View/Open - Repository | UNHAS

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pembentukan kualitas SDM yang optimal, baik sehat secara fisik
maupaun psikologis sangat bergantung dari proses tumbuh dan kembang pada
usia dini. Perkembangan anak adalah segala perubahan yang terjadi pada anak
yang meliputi seluruh perubahan, baik perubahan fisik, perkembangan kognitif,
emosi, maupun perkembangan psikososial yang terjadi dalam usia anak
(infancytoddlerhood di usia 0 – 3 tahun, early childhood usia 3 – 6 tahun, dan
middle childhood usia 6-11 tahun) (Perdani, 2010). Masing-masing aspek
tersebut memiliki tahapan-tahapan sendiri. Pada usia 4 bulan, misalnya pada
aspek motorik kasarnya, anak sudah bisa tengkurap.
Dalam pertumbuhan dan perkembangan anak memerlukan zat gizi agar
proses pertumbuhan dan perkembangan berjalan dengan baik. Zat-zat gizi yang
dikonsumi batita akan berpengaruh pada status gizi batita. Perbedaan status gizi
batita memiliki pengaruh yang berbeda pada setiap perkembangan anak, dimana gizi
seimbang yang dikonsumsi tidak terpenuhi untuk pencapaian pertumbuhan dan
perkembangan anak (perkembangan motorik) yang baik pada masa batita, maka
perkembangan anak akan terhambat. Apabila batita mengalami kekurangan gizi akan
berdampak pada keterbatasan pertumbuhan, rentan terhadap infeksi, peradangan
kulit dan akhirnya dapat menghambat perkembangan anak meliputi kognitif,
1
motorik, bahasa, dan keterampilannya dibandingkan dengan batita yang memiliki
status gizi baik.
Penelitian yang dilakukan oleh Sutrisno pada tahun 2002, dari 98 anak
yang diteliti 60% perkembangan motoriknya baik dan sisanya mengalami
perkembangan yang terlambat yaitu 40%. Ditemukan bahwa ada hubungan
antara status gizi, asupan energi dan asupan protein terhadap perkembangan
motorik kasar balita (Sutrisno, 2003).
Dari hasil penelitian Proboningsih (2004) bahwa pada anak usia 12 – 18
bulan di puskesmas wilayah kerja Sidoarjo kelompok status gizi baik terdapat 78.6%
memiliki perkembangan normal dan 21,4% perkembangan yang terhambat.
Sedangkan pada kelompok gizi kurang terdapat 53,6% memiliki perkembangan
normal dan 46,4% perkembangan yang terhambat. Hal ini menunjukkan bahwa
status gizi normal dan status gizi kurang memiliki perbedaan perkembangan
(motorik kasar, motorik halus, bahasa, dan kepribadian).
Keadaan gizi masyarakat telah menunjukkan kecenderungan yang
semakin membaik, hal ini ditunjukkan dengan menurunnya prevalensi
kekurangan gizi pada anak balita atau balita dengan berat badan rendah.
Berdasarkan Riskesdas 2010 menunjukkan prevalensi gizi buruk secara nasional
terus mengalami penurunan dari 5,4% di tahun 2007 menjadi 4,9% di tahun
2010. Dan prevalensi gizi kurang tidak mengalami perubahan dari tahun 2007
sampai tahun 2010, yaitu tetap 13,0%.
2
Kasus gizi buruk di Sulawesi Selatan tersebar di setiap kabupaten. Di
Sulawesi Selatan, Pangkep merupakan kabupaten yang memiliki jumlah kasus
gizi buruk cukup tinggi. Berdasarkan laporan perbaikan gizi kabupaten Pangkep
tahun 2010 terdapat 7,3% gizi buruk dan 14,8% gizi kurang yang mengalami
peningkatan dari tahun 2009 sebesar 5,9%. hal ini menandakan bahwa adanya
masalah gizi balita di kabupaten Pangkep.
Ini berkaitan dengan keadaan
perkembangan anak di kabupaten pangkep, walaupun belum ada data mengenai
perkembangan balita di Kabupaten Pangkep.
Ada banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan anak, menurut
Unicef (1992), yaitu penyebab dasar adalah potensi sumber daya, struktur
ekonomi, dan struktur politik dan ideologi.
Penyebab tak langsung yaitu
ketahanan makanan keluarga, asuhan bagi ibu dan anak, pemanfaatan sanitasi
lingkungan. Sedangkan penyebab langsungnya yaitu kecukupan makanan dan
keadaan kesehatan.
Keadaan
perkembangannya,
gizi
serta
seseorang
mempengaruhi
pertumbuhan
ketahanan
tubuh
penyakit.
terhadap
dan
Makanan
memegang peranan amat penting dalam tumbuh kembang anak, karena anak
sedang
tumbuh sehingga kebutuhannya berbeda dengan orang dewasa.
Pemberian ASI sangat penting bagi bayi karena selain nilai gizinya yang
tinggi, terdapat zat -zat kekebalan yang melindungi anak dari berbagai
macam infeksi . Pengaturan makanan selanjutnya harus disesuaikan dengan usia
3
anak. Makanan harus mengandung energi dan semua zat gizi (karbohidrat,
protein, lemak, vitamin dan mineral)
yang dibutuhkan pada tingkat
usianya. Pada usia 1-2 tahun perlu diperkenalkan pola makanan dewasa
secara bertahap dengan menu seimbang.
Dari data BPS, Susenas, terdapat 14,49% proporsi penduduk dengan
asupan kalori dibawah tingkat konsumsi makanan dan minimum untuk asupan
kalori 1400 kkal/kapita/hari pada tahun 2009 dan 61,86% untuk asupan kalori
2000 kkal/kapita/hari. Persentase ini masih tinggi jika dibandingkan dengan
target MDG 2015 yaitu 8,50% untuk 1400 kkal dan 35,32% untuk asupan kalori
2000 kkal (Pappenas, 2010).
Balita yang merupakan bagian dari penduduk
Indonesia yang menjadi harapan masa depan sangat memprihatinkan jika
asupannya tidak mencukupi standar kebutuhannya. Hal ini akan memperburuk
keadaan gizi balita di Indonesia. Berdasarkan laporan organisasi kesehatan dunia
(WHO/ World Health Organization, 2006) menunjukkan kesehatan masyarakat
Indonesia terendah di Asean yaitu peringkat ke–142 dari 170 negara.
Faktor penyebab
masalah langsung masalah
tumbuh kembang anak
balita di Indonesia selain konsumsi makanan adalah keadaan kesehatan. Oleh
karena itu di bidang kesehatan, bangsa Indonesia masih harus berjuang
memerangi berbagai macam penyakit infeksi dan kurang gizi yang saling
berinteraksi satu sama lain menjadikan tingkat kesehatan masyarakat Indonesia
tidak kunjung meningkat secara signifikan. Di sebagian besar daerah Indonesia,
penyakit infeksi sepertiInfeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), diare, dan
4
campak masih merupakan 10 penyakit utama dan masih menjadi penyebab utama
kematian. Tingginya angka kesakitan dan kematian Ibu dan Anak Balita di
Indonesia. (Hadi Hamam, 2005).
Prevalensi penyakit infeksi di Indonesia berdasarkan Riskesdas 2007
ISPA menempati prevalensi tertinggi pada balita (>35%), prevalensi diare
tertinggi terdeteksi pada balita (16,7%). Melihat prevalensi penyakit menular
prevalensi tertinggi semua diderita oleh balita sangat memprihatikan. Dimana
keadaan kesehatan balita berpengaruh pada perkembanganya.
Laporan kesehatan kabupaten Pangkep (2008), tahun 2008 tercatat kasus
diare sebanyak 12.120 dan sebanyak 5037 kasus terjadi pada balita. Dan pada
tahun 2010 kasus diare yang dilaporkan sebesar 444 kasus.
pneumonia pada tahun 2008 tercatan 178 anak balita
Untuk kasus
menderita penyakit
pneumonia di Kabupaten Pangkep dan tahun 2010 sebesar 20 kasus.
Memiliki anak dengan tumbuh kembang yang optimal adalah dambaan
setiap orang tua. Untuk mewujudkannya tentu saja orang tua harus selalu
memperhatikan, mengawasi, dan merawat anak secara seksama (Kania,2006).
Kesehatan anak harus mendapat perhatian dari para orang tua yaitu dengan cara
segera membawa anaknya yang sakit ketempat pelayanan kesehatan yang
terdekat (Soetjiningsih, 2000).
Dalam penelitian ini, dipilih 3 kecamatan berdasarkan wilayah kerja
puskesmas yang ada di Kabupaten Pangkep, dimana 3 wilayah kerja puskesmas
5
tersebut mewakili jarak terjauh, menengah dan terdekat dari pusat kota.
Puskesmas Balocci (Kecamatan Balocci) dengan jarak terdekat, Puskesmas
Ma’rang (Kecamatan Ma’rang) dengan jarak menengah dan Puskesmas Segeri
(Kecamatan Segeri) dengan jarak terjauh. Ketiga puskesmas tersebut merupakan
puskesmas yang menerima bantuan suplemen taburia, mudah diakses dan jumlah
balitnya cukup besar. Selain itu belum pernah dilakuakan penelitian yang sama di
kabupaten pangkep.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang digambarkan diatas maka dapat
dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan antara
asupan zat gizi, penyakit infeksi dan pengasuhan dengan status perkembangan
motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan yang mendapat suplemen taburia di
Kabupaten Pangkep tahun 2011.
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara asupan zat gizi, penyakit infeksi dan
pengasuhan dengan status perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai
18 bulan di Kabupaten Pangkep Tahun 2011.
6
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui hubungan asupan energi dengan status perkembangan
motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten Pangkep Tahun
2011.
b. Untuk mengetahui hubungan asupan protein dengan status perkembangan
motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten Pangkep Tahun
2011.
c. Untuk mengetahui hubungan asupan lemak dengan status perkembangan
motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten Pangkep Tahun
2011.
d. Untuk
mengetahui
hubungan
asupan
karbohidrat
dengan
status
perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten
Pangkep Tahun 2011.
e. Untuk mengetahui hubungan asupan Fe dengan status perkembangan
motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten Pangkep Tahun
2011
f. Untuk mengetahui hubungan asupan Zinc dengan status perkembangan
motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten Pangkep Tahun
2011
7
g. Untuk mengetahui hubungan penyakit diare dengan status perkembangan
motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten Pangkep Tahun
2011.
h. Untuk mengetahui hubungan penyakit ISPA dengan status perkembangan
motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten Pangkep Tahun
2011.
i. Untuk mengetahui hubungan praktek pengasuhan ibu dengan status
perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten
Pangkep Tahun 2011.
D. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat antara lain:
1. Manfaat praktik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan khususnya
tentang asupan zat gizi, penyakit infeksi dan pengasuhan dengan status
perkembangan motorik kasar baduta.
2. Manfaat keilmuan
Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat menambah referensi dalam
memperkaya khasanah ilmu pengetahun dan dapat dijadikan salah satu bahan
bacaan bagi peneliti selanjutnya.
3. Manfaat bagi peneliti
Sebagai pengalaman bagi peneliti dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan
informasi yang telah diperoleh.
8
Download