OBESITAS PADA ANAK DAN REMAJA Obesitas saat ini merupakan permasalahan yang muncul di seluruh dunia, bahkan WHO pada tahun 1998 telah mendeklarasikannya sebagai suatu epidemik global. Prevalensinya meningkat tidak saja di negara-negara maju tetapi juga di negara-negara berkembang. Perkembangan teknologi dengan penggunaan kendaraan bermotor dan berbagai media elektronika memberi dampak berkurangnya aktifitas fisik yang akhirnya mengurangi keluaran energi. Selain itu mendunianya makanan cepat saji gaya Barat merubah pola makan lokal. Berkembangnya gaya hidup santai serta kemudahan mengakses makanan berkalori tinggi di sebut juga dengan istilah gaya hidup obesogenic. Obesitas dan overweight, adalah dua istilah yang sering digunakan untuk menyatakan adanya kelebihan berat badan. Kedua istilah ini sebenarnya mempunyai pengertian yang berbeda. Kata obesitas yang berasal dari bahasa latin mempunyai arti makan berlebihan, tetapi saat ini obesitas atau gemuk didefinisikan sebagai suatu kelainan atau penyakit yang ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan. Overweight adalah kelebihan berat badan dibandingkan dengan berat ideal yang dapat disebabkan oleh penimbunan jaringan lemak atau jaringan non lemak, misalnya pada seorang atlit binaragawan kelebihan berat badan dapat disebabkan oleh hipertrofi otot.. Obesitas sudah dapat terjadi sejak bayi., dan 15% obesitas pada bayi, 25% obesitas pada balita, serta 80% obesitas pada remaja dengan salah satu orang tua obese akan menetap sampai dewasa.. Obesitas pada anak sampai saat ini masih merupakan masalah yang kompleks, penyebabnya yang multifaktorial menyulitkan penatalaksanaannya. Disamping itu, banyak orangtua masih berpendapat bahwa anak gemuk itu lucu dan ceria, yang diartikan pasti sehat. Mereka tidak menyadari bahwa obesitas berdampak negatif terhadap tumbuh kembang anak terutama aspek perkembangan psikososial. Anak yang gemuk cenderung diolok-olok serta dipermalukan disekolah, dan sulit berteman. Pada usia sekolah umumnya mereka sudah menyadari bahwa gemuk merupakan hal yang tidak menyenangkan akibat penolakan sosial serta isolasi. Beban menjadi seorang gemuk akan mempengaruhi prestasi disekolah serta kehidupan sosial. Masalah ini biasanya menetap sampai dewasa. Selain itu obesitas pada masa anak berisiko tinggi menjadi obesitas dimasa dewasa dan berpotensi mengalami pelbagai penyebab kesakitan dan kematian antara lain penyakit jantung koroner, diabetes mellitus, dll. 1 Sulitnya mengatasi obesitas menyebabkan prioritas tatalaksana obesitas diutamakan pada usaha pencegahan, yang berarti diawali dari pencegahan obesitas pada masa anak. WHO (1998) membagi tahapan pencegahan menjadi tiga yaitu : pencegahan primer yang bertujuan mencegah terjadinya obesitas; pencegahan sekunder yang bertujuan menurunkan prevalensi obesitas; dan terakhir pencegahan tertier yang bertujuan mengurangi dampak obesitas2. Pencegahan sekunder dan tersier lebih dikenal sebagai tatalaksana obesitas serta dampaknya. Untuk melaksanakan ketiga tahapan pencegahan secara optimal, perlu dikenali kriteria obesitas, faktor-faktor penyebab serta dampak dari obesitas itu sendiri. Angka kejadian obesitas anak dan remaja Prevalensi obesitas pada anak usia 6-17 tahun di Amerika Serikat dalam tiga dekade terakhir meningkat dari 7,6-10,8% menjadi 13-14%. Prevalensi overweight dan obesitas pada anak usia 6-18 tahun di Rusia adalah 6% dan 10%, di Cina adalah 3,6% dan 3,4%, dan di Inggris adalah 22-31% dan 10-17%, bergantung pada umur dan jenis kelamin. Prevalensi obesitas pada anak-anak sekolah di Singapura meningkat dari 9% menjadi 19%. Di Indonesia, prevalensi obesitas pada balita menurut SUSENAS menunjukkan peningkatan baik di perkotaan maupun pedesaan. Di perkotaan pada tahun 1989 didapatkan 4,6% lelaki dan 5,9% perempuan. Pada tahun 1992 didapatkan 6,3% lelaki dan 8% untuk perempuan. Prevalensi obesitas tahun 1995 di 27 propinsi adalah 4,6%. Di DKI Jakarta, prevalensi obesitas meningkat dengan bertambahnya umur. Pada umur 6-12 tahun ditemukan obesitas sekitar 4%, pada anak remaja 12-18 tahun ditemukan 6,2%, dan pada umur 17-18 tahun 11,4%. Kasus obesitas pada remaja lebih banyak ditemukan pada wanita (10,2%) dibanding lelaki (3,1%). Pada penelitian Djer 1998, prevalensi obesitas anak di sebuah SD Negeri di kawasan Jakarta Pusat sebesar 9,6%. Penelitian mutakhir yang dilakukan oleh Meilany 2002, menunjukkan prevalensi obesitas anak di tiga SD swasta di kawasan Jakarta Timur sebesar 27,5%. Menurut data rekam medik, kasus baru obesitas yang datang di poliklinik Gizi Anak Bagian IKA FKUI-RSUPNCM dalam periode tahun 1995-2000 adalah sebanyak 100 pasien, dan 35% di antaranya adalah balita. 2 Diagnosis Secara klinis obesitas dengan mudah dapat dikenali karena mempunyai tanda dan gejala yang khas, antara lain wajah yang membulat, pipi yang tembem, dagu rangkap, leher relatif pendek, dada yang membusung dengan payudara yang membesar mengandung jaringan lemak, perut membuncit diserta dinding perut yang berlipat-lipat serta kedua tungkai umumnya berbentuk X dengan kedua pangkal paha bagian dalam saling menempel dan bergesekan akibatnya menyebabkan laserasi dan ulserasi yang dapat menimbulkan bau yang kurang sedap. Pada anak lelaki, penis tampak kecil karena tersembunyi dalam jaringan lemak suprapubik (burried penis), hal yang seringkali menyebabkan orang tua menjadi sangat khawatir dan segera membawanya ke dokter. Walaupun demikian pengukuran yang lebih obyektif tetap diperlukan, selain untuk memastikan diagnosis, penting untuk pemantauan hasil terapi. Pengukuran antara lain dengan pengukuran antropometrik dan laboratorik, sedangkan hasil analisis diet untuk menilai masukan makanan biasanya tidak adekuat. Berdasarkan antropometris, umumnya obesitas pada anak ditentukan berdasarkan tiga metode pengukuran sebagai berikut : 1. Mengukur berat badan dan hasilnya dibandingkan dengan berat badan ideal sesuai tinggi badan (BB/TB). Obesitas pada anak didefinisikan sebagai berat badan menurut tinggi badan di atas persentil 90, atau 120% dibandingkan berat badan ideal. Sedangkan berat badan lebih besar daripada 140% berat badan ideal didefinisikan sebagai superobesitas. Cara ini lebih mencerminkan proporsi atau penampilan tetapi tidak mencerminkan massa lemak tubuh. 2. The World Health Organization (WHO) pada tahun 1997,The National Institutes of Health (NIH) pada tahun 1998 dan The Expert Committee on Clinical Guidelines for overweight in adolescent Preventive Services telah merekomendasikan Body Mass Index (BMI) atau Indeks Masa Tubuh (IMT) sebagai baku pengukuran obesitas pada anak dan remaja di atas usia 2 tahun. IMT merupakan petunjuk untuk menentukan kelebihan berat badan berdasarkan Indeks Quatelet {berat badan dalam kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam meter (kg/m 2)}. Interpretasi IMT tergantung pada umur dan jenis kelamin anak, karena anak lelaki dan perempuan memiliki lemak tubuh yang berbeda. IMT adalah cara termudah untuk memperkirakan obesitas serta berkorelasi tinggi dengan massa lemak tubuh, selain itu juga 3 penting untuk mengidentifikasi pasien obesitas yang mempunyai risiko mendapat komplikasi medis. Nilai batas IMT (cut off point) untuk kelebihan berat badan pada anak dan remaja yang digunakan saat ini berasal dari dua sumber yaitu WHO (1995) persentil persentil ke-85 dan ke95, jadi klasifikasi IMT terhadap umur dan jenis kelamin adalah sebagai berikut: persentil ke85 - < persentil ke- 95 adalah overweight; dan persentil ke- 95 adalah gemuk atau obesitas. Sedangkan IOTF (Internasional Obesity Task Force) menetapkan nilai batas IMT berdasarkan nilai batas IMT enam negara (Brazil, Inggris, Hong Kong, Belanda, Singapura, dan Amerika Serikat) yaitu dengan persentil pada usia 18 tahun yang sesuai dengan IMT 25 kg/m 2 untuk overweight dan 30 kg/m2 untuk obesitas. Grafik IMT, terdiri dari garis kurva yang menggambarkan persentil. IMT menurun selama masa pra-sekolah, kemudian meningkat lagi sampai dengan dewasa. 3. Pengukuran langsung lemak subkutan dengan mengukur tebal lipatan kulit (TLK). Terdapat empat macam cara pengukuran TLK yang ideal untuk mendapatkan proporsi lemak tubuh yaitu TLK biseps, triseps, subskapular, dan suprailiaka. Namun dikatakan bila TLK triseps di atas sentil ke-85, merupakan indikator adanya obesitas. Patogenesis dan etiologi obesitas Menurut hukum termodinamik, obesitas terjadi karena ketidak-seimbangan antara asupan energi dengan keluaran energi (energy expenditures) sehingga terjadi kelebihan energi yang selanjutnya disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Kelebihan energi tersebut dapat disebabkan oleh asupan energi yang tinggi atau keluaran energi yang rendah. Asupan energi tinggi disebabkan oleh konsumsi makanan yang berlebihan, sedangkan keluaran energi rendah disebabkan oleh rendahnya metabolisme tubuh, aktifitas fisis, dan efek termogenesis makanan. Efek termogenesis makanan ditentukan oleh komposisi makanan. Lemak memberikan efek termogenesis lebih rendah (3% dari total energi yang dihasilkan lemak) dibandingkan dengan karbohidrat (6-7% dari total energi yang dihasilkan karbohidrat) dan protein (25% dari total energi yang dihasilkan protein). Sebagian besar gangguan homeostasis energi ini disebabkan oleh faktor idiopatik (obesitas primer atau nutrisional) sedangkan faktor endogen (obesitas sekunder atau non-nutrisional, yang disebabkan oleh kelainan hormonal, sindrom atau defek genetik) hanya mencakup kurang dari 10% 4 kasus. Secara klinis obesitas idiopatik dan endogen.dapat dibedakan sebagaimana yang tercantum pada Tabel 1. Tabel 1. Karakteristik obesitas idiopatik dan endogen (dikutip dari Moran 1999) Obesitas Idiopatik Obesitas Endogen >90% kasus <10 % kasus Perawakan tinggi (umumnya >50th persentil Perawakan pendek (umumnya <5th persentil TB/U) TB/U) Riwayat obesitas dalam keluarga umumnya Riwayat obesitas dalam keluarga umumnya positif negatif Fungsi mental normal Fungsi mental seringkali retardasi Usia tulang : normal atau advanced Usia tulang : terlambat (delayed) Pemeriksaan fisis umumnya normal Terdapat stigmata pada pemeriksaan fisis Sebagian besar kasus dengan penyebab endogen dapat didiagnosis dengan anamnesis serta pemeriksaan fisis yang teliti (lihat Tabel 2). Tabel 2. Penyebab endogen obesitas pada anak (dikutip dari Moran 1999) Penyebab Hormonal Bukti-bukti Diagnostik Hipotiroidism Hiperkortisolism Kadar TSH , kadar thyroxine (T4 ) Uji supresi deksametason abnormal; kadar kortisol bebas urin 24-jam, Kadar insulin plasma , kadar C-peptide , Hipokalsemia, hiperfosfatemia, kadar PTH , Adanya tumor, infeksi, sindrom, trauma, lesi vaskular hipotalamus, Hiperinsulinism primer Pseudohipoparatiroidism Lesi hipotalamus didapat Sindrom Genetik Karakteristik klinis Prader-Willi Obesitas, hiperfagia, retardasi mental , hipogonadism, strabismus Obesitas, retardasi mental , retinopati pigmentosa, hipogonadism, paraplegia spastik Obesitas, retinitis pigmentosa, tuli, diabetes mellitus Obesitas, retardasi mental, hipogonadism, hipometabolism, epilepsi Obesitas trunkal, retardasi mental, hipotonia, hipogonadism Perawakan pendek, ambiguous genitalia, kelainan jantung Laurence-Moon / Bardet-Biedl Alström Börjeson-Forssman-Lehmann Cohen Turner's 5 Familial lipodystrophy Beckwith-Wiedemann Sotos' Weaver Ruvalcaba bawaan, webbed neck, obesitas, genotipe 45,XO Hipertrofi otot, akromegali , hepatomegali, acanthosis nigricans, insulin resisten, hipertrigliseridemia, retardasi mental Gigantism, exomfalos, makroglosia, organomegali Gigantism serebral , pertumbuhan fisik berlebihan, hipotonia, retardasi psikomotorik Sindrom tumbuh-lampau bayi (Infant overgrowth syndrome), percepatan pematangan tulang rangka (accelerated skeletal maturation), unusual facies Retardasi mental , microsefali, abnormalitas tulang, hipogonadism, brachymetapody Defek genetic Leptin Beta3-adrenergic receptor Obesitas idiopatik (obesitas primer atau nutrisional) terjadi akibat interaksi multifaktorial. Secara garis besar faktor-faktor yang berperan tersebut dikelompokkan menjadi faktor genetik dan faktor lingkungan. a. Faktor genetik Faktor genetik yang diketahui mempunyai peranan kuat adalah parental fatness, anak yang obesitas biasanya berasal dari keluarga yang obesitas. Bila kedua orang tua obesitas, sekitar 80% anak-anak mereka akan menjadi obesitas. Bila salah satu orang tua obesitas kejadiannya menjadi 40%, dan bila kedua orang tua tidak obesitas maka prevalensi obesitas akan turun menjadi 14%. Peningkatan risiko menjadi obesitas tersebut kemungkinan disebabkan oleh pengaruh gen atau faktor lingkungan dalam keluarga Tujuh gen diketahui menyebabkan obesitas pada manusia yaitu gen leptin receptor, melanocortin receptor-4 (MC4R), alpha-melanocyte stimulating hormone (alpha-MSH), prohormone convertase-1 (PCI), Leptin, Bardert-Biedl, dan Dunnigan partial lypodystrophy. Disamping itu minimal 20 gen diketahui mempengaruhi akumulasi lemak pada tikus. Penelitian pada manusia memperlihatkan bahwa hipotalamus mempengaruhi berat badan. Hal ini diperkuat dengan penelitian pada tikus yang memperlihatkan bahwa beberapa gen yang diketahui mempengaruhi obesitas berekspresi di otak sehingga dikelompokkan sebagai gen sentral. Walaupun 6 demikian beberapa gen yang baru ditemukan juga berekspresi di jaringan perifer yang kemudian dikelompokkan sebagai gen perifer. b.Faktor lingkungan Kral (2001) mengelompokkan faktor lingkungan yang berperan sebagai penyebab terjadinya obesitas menjadi lima yaitu nutrisional (perilaku makan), aktifitas fisik, trauma (neurologis atau psikologis), medikasi (steroid), dan sosial-ekonomi. Nutrisional (perilaku makan) Peranan faktor nutrisional dimulai sejak masa gestasi. Jumlah lemak tubuh dan pertumbuhan bayi sangat dipengaruhi oleh berat badan maternal dan kenaikan berat badan selama periode antenatal. Selanjutnya perilaku makan mulai terkondisi dan terlatih sejak bulan-bulan pertama kehidupan yaitu dalam pengasuhan orangtua. Contoh: pemberian susu botol pada bayi mempunyai kecenderungan diberikan dalam jumlah yang berlebihan sehingga risiko menjadi obesitas lebih besar daripada ASI saja. Akibatnya anak akan terbiasa untuk mengkonsumsi makanan melebihi kebutuhan dan berlanjut ke masa pra-sekolah, masa usia sekolah, sampai masa remaja. Kenaikan berat badan dan lemak pada anak juga dipengaruhi oleh lingkungan, misalnya lama makan, waktu pertama kali mendapat makanan padat pada tahun pertama kehidupan. Peranan diet terhadap terjadinya obesitas sangat besar terutama diet tinggi kalori yang berasal dari karbohidrat dan lemak. Masukan energi tersebut lebih besar daripada energi yang dipergunakan. Anak-anak usia sekolah mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan cepat saji (junk foods dan fast foods), yang umumnya mengandung energi tinggi karena 40 –50% nya berasal dari lemak. Kebiasaan lain adalah mengkonsumsi makanan camilan yang banyak mengandung gula sambil menonton televisi. Pilihan jenis makanan camilan bisa dipengaruhi oleh iklan di televisi, dan peningkatan jumlah konsumsi makanan tersebut menyebabkan peningkatan asupan energi. Selain itu anak-anak tersebut juga memiliki nafsu makan yang baik. Aktifitas Aktifitas meliputi aktifitas sehari-hari, kebiasaan, hobi, maupun latihan atau olahraga. Pada anak obesitas aktifitas sehari-hari maupun hobi sering berhubungan dengan makan, misalnya pada saat 7 pergi ke pusat perbelanjaan diikuti dengan makan ice cream dan fast food. Pada waktu berenang diselingi maupun diakhiri dengan makan makanan yang disediakan di kafe, dan pada perjalanan pulang dari berolahraga diikuti dengan makan pizza. Suatu data menunjukkan bahwa aktifitas fisik anak-anak cenderung menurun. Anak-anak lebih banyak bermain di dalam rumah dibandingkan di luar rumah, misalnya bermain games komputer maupun media elektronik lain, menonton televisi yang banyak menyuguhkan acara maupun film anak, disamping iklan makanan yang mempengaruhi peningkatan konsumsi makanan manis-manis atau ‘camilan’. Sebaliknya menonton televisi akan menurunkan aktifitas dan keluaran energi , karena mereka menjadi jarang atau kurang berjalan, bersepeda, maupun naik- turun tangga. Disamping itu menonton program televisi tertentu terbukti menurunkan laju metabolisme tubuh . Sebuah penelitian kohort mengatakan bahwa menonton televisi lebih dari 5 jam meningkatkan prevalensi dan angka kejadian obesitas pada anak 6-12 tahun (18%), serta menurunkan angka keberhasilan sembuh dari terapi obesitas sebanyak 33%. Obesitas cenderung menurunkan aktifitas karena untuk mengurangi pergesekan antar kedua tungkai bagian atas dan antar lengan dan dada, paru dan jantung harus bekerja lebih berat untuk mengakomodasi kelebihan berat badan, dan terakhir peningkatan massa tubuh memerlukan tambahan energi untuk melakukan kegiatan yang sama . Sosial-ekonomi Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku hidup, gaya hidup dan pola makan, serta faktor peningkatan pendapatan, mampu mempengaruhi perubahan dalam pemilihan jenis makanan dan jumlah yang dikonsumsi. Sebagai contoh, dalam kehidupan keluarga di perkotaan dewasa ini ditemukan ibu-ibu yang cenderung berperan ganda yaitu sebagai ibu rumah tangga dan sekaligus sebagai wanita karier atau wanita pekerja. Kondisi ini berpengaruh pada pola makan dan jenis makanan yang dikonsumsi anggota keluarga. Frekuensi makan di luar rumah cenderung meningkat, terutama dilakukan oleh anak-anak usia sekolah. Makanan jajanan yang tersedia dan sering menjadi pilihan para orangtua maupun anak adalah jenis fast food atau junk food. Evaluasi obesitas serta dampaknya 8 Jika seorang anak datang dengan keluhan obesitas, maka yang pertama kali perlu dipastikan apakah kriteria obesitas terpenuhi secara klinis maupun antropometris. Selanjutnya perlu ditelusuri faktor risiko obesitas serta dampak yang mungkin terjadi. Riwayat obesitas dalam keluarga serta pola makan dan aktifitas perlu ditelusuri. Dampak obesitas pada anak harus dievaluasi sejak dini. Meliputi penilaian faktor risiko kardiovaskuler, sleep apnea, gangguan fungsi hati, masalah ortopedik yang berkaitan dengan kelebihan beban, kelainan kulit, serta potensi gangguan psikiatri. Faktor risiko kardiovaskuler terdiri dari riwayat anggota keluarga dengan penyakit jantung vaskular atau kematian mendadak dini (<55 tahun), dislipidemia (peningkatan kadar LDL-kolesterol >160mg/dL, HDL-kolesterol < 35mg/dL) dan peningkatan tekanan darah, merokok, adanya diabetes mellitus dan rendahnya aktifitas fisik. Anak gemuk yang berkaitan dengan minimal tiga dari faktor-faktor risiko tersebut, dianggap berisiko tinggi. Skrining dianjurkan pada setiap anak gemuk setelah usia 2 tahun. Anak gemuk juga cenderung mengalami peningkatan tekanan darah, denyut jantung serta keluaran jantung dibandingkan anak seusianya. Hipertensi ditemukan pada 20-30% anak gemuk. Dalam mengukur tekanan darah pada anak gemuk perlu memperhatikan penggunaan cuff yang sesuai. Merokok perlu ditanyakan pada remaja. Diabetes mellitus tipe 2 jarang ditemukan pada anak gemuk tetapi hiperinsulinemia dan intoleransi glukosa hampir selalu ditemukan pada morbid obese. Tingkat aktifitas fisis anak juga perlu dievaluasi selain untuk menilai risiko kelainan kardiovaskuler juga untuk merancang aktifitas fisis dalam tatalaksana selanjutnya. Lamanya menonton televisi atau memainkan komputer/play station perlu di selidiki. Obstructive sleep apnea sering dijumpai pada obesitas, gejalanya mulai dari mengorok sampai mengompol (seringkali diduga akibat DM type 2 atau diuresis osmotik). Penyebabnya adalah penebalan jaringan lemak di daerah faringeal yang seringkali diperberat oleh adanya hipertrofi adenotonsilar. Obstruksi saluran nafas intermiten di malam hari menyebabkan tidur gelisah serta menurunkan oksigenasi. Sebagai kompensasi, anak cenderung mengantuk keesokkan harinya dan hipoventilasi. Umumnya gejala berkurang seiring dengan penurunan berat badan dan/atau adenotonsilektomi serta pemakaian CPAP (continuous positive airway pressure) Non alcoholic steatohepatitis (NASH) ditemukan pada 40% anak gemuk melalui skrining USG hati. Kadar enzim aminotransferase (AST dan ALT) merupakan indikator yang kurang sensitif, 9 tetapi peninggiannya membantu penegakkan diagnosis Kondisi ini dapat berlanjut menjadi fibrosis hati atau bahkan menjadi sirosis. Penurunan berat badan akan menormalkan kadar enzim hati dan ukuran hati. Kelebihan berat badan pada anak gemuk cenderung berisiko terhadap gangguan ortopedik, yaitu torsi tibial dan kaki pengkar, tergelincirnya epifisis kaput femoris (slipped capital femoral epiphysis) terutama pada anak lelaki dan gejala tekanan berat badan pada persendian di ekstremitas bawah. Kegemukan menyebabkan kerentanan terhadap kelainan kulit khususnya di daerah lipatan. Kelainan ini termasuk ruam panas, intertrigo, dermatitis moniliasis dan acanthosis nigricans (kondisi yang merupakan petanda hipersensitifitas insulin). Sebagai tambahan, jerawat juga dapat muncul dan dapat memperburuk pesepsi diri si anak. Masalah psikososial akan sangat berpengaruh pada penampilan. Pada anak dengan obesitas sering didapatkan kurangnya rasa ingin bermain dengan teman sepermainan, memisahkan diri dari tempat bermain, tidak diikutkan dalam permainan serta hubungan sosial canggung atau menarik diri dari kontak sosial. Hal ini disebabkan oleh karena depresi, kurang percaya diri, persepsi diri yang negatif maupun rendah diri karena menjadi bahan ejekan teman-temannya. Sejak dini, lingkungan menilai orang gemuk sebagai malas, bodoh, lamban. Hal ini perlu diperhatikan oleh dokter jangan sampai rencana pengobatan akan memperburuk rasa percaya diri yang rapuh tersebut. Pada anak usia sekolah juga terjadi penurunan prestasi belajar, dan pada remaja terutama wanita sering melakukan upaya untuk menurunkan berat badan, namun dilakukan dengan cara yang kurang tepat sehingga menimbulkan masalah gizi yang lain misalnya anemia ataupun defisiensi mikronutrien yang lain. Pseudotumor serebri atau peningkatan tekanan intrakranial ringan pada obesitas disebabkan oleh gangguan jantung dan paru-paru yang mengakibatkan penumpukkan kadar karbondioksida. Gejalanya meliputi papiledema, kelumpuhan saraf kranial VI (rektus lateralis), diplopia, kehilangan lapangan pandang perifer, dan iritabilitas . Tatalaksana obesitas 10 Tata laksana komprehensif obesitas mencakup penanganan obesitas dan dampak yang terjadi. Prinsip dari tatalaksana obesitas adalah mengurangi asupan energi serta meningkatkan keluaran energi. Caranya dengan pengaturan diet, peningkatan aktifitas fisik, merubah pola hidup (modifikasi perilaku), dan yang terpenting adalah keterlibatan keluarga dalam proses terapi. Selain terapi konvensional seperti yang dijelaskan terdahulu, dikenal juga istilah terapi intensif yang diindikasikan pada morbid obesitas sebagai tambahan tatalaksana di atas. Tabel 3. Komponen Keberhasilan Rencana Penurunan Berat Badan (dikutip dari Moran 1999) Komponen Menetapkan target penurunan berat badan Pengaturan diet Aktifitas fisik Modifikasi perilaku Keterlibatan keluarga Komentar Mula-mula 2,5 sampai 5 kg, atau dengan kecepatan 0,5-2 kg per bulan. Nasehat diet yang mencantumkan jumlah kalori per hari dan anjuran komposisi lemak, protein dan karbohidrat. Awalnya disesuaikan tingkat kebugaran anak dengan tujuan akhir 20-30 menit per hari diluar aktifitas fisik di sekolah Pemantauan mandiri, pendidikan gizi, mengendalikan rangsangan, memodifikasi kebiasaan makan, aktifitas fisik, perubahan perilaku, penghargaan dan hukuman Analisis ulang aktifitas keluarga, pola menonton televisi; melibatkan orang tua dalam konsultasi gizi. a. Pengaturan diet Mengingat anak masih bertumbuh dan berkembang maka prinsip pengaturan diet pada anak gemuk adalah diet seimbang sesuai dengan RDA. Cara yang dilakukan adalah dengan intervensi diet. Pada anak sulit melakukan hal ini, karena anak tidak mau mengerti mengapa makanannya harus dikurangi atau dibatasi, atau mengapa makanan yang dulu boleh sekarang dilarang. Pengaturan makan yang baik diperlukan untuk mengurangi kendala tersebut dan peran seorang ahli gizi sangat penting. Langkah awal yang dilakukan adalah menumbuhkan motivasi anak untuk ingin menurunkan berat badan setelah anak mengetahui berat badan ideal yang disesuaikan dengan umur dan tinggi badannya. Kemudian membuat kesepakatan bersama berapa target penurunan berat badan yang dikehendaki. 11 Satu contoh cara pengaturan diet untuk anak yaitu ‘the traffic light diet’. Pada program ini terdapat green food yaitu makanan rendah kalori dan lemak yang boleh dikonsumsi bebas, yellow food artinya makanan rendah lemak namun dengan kandungan kalori sedang yang boleh dimakan namun terbatas, dan red food yaitu mengandung lemak dan kalori kadar tinggi agar tidak dimakan atau hanya sekali dalam seminggu. Dalam pengaturan kalori perlu diperhatikan tentang: Kalori yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan normal. Pengurangan kalori berkisar 200–500 kalori sehari dengan target penurunan berat badan 0,5 kg per minggu. Penurunan berat badan ditargetkan sampai mencapai kira-kira 10% di atas berat badan ideal atau cukup dipertahankan agar tidak bertambah, karena pertumbuhan linier masih berlangsung. Diet seimbang dengan komposisi karbohidrat 50-60%, lemak 30%, dan protein cukup untuk tumbuh kembang normal (15-20%). Bentuk dan jenis makanan harus dapat diterima anak, serta tidak dipaksa mengkonsumsi makanan yang tidak disukai. Diet tinggi serat dapat membantu pengaturan berat badan melalui jalur intrinsik, hormonal dan colonic. Ketiga mekanisme tersebut selain menurunkan asupan makanan akibat efek serat yang cepat mengenyangkan (meskipun kandungan energinya rendah) serta mengurangi rasa lapar, juga meningkatkan oksidasi lemak sehingga mengurangi jumlah lemak yang disimpan. Pada anak di atas 2 tahun dianjurkan pemberian serat dengan rumus (umur dalam tahun + 5) g per hari. b. Pengaturan aktifitas fisik. Cara yang dilakukan adalah melakukan latihan dan meningkatkan aktifitas harian. Aktifitas fisik mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap penggunaan energi. Dikatakan juga bahwa peningkatan aktifitas pada anak gemuk bisa menurunkan nafsu makan dan meningkatkan laju metabolisme. Latihan aerobik teratur yang dikombinasikan dengan pengurangan energi akan menghasilkan penurunan berat badan yang lebih besar dibandingkan hanya dengan diet saja. Ilyas EI, membahas kebugaran pada anak obesitas. Latihan fisik yang diberikan pada anak disesuaikan dengan tingkat perkembangan motorik, kemampuan fisik dan umurnya. Pada umur 6-12 tahun atau usia sekolah lebih tepat untuk memulai dengan ketrampilan otot seperti bersepeda, 12 berenang, menari, karate, senam, sepakbola, basket. Mulai usia 10 tahun anak mulai menyukai olahraga dalam bentuk kelompok. Perbedaan antara anak perempuan dan lelaki lebih jelas. Aktifitas sehari-hari dioptimalkan, misalnya berjalan kaki atau bersepeda kesekolah, menempati kamar tingkat agar naik dan turun tangga, mengurangi lama menonton televisi atau bermain games komputer, menganjurkan bermain di luar rumah. Dianjurkan melakukan aktifitas fisik sedang selama 20-30 menit setiap hari. c. Modifikasi perilaku. Tata laksana diet dan latihan fisik merupakan komponen yang efektif untuk pengobatan, dan menjadi perhatian paling besar bagi ahli fisiologi untuk mendapatkan bagaimana memperoleh perubahan makan dan aktifitas perilakunya. Karena prioritas utama adalah perubahan perilaku maka perlu menghadirkan peran orangtua sebagai komponen intervensi. Beberapa cara pengubahan perilaku tersebut diantaranya adalah: a. Pengawasan sendiri terhadap berat badan, masukan makanan, dan aktifitas fisik, serta mencatat perkembangannya. b. Kontrol terhadap rangsangan/stimulus, misalnya pada saat menonton televisi dicegah untuk tidak makan karena menonton televisi dapat menjadi pencetus makan. Orangtua diharapkan dapat meniadakan sedapatnya semua stimulus disekitar anak yang dapat merangsang keinginan untuk makan c. Mengubah perilaku makan, misalnya pasien yang makannya cepat dianjurkan untuk lebih lambat, belajar mengontrol porsi dan jenis makanan yang dikonsumsi, mengurangi makanan camilan. d. Penghargaan dan hukuman, yaitu orangtua dianjurkan untuk memberikan dorongan, pujian terhadap keberhasilan atau perilaku sehat yang diperlihatkan anaknya. Misalnya memakan makanan menu baru yang sesuai dengan program gizi yang diberikan, berat badan turun, mau melakukan olahraga. e. Pengendalian diri, misalnya dapat mengatasi masalah apabila menghadapi rencana bepergian atau pertemuan sosial yang memberikan risiko untuk makan terlalu banyak, yaitu dengan 13 memilih makanan yang berkalori rendah atau mengimbanginya dengan melakukan latihan tambahan untuk membakar energi. d. Peran serta orangtua, anggota keluarga, teman, dan guru Peran orangtua dalam mengobati anak telah terbukti efektif dalam penurunan berat badan atau keberhasilan pengobatan. Orangtua menyediakan nutrisi yang seimbang, rendah lemak dan sesuai dengan petunjuk ahli gizi. Anggota keluarga ikut berpartisipasi dalam program diet, mengubah perilaku makan dan aktifitas yang mendukung keberhasilan anak. Dengan kata lain mereka merupakan bagian dari keseluruhan program komprehensif tersebut. Guru dan teman sekolah juga diharapkan ikut mendukung tata laksana obesitas, misalnya memberikan pujian bila anak yang gemuk berhasil mengikuti program diet atau menurunkan berat badannya, sebaliknya tidak mengejek anak gemuk. e. Terapi intensif diterapkan pada obesitas anak dan remaja yang disertai penyakit penyerta dan tidak memberikan respons pada terapi konvensional. Terapi intensif terdiri dari diet berkalori sangat rendah (very low calorie diet), farmakoterapi dan terapi bedah. Terapi diet berkalori sangat rendah diindikasikan jika berat badan >140% BB Ideal (superobesitas). Protein-sparing modified fast (PSMF) adalah formula diet berkalori sangat rendah yang paling sering diterapkan. Diet PSMF membatasi asupan kalori hanya 600-800 kalori/hari. Selain itu dianjurkan mengkonsumsi protein hewani 1,5-2,5 g/kg berat badan ideal, suplementasi vitamin dan mineral serta minum lebih dari 1,5 L cairan per hari. Secara umum, diet ini hanya boleh diterapkan selama 12 minggu dengan pengawasan dokter. Risiko PSMF adalah terbentuknya batu empedu, hiperurisemia, hipoproteinemia, hipotensi ortostatik, halitosis dan diare. Secara umum farmakoterapi untuk obesitas dikelompokkan menjadi tiga, yaitu penekan nafsu makan misalnya sibutramin, penghambat absorbsi zat-zat gizi misalnya orlistat, dan kelompok lain-lain termasuk leptin, octreotide, dan metformin. Belum tuntasnya penelitian tentang efek jangka panjang penggunaan farmakoterapi obesitas pada anak, menyebabkan belum ada satupun farmakoterapi tersebut diatas yang dijinkan pemakaiannya pada anak oleh U.S. Food and Drug Administration sampai saat ini . 14 Terapi bedah diindikasikan jika berat badan > 200% BB ideal. Prinsipnya ada dua, yang pertama adalah untuk mengurangi asupan makanan (restriksi) atau memperlambat pengosongan lambung. dengan cara gastric banding dan vertical-banded gastroplasty. Prinsip kedua adalah mengurangi absorbsi makanan dengan cara membuat gastric bypass dari lambung ke bagian akhir usus halus. Sampai saat ini belum cukup banyak diteliti manfaat serta bahaya pembedahan jika diterapkan pada anak . Pencegahan Pencegahan dilakukan menggunakan dua strategi pendekatan yaitu strategi pendekatan populasi untuk mempromosikan cara hidup sehat pada semua anak dan remaja beserta orang tuanya, serta strategi pendekatan pada kelompok yang berisiko tinggi menjadi obesitas . Anak-anak yang berisiko menjadi obesitas adalah seorang anak yang salah satu atau kedua orang tuanya obesitas dan anak yang memiliki kelebihan berat badan semenjak masa kanak-kanak. Usaha pencegahan dimulai dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan di Pusat Kesehatan Masyarakat. Upaya-upaya yang dapat dilakukan antara lain mempromosikan pemberian ASI ekslusif sampai usia 6 bulan terutama pada bayi yang secara genetik rentan untuk menjadi obesitas. Beberapa penelitian membuktikan bahwa pemberian ASI jangka panjang serta menunda pemberian makanan pendamping ASI dapat membantu menurunkan prevalensi obesitas. Moran (1999) menganjurkan orang tua untuk menerapkan serta mengajarkan pola diet serta aktifitas yang sehat kepada anakanaknya sebagai berikut. Hargai selera makan anak: jangan memaksa anak untuk menghabiskan setiap porsi makanan Bila mungkin hindari mengkonsumsi makanan siap saji atau makanan yang manis Batasi jumlah makanan berkalori tinggi yang disimpan di rumah. Sajikan menu sehat dengan komposisi lemak lebih rendah dari 30% kalori total. Sajikan sejumlah serat dalam makanan anak. Susu skim dapat menggantikan susu sapi mulai usia 2 tahun. 15 Jangan menyajikan makan sebagai penenang atau hadiah. Jangan mengiming-imingi permen sebagai hadiah menghabiskan makanan. Batasi waktu menonton televisi. Dorong agar anak aktif bermain Jadwalkan kegiatan keluarga yang teratur seperti jalan-jalan, bermain bola, dan kegiatan di luar rumah lainnya Damayanti Rusli Sjarif Daftar Pustaka 1. Angulo A, Lindor KD. Treatment of Nonalcoholic Fatty Liver: Present and emerging therapies. Sem Liver Disease 2001;21:81-88 2. Barlow S, Dietz W: Obesity evaluation and treatment: Expert committee recommendations. Pediatrics 1998;102:1-11 3. Beguin Y, Grek V, Weber G, et al. Acute iron deficiency in obese subject during a very-lowenergy all protein diet. Am J Clin Nutr 1997; 66:75-9. 4. Berkowitz RI. Obesity in childhood and adolescence. Dalam: Walker WA, Watkins JB, penyunting. Nutrion in Pediatrics. Basic science and clinical applications. Edisi ke-2, London: BC Decker inc; 1997. p. 716-23. 5. Butte NF. The evidence for breast feeding. The role of breastfeeding in obesity. Pediatr Clin North Am 2001; 48:189-98 6. CDC. Body mass index-for-age. BMI is used differently with children than it is with adults. CDC home/search/health topics A-Z 2 2001; 16:1-6. 7. Cole TJ, Bellizi MC, Flegal KM, Dietz WH. Establishing a standard definition for child overweight and obesity worldwide: international survey. BMJ 2000;320:1240-1243 8. Colon RF, Almen TK, Suskind RM. Treatment of childhood obesity. Dalam: Suskind RM, Suskind LL, penyunting. Textbook of pediatric nutrition. Edisi ke-2. New York: Raven Press Ltd; 1993. p. 285-92 16 9. Dietz WH, Robinson TN. Assessment and treatment of childhood obesity. Pediatr Rev 1993:337-44. 10. Dietz WH, Bandini LG, Morelli JA, Ching PL. Effect of sedentary activity on resting metabolic rate. Am J Clin Nutr 1994; 59:556-9. 11. Djer MM. Prevalensi obesitas pada anak usia sekolah dasar di SD Kenari 7 dan 8 Jakarta dan faktor-faktor yang mempengaruhi. Tesis. Jakarta: Universitas Indonesia; 1998. 12. Gallaher MM, Hauck FR, Yang-oshida M, Serdula MK. Obesity among Mescalero preschool children. Association with maternal obesity and birth weight. AJDC 1991; 145:1262-5. 13. Gortmaker SL, Must A, Perrin JM, Sobol AM, Dietz WH. Social and economic consequences of overweight in adolescence and young adulthood. N Engl J Med 1993; 329:1008-12 14. Gortmaker SL, Must A, Sobol AM, Peterson K. Television viewing as a cause of increasing obesity among children in the United States, 1986-1990. Arch Pediatr Adolesc Med 1996; 150:356-62. 15. Harsha DW, Bray GA. Body composition and childhood obesity. Endocrinol Metab Clin North Am 1996; 25:871-85. 16. Ilyas EI. Aspek kebugaran pada obesitas anak. Dalam: Samsudin, Nasar SS, Sjarif DR, penyunting. Naskah lengkap PKB- IKA XXXV. Masalah gizi ganda dan tumbuh kembang anak.Jakarta: Bina Rupa Aksara; 1995. p. 89-102 Kral JG. Morbidity of severe obesity. Surg Clin North Am 2001; 81:1039-61 17. Latief D. Berbagai masalah gizi sebagai dampak krisis ekonomi di Indonesia. Disampaikan pada Kongres Nasional Ilmu Kesehatan Anak XI, Jakarta 5 Juli 1999 18. Leibel RL, Rosenbaum M, Hirsch J. Changes in energy expenditure resulting from altered body weight. N Engl J Med 1995; 332:621-8. 19. Lichtenstein AH, Kennedy Eileen, Barrier P, et al. Dietary fat consumption and health. Nutr Rev 1998; 56: S3-28 20. Lifshitz F, Moses N. Nutrition for the schoolchild and adolescent. Dalam: McLaren DS, Burman D, Belton NR, Williams AF, penyunting. Textbook of Pediatric Nutrition. Edisi ke-III. Tokyo: Churchill Livingstone; 1991. p. 59-68. 17 21. Linder MC. Energy metabolism, intake, and expenditure. Dalam Linder MC, penyunting. Nutritional biochemistry and metabolism with clinical applications. Edisi ke-2. London: Prentice-Hall International Inc;1991. p. 277-304. 22. Lissau I. Prevention of Child and Adolescent Obesity. The ECOG-workshop paper (Pècs 2000).. 23. Maffeis C, Schutz Y, Grezzani A, Provera S, Piancentini G, Tato L. Meal-Induced thermogenesis and obesity: Is a fat meal a risk factor for fat gain in children? J Clin Endocrinol Metab 2001; 86: 214-9 24. Meilany AM. Profil klinis, laboratoris serta sikap dan perilaku murid sekolah dasar dengan obesitas.Studi kasus di SD Tarakanita 5, SDI Al Azhar Rawamangun dan SDI Al Azhar Kelapa Gading Jakarta. Tesis. Jakarta: Universitas Indonesia; 2002 25. Moller R, Tafeit TE, Sudi TK, Reibnegger G. Quatifying the ‘appleness’ or ‘pearness’ of the human body by the subcutaneous adipose tissue distribution. Ann Hum Biol 2000; 27(1) : 47-55 26. Moran R. Evaluation and treatment of childhood obesity. Am Fam Physician 1999;59:859-73 27. Nasar SS. Obesitas pada anak. Aspek klinis dan pencegahan. Dalam: Samsudin, Nasar SS, Sjarif DR, penyunting. Naskah lengkap PKB- IKA XXXV. Masalah gizi ganda dan tumbuh kembang anak.Jakarta: Bina Rupa Aksara; 1995. p. 68-81 28. Neumann CG, Jenks BH. Obesity. Dalam: Levine MD, Carey WB, Crocker AC, penyunting. Developmental-behavioral pediatrics. Edisi ke-2. Tokyo: WB Saunders Co; 1992. p. 354-63. 29. Nelson WE, Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM, editor. Early school years. Textbook of pediatrics. Tokyo: WB Saunders Co; 1996 30. Pereira MA, Ludwig DS. Dietary fiber and body-weight regulation.Observations and mechanisms. Pediatr Clin North Am 2001;48: 969-80 31. Ray RM. Airways management in the obese child. Pediatr Clin North Am 2001;48:1055-63 32. Reilly JJ, Dorosty AR. Epidemic of obesity in UK children. : Lancet 1999;354:1874-5. 33. Rimm AA, Hartz AJ, Fischer ME. A weight shape index for assesing risk of disease. J Clin Epidemiol 1988; 41 (5) :458-65. 34. Robinson TN. Television viewing and childhood obesity. Pediatr Clin North Am 2001;48:101725 35. Rosner B, Prineas R, Loggie J, Daniels SR. Percentiles for body mass index in U.S. children 5 to 17 years of age. J Pediatr 1998; 132:211-22 18 36. Satoto, Karjati S, Darmojo B, Tjokroprawiro A, Kodyat BA. Gemuk, obesitas dan penyakit degeneratif: epidemiologi dan strategi penanggulangan. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI. Serpong 17-20 Februari 1998: 787- 808. . 37. Soedibyo S, Firmansyah A, Djer MM. Prevalence and influencing factors of obesity in elementary school pupils. Case study in SDN Kenari Jakarta Pusat. Departement of child health, Medical School, University of Indonesia, Cipto Mangunkusumo hospital Jakarta 1998: 1-12 38. Sothern MS. Exercise as a modality in the treatment of childhood obesity. Pediatr Clin North Am 2001; 48: 995-1015 39. Schmitz MK, Jeffery RW. Public Health intervension for the prevention and treatment of obesity. Med Clin North Am 2000;84:491-512 40. Styne D. Childhood and adolescent obesity. Prevalence and significance. Pediatr Clin North Am 2001; 48: 823-854 41. Vanitallia TB. Predicting obesity in children. Nutr Rev 1998; 56: 154-5 42. Wang Y. Cross-national comparison of childhood obesity: the epidemic and the relationship between obesity and socioeconomic status. Int J Epidemiol 2001;30:1129-36 43. Warden NA S, Warden C H. Biological influences on obesity. Pediatr Clin North Am 2001; 48:879-91 44. Weaver KA, Piatek A. Childhood obesity. Dalam: Samour PQ, Helm KK, Lang CE, penyunting. Handbook of pediatric nutrition. Edisi ke-2. Maryland: Aspen Publishers Inc; 1999. p. 173-89.. 45. Whitaker RC, Wright JA, Pepe MS, Siedel KD, Dietz WH. Predicting obesity in young adulthood from childhood and parental obesity. N Engl J Med 1997; 337:869-73 46. Wing RR, Greeno CG. Behavioural and psychosocial aspects of obesity and its treatment. Baillieres Clin Endocrinol Metab. 1994;8:689-703. 47. Williams CL, Gulli MT, Deckelbaum RJ. Prevention and treatment of childhood obesity. Curr Atheroscler Rep 2001; 3:486-97 48. World Health Organization Expert Committee. Physical status, the use and interpretation of anthropometry. WHO Tech Rep Ser 1995;No 854. 49. Yanovski JA. Intensive therapies for pediatric obesity. Pediatr Clin North Am 2001; 48:1041-53 50. Yap MA, Tan WL. Factors associated with obesity in primary-school children in Singapore. Asia Pacific J Clin Nutr 1994; 3:65-8. 19 20