BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Pengertian dan

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Teori
2.1.1 Pengertian dan Peranan Pasar Modal
Pasar modal pada hakekatnya sama dengan pasar tradisional yang selama ini kita
ketahui, dimana dalam pasar ini ada penjual dan pembeli yang melakukan tawar
menawar, namun yang ditawarkan dalam pasar ini bukanlah barang fisik seperti yang
ditawarkan di pasar tradisional. Menurut Darmadji, Fakhruddin (2011:1) pasar modal
merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa
diperjual-belikan, baik dalam bentuk utang, ekuitas (saham), instrumen derivatif,
maupun instrument lainnya. Pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan
maupun institusi lain (misalnya pemerintah) dan sarana bagi kegiatan investasi.
Pasar modal mempunyai posisi yang strategis dalam pembangunan ekonomi
nasional. Negara-negara yang menganut sistem ekonomi pasar, menjadikan pasar modal
sebagai salah satu sumber kemajuan ekonomi. Pasar modal menjadi sumber dana
alternatif bagi perusahaan-perusahaan. Dengan adanya modal dari pasar modal,
perusahaan dapat melakukan kegiatan produksi. Kegiatan produksi perusahaan akan
membentuk gross domestic product (GDP) nasional. Jadi dengan berkembangnya pasar
modal, maka akan menunjang peningkatan GDP.
Pertumbuhan suatu pasar modal sangat tergantung dari kinerja perusahaan efek.
Untuk mengkoordinasikan modal, dukungan teknis, dan sumber daya manusia dalam
pengembangan pasar modal diperlukan suatu kepemimpinan yang efektif. Perusahaan13
perusahaan harus menjalin kerja sama yang erat untuk menciptakan pasar yang mampu
menyediakan berbagai jenis produk dan alternatif investasi bagi masyarakat.
Pasar modal yang efisien diasumsikan berisi investor yang selalu berusaha
mengejar keuntungan sebesar-besarnya, tidak mau melewatkan kesempatan sekecil
apapun untuk memperoleh laba, serta cukup pintar dalam mengolah dan mengakses data
perusahaan sehingga apabila ada informasi yang dapat dipergunakan untuk memperoleh
keuntungan maka segera akan direalisasikan.
Menurut Suad Husnan (2005:260), pasar modal yang efisien didefinisikan sebagai
pasar yang harga sekuritas-sekuritasnya telah mencerminkan semua informasi yang
relevan. Terdapat empat kondisi yang merupakan syarat agar pasar modal efisien:
a. Informasi dapat diperoleh tanpa biaya dan tersedia bagi semua pelaku pasar
modal;
b. Tidak ada biaya transaksi dan pajak;
c. Partisipasi secara individu tidak akan mampu mempengaruhi harga saham;
d. Semua partisipan modal dapat bersifat rasional (expected return).
Tingkatan efisiensi pasar modal dihubungkan dengan relevansi antara berbagai
tipe informasi yang dianggap relevan oleh pasar dengan perubahan harga sebagai
konsekuensi penyesuaian munculnya informasi tersebut. Berdasarkan jenis informasi
yang digunakan, Fama membedakan informasi berdasarkan bentuk efisiensi pasar modal
menjadi tiga bentuk:
14
a. Efisiensi pasar bentuk lemah (weak form efficiency). Bentuk ini menunjukkan
keadaan dimana harga-harga mencerminkan semua informasi yang ada pada
catatan harga di masa lalu. Bentuk efisiensi pasar lemah berkaitan dengan teori
langkah acak (random walk theory), yang menyatakan bahwa data masa lalu
tidak berhubungan dengan nilai sekarang. Apabila suatu pasar dikatakan dalam
bentuk efisien secara lemah, maka nilai-nilai masa lalu dari sekuritasnya tidak
dapat digunakan untuk memprediksi harga saat ini. Dalam keadaan ini, investor
tidak dapat memperoleh tingkat keuntungan di atas normal dengan
menggunakan informasi harga di masa lalu tersebut.
b. Efisiensi pasar bentuk setengah kuat (semi strong efficiency). Bentuk ini
menunjukkan keadaan dimana harga-harga bukan hanya mencerminkan hargaharga di masa lalu, tetapi semua informasi yang dipublikasikan. Informasi yang
dipublikasikan misalnya pembagian laba, pembagian dividen, pengumuman
merger atau akuisisi, dan sebagainya. Jika pasar dalam bentuk efisiensi
setengah kuat, maka investor tidak dapat menggunakan informasi yang
dipublikasikan untuk memperoleh tingkat keuntungan di atas normal.
c. Efisiensi pasar bentuk kuat (strong form efficiency). Bentuk ini menunjukkan
keadaan dimana harga tidak hanya mencerminkan semua informasi yang
dipublikasikan, tetapi juga informasi yang dapat diperoleh dari analisa
fundamental tentang perusahaan dan perekonomian. Jika pasar dalam kondisi
efisien, harga akan selalu wajar dan investor tidak dapat memperoleh tingkat
pengembalian di atas normal.
15
2.1.2 Indeks dan Jenis Indeks di BEI
Sebagai pelaku pasar, kata indeks bagi investor merupakan hal yang tidak dapat
dipisahkan dalam mengambil keputusan berinvestasi. Dengan mengetahui informasi
pergerakan harga indeks, maka investor dapat memperkirakan tindakan yang harus
diambil apakah menjual, membeli atau menahan saham yang mereka investasikan.
Dengan adanya indeks, pelaku pasar dapat mengetahui trend pergerakan pasar saham,
apakah sedang naik, turun atau stabil.
Pengertian dari indeks harga saham adalah suatu indikator yang menunjukkan
pergerakan harga saham. Indeks mempunyai fungsi sebagai indikator trend pasar,
artinya pergerakan indeks menggambarkan kondisi pasar pada suatu saat, apakah pasar
sedang aktif atau lesu (Bursa Efek Indonesia).
Pada dasarnya, setiap pasar modal disetiap negara memiliki satu atau lebih indeks
harga saham. Indeks harga saham selain berfungsi sebagai indikator tren pasar, juga
memiliki fungsi lain diantaranya:
a. Sebagai indikator tingkat keuntungan;
b. Sebagai tolok ukur (benchmark) kinerja suatu portofolio;
c. Memfasilitasi pembentukan portofolio dengan strategi pasif;
d. Memfasilitasi berkembangnya produk derivatif.
Di Bursa Efek Indonesia terdapat beberapa jenis indeks, antara lain:
16
1. Indeks Individual, merupakan indeks masing-masing saham yang tercatat di
Bursa Efek Indonesia, indeks ini menggunakan harga masing-masing saham
terhadap harga dasarnya.
2. Indeks Harga Saham Sektoral, merupakan indeks yang membagi saham
menjadi beberapa sektor sesuai dengan sektor perusahaan yang tercatat di
Bursa Efek Indonesia. Indeks Sektoral di BEI antara lain : pertanian,
pertambangan, industri dasar, aneka industri, konsumsi, properti, infrastruktur,
keuangan, perdagangan dan jasa, dan manufaktur.
3. Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG (Composite Stock Price Index),
indeks yang menggunakan semua saham yang tercatat sebagai komponen
perhitungan indeks.
4. Indeks LQ45, yaitu indeks yang terbentuk oleh 45 saham pilihan yang
ditentukan oleh dua hal yaitu likuiditas perdagangan dan kapitalisasi pasar.
Setiap enam bulan sekali komponen indeks LQ45 diperbaharui dengan
keluarnya saham yang lama dan masuknya saham yang baru.
5. Indeks Syariah atau JII (Jakarta Islamic Index), merupakan indeks yang
terdiri 30 saham mengakomodasi syariat investasi dalam Islam atau Indeks
yang berdasarkan syariah Islam. Syarat emiten yang masuk didalam indeks ini
memiliki kriteria usaha yang tidak bertentangan dengan syariat sebagai
berikut:
-
Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan
yang dilarang.
-
Usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi) termasuk perbankan dan
asuransi konvensional.
17
-
Usaha yang memproduksi, mendistribusi serta memperdagangkan
makanan dan minuman yang tergolong haram.
-
Usaha yang memproduksi, mendistribusi atau menyediakan barangbarang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.
6. Indeks Papan Utama dan Papan Pengembangan, yaitu indeks harga saham
yang secara khusus didasarkan pada kelompok saham yang tercatat di BEI
yaitu kelompok papan utama dan papan pengembangan.
7. Indeks KOMPAS 100, merupakan hasil kerja sama antara Bursa Efek
Indonesia dengan harian KOMPAS. Indeks ini meliputi 100 saham dan
diperbaharui setiap 6 bulan tepatnya pada bulan Februari dan Agustus.
8. Indeks IDX 30 merupakan indeks yang terdiri dari 30 saham yang merupakan
saham yang tercatat pada indeks LQ45.
2.1.3 Indeks FTSE ASEAN 40
ASEAN (Association South East Asia Nations) adalah suatu asosiasi yang
didirikan oleh lima negara pemrakarsa, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura
dan Thailand di Bangkok melalui Deklarasi Bangkok. Asosiasi ini bekerjasama
diberbagai bidang seperti sosial, politik, hukum, budaya, keamanan dan ekonomi.
Sebagai suatu kawasan regional yang strategis, pertumbuhan negara-negara ASEAN
dalam bidang ekonomi sangat pesat. Hal ini didorong dengan adanya pasar yang terus
berkembang dan situasi regional yang damai sehingga tetap menarik sebagai tempat
bisnis dan investasi.
18
Perkembangan terakhir kerjasama ASEAN berupa pembentukan ASEAN
Economic Community (AEC). Visi ini lebih dipertegas dalam KTT ASEAN Oktober
2003 di Bali dalam Deklarasi ASEAN Concord II (Bali Concord II). AEC merupakan
realisasi dari aspirasi ASEAN sebagai kawasan yang stabil, makmur, mempunyai daya
kompetitif yang tinggi. AEC akan berfungsi sebagai pasar tunggal dan wilayah basis
produksi pada tahun 2020. Program yang ditujukan di AEC tidak saja meliputi
kebebasan aliran barang, tenaga kerja, aliran modal, namun juga untuk mengurangi
kemiskinan serta kesenjangan sosial ekonomi.
Untuk memfasilitasi pencapaian AEC sesuai dengan target maka dilakukan
pertemuan tingkat menteri keuangan ASEAN, Agustus 2003 di Makati City Filipina.
Pertemuan tersebut menyepakati Roadmap Integration ASEAN (RIA) bidang finansial
(RIA-Fin) yang meliputi empat sektor, yaitu:
a.
pengembangan pasar modal;
b.
liberalisasi neraca modal;
c.
liberalisasi jasa keuangan;
d.
kerja sama nilai tukar.
Roadmap kerjasama pasar modal bertujuan untuk mewujudkan kerjasama pasar
modal yang lebih erat untuk meningkatkan perdagangan intra kawasan dan
memperdalam integrasi ekonomi regional. Integrasi ekonomi akan menjadi semakin kuat
apabila dilakukan integrasi pasar modal. Terintegrasinya pasar modal ASEAN akan
meningkatkan peran pasar modal dalam pembangunan ekonomi negara-negara ASEAN.
19
Wujud konkrit yang sudah terlihat saat ini adalah dibentuknya indeks khusus
negara-negara ASEAN yang terdiri dari saham-saham perusahaan yang berasal dari
Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura dan Filipina oleh FTSE pada tahun 2005.
Komponen dari indeks ini diperbaharui setiap enam bulan sekali tepatnya pada bulan
Maret dan September.
Pada tanggal 18 September 2012, ASEAN Exchanges meluncurkan jaringan
perdagangan saham antar negara ASEAN untuk mempermudah investor melakukan
perdagangan yaitu berupa situs yang menghubungkan tujuh pasar modal yang ada di
ASEAN yaitu Bursa Malaysia, Bursa Efek Indonesia, Bursa Efek Singapura, Bursa Efek
Filipina dan Bursa Efek Vietnam (HNX dan HOSE). Selain itu melalui situs ini, terdapat
informasi mengenai indeks FTSE ASEAN 40 yang merupakan indeks saham-saham
bluechip dari Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina. Hal ini
mempermudah para investor global mendapatkan informasi mengenai indeks saham
bluechip (FTSE ASEAN 40) serta komitmen bersama untuk menuju pengintegrasian
pasar modal pada tahun 2015.
Dengan adanya pasar modal yang terintegrasikan sepenuhnya, artinya tidak ada
hambatan apapun untuk memiliki sekuritas di setiap pasar modal, dan juga tidak ada
hambatan dalam capital inflow/outflow. Hal tersebut diharapkan dapat menciptakan
biaya modal yang lebih rendah daripada seandainya pasar modal tidak terintegrasi.
Menurunnya biaya modal tentu akan membuat investasi makin menguntungkan, ini
berarti bahwa investasi akan banyak dilakukan sehingga memberikan manfaat yang
besar misalnya penyerapan tenaga kerja makin besar dan seterusnya. Integrasi pasar
20
modal ini dapat membantu negara-negara ASEAN untuk mengembangkan ekonomi
negara yang berintegrasi.
2.1.4 Saham
2.1.4.1 Definisi Saham
Saham merupakan salah satu instrumen yang diperjual-belikan di pasar modal
selain obligasi, surat utang negara dan sebagainya. Menurut Darmadji dan Fakhruddin
(2011:5), Saham (stock atau share) menyatakan kepemilikan seseorang atau badan
dalam suatu perusahaan. Saham berupa selembar kertas yang menerangkan bahwa
pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga
tersebut.
Menurut Suad Husnan (1998:36), pengertian saham adalah “Tanda bukti
kepemilikan atas suatu perusahaan”. Keuntungan yang dinikmati oleh pemegang saham
berasal dari pembayaran deviden dan kenaikan harga saham.
Dari kedua uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa saham adalah tanda bukti
kepemilikan individu atau badan atas suatu perusahaan untuk memperoleh bagian
keuntungan dari perusahaan yang diinvestasikan.
2.1.4.2 Jenis – Jenis saham
a.
Saham biasa (common stock), yaitu saham yang memiliki posisi paling
bawah dalam pembagian deviden dan hak atas kekayaan perusahaan. Saham
ini biasanya banyak diperjual-belikan di pasar bursa.
21
b.
Saham preferen (preferred stock) yaitu saham yang memiliki karakteristik
seperti obligasi. Pembagian deviden pada saham ini lebih diutamakan
dibandingkan dengan saham biasa. Deviden saham ini berupa pendapatan
tetap (seperti bunga obligasi), tetapi juga bisa tidak mendatangkan hasil
seperti yang dikehendaki investor.
c.
Saham Treasuri (treasury stock) merupakan saham milik perusahaan yang
sudah pernah dikeluarkan dan beredar yang kemudian dibeli kembali oleh
perusahaan untuk disimpan sebagai treasuri yang nantinya dapat dijual
kembali, selain dijual kembali saham treasuri biasanya digunakan untuk
pemberian kompensasi kepada karyawan.
Dilihat dari sisi kinerja perdagangan, maka saham dapat dikategorikan atas:
a.
Saham Unggulan (blue-chip stock), Saham dari suatu perusahaan yang
menjadi pemimpin dalam suatu jenis industri dimana saham ini memilki
konsistensi dalam membayar deviden serta memiliki pendapatan yang stabil.
b.
Saham pendapatan (income stock), yaitu saham dari suatu emiten yang
memiliki kemampuan membayar deviden lebih tinggi dari rata-rata deviden
yang dibayarkan pada tahun sebelumnya sehingga mampu menciptakan
pendapatan yang lebih tinggi dan secara teratur membagikan deviden tunai.
c.
Saham Spekulatif (speculative stock), yaitu saham suatu perusahaan yang
tidak bisa secara konsisten memperoleh penghasilan dari tahun ke tahun,
akan tetapi memiliki kemungkinan penghasilan yang tinggi di masa
mendatang, meskipun belum pasti.
22
d.
Saham siklikal (cyclical stock), yaitu saham yang tidak terpengaruh oleh
kondisi ekonomi makro maupun situasi bisnis secara umum. Pada saat krisis,
harga saham tetap tinggi, dan pembagian deviden tetap diberikan. Emiten
seperti ini biasanya bergerak dalam industri yang produknya selalu
dibutuhkan oleh masyarakat luas (consumer goods).
2.1.5 Investasi
Menurut Bodie, Kane, Marcus (2009:1) mengatakan investasi sebagai berikut
“current comitiment of money or other resources in the expectation of reaping future
benefits”
Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2009:111) Investasi dapat diartikan sebagai
suatu komitmen penempatan dana pada satu atau beberapa objek investasi dengan
harapan akan mendapatkan keuntungan di masa mendatang.
Dari kedua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa investasi merupakan suatu
komitmen untuk menanam dana pada satu atau beberapa objek investasi dengan jangka
waktu tertentu untuk mendapatkan keuntungan di masa yang akan datang.
Investasi dikenal memiliki dua alternatif utama yaitu real investment dan
financial investment. Real Investment (investasi rill) berupa penempatan sejumlah dana
pada aset berwujud seperti tanah, bangunan, mesin, logam mulia dan pabrik. Sedangkan
financial investment (investasi asset keuangan) yaitu jenis investasi dimana investor
mengalokasikan dana tertentu dalam bentuk deposito, saham, reksadana, obligasi, atau
surat utang negara lainnya.
23
Sementara itu, Tandelilin (2010) mengatakan bahwa investasi memiliki tujuan
seperti berikut:
a.
Terciptanya
keuntungan
dalam
investasi
yang
berkesinambungan
(continuity);
b.
Mendapat kesejahteraan atau kehidupan yang lebih baik dimasa yang akan
datang;
c.
Dapat membantu untuk mengurangi tekanan inflasi;
d.
Dorongan untuk menghemat pajak.
2.1.6 Proses Investasi
Proses keputusan investasi merupakan proses keputusan yang berjalan secara terus
menerus sampai dengan dicapainya suatu hasil investasi yang terbaik. Secara umum
proses investasi meliputi lima tahap keputusan yaitu (Tandelilin 2010):
a.
Menetapkan sasaran investasi
Pada tahap ini investor menetapkan tujuan investasinya yang diikuti
dengan penetapan seberapa besar aset yang akan dialokasikan. Tujuan
investasi masing-masing investor berbeda-beda tergantung pada keputusan
dan arahan investasi yang ditetapkan.
b.
Menentukan kebijakan investasi
Kebijakan investasi mencakup tugas pendistribusian dana yang dimiliki
ke berbagai kelas aset yang tersedia seperti saham, obligasi, real estate, atau
pada surat-surat berharga lainnya. Investor perlu memperhatikan batasanbatasan yang dapat mempengaruhi kebijakan investasi.
24
Investor tidak hanya menetapkan bahwa tujuan investasi yang dilakukan
untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, karena adanya
korelasi positif antara besarnya return yang diharapkan dengan resiko yang
harus ditanggung. Sehingga dalam investasi bisa saja timbul kerugian yang
sebanding dengan return yang dihasilkan.
c.
Menetapkan strategi portofolio
Terdapat dua strategi yang dapat dipilih yaitu strategi portofolio aktif dan
pasif. Strategi portofolio aktif mencakup kegiatan pemanfaatan informasi
dan melakukan peramalan untuk mendapatkan kombinasi portofolio yang
lebih baik. Strategi portofolio pasif mencakup kegiatan investasi yang
sejalan dengan kinerja indeks pasar (Sartono, 2006).
d.
Memilih aset
Tahap ini bertujuan untuk mencari kombinasi portofolio yang efisien.
Portofolio yang efisien dihasilkan dari portofolio yang menawarkan harapan
return tertinggi, dengan tingkat resiko tertentu atau sebaliknya menawarkan
harapan return tertentu dengan tingkat resiko yang rendah.
e.
Mengukur dan mengevaluasi kinerja
Tahap ini mencakup penetapan metode pengukuran kinerja portofolio dan
pembandingan hasil dengan kinerja portofolio lainnya melalui proses
benchmarking. Proses benchmarking biasanya dilakukan terhadap indeks
portofolio pasar dibandingkan dengan capaian kinerja portofolio yang
dihasilkan secara aktual.
25
2.1.7 Tingkat Pengembalian (Return)
Tujuan dilakukannya investasi adalah untuk mendapatkan tingkat pengembalian
yang tinggi. Return merupakan salah satu faktor yang memotivasi investor untuk
berinvestasi karena dapat menggambarkan secara nyata perubahan harga.
Komponen dari return adalah yield dan capital gain (loss), Yield diartikan sebagai
persentase penerimaan kas periodik terhadap harga investasi periode tertentu dari suatu
investasi.Yield dapat berupa interest atau dividen. Sedangkan capital gain (loss)
merupakan keuntungan atau kerugian yang diterima investor akibat perubahan pada nilai
sekuritas yang dimiliki pada waktu tertentu.
Dapat disimpulkan bahwa return adalah suatu imbalan atau sejumlah hasil yang
dapat diperoleh investor di masa yang akan datang untuk mendapatkan tingkat
pengembalian, yang dapat dicari dengan menggunakan rumus:
Ri  
Pt  Pt 1
Pt 1
Dimana:
Ri
: return saham perusahaan i
Pt
: harga saham penutupan pada periode t
Pt-1
: harga saham penutupan pada periode t-1
Return yang diperoleh dari investasi berupa capital gain dan dividen. Return yang
diharapkan adalah nilai return yang diharapkan oleh investor saat melakukan investasi
26
pada masa yang akan datang yang sifatnya belum pasti. Pada dasarnya tingkat
pengembalian yang diharapkan merupakan rata-rata tertimbang dari berbagai return
historis, tercermin dari rata-rata distribusi probabilitas tingkat keuntungan.
2.1.8 Resiko
Secara umum, resiko adalah tingkat ketidakpastian akan terjadinya sesuatu atau
tidak terwujudnya sesuatu tujuan, pada suatu kurun atau periode waktu tertentu (time
period). Dalam bidang finansial, resiko sering dihubungkan dengan volatilitas atau
penyimpangan/deviasi dari hasil investasi yang akan diterima dengan keuntungan yang
diharapkan. Volatilitas merupakan besarnya harga fluktuasi dari sebuah asset.
Menurut Jones (2004), terdapat beberapa sumber resiko yang menyebabkan aset
keuangan beresiko. Resiko tersebut antara lain:
a.
Resiko pasar (Market Risk)
Merupakan resiko kerugian yang diakibatkan perubahan secara keseluruhan
atas kondisi pasar. Resiko ini mencakup :
- Resiko harga ekuitas, yaitu resiko yang ditimbulkan oleh perubahan
perolehan laba sebagai akibat atas fluktuasi harga dan perubahan
kondisi/faktor makro.
- Resiko suku bunga, yaitu resiko yang timbul akibat penilaian pasar
terhadap supply dan demand pada pasar uang atau dengan kata lain
adanya perubahan tingkat suku bunga.
27
- Resiko nilai tukar, yaitu resiko akibat perubahan nilai tukar mata uang
asing.
- Resiko harga, yaitu resiko yang terjadi akibat perubahan harga komoditas.
b.
Resiko Pembiayaan (Financial Risk)
Resiko yang diakibatkan oleh penggunaan hutang dalam membiayai operasi
perusahaan.
c.
Resiko Inflasi (Inflation Risk)
Inflasi akan mempengaruhi daya beli konsumen. Resiko inflasi berkaitan
erat dengan resiko tingkat bunga karena pada umumnya suku bunga akan
meningkat sesuai dengan peningkatan inflasi.
d.
Resiko usaha (Business Risk)
Resiko usaha merupakan resiko yang harus dihadapi pada industri atau
lingkungan tertentu.
e.
Resiko likuiditas (Liquidity Risk)
Resiko likuiditas merupakan bagian dari resiko keuangan dimana resiko ini
dihubungkan dengan pasar sekunder dimana investasi akan dianggap likuid
jika dapat dijual dan dibeli dengan mudah.
28
f. Country Risks
Country risk timbul akibat kondisi ekonomi suatu negara. Kondisi ekonomi
suatu negara akan menjadi pertimbangan investor luar negeri sebelum
melakukan investasi. Resiko ini mencakup resiko hukum dan resiko politik.
g.
Resiko Operasional
Adalah resiko yang timbul akibat kesalahan manusia, sistem dan teknologi
seperti kesalahan tata kelola, prosedur dan kesalahan teknis.
2.1.9 Tingkat pengembalian harapan (Expected Return)
Expected return merupakan keuntungan yang diharapkan oleh seorang investor di
kemudian hari terhadap sejumlah dana yang ditempatkannya. Besarnya return suatu
investasi hanya dapat ditetapkan dengan metode pengestimasian (Bodie, Kane, Marcus
,2009). Expected return pada dasarnya adalah nilai return rata-rata. Jika nilai distribusi
probabilitas return suatu sekuritas diketahui, maka nilai expected return dapat dihitung
dengan cara menentukan nilai rata-rata tertimbang distribusi return-nya. Rumus untuk
menghitung tingkat pengembalian dari suatu saham adalah sebagai berikut :
n
E ( Ri )   Pi Ri
i 1
Dimana:
Pi
: Return Probabilitas
Ri
: return saham
29
Sedangkan rumus untuk tingkat pengembalian suatu portofolio
n
E ( R port )   Wi Ri
i 1
Wi
: bobot saham
2.1.9.1 Mean Variance Efficient Portofolio (MVEP)
Portofolio merupakan suatu strategi dalam investasi bagi investor dengan cara
melakukan diversifikasi saham. Diversifikasi dalam arti, ada pembedaan yang dilakukan
oleh investor dalam berinvestasi, sehingga diharapkan dapat meminimalkan resiko.
Dalam pembentukan portofolio, seorang investor berusaha memaksimumkan
return yang diharapkan (expected return) dari investasi dengan tingkat resiko tertentu.
Dengan kata lain, portofolio yang dibentuk dapat memberikan tingkat resiko terendah
dengan return ekspektasi tertentu. Portofolio yang dapat mencapai tujuan tersebut
dikenal dengan portofolio yang efisien (efficient portofolio). Dalam pembentukan
portofolio efisien, perilaku investor yang wajar terjadi dalam keputusan investasi adalah
investor yang cenderung menghindari resiko (risk averse). Risk averse adalah investor
yang cenderung memilih investasi dengan tingkat resiko yang lebih rendah. Jika seorang
investor memiliki beberapa pilihan portofolio yang efisien, maka portofolio yang
optimal yang akan menjadi pilihan.
Portofolio yang optimal adalah portofolio yang dipilih investor dari sekian banyak
pilihan yang ada pada kumpulan portofolio yang efisien. Efisiensi suatu portofolio yang
30
dipilih adalah portofolio yang sesuai dengan preferensi investor bersangkutan terhadap
return maupun resiko yang bersedia ditanggungnya.
Mean Variance efficient portofolio (MVEP) didefinisikan sebagai portofolio yang
memiliki varian minimum diantara keseluruhan kemungkinan portofolio yang dapat
dibentuk. Jika diasumsikan preferensi investor terhadap resiko adalah risk averse
(menghindari resiko), maka portofolio yang memiliki mean variance efisien adalah
portofolio yang memiliki variance minimum dari mean return.
2.1.10 Hubungan antara resiko dan tingkat pengembalian (return)
Investasi selalu dikaitkan dengan resiko. Investor berusaha untuk mendapatkan
investasi yang mendapatkan return tinggi dan resiko yang rendah. Return saham terdiri
dari return saham yang diterima (aktual) dan return saham yang diharapkan. Return
saham yang diharapkan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Ri  
Pt  Pt 1
Pt 1
Dimana:
Ri
: return saham perusahaan i
Pt
: harga saham penutupan pada periode t
Pt-1 : harga saham penutupan pada periode t-1
Return rata-rata kemudian digunakan untuk mengestimasi varian tiap periode
yaitu kuadrat standar deviasi per periode:
31
n
Variance ( 2 )   Pi [ Ri  E ( Ri )] 2
i 1
n
: jumlah observasi return saham pada periode tertentu
Ri
: Return saham
E(Ri) : Return saham yang diharapkan
Pi
: probabilitas return
Untuk variance portofolio dapat dihitung dengan cara:
in1Wi 2 i2  in1nj 1WiWj ij
Dimana:
 i2
: variance return sekuritas i
 ij
: covariance antara return sekuritas i dan j
Wi
: bobot atau porsi dana yang diinvestasikan pada sekuritas i
in1 nj1
: angka n2 akan ditambahkan secara bersamaan (pada semua
pasangan i dan j yang mungkin dipasangkan).
Markowitz (1952) menyatakan variance ini sama dengan resiko suatu investasi.
Secara khusus Markowitz mengkuantifisir resiko sebagai variance return yang
diharapkan dari aktiva.
Variance adalah ukuran penyimpangan dari nilai yang diharapkan. Dalam
kaitannya dengan return suatu aktiva, variance adalah ukuran penyimpangan dari return
32
yang diharapkan. Variance portofolio merupakan jumlah variance tertimbang dan
masing-masing aktiva ditambah covariance tertimbang aktiva. Semakin banyak jenis
saham yang dimasukkan dalam portofolio, akan menyebabkan semakin berkurangnya
resiko portofolio.
Covariance atau korelasi adalah tingkat hubungan antara return dua aktiva yang
berbeda mengalami perubahan atau memiliki pengaruh secara bersamaan. Covariance
adalah suatu ukuran absolute yang menjumlahkan sejauh mana return dari dua sekuritas
mempunyai kecenderungan bergerak bersama-sama.
Covariance dapat dicari dengan rumus sebagai berikut:
IJ  in1RI ,i  E( RI ,i )RI ,i  E( RJ ,i )
ij
: covariance antara sekuritas i dan j
RI,i
: return sekuritas I pada saat i
RJ,I
: return sekuritas J pada saat i
E(RI)
: nilai yang diharapkan dari return sekuritas I
E(RJ)
: nilai yang diharapkan dari return sekuritas J
n
: jumlah hasil sekuritas yang mungkin terjadi pada periode tertentu
Koefisien korelasi adalah suatu ukuran statistik yang menunjukkan pergerakan
bersamaan relatif (relative co-movements) antara dua variabel. Dalam konteks
diversifikasi, ukuran ini akan menjelaskan sejauh mana return suatu sekuritas terkait satu
dengan yang lainnya. Ukuran itu biasanya dilambangkan dengan (  ij ) dan bergerak
(berkorelasi) antara +1,0 sampai -1,0, dimana:
33
Jika  ij
: +1,0 ; berarti korelasi positif sempurna
Jika  ij
: -1,0 ; berarti korelasi negatif sempurna
Jika  ij
: 0 ; berarti tidak ada korelasi
Penggabungan dua sekuritas yang berkorelasi positif sempurna tidak akan
memberikan manfaat pengurangan resiko. Sedangkan penggabungan dua sekuritas yang
berkorelasi nol akan mengurangi resiko portofolio secara signifikan. Sementara itu
penggabungan dua sekuritas yang berkorelasi negatif akan menghilangkan kedua
sekuritas tersebut. Sekuritas biasanya akan mempunyai korelasi positif atau negatif
meskipun tidak sempurna. Investor tidak dapat menghilangkan resiko portofolio sama
sekali, hal yang dapat dilakukan adalah mengurangi resiko portofolio.
Akar dari varian (standar deviasi) merupakan estimasi resiko dari harga saham
yaitu:
Sedangkan standar deviasi untuk portofolio dapat dihitung dengan cara:

Wi i 2  i 1  j 1WiWjij
i 1
n
2
n
n
Dimana:
 i2
: variance return sekuritas i
 ij
: covariance antara return sekuritas i dan j
34
Wi
: bobot atau porsi dana yang diinvestasikan pada sekuritas i
in1 nj1
: angka n2 akan ditambahkan secara bersamaan (pada semua pasangan i
dan j yang mungkin dipasangkan).
Ada tiga jenis perilaku investor dalam menghadapi resiko menurut Gitman
(2009:232):
1. Risk taker, investor jenis ini tidak takut untuk mengambil resiko walaupun
tingkat ketidakpastian yang dihadapi tinggi.
2. Risk averter, investor jenis ini berusaha untuk menyeimbangkan risk dengan
return.
3. Risk Indifferent, investor jenis ini menginginkan return dari investasi mereka
tidak berubah meskipun risk berubah.
Semakin besar tingkat pengembalian yang diperoleh investor maka risiko yang
akan dihadapi investor akan semakin besar. Dengan kata lain, apabila suatu investasi
memiliki resiko tinggi, maka tingkat pengembalian dari investasi tersebut juga harus
lebih tinggi (High risk high return). Para investor akan memilih suatu investasi yang
memberikan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dengan tingkat risiko yang sama
atau tingkat pengembalian yang sama dengan risiko yang lebih kecil.
35
2.1.11 Evaluasi Portofolio
Salah satu cara untuk mengukur capaian kinerja portofolio adalah evaluasi
menggunakan Sharpe, Treynor dan Jensen untuk memastikan portofolio yang terbentuk
memberikan return yang tinggi dibandingkan dengan pasar.
2.1.11.1 Sharpe Portofolio Performance Measure
Sharpe ratio adalah pengukuran dari kelebihan return per unit resiko dalam
sebuah investasi aset atau strategi dalam perdagangan. Semakin tinggi rasio ini berarti
portofolio tersebut semakin baik mengkompensasi resiko. Berikut rumus dari Sharpe
menurut Brown, Reilly (2009:943)
Ri
: rata-rata return dari portofolio i
RFR
: risk free rate (suku bunga BI)
i
: standar deviasi dari portofolio
2.1.11.2 Treynor Portofolio Performance Measures
Treynor ratio mempunyai fungsi mengukur kelebihan return dibandingkan jika
investor memilih berinvestasi pada produk yang lebih tidak beresiko seperti surat utang
negara (Brown, Reilly 2009).
36
Ri
: rata-rata return daru portofolio i
RFR : risk free rate (suku bunga BI)
i
: beta dari portofolio
2.1.11.3 Jensen Portofolio Performance Measure
Jensen Alpha digunakan untuk menentukan kelebihan tingkat pengembalian
(excess return) dari sekuritas atau portofolio apabila dibandingkan dengan expected
return teoritisnya. Apabila return suatu aset lebih tinggi daripada risk adjusted return,
maka dapat dikatakan portofolio tersebut memiliki “positive alpha” atau excess return.
Portofolio yang menghasilkan return tinggi ditunjukkan dengan aj yang bernilai positif.
Rjt
: Tingkat pengembalian yang dapat direalisasikan.
RFRt : Tingkat risk free rate
aj
: Jensen alpha
i
: beta portofolio
Rmt
: resiko pasar
ejt
: random error term
37
2.1.12 Konsep Value at Risk
Penurunan harga saham di pasar keuangan (market risk) akan menyebabkan
kerugian atau berkurangnya nilai asset. Oleh karena itu, perlu dilakukan perhitungan
potensi kerugian atas saham yang dimiliki. Rekomendasi untuk melakukan perhitungan
resiko pasar dipublikasikan oleh G-30 best practice report (Jorion, 2001:43). Dalam
publikasi tersebut, direkomendasikan untuk melakukan pengukuran resiko pasar yang
konsisten secara harian dengan pendekatan VaR.
Value at Risk merupakan metodologi untuk mengukur resiko pada periode
tertentu dalam keadaan pasar normal pada tingkat kepercayaan (confidence level)
tertentu. Nilai VaR sebagai besaran resiko atau expected loss diukur dalam nilai absolute
mata uang. Selain itu, VaR juga dapat digunakan untuk melakukan prediksi estimasi
terhadap kemungkinan resiko yang mungkin terjadi.
VaR merupakan ukuran statistik dalam bilangan tunggal yang menyatakan
besarnya potensi kerugian maksimum yang diprediksi terjadi akibat kepemilikan suatu
sekuritas atau exposure instrumen keuangan. Sementara itu, (Jorion 2001:22)
memberikan definisi VaR sebagai berikut : “Value at Risk summarizes the worst loss
over a target horizon that will not be exceeded with a given level of confidence”.
Definisi lain mengatakan VaR merupakan jumlah kerugian besar yang
diharapkan akan terjadi atas portofolio yang dimiliki pada periode waktu tertentu dan
pada kepercayaan tertentu (Crouhy & Galai, 2001)
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya value at
risk merupakan kegiatan untuk melakukan peramalan volatilitas yang merupakan
38
perubahan nilai instrument dimasa yang akan datang berdasarkan data-data masa
lampau. VaR selalu diikuti dengan sebuah probabilita yang mengatakan berapa
kemungkinan bahwa kerugian akan lebih kecil dari jumlah yang ditetapkan.
Pada prinsipnya resiko memiliki dua komponen yaitu eksposure dan
ketidakpastian. Pengukuran resiko dilakukan dengan menerapkan ukuran-ukuran yang
ada kedalam resiko dengan menggunakan risk metric. Istilah risk metric menjadi popular
setelah JP Morgan (Jorion, 2001:44) mengemukakan dalam berbagai hasil penelitian
yang dikenal dengan nama risk metric terkait dengan pengukuran resiko.
2.1.13 Teknik Pengukuran VaR
Dalam pengukuran VaR suatu saham diperlukan persyaratan dan langkah
tertentu. Jorion (2001:108) menyatakan bahwa VaR merupakan jumlah kerugian
maksimum yang diprediksi akan terjadi dalam jangka waktu (horison) tertentu dengan
tingkat kepercayaan tertentu. Jadi perhitungan faktor kuantitatif diperlukan dalam
menghitung nilai VaR pada horizon waktu tertentu dan pada tingkat kepercayaan
tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya.
Langkah-Langkah perhitungan nilai VaR yang diperlukan untuk menetapkan
nilai risiko investasi adalah sebagai berikut:
a.
Mark to Market dari nilai portofolio yang ada saat ini sesuai dengan nilai
pasar yang berlaku pada waktu tertentu.
b.
Mengukur variabilitas faktor resiko dalam satuan persen per satuan waktu.
39
c.
Menetapkan horison waktu atau biasa disebut sebagai holding period, pada
langkah ini ditentukan tingkat risiko investasi sesuai dengan periode
pengukuran resiko yang akan dinilai.
d.
Tentukan tingkat kepercayaan yang dikehendaki sesuai dengan rencana
penelitian bisnis yang akan diketahui resikonya, misalnya pada tingkat
kepercayaan 95% atau 99%
e.
Melaporkan nilai potensi kerugian maksimum dan diikuti dengan hasil
analisis yang mudah dipahami secara praktis sebagai solusi investasi.
Gambar 2.1 Langkah-Langkah Menghitung Nilai VaR
Terdapat tiga pendekatan dalam menghitung VaR yaitu metode Variance Covariance,
Historical Simulation, dan Monte Carlo.
2.1.13.1 Metode Variance Covariance
Pendekatan ini menggunakan nilai volatilitas return aset dan nilai aset untuk
menghitung nilai VaR dan untuk menghitung nilai VaR portofolio perlu diperhitungkan
korelasi antar aset tunggal (single asset). Metode ini membutuhkan asumsi return yang
40
dihasilkan oleh suatu saham atau portofolio tersebut berdistribusi normal dan
mengabaikan kejadian ekstrim.
Menurut Jorion (2007), VaR untuk aset tunggal dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
VaR =  . .P. t
Dimana:

: nilai Z distribusi normal, standar berdasarkan level of confindence.

: nilai volatilitas (standar deviasi) asset
t
: holding period, atau time horizon, atau time aggregation
p
: market value suatu aset, beberapa penulis yang menuliskan p= Vo
Nilai Z pada distribusi normal tergantung pada tingkat kepercayaan yang
ditetapkan, semakin besar tingkat kepercayaan dan semakin lama periode waktu yang
digunakan, maka akan menghasilkan nilai VaR yang semakin tinggi.
Tingkat kepercayaan atau confidence level merupakan suatu nilai probabilitas
yang mencerminkan tingkat kepercayaan bahwa nilai kerugian/loss yang tidak akan
melampaui nilai VaR.
Holding period merupakan lamanya waktu sebuah investasi dipegang. Dalam
VaR, holding period juga memiliki makna jangka waktu kedepan dalam hitungan satuan
hari nilai VaR dihitung. Dengan demikian, semakin lama holding period, maka semakin
besar nilai VaR-nya. Pemilihan penetapan holding period bersifat sangat subjektif
41
tergantung pada jenis portofolio yang dikuasai, karakter investasi yang dilaksanakan dan
kebutuhan yang ingin dicapai dalam melakukan analisis. Idealnya holding period,
dikaitkan dengan kebutuhan untuk melikuidasi portofolio tertentu.
Perhitungan resiko untuk suatu portofolio atau diversified
VaR dapat
digunakan rumus sebagai berikut:
VaRp =
 . p .P. t
Untuk menghitung volatilitas suatu portofolio yang terdiri dari dua aset atau
lebih dapat digunakan rumus variance portfolio sebagai berikut:
n
n
i 1
i 1
 p2   wi2 i2  
n
 w w Cov( R , R )
j 1
i
j
i
j
Dimana:
Wi
= bobot aset i
Wj
= bobot aset j
 i2
= variance dari asset i
Cov( Ri , R j ) = Covariance antara aset i dan j
2.1.13.2 Metode Historical Simulation
Pendekatan ini merupakan model perhitungan nilai VaR yang ditentukan oleh
nilai masa lalu (historis) atas return aset yang dihasilkan. Model ini tidak membutuhkan
asumsi mengenai normalitas data time series-nya. Cara yang digunakan relatif sederhana
42
dan mudah diterapkan, karena data return diurutkan dalam urutan tertentu yang dibagi
dalam percentile. Rumus yang dapat dipergunakan dalam menghitung VaR adalah
sebagai berikut:
VAR  Vo  Percentile5%  t
Dimana:
VaR = Nilai besarnya potensi kerugian maksimal yang terjadi
Vo = Besarnya nilai eksposur
Percentile 5% = Data return ke 1% dari data historis
t = Horizon waktu yang ditetapkan.
Metode ini membutuhkan data return historis dengan rentang waktu yang
panjang. Selain itu, metode ini mencakup nilai-nilai return pada saat kondisi pasar yang
sedang mengalami gangguan atau tidak normal, kondisi semacam ini akan tercermin
dalam gambaran data return historis.
2.1.13.3 Metode Monte Carlo
Pendekatan ini menghitung nilai VaR berdasarkan sejumlah skenario yang
dibuat untuk mengestimasi nilai aset yang mungkin terjadi. Terdapat dua tahapan dalam
metode ini (Kahar, 2009) :
a.
Proses stochastic terhadap data historis yang digunakan untuk
menghitung
volatilitas,
nilai
korelasi,
kemudian
harga
pasar
disimulasikan secara acak untuk menentukan kerugian atau keuntungan
pada tiap simulasi yang dilakukan.
43
b.
Hasil perhitungan kerugian dan keuntungan direkapitulasikan untuk
mendapatkan pola distribusi. Kemudian nilai VaR dihitung berdasarkan
nilai persentil dan hasil distribusi tersebut.
2.1.14 Uji Backtesting
Back Testing (Reality Check) adalah suatu proses untuk menguji apakah
validitas model VaR yang digunakan sudah akurat atau belum. Hal ini penting dilakukan
untuk menguji kelayakan model VaR yang digunakan (Jorion, 2007).
Langkah yang dilakukan ialah membandingkan kerugian sebenarnya dengan
kerugian yang diprediksi oleh model VaR. Uji Validitas ini dilakukan dengan failure
rate test (Kupiec Test) yaitu dengan membandingkan setiap VaR yang telah dihitung
dengan profit atau loss yang sebenarnya dan kemudian mencatat tingkat kegagalan
(failure rate) yang terjadi.
Rumus untuk menghitung Failure rate model backtesting adalah sebagai
berikut (Hull, 2012):
m
n!
p k (1  p )

k
!
(
n

k
)!
k 0
nk
Dimana:
p = hasil pengurangan 1 dengan tingkat kepercayaan VaR yang akan diuji.
n = jumlah hari yang digunakan.
k = jumlah kegagalan yang terjadi.
44
Tabel 2.1
Failure Rate Model Backtesting
Probabilty
Level P
VaR
Nonrejection Region For Number Of
Confidence
Failures N
Level
255 Days
510 Days
1000 Days
0.01
99%
N<7
1<N<11
4<N<17
0.025
97.50%
2<N<21
6<N<11
15<N<36
0.05
95%
6<N<21
16<N<36
59<N<65
0.075
92.50%
11<N<28
27<N<51
60<N<92
0.1
90%
16<N<36
36<N<65
81<N<120
Tabel diatas memberikan acuan untuk menolak atau menerima model setelah
dilakukan backtesting. Backtesting dalam penelitian ini didasarkan pada kegagalan
(failure) antar waktu dengan tingkat kepercayaan/convidence level yang dipergunakan
adalah 95% dan 99% dilakukan dengan data 260 transaksi selama 1 tahun. Untuk tingkat
kepercayaan VaR 95%, jika failure rate berjumlah diantara 6<N<21 maka model VaR
dianggap valid untuk mengukur potensi kerugian. Tetapi jika N  6 maka model
dianggap terlalu konservatif, sedangkan jika N  21 maka model dianggap terlalu
moderat. (Jorion, 2007). Untuk memperkuat uji backtesting ini maka dilakukan
perhitungan binomdist dengan hipotesis sebagai berikut.
H0 : Nilai resiko kerugian maksimum memiliki nilai yang valid atau dapat
digunakan sebagai patokan menentukan nilai resiko
45
HA: Nilai resiko kerugian maksimum memiliki nilai yang tidak valid atau tidak
dapat digunakan sebagai patokan menentukan nilai resiko
Dasar pengambilan keputusan menggunakan uji ini yaitu:
Dengan melihat angka probabilitas yang ditunjukkan oleh nilai sig,
Jika nilai probabilitas lebih besar dari 0,05, maka Ho diterima.
Jika nilai probabilitas kurang dari 0,05, maka Ho ditolak.
46
Download