BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau ± 17.507 buah pulau dan memiliki luas laut ± 5,6 juta Km² dengan garis pantai sepanjang 81.000 Km (sebelum dikurangi Timor Timur), yang di dalamnya terdapat potensi sumber daya terutama perikanan laut yang cukup besar, baik dari segi kuantitas maupun diversitasnya. Wilayah perairan Indonesia memiliki keragaman hayati yang tidak ternilai baik dari segi komersial maupun saintifiknya yang harus dikelola dengan bijaksana dengan kekayaan keanekaragaman hayati (Biodiversity) laut terbesar didunia karena memiliki ekosistem-ekosistem pesisir seperti hutan mangrof (Mangrove Ecosystem), terumbu karang (Coral Reef Ecosystem) dan padang lamun (Sea Grass Beds Ecosystem) yang sangat luas dan beragam. Sumber daya ikan pun diperkirakan ada sekitar ± 7000 jenis ikan yang terkandung dalam perairan pesisir dan laut dalam Indonesia. Indonesia merupakan tempat pertemuan tiga lempeng tektonik (Plate Tectonic) sehingga wilayah tersebut kaya akan kandungan sumber daya alam dasar laut, namun juga merupakan wilayah yang relatif rawan terhadap terjadinya bencana alam. Perairan Indonesia merupakan tempat melintasnya aliran arus lintas antara samudera Pasifik dan samudera Indonesia (Dynamic Oceanographic and Climate Variability) sehingga merupakan wilayah yang memegang peranan penting dalam sistem arus global yang menentukan variabilitas iklim nasional, 1 regional dan global dan berpengaruh terhadap distribusi dan kelimpahan sumber daya hayati. Selain itu ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) Indonesia seluas 2,7 Km² (berdasarkan UNCLOS, 1982) sehingga luas wilayah perairan Indonesia menjadi 5,8 Km². Indonesia juga berhak untuk berpartisipasi dalam pengelolaan dan pemanfaatan kekayaan alam di laut lepas di luar batas 200 mil laut ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif). Hal ini memberikan konsekuensi kepada negara dan rakyat Indonesia untuk mampu mengelola dan memanfaatkannya secara optimal dengan tetap memperhatikan hak-hak tradisional, nasional dan internasional. ‘Pembangunan kelautan dan perikanan dimasa mendatang diharapkan menjadi sektor andalan dalam menopang perekonomian negara dalam pemberdayaan masyarakat yang bergerak di sektor kelautan dan perikanan’, (Reza Nurhuda, January, 2011 in Jurnal Airlangga Study Club). Pelestarian nilai-nilai sosial kapital yang dimiliki oleh masyarakat pesisir memerlukan kebijakan maintenance policy for sosial capital agar modal sosial tetap eksis dan menjadi sumber kekuatan dalam proses pelaksanaan pembangunan. Secara kuantitas, jumlah penduduk Indonesia merupakan yang terbesar kelima di dunia, yaitu ± 220 juta jiwa dan, ± 60% diantaranya hidup dan bermukim di sekitar wilayah pesisir. Sebagian besar diantaranya menggantungkan kehidupannya kepada keberadaan sumber daya alam pesisir dan lautan. Sehingga tidaklah mengherankan bahwa sebagian besar kegiatan dan aktivitas sehariharinya selalu berkaitan dengan keberadaan sumberdaya di sekitarnya. 2 Konsekuensi dari semua hal itu adalah sumber daya pesisir dan laut semakin banyak dieksploitasi, mulai dengan menggunakan teknologi yang paling sederhana sampai teknologi moderen. Fenomena ini memberikan indikasi bahwa semakin tinggi tingkat penggunaan teknologi eksploitasi, maka semakin besar tekanan terhadap keberadaan sumberdaya tersebut. Bahkan tidaklah mengherankan bilamana tingkat teknologi yang digunakan sangat ekstraktif dan cenderung destruktif, maka hal ini akan menjadi ancaman yang sangat signifikan bagi keberlangsungnan sumber daya pesisir dan laut Indonesia. Oleh karena itu, demi menjaga keberlanjutan sumber daya tersebut, maka perlu dirancang dan diimplementasikan rambu-rambu atau batasan-batasan eksploitasi disesuaikan dengan keberadaan sumberdaya, zonasi dan karakteristik sumberdaya serta karakteristik daerahnya (propinsi/kabupaten/kota) sebagai satuan wilayah pembangunannya. Dalam hal ini, karena implikasi pemanfaatan sumber daya dilakukan oleh masyarakat pesisir, maka perlu kiranya diketahui bagaimana sebenarnya karakteristik masyarakat pesisir, sehingga kebijakan, strategi dan program pengelolaan sumber daya dapat mengakomodasi karakter masyarakat pesisir yang memang sangat dinamis dan sangat tergantung pada ketersediaan sumber daya pesisir dan laut di sekitarnya. Secara teoritis, dengan kekayaan laut yang demikian besar, nelayan mampu hidup berkecukupan. Namun kenyataannya, jauh panggang dari api. Hanya segelintir nelayan yang hidup berkecukupan, selebihnya, sebagian besar yang lain dapat dikatakan bukan saja belum berkecukupan, melainkan juga masih terbelakang. 3 Sebagai negara maritim dengan wilayah laut yang luas ini telah menyebabkan banyak kegiatan ekonomi penduduk, secara langsung dan tidak langsung berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya laut, khususnya mereka yang bermukim di wilayah pantai. Seperti halnya kegiatan perekonomian desa pada umumnya, perekonomian desa-desa pantai pesisir juga bersifat usaha kecil. Kemampuan mengambil dan menciptakan manfaat ekonomi dalam skala besar sangatlah terbatas. Selain itu adanya kenyataan pengaruh musim yang sangat kuat. Sehingga sifat usaha musiman dan berskala kecil tersebut menyebabkan nelayan tidak mempunyai kemampuan untuk mengontrol baik produksi maupun harga produksi yang dihasilkan. Oleh karena rendahnya kemampuan untuk mengontrol produksi maupun harga produksi, masyarakat nelayan memiliki tingkat sosial ekonomi rendah. Usahanya yang berskala kecil, sederhana, dan tradisional lebih banyak mengarah pada aspek sosial budaya dibandingkan dengan aspek ekonominya. Kecuali itu, mereka hanya monoton terikat pada pekerjaan menangkap ikan di laut. Demikian pula, pola-pola pekerjaan sebagai nelayan membatasi aktivitas ke sektor pekerjaan lain yang pada gilirannya mempengaruhi pendapatan dan pengeluaran rumah tangganya. Demikian halnya yang terjadi pada masyarakat nelayan Desa Lero, Kecamatan Suppa, Kabupaten Pinrang yang beberapa puluh tahun lalu dalam mencari ikan di laut masih bersifat tradisional yaitu menggunakan perahu dayung. Namun, sekarang mereka menggunakan perahu motor dalam menangkap ikan di 4 laut meskipun masih ada sebagian dari mereka yang menggunakan perahu dayung sampan dan sandeq. Gambaran kondisi kemiskinan nelayan antara lain secara nyata dapat dilihat dari kondisi fisik berupa kualitas pemukiman mereka. Umumnya kampung-kampung nelayan miskin akan mudah diidentifikasi dari kondisi rumah hunian mereka. Rumah-rumah mereka yang umumnya sangat sederhana, yaitu berdinding bambu, berlantai tanah, serta dengan fasilitas dan keterbatasan perabot rumah tangga. Selain gambaran fisik, identifikasi lain yang menonjol di kalangan nelayan miskin adalah rendahnya tingkat pendidikan anak-anak, pola konsumsi sehari-hari, dan tingkat pendapatan mereka. Di kampung-kampung nelayan memang ada beberapa rumah yang tampak megah dengan fasilitas yang memadai, itulah yang merupakan rumah-rumah pemilik perahu, pedagang perantara atau pedagang ikan. Kondisi keterbatasan sosial dan kemiskinan yang diderita masyarakat nelayan disebabkan oleh faktor-faktor yang kompleks. Faktor-faktor tersebut tidak hanya berkaitan dengan fluktuasi musim ikan, keterbatasan sumber daya manusia, keterbatasan modal, kurangnya akses, dan jaringan perdagangan ikan yang cenderung eksploitatif terhadap nelayan sebagai produsen, serta dampak negatif modernisasi perikanan yang mendorong terkurasnya sumber daya laut secara cepat dan berlebihan, serta terbatasnya peluang dan kesempatan nelayan untuk melakukan diverisifikasi pekerjaan, terutama diluar kegiatan pencarian ikan di laut. 5 Beberapa studi memperlihatkan bahwa di kalangan masyarakat nelayan telah berkembang berbagai strategi untuk mempertahankan kelangsungan hidup, diantaranya adalah adanya pranata-pranata tradisional sebagai tindakan kolektif yang secara efektif dapat dipakai sebagai strategi untuk mengatasi kesulitan hidup, seperti pembentukan kelompok simpan pinjam dan arisan. Aktivitas ini sangat sederhana, fleksibel, dan adaptif terhadap kondisi-kondisi sosial-ekonomi, serta sesuai dengan kondisi masyarakat nelayan, terutama yang kurang mampu (Sulistyo dan Rejeki, 1994: 113-135; Kusnadi, 1997: 7-8). Strategi lain adalah dengan melakukan diversifikasi pekerjaan, baik pekerjaan-pekerjaan yang masih berkait dengan kegiatan kenelayanan atau pencarian ikan di laut, maupun kegiatan di luar sektor kenelayanan, seperti bertani, berkebun, penjual jasa, tukang becak, buruh bangunan, dll. Adanya perbedaan struktur sumber daya desa nelayan menimbulkan ragam dan peluang kerja yang dimasuki oleh nelayan sangat tergantung pada sumber-sumber daya yang tersedia di desa-desa nelayan. Setiap desa memiliki karakteristik sosial ekonomi tersendiri yang berbeda antara desa nelayan satu dengan lainnya, juga perbedaan akses dan kemampuan sumber daya manusia yang berbeda-beda baik antar individu maupun antara masyarakat satu dengan yang lain. Berdasarkan alasan yang diuraikan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Strategi Kelangsungan Hidup Masyarakat Pesisir” (Studi Kasus Desa Lero, Kecamatan Suppa, Kabupaten Pinrang). 6 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka fokus permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pola/model strategi anggota keluarga pada masyarakat pesisir (nelayan) dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya ? C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berangkat dari fokus masalah yang diangkat oleh peneliti, maka tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran yang jelas atau mendeskripsikan tentang sistem pola/model strategi kelangsungan hidup masyarakat pesisir dan juga dapat menjelaskan diversifikasi pekerjaannya dalam keadaan atau kondisi-kondisi yang tidak menentu. 2. Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian yang akan dilakukan dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a. Kegunaan Akademis Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat mendatangkan berbagai faedah, antara lain : 1. Sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi untuk memperoleh gelar Sarjana pada Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin. 7 2. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi tambahan kepada teman-teman yang ingin menganalisa sebuah fenomena yang memiliki kemiripan dengan kasus yang diangkat oleh peneliti pada tulisan ini. b. Kegunaan Praktis Secara praktis, penelitian ini diharapkan mendatangkan manfaat antara lain : 1. Menjadi landasan dalam menganalisis masalah yang terjadi dalam sektor sosial maritim khususnya strategi kelangsungan hidup pada masyarakat pesisir di desa Lero. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi input bagi pihak terkait untuk melakukan pengkajian implikatif bagi kebutuhan pembangunan kualitas sumber daya manusia pada kawasan pesisir. 8