BAHASA WALIKAN SEBAGAI IDENTITAS AREK MALANG Wahyu Puji Hanggoro Mahasiswa S2 Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Malang Email: [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan fenomena bahasa walikan arema. Penelitian ini menggunakan metode observasi etnografi dengan mengamati penggunaan bahasa walikan di beberapa tempat oleh masyarakat Malang, penggunaan bahasa walikan di media sosial, seperti Facebook, grup BBM, dan media sosial lain. Data dalam penelitian ini dikumpulkan menggunakan metode observasi dengan teknik rekam dan catat.Kemudian, datadideskripsikan, dicatat dalam kartu data, dandianalisis serta disimpulkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahasa walikan merupakan salah satu dari ragam bahasa Malang-an yang memiliki variasi unik, yaitu dengan membalikkan setiap kata dari belakang. Beberapa fungsi bahasa walikan tersebut adalah (1) sebagai pengenal bahwa pengguna bahasa walikan adalah orang Malang, (2) sebagai pembeda arek Malang dengan masyarakat Jawa dari daerah lain, (3) sebagai pemersatu masyarakat Malang, dan (4) sebagai identitas Malang-an. Kata kunci: bahasa walikan, identitas bahasa, dan Malang A. Pendahuluan Bahasa adalah sistem yang memiliki variasi sehingga perbedaan dalam pemakaian bahasa sangat dimungkinkan untuk terjadi. Hal yang turut memberi pengaruh penting dalam suatu perwujudan bahasa adalah penuturnya. Besarnya peran penutur dalam mengeluarkan bunyi bahasa, pertama-tama, dapat diperhatikan melalui pengertian yang diberikan untuk bahasa, yaitu sistem tanda bunyi yang disepakati untuk dipergunakan oleh para anggota kelompok masyarakat tertentu dalam bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 2007: 3). Variasi bahasa inilah yang memunculkan berbagai ragam bahasa di suatu daerah. Studi tentang ragam bahasa erat kaitannya dengan sosiolinguistik. Sosiolinguistik adalah bidang ilmu antar ETNOGRAFI / Vol. XVI / No. 1 / 2016/ 1-58 disiplin yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa dalam masyarakat (Chaer, 1994:3). Sosioliguistik erat kaitannya dengan interaksi yang terjadi antarmanusia, salah satunya adalah ragam bahasa walikan yang terbentuk melalui interaksi. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak dapat terlepas dari interaksi dengan manusia lain. Interaksi tersebut memiliki beragam tujuan, seperti membina kerja sama, merekatkan hubungan, saling tolong-menolong, dan sebagainya. Hal itu wajar karena manusia memang diciptakan sebagai makhluk sosial, yakni makhluk yang tidak dapat hidup tanpa mahluk lain. Bahasa dan masyarakat merupakan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan, tidak mungkin ada masyarakat tanpa bahasa dan tidak mungkin pula ada bahasa tanpa 23 masyarakat. Namun, seiring berjalannya waktu dalam suatu bahasa juga dapat terjadi pergeseran. Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, maka bahasa pun mengalami perubahan yang sangat signifikan. Hal ini disebabkan oleh bahasa memang tidak dapat lepas dari masyarakat. Dua hal ini saling berkaitan,begitu juga adanya fenomena bahasa walikan pada masyarakat Malang–JawaTimur. Bahasa walikan merupakan salah satu dari ragam bahasa Malang-an yang memiliki variasi unik, yaitu dengan membalikkan setiap kata dari belakang. Sejarah bahasa walikan khas Malang, sesungguhnya dimulai dari pemikiran para pejuang tempo dulu, yaitu kelompok Gerilya Rakyat Kota (GRK). Bahasa dengan sedikit modifikasi ini dirasa perlu untuk menjamin kerahasiaan, efektivitas komunikasi sesama pejuang, selain sebagai pengenal kawan atau lawan (semacam sandi) (Al-Hadi: 2011). Seiring berjalannya waktu, bahasa walikan telah menjadi bahasa khas arema atau arekMalang. Seperti halnya ,bakso dan apel, bahasa walikan ini juga menjadi ciri khas Malang. Bahkan, dalam perkembangannya, bahasa walikan digunakan oleh suporter arema, yakni aremania dalam berkomunikasi di antara sesama aremania. Mereka baik secara sadar maupun tidak sadar menggunakan bahasa walikan untuk menunjukkan jati diri dan identitas mereka. Bahasa walikan ini tidak hanya berupa bahasa lisan, tetapi juga berbentuk tulisan. Misalnya: Ongis Nade yang berarti singo edan; aremania licek yang berarti aremania kecil, dan masih banyak lagi contoh bahasa walikan aremania, baik itu bahasa lisan maupun tulisan. Fenomena bahasa walikan ini sesuai dengan pendapat para pakar linguistik bahwa bahasa sebagai satu 24 sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan sekelompok anggota masyarakat untuk berinteraksi dan mengidentifikasi diri (Chaer, 1994). Dalam suatu kelompok masyarakat terdapat bahasa yang menjadi tingkah laku dari masyarakat tersebut. Namun, dalam masyarakat itu sendiri terdapat suatu kelompok-kelompok kecil atau masyarakat kecil yang memiliki tingkah laku yang berbeda antara kelompok satu dan yang lain dalam sebuah masyarakat besar. Hal itu berarti bahwa terdapat pula bahasa yang berbeda dalam kelompok masyarakat kecil tersebut yang menjadi ciri pembeda dari kelompok lain ataupun dari kelompok masyarakat besar. B. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orangorang dan perilaku yang dapat diamati yang menuturkan dan menafsirkan data yang berkenaan dengan situasi yang terjadi, sikap, dan pengaruh terhadap suatu kondisi perbedaan antarfakta sebagai data apa adanya. Ancangan yang digunakan adalah sosiolinguistik dengan menggunakanmodel penelitian observasi etnografiyang bertujuan untuk menghasilkan data tentang wujud bahasa walikan arek Malang Penelitian ini dilakukan dengan melakukan observasi ke lapangan secara langsung dengan teknik pengumpulan data melalui pengamatan dan pencatatan konteks percakapan, merekam tuturan, dan wawancara serta pengamatan melalui facebook dan media sosial yang melibatkan masyarakat Malang. Setelah data tersebut terkumpul, kemudian penulis mentranskripsi data dan mengklasifikasi data berdasarkan domainnya. Setelah ETNOGRAFI / Vol. XVI / No. 1 / 2016/ 1-58 diklasifikasi, penulis melakukan analisis terhadap data penelitian tersebut. Tujuan analisis adalah mencari gejala-gejala kebahasaan yang merupakan bahasa walikan khas arek Malang dan menemukan faktor yang mempengaruhi bertahannya bahasa walikan malang. Penulis mengumpulkan data yang berupa konteks dan tuturan masyarakat Malang di sekitarMalang kota dan stadion kanjuruhan ketika ada acara, seperti pertandingan sepakbola Arema. Pengumpulan data dilakukan melalui teknik wawancara dan pengamatan. Data yang terkumpul kemudian dianalisis. Penelitian mengkaji dinamika pemakaian bahasa masyarakat Malang yang akhirnya dapat dilihat fenomena yang ada menunjukkan bahwa kebanyakan masyarakat Malang menggunakan bahasa walikan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran untuk melihat situasi kebahasaan di Malang dan dapat menjadi dasar hipotesis bagi penelitian dalam skala yang lebih besar. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode simak (penyimakan), yaitu menyimak percakapan masyarakat Malang, baik ketika mereka berbicara dengan saudara, tetangga, dan teman sebaya di lingkungannya secara lisan. Data lisan dikumpulkan dengan metode simak yang dibantu dengan teknik simak libat cakap dan teknik catat. Teknik simak libat cakap dilakukan dengan menyimak sekaligus berpartisipasi dalam pembicaraan. Peneliti terlibat langsung dalam dialog, baik secara aktif maupun reseptif. Aktif, artinya peneliti ikut berbicara dalam dialog, sedangkan reseptif artinya hanya mendengarkan pembicaraan informan. Peneliti berdialog sambil menyimak pemakaian bahasa informan untuk mendapatkan kalimatkalimat dalam bentuk tuturan bahasa walikan Malang. ETNOGRAFI / Vol. XVI / No. 1 / 2016/ 1-58 C. Pembahasan Struktur Bahasa Walikan Malang Setiap daerah mempunyai bahasa walikan yang berbeda. Begitu juga dengan daerah Malang yang mempunyai bahasa khas Malang, yakni osob kiwalan Ngalam atau bahasa walikan malang. Bahasa walikan merupakan salah satu dari ragam bahasa Malang-an yang membalikkan setiap kata dari belakang. Bahasa yang dibalik dapat berasal dari bahasa Jawa dan atau bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa ini, yaitu dengan membalikkan setiap kata dalam kalimat, sedangkan struktur kalimatnya tetap seperti aslinya. Berikut adalah beberapa contoh kata dalam bahasa walikan. Kata benda, adepes: sepeda, rotom: motor, libom: mobil, utapes: sepatu, landas: sandal, dan soak: kaos. Nama tempat, hamur: rumah, ayabarus: surabaya, arudam: madura, amalatok: kotalama, onosogrem: mergosono, nahelop: polehan, dan rajajowas: sawojajar. Nama makanan dan minuman, oges: sego (nasi), lecep: pecel, ipok: kopi, oskab: bakso, dan itor: roti. Kata kerja, ngayambes: sembahyang, rudit: tidur, nakam: makan, halokes: sekolah, hailuk: kuliah, ngalup: pulang, ladub: budal (berangkat), rekem: meker (mikir), uklam: mlaku (jalan), utem: metu (keluar), dan helom: moleh (pulang). Kata sifat, keterangan, dan predikat, tahes: sehat, sinam: manis, ewul: luweh (lapar), kadit: tidak, itreng: ngerti, kewut: tuwek (tua), licek: kecil, komes: semok, dan nayamul: lumayan. Kata sebutan, sam: mas, ayas: saya, umak: kamu, kodew: wedok (perempuan), ojob: bojo (pacar atau pasangan hidup), sukit: tikus, dan nawak ewed: kawan dewe (dekat). Kata tanya atau sebut, orip: piro (berapa) dan oyi: iyo (ya). Nama Orang, tigis: sigit, uyab: bayu, kidnep: pendik, suga: agus. 25 Dari beberapa contoh di atas, dapat dipahami bahwa tidak semua kata dapat di balik begitu saja. Artinya, ada pengecualian tertentu. Seperti kata yang terdapat bunyi [ng] dan [ny]. Jika kata tersebut di balik, maka bunyi tersebut tidak berubah, sedangkan bunyi lainnya tetap di balik. Contoh, singo edan: ongis nade, ngalup: pulang, ngalam: malang, dan ngolony: nyolong (mencuri). Selain itu, penggunaan bahasa walikan ini berdasarkan pada bunyi yang sesuai dan enak untuk diucapkan. Contoh kata menjes (sejenis tempe) dibalik menjadi senjem, orang menjadi genaro. Seperti yang telah disampaikan di atas, jika katakata tersebut dijadikan sebuah kalimat, maka struktur kalimatnya tetap sama, tetapi hanya struktur katanya yang di balik. Misalnya: mlaku-mlaku ambek bojo, mampir makan bakso ndek Sawojajar (Jalan-jalan dengan istri, mampir makan bakso di Sawojajar). Menjadi uklamuklam ambek ojob, mampir nakam oskab ndek rajajowas. Identitas Aremania dalam Bahasa Walikan Bahasa walikan, baik yang diujarkan maupun yang terdapat dalam tulisan-tulisan aremania sangatlah berpengaruh pada identitas yang terlihat pada aremania. Identitas tersebut membedakan aremania dengan suporter lain di Indonesia. Identitas yang terbentuk itu antara lain adalah (1) Aremania adalah suporter lintas generasi, (2) Aremania adalah supporter klub sepakbola Arema yang sangat fanatik, (3) Aremania adalah suporter klub papan atas ISL, (4) Aremania sebagai suporter sepakbola yang gaul. 26 Gb.1. FB Aremania Licek 1) Aremania adalah supporter lintas generasi. tidak hanya supporter dewasa, tetapi juga anak-anak yang secara kultural telah dididik untuk menjadi supporter arema yang akan meneruskan perjuangan aremania pada masa yang akan datang. Hal itu dibuktikan dengan adanya istilah “Aremania Licek”, yang berarti aremania kecil. Istilah tersebut sudah dikenal oleh masyarakat malang dan sekitarnya, bukan hanya secara lisan, tapi juga dengan adanya tulisan ataupun gambar yang menunjukan adanya supporter cilik ini. Gb.2. Salah satu grup FB Aremania 2) Aremania adalah suporter fanatik pada klub sepak bola Arema. Meskipun nama arema yang sering berubah, tetapi aremania tetap konsisten dalam mendukung klub kesayangan mereka. Hal itu terlihat pada salah satu slogan mereka “Aremania tetap dukung arema sampek ketam”. Kata terakhir dari ungkapan tersebut, ETNOGRAFI / Vol. XVI / No. 1 / 2016/ 1-58 mempunyai arti mati. Jadi, terlihat dari ungkapan tersebut bahwa aremania adalah suporter fanatik dari arema. Mereka siap menjadi pendukung arema hingga maut menjemput. Selain itu, fanatisme arema juga sering terlontar dari kata-kata mereka yang mendukung arema, baik ketika arema juara maupun tidak. “Nganem-halak tetap Arema”, ungkapan yang sering muncul, baik ketika Arema kalah dalam laga resmi maupun persahabatan. Ungkapan lain yang menunjukan bahwa aremania adalah suporter fanatik adalah ketika mereka akan berangkat menonton Arema berlaga di stadion Kanjuruhan.“Ladubkan! Birukan Kanjuruhan!”.Kata ladubkan yang berarti budhal atau berangkat, menunjukan bahwa aremania adalah supporter fanatik yang selalu memadati stadion Kanjuruhan dalam setiap laga home. Bahkan, ungkapan itu juga sering muncul ketika arema melakukan laga away. Gb. 3. Profil BBM Salah satu Aremania 3) Aremania adalah suporter klub papan atas ISL. Klub Arema Cronous adalah salah satu klub papan atas ISL. Hal itu dibuktikannya dengan hampir selalu menempati posisi papan atas di setiap tahunnya pada perhelatan ISL. Hal itu mempengaruhi suporter mereka untuk menjadi suporter yang ETNOGRAFI / Vol. XVI / No. 1 / 2016/ 1-58 menunjukan kehebatan klub yang didukungnya. Bukti dari dukungan arema tersebut antara lain adalah ungkapan yang selalu muncul sebelum arema bertanding. Ungkapan tersebut adalah “Arema Day, Nganem Day”. Ungkapan yang berarti “hari arema, hari kemenangan” atau dapat juga diartikan sebagai hari kemenangan arema, menunjukan bahwa ungkapan itu layak diberikan kepada klub yang pantas jadi pemenang dalam setiap laga yang akan dilaluinya. Hal itulah yang menunjukan bahwa aremania adalah suporter klub papan atas ISL. Aremania sebagai Suporter yang gaul. Hal ini terlihat dari ungkapan. “Arema mbois ilakes” atau “Arema mbois loop….!”atau “jadi arema itu mbois ker…”.Ungkapan itu berarti bahwa aremania adalah suporter yang gaul dengan ungkapan mbois lop atau mbois ilakes, dan sebagainya yang berarti gaul sekali. Fungsi Bahasa Walikan sebagai Identitas Arek Malang Putra (2008) menyatakan bahwa identitas merupakan suatu kesadaran terhadap kesatuan dankesinambungan pribadi, suatu kesatuan unik yang memelihara kesinambungan arti masa lampaunya sendiri bagi diri sendiri dan orang lain. Kesatuan dan kesinambungan yang mengintegrasikan semua gambaran diri, baik yang diterima dari orang lain maupun yang diimajinasikan sendiri tentang apa dan siapa dirinya serta apa yang dapat dibuatnya dalam hubungan dengan diri sendiri dan orang lain. Identitas diri seseorang juga dapat dipahami sebagai keseluruhan ciri-ciri fisik atau disposisi yang dianut dan diyakininya serta daya-daya kemampuan yang dimilikinya. Kesemuanya merupakan kekhasan yang 27 membedakan orang tersebut dari orang lain dan sekaligus merupakan integrasi tahap-tahap perkembangan yang telah dilalui sebelumnya. Bahasa walikan, baik yang diujarkan maupun yang terdapat dalam tulisan-tulisan arek Malang (masyarakat Malang menyebut dirinya sebagai arek Malang), baik di dunia nyata maupun di media sosial sangatlah berpengaruh pada identitas yang terlihat pada arek Malang. Identitas tersebut membedakan arek Malang dengan masyarakat lain di Jawa Timur dan suku Jawa pada umumnya. Bahasa walikan merupakan bagian dari bahasa Malang-an yang sebenarnya masih menjadi bagian dari suku Jawa. Namun, bahasa ini memiliki ciri khas yang menjadikan penuturnya beda dengan masyarakat lain di Jawa. Bahasa walikan khas Malang yang digunakan oleh arek Malang ini berfungsi untuk menunjukan jati diri mereka. Berikut beberapa fungsi dari bahasa walikan sebagai arek Malang, di antaranya adalah sebagai berikut. 1. Pengenal bahwa pengguna bahasa walikan adalah orang Malang. Bahasa walikan ini memang belum terlalu dikenal banyak oleh masyarakat luar suku Jawa karena bahasa ini bersifat internal, yakni hanya untuk kalangan sendiri saja. Bahasa ini mulai dikenal di tingkat nasional karena adanya klub sepak bola asal Malang yang bermain di liga nasional, yaitu Arema. Bahasa walikan pada Arema dan suporternya Aremania, menjadi ciri khas tersendiri bagi mereka. Ungkapan-ungkapan seperti ongis nade (singo edan), Arema day, nganem day (hari arema, hari kemenangan), Arema sampek ketam (Arema sampai mati), dan lain-lain, merupakan ciri khas arema sebagai orang Malang. Arema sendiri 28 sebenarnya bukan sekedar klub sepak bola, melainkan lebih merujuk pada seluruh masyarakat Malang sebagaimana kepanjangannya, Arek Malang. Sejak saat itu, bahasa walikan selalu identik dengan Arema. Jadi, jika masyarakat luar Malang bertemu dengan arekmalang di berbagai daerah di Indonesia, mereka akan segera paham dengan tuturan yang dibalik sebagai ciri khas arek Malang. 2. Pembeda arek Malang dengan masyarakat Jawa dari daerah lain. Bahasa walikan Malang adalah bahasa unik yang berkembang di masyarakat Malang dan sekitarnya. Bahasa ini sebagai pembeda antara masyarakat Malang, khususnya ketika mereka keluar dari Malang. Memang, bahasa walikan sudah mulai dikenal luas di masyarakat Indonesia, tetapi penutur asli Malang akan terlihat beda saat menuturkannya jika dibandingkandengan penutur dari daerah lain. Hal itu terlihat ketika penutur asli Malang berbincangbincang dengan pendatang yang baru belajar bahasa walikan Malang. Jelas, penutur asli lebih mendominasi bahasanya dengan bahasa walikan jika dibandingkan dengan pendatang yang memang bukan arek Malang. 3. Pemersatu masyarakat Malang. Dengan adanya bahasa walikan, masyarakat Malang merasa menjadi satu bagian yang tidak terpisahkan. Mereka menjadi kesatuan yang sangat kuat dalam hal persahabatan, persatuan, dan persaudaraan. Meskipun sering terjadi perbedaan pendapat, tetapi hal itu segera teratasi dengan adanya bahasa ETNOGRAFI / Vol. XVI / No. 1 / 2016/ 1-58 walikan ini. Hal itu terlihat dari kalimat “podho arema e , podho ngalam e ker, g sah tewur…!!”Jadi, mereka beranggapan bahwa sesama warga Malang, sesama aremania, jangan sampai ruwet atau berselisih. 4. Identitas Malang-an. Hal ini sudah jelas pada pembahasan sebelumnya bahwa bahasa walikan khas arek Malang adalah sebagai identitas Malang-an atau orang Malang. Mereka menyebutnya sebagai genaro ngalam, atau orang Malang. Hal itu sangat jelas bahwa bahasa walikan bukan sekedar ragam bahasa, tetapi bahasa walikanadalah identitas orang Malang dan sekitarnya. Faktor yang Mempengaruhi Bertahannya Bahasa Walikan di Malang Seperti sudah dituliskan pada bagian sebelumnya, bahwa bahasa walikan merupakan warisan dari para pejuang kota Malang yang telah berumur setengah abad lebih. Namun, eksistensi bahasa tersebut masih ada sampai saat ini. Tentu, umur panjang tersebut bukan suatu kebetulan saja, melainkan ada faktor yang mempengaruhinya. Bahasa walikan yang kini sudah menjadi bahasa gaul tersebut sudah lama digunakan para pejuang di masa sebelum kemerdekaan. Bahasa walikan sudah lama menjadi sandi-sandi khusus para pejuang untuk berkomunikasi dengan para pribumi. Bahasa tersebut digunakan untuk mengelabuhi para penjajah di zaman Belanda. Sebab, dengan cara itu, ternyata lebih mudah menjalin hubungan dengan sesama pejuang. Kini, bahasa walikan sudah “membaur” jadi satu dengan masyarakat Malang. Bahkan, kini sudah menjadi trade mark warga Malang. Bahasa ETNOGRAFI / Vol. XVI / No. 1 / 2016/ 1-58 walikankini sudah menjadi bahasa gaul dari berbagai kalangan. Tidak hanya anak muda, yang tua pun masih awet menggunakannya. Bahkan, bahasa walikan ini dapat mempererat hubungan persaudaraan. Fanatisme terhadap klub sepak bola Arema menjadi menjadi salah satu faktor tetap eksisnya bahasa tersebut di kalangan Arek Malang. Selain itu, tingginya fanatisme arek-arek Malang terhadap kota dan daerahnya serta identitas mereka sebagai arek Malang. Jadi, fanatisme terhadap klub sepakbola Arema dan sebagai arek Malang merupakan faktor penting yang membuat bahasa walikan ini masih bertahan. Arema adalah salah satu simbol dukungan arek-arek Malang dalam dunia sepak bola. Arema sendiri tidak sekedar persatuan sepak bola, tetapi merupakan suatu identitas tersendiri bagi arek Malang. D. Penutup Bahasa walikan berasal dari pemikiran para pejuang tempo dulu, yaitu kelompok Gerilya Rakyat Kota (GRK). Bahasa khusus ini dianggap perlu untuk menjamin kerahasiaan, efektifitas komunikasi sesama pejuang, selain juga sebagai pengenal identitas kawan atau lawan.Seiring berjalannya waktu, bahasa walikantelah menjadi bahasa khas arema atau arek Malang. Seperti halnya bakso dan apel, bahasa walikan ini menjadi ciri khas Malang. Bahasa walikan merupakan salah satu dari ragam bahasa Malang-an yang memiliki variasi unik, yaitu dengan membalikkan setiap kata dari belakang. Bahasa yang dibalik bisa berasal dari bahasa Jawa dan atau bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa ini, yaitu dengan membalikkan setiap kata dalam kalimat,sedangkan struktur kalimatnya tetap seperti aslinya. Namun, tidak semua 29 kata dapat di balik begitu saja. Artinya, ada pengecualian tertentu. Seperti kata yang terdapat bunyi [ng] dan [ny]. Jika kata tersebut di balik, maka bunyi tersebut tidak berubah, sedangkan bunyi lainnya tetap di balik. Contoh, singo edan: ongis nade, ngalup: pulang, ngalam: malang, dan ngolony: nyolong (mencuri). Selain itu, penggunaan bahasa walikandidasarkan pada bunyi yang sesuai dan enak untuk diucapkan. Contoh kata menjes (sejenis tempe) dibalik menjadi senjem, dan orang menjadi Genaro. Fungsi bahasa walikan sebagai identitas arek Malang terlihat ketika mereka dengan bangga menggunakan bahasa tersebut dalam percakapan keseharian,baik itu ketika berada di Malang, maupun di luar Malang untuk dikomunikasikan kepada sesama arek Malang. Adapun beberapa fungsi bahasa walikan tersebut adalah sebagai (1) pengenal bahwa pengguna bahasa walikan adalah orang Malang, (2) pembeda arek Malang dengan masyarakat Jawa dari daerah lain, (3) pemersatu masyarakat Malang, dan (4) identitas Malang-an. Fanatisme arek-arek Malang terhadap, kota dan identitas mereka sebagai arek Malang merupakan faktor penting yang mempengaruhi eksistensi dari bahasa walikan ini. Selain itu, klub sepak bola Arema adalah salah satu simbol dukungan arek-arek Malang dalam dunia sepak bola. Arema merupakan kebanggaan arek Malang dalam menjaga identitas mereka dengan menggunakan bahasa walikan sebagai ciri khas mereka. Daftar Pustaka Al Hadi, Saif. 2011. “Ragam Bahasa Malang-an”dalamhttp://berbahasa-bersastra. blogspot.com/2011/03/ragam-bahasa-malangan- sebuah-kajian.html. diakses tanggal 20/11/2014. Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta :Rineka Cipta Kridalaksana, Harimurti. 2007. Bahasa dan Linguistik. Dalam Kushartanti, Untung Yuwono, Multamia RMT Lauder (ed.). Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Putra, Idham. 2008. “Teori Identitas Sosial” dalam com/2008/10/21/teori-identitas-sosial/html. 30 https://idhamputra.wordpress. diakses tanggal 23/04/2016. ETNOGRAFI / Vol. XVI / No. 1 / 2016/ 1-58