periodontally compromised teeth : A clinical report. J Prosthet Dent 2008; 99: 263-6. 10. Qudah SA, Nassrawin N. Effect of removable partial denture on periodontal health. JRMS 2004;11(2):17-9. Ranny Rachmawati dkk: GTSKL sebagai splint permanen pada penderita penyakit periodontal 175