BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Berikut adalah

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Kajian Pustaka
Berikut adalah penelitian sebelumnya yang merupakan penelitian sejenis
dengan penelitian yang penulis lakukan.
Tabel 2.1
Kajian Pustaka
No.
1.
2.
Judul
Penulis
Penelitian
PENGARUH
Mahesa
FILM
REALITA
CINTA DAN
ROCK N
ROLL
TERHADAP
GAYA
BERPAKAIAN
ANAK IPS
SMAN 6
JAKARTA
ANGKATAN
2012
Teori
Metode
Lokasi
Hasil
kultivasi Kuantitatif SMAN penulis
6,
menyimpulkan
Jakarta bahwa, ada
pengaruh film
realita cinta
dan rock n roll
terhadap gaya
berpakaian
anak IPS
SMAN 6
JAKARTA
Angkatan
2012, sebesar
0,978
PENGARUH
Nabila
S-O-R
kuantitatif SMA
Tayangan
TAYANGAN
Mecadinisa
alGossip
Girl
GOSSIP GIRL
azhar
mempengaruhi
DI WARNER
3
Gaya
TV TERHADAP
Berbusana
FASHION
Siswi
SMA
STYLE REMAJA
sebesar
61,9%
(Studi Kasus
sedangkan
Terhadap Siswi
sisanya
SMA Al-Azhar 3
(100%
Jakarta)
61,9%
=
38,1%)
di
pengaruhi oleh
sebab-sebab
lain
9
10
3
2.2
PENGARUH
Resky
PROGRAM
ACARA
Satyawati
“KOKI CILIK”
DI TRANS 7
TERHADAP
MINAT ANAK
UNTUK
BELAJAR
MEMASAK.
Kognitif kuantitatif
SDN
sosial
11
RSBI
Dari hasil
penelitian
diperoleh
kesimpulan
bahwa
variabel
Tayangan
Program Koki
Cilik di Trans
7 mempunyai
pengaruh
sebesar 47.3%
Landasan Teori
Pada landasan teori ini penulis akan membahas teori-teori dasar yang
berkaitan dengan tema skripsi ini yaitu content analisis program siaran televisi /
radio. Teori-teori yang akan dibahas secara spesifik pada landasan teori ini adalah
teori-teori dari para ahli di bidang ilmu komunikasi, komunikasi massa dan media
massa. Pada landasan teori ini juga akan dibahas pendapat para pakar komunikasi
sehubungan dengan tema yang diangkat pada penelitian ini.
2.2.1
Pengertian Komunikasi
Kata komunikasi berasal dari bahasa lain, “communis”, yang berarti
kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Akar
katanya “communis” adalah communico”, yang artinya berbagi (Stuart, 1983, dalam
Vardiansyah, 2004 : 3 ).
Menurut
Webester New Collegiate Dictionary (Riswandi, 2008 : 1),
komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi di antara individu melalui
system lambing-lambang, tanda-tanda atau tingkah laku.
11
Menurut Carl I Hovland (Mulyana, 2005 : 62), komunikasi adalah proses
yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan untuk
mengubah perilaku orang lain.
Menurut Everett M Rogers (Mulyana, 2005 : 62), komunikasi adalah proses
suatu ide dialihkan dari satu sumber kepada satu atau banyak penerima dengan
maksud untuk mengubah tingkah laku mereka.
Menurut Harold Laswell (Mulyana, 2005 : 62), Laswell mengungkapkan
bahwa cara terbaik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab
pertanyaan “Siapa Mengatakan Apa dengan Saluran Apa Kepada Siapa dengan
Akibat Apa?” (Who says What in Which Channel to Whom with What Effect?) Dari
pendapat Laswell tersebut dapat disimpulkan lima unsur komunikasi sebagai berikut;
1. Siapa yang mengatakan (who says?) : Sumber (source) atau awal mula
terbentuknya pesan. Dalam hal ini sumber dapat dinyatakan sebagai
komunikator atau orang yang menjadi subjek penyampaian pesan, yang
menyatakan pesan secara verbal maupun nonverbal.
2. Mengatakan apa (says what?) : ide, pesan atau informasi (message) yang
hendak disampaikan oleh sumber kepada penerima. Pesan ini dapat
disampaikan melalui symbol-simbol verbal maupun nonverbal.
3. Saluran apa (which channel?) : media (channel) yang digunakan oleh sumber
untuk menyampaikan pesannya kepada penerima. Pemilihan media
komunikasi ini dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan penyampaian pesan.
4. Kepada siapa (to whom) : penerima pesan (receiver) yang disampaikan oleh
sumber. Penerima pesan atau komunikan dapat merupakan perorangan atau
sekelompok orang.
12
5. Efek (what effect) : akibat yang ditimbulkan dari pesan yang disampaikan
oleh sumber kepada penerima. Akibat ini dapat berupa berbagai bentuk,
seperti pemahaman tentang suatu hal, perubahan sikap, ataupun umpan balik
atau feedback.
Berdasarkan pendapat tentang komunikasi dari beberapa ahli yang telah
disebutkan, penulis menarik kesimpulan bahwa komunikasi adalah tahapan-tahapan
penyampaian pesan, melalui sebuah media yang menghasilkan dampak bagi
penerima pesan.
2.2.2
Proses Komunikasi
Ada pun langkah-langkah yang harus dilakukan dalam proses komunikasi
(Burhan Bungin, 2006 : 255) adalah sebagai berikut :
1. Ideation : penciptaan satu gagasan atau pemilihan seperangkat informasi
untuk dikomunikasikan. Merupakan suatu pesan yang akan disampaikan.
2. Encoding : sumber menerjemahkan informasi atau gagasan dalam wujud
kata, tanda atau lambang. Mengekspresikan gagasan dalam bentuk bahasa
lisan, bahasa tertulis ataupun perilaku nonverbal, seperti bahasa isyarat,
ekspresi wajah, atau gambar-gambar.
3. Encode : penyampaian pesan yang telah disandi kepada penerima dengan
cara berbicara, menulis, menggambar ataupun melalui suatu tindakan
tertentu. Yang dapat dikenal dengan istilah channel, yaitu alat-alat untuk
menyampaikan suatu pesan.
4. Decoding : memberikan penafsiran interpretasi terhadap pesan yang
disampaikan kepadanya. Penerimalah yang akan menentukan bagaimana
memahami suatu pesan dan bagaimana pula respons terhadap pesan tersebut.
13
5. Feedback
: umpan balik. Mempertimbangkan kembali pesan yang telah
disampaikannya kepada penerima dan dapat dijadikan landasan untuk
mengevaluasi efektivitas komunikasi.
Gambar 2.1 Proses Komunikasi
Sender
Encoding
Media
Decoding
Receiver
Message
Noise
feedback
Response
Sementara menurut Sasa Djuarsa Sendjaja dalam bukunya “Pengantar ilmu
Komunikasi”, menyebutkan bahwa proses komunikasi terdiri dari dua cara, yaitu :
1. Proses cara primer
Proses cara primer adalah proses penyampaian pikiran dan perasaan
seseorang pada orang lain dengan menggunakan simbol sebagai media.
Lambang media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, isyarat,
gambar, warna, dan lain sebagainya, yang secara langsung mampu
menerjemahkan pikiran atau perasaan komunikator kepada komunikan.
2. Proses secara sekunder
Proses secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang
kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana media kedua setelah
memakai lambang sebagai media pertama (Sendjaja, 2004 :113)
14
2.2.3
Jenis-jenis Komunikasi
Pada dasarnya komunikasi dapat dikelompokkan menjadi empat macam,
yaitu komunikasi tertulis, lisan, nonverbal, satu arah, dan dua arah. Berikut
penjelasannya :
1. Komunikasi Tertulis, yaitu komunikasi yang disampaikan secara tertulis.
Keuntungannya dapat dipersiapkan terlebih dahulu secara baik, dapat dibaca
berulang-ulang. Sedangkan kekurangannya memerlukan dokumentasi yang
cukup banyak, kadang-kadang tidak jelas, umpan balik yang diminta cukup
lama.
2. Komunikasi Lisan, yaitu komunikasi yang dilakukan secara lisan. Dapat
dilakukan secara langsung berhadapan atau tatap muka dan dapat pula
melalui telepon.
3. Komunikasi Nonverbal, yaitu komunikasin dengan menggunakan mimik,
pantomime, dan bahasa isyarat.
4. Komunikasi satu arah, yaitu komunikasi yang bersifat koersif dapat
berbentuk perintah, instruksi, dan bersifat memaksa dengan menggunakan
sanksi-sanksi.
5. Komunikasi dua arah, yaitu lebih bersifat informatif dan persuasif dan
memerlukan hasil (feedback).
Sementara Mulyana (2005 : 72), membagi komunikasi berdasarkan jumlah
komunikannya. :
1. Komunikasi intrapribadi
2. Komunikasi antar pribadi
3. Komunikasi kelompok
4. Komunikasi publik
15
5. Komunikasi organisasi
6. Komunikasi massa
2.2.4
Komunikasi Massa
Komunikasi massa menurut Gerbner (dalam Rakhmat (2009 : 188), adalah
produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dam lembaga dari arus pesan
yang kontinyu serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri.
Selain itu, Kurt Lang & Gladys Engel Lang melalui jurnal dengan judul
“Mass Society, Mass Culture, and Mass Communication: The Meaning of Mass”
mengatakan bahwa
We begin with a quick look back at how “mass communication” came
to denote characteristics that today most everyone takes for granted.
When people speak of the media, they usually have in mind corporate
bodies or government agencies whose access to modern technology
enables them to disseminate the same uniform content to a
geographically dispersed multitude. At first, this capability was
confined to cheap print, and then later expanded to motion-pictures,
both of which were still dependent on physical transport. This
limitation did not extend to either radio or television, which, given
their wide reach, were destined to become the media of mass
communication par excellence. But to develop into mass
communication, the new technology had to be employed to reach a
large audience. As late as the end of the 1920s, Ernest W. Burgess
(1886-1966), a University of Chicago sociologist whose interest was
mostly in human ecology, could still write about the conquest of space
by new forms of transportation and communication, such as the
automobile, the motion picture, the airplane, and the radio, without
even a single reference to the expansion in the size of audiences and
its consequences (1929, p. 1072). Two years later, David O.
Woodbury devoted a book (1931) to “communication at a distance,”
grouping mass media with personal communication forms, such as
letters that rely on carriers, or with those which do not.
Dari jurnal diatas dapat disimpulkan setelah diartikan secara bebas bahwa,
komunikasi massa telah mempermudahkan pekerjaan setiap orang. Melalui komunikasi
massa, kita dipermudah dengan tidak hanya mendapatkan referensi berdasarkan satu sumber
16
saja. Perkembangan teknologi juga telah menjadikan komunikasi massa dapat menjangkau
khalayak secara lebih luas.
Dari pengertian tentang komunikasi massa diatas, dapat kita simpulkan
komunikasi massa berbeda dari jenis komunikasi lainnya. Menurut Wright (dalam
Ardianto, 2007 : 4), berikut adalah karakteristik yang membedakan komunikasi
massa dengan jenis komunikasi lainnya :
1. Diarahkan kepada khalayak yang relatif besar, heterogen dan anonim
2. Pesan disampaikan secara terbuka
3. Pesan diterima secara serempak pada waktu yang sama dan bersifat sekilas
(khusus untuk media melektronik)
4. Komunikator cenderung berada atau bergerak dalam organisasi yang
kompleks yang melibatkan biaya besar.
Komunikasi massa
dapat dilakukan bila memiliki ciri-ciri yaitu :
komunikator terlembagakan, pesan bersifat umum, komunikan heterogen, adanya
keserempakan, mengutamakan isi daripada hubungan, bersifat satu arah, umpan balik
tertunda dan stimulasi alat indra terbatas (Elvinaro dan Lukiati, 2004 : 7-8)
Menurut Nurudin, M. Si. Dalam buku Pengantar Komunikasi Massa
(2007:65), Fungsi komunikasi massa antara lain :
1. Menginformasikan (to inform)
Komponen yang paling penting untuk mengetahui fungsi informasi ini adalah
berita-berita yang disajikan. Unsur 5W + 1H merupakan bagian terpenting
untuk menyampaikan informasi kepada khalayak.
2. Menghibur (to entertaint)
Fungsi hiburan untuk media elektronik menduduki posisi yang paling tinggi
dibandingkan dengan fungsi0fungsi yang lainnya. Saat ini masyarakat kita
masih menjadikan televisi sebagai media hiburan.
17
3. Mengajak (to persuade)
Fungsi persuasif komunikasi massa tidak kalah pentingnya dengan fungsi
informasi dan hiburan. Banyak bentuk tulisan yang kalau diperhatikan sekilas
hanya berupa informasi, tetapi jika diperhatikan secara lebih jeli ternyata
terdapat fungsi persuasi. Komunikasi juga diadakan untuk mempengaruhi
pihak-pihak tertentu.
4. Pengawasan
Menurut Laswell, komunikasi massa mempunyai fungsi pengawasa. Artinya,
menunjuk pada pengumpulan dan penyebaran informasi mengenai kejadiankejadian yang ada di sekitar kita.
5. Pendidikan (to educate)
Yakni membuka kesempatan untuk memperoleh pendidikan secara luas, baik
untuk pendidikan formal di sekolah maupun untuk di luar sekolah. Juga
meningkatkan
kualitas
penyajian
materi
yang
baik,
menarik,
dan
mengesankan
2.2.5
Media Massa
Media massa adalah media komunikasi dan informasi yang melakukan
penyebaran informasi secara massa dan dapat diakses oleh masyarakat secara masal
(Bungin, 2006 : 7).
Sementara menurut Hafied Cangara, media massa adalah alat yang digunakan
dalam penyampaian pesan dari sumber kepada khalayak (penerima) dengan
menggunakan alat-alat komunikasi mekanis seperti surat kabar, film, radio, dan
televisi. (Cangara, 2006 : 122)
18
Media massa memiliki pengaruh besar di dalam segala aspek kehidupan
masyarakat dewasa ini. Banyak perubahan di lingkungan masyarakat yang
merupakan pengaruh dari media massa. Steven M. Chaffie (dalam Ardianto, 2007 :
50-58), membedakan efek media massa menjadi dua, yaitu efek yang ditimbukan
oleh kehadiran media massa itu sendiri dan efek yang ditimbulkan dari pesan yang
disampaikan oleh media massa tersebut. Dari dua kategori tersebut Chaffie
menjelaskan efek media massa sebagai berikut :
1. Efek kehadiran media massa
a. Efek ekonomi
Dengan kehadiran media massa maka terciptalah lapangan kerja, dimana
stasiun televisi, radio, dsb, tentunya membutuhkan sumber daya manusia
untuk bekerja di dalamnya.
b. Efek sosial
Kehadiran media massa berpengaruh pada struktur dan interaksi sosial di
masyarakat. Kebutuhan akan media massa tertentu menjadi pembeda
dalam struktur sosial di masyarakat.
c. Penjadwalan sehari-hari
Hal yang paling sering terlihat di kehidupan sehari-hari adalah kebiasaan
membaca koran di pagi hari. Membaca koran di pagi hari menjadi seperti
sebuah ritual yang dilakukan orang sebelum beraktifitas.
d. Efek hilangnya perasaan tidak nyaman
Dalam hal ini media massa dapat membantu masyarakat apabila terjadi
situasi yang kurang nyaman seperti pada saat sendirian atau kesepian.
19
Pada saat sendirian atau kesepian orang bisa memanfaatkan untuk
mendengarkan radio, atau membaca koran.
e. Efek menunbuhkan perasaan tertentu
Pengalaman seseorang dengan media massa tertentu, dapat menyebabkan
seseorang lebih memilih satu media massa dibanding media massa yang
lain.
2. Efek pesan
a. Efek kognitif
Efek kognitif adalah akibat dari sebuah pesan yang disampaikan media
massa, dimana komunikan mendapatkan informasi atau pengetahuan yang
belum diketahui.
b. Efek afektif
Efek afektif adalah dimana komunikan bukan hanya mendapatkan
informasi dari pesan yang disampaikan, tetapi juga ikut terlibat secara
emosional ke dalam pesan yang disampaikan.
c. Efek behavioral
Efek behavioral adalah terjadinya perubahan sikap atau tingkah laku yang
merupakan dampak pengetahuan yang didapatkan dari media tersebut.
Selain efek yang disampaikan Steven M. Chaffie diatas, banyak pendapat ahli
yang muncul berkaitan dengan dampak yang ditimbulkan oleh media massa,
sehingga muncul teori-teori tentang dampak media massa seperti teori kultivasi, teori
uses and gratification, teori agenda setting, dll
Kini bentuk media massa sudah semakin berkembang dan beragam. Berikut
ini beberapa contoh media massa dari paradigma paradigma baru (Nurudin, 2007 :
13) :
20
Gambar 2.2 Media Massa dari Paradigma Baru
TV
Majalah
Radio
Media
Internet
Massa
Tabloit
Surat
Kabar
Namun secara garis besar media massa dapat dikategorikan menjadi tiga
jenis, yaitu (Nurani, 2010 : 200) :
1. Media Cetak, yang contohnya adalah surat kabar. Yang memiliki ciri-ciri
sebagai berikut :
a. Pesan yang disampaikan memuat unsur reproduksi utama : simbol verbal
gambar dan warna
b. Relatif nyaman, mudah dibawa kemana-mana
c. Unsur umpan balik yang ada juga bersifat verbal
d. Sumber kehidupan industri media cetak adalah iklan dan penjualan
2. Media audio, misalnya adalah radio. Yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Unsur reproduksinya adalah suara
b. Secara relatif bisa dibawa kemana-mana
c. Tidak bisa dinikmati berulang-ulang alias tidak dapat didengar kembali
d. Pesan bersifat serempak
e. Proses komunikasinya menggunakan unsur umpan balik, baik verbal dan
nonverbal
21
3. Media audio-visual, misalnya Televisi. Yang memiliki ciri-ciri sebagai
berikut :
a. Unsur reproduksinya bersifat verbal, gambar, warna, suara dan gerakan.
b. Tidak portable karena tidak bisa dibawa kemana-mana
c. Pesan tidak bisa diulang karena tampilan pesan sekilas sehingga cepat
berlalu.
d. Bersifat serempak
e. Umpan balik : verbal dan nonverbal
2.2.6
Televisi
Kata televisi diadopsi dari bahasa inggris yaitu television. Dimana kata
television sendiri berasal dari dua kata yaitu tele dan visio. Kata tele berasal dari
bahasa yunani yang berarti jauh, sementara visio berasal dari bahasa lain yang
artinya pandangan atau pengelihatan.
Menurut ensiklopedia indonesia (dalam Parwadi, 2004 : 28), televisi adalah
sistem elektronis yang menyampaikan suatu isi pesan dalam bentuk audio visual
gerak
dan
merupakan
sistem
pengambilan
gambar,
penyampaian
dan
penyuguhankembali gambar melalui tenaga listik, gambar tersebut ditangkap dengan
kamera televisi, diubah menjadi sinyal listrik, dan dikirim langsung lewat kabel
listrikkepada pesawat penerima.
Seperti media massa yang lain, televisi memiliki kelebihan dan kekurangan
tersendiri dalam proses penyampaian informasi. Kelebihan televisi antara lain
(Syahputra 2006 : 70) :
22
1. Menguasai jarak dan waktu, karena teknologi televisi menggunakan
elektromagnetik, kabel-kabel dan fiber yang dipancarkan transmisi melalui
satelit.
2. Sasaran yang dicapai untuk menjangkau massa cukup besar, nilai aktualitas
terhadap suatu liputan atau pemberitaan cukup cepat
3. Daya rangsang terhadap media televisi cukup tinggi. Hal ini disebabkan oleh
kekuatan suara dan gambarnya yang bergerak (ekspresif)
4. Informasi atau berita-beritayang disampaikan lebih singkat, jelas dan
sistematis.
Sedangkan kekurangan televisi sebagai media massa, yaitu (Syahputra, 2006
: 70) :
1. Media televisi terikat waktu tontonan
2. Televisi tidak bisa melakukan kritik sosial dan pengawasan sosial secara
langsung dan vulgar
3. Pengaruh televisi lebih cenderung menyentuh aspek psikologis massa.
Bersifat “transitory”, karena sifat ini membuat isi pesannya tidak dapat
dimemori oleh pemirsanya. Lain halnya dengan media cetak, informasi dapat
disimpan dalam bentuk kliping.
Selain itu, berikut pendapat Tunjung Riyadi dalam artikelnya pada jurnal
Humaniora mengenai televisi dalam media massa.
“Mengupas televisi dari sisi media massa berarti berfokus pada aspek
audiens yang menjadi kajiannya. Membandingkan media televisi
dengan media lain merupakan salah satu jalan termudah untuk
memahami karakteristiknya. Penonton televisi mempunyai
karakteristik yang unik. Mereka tersebar dimana-mana dan
mempunyai selera yang beragam. Mereka punya pilihan menonton
saluran yang disukai. Hal ini beda dengan penonton film di bioskop.
Sekali datang ke biokop mereka harus berkonsentrasi penuh dalam
ruang yang benar-benar disiapkan untuk menonton dalam kondisi
23
senyaman mungkin. Dengan menyadari berbagai macam sifat para
penonton ini, perancang program dituntut mampu memenuhi
kebutuhan semua khalayak. Strategi yang dilakukan biasanya adalah
menentukan satu sasaran pemirsa yang memiliki banyak kesamaan
keinginan. Ini tercermin dari kesamaan usia penonton, gender, tingkat
ekonomi dan insight psikografinya. Lebih mudahnya mengetahui
target audien dari sisi geografi, demografi dan psikografi.”
2.2.7
Program Televisi
Secara teknis program televisi diartikan sebagai penjadwalan atau
perencanaan siaran televisi dari hari ke hari (horizontal programming) dari jam ke
jam (vertical programming) setiap harinya (Soenarto, 2007 :1)
Program-program yang ditayangkan oleh stasiun televisi dibuat untuk
menarik perhatian penonton. Demi memenuhi kebutuhan penontonnya stasiun
televisi saling berlomba untuk membuat program yang menarik. Menurut morissan
(2008 : 7) pada dasarnya program televisi dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu :
1. Program informasi
Program informasi adalaha segala jenis program yang tujuannya
menambah pengetahuan (informasi) kepada khalayak audien. Program
informasi terbagi menjadi dua bagian yaitu :
a. Berita keras (hard news)
Berita keras atau hard news adalah berita yang sajiannya berisi segala
informasi penting dan menarik yang harus disiarkan oleh media penyiaran
karena sifatnya yang harus segera diketahui khalayak.
b. Berita lunak (soft news)
Berita lunak atau soft news adalah program berita yang menyajikan
program informasi yang penting dan menarik yang disampaikan secara
mendalam (indepth) namun tidak bersifat harus segera ditayangkan.
24
2. Program hiburan
Segala bentuk siaran yang ditujukan untul menghibur audiens dalam
bentuk musik, lagu, cerita, dan permainan.
Sementara Soenarto, membagi program hiburan menjadi 2 jenis, yaitu :
a. Program Drama
Program siaran drama berisi cerita fiksi. Istilah ini juga disebut sinetron
cerita. Untuk membedakannya dengan sinetron non cerita adalah format
sinetron yang terdiri dari beberapa jenis yaitu : sinetron drama modern,
sinetron drama legenda, sinetron drama komedi, sinetron drama saduran
dan sinetron yang dikembangkan dari cerita atau buku novel, cerita
pendek dan sejarah (Soenarto, 2007 : 62-63)
b. Program non Drama
Program non-drama merupakan bentuk acara yang tidak disertai bumbu
cerita. Acara non-drama diolah seperti apa adanya. Program jenisa
dokumenter termasuk program nondramatik ini bisa didaptnkan dari
keadaan senyatanya, bisa mengenai alam, budaya manusia, ilmu
pengetahuan dan kesenian. (Soenarto :62-63)
2.2.8
Film televisi
Film televisi berbeda dengan film layar lebar, film televisi yang dimaksud
disini adalah film yang diproduksi oleh sebuah stasiun televisi atau rumah produksi
khusus untuk ditayangkan di televisi. Film televisi biasanya ditayangkan dalam
durasi 120 sampai 180 menit. Proses pembuatan film televisi tidak serumit proses
pembuatan film layar lebar, karena film televisi biasanya tidak terlalu mementingkan
25
kualitas gambar namun lebih fokus kepada isi cerita film tersebut. Terdapat beberapa
hal yang membedakan film televisi dengan film layar lebar, berikut penjelasannya :
1. Film televisi dibuat khusus untuk ditayangkan di televisi.
2. Proses produksi film televisi lebih singkat daripada film layar lebar.
3. Biaya produksi film televisi relatif lebih murah daripada film layar lebar.
4. Karna ditayangkan lewat televisi, dalam penayangan film televisi terdapat
jeda iklan komersial.
Walaupun ditujukan untuk televisi, tidak sedikit film televisi yang diangkat
ke layar lebar di masa sekarang ini, seperti film “Brian’s Song” (1971) yang
diproduksi ulang ke dalam bentuk layar lebar pada tahun 2001. Begitu pula
sebaliknya, ada beberapa film layar lebar yang dibuat sekuelnya dalam bentuk film
televisi, seperti “Parent Trap”. Di indonesia hanya ada beberapa stasiun televisi
yang memproduksi dan menayangkan film televisi, contohnya SCTV dan Trans TV .
Di SCTV terdapat slot program Gala Sinema, sementara di RCTI terdapat slot
program Bioskop Trans TV. Di negara lain, film televisi sudah menjadi perhatian
sejak awal kemunculannya. Film televisi yang pertama kali ditayangkan di dunia
adalah “The Pied Piper of Hamelin”, film ini merupakan film musikal yang di
produksi di amerika pada tahun 1957. Film televisi mulai digemari ketika salah satu
stasiun televisi di amerika membuat program “NBC Saturday Night at The Movies”,
yaitu sebuah program yang menayangkan berbagai jenis film di setiap minggunya.
Ada beberapa film televisi yang berhasil meledak di masyarakat bahkan
mendapatkan penghargaan, seperti “The Day After” (1983), “Duel” (1971), “If Wall
Could Walk” (1990), dan film televisi yang diteliti oleh penulis yaitu “Temple
Grandin”.
(http://zeeupik.blogspot.com/pengertian-drama-televisi-film.html, 7/10/2013)
26
2.3
Landasan Konseptual
Pada teori khusus ini yang Berhubungan dengan Topik / Judul yang dibahas,
peneliti akan membahas kerangka teori dari perilaku dan teori dasar agenda setting
berdasarkan teori yang sudah ada ataupun dari narasumber dan sumber – sumber
lainnya yang lengkap, relevan, dan berhubungan dengan pokok bahasan.
2.3.1
Perilaku
Perilaku adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang dapat
diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati pihak luar (Notoatmodjo 2003 :
114).
Perilaku juga berarti apa yang orang lakukan dan katakan (Raymond
G.Miltenberger 2004 : 2). Perilaku menunjang apa yang akan manusia lakukan. Jika
anda mengatakan bahwa seseorang marah, anda tidak dapat mengindentifikasi
perilaku orang tersebut. Tetapi jika anda mengindentifikasi apa yang orang lakukan
dan katakan saat sedang marah, maka anda telah mengindentifikasi perilakunya
sebagai orang yang marah.
.Perilaku seseorang dikelompokkan ke dalam perilaku wajar, perilaku dapat
diterima, perilaku aneh, dan perilaku menyimpang. Perilaku dianggap sebagai
sesuatu yang tidak ditujukan kepada orang lain dan oleh karenanya merupakan suatu
tindakan sosial manusia yang sangat mendasar. Perilaku tidak boleh disalahartikan
sebagai perilaku sosial, yang merupakan suatu tindakan dengan tingkat lebih tinggi,
karena perilaku sosial adalah perilaku yang secara khusus ditujukan kepada orang
lain.
Menurut Edward E. Sampson, terdapat perspektif yang berpusat pada persona
dan perspektif yang berpusat pada situasi. Perspektif yang berpusat pada persona
27
mempertanyakan faktor-faktor internal apakah, baik berupa instik, motif,
kepribadian, sistem kognitif yang menjelaskan perilaku manusia.
Secara garis besar terdapat dua faktor (Jalaludin Rakhmat, 2008 : 32) :
1. Faktor Biologis
Biologis terlibat dalam seluruh kegiatan manusia, bahkan berpadu dengan
faktor-faktor sosiopsikologis. Menurut Wilson, perilaku sosial dibimbing oleh
aturan-aturan yang sudah diprogram secara genetis dalam jiwa manusia.
Pentingnya kita memperhatikan pengaruh biologis terhadap perilaku manusia.
a. Faktor Sosiopsikologis
-
Komponen Kognitif
Aspek intelektual yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia.
-
Komponen Afektif
Merupakan aspek emosional dari faktor sosiopsikologis, didahulukan
karena erat kaitannya dengan pembicaraan sebelumnya.
b. Komponen Konatif
Aspek volisional, yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan
bertindak.
Perilaku diatur oleh prinsip dasar perilaku yang menjelaskan bahwa ada
hubungan antara perilaku manusia dengan peristiwa lingkungan. Perubahan perilaku
dapat diciptakan dengan merubah peristiwa didalam lingkungan yang menyebabkan
perilaku tersebut.
Dari pengertian diatas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa perilaku
merupakan perbuatan/tindakan dan perkataan seseorang yang sifatnya dapat diamati,
digambarkan dan dicatat oleh orang lain ataupun orang yang melakukannya.
28
2.3.2
Teori Kognitif Sosial
Teori kognitif sosial merupakan sebuah penamaan baru dari teori belajar
sosial (social learning theory) yang dikembangkan oleh Albert Bandura. Nama baru
dengan nama teori kognitif sosial ini dilakukan pada tahun 1970-an dan 1980-an. Ide
pokok dari pemikiran Bandura juga merupakan pengembangan dari ide Miller dan
Dollard tentang belajar meniru (imitative learning). Bandura telah mengelaborasi
proses
belajar sosial
dengan factor-faktor
kognitif dan behavioral
yang
mempengaruhi seseorang dalam proses belajar sosial.Teori ini memiliki peran dalam
mempelajari pengaruh dari isi media massa terhadap masyarakat luas.
Baranowski,
Perry, dan Parcel
(1997 :
161) menyatakan bahwa
“reinforcement is the primary construct in the operant form of learning”. Proses
penguatan merupakan bentuk utama dari cara belajar seseorang. Proses penguatan
juga merupakan konsep sentral dari proses belajar sosial.
Di dalam teori kognitif sosial, penguatan bekerja melalui proses efek
menghalangi (inhibitory effects) dan efek membiarkan (disinhibitory effects).
Inhibitory Effects terjadi ketika seseorang melihat seorang model yang diberi
hukuman karena perilaku tertentu. Sebagai contoh pada tayangan film “Temple
Grandin” diberi gambaran apabila seorang pengidap autisme tidak diperlakukan
dengan baik maka emosinya menjadi meledak-ledak. Sebaliknya, Disinhibitory
Effects terjadi ketika seseorang melihat model yang diberi penghargaan atau imbalan
untuk suatu perilaku tertentu, misalnya pada tayangan film “Temple Grandin”, tokoh
Temple Grandin mendapatkan gelar professor dikarenakan kerja kerasnya serta
dibantu dengan dukungan dan bantuan dari keluarga dan orang-orang disekitarnya.
29
Efek-efek yang dikemukakan di atas tidak tergantung pada imbalan dan
hukuman yang sebenarnya, tetapi dari penguatan atas apa yang dialami orang lain
tapi dirasakan seseorang sebagai pengalamannya sendiri (vicarious reinforcement).
Menurut Bandura, vicarious reinforcement terjadi karena adanya
pengaharapan
hasil
(outcome
expectations)
dan
harapan
hasil
konsep
(outcome
expectancies). Outcome expectancies menunjukkan bahwa ketika kita melihat
seseorang model diberi penghargaan dan dihukum, kita akan berharap mendapatkan
hasil yang sama jika kita melakukan perilaku yang sama dengan model. Dalam hal
ini, dapat dilihat pada tayangan film “Temple Grandin” yang merupakan kisah nyata
dari perjalanan hidup seseorang yang mengidap autisme, hal itu dialami oleh diri
tokoh itu sendiri.
Seperti dikatakan oleh Baronowski dkk (1997 : 162), “People develop
expectations about a situation and expectations for outcomes of their behavior before
they actually encounter the situations”, orang akan mengembangkan pengharapan
tentang suatu situasi dan pengharapan suatu hasil dari perilakunya sebelum benarbenar mengalami situasi tersebut. Selanjutnya, seseorang mengikat nilai dari
pengharapan tersebut dalam bentuk outcome expectancies (harapan akan hasil).
Harapan-harapan ini mempertimbangkan sejauh mana penguatan tertentu yang
diamati itu dipandang sebagai sebuah imbalan atau pengharapan atau hukuman.
Konsep-konsep yang telah dikemukakan merupakan proses dasar dan
pembelajaran dalam teori kognitif sosial. Meskipun demikian, terdapat beberapa
konsep lain yang dikemukakan teori ini yang akan mempengaruhi sejauh mana
belajar sosial berperan. Salah satu tambahan yang penting bagi teori ini adalah
konsep identifikasi (indentification) dengan model di dalam media. Secara khusus
teori kognitif sosial menyatakan bahwa jika seseorang merasakan hubungan
30
psikologis yang kuat dengan sang model, proses belajar sosial akan lebih terjadi.
Menurut White (1972 : 252) identifikasi muncul mulai dari ingin menjadi hingga
berusaha menjadi seperti model dengan beberapa kualitas yang lebih besar.
Teori Kognitif Sosial juga mempertimbangkan pentingnya kemampuan sang
“pengamat” untuk menampilkan sebuah perilaku khusus dan kepercayaan yang
dipunyainya untuk menampilkan perilaku tersebut. Menurut Bandura (1977:191)
self-efficacy atau efikasi diri dan hal ini dipandang sebagai sebuah prasyarat kritis
dari perubahan perilaku. Misalnya dalam tayangan film “Temple Grandin”,
diceritakan bahwa penderita autisme juga dapat menerima pendidikan selayaknya
orang normal. Teori kognitif sosial menyatakan bahwa tak semua penderita autisme
diberikan pendidikan selayaknya orang normal oleh orangtuanya. Dalam hal ini
orangtua tersebut dianggap tidak mempunyai tingkat efikasi diri yang cukup untuk
memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak penderita autisme.
Teori Kognitif Sosial memberikan sebuah penjelasan tentang bagaimana
perilaku bisa dibentuk melalui pengamatan pada model-model yang ditampilkan oleh
media massa. Efek dari pemodelan ini meningkat melalui pengamatan tentang
imbalan dan hukuman yang dijatuhkan pada model, melalui identifikasi dari
khalayak pada model tersebut, dan melalui sejauh mana khalayak memiliki efikasi
diri tentang perilaku yang dicontohkan di media.
Konsep Kognitif Sosial adalah penonton belajar dari apa yang mereka lihat
(observational learning). Di dalam hal ini penonton “Temple Grandin” yang
sebagian besar adalah orang-orang yang memiliki hubungan dengan penderita
autisme sudah dapat di prediksi melakukan proses identification, yaitu penonton
31
merasa ada kedekatan psikologis dan berusaha meniru yang dilakukan atau
dipaparkan oleh model tersebut.
2.4
Kerangka Pikir
Kerangka pemikiran penelitian ini menunjukkan bahwa dalam penelitian ini
menggunakan 2 variabel yakni : variabel Independen (X) yang terdiri dari variabel
tayangan film televisi Temple Grandin, serta variabel dependent (Y) yaitu variabel
perilaku orangtua murid SLB Santa Lusia. Dari penelitian ini dapat dilihat bahwa
masing-masing variabel independen berpengaruh secara serempak terhadap variabel
dependen.
Tujuan penelitian, seperti halnya tujuan teori, adalah menjelaskan dan
memprediksikan fenomena. Penjelasan dan prediksi fenomena secara sistematis
digambarkan dengan variabelitas variabel-variabel dependen yang dijelaskan atau
dipengaruhi oleh variabel-variabel independen. Bentuk hubungan antara variabelvariabel Independen dengan variabel-variabel dependen, dapat berupa hubungan
korelasional dan hubungan sebab- akibat. Sesuai dengan fenomena sosial yang
dijelaskan, bentuk hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen
dapat bersifat positif atau negative.
Gambar 2.3 Pengaruh variabel X terhadap variabel Y
Variabel independen (X)
Variabel dependen (Y)
Tayangan film “Temple
Grandin”
Perilaku Orangtua
murid SLB Santa Lusia
Keterangan :
32
Variabel Independen :
a. Tayangan film televisi Temple Grandin merupakan variabel
Independen (X) yang mempengaruhi variabel dependen (Y)
Variabel Dependen :
b. Perilaku orangtua murid SLB Santa Lusia yang dipengaruhi oleh
tayangan film Temple Grandin Menjadi (X) merupakan variabel
dependen (Y)
Variabel-varaibel ini yang nantinya akan menentukan apakah hipotesis dapat
dibuktikan dalam penelitiaan ini
Rancangan uji hipotesis penelitian ini disajikan berdasarkan tujuan penelitian.
Tingkat kepercayaan adalah 90%, jadi tingkat presisi atau batas ketidak akuratan
sebesar α = 10% = 0,1.
Variabel X : Tayangan Film “Temple Grandin”
Variabel Y : Perilaku Orangtua murid SLB Santa Lusia
Permasalahan :
Adakah Pengaruh Film Televisi “Temple Grandin” Terhadap Perilaku Orangtua
Murid SLB Santa Lusia?
Hipotesis :
Ho :
Tidak ada pengaruh yang signifikan antara tayangan film Televisi “Temple
Grandin” terhadap perilaku orangtua SLB Santa Lusia
33
Ha :
Ada pengaruh yang signifikan antara tayangan film Televisi “Temple
Grandin” terhadap perilaku orangtua SLB Santa Lusia
Dasar pengambilan keputusan :
Sig > 0,1 Maka H0 diterima, H1 ditolak
Sig < 0,1 Maka H1 diterima, H0 ditolak
34
2.5
Operasionalisasi Konsep
2.2 Tabel Operasionalisasi Konsep
Variabel
Dimensi
Indikator
Skala
Pengukuran
Tayangan
film
televisi
Temple
Grandin
Tema
-
-
-
Alur
-
-
-
-
Tayangan film Temple
Grandin menceritakan
tentang kehidupan
seorang yang menderita
autisme (observational
learning)
Secara keseluruhan
Tayangan film Temple
Grandin menceritakan
tentang seorang
penderita autisme yg
berhasil menjadi
seorang profesor
(disinhibitory effect)
Film Temple Grandin
diangkat dari sebuah
kisah nyata (vicarious
reinforcement)
Film Temple Grandin
menayangkan proses
proses perjuangan
penderita autisme
secara bertahap
(disinhibitory effect)
Dalam film Temple
Grandin ditayangkan
kejadian yg akan terjadi
apabila penderita
autisme diabaikan
(inhibitory effect)
Film Temple Grandin
menjelaskan
pentingnya peranan
orang tua
(observational
learning)
Tayangan film Temple
Grandin memberi
pengetahuan tentang
bagaimana mendidik
anak penderita autisme?
Skala Likert
5 = Sangat setuju
4 = Setuju
3 = Ragu-ragu
2 = Tidak Setuju
1 = Sangat tidak
setuju
35
Tokoh
-
-
-
Perilaku
Orangtua
Murid SLB
Santa Lusia
Kognitif
-
-
Afektif
-
Konatif
-
Dalam film Temple
Grandin diceritakan
tokoh memiliki emosi
yang sangat tidak stabil
(inhibitory effect)
Tokoh Temple Grandin
memberi motivasi dan
inspirasi (Self afficacy)
Tokoh Temple Grandin
mengajak untuk lebih
perduli terhadap
penderita autisme (Self
Afficacy)
Mengerti isi cerita dari
film Temple Grandin
Memahami pesan yang
ada dalam Film Temple
Grandin
Menjadi mengerti
tentang autisme setelah
menonton film Temple
Grandin
Menyukai isi cerita film
Temple Grandin
Mengubah persepsi
tentang autisme
Timbul perasaan
simpati
termotivasi setelah
menonton film Temple
Grandin
Terjadi perubahan sikap
terhadap anak
Terjadi perubahan pola
didik terhadap anak
Lebih semangat dalam
memperjuangkan
pendidikan anak
Skala Likert
5 = Sangat setuju
4 = Setuju
3 = Ragu-ragu
2 = Tidak Setuju
1 = Sangat tidak
setuju
Download