Ilmu Perpustakaan dan Informasi dan Dinamikanya

advertisement
Ilmu Perpustakaan, Kearsipan dan Informasi dan Dinamikanya
Oleh: Ike Iswary Lawanda
Penulis bermaksud untuk mendefinisikan ilmu perpustakaan dan informasi
sebagai suatu ilmu yang mempelajari masalah-masalah informasi dan yang terkait dengan
isu-isu sosial serta manajemen keteraturan informasi itu sendiri dan kaitannya dengan
keteraturan sosial, serta mempelajari upaya-upaya penegakan pedoman-pedoman dan
peraturannya, serta mempelajari teknik-teknik penelusuran yang tidak sesuai dalam
penemuan kembali informasi dan cara-cara pencegahan ketidak-sesuaian penemuan
kembali informasi. Karena, ilmu perpustakaan dan informasi adalah ilmu terapan,
metodologi terbaik untuk memahami sampai pada sumbernya adalah pendekatan
multibidang selain dari pendekatan liniernya. Fokus dan ruang lingkup dan
pendekatannya adalah khusus diterapkan pada masalah-masalah yang muncul dalam
masyarakat plural Indonesia. Keteraturan informasi dan kaitannya dengan keteraturan
sosial, masalah ketidak sesuaian informasi dengan kebutuhan dan kaitannya dengan
masalah sosial berhubungan dengan pengetahuan tentang pentingnya informasi dan
kaitannya dengan masalah budaya. Masalah-masalah tersebut hanya dapat dipecahkan
secara sistematik dan holistik melalui pendekatan antardisiplin.
Pendahuluan
Sarjana ilmu perpustakaan, sarjana kearsipan dan sarjana informasi adalah orang yang
memiliki keahlian dalam suatu bidang tersebut setelah memperoleh pengetahuan yang
sitematis dalam waktu tertentu dan memperoleh pengakuan atas keahliannya tersebut,
1
dan mempunyai tanggung jawab untuk mengembangkan ilmunya yang terkait diikuti
dengan
metodena.
Sarjana
perpustakaan
memiliki
tanggung
jawab
utama
mengembangkan ilmu perpustakaannya, sedangkan sarjana kearsipan juga bertanggung
jawab melaksanakan pengembangan keilmuwan; sehingga status atau atribut sarjana
membedakannya dari professional pustakawan, arsivis atau petugas informasi.
Pustakawan atau petugas kepustakaan, arsivis dan petugas keinformasian
melakukan fungsinya dalam struktur kehidupan masyarakat sebagai penyedia informasi,
pendukung kehidupan, yaitu bertanggung jawab khusus untuk menjaga keteraturan
informasi dan pemenuhan kebutuhan informasi yang tekait, dalam bentuk penerapan
peraturan untuk mengelola informasinya maupun dalam bentuk upaya pencegahan
ketidakpuasan terhadap pemenuhan kebutuhan informasi agar masyarakat dapat hidup
dan bekerja dalam kebutuhan informasi yang terpenuhi. Kegiatan-kegiatan pustakawan
dan petugas informasi adalah berkenaan dengan masalah-masalah kebutuhan informasi
yang terkait yaitu berkenaan dengan gejala kebutuhan yang ada dalam kehidupan
intelektual sosial dalam suatu masyarakat yang dirasakan sebagai beban dan atau
gangguan yang merugikan anggota masyarakat tersebut. Masyarakat yang dimaksud
adalah masyarakat setempat yaitu dimana pusat informasi tersebut ada, maupun
masyarakat luas dimana masyarakat tersebut menjadi bagiannya, lokal maupun nasional.
Pengertian masyarakat juga mencakup didalamnya administrasi pemerintahannya, tokohtokoh masyarakat yang dianggap sebagi orang-orang yang dipercaya dapat mewakili
kepentingan kesejahteraan masyarakat yang bersangkutan.
Keberadaan dan fungsi pustakawan dan petugas keinformasian dalam masyarakat
adalah sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat yang bersangkutan untuk
2
memperoleh pelayanan pustakawan dan petugas keinformasian. Sebaliknya, sarjana ilmu
perpustakaan, kearsipan dan informasi dituntut untuk memikirkan dan mencarikan jalan
keluar atas permasalahan yang muncul dalam pekerjaan professional pustakawan, arsivis
dan petugas informasi dalam menjalankan tugasnya dalam suatu masyarakat atau
komuniti. Sebuah masyarakat lokal yang hidup di pedesaan terpencil mampu mengatur
keteraturan informasi dalam kehidupannya melalui institusi adat yang berlaku sehingga
tidak memerlukan pelayanan pustakawan atau petugas keinformasian. Sebaliknya,
masyarakat kota dan pedesaan yang maju sudah menjadi kompleks tidak memfungsikan
lagi institusi adat sebagai acuan dalam mengatur dan menjaga keberlangsungan
keteraturan informasi – maka disini dibutuhkan pustakawan dan petugas keinformasian
yang dapat mengatasi berbagai masalah pemenuhan kebutuhan informasi yang menjadi
hambatan kerja anggota masyarakat pada pusat informasi yang bersangkutan.
Masalah-masalah kebutuhan informasi yang muncul dalam suatu masyarakat dan
dari satu pusat informasi belum tentu sama dengan masalah dari masyarakat dan pusat
informasi lain. Oleh karenanya, ilmu perpustakaan, kearsipan, dan informasi tidak dapat
dilepaskan dari permasalahan manusia dan nilai-nilai serta kebiasaan-kebiasaan dari
masyarakat atau komuniti yang dilayaninya. Pengembangan ilmu atas corak informasi
yang terkait dari bidang-bidang tersebut dapat dilakukan menggunakan konsepkonsepdan metode-metode yang bercorak antar-bdang atau lintas-bidang sehingga
pekerjaan dan informasi yang disediakan lebih bermakna atau sampai pada warga yang
ditujunya. Pengembangan ilmu ini merupakan sumber pengembangan pengetahuan bagi
pustakawan dan petugas informasi menjalankan tugas sesuai dengan fungsinya, yang
berbeda-beda di satu masyarakat atau pusat informasi dengan masyarakat dan pusat
3
informasi lain. Begitu juga dengan masalah-masalah pemenuhan kebutuhan informasi
dan masalah sosial yang muncul harus dihadapi berbeda-beda antara satu negara dengan
negara lain. Sehingga, tugas pustakawan dan petugas keinformasian dari satu negara
dengan negara lain dapat berbeda coraknya.
Tugas-tugas pustakawan dan petugas keinformasian muncul dan berkembang
berawal dari dilakukan sebagai pilihan minat orang untuk bekerja menjadi sekarang
pustakawan dan petugas keinformasian merupakan tugas-tugas profesi atau tugas-tugas
keahlian sesuai dengan perkembangan masyarakat serta permasalahannya dan sesuai
dengan tuntutan kebutuhan masyarakat akan adanya pelayanan pustakawan dan petugas
keinformasian yang profesional dan terpercaya. Untuk dapat menjalankan tugas-tugas
profesi tersebut pustakawan dan petugas keinformasian dibentuk melalui pendidikan
formal berkaitan dengan pengetahuan yang dapat digunakan untuk menjalankan tugastugas kepustakaan dan keinformasian dalam masyarakat sesuai dengan tuntutan
kebutuhan masyarakatnya.
Pengertian Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan adalah rangkaian konsep-konsep atau kerangka konseptual
yang digunakan, dimanfaatkan dan dikembangkan oleh para sarjana dari generasi ke
generasi untuk dapat memajukan kehidupan manusia. Ilmu pengetahuan dikembangkan
dengan menghasilkan suatu penemuan baru yang merupakan pengembagan atau
pendalaman lebih khusus dari penemuan sebelumnya, mengacu pada dan mengunakan
konsep-konsep yang sudah ada yang relevan. Pengembangan ilmiah ini menghasilkan
pembidangan sesuai dengan paradigma dan pendekatan yang mendasarinya mencitakan
4
pembidangan keilmuan, dengan metodologi dan metode yang terkait yang dihasilkan dan
digunakan dalam pengembangan ilmunya.
Pembagian ilmu pengetahuan secara tradisional adalah ilmu-ilmu pengetahuan
alam, ilmu-ilmu sosial dan humaniora (humanities). Masing-masing golongan memiliki
sejumlah bidang-bidang ilmu pengetahuan (disiplin ilmu). Para ahli berkembang dan
mengembangkan pengetahuannya didalam masing-masing bidang ilmu pengetahuan
tersebut. Setiap bidang ilmu pengetahuan memiliki paradigmanya sendiri yang
membedakannya dengan bidang ilmu pengetahuan lain yang memiliki paradigmanya
sendiri yang dimilikinya. Pendapat yang berbeda antara Thomas Kuhn dan Karl Popper
tentang perkembangan ilmu pengetahuan antara melalui proses revolusi dan proses
evolusi berlandaskan paradigma-paradigma yang sudah ada.
Ilmu pengetahuan alam adalah kajian mengenai gejala-gejala alam yang bertujuan
untuk menemukan hukum-hukum yang merupakan hakekat dari gejala-gejala alam dan
keteraturan yang ada dalam hubungan yang terjadi diantara gejala-gejala. Tujuan
kegiatan penelitiannya adalah pemecahan masalah yang muncul dari hubungan antara
gejala-gejala alam. Sedangkan humaniora (humanities) adalah untuk memahami kelakuan
manusia dan ekspresi-ekspresinya sehingga corak penelitian yang dibutuhkan adalah
interpretif atau hermenetik. Paradigmanya adalah manusia adalah mahluk pemikir dan
berperasaan maka manusia selalu melakukan interpretasi terhadap dirinya dan
lingkungannya. Paradigma-paradigma yang interpretif disebut pos-positivisme atau
konstruktivisme
(Guba,1994)
merupakan
tantangan
terhadap
positivisme
yang
merupakan landasan dari ilmu pengetahuan alam dan ilmu-ilmu social yang berusaha
menjadi ilmiah dalam sejarah perkembangannya. Perbedaan antara positivisme dan pos-
5
positivisme adalah antara paradigma dan metodologinya; positivisme yaitu paradigma
dan metodologi kuantitatif sedangkan pos-positivisme yaitu paradigma dan metodologi
kualitatif (Denzin dan Lincoln,2002).
Perkembangan ilmu pengetahuan ditandai oleh bidang-bidang ilmu pengetahuan
dimana dapat disebut sebagai satu bidang ilmu pengetahuan dengan memenuhi syaratsyarat:
1. Komuniti ilmiah, yaitu sekumpulan ahli dalam bidang tersebut dan saling
berkomunikasi. Komuniti ilmiah berupa asosiasi atau perkumpulan profesi.
2. Paradigma yang menjadi acuan dan membedakannya dengan paradigma bidang
kajian lain.
3. Jurnal ilmiah, tempat dimana alumni dan ahli dapat saling mengkomunikasikan
hasil-hasil kajian ilmiahnya.
Ilmu Perpustakaan, Kearsipan dan Informasi
Ilmu
perpustakaan,
kearsipan
dan
informasi
terbentuk
sebagai
hasil
penggabungan pengetahuan dari berbagai cabang ilmu pengetahuan yang sudah lama
menjadi ilmu pengetahuan, terutama pengetahuan administrasi, khususnya organisasi dan
manajemen, psikologi dan psikologis, dan filsafat khususnya mengenai epistemologi.
Yang penting disini adalah ilmu perpustakaan, keraispan dan informasi adalah gabungan
dari unsur-unsur pengetahuan dari berbagai cabang ilmu pengetahuan. Penggabungan ini
tidak begitu saja disebut sebagai ilmu pengetahuan melainkan karena digabungkan oleh
para ahli dan menghasilkan pengaruh terhadap munculnya sebuah bidang ilmu
6
pengetahuan dan corak paradigma serta metodologi dan metode-metodenya; konsepkonsep dan teori-teori yang dikembangkannya yang menjadi ciri-ciri keilmuannya.
Penggabungan unsur-unsur pengetahuan yang diwujudkan dalam mata kuliahmata kuliah dalam sebuah program studi maka menghasilkan sebuah kurikulum saja.
Untuk dapat menjadi sebuah bidang ilmu pengetahuan maka harus memenuhi syaratsyarat tersebut diatas selain dari penggabungan dalam bentuk matakuliah. Disini dapat
ditarik perbedaan antara bidang ilmu pengetahuan dan kurikulum atau program
pengajaran. Ilmu perpustakaan, kearsipan dan informasi sebagai bidang ilmu
pengetahuan memiliki paradigma atau keyakinan mengenai bidang kajian ilmiah, yang
didalamnya terdapat metodologi dan metode-metode, teori-teori, konsep-konsep dan
sasaran kajiannya. Ilmu perpustakaan dan informasi juga diperkaya dengan kajian-kajian
dalam bidang sosiologi, antropologi, manajemen, ilmu administrasi, filsafat, sejarah, ilmu
hukum sebagai tambahan dari cabang ilmu yang menjadi landasan pembentukannya.
Dengan demikian, ilmu perpustakaan, kearsipan dan informasi dapat didefnisikan
sebagai sebuah bidang ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah-masalah informasi
dan isu-isu pentingnya serta pengelolaan keteraturan informasi dan peraturannya dan
masyarakat pengguna informasi yang terkait, mempelajari upaya-upaya pendistribusian
informasi dan ketertiban, mempelajari teknik-teknik penemuan kembali dan pelayanan
terhadap berbagai kebutuhan yang tidak terpenuhi serta cara-cara pencegahannya. Ilmu
perpustakaan, kearsipan dan informasi menitikberatkan kajiannya pada identifikasi
masalah-masalah dan pemecahannya secara profesional. Pentingnya pendekatan antarbidang dalam ilmu perpustakaan, kearsipan dan informasi walaupun pendekatan mono
7
atau multi bidang juga digunakan. Misalnya, pendekatan psikologi sosial digunakan
untuk memahami pustakawan atau arsivis dan profesinya.
Sebagai sebuah bidang ilmu pengetahuan profesi yang mempengaruhinya tidak
hanya pendekatannya melainkan juga isu-isu dan masalah-masalah yang ada dalam
kehidupan masyarakat dimana pusat informasi dan perpustakaan berada yaitu dimana
pustakawan, arsivis dan petugas keinformasian itu berfungsi. Konteks masyarakat dan
kebudayaan dimana pustakawan, arsivis dan petugas keinformasian berfungsi dapat
menjadi isu yang kritikal dalam menilai berfungsi atau tidaknya pustakawan, arsivis dan
petugas keinformasian sebagai sebuah institusi dan sebagai organisasi pemenuhan
kebutuhan informasi masyarakat serta pengelola ketertiban distribusi informasi.1) Dalam
masyarakat yang sedang menuju masyarakat madani yang demokratis, maka fungsi
pustakawan dan petugas keinformasian harus sesuai dengan corak masyarakat dan
kebudayaan Indonesia. Jika tidak maka pustakawan, arsivis dan petugas keinformasian
tidak akan berfungsi seharusnya bahkan akan tidak mendapat tempat dalam masyarakat
Indonesia sebagai institusi otonom yang dibutuhkan keberadaannya oleh masyarakat
Indonesia.2)
Masyarakat madani Indonesia yang modern perlu dibangun berarti membangun
kebudayaan profesional berikut institusi-institusi yang menjadi wadah dan sarananya.
Masalah-masalah modern seperti kekacauan dalam pengelolaan dan atau pemenuhan
terhadap suatu kebutuhan informasi yang diakibatkan oleh adanya kesenjangan
pengetahuan dan kesenjangan sosial, berbagai kendala temasuk kendala teknologi dan
kejahatan pencurian informasi dan vandalisme.
8
Kompleksnya permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat dan bangsa
Indonesia, ditambah dengan kemunculan berbagai teknologi untuk menguasai kebijakan
perpustakaan dan pusat informasi dan mempertahankan kebijakan perpustakaan, lembaga
arsip dan pusat informasi di lain pihak serta munculnya berbagai tuntutan kebudayaan
dan konflik serta tuntutan kemutakhiran informasi, memberi tantangan bagi pustakawan,
arsivis
dan
petugas
keinformasian
pada
situasi
yang menuntut
kemampuan
profesionalnya untuk dapat mengatasi dan meredam masalah dan konflik serta tuntutan
informasi yang muncul secara tepat dan bijaksana. Untuk itu, keberadaan pustakawan,
arsivis dan petugas keinformasian dapat terus diakui mengikuti perkembangan
masyarakat dengan pedoman kepustakawanan, arsivis dan keinformasian yang sesuai
dengan fungsi pustakawan, arsivis dan petugas keinformasian yang baru sebagai
kekuatan yang diberi kewenangan untuk menjadi pengelola kebutuhan informasi
masyarakat dan pengatur keteraturan distribusi informasi.3)
Pemasalahan itu hanya dapat dipecahkan secara holistik dan sistemik yaitu
permasalahan yang dihasilkan oleh sejumlah permasalahan dan gejala sebagai satu
kesatuan maka hanya dapat diredam dan dipecahkan dengan cara meredam dan
memecahkan masalah-masalah yang membentuk permasalahan tersebut. Kemampuan
mengidentifikasi, meneliti dan menganalisis secara tepat permasalahan yang dituju hanya
mungkin dilakukan oleh pustakawan, arsivis dan petugas keinformasian dengan
pengetahuan paling tidak setaraf jenjang S2. Dalam situasi yang bergejolak awal
reformasi ini kepustakawanan, arsivis dan keinformasian Indonesia sebagai institusi dan
organisasi pengelola kebutuhan informasi dan pengatur temu balik, simpan pinjam
informasi tidak hanya membutuhkan tenaga-tenaga S2 yang dapat diandalkan dan
9
profesional, juga membutuhkan suatu badan untuk pengkajian ilmiah yang melakukan
pengkajian sosial dan kepustakawanan, kearispan dan keinformasian dalam masyarakat
Indonesia, mendokumentasikan perubahan-perubahan yang terjadi, menganalisisnya dan
memberikan rekomendasi-rekomendasi terhadap kebijakan pimpinan kepustakaan dan
keinformasian Indonesia untuk ditindaklanjuti. Progam kerjanya adalah menekankan dan
mengutamakan hasil publikasi ilmiah mengenai berbagai masalah kepustakawanan,
kearsipan dan keinformasian Indonesia.
Penutup
Peranan pustakawan dan petugas keinformasian turut mendistribusikan informasi
sesuai kebutuhan masyarakat yang bersangkutan dan menjaga keterbelakangan
masyarakat dari informasi dan teknologi yang berkembang cepat adalah kenyataan yang
tidak dipungkiri agar masyarakat dapat melakukan produktifitasnya dalam segala bidang.
Peranan ini akan dapat berhasil dan tepat guna apabila fungsi pustakawan, arsivis dan
petugas informasi sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat dan dilakukan secara
profesional.
Profesionalisme pustakawan, arsivis dan petugas informasi hanya dapat dilakukan
dengan memberikan pengetahuan konseptual dan teoritikal mengenai berbagai masalah
informasi dan masalah sosial yang terkait dan dengan kemampuan analisis untuk
mengatasinya. Permasalahan kompleks yang dihadapi masyarakat Indonesia dalam
bidang perpustakaaan dan informasi sekarang ini hanya dapat dipecahkan dengan
menggunakan teori-teori dan ilmu-ilmu pengetahuan secara antarbidang. Hanya dengan
10
berpikir secara teoritis yang berjenjang akan dapat mengatasi permasalahan informasi
yang kompleks di Indonesia ini.
Pustakawan, arsivis dan petugas informasi membutuhkan satu lembaga ilmiah
yang mengkaji masalah-masalah kepustakawanan, kearsipan dan informasi yang terbebas
dari struktur birokrasi kepustakawanan, kearispan dan keinformasian melalui berbagai
kegiatan penelitian dan pengkajian yang dilakukannya dan yang dapat menjadi
rekomendasi-rekomendasi yang objektif dan secara ilmiah dapat dipertanggungawabkan.
1)
Peran pustakawan dan petugas informasi pada hakikatnya melakukan pelayanan
manusia (human services) sehingga sarana pelayanan untuk mengakses informasi
dalam koleksi perpustakaan sesuai dengan kebutuhan pemakai sangat penting dan
menunjang pelaksanaan pekerjaan pustakawanan memenuhi kebutuhan informasi
pihak yang bersangkutan dan dalam kerjasama. Sarana bibliografi menjadi
perhatian dalam kepustakawanan.
Peran arsivis dan petugas informasi merupakan pelayanan administrasi
(administration services) maka tidak dapat dilepaskan dari suatu organisasi dan
pengetahuan tentang organisasi dan struktur organisasi yang bersangkutan serta
selalu menerima permintaan informasi (dengan dipelajari lebih dahulu) dan
sarananya dari setiap unit yang ada. Fungsinya membutuhkan penjenjangan atau
harus dilakukan secara berjenjang sesuai dengan organisasi yang terkait.
11
2)
Pustakawan, arsivis dan petugas informasi dituntut untuk memiliki pengetahuan
tentang profesinya secara sempurna yaitu professional dengan memiliki
pengetahuan tentang bidangnya paling sedikit sudah dipelajari dalam waktu 9
bulan (berupa pelatihan atau perkuliahan). (lihat Lawanda, 2004) Selain itu,
pemutihan untuk pustakawan khususnya melalui pelatihan yang harus diikuti
paling tidak selama satu bulan karena prinsip-prinsip dalam pekerjaan teknis
pustakawan harus disampaikan seluruhnya dalam cakupan ilmu perpustakaan.
Dalam pelatihan menjadi pegawai fungsional pustakawan ini juga seharusnya
termasuk mengenai etika pustakawan dan etiketnya sehubungan dengan hakekat
pustakawan adalah pelayanan untuk memenuhi kebutuhan orang yang
mendatanginya. Selain itu, pustakawan kepala juga menempatkan diri dan
pustakawan ahli atau pustakawan senior untuk menjadi tim penilai.
3)
Pengakuan masyarakat terhadap profesi pustakawan, arsivis dan petugas
informasi dapat diciptakan melalui kepercayaan masyarakat baik secara akademis
maupun secara profesional. Penegakan kepercayaan masyarakat melalui dua
aspek penting ini akan menempatkan status dan profesi pelakunya dalam
manajemen dari organisasi yang bersangkutan. Perubahan paradigma terhadap
kebanyakan pelaku bisnis terhadap perpustakaan, lembaga kearsipan dan
informasi yang menempatkan perpustakaan dan pusat informasi tidak dalam
manajemen, membutuhkan atau dapat dilakukan melalui pendidikan setingkat S2.
12
Daftar Pustaka
Denzin dan Lincoln. Qualitative Research. New York : Sage, 2002
Kuhn, Thomas . Thomas Kuhn dan Perang Ilmu, diterjAmahkan oleh Ziauddin Sardar.
Yogyakarta: Penerbit Jendela, 2002
Guba, Egon. Paradigm. New York: Sage, 1994
Lawanda, Ike Iswary. Arsip Indonesia dalam Otonomi Daerah, dalam jurnal ilmu
perpustakan, kearsipan dan informasi vol.1 thn 2004.
Lawanda, Ike Iswary. Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu Perpustakaan dan
Ilmu Informasi, makalah dalam Bincang Terkini Departemen Ilmu Perpustakaan dan
Informasi FIB UI, Desember 2004.
13
Intinya adalah:
1. Perkembangan ilmu dalam bidang ilmu ini membutuhkan dan dapat dilakukan
dengan menggunakan pendekatan dan metodologi liniernya dan juga pendekatan
dan metodologi multi bidang.
2. Dalam pengembangan ilmu itu, membutuhkan peer group perlu untuk
pengembangan ilmu dan metodologi dalam perubahan dan pengawasannya selain
dari tiga unsur syarat keberadaan suatu ilmu yang tertulis di dalam.
Contoh-contohnya adalah:
Dalam penulisan skripsi, dengan topik warna perpustakaan, perpustakaan sebagai…
(topik Indah), pengetahuan tentang sarana bibliografi.
14
Download