Bab 2 DATA DAN ANALISA 2.1 Metode Penelitian Dalam proses

advertisement
Bab 2
DATA DAN ANALISA
2.1 Metode Penelitian
Dalam proses pengumpulan data yang dibutuhkan dalam proses penyusunan
karya tulis ini, saya sebagai penulis menggunakan beberapa metode, antara lain :
1. Kajian Pustaka
Berupa data yang dikumpulkan dari literatur-literatur yang telah ada
sebelumnya, umumnya buku-buku yang mengangkat tema tentang
kehidupan zaman Hindu-Buddha, dan yang berkaitan dengan candicandi di Indonesia, dan khususnya buku yang mengangkat tema
Candi Prambanan itu sendiri. Serta penggunaan media Internet yaitu
website yang berkaitan dengan tema yang penulis angkat, dan website
forum-forum yang mendiskusikan tentang Candi Prambanan.
2. Survey dan wawancara
Survey dan wawancara yang dilakukan dengan pihak yang
bersangkutan khusunya narasumber yang di ajukan oleh kantor yang
menaungi museum Candi Prambanan yaitu PT Taman wisata Candi
Borobudur Prambanan Ratu Boko, serta para arkeolog dari Balai
Arkeologi Yogyakarta dan Kurator Museum Nasional Jakarta.
3
4
3. Hasil pengamatan langsung
Penulis selain bertemu narasumber juga melakukan pengamatan
langsung dengan mengunjungi lapangan, yaitu Candi Prambanan,
agar mendapatkan data-data yang lebih komperhensif.
2.2 Data dan literatur
2.2.1 Sekilas tentang candi
Kata candi dalam harfiah dasarnya yaitu suatu fungsi dan bentuk
bangunan, yang antara lain sebagai tempat beribadah, biara atau pusat
pengajaran agama, tempat penyimpanan abu jenazah para raja, tempat para
dewa, petirtaan atau pemandian dan gapura, walaupun fungsi dan bentuknya
berbeda-beda, namun tetap saja candi itu sendiri berkaitan erat dengan
kegiatan keagamaan khususnya agama Hindu dan Buddha pada masa lalu.
Oleh karenanya pembangunan candi-candi di Indonesia tidak lepas dari
masa-masa kerajaan dan berkembangnya agama Hindu dan Buddha di
Indonesia, sejak abad ke lima sampai abad ke empat belas.
Karena agama Hindu dan Buddha berasal dari India, maka jelas
bangunan-bangunan candi yang berdiri di Indonesia mendapat pengaruh dari
India, khusunya pada konstruksi bangunan, gaya arsitektur, hiasan dan lain
sebagainya. Namun asimilasi antara budaya India dan Indonesia tidak
menghilangkan kekhasan Indonesia, dan menjadikan candi-candi
5
Indonesia mempunyai ciri khas sendiri, seperti tekhnik konstruksi
penggunaan bahan ataupun corak dekorasinya yang menyesuaikan dengan
lingkungan alam sekitar, dan biasanya pada dinding candi terdapat bas-relief
yaitu dekorasi timbul yang dipahat mengelilingi candi dengan sebuah cerita
mengenai ajaran tertentu.
Menurut kitab Manasara Silpasastra (kitab agama Hindu yang
menjelaskan mengenai seni dan tata cara pembuatannya), bahwa bentuk
sebuah candi adalah pengetahuan dasar sebuah seni bangunan gapura, yaitu
bangunan yang berada pada jalan masuk atau keluar dari suatu tempat, lahan,
atau wilayah. Namun yang membedakan antara gapura dan candi adalah pada
ruangannya, yakni candi mempunyai ruangan tertutup, sedangkan gapura
mempunyai lorong-lorong sebagai jalan keluar masuk.
Beberapa kitab keagamaan India, yaitu agama Hindu, misalnya
Manasara dan Sipa praksa, memuat aturan-aturan dalam pembuatan gapura
yang di Indonesia dikembangkan menjadi sebuah candi, aturan-aturan ini
dipegang teguh oleh para seniman India. Karena seniman pada masa itu
percaya bahwa kekuatan yang tercantum pada kitab keagamaan bersifat
magis dan religious. Oleh karena itulah ketika agama Hindu dan Buddha
masuk ke Indonesia dari India aturan-aturan dari kitab tersebut tetap terbawa
dan mengalami asimilasi budaya. Bangunan candi itu sendiri khususnya yang
berkembang di Indonesia mempunyai langgam yang berbeda, yaitu terdapat
6
langgam Hindu dan langgam Buddha serta langgam Jawa tengah dan Jawa
Timur, dengan letak bangunan candi berupa Mandala (konsep agama Hindu
dan Buddha berupa mikrokosmos alam semesta).
Langgam Hindu dapat terlihat dari bangunannya yang tinggi keatas
sedangkan langgam Buddha melebar kesamping seperti teratai, dengan
pembagian tingkatan yang sama yaitu 3 tingkatan dari kaki, tubuh, dan atap
candi. Jika di lihat dari langgam letak daerahnya, langgam Jawa tengah
berciri tambun dengan penggunaan bahan dari batu andesit atau batu sungai,
sedangkan langgam Jawa timur cenderung tinggi dan ramping dengan bahan
dari batu bata merah Berikut detail dari perbedaan antara candi langgam Jawa
Tengah dengan Jawa Timur :
1. Jawa Tengahan :
a. Bentuk bangunan ; berbentuk tambun atau lebih besar
b. Atap ; jelas menunjukan undakan, umumnya terdiri atas tiga
tingkatan
c. Kemuncak ; Stupa (candi Buddha), Ratna atau Vajra (candi
Hindu)
d. Gawang pintu dan hiasan relung ; Gaya Kala-Makara;
kepala Kala dengan mulut menganga tanpa rahang bawah
terletak di atas pintu, terhubung dengan Makara ganda di
masing-masing sisi pintu.
7
e. Relief ; ukiran lebih tinggi dan menonjol
f. Tata letak dan lokasi candi utama ; mandala kosentris,
simetris, formal dimana candi utama yang terbesar berada di
tengah-tengah dengan dikelilingi candi-candi kecil dalam
barisan yang rapi
g. Arah hadap bangungan ; rata-rata pintu masuk ke dalam area
candi menghadap arah timur, arah munculnya matahari di
garis horizon.
h. Bahan bangunan ; kebanyakan menggunakan batu andesit,
atau batu dari sungai.
2. Jawa Timuran :
a. Bentuk bangunan ; cenderung tinggi dan ramping
b. Atap ; atapnya merupakan kesatuan tingkatan, dengan
undakan kecil sangat banyak seperti tangga dan
membentuk garis lengkung tak tampak yang halus
c. Kemuncak ; Kubus (candi Hindu), terkadang Dagoba
(candi Buddha)
d. Gawang pintu dan hiasan relung ; Hanya kepala
Kala tengah menyeringai lengkap dengan rahang
bawah terletak di atas pintu, Makara tidak ada
e. Relief ; ukiran lebih rendah dan tidak terlalu menonjol
dengan gambar seperti wayang Bali.
8
f. Tata letak dan lokasi candi utama ; Linear
(berurutan dalam satu garis), asimetris, mengikuti
topografi (penampang ketinggian) lokasi, dengan candi
utama yang terbesar terletak pada bagian belakang
kompleks candi jauh dari gapura atau pintu masuk.
g. Arah hadap bangunan ; rata-rata pintu masuk
kedalam area candi menghadap arah barat, arah
terbenamnya matahari di garis horizon.
h. Bahan bangunan ; kebanyakan menggunakan bata
merah.
dan menurut Dr. Soekmono seorang arkeolog terkemuka di Indonesia beliau
mengatakan
“perbedaan gaya arsitektur (langgam) antara candi Jawa tengah
dengan candi Jawa Timur. Langgam Jawa Tengahan umumnya adalah candi
yang berasal dari sebelum tahun 1.000 masehi, sedangkan langgam Jawa
Timuran umumnya adalah candi yang berasal dari sesudah tahun 1.000
masehi.”
Namun biasanya fungsi semua candi sama tergantung untuk apa candi
itu di bangun, karena candi sendiri di bagi lagi menjadi lima fungsi atau
tujuan pembuatan yaitu :
9
1. Candi pertapaan ; biasanya didirikan di lereng-lereng bukit atau
gunung sebagai tempat bertapa raja
2. Candi pintu gerbang ; biasanya didirikan sebagai gapura atau
pintu masuk
3. Candi Stupa ; didirikan sebagai lambang Buddha
4. Candi Balai kembang / Tirta ; didirikan di dekat atau di tengah
kolam atau pemandian
5. Candi wihara ; digunakan untuk tempat para pendeta atau resi
bersemedi.
Dan jika dilihat dari letaknya dalam suatu wilayah pemerintahan pada
zaman dahulu jenis candi di bagi lagi menjadi tiga yaitu :
1. Candi kerajaan ; Candi yang digunakan oleh seluruh warga
kerajaan contoh Candi Borobudur dan Candi Prambanan.
2. Candi wanua atau watak ; yaitu candi yang digunakan oleh
masyarakat pada daerah tertentu pada suatu kerajaan (mungkin
dapat di sebut sebagai candi banjar atau candi desa).
3. Candi
pribadi
;
yaitu
candi
yang
digunakan
untuk
mendharmakan (menghormati) seorang tokoh.
2.2.2 Bentuk dan Aturan Arsitektur Candi
Seperti yang telah di jelaskan sebelumnya bahwa sebuah candi tidak
boleh di buat secara sembarangan, karena harus mengikuti aturan-aturan yang
berlaku yang tertulis di dalam kitab suci ajaran agama Hindu, khususnya
kitab Silpasastra yang memang berisikan aturan-aturan pembangunan candi.
Namun menurut Djauhari Sumintardja dalam bukunya yang berjudul
‘kompendium sejarah arsitektur, 1978’ beliau menerangkan
10
“beberapa ahli memandang peninggalan candi di Indonesia menyimpang dari dalil
dalam kitab Silpasastra, hal ini menimbulkan keraguan apakah arsitek candi
berasal dari India atau orang pribumi yang mempelajari kitab Silpasastra ke India
dan kembali ke Indonesia untuk menerapkan yang dipelajarinya. Dalil-dalil
membangun candi masih dapat dipelajari dari buku Asta Kosali dan Asta Bumi di
bali atau catatan-catatan kuno diseluruh penjuru Indonesia, didalamnya berisi
prinsip bentuk, ukuran, warna, ornamen yang merupakan dasar-dasar arsitektur
yang tertib dan teratur”
walaupun di katakan menyimpang dari aturan kitab Silpasastra tetap saja
aturan-aturan dasarnya tetap sama, hanya yang membedakan adalah
ornamen-ornamen di pahatan, dan mengkikuti pengaruh alam sekitar.
2.2.2.1 Bagian-bagian Candi
Umumnya filosofi sebuah bangunan candi mengikuti
pola pemikiran bahwa bangunan merupakan replika dari alam
semesta, atau seperti yang telah di jelaskan sebelumnya bahwa
sebuah candi di bangun dengan konsep ajaran Hindu yaitu
Mandala (Mikrokosmos alam semesta), yang terbagi menjadi
tiga bagian yaitu :
11
1. Bhurloka (Buddha : Kamadhatu) / kaki candi ;
bagian
terbawah
dari
sebuah
candi
beserta
lapangan sekeliling candi dimana candi tersebut
berdiri, yang melambangkan dunia keinginan atau
hasrat tempat dimana terdapat makhluk hidup yang
biasa kita jumpai, yaitu manusia, hewan, bahkan
jin.
2. Bhuvarloka (Buddha : Rupadhatu) / badan candi ;
bagian tengah dari susunan bagunan candi. Yaitu
dunia tengah yang di tempati oleh orang-orang suci
seperti Resi (seorang suci atau penyair yang
mendapatkan wahyu dalam ajaran agama Hindu),
para pertapa, dan Dewa-Dewi yang lebih rendah
kedudukannya.
3. Svarloka (Buddha : Arupadhatu) / atap candi ;
adalah bagian atas atau atap dari candi yang
melambangkan tempat tertinggi dan tersuci yang di
diami oleh Dewa-Dewi dengan kedudukan teratas,
yang juga di kenal dengan nama Svargaloka.
12
Loka sendiri dalam ajaran agama Hindu adalah alam
semesta yang terbagi menjadi empat belas bagian
sesuai dengan tingkatanya. Berikut ini gambaran dari
bagian-bagian sebuah candi.
Gambar 2.1 susunan tingkatan dari sebuah candi
2.2.2.2 Aturan dan Teknik Pembangunan Candi
Kembali diterangkan dalam kitab Silpasastra bahwa orang
yang mempunyai kuasa untuk membangun sebuah candi adalah
13
seorang Silpin, yaitu seorang seniman sekaligus seorang pendeta.
Silpin dibagi menjadi empat lagi sesuai dengan lingkup pekerjaannya
yaitu :
1. Sthapati (arsitek dan perencana)
2. Sutragrahin (ahli tekhnik sipil yang menjadi pemimpin
umum)
3. Takshaka (pemahat candi)
4. Vardhakin (pengukir ornamen candi)
Keempat arsitek yang di sebut Silpin ini di bantu oleh ahli-ahli
untuk mencari tempat yang sesuai untuk membangun sebuah candi.
Lokasi-lokasi didirikannya candi yang dianggap paling baik adalah
yang dekat dengan sumber mata air. Karena dipercaya bahwa tempat
tersebut sebagai bersemayamnya dewa dari khayangan, dengan
karakter lokasi seperti berikut : dekat dengan sumber mata air, tepian
sungai, berada di sekitar lereng gunung yang terdapat sumber mata air,
dan lokasi yang terbaik adalah dekat dengan pertemuan dua sungai
atau biasa di sebut dengan Tempuran. Pemilihan lokasi yang dekat
dengan sumber mata air juga mempunyai fungsi yaitu sebagai tempat
memenuhi kebutuhan air pada saat upacara keagamaan berlangsung,
dan sumber air sebagai media permbersihan candi.
14
Selain tempat-tempat suci tadi yang cocok untuk di
bangunnya sebuah candi terdapat pula tempat-tempat yang tidak
cocok dan dijauhi karena dipercaya membawa sial dan menjadi
pantangan, tempat-tempat tersebut antara lain, tempat pembakaran
jenazah, lahan rawa-rawa, dan lahan berbatu-batu, lokasi tersebut
dianggap lokasi yang kotor dan tidak suci.
Selanjutnya jika lokasi telah di tentukan maka biasanya hal
selanjutnya yang di lakukan untuk mendirikan candi adalah pengujian
ketahanan atau biasa di sebut dengan Bhupariksa tanah dari lokasi di
mana candi tersebut di bangun. Di Indonesia sendiri pembangunan
bangunan modern masih melakukan pengujian ketahanan tanah
namun dengan cara yang lebih maju, jadi dapat di katakan ilmu
pembangunan sebuah candi masih dapat diterapkan sampai sekarang.
Pengujian tanah itu antara lain :
1. Pengujian kepadatan tanah dengan air ; dengan
menggali tanah kemudian di isi air hingga penuh,
dan di diamkan selama sehari, dan pada hari
berikutnya tanah air yang di dalam tanah dilihat,
jika setengah dari air habis, maka tanah tersebut
15
bagus, satu lagi dengan menggali tanah dengan
kedalaman satu lutut orang dewasa, setelah selesai
tanah tersebut kembali di masukan ke lubang
galian, jika tanah galian menutup sampai atas atau
memenuhi lubang maka tanah tersebut baik untuk
di bangun.
2. Pengujian zat berbahaya dengan api ; pengujian
ini sangat sederhanan namun ampuh dengan
menghindari bangunan candi dari kebakaran, yaitu
dengan cara menyalakan api di atas lilin yang
terbuat dari tanah liat bakar, jika nyala lilin tegak
lurus, maka daerah tersebut bebas dari gas-gas
berbahaya.
3. Pengujian kesuburan tanah dengan benih
tanaman ; Lahan di bajak dan dicangkul kemudian
diratakan, pada lahan tadi di tanami oleh bibit
tanaman tauge atau padi, lalu di beri air, jika pada
16
satu atau dua hari tumbuh tunas, maka lahan
tersebut dinyatakan subur.
4. Pengujian warna dan bau tanah ; tahap
Bhupariksa yang terakhir adalah menguji warna
dan bau dari tanah lokasi pendirian candi, dimana
tanah dibagi menjadi 4 kategori yaitu :
a. Tanah Brahmana; berwarna seperti mutiara
dan berbau harum.
b. Tanah Ksatria; berwarna merah dan berbau
darah
c. Tanah
Waisya;
berwarna
kuning
dan
keemasan
d. Tanah Sudra; berwarna gelap atau kelabu
Biasanya lokasi yang dipakai hanya pada tanah
dari urutan Brahmana sampai dengan Waisya
karena tanah dengan kategori tanah Sudra,
tanahnya tidak suci dan kotor untuk didirikan
sebuah candi.
2.2.2.3 Teknik Pembangunan Candi
A. Brahmastana : adalah titik tengah yang didapat setelah
Silpin duduk di tengah kerumunan masyrakat yang duduk
melingkar sambil membaca kidung suci atau mantra lalu
17
ditancapkan kayu di tempat silpin tadi duduki peranan
matahari disini sangat penting karena bayangan kayu saat
matahari terbit dan tenggelam menjadi patokan luasnya
sebuah candi dan lagi masyarakat mengelilingi patok kayu
itu agar jarak luasan tidak hilang, setelah jarak luasan
sudah diketahui barulah di bentuk satu bentuk bujur
sangkar
besar
sesuai
arah
mata
angin
dengan
menggunakan tali, dan setiap sudutnya di gabungkan
dengan tali lagi secara diagonal agar di dapat titik
tengahnya. Brahmastana sendiri adalah sebutan untuk
tempat bersemayamnya Batara Brahma.
B. Vastupurasa Mandala : setelah titik tengahnya di
dapatkan maka selanjutnya adalah membuat Grid system
yang disebut dengan Vastupurasa Mandala, grid ini
berfungsi sebagai pembatas untuk meletakan batu-batu
pertama agar rapih .
C. Garbhapatra : setelah pembuatan Vastupurasa mandala
selesai, kembali lagi para pembangun menggali titik
tengah Brahmastana yang telah di tentukan, dan
memasukan Garbhapatra sebuah wadah yang di dalamnya
berisi benda-benda perlambang Panca maha bhuta (lima
unsur alam) yaitu angkasa, tanah, air, angin, dan api.
Simbol-simbol yang digunakan bisa berupa biji, benang,
18
kertas emas (bertuliskan kidung puji atau mantra bisa juga
nama dewa), cermin perunggu dan tulang hewan. Untuk
unsur api biasanya di wakilkan oleh abu, oleh karena
itulah para peneliti Belanda, dahulu mengidentikan candi
dengan sebuah makam, walaupun sebenarnya belum tentu
seperti itu.
Kembali ke Brahmastana. Diatas titik tengah inilah di bangun candi
induk yang terbesar diantara candi lain nya, namun tidak semua candi di
Indonesia mengikuti aturan ini, aturan yang berada dalam kitab Silpasastra,
sehingga candi di Indonesia memiliki ciri khas tersendiri.
Cara membangun candi tersebut adalah dengan memecah batu andesit
atau batu sungai, dan membentuknya dengan cara dipahat sehingga berbentuk
balok-balok batu, cara merekatkan batu yang satu dengan yang lain pun
berbeda
dengan zaman modern seperti sekarang ini, zaman dahulu saat
pembangunan candi, batu disusun seperti puzzle dengan bagian batu dibentuk
lubang dan batu yang lainnya di berikan tonjolan, yang kemudian
disambungkan pas sehingga terkunci secara kuat. Lalu pada bagian luar
biasanya di buat dinding dengan tekhnik dinding ganda yaitu diantara bagian
dinding dalam dan luar di masukan pecahan batu dan lumpur, keuntungan
dari dinding ganda adalah bagian luar dinding dapat di pahat dan di berikan
ornamen-ornamen penghias candi, menurut peneliti Perancis Jacques
Durmacay dalam bukunya yang berjudul ‘Les temples de Java‘ atau ‘candicandi jawa, 1986‘ beliau menemukan dan mengatakan.
19
“ Konstruksi dinding ganda mengadopsi teknik yang digunakan dari
India pada abad ke-9, namun penelitian membuktikan bahwa Jawa satusatunya tempat di Asia Tenggara dimana ditemukan teknik ini”
Setelah batu-batu tersebut di susun maka selanjutnya adalah proses
Finishing dan ornamentasi yang merupakan proses terpenting dari
pembangunan sebuah candi, karena proses ini menentukan bagaimana candi
akan ditafsirkan berdasarkan ornamen pada dinding di balik kisah yang
menceritakan sejarah di balik sebuah ajaran atapun sejarah dari pembangunan
candi itu sendiri. Pada proses ini biasanya melibatkan :
1. Pendeta : yang menceritakan filosofi berupa tulisan
2. Mpu / seniman : yang merubah tulisan tadi kedalam visual, lalu
memahatnya dan memberikan warna dengan warna-warna halus.
Setelah proses ornamentasi dan menghias dinding dengan relief tadi selesai,
maka sebuah candi dinyatakan selesai dari pembangunan, dan siap di
gunakan sesuai fungsi candi tersebut.
2.2.3 Sekilas mengenai Candi Prambanan
Candi Prambanan atau biasa di kenal dengan candi Lara jonggrang atau
loro jonggrang atau rara jonggrang adalah candi Hindu yang berdiri di atas
lahan seluas 39,8 hektar itu terletak di 18-20 Km kota Jogjakarta, yang dekat
dengan perbatasan antara D.I.Y Jogjakarta dengan Jawa tengah.
20
Masyarakat setempat dan juga sebagian
pelajaran sejarah di sekolah
menyebutkan nama Candi Prambanan sebagai Candi Larajonggrang suatu
sebutan yang sebenarnya keliru, karena seharusnya Rara Jonggrang. Kata
Rara dalam bahasa Jawa adalah sebutan untuk anak gadis . Dalam cerita
rakyat, Rara Jonggrang dikenal sebagai putri Prabu Ratu Baka yang namanya
diabadikan sebagai nama peninggalan kompleks bangunan di perbukitan
Saragedug sebelah selatan Candi Prambanan. Jadi dapat di katakan korelasi
antara nama dan
bangunan sangat berbeda, namun karena cerita turun
temurun nama Lara jonggrang atau Rara jonggrang tidak dapat di pisahkan
dari Candi Prambanan.
2.2.3.1 Legenda Singkat Candi Prambanan
Berdirinya candi Prambanan tidak dapat di pisahkan dari
legenda Rara jonggrang. Alkisah pada era Jawa tengah dahulu
terdapat
seorang
kesatria
gagah
perkasa
bernama
Bandung
Bondowoso, kesatria ini terpikat oleh kecantikan dari seorang putri
bernama Rara jonggrang, yaitu seorang putri dari Raja Baka di
kerajaan yang berkedudukan di atas gunung Boko di selatan
Prambanan. Karena Bandung bondowoso sangat terpikat oleh
kecantikan Rara jonggrang maka dia ingin mempersunting Rara
jonggrang, namun Rara jonggrang tidak menginginkan pernikahan
dengan Bandung Bondowoso. Oleh karena itulah Rara jonggrang
memberikan syarat yang berat agar Bandung bondowoso tidak jadi
21
mempersuntingnya, syarat tersebut adalah mendirikan seribu candi
dalam satu malam. Tidak di sangka permintaan tersebut di laksanakan
oleh Bandung Bondowoso, karena sangat menginginkan Rara
jonggrang menjadi istrinya, maka dengan kesaktiannya Bandung
Bondowoso mulai memanggil semua makhluk halus dari dalam bumi
untuk membantunya, pekerjaan dimulai semenjak matahari terbenam,
dengan giat Bandung Bondowoso dan beribu-ribu makhluk halus
mendirikan candi-candi tersebut, dan ketika malam hampir berakhir
hanya tinggal satu candi yang belum selesai.
Sementara itu Rara jonggrang yang semalaman tidak tidur
untuk melihat perkembangan dari syaratnya merasa gelisah karena
Bandung Bondowoso hampir berhasil mendirikan seribu candi seperti
yang di mintanya. Dengan tidak menunggu lama dan siasat yang telah
di pikirkannya, dimana ia keluar dari keraton dan mulai
membangunkan pemudi-pemudi desa untuk menumbuk padinya pagipagi sekali, dan membakar sisa-sisa padinya . Pada saat itulah
terdengar dari jauh suara ramai, dan cahaya terang, para makhluk
halus mengira hari sudah menjelang pagi, sehingga mereka kembali
masuk kedalam bumi, dan akhirnya candi yang keseribu tidak selesai
sampai dibuatkan arca di dalamnya. Bandung Bondowoso melihat
kejadian itu menjadi cemas, namun karena mengetahui itu hanya tipu
muslihat dari Rara jonggrang , Bandung Bondowoso pun naik pitam,
22
dan mengutuk Rara jonggrang menjadi arca yang keseribu untuk
melengkapi candi yang keseribu tersebut. Dan arca yang keseribu itu
di percaya sebagai arca Betari Durga yang berada di ruangan sebelah
barat dari Candi Siwa di kompleks candi Prambanan, Betari atau
Dewi Durga adalah Sakti atau pasangan dari Batara Siwa.
Tidak jelas memang apa hubungan atau korelasi antara Rara
jonggrang dengan arca Betari Durga yang berada di kompleks candi
Prambanan, namun terdapat penjelasan dari warga bahwa candi yang
berjumlah seribu itu bernama candi Sewu, sedangkan Roro jonggrang
yang dianggap arca Betari Durga mempuyai arti sebagai ‘gadis yang
ramping‘.
2.2.3.2 Sejarah Singkat Candi Prambanan
Jika Candi Borobudur di bangun oleh wangsa Syailendra
maka, Candi Prambanan di bangun oleh Wangsa Sanjaya. Wangsa
besar yang mengakhiri kemegahan Wangsa Syailendra. Dibawah
kepemimpinan Raja Rakai Pikatan lah Candi Prambanan di dirikan.
Rakai Pikatan adalah menantu dari raja Samaratungga pemimpin atau
raja dari Wangsa Syailendra dan ketrurunan Wangsa Sanjaya yang
ke-7. Jadi dapat dikatakan bahwa kemunduran Wangsa Syailendra
bukan kerena penaklukan oleh Wangsa Sanjaya, malah sebaliknya,
kedua Wangsa ini terikat karena adanya pernikahan dari putra dan
putri raja.
23
Candi Prambanan merupakan
kelompok candi yang di
bangun oleh wangsa Sanjaya, pada sekitar abad ke IX, walaupun di
mulai pada masa pemerintahan Rakai pikatan tapi candi-candi kecil
yang berdiri di sekitar Candi Prambanan di buat dan di selesaikan
oleh keturunan wangsa Sanjaya lainnya. Nama Rakai Pikatan sebagai
pendiri Candi Prambanan sebelumnya tidak di ketahui sampai
seorang peneliti dari Belanda bernama J.G De Casparis menemukan
nama Rakai Pikatan pada sebuah prasasti yang bernama Prasasti
siwagraha dengan tahun 856 M, setelah beliau berhasil menguraikan
semua kata dalam prasasti itu beliau menemukan tiga hal penting
dalam prasasti tersebut yaitu :
1. Isinya memuat bahan-bahan atau peristiwa-peristiwa yang
terjadi pada abad ke IX
2. Bahasanya menunjukan salah satu contoh prasasti tertua
yang berangka Tahun yang ditulis dalam puisi jawa kuno
3. Didalamnya terdapat uraian yang rinci tentang suatu
“gugusan candi“, sesuatu yang unik dalam epigrafi Jawa
kuno.
Dari uraian di atas lalu beliau menarik kesimpulan bahwa
Prasasti
tersebut
menceritakan
tentang
peperangan
antara
Balaputradewa keturunan wangsa Syailendra yang digulingkan oleh
saudara iparnya sendiri yang di bantu oleh Rakai Pikatan dari Wangsa
Sanjaya.
24
Karena peristiwa itulah terjadi konsolidasi keluarga Raja
Rakai Pikatan itu kemudian menjadi permulaan dari masa baru yang
perlu diresmikan dengan pembangunan suatu gugusan candi besar.
Untuk menunjukan pengaruhnya sebagai Wangsa Sanjaya Rakai
Pikatan dan Balitung yang beragama Hindu Siwa mendirikan Candi
Prambanan pada tahun 850 masehi. Pada Prasasti Siwagraha yang di
buat pada 12 November 856 tertulis dengan jelas gambaran tentang
gugusan candi yang cirri-cirinya sangat identik dengan Candi
Prambanan. Dengan demikian bangunan-bangunan utama yang
berdiri di gugusan Candi Prambanan di yakini oleh Rakai Pikatan
sedangkan candi-candi kecil lainnya didirikan oleh keturunan Wangsa
Sanjaya selanjutnya.
Sayangnya setelah pembangunan Candi utama dan candicandi dalam gugusan Candi Prambanan selesai, Candi Prambanan
mulai ditinggalkan. Ini disebabkan pada tahun 928 Mpu Sindok
memindahkan pemerintahan kerajaan Mataram dari Jawa Tengah ke
Jawa Timur. Ada dua Hipotesa dari peneliti yang menyebutkan
mengapa terjadi pemindahan permerintahan, pertama pengaruh dari
letusan gunung merapi yang memang letak Candi Prambanan dan
kerajaan dekat dengan aliran lahar dingin gunung merapi. Yang kedua
ada nya serangan dari kerajaan Sriwijaya. Karena pemindaha inilah
menyebabkan runtuhnya kebesaran Wangsa Sanjaya, sedangkan Mpu
Sindok yang diperkirakan masih keturunan Wangsa Sanjaya men-
25
dirikan dinasti baru bernama Dinasti Isyana yang pemerintahannya
berada di Jawa timur. Semenjak ditinggalkan karena berpindahnya
wilayah pemerintahan, Candi Prambanan mulai terlupakan sehingga
tidak terawat dan mengalami kehancuran di sana-sini karena gempa
bumi dan letusan gunung merapi, sampai tumbuhnya pepohonan
hingga merubah wilayah candi menjadi seperti hutan. Hingga pada
sekitar tahun 1733 an
saat seorang Belanda bernama C.A. Lons
menemukan kembali candi Hindu terindah ini dan kemudian
melaporkan kepada pemerintah Hindia-Belanda, sehingga dimulailah
pemugaran besar-besaran oleh beberapa arkeolog Belanda, dan
dilanjutkan oleh pemerintah Indonesia, dan dapat dinikmati hingga
sekarang.
2.2.3.3 Sekilas mengenai Kompleks Candi Prambanan
Candi Prambanan menjulang tinggi setinggi 47 meter yang
sesuai dengan keinginan sang pendirinya, yaitu menunjukan
kemegahan agama Hindu di tanah Jawa. Candi Prambanan adalah
candi yang dibuat untuk di persembahkan kepada Sang Hyang
Trimurti yaitu 3 dewa utama dalam ajaran agama Hindu, yaitu Batara
Brahma (Dewa pencipta), Batara Wisnu (Dewa pemelihara), dan
Batara Siwa (Dewa Pelebur), oleh karena itulah terdapat 3 candi
utama di kompleks Candi Prambanan, dan yang terbesar dan berada
di tengah adalah candi Batara Siwa, karena Hindu yang dianut pada
zaman itu adalah Hindu Siwa, pada candi Siwa terdapat 4 ruangan
26
ruangan pertama berisikan arca Batara Siwa yang menghadap Timur,
sedangkan tiga ruangan lainnya berisikan arca Betari Durga (Sakti
atau pasangan Batara Siwa) di ruangan sebelah utara, Batara Agastya
(Resi atau guru Batara Wisnu) di ruangan sebelah selatan, dan Batara
Ganesha (Putra dari Batara Wisnu dan Dewi Uma) di sebelah barat.
Sedangkan candi yang berada di sebelah kiri dari arah jalan masuk
menuju pelataran candi adalah candi Batara Brahma, dimana hanya
ada satu ruangan yang berisikan arca Batara Brahma, begitu pula
dengan candi yang berada di sebelah kanan dari jalan masuk menuju
pelataran candi, candi tersebut di dedikasikan untuk Batara Wisnu.
Pada dinding candi Batara Siwa terdapat ukiran atau relief
yang bercerita tentang wiracarita Ramayana, ciptaan Resi Walmiki,
yang pahatan nya sangat mirip dengan cerita yang diturunkan secara
lisan, cerita ini mengelilingi Candi Siwa dan selesai di Candi Brahma
dengan memutar mengikuti arah jarum jam atau disebut dengan
Mapradaksina dalam bahasa Jawa kuno, daksina sendiri berarti timur.
Namun pada candi wisnu, relief bercerita mengenai Krishnayana,
yaitu cerita mengenai Sri Krishna avatar atau penjelmaan Batara
Wisnu saat menjadi manusia, dan menyelamatkan kehidupan manusia.
Setiap candi utama memiliki candi pendamping yaitu candi
yang di persembahkan untuk para Wahana (kendaraan) Sang Hyang
Trimurti, ketiga candi ini semuanya menghadap barat, candi Angsa
(selatan) untuk candi Batara Brahma, candi Nandini (tengah) untuk
27
Candi Batara Siwa, dan candi Garuda (utara) untuk Candi Batara
wisnu. Sedangkan di setiap sisi pembatas terdapat candi-candi kecil
yaitu 4 candi apit, di dekat jalan masuk ke pelataran candi, dan 4
candi sudut yang terletak di sudut-sudut pelataran candi.
Oleh karena keteraturan dari kompleks Candi Prambanan dan
tujuan didirikannya candi inilah, membuat candi ini menjadi candi
Hindu terindah di Dunia, dan teristimewa di bumi nusantara, maka
UNESCO (badan PBB yang menangani mengenai pendidikan da
budaya) menetapkan Candi Prambanan kedalam World Heritage atau
warisan budaya dunia.
__________________________________________________
"Inscription on this List confirms the exceptional and
universal value of a cultural or natural site which requires
protection for the benefit of all humanity."
"Prasasti pada warisan dunia ini menegaskan nilai luar biasa
dan universal dari sebuah situs budaya atau alam yang
memerlukan perlindungan untuk kepentingan seluruh umat
manusia."
28
2.3 Struktur dan spesifikasi Buku
Berikut ini adalah rencana rancangan struktur publikasi buku “Candi
Prambanan : Persembahan untuk Sang Hyang Trimurti“
yang sudah
mengalami redesain oleh penulis :
Naskah
:Erwin Dwi Budianto
Penyelenggara
:PT Taman Wisata Candi Borobudur Prambanan Ratu
Boko
Desainer
: Erwin Dwi Budianto
Fotografi
: Erwin Dwi Budianto
Illustrasi
: Erwin Dwi Budianto
Penerbit
: Red & White Publishing
Spesifikasi
: 25x25 cm (Hardcover)
Full color / Black and white
Tebal
: 148 halaman
Harga
: Rp 550.000,-00
Kerangka buku
:
 Cover luar
 Cover dalam
 Kolofon
 Halaman dedikasi
 Penyekat 1(berisikan Mantra atau kidung suci dalam huruf Bali,
beserta artinya)
29
 Kata pengantar
 Daftar isi
 Penyekat 2
 BAB 1
Sebuah Legenda :
Legenda Rara jonggrang
 Penyekat 3
 BAB 2
Candi Prambanan :
Sejarah Candi Prambanan
Arsitektur Candi Prambanan
Wiracarita Ramayana
Krishnayana
Makna dan Filosofi Candi Prambanan
 Penyekat 4
 BAB 3
Batara dan Betari penghuni Candi Prambanan :
Batara Brahma
Batara Wisnu
Batara Siwa
Betari Durga
Resi Agastya
Batara Ganesha
Angsa
Nandini
Garuda
 Penyekat 5
 BAB 4
Penutup
Galeri
Dari Prambanan untuk Indonesia dan dunia
 Daftar istilah (Glosarium)
 Daftar pustaka
 Devider 6 (berisikan Mantra atau kidung suci penutup, kidung
Paramasanti dalam huruf Bali beserta artinya)
 Biografi penulis
30
2.4 Karekteristik Buku
>
Membahas Candi Prambanan dari legenda, sejarah, keunikan, misteri
dan filosofi di balik pembangunan monumen megah ini.
>
Memperkenalkan dan membahas arca-arca Dewa yang berdiri di
Candi Prambanan, melalui penjelasan cerita dan pandangan agama
Hindu. Ditambah dengan visual yang menarik.
>
Mempunyai visual berupa fotografi dan ilustrasi yang colorful dan
juga hitam putih.
2.5 Target Komunikasi
Psikografi
: mandiri, menyenangi sejarah, kebudayaan, serta visual art.
Juga gemar membaca buku dan mengkoleksi buku-buku baik
buku lokal maupun import.
Behaviour
: gemar membaca buku, senang akan kebudayaan bangsa,
sejarah, dan seni visual.
Demografi
: generasi muda dengan usia antara 20-28 tahun, dengan SES
A dan atau B, gender laki-laki dan perempuan.
Geografi
: berdomisili di kota-kota besar di Indonesia, seperti Jakarta,
Yogyakarta, Bandung, Denpasar, dan Surabaya
2.6 Analisa S.W.O.T
Strength :
• Buku mengenai candi-candi di Indonesia banyak, khususnya
candi Borobudur, tapi masih sedikit yang membahas candi
prambanan, kalaupun ada kurang begitu menarik, karena
kurangnya visual pendukung isi buku.
31
• Biasanya anak-anak muda akan tertarik dengan buku yang
berisikan seni visual, baik itu fotografi ataupun ilustrasi.
Dengan penjelasan sejarah dan bantuan visual pendukung
yang detail, akan membuat penjelasan isi buku lebih di
pahami.
Weakness
• Masalah perbedaan selera anak muda dalam hal seni visual,
menjadikan agak sulit di pahami dari cara pandang mereka
mengenai seni visual.
• Publikasi buku ilustrasi dan fotografi memerlukan biaya yang
tidak sedikit, plus kategori buku ini adalah buku koleksi,
maka ada kemungkinan setiap eksemplar atau paket buku
tidak dapat di sanggupi oleh beberapa pihak.
Opportunity
•
Semakin banyaknya masyarakat Indonesia khususnya generasi
muda yang menggali lagi khazanah kebudayaan lokal.
•
Belum banyak buku ilustrasi dan fotografi mengenai Candi
Prambanan, apalagi dalam bahasa Indonesia.
•
Masih adanya anak muda yang menyenangi sejarah, namun
minim buku-buku bagus dan mudah untuk di pahami saat di
baca.
•
Mengingatkan kepada generasi muda bahwa peninggalan
Candi Prambanan patut di banggakan. Karena secara tidak
langsung nanti generasi muda akan menyebarkan lebih luas
lagi keberadaan Candi Prambanan.
Threat
•
Pendidikan sejarah umumnya dan arkeologi khususnya yang
dianggap membosankan.
32
•
Budaya-budaya asing yang semakin merasuki anak muda,
sehingga budaya dan sejarah kemegahan negeri sendiri
terlupakan.
•
Buku-buku buatan para peneliti luar yang lebih menarik,
sehingga buatan penulis Indonesia kurang di apresiasi.
Download