Rheumatoid Arthritis Cheryl Suseno Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Terusan Arjuna No.6, Jakarta 11510 Email: [email protected] Pendahuluan Muskuloskeletal berasal dari kata muscle (otot) dan skeletal (tulang). Rangka merupakan bagian tubuh yang terdiri dari tulang, sendi dan tulang rawan (kartilago), sebagai tempat menempelnya otot dan memungkinkan tubuh untuk mempertahankan sikap dan posisi. Baik anak-anak maupun orang tua, tidak terhindar dari masalah muskuloskeletal. Mengingat tulang merupakan penumpu berat tubuh, adanya kelainan muskuloskeletal ini, dapat menyulitkan aktivitas seseorang. Penyakit ini seringkali menyerang sendi yang menyebabkan kesulitan dalam bergerak, seperti osteoartritis, rheumatoid artritis, dan lainnya. Rheumatoid arthritis adalah penyakit, inflamasi sistemik autoimun, terutama dari sendi. Rheumatoid arthritis gejala termasuk perubahan inflamasi pada membran sinovial dan struktur artikular, namun ciri khas dari rheumatoid arthritis adalah polyarthritis simetris. Diagnosis rheumatoid arthritis bergantung pada sejarah dan fisik serta pemeriksaan serum dan radiologis. Diet, terapi fisik, terapi okupasi, dan operasi mungkin memainkan peran dalam pengobatan rheumatoid arthritis, namun yang utama dalam terapi adalah obat rheumatoid arthritis. Serangan penyakit lama tanpa pada persendian menyebabkan rheumatoid pengobatan dan hilangnya arthritis perlu memadai, penyakit ini peradangan kronis pada fungsi persendian diwaspadai. bisa menyebabkan persendian. dan Bila kelainan Kondisi kecacatan berlangsung bentuk dikhawatirkan sehingga kualitas hidup penderita menurun. Pembahasan • Anamnesis 1 Kronologi dan dampak gejala pada pasien harus diketahui. Keluhan utama biasanya berhubungan dengan sendi atau area sekitar sendi seperti nyeri, kaku, deformitas, dan penurunan fungsi. Gejala ini bisa timbul dari sendi atau struktur periartikular. Tanda-tanda radang, derajat nyeri dan durasi kaku di pagi hari perlu diselidiki dengan teliti. Gejala ekstra artikular bisa membantu secara diagnostik dengan mengarahkan pada penyakit yang berhubungan dengan artritis seperti : ◦ Psoriasis: ruam kulit, bisa terbatas pada kulit kepala atau celah pada gluteal. ◦ Lupus eritematosus sistemik (SLE):ruam kulit yang fotosensitif, poliserositis (nyeri perikardial atau pleural), ulkus mulut. ◦ Granulomatosis Wegener: sinusitis, ulkus kulit. Pada anamnesis perlu ditanyakan beberapa hal seperti: 1 ◦ Sendi mana yang terkena. Umumnya pergelangan tangan, jari tangan, siku, bahu, lutut ◦ Adakah rasa nyeri? Jika iya tanyakan kapan dan di mana. ◦ Adakah kaku, bengkak atau deformitas? Umumnya ada kaku di pagi hari selama lebih dari 1 jam ◦ Apa akibat fungsionalnya? Apa yang tidak lagi bisa dilakukan pasien. Misalnya jarak berjalan, mampu berpindah tempat. ◦ Adakah tanda sistemik seperti malaise, penurunan berat badan, atau gejala anemia. ◦ Adakah sistem lain yang terkena? Adakah gejala anemia, bengkak pada pergelangan kaki (sindrom nefrotik), sesak napas (fibrosis paru). Riwayat penyakit terdahulu ◦ Bagaimana pola penyakit ? Sendi mana yang terkena? ◦ Bagaimana aktivitas peradangan? ◦ Pengobatan ada yang didapat pasien? ◦ Pernahkah pasien menjalani bedah penggantian sendi, fisioterapi atau bantuan lain? ◦ Adakah riwayat gangguan autoimun lain? Obat-obatan ◦ Obat apa yang pernah diterima pasien dan efek sampingnya. Misalnya: kortikosteroid dapat menimbulkan cushing; metotreksat dapat menimbulkan fibrosis paru ◦ Obat apa yang sedang dikonsumsi pasien saat ini. ◦ Apakah pasien memiliki alergi, intoleransi, atau efek samping obat. Riwayat keluarga dan sosial ◦ Adakah riwayat penyakit autoimun dalam keluarga ◦ Bagaimana pengaruh penyakit pada pekerjaan, keluarga, pasangan, atau anak. ◦ Pernahkah melakukan adaptasi untuk memperbaiki mobilitas. • Pemeriksaan Pemeriksaan Fisik 1,10 • Inspeksi Melihat perilaku bagaimana posisi sendi bagian yang terkena. Pembengkakan, deformitas, atau asimetris, pengecilan otot di sekitar sendi, kemerahan kulit di atasnya. Tentukan pola penyakit sendi, seperti sendi kecil atau besar, simetris atau asimetris. Timbulnya pola khas dari keterlibatan sendi pada artritis utama. • Palpasi merasakan adanya panas dan tentukan apakah pembengkakan berupa: tulang (nodus osteoartritis), cairan (efusi,sinovitis), jaringan . lokasi nyeri maksimum yang ditunjukkan dengan tekanan langsung ringan/sedang memungkinkan menentukan struktur mana yang terkena • Gerakan Perhatikan pola dan keterbatasan pada gerak sendi : ◦ Keterbatasan di seluruh arah gerak aktif dan pasif menunjukkan sinovitis peradangan pada sendi yang terkena. ◦ Nyeri pada akhir gerakan dan keterbatasan (seringkali disertai dengan krepitasi) menunjukkan OA. Krepitasi adalah suara “keretak-keretak” pada gerak pasif yang biasanya menunjukkan kerusakan sendi lanjut. ◦ Nyeri hanya pada sisi tertentu atau pada gerak spesifik menunjukkan masalah periartikular atau mekanis lokal. Gerak menahan aktif yang menekan struktur yang terkena bisa memperberat semua tendinitis, entesitis, dan bursitis. ◦ Penyakit yang sudah lama berlangsung bisa menyebabkan deformitas seperti fleksi terfiksasi. Pemeriksaan Penunjang ▪ Pemeriksaan radiologi Pada penderita RA, biasanya didapati tanda-tanda dekalsifikasi pada sendi yang terkena. Pemeriksaan foto rontgen dilakukan untuk melihat progesifitas penyakit RA. Pemeriksaaan ini dapat memonitor progresifitas dan kerusakan sendi jangka panjang. Foto Rontgen, biasanya ditemukan deformitas tulang. Pada tahap awal penyakit, biasanya tidak ditemukan kelainan pada radiologi, kecuali pembengkakan jaringan lunak. Tetapi setelah sendi mengalami kerusakan yang lebih berat, maka dapat terlihat penyempitan ruang sendi, erosi tulang pada tepi sendi dan pengurangan densitas tulang, tapi yang tersering adalah sendi metatarsofalang dan biasanya simetris. Sendi sakroiliaka juga sering terkena. Perubahan ini bersifat irreversible. Gbr 1. Foto Rontgen rheumatoid arthritis 2 ▪ Pemeriksaan Patologik Anatomik 3 Pada penderita reumatoid artritis, terlihat adanya hipertrofi dari vili pada sendi, penebalan jaringan sinovial, adanya sebukan sel-sel radang mendadak dan menahun, jaringan fibrosit dan pusat-pusat nekrosis. Semua ini akan menghasilkan pembengkakan sendi yang amat nyeri, baik dalam keadaan diam maupun saat digerakkan. Dan pembentukan pannus yang amat cepat akan menerobos tulang rawan sendi, periosteum, dan seterusnya sehingga pada akhirnya sendi tersebut akan penuh dengan pannus yang berlapis-lapis. Bila pannus ini sudah mengisi seluruh rongga sendi, maka pannus ini lambat laun merupakan anyaman yang bertaut, sehingga akhirnya timbul ankilosis di mana sendi tidak dapat digerakkan. Proses penerobosan pannus ke dalam tulang akan berlangsung terus sehingga pada suatu saat tulang jadi rapuh dan hancur. Akibatnya timbul deformitas, subluksasi, luksasi bahkan destruksi yang hebat. Akibatnya, otototot di sekitar sendi tidak digunakan lagi dan timbul dis-used atrophy yang menyebabkan penderita akan cacat dan sendi-sendi besarnya juga mengalami ankilosis. ▪ Pemeriksaan cairan synovial 1. Warna kuning sampai putih dengan derajat kekeruhan yang menggambarkan peningkatan jumlah sel darah putih. 2. Leukosit 5.000 – 50.000/mm3, menggambarkan adanya proses inflamasi yang didominasi oleh sel neutrophil (65%). Gbr 2. Perbedaan cairan sendi yang jernih pada penderita osteoartritis (kiri) dan cairan sendi dengan pus pada penderita artritis infeksius akut. 4 Gbr 3. Perbedaan cairan sendi kuning keruh pada penderita rheumatoid artritis (kiri) dan cairan sendi pada penderita gout. 4 ▪ Pemeriksaan darah tepi 4 1. Leukosit : normal atau meningkat. Leukosit menurun bila terdapat splenomegali; keadaan ini dikenal sebagai Felty’s Syndrome. 2. Anemia normositik atau mikrositik, tipe penyakit kronis. ▪ Pemeriksaan kadar sero-imunologi 3 1. Rheumatoid factor + Ig M -75% penderita ; 95% + pada penderita dengan nodul subkutan. Sisanya dapat dijumpai hasil positif palsu pada pasien lepra, tuberkulosis paru, sirosis hepatis, hepatitis infeksiosa, SLE, endokarditis bakterialis, penyakit kolagen, dan sarkoidosis. Kadar rendah juga dapat ditemukan pada orang normal berusia di atas 70 tahun. 2. Anti CCP (cyclic citrulinated peptide antibody) positif telah dapat ditemukan pada arthritis rheumatoid dini. Tes ini digunakan untuk mendeteksi adanya antibodi citrulline di darah. Asam amino citrulline ditemukan dalam cairan sendi penderita RA. Adanya citrulline ini akan menyebabkan sistem imu membentuk auto antibodi terhadap citrulline (anti CCP). Anti CCP ini biasanya dapat ditemukan pada sekitar 50-60% penderita RA awal sekitar 3-6 bulan setelah timbulnya gejala. 3. C-reaktif protein biasanya meningkat. Peningkatan ini tampak pada 70-80% penderita. Biasanya meningkat menjadi > 0,7 picograms per mL, dapat digunakan untuk memantau penyakit saja. ▪ Pemeriksaan laboraturium terdapat: 3 1. Test ANA positif 2. LED meningkat Laju endap darah (LED) adalah suatu indeks peradangan yang bersifat tidak spesifik. Pada artritis reumatoid nilainya dapat tinggi (dapat mencapai 100 mm/jam atau lebih tinggi lagi). Hal ini berarti bahwa laju endap darah dapat dipakai untuk memantau aktifitas penyakit. Artritis reumatoid dapat menyebabkan anemia normositik normokromik melalui pengaruhnya pada sumsum tulang. 3. Leukosit normal atau meningkat sedikit. 4. Anemia normositik hipokrom akibat adanya inflamasi yang kronik. 5. Trombosit meningkat. 6. Kadar albumin serum turun dan globulin naik. 7. Pada pemeriksaan x-ray, semua sendi dapat terkena, tapi yang tersering adalah sendi metatarsofalangeal dan biasanya simetris. Sendi sakroiliaka juga sering terkena. Pada awalnya terjadi pembengkakan jaringan lunak dan demineralisasi juksta artikular. Kemudian terjadi penyempitan sendi dan erosi. Diagnosis • Diagnosis Kerja 3,5 Rheumatoid arthritis (RA) ini merupakan penyakit autoimun, yaitu reaksi sistem imun terhadap jaringan tubuh sendiri karena terjadi gangguan pada fungsi normal dari sistem imun. Hal ini menyebabkan sistem imun menyerang jaringan sehat yang mengarah ke reaksi jaringan dan kerusakan yang dapat menghasilkan, menyebarkan tanda-tanda dan gejala sistemik. Rheumatoid arthritis adalah penyakit peradangan kronis, terutama yang melibatkan sendi perifer (sendi jari, pergelangan tangan, jari kaki dan lutut) dan sekitarnya otot, tendon, ligamen dan pembuluh darah. Peradangan ini menyebabkan degenerasi jaringan penyambung. Jaringan penyambung yang pertama kali mengalami kerusakan adalah membran sinovial yang melapisi sendi. Pada artritis reumatoid ini, inflamasi tidak berkurang dan menyebar ke struktur sendi di sekitarnya termasuk kartilago artikular dan kapsul sendi fibrosa. Maka ligamen dan tendon mengalami inflamasi yang ditandai oleh akumulasi sel darah putih, aktivasi komplemen, fagositosis ekstensif, dan pembentukan jaringan parut. Peradangan sendi merupakan ciri khas RA yang bisa berakibat pada hilangnya bentuk dan fungsi sendi yang mengarah pada kerusakan fungsi sendi secara permanen. Penderita tidak dapat bebas bergerak karena menderita kaku dan nyeri pada sendi. Pada kasus berat, RA dapat menyerang organ-organ penting, seperti mata, paru-paru, dan pembuluh darah. Gejala penyakit ini biasanya bertahap, dimulai nyeri dan kaku sendi pada jari tangan, dan kemudian sering disertai kemerahan pada sendi. Selanjutnya terjadi pembengkakan sendi seperti pada tangan, leher, bahu, siku, pinggul, lutu, dan jari kaki. • Diagnosis Differential 3,5,6,7 Terdapar beberapa penyakit yang memiliki beberapa kemiripan gejala. Untuk itu, penyakit tersebut harus dibedakan untuk kepentingan penatalaksanaan dan pengobatan agar dapat diatasi dengan tepat dan efektif. Beberapa di antaranya yaitu: ◦ Osteoarthritis 3,5,6 Penyakit degeneratif ini merupakan penyakit sendi yang paling sering dijumpai dan melibatkan biasanya 85% lebih dari 70 tahun. Pada penderita OA terlihat gambaran patologis yang menunjukkan suatu degenerasi tulang rawan sendi dan suatu proses peradangan. Pada penyakit ini ditandai oleh pengeroposan kartilago sendi. Tanpa adanya kartilago sebagai penyangga, tulang di bawahnya mengalami iritasi yang menyebabkan degenerasi sendi. Penyakit ini dibagi atas dua kategori yaitu primer yang terkait dengan umur, dan sekunder yang terjadi pada orang muda di mana diawali dengan kerusakan tulang rawan sendi akibat trauma, infeksi atau kelainan kongenital. Penyakit ini umumnya menyerang tulang belakang dan sendi-sendi besar seperti sendisendi yang menanggung beban tubuh dan dapat terjadi hanya pada satu sendi saja (monoartritis). Tidak seperti pada kebanyakan artritis, pada kelainan ini perubahan anatomis yang utama adalah degenerasi tulang rawan sendi, sedangkan artritis pada umumnya ditandai dengan proses peradangan pada membran sinovial. Pada penyakit dengan derajat menengah / moderate, terdapat proliferasi kondrosit yang tampaknya merupakan proses perbaikan. Pada akhirnya semua kondrosit mengalami degenerasi. Membran sinovial akan menunjukkan sedikit tanda peradangan, namun berbeda dengan RA, proses peradangan di sini tidak hebat dan tidak terjadi pannus. Dengan rusaknya tulang rawan, maka akan tampak jaringan tulang yang mendasarinya. Daerah pada tulang itu akan menjadi tebal karena kompresi atau proses pembentukan tulang baru yang reaktif. Yang khas di sini adalah terbentuknya spurs formation yang menonjol dari tulang yang reaktif pada tepi rongga sendi. Walaupun sudah jelas bahwa degenerasi matriks tulang rawan merupakan patogenesis utama dari OA, akan tetapi penyebab dari proses ini masih belum jelas. Selain perubahan degeneratif yang berhubungan dengan proses menua, perlu ditambahkan bahwa kerusakan jaringan karena proses imunologis dan penyakit yang berkaitan dengan faktor genetik juga berperan dalam terjadinya degenerasi tulang rawan. Dalam perjalanannya, terdapat perubahan kualitas kondroitin sulfat dan glikosaminoglikan. Sebagai akibat dari perubahan ini, kondrosit yang biasanya tenang, dipacu untuk berproliferasi, berupaya untuk mengisi kekurangan matriks dengan meningkatkan sintesis. Karena kondrosit yang terangsang juga mensekresi enzim penghancur maka terjadi kehilangan proteoglikan yang berkesinambungan. Gejala biasanya timbul secara perlahan-lahan, mula-mula rasa kaku, kemudian timbul rasa nyeri yang terutama terasa saat bergerak dan akan berkurang dengan isitirahat. Maka dari itu fungsi sendi berkurang menyebabkan atrofi otot. Pada umumnya, penyakit ini timbul secara tersembunyi sehingga kekakuan sendi timbul secara progresif lambat. Mula-mula terasa kaku, kemudian timbul rasa nyeri dan krepitasi pada waktu ada pergerakan sendi juga kadang disertai pembengkakkan sendi. Keadaan ini menyebabkan fungsi sendi berkurang dan atrofi otot. Akan tetapi tidak ada tanda-tanda konstitusional dari suatu penyakit inflamasi. Berbeda dengan RA, penderita OA sering tidak merah dan tidak panas, juga tidak timbul ankilosis. Apabila mengenai tulang belakang, akan mengakibatkan penekanan pada saraf dan menimbulkan nyeri radikular. Apabila tonjolan tulang terjadi pada sendi interfalang distal dari jari, maka secara klinis akan tampak pembengkakan yang bersifat nodular, keras pada perabaan dan dikenal sebagai nodul Heberden. Kelainan ini lebih sering dijumpai pada pria daripada wanita dan merupakan pengecualian karena umumnya penyakit ini terjadi pada sendi besar yang berfungsi sebagai penyangga tubuh. ◦ Arthritis Gout 3,5,6,7 Gout yang juga disebut pirai ini merupakan kelainan metabolisme purin bawaan yang ditandai dengan peningkatan kadar asam urat serum dengan akibat penimbunan kristal asam urat di sendi yang menimbulkan artritis urika akut. Berbeda dengan RA, penyakit ini lebih sering ditemukan pada pria dengan ratio 20:1. Biasanya menunjukkan gejala pada usia dewasa muda dengan puncaknya setelah berusia 40 tahun. Penyakit ini sering menyerang sendi perifer kaki dan tangan, dan tersering mengenai persendian meta tarso falangeal ibu jari kaki. Pada anamnesis, biasanya ditemukan keluhan sendi kemerahan disertai nyeri akut seringkali pada ibu jari kaki. Rasa sakit pada sendi dengan permulaan eksplosif dan khas menyerang sendi-sendi kecil terutama jari-jari kaki. Rasa sakit biasanya selalu berulangulang dengan sendi yang terkena bengkak, panas, kemerahan dan sakit, sering dijumpai thopi. Pada penderita seringkali terdapat batu ginjal. Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan kadar asam urat meningkat, ditemukannya Kristal-kristal asam urat dalam cairan synovial sendi yang terserang. Stadium awal berupa serangan monoartikuler yang ditandai dengan nyeri sendi hebat karena artritis akut. Biasanya terdapat kemerahan, pembengkakan, nyeri tekan lokal dan sendi tidak dapat digerakkan. Artritis akut ini disertai demam dan leukositosis serta gambaran gejala selulitis dan artritis septik akut. Umumnya serangan berakhir dalam beberapa hari, akan tetapi serangan yang berat dapat menetap untuk beberapa minggu. Setelah beberapa tahun, 50% akan berkembang menjadi pirai bertophus. Tophus adalah nodul kecil yang terdiri dari kristal asam urat. Artritis pirai kronik, ditandai dengan adanya pembengkakan dan kekakuan sendi. Pada stadium lanjut yang kronik ini serangan akut dapat terjadi. Pada foto rontgen, timbunan kristal asam urat murni memberi gambaran radiolusen sedangkan timbunan kalsium tampak radioopak. Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan hiperurisemia dan pada 50% penderita ditemukan kristal urat pada cairan sinovial atau tophus. Pada penderita penyakit ini, dapat dipakai obat urikosurik yaitu probenesid dan sulfinpirazon yang bekerja menghambat reabsorpsi asam urat di tubuli ginjal. Kadar asam urat dalam duktus kolektivus meninggi sehingga kemungkinan timbul batu ginjal menjadi lebih tinggi. Hal ini dapat diatasi dengan minum banyak. Kemudian bisa diberikan allupurinol yang menghambat enzim xantin oksidase sehingga mengurangi pembentukan asam urat. Kadar asam urat ini perlu diturunkan sampai di bawah 7 mg%. Dengan menurunnya kadar urat, maka tophi lambat laut akan menghilang. ◦ Arthritis Infeksius 3,5,6 Arthritis infeksius adalah nyeri sendi, kekakuan dan pembengkakan yang disebabkan oleh infeksi oleh bakteri, virus atau jamur. Infeksi ini dapat memasukkan berbagai cara bersama: setelah menyebar melalui aliran darah dari bagian lain dari tubuh, seperti paruparu selama pneumonia, melalui luka di dekatnya, atau setelah operasi, suntikan atau trauma, seperti gigitan serangga. Artritis ini umumnya sebagai akibat penyebaran kuman secara hematogen dari infeksi primer di tempat lain. Sumber infeksi kadang mudah diketahui seperti endokarditis bakterialis, gonore; atau tidak jelas asalnya. Organisme yang paling sering sebagai penyebabnya adalah gonokokus, stafilokokus, streptokokus, pneumokokus, dan batang gram negatif. Artritis gonokokal mungkin paling sering ditemukan pada dewasa muda yang secara seksual aktif. Secara umum, paling sering disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Tanda khas pada kelainan ini adalah mengenai satu sendi (monoartikular) yang biasanya mengenai persendian yang besar seperti sendi lutut, panggul, pergelangan kaki, siku, pergelangan tangan, atau bahu. Membran sinovial menjadi edematus dan kongestif, dan rongga sendi terisi bahan purulen. Pada kasus berat, sinovitis dapat mengalami ulserasi dan meluas sampai ke tulang rawan menimbulkan kerusakan pada permukaan sendi dengan pembentukan jaringan parut dan kadang disertai perkapuran. Gejala klinis sesuai dengan infeksi akut yaitu kemerahan pembengkakan, perlunakan dan nyeri, sering disertai gejala konstitusional. Artritis tuberkulosis paling sering timbul pada tulang belakang dan memberikan gambaran osteomielitis tuberkulosis (penyakit Pott), dengan penyebaran ke dalam diskus intervertebralis. Seperti osteomielitis tuberkulosis, artritis tuberkulosis juga bersifat destruktif, yang berjalan lambat dan menyebabkan pengikisan pada permukaan sendi serta merusak tulang. Diagnosis dini sangat penting untuk mencegah kerusakan yang permanen. ◦ Sistemik Lupus Erimatosus (SLE) 3,5,6 Sama seperti RA, SLE adalah gangguan autoimun sistemik. Penyakit ini ditandai oleh adanya antibodi antinuklear. Manifestasinya bisa ditemukan pada berbagai organ sehingga gejala dan tandanya sangat banyak. Presentasi kliniknya termasuk ruam malar, atralgia, alopesia, perikarditis, gagal ginjal, defisit neurologis, atau bahkan gangguan psikiatrik, serta fotosensitif lupus eritematosus sistemik (SLE) ruam biasanya terjadi pada wajah atau ekstremitas, yang daerah terkena sinar matahari. Pada SLE, terdapat gejala non spesifik termasuk nyeri sendi, penurunan berat badan dan limfadenopati. Meskipun penyebab spesifik dari SLE tidak diketahui, beberapa faktor yang berhubungan dengan perkembangan penyakit, termasuk, ras, hormonal, dan lingkungan faktor genetik. gangguan kekebalan tubuh, baik bawaan dan diperoleh, terjadi pada SLE. SLE biasanya dapat dibedakan jika ada lesi kulit terpajan pada area terang, rambut rontok, lesi mukosa hidung dan mulut, adanya erosi sendi pada arthritis jangka panjang, cairan sendi yang seringkali sampai < 2000 leukosit / μL terutama mononuklear sel, antibodi terhadap DNA double-stranded, penyakit ginjal, dan serum komplemen yang rendah. Berbeda dengan RA, deformitas dalam SLE biasanya direduksi karena kurangnya erosi dan kerusakan pada tulang atau tulang rawan. Pada penderita SLE, pemeriksaan fisik dilakukan dengan melihat ada tidaknya: ruam malar yang ditandai oleh ruam erimatosa dan jembatan hidung (disebut ruam kupu-kupu), demam, anemia, limfadenopati, ulkus mulut, bengkak sendi (efusi dan nyeri tekan), takipnea (pertimbangan adanya hipertensi pulmonal, emboli paru, gagal ginjal disertai kelebihan cairan, efusi pleura, dan fibrosis paru), TD:periksa adanya hipertensi, gesekan perikard/pleural, edema pergelangan kaki, neuropati. Selain itu ditemukan pula defisit neurologis, termasuk defisit fokal dan gangguan kognitif; gangguan psikiatrik, khususnya psikosis dan urin: proteinuria dipstik, hematuria, dan silinder • Etiologi 3,5,6,10 Artritis reumatoid adalah penyakit autoimun yang terjadi pada individu rentan setelah respon imun terhadap agen pemicu. Agen pemicunya antara lain bakteri, mikoplasma, atau virus yang menginfeksi sendi. Biasanya respon antibodi awal terhadap mikroorganisme diperantarai oleh IgG. Walaupun respon ini berhasil menghancurkan mikroorganisme, individu yang mengalami RA biasanya mulai membentuk antibodi lain terhadap antibodi IgG awal. Antibodi yang ditujukan ke komponen tubuh sendiri ini disebut reumatoid factor (RF). RF menetap di kapsul sendi sehingga menyebabkan inflamasi kronik dan kerusakan jaringan. Dari penelitian muntakhir, diketahui pathogenesis Artritis reumatoid dapat terjadi akibat rantai peristiwa imunologis yang terdapat dalam genetik. Terdapat kaitan dengan penanda genetik seperti HLA-DR4 (Human Leukocyte Antigens) dan HLA-DR5 pada orang kulit putih. Namun pada orang amerika berkulit hitam, jepang, dan Indian Chippewa, hanya ditemukan kaitannya dengan HLA-DR4. Kecenderungan wanita untuk menderita AR dan sering dijumpainya remisi pada wanita yang sedang hamil menimbulkan dugaan terdapatnya faktor keseimbangan hormonal sebagai salah satu faktor yang berpengaruh pada penyakit ini. Walaupun demikian karena pemberian hormon estrogen eksternal tidak pernah menghasilkan perbaikan sebagaimana yang diharapkan, sehingga kini belum berhasil dipastikan bahwa faktor hormonal memang merupakan penyebab penyakit ini. • Faktor Risiko 3,5,8,12 1. Umur Dari semua faktor resiko untuk timbulnya AR, faktor usia adalah yang terkuat. Prevalensi dan beratnya AR semakin meningkat dengan bertambahnya umur. AR hampir tak pernah pada anak-anak, jarang pada umur dibawah 40 tahun dan sering pada umur diatas 60 tahun. 2. Jenis Kelamin Wanita lebih sering terkena AR lutut dan sendi, dan lelaki lebih sering terkena AR paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keseluruhan di bawah 45 tahun frekuensi AR kurang lebih sama pada laki dan wanita tetapi diatas 50 tahun frekuensi AR lebih banyak pada wanita dari pada pria hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis AR. 3. Genetik Faktor herediter juga berperan pada timbulnya AR. Sebagai contoh, pada ibu dari seorang wanita dengan AR pada sendi-sendi inter falang distal terdapat dua kali lebih sering AR pada sendi-sendi tersebut, dan anak-anaknya perempuan cenderung mempunyai tiga kali lebih sering dari pada ibu dan anak perempuan dari wanita tanpa AR. 4. Suku Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada AR nampaknya terdapat perbedaan diantara masing-masing suku bangsa, misalnya AR paha lebih jarang diantara orang-orang kulit hitam dan usia dari pada kaukasia. AR lebih sering dijumpai pada orang – orang Amerika asli dari pada orang kulit putih. Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan. 5. Obesitas (Kegemukan) Berat badan yang berlebihan nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko untuk timbulnya AR baik pada wanita maupun pada pria. Kegemukan ternyata tak hanya berkaitan dengan AR pada sendi yang menanggung beban, tapi juga dengan AR sendi lain (tangan atau sternoklavikula). 6. Aktifitas/mobilitas yang berlebihan Aktifitas penderita dengan usia yang sangat lanjut sangatlah membutuhkan perhatian yang lebih, karena ketika penderita dengan kondisi tubuh yang tidak memungkinkan lagi untuk banyak bergerak, akan memberatkan kondisi penderita yang menurun terlebih lagi sistem imun yang sangat buruk. Sehingga penderita dengan sistem imunitas tubuh yang menurun, sangatlah dibutuhkan perhatian lebih untuk mengurangi /memperhatikan tipe aktifitas/mobilitas yang berlebih. Hal ini dikarenakan kekuatan sistem muskuloskeletal penderita yang tidak lagi seperti usianya beberapa tahun yang lalu, masih dapat beraktifitas maksimal. 7. Lingkungan Mereka yang terdiagnosis atritis reumatoid sangatlah diperlukan adanya perhatian lebih mengenai keadaan lingkungan yang sangat mendukung. Ketika lingkungan sekitarnya yang tidak mendukung, maka kemungkinan besar klien akan merasakan gejala penyakit ini. Banyak diantaranya ketika keadaan suhu lingkungan sekitar penderita yang cukup dingin, maka penderita akan merasa ngilu, kekakuan sendi pada area-area yang biasa terpapar, sulit untuk mobilisasi, dan bahkan kelumpuhan. • Patofisiologi 3,5,6,10,12 Arthritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi kronis yang menyebabkan degenerasi jaringan penyambung. Jaringan penyambung yang biasanya mengalami kerusakan adalah membran sinovial yang melapisi persendian. Inflamasi akan menyebar ke struktur sekitar sendi, termasuk kartilago artikular dan kapsula sendi fibrosa. Akhirnya, ligamen dan tendon mengalami inflamasi. Inflamasi ini ditandai oleh akumulasi sel darah putih, aktivasi komplemen, fagositosis ekstensif, dan pembentukan jaringan parut. Arthritis rematoid ini adalah penyakit autoimun yang terjadi pada individu rentan setelah respon imun terhadap agen pemicu yang tidak diketahui. Agen pemicunya bisa adalah bakteri, mikoplasma, atau virus yang menginfeksi sendi secara antigenik. Biasanya respons antibodi awal terhadap mikroorganisme diperantarai oleh IgG. Walaupun respons ini berhasil menghancurkan mikroorganisme, individu yang mengalami penyakit ini mulai membentuk antibodi lain terhadap antibodi IgG awal. Antibodi yang ditujukan ke komponen tubuh sendiri ini disebut sebagai faktor rematoid (RF). RF akan menetap di kapsul sendi sehingga menyebabkan inflamasi kronis dan kerusakan jaringan. CD4 , T sel, fagosit mononuklear, fibroblas, osteoklas, dan neutrofil memainkan peran selular utama dalam patofisiologi RA, sedangkan limfosit B memproduksi autoantibodi (yaitu, arthritis faktor [RF]). Produksi sitokin abnormal banyak, kemokin, dan mediator inflamasi lain (misalnya, tumor nekrosis faktor alfa [TNF-alpha], interleukin (IL) -1, IL-6, mengubah beta faktor pertumbuhan, IL-8, faktor pertumbuhan fibroblast, trombosit yang diturunkan dari faktor pertumbuhan) telah ditunjukkan pada pasien dengan RA. Pada artritis reumatoid, reaksi autoimun tersebut terutama terjadi pada jaringan synovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran synovial. Pada inflamasi kronis, membran sinovial mengalami hipertrofi dan menebal sehingga menyumbat aliran darah dan lebih lanjut menstimulasi nekrosis sel dan respons inflamasi. Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi synovial disertai edema, kongesti vascular eksudat fibrin dan inflamasi selular. Peradangan yang berkelanjutan menyebabkan synovial menjadi menebal terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi. Pada persendian ini granulasi membentuk pannus atau penutup yang menutupi kartilago. Pannus masuk ke tulang subchondral. Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikuler. Kartilago menjadi nekrosis. Panus akan meghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang, akibatnya menghilangkan permukaan sendi yang akan mengalami perubahan generative dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot. Gbr 4. Pannus, pembengkakkan dan nodul reumatoid. Tingkat erosi dari kartilago persendian menentukan tingkat ketidakmampuan sendi. Pannus ini dapat menyebar ke seluruh sendi sehingga menyebabkan inflamasi dan pembentukan jaringan parut lebih lanjut. Bila kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi di antara permukaan sendi , karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis) sehingga sendi tidak dapat digerakkan terutama pada sendi tangan dna kaki. Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan ligament menjadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari persendian. Invasi dari tulang subcondral bisa menyebabkan osteoporosis setempat. Lamanya rheumatoid arthritisberbeda pada setiap orang ditandai dengan masa adanya serangan dan tidak adanya serangan. Sementara orang ada yang sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Yang lain terutama yang mempunyai factor rematoid, gangguan akan menjadi kronis yang progresif. Pada sebagian kecil individu terjadi progresif yang cepat ditandai kerusakan sendi yang terus menerus dan terjadi vaskulitis yang difus. Pasien dengan penyakit ringan memiliki kurang dari enam sendi yang terlibat, tidak ada erosi tulang pada x-ray dan tidak ada kegiatan RA luar sendi. Pasien dengan penyakit moderat 6-20 sendi yang terlibat dan mungkin telah penyempitan ruang sendi atau erosi pada x-rays. Parah RA pasien memiliki lebih dari 20 sendi yang terlibat, anemia, kerusakan sendi cepat pada x-ray dan aktivitas RA luar sendi. • Manifestasi Klinik 3,5,6,10 Adanya beberapa manifestasi klinis yang lazim ditemukan pada penderita Artritis reumatoid. Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat yang bersamaan karena penyakit ini memiliki manifestasi klinis yang sangat bervariasi. 1. Gejala - gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun dan demam. Terkadang dapat terjadi kelelahan yang hebat,mati rasa, dan kesemutan. 2. Poliartritis yang mengakibatkan terjadinya kerusakan pada rawan sendi dan tulang sekitarnya. Kerusakan ini terutama pada sendi perifer, termasuk sendi - sendi di tangan dan kaki yang umumnya bersifat simetris,namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalangs distal. Hampir semua sendi diartrodial dapat terserang. 3. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari satu jam, dapat bersifat generalisata tetapi terutama menyerang sendi - sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis, yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu berulang dari satu jam. 4. Artritis erosive, merupakan ciri khas Artritis reumatoid pada gambaran radiologik. Peradangan sendi yang kronik melibatkan erosi di tepi tulang dan dapat dilihat pada radiogram. 5. Deformitas Kerusakan dari struktur - struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit. Dapat terjadi pergeseran urnal atau deviasi jari, subluksasi sendi meta karpo falangenal, deformitas boutonniere, dan leher angsa merupakan beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai pada penderita. Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi matatersal. Sendi - sendi yang sangat besar juga dapat terserang dan akan mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerakan ekstensi. 6. Nodul - nodul reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga orang dewasa penderita Artritis reumatoid. Lokasi yang paling sering dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku) atau disepanjang permukaan ekstensor dari lengan, walaupun demikian nodul - nodul ini dapat juga timbul pada tempat - tempat lainnya. Adanya nodul - nodul ini biasanya merupakan suatu petunjuk penyakit yang aktif dan lebih barat. 7. Manifestasi ekstraartikuler, artritis reumatoid juga dapat menyerang juga dapat menyerang organ - organ lain di luar sendi seperti : Kulit Nodul reumatoid umumnya timbul pada fase aktif dan terbentuk di bawah kulit terutama pada lokasi yang banyak menerima tekanan seperti olekranon, permukaan ekstensor lengan dan tendon Achilles. Vaskulitis seringkali bermanifestasi sebagai lesi purpura atau ekimosis pada kulir dan nekrosis kuku. Jika vaskulitis menyebabkan iskemia pada daerah yang cukup luas, kelainan ini dapat menyebabkan terbentuknya gangren atau ulkus terutama pada ekstremitas bawah. Mata Kelainan yang sering dijumpai adalah kerato-konjungtivitis sicca yang merupakan manifestasi sindrom Sjogren. Pada AR umumnya dapat dijumpai beberapa episkleritis yang umumnya sangat ringan dan akan sembuh secara spontan. Walaupun demikian, pada AR dapat pula dijumpai gejala skleritis yang secara histopatologis menyerupai nodul reumatoid dan dapat menyebabkan terjadinya erosi sklera sampai pada lapisan koroid serta menimbulkan gejala skleromalasia perforaans yang dapat menyebabkan kebutaan. Sistem Respiratorik Peradangan pada sendi krikoaritenoid tidak jarang dijumpai pada AR. Gejalanya berupa nyeri pada tenggorokan, nyeri menelan atau disfonia yang umumnya semakin berat pada pagi hari. Paru merupakan organ yang sering terlibat AR, umumnya hanya ringan dan dapat diketahui dari hasil autospi berupa pneumonitis interstisial. Akan tetapi jika terus berlanjut maka dapat pula dijumpai efusi pleura dan fibrosis paru yang luas. Sistem Kardiovaskular Pada beberapa pasien dapat dijumpai gejala perikarditis konstriktif yang berat. Lesi inflamatif yang menyerupai nodul reumatoid dpaat dijumpai pada miokardium dan katup jantung. Lesi ini dapat menyebabkan disfungsi katup, fenomen ombolisasi, gangguan konduksi, aortitis, dan kardiomiopati. Sistem Gastrointestinal Seringkali dijumpai komplikasi berupa gastritis dan ulkus peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan NSAID atau DMARD yang merupakan faktor penyebab mordibitas dan mortalitas utama pada AR. Ginjal Pada AR jarang sekali ditemukan kelainan glomerular. Jika pada pasien AR dijumpai proteinuria, umumnya hal tersebut lebih sering karena efek samping pengobatan saperti garam emas dan d-penisilamin atau terjadi sekunder akibat amikoidosis. Walaupun kelainan ginjal interstisial dapat dijumpai pada sindrom Sjogren, umumnya kelainan tersebut lebih banyak berhubungan dengan penggunaan NSAID. Sementara penggunaan NSAID yang tidak terkontrol dapat sampai menimbulkan nekrosis papilar ginjal.1 Sistem Syaraf Patogenesis komplikasi neurologis pada AR umumnya berhubungan dengan miopati akibat instabilitas vertebra, servikal, neuropati jepitan atau neuropati iskemik akibat vaskulitis. Sistem hematologis Anemia akibat penyakit kronik yang ditandai dengan gambaran eritrosit normositiknormokromik (atau hipokromik ringan) yang disertai dengan kadar besi serum yang rendah serta kapasitas pengikatan besi yang normal atau rendah merupakan gambaran umum yang sering dijumpai pada AR. Anemia akibat penyakit kronik ini harus dapat dibedakan dari anemia defisiensi besi yang juga dapat dijumpai pada AR akibat penggunaan NSAID yang menyebabkan erosi mukosa lambung. Pada pasien AR yang berat dengan HLA-DR4 positif sering dijumpai sindrom Felty yang merupakan gabungan dari gejala AR, splenomegali, leukopenia dan ulkus pada tungkai. Sindrom felty pada umumnya juga sering disertai dengan limfadenopati dan trombositopenia. Selain sindrom felty, trombositopenia juga dapat timbul sebagai komplikasi akibat penekanan sumsum tulang pada penggunaan obat imunosupresif atau berhubungan dengan proses autoimun pada penggunaan garam emas, dpenisilamin atau sulfasalazin. • Komplikasi 3,5,6,9 Gangguan pertumbuhan dan perkembangan merupakan komplikasi yang serius pada RA. Hal ini terjadi karena penutupan epifisis dini yang sering terjadi pada tulang dagu, metakarpal dan metatarsal. Kelainan tulang dan sendi lain dapat pula terjadi, yang tersering adalah ankilosis, luksasio, dan fraktur. Komplikasi-komplikasi ini terjadi tergantung berat, lama penyakit dan akibat pengobatan dengan steroid. Komplikasi yang lain adalah vaskulitis, ensefalitis. Amiloidosis sekunder dapat terjadi walaupun jarang dan dapat fatal karena gagal ginjal. Rheumatoid arthritis adalah bukan hanya penyakit kerusakan sendi. Hal ini dapat melibatkan hampir semua organ. Masalah yang mungkin terjadi meliputi: • Nodulus reumatoid ekstrasinovial dapat terbentuk pada katup jantung atau pada paru, mata atau limpa. Fungsi pernapasan dan jantung dapat terganggu. • anemia karena kegagalan sumsum tulang untuk menghasilkan cukup sel-sel darah merah baru • kerusakan pada jaringan paru (paru artritis) • cedera pada tulang belakang saat tulang leher menjadi tidak stabil sebagai akibat dari RA. • Reumatoid vaskulitis (radang pembuluh darah) yang dapat menyebabkan bisul dan infeksi kulit, pendarahan tukak lambung, dan masalah saraf yang menyebabkan nyeri, mati rasa, atau kesemutan. Vaskulitas juga dapat mempengaruhi otak, saraf, dan jantung, yang dapat menyebabkan stroke, serangan jantung, atau gagal jantung. • Pembengkakan dan peradangan pada lapisan luar jantung atau perikarditis dan dari otot jantung (miokarditis). Kedua kondisi ini dapat menyebabkan gagal jantung kongestif. • Sindrom Sjogren yang merupakan gangguan autoimun di mana kelenjar yang memproduksi air mata dan ludah yang hancur. Kondisi ini dapat mempengaruhi berbagai bagian tubuh, termasuk ginjal dan paru-paru. • Penatalaksanaan 3,5,7,10,12 Tujuan utama dari program pengobatan pada reumatoid artritis adalah untuk menghilangkan nyeri dan peradangan, mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari penderita, serta mencegah dan atau memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi. Selain itu, dengan adanya program pengobatan ini dapat mengusahakan agar pasien dapat tetap bekerja dan hidup secara biasa baik di rumah maupun di tempat kerja, terutama mengatasi kerperluan-keperluan dirinya sehari-hari. Penatalaksanaan yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan itu meliputi pendidikan, istirahat, latihan fisik dan termoterapi, gizi, serta obat – obatan. Pengobatan harus diberikan secara paripurna, karena penyakit sulit sembuh. Oleh karena itu, pengobatan dapat dimulai secara lebih dini. Penderita harus dijelaskan mengenai penyakitnya dan diberikan dukungan psikologis. Nyeri dikurangi atau bahkan dihilangkan, reaksi inflamasi harus ditekan, fungsi sendi dipertahankan, dan deformitas dicegah dengan obat antiinflamasi nonsteroid, alat penopang ortopedis, dan latihan terbimbing. Pada keadaan akut kadang dibutuhkan pemberian steroid atau imunosupresan. Sedangkan, pada keadaan kronik sinovektomi mungkin berguna bila tidak ada destruksi sendi yang luas. Bila terdapat destruksi sendi atau deformitas dapat dianjurkan dan dilakukan tindakan artrodesis atau artroplastik. Sebaiknya pada revalidasi disediakan bermacam alat bantu untuk menunjang kehidupan sehari - hari dirumah maupun ditempat karja. a. pengobatan non medika mentosa • Langkah pertama dari program penatalaksanaan artritis reumatoid adalah memberikan pendidikan kesehatan yang cukup tentang penyakit kepada klien, keluarganya, dan siapa saja yang berhubungan dengan klien. Pendidikan kesehatan yang diberikan meliputi pengertian tentang patofisiologi penyakit, penyebab dan prognosis penyakit, semua komponen program penatalaksanaan termasuk obat yang kompleks, sumber-sumber bantuan untuk mengatasi penyakit, dan metode- metode yang efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan oleh tim kesehatan. • Istirahat adalah penting karena Artritis reumatoid biasanya disertai rasa lelah yang hebat. Walaupun rasa lelah tersebut dapat timbul setiap hari, tetapi ada masa - masa di mana pasien marasa keadaannya lebih baik atau lebih berat. Kekakuan dan rasa tidak nyaman dapat meningkat apabila beristirahat. Hal ini memungkinkan pasien dapat mudah terbangun dari tidurnya pada malam hari karena nyeri. • Rehabilitasi Rehabilitasi merupakan tindakan untuk mengembalikan tingkat kemampuan pasien AR dengan cara: · Mengurangi rasa nyeri · Mencegah terjadinya kekakuan dan keterbatasan gerak sendi · Mencegah terjadinya atrofi dan kelemahan otot · Mencegah terjadinya deformitas · Meningkatkan rasa nyaman dan kepercayaan diri · Mempertahankan kemandirian sehingga tidak bergantung kepada orang lain. Rehabilitasi dilaksanakan dengan berbagai cara antara lain dengan mengistirahatkan sendi yang terlibat, latihan serta dengan menggunakan modalitas terapi fisis seperti pemanasan, pendinginan, peningkatan ambang rasa nyeri dengan arus listrik. Manfaat terapi fisis dalam pengobatan AR telah ternyata terbukti dan saat ini merupakan salah satu bagian yang tidak terpisahkan dalam penatalaksanaan AR. • Fisioterapi / latihan Disamping itu latihan - latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi sendi. Latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit, dan sebaiknya dilakukan sedikitnya dua kali sehari. Obat-obatan penghilang nyeri mungkin perlu diberikan sebelum latihan. Latihan ini dilakukan sebagai pencegahan terhadap cacat yang lebih lanjut dan bila sudah terjadi cacat, dicoba dilakukan rehabilitasi bila masih memungkinkan. • Di samping bentuk latihan, sering pula diperlukan alat bantu. Oleh sebab itu, pada pengobatan fisioterapi tercakup pengertian tentang rehabilitasi termasuk: • pemakaian alat bidai, tongkat, tongkat penyangga, walking machine, kursi roda, sepatu dan alat ortotik lainnya • mekanoterapi yaitu alat mekanik untuk latihan • pemanasan baik hidroterapi maupun elektroterapi • occupational therapy • Untuk menilai kemajuan hasil pengobatan dapat dipakai parameter: • tentang lamanya morning stiffness • berapa banyaknya sendi yang nyeri bila berjalan atau digerakkan • kekuatan menggenggam yang dinilai dengan sphygnomanometer/tensi meter • waktu yang diperlukan untuk berjalan 10-15 meter b. Pengobatan medika mentosa Beberapa contoh obat yang dapat diberikan antara lain: 1. Analgesik (penghilang rasa sakit). Ini tidak mengurangi peradangan namun dapat membantu dengan kontrol nyeri. Contohnya: • Acetaminophen dengan kodein (seperti Tylenol dengan kodein). • Acetaminophen dengan xanax (seperti Vicodin). • Tramadol. • Propoxyphene (seperti Darvon). 2. NSAIDs Obat anti-infalamasi nonsteroid (NSAID) dapat mengurangi gejala nyeri dan mengurangi proses peradangan. Obat ini bekerja dengan menghambat enzim siklooxygenase sehingga menekan sintesis prostaglandin dengan cara menghambat pembebasan dan aktivitas mediator inflamasi (histamin, serotonin, enzim lisosomal dan enzim lainnya). Akan tetapi, obat ini tidak memperlambat kemajuan RA. Maka dari itu, penderita RA sedang sampai parah sering membutuhkan obat tambahan untuk mencegah kerusakan sendi lebih lanjut. Yang termasuk dalam golongan ini adalah ibuprofen dan natrium naproxen. Golongan ini mempunyai risiko efek samping yang tinggi bila di konsumsi dalam jangka waktu yang lama. Semua NSAID secara potensial umumnya bersifat toksik. Toksisitas NSAID yang umum dijumpai adalah efek sampingnya pada traktus gastrointestinalis terutama jika NSAID digunakan bersama obat obatan lain, alkohol, kebiasaan merokok atau dalam keadaan stress. Usia juga merupakan suatu faktor risiko untuk mendapatkan efek samping gastrointestinal akibat NSAID. Pada penderita yang sensitif dapat digunakan preparat NSAID yang berupa suppositoria, pro drugs, enteric coated, slow release atau non-acidic. Efek samping lain yang mungkin dijumpai pada pengobatan NSAID antara lain adalah reaksi hiper-sensitivitas, gangguan fungsi hati dan ginjal serta pe-nekanan sistem hematopoetik. 3. Kortikosteroid Kortikosteroid mempunyai antiinflamasi dan imunosupresi. Golongan ini bekerja dengan antigen limfosit sel T, menghambat prostaglandin dan sintesa leukotrien. Golongan kortikosteroid seperti prednison dan metil prednisolon dapat mengurangi peradangan, nyeri dan memperlambat kerusakan sendi. Dalam jangka pendek kortikosteroid memberikan hasil yang sangat baik, namun bila di konsumsi dalam jangka panjang efektifitasnya berkurang dan memberikan efek samping yang serius. Oleh karena itu, kortikosteroid hanya dipakai untuk pengobatan RA dengan komplikasi berat dan mengancam jiwa karena obat ini mempunyai efek samping yang sangat berat. Obat ini bermanfaat sebagai bridging therapy dalam mengatasi sinovitis sebelum DMARD bekerja, kemudian dihentikan secara bertahap terutama pada pasien dengan simptom berat. Penggunaan kortikosteroid ini dapat diberikan secara suntikan intraartikular dengan infeksi disingkarkan terlebih dahulu. 4. Obat remitif (DMARD) Selain obat-obatan penghilang nyeri dan radang, pasien juga harus sesegera mungkin perjalanan mendapat penyakit pengobatan awal konvensional yang (disease progresif modifying dengan obat antirheumatic perubah drugs (DMARD)). DMARD digunakan untuk melindungi rawan sendi dan tulang dari proses destruksi akibat arthrotis reumatoid. Obat ini diberikan untuk pengobatan jangka panjang. Oleh karena itu diberikan pada stadium awal untuk memperlambat perjalanan penyakit dan melindungi sendi dan jaringan lunak disekitarnya dari kerusakan. Yang termasuk dalam golongan ini adalah klorokuin, metotreksat salazopirin, dan garam emas. Obat ini harus diberikan pada semua pasien RA, kecuali yang mempunyai kontra indikasi. First line pengobatan ini dapat menggunakan metotrexat, hidroxy klorokuin, sulfasalazine, dan leflunomid. Obat lain yang digunakan antara lain azatioprin, penisilamin, garam emas, siklosporin. Apabila terapi tunggal tidak efektif mengobatinya, maka dapat menggunakan kombinasi dua atau lebih DMARD seperti kombinasi metotrexate dengan siklosporin atau metotrexate dikombinasikan dengan sulfasalazin dan hidroxy klorokuin. Jenis-jenis yang digunakan adalah: a. Klorokuin, paling banyak digunakan karena harganya terjangkau, namun efektivitasnya lebih rendah dibandingkan dengan yang lain. Dosis anjuran klorokuin fosfat 250 mg/hari hidrosiklorokuin 400 mg/hari. Efek samping bergantung pada dosis harian, berupa penurunan ketajaman penglihatan, dermatitis makulopapular, nausea, diare, dan anemia hemolitik. b. Sulfasalazin dalam bentuk tablet bersalut enteric digunakan dalam dosis 1 x 500 mg/hari, ditingkatkan 500 mg per minggu, sampai mencapai dosis 4 x 500 mg. Setelah remisi tercapai, dosis dapat diturunkan hingga 1 g/hari untuk dipakai dalam jangka panjang sampai tercapai remisi sempurna. Jika dalam waktu 3 bulan tidak terlihat khasiatnya, obat ini dihentikan dan diganti dengan yang lain, atau dikombinasi. Efek sampingnya nausea, muntah, dan dyspepsia. c. D-penisilamin, kurang disukai karena bekerja sangat lambat. Digunakan dalam dosis 250-300 mg/hari, kemudian dosis ditingkatkan setiap 2-4 minggu sebesar 250-300 mg/hari untuk mencapai dosis total 4x 250-300 mg/hari. Efek samping antara lain ruam kulit urtikaria atau mobiliformis, stomatitis, dan glomerulonefritis. d. Garam emas adalah gold standard bagi DMARD. Khasiatnya tidak diragukan lagi meski sering timbul efek samping. Auro sodium tiomalat (AST) diberikan intramuskular, dimulai dengan dosis percobaan pertama sebesar 10 mg, seminggu kemudian disusul dosis kedua sebesar 20 mg. Seminggu kemudian diberikan dosis penuh 50 mg/minggu selama 20 minggu. Dapat dilanjutkan dengan dosis tambahan sebesar 50 mg tiap 2 minggu sampai 3 bulan. Jika diperlukan, dapat diberikan dosis 50 mg setiap 3 minggu sampai keadaan remisi tercapai. Efek samping berupa pruritis, stomatitis, proteinuria, trombositopenia, dan aplasia sumsum tulang. Jenis yang lain adalah auranofin yang diberikan secara oral dalam dosis 2 x 3 mg. Efek samping lebih jarang dijumpai, namun efektivitas kurang dan pada awal sering ditemukan diare yang dapat diatasi dengan penurunan dosis. e. Obat imunosupresif atau imunoregulator. Metotreksat sangat mudah digunakan dan waktu mula kerjanya relatif pendek dibandingkan dengan yang lain. Dosis dimulai 5-7,5 mg setiap minggu. Bila dalam 4 bulan tidak menunjukkan perbaikan, dosis harus ditingkatkan. Dosis jarang melebihi 20 mg/minggu. Efek samping jarang ditemukan. Penggunaan siklosporin untuk artritis reumatoid masih dalam penelitian. 5. Biological agent. 11 Ada berbagai jenis agen biologik: • modulator sel darah putih termasuk: abatacept (Orencia) dan rituximab (Rituxan) • Tumor necrosis factor (TNF) inhibitor meliputi: adalimumab (Humira), etanercept (Enbrel), infliximab (Remicade), golimumab (Simponi), dan certolizumab (Cimzia) • Interleukin-6 (IL-6) inhibitor: tocilizumab (Actemra) Agen biologis bisa sangat membantu dalam mengobati rheumatoid arthritis. Namun, orang yang memakai obat ini harus diawasi sangat erat karena faktor risiko yang serius: infeksi dari bakteri, virus, dan jamur, leukemia. Operasi Jika berbagai cara pengobatan telah dilakukan dan tidak berhasil serta terdapat alasan yang cukup kuat, dapat dilakukan pengobatan pembedahan. Jenis pengobatan ini pada pasien AR umumnya bersifat ortopedik, misalnya sinovektomi (penghapusan lapisan sendi atau sinovinum), artrodesis, total hip replacement, memperbaiki deviasi ulnar, dan sebagainya. Pada titik tertentu, penggantian sendi total dibutuhkan. Dalam kasus ekstrim, total lutut, penggantian pinggul, penggantian pergelangan kaki, penggantian bahu, dan lain-lain dapat dilakukan. Proses pembedahan lain yang mungkin dilakukan antara lain arthrodesis (fusi gabungan) dapat membawa stabilitas dan menghilangkan rasa sakit, tetapi hanya dengan harga mobilitas sendi menurun. Synovectomy (pengangkatan destruktif, berkembang biak sinovium, biasanya di pergelangan tangan, jari, dan lutut) dapat menghentikan atau menunda perjalanan penyakit. • Pencegahan Rheumatoid arthritis tidak memiliki pencegahan diketahui. Namun, seringkali mungkin untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada sendi dengan pengobatan dini yang tepat. • Olah raga secara rutin. Semua jenis olah raga dapat dilakukan sejauh nyeri atau pembengkakan tidak bertambah. • Kompres panas atau dingin dapat membantu meredakan nyeri. Kompres panas dapat meredakan rasa kaku sedangkan kompres dingin menyebabkan daerah yang sakit menjadi mati rasa. Mandi air panas juga dapat membantu melemaskan otot-otot dan meredakan rasa nyeri. • Pertahankan berat badan normal. Berat badan yang berlebihan memberikan tekanan yang lebih besar pada persendian sehingga meningkatkan risiko nyeri lutut, panggul, dan punggung. • Beritahu pasien tentang obat yang diperlukan dan cara penggunaannya: nama obat, dosis, frekuensi penggunaan, dll • Beritahu pasien tentang kemungkinan efek samping dari preparat artritis • Prognosis 5,10 Tidak adanya RF tidak selalu meramalkan prognosis yang baik. Hasil dapat terganggu ketika diagnosis dan pengobatan tertunda. Penanda laboratorium lain prognosis yang buruk meliputi bukti radiologis awal cedera tulang, anemia persisten dari penyakit kronis, peningkatan kadar komponen komplemen, dan adanya antibodi anti-CCP. RA yang tetap terus-menerus aktif selama lebih dari satu tahun kemungkinan akan menyebabkan deformitas sendi dan kecacatan. Periode kegiatan berlangsung hanya beberapa minggu atau beberapa bulan diikuti oleh remisi spontan meramalkan prognosis yang lebih baik Perjalanan penyakit dan hasil pengobatan rhematoid arthritis pada setiap pasien tidak dapat diprediksi. Terdapat beberapa faktor yang menjadikan prognosis buruk pada pasien antara lain: ◦ Poliarthritis generalisa di mana jumlah sendi yang terkena lebih dari 20. ◦ LED dan CRP yang tinggi meskipun sudah menjalani terapi. ◦ Manifestasi ekstraartikular, misalnya nodul ◦ Faktor rhematoid positif ◦ Ditemukannya erosi pada radiografi polos dalam kurun waktu 2 tahun sejak onset. ◦ Status HLA-DR4. Spektrum beratnya penyakit ini berkisar dari ringan atau subklinis sampai bentuk agresif atau destruktif yang berkaitan dengan angka kematian yang tinggi. Prognosis sangat ditentukan dari tipe onset penyakitnya (Tabel 1). Tipe Onset Poliartritis Subtipe RF+ Klinis Wanita Prognosis Buruk Usia lebih tua Tangan/pergelangan Erosi sendi Nodul Non remisi ANA+ Wanita Baik Usia muda Oligoartritis Seronegatif ANA+ Wanita Tidak tentu Sangat baik Usia muda RF+ Uveitis Kurang baik Poliartritis Buruk Erosi Non Remisi HLA-B27+ Laki-laki Baik Seronegatif - Baik Sekitar 70-90% penderita ARJ sembuh tanpa cacat, 10% menderita cacat sampai dewasa, sebagaian diantaranya akan berkembang menjadi bentuk dewasa disertai kecacatan. • Epidemiologi 3,5,10,12 Prevalensi penyakit ini dua sampai tiga kali lebih sering terjadi pada wanita daripada pria, di mana umumnya terjadi pada usia pertengahan. Insiden biasanya meningkat dengan bertambahnya usia, terutama pada wanita. Kecenderungan insiden yang terjadi pada wanita dan wanita subur diperkirakan karena adanya gangguan dalam keseimbangan hormonal (estrogen) tubuh, namun hingga kini belum dapat dipastikan apakah faktor hormonal memang merupakan penyebab penyakit ini. Penyakit ini biasanya pertama kali muncul pada usia 25 - 50 tahun, puncaknya adalah antara usia 40 hingga 60 tahun. Penutup Arthritis rheumatoid adalah penyakit inflamasi nonbakterial yang bersifat sistemik, progresif, cenderung kronis yang menyerang beberapa sistem organ, dan paling sering ditemukan di sendi. Penyebab Artritis reumatoid masih belum diketahui secara pasti walaupun banyak hal mengenai patologis penyakit ini telah terungkap. Artritis Reumatoid merupakan suatu penyakit autoimun sistemik menahun yang proses patologi utamanya terjadi di cairan sinovial. Penderita artritis reumatoid seringkali datang dengan keluhan artritis yang nyata dan tanda-tanda peradangan sistemik. Biasanya gejala timbul perlahan-lahan seperti lelah, demam, hilangnya nafsu makan, turunnya berat badan, nyeri, dan kaku sendi. Terdapat beberapa faktor yang berperan dalam timbulnya penyakit artritis reumatoid ini antara lain jenis kelamin, keturunan, lingkungan, dan infeksi. Penyakit ini bersifat kronis dan sering kambuh, maka penderita akan mengalami penurunan produktivitas pekerjaan karena gejala dan keluhan yang timbul menyebabkan gangguan aktivitas fisik, psikologis, dan kualitas hidup menderita. Prognosis untuk kehidupan penderita tidak membahayakan, akan tetapi kesembuhan penyakit sukar tercapai. Untuk itu, pengobatan perlu diberikan dengan tujuan untuk menghasilkan dan mempertahankan remisi atau sedapat mungkin berusaha menekan aktivitas penyakit tersebut. Tujuan utama dari program terapi adalah meringankan rasa nyeri dan peradangan, mempertahankan fungsi sendi dan mencegah dan/atau memeperbaiki deformitas. Meskipun penderita artritis reumatoid jarang yang sampai menimbulkan kematian, namun apabila tidak segera ditangani dapat menimbulkan gejala deformitas/cacat yang menetap. Perjalanan penyakit AR sangat bervariasi,bergantung pada ketaatan pasien untuk berobat dalam jangka waktu lama. Sekitar 50-75% pasien AR akan mengalami remisi dalam 2 tahun. Selebihnya akan mengalami prognosis yang lebih buruk. Penyebab kematian pada AR umumnya adalah infeksi, penyakit jantung, gagal pernafasan, gagal ginjal dan penyakit saluran cerna. Untuk menentukan kemajuan pengobatan di pakai parameter: lamanya morning stiffness, banyaknya sendi yang nyeri bila digerakkan/ berjalan, waktu yang diperlukan untuk berjalan 10-15 meter, peningkatan LED, jumlah obat-obatan yang digunakan. Daftar Pustaka 1. Jonathan G. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta : Erlangga; 2007. hlm. 196-7. 2. Dani R. Merokok dapat meningkatkan resiko reumatoid artritis. 4 Juni 2009. diunduh dari : http://bio-fir.info/merokok-dapat-meningkatkan-resiko-rheumatoid-arthritis/ 3. Junadi P, Soemasto AS, dan Amelz H. Kapita selekta kedokteran. Ed 2. Jakarta: Media aesculapius; 1982. hlm 143-56. 4. Cell count and differential count for synovial fluid analysis. 8 Desember 2010. Diunduh dari: http://meded.ucsd.edu/isp/1994/im-quiz/amono.htm 29 Maret 2011. 5. Ilmu penyakit dalam 6. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi robbins. Edisi 7. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.hlm.464-6. 7. Sabiston. Buku ajar ilmu bedah. Ed. 1. Jakarta: EGC; 1994.hlm 1234-5. 8. Wiley J dan Blackwell. ABC of rheumatology. Ed 4. Jakarta: EGC;2010. hlm. 71-8. 9. Medlineplus medical encyclopedia. Rheumatoid arthritis. 2 Juni 2010. Diunduh dari: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000431.htm 27 Maret 2011. 10. J. adam rindfleisch, daniel muller. Rheumatoid arthritis. 7 februari 2010. Diunduh dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ . 27 Maret 2011. 11. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga; 2005.hlm. 374-9, 384-6. 12. Smith HR. The Medscape Journal of Medicine. Rheumatoid arthritis. September 2010. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/331715-overview. 27 Maret 2011.