PELAYANAN REKAM MEDIS A. Pengertian Menurut PERMENKES No: 269/MENKES/PER/III/2008 yang dimaksud rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen antara lain identitas pasien, hasil pemeriksaan, pengobatan yang telah diberikan, serta tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang rekam medis dijelaskan bahwa rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan. Penyelenggaraan pelayanan rekam medis adalah merupakan proses kegiatan yang dimulai pada saat diterimanya pasien di rumah sakit, diteruskan kegiatan pencatatan data medik pasien selama pasien itu mendapat pelayanan medik di rumah sakit. Dan dilanjutkan dengan penanganan berkas rekam medis yang meliputi penyelenggaraan penyimpanan serta pengeluaran berkas dari tempat penyimpanan untuk melayani permintaan / peminjaman apabila dari pasien atau untuk keperluan lainnya. (Protap RM, 1999: 56). Menurut Depkes RI (1994) pengertian pelayanan rekam medis adalah merupakan proses kegiatan yang dimulai pada saat diterimanya pasien di rumah sakit, diteruskan kegiatan pencatatan data medis pasien selama pasien itu mendapatkan pelayanan medik di rumah sakit, dan dilanjutkan dengan penanganan berkas rekam medis yang meliputi penyelenggaraan penyimpanan serta pengeluaran berkas dari tempat penyimpanan untuk melayani permintaan atau peminjaman dari pasien atau untuk keperluan lainnya. B. Kegunaan Rekam Medis Kegunaan rekam medis dapat dilihat dari beberapa aspek, antara lain, (Dirjen Yankes 1993: 10): 1. Aspek Administrasi Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai administrasi, karena Isinya menyangkut tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung jawab sebagai tenaga medis dan para medis dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan. 2. Aspek Medis Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan atau perawatan yang harus diberikan kepada seorang pasien. 3. Aspek Hukum Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai hukum, karena isinya menyangkut masalah adanya jaminan kepastian hukum atas dasar keadilan, dalam rangka usaha untuk menegakkan hukum serta penyediaan bahan bukti untuk menegakkan keadilan. 4. Aspek Keuangan Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai uang, karena isinya mengandung data / informasi yang dapat dipergunakan sebagai aspek keuangan. 5. Aspek Penelitian Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai penelitian, karena isinya menyangkut data / informasi yang dapat dipergunakan sebagai aspek penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dibidang kesehatan. 6. Aspek Pendidikan Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai pendidikan, karena isinya menyangkut data / informasi tentang perkembangan kronologis dan kegiatan pelayanan medik yang diberikan kepada pasien. Informasi tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan atau referensi pengajaran dibidang profesi si pemakai. 7. Aspek Dokumentasi Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai dokumentasi, karena isinya menyangkut sumber ingatan yang harus didokumentasikan dan dipakai sebagai bahan pertanggung jawaban dan laporan rumah sakit. Dalam kepustakaan dikatakan bahwa rekam medis memiliki 6 manfaat, yang untuk mudahnya disingkat sebagai ALFRED, yaitu: C. Adminstrative value: Rekam medis merupakan rekaman data adminitratif pelayanan kesehatan. Legal value: Rekam medis dapat.dijadikan bahan pembuktian di pengadilan Financlal value: Rekam medis dapat dijadikan dasar untuk perincian biaya pelayanan kesehatan yang harus dibayar oleh pasien Research value: Data Rekam Medis dapat dijadikan bahan untuk penelitian dalam lapangan kedokteran, keperawatan dan kesehatan. Education value: Data-data dalam Rekam Medis dapat bahan pengajaran dan pendidikan mahasiswa kedokteran, keperawatan serta tenaga kesehatan lainnya. Documentation value: Rekam medis merupakan sarana untuk penyimpanan berbagai dokumen yang berkaitan dengan kesehatan pasien. Kelengkapan yang harus dipenuhi dalam rekam medis sebuah rumah sakit Menurut PERMENKES No: 269/MENKES/PER/III/2008 data-data yang harus dimasukkan dalam Medical Record dibedakan untuk pasien yang diperiksa di unit rawat jalan dan rawat inap dan gawat darurat. Setiap pelayanan baik di rawat jalan, rawat inap dan gawat darurat dapat membuat rekam medis dengan data-data sebagai berikut: 1. Pasien Rawat Jalan Data pasien rawat jalan yang dimasukkan dalam medical record sekurang-kurangnya antara lain: a) Identitas Pasien b) Tanggal dan waktu. c) Anamnesis (sekurang-kurangnya keluhan, riwayat penyakit). d) Hasil Pemeriksaan fisik dan penunjang medis. e) Diagnosis f) Rencana penatalaksanaan g) Pengobatan dan atau tindakan h) Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. i) Untuk kasus gigi dan dilengkapi dengan odontogram klinik dan j) Persetujuan tindakan bila perlu. 2. Pasien Rawat Inap Data pasien rawat inap yang dimasukkan dalam medical record sekurang-kurangnya antara lain: a) Identitas Pasien b) Tanggal dan waktu. c) Anamnesis (sekurang-kurangnya keluhan, riwayat penyakit. d) Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang medis. e) Diagnosis f) Rencana penatalaksanaan g) Pengobatan dan atau tindakan h) Persetujuan tindakan bila perlu i) Catatan obsservasi klinis dan hasil pengobatan j) Ringkasan pulang (discharge summary) k) Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan ksehatan. l) Pelayanan lain yang telah diberikan oleh tenaga kesehatan tertentu. m) Untuk kasus gigi dan dilengkapi dengan odontogram klinik 3. Ruang Gawat Darurat Data pasien rawat inap yang harus dimasukkan dalam medical record sekurang-kurangnya antara lain: a) Identitas Pasien b) Kondisi saat pasien tiba di sarana pelayanan kesehatan c) Identitas pengantar pasien d) Tanggal dan waktu. e) Hasil Anamnesis (sekurang-kurangnya keluhan, riwayat penyakit. f) Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang medis. g) Diagnosis h) Pengobatan dan/atau tindakan i) Ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan pelayanan unit gawat darurat dan rencana tindak lanjut. j) Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan. k) Sarana transportasi yang digunakan bagi pasien yang akan dipindahkan ke sarana pelayanan kesehatan lain dan l) D. Pelayanan lain yang telah diberikan oleh tenaga kesehatan tertentu. Informed Consent Informed Consent terdiri dari dua kata yaitu Informed dan consent. Informed adalah telah di beritahukan, telah disampaikan atau telah di informasikan dan Consent yang berarti persetujuan yang diberikan oleh seseorang untuk berbuat sesuatu. Informed consent adalah persetujuan individu terhadap pelaksanaan suatu tindakan, seperti operasi atau prosedur diagnostik invasif, berdasarkan pemberitahuan lengkap tentang risiko, manfaat, alternatif, dan akibat penolakan Munurut Permenkes No.585/Menkes/Per/IX/1989, informed consent berarti ”persetujuan yang diberikan pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. E. Fungsi Informed Consent Menurut Katz & Capran, fungsi informed Consent : promosi otonomi individu. Proteksi terhadap pasien dan subjek. Menghindari kecurangan, penipuan dan paksaan. Mendorong adanya penelitian yang cermat. Promosi keputusan yang rasional Menyertakan publik. Semua tindakan medik/keperawatan yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan. Persetujuan : Tertulis maupun lisan. Persetujuan diberikan setelah pasien mendapat informasi yang adekuat. Cara penyampaian informasi disesuaikan dengan tingkat pendidikan serta kondisi dan situasi pasien. Setiap tindakan yang mengandung risiko tinggi harus dengan persetujuan, selain itu dengan lisan. Keterlibatan masyarakat (dalam memajukan prinsip otonomi sebagai suatu nilai sosial dan mengadakan pengawasan dalam penyelidikan bio-medik (Alexander Capron) F. Petugas Pemberi Informasi wajib kepada Pasien Sejak berlakunya PERMENKES NO. 290 tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran, sebelum dilakukan suatu tindakan kedokteran, dokter wajib memberikan informasi langsung kepada pasien/keluarga terdekatnya baik diminta maupun tidak diminta. Dilihat dari isi Permenkes tersebut, harus dipahami bahwa : 1. Tanggung jawab memberikan informasi sebenarnya berada pada dokter yang akan melakukan tindakan medis, karena hanya dia sendiri yang tahu persis tentang masalah kesehatan pasien, hal-hal yang berkaitan dengan tindakan medis tersebut, dan tahu jawabannya apabila pasien bertanya. 2. Tanggung jawab tersebut memang dapat didelegasikan kepada dokter lain, perawat, atau bidan, hanya saja apabila terjadi kesalahan dalam memberikan informasi oleh yang diberi delegasi, maka tanggung jawabnya tetap pada dokter yang memberikan delegasi. Dibeberapa negara maju, tanggungjawab memberikan informasi ini merupakan tanggungjawab yang tidak boleh didelegasikan. ( non-delegable-duty) Para pemegang profesi pelayanan kesehatan juga merupakan pembuat keputusan kedua, dengan tanggung jawab menyediakan pertolongan dan perawatan untuk pasien sejauh itu sesuai dengan keyakinan hidup dan nilai-nilai mereka. Kebijakan dan praktek rumah sakit harus mengakui serangkai tanggung jawab ini. Para pemegang profesi pelayanan kesehatan bertanggung jawab untuk memberikan informasi yang mencukupi dan untuk memberikan dukungan yang memadai kepada si pasien, sehingga ia mampu memberikan keputusan yang dilandasi pengetahuan mengenai perawatan yang mestinya dijalani. Perlu disadari bahwa bantuan dalam profesi pengambilan keputusan merupakan bagian penting dalam perawatan kesehatan. Kebijakan dan dokumen mengenai informed consent haruslah diupayakan untuk meningkatkan dan melindungi otanomi pasien, bukan pertama-tama melindungi rumah sakit dan petugas pelayanan medis dari perkara pengaduan hukum. G. Pasien yang berhak dan tidak berhak mendapat informasi Dalam Pasal 12 ayat (4) Permenkes 269/2008 dijelaskan bahwa ringkasan rekam medis dapat diberikan, dicatat, atau dicopy oleh pasien atau orang yang diberi kuasa atau atas persetujuan tertulis pasien atau keluarga pasien yang berhak untuk itu. Syarat seorang pasien yang berhak mendapat informasi dan berhak memberikan pernyatan, yaitu : 1. Pasien tersebut sudah dewasa Masih terdapat perbedaan pendapat pakar tentang batas usia dewasa, namun secara umum bisa digunakan batas 21 tahun. Pasien yang masih dibawah batas umur ini tapi sudah menikah termasuk kriteria pasien sudah dewasa. 2. Pasien dalam keadaan sadar Hal ini mengandung pengertian bahwa pasien tidak sedang pingsan, koma, atau terganggu kesadarannya karena pengaruh obat, tekanan kejiwaan, atau hal lain. Berarti, pasien harus bisa diajak berkomunikasi secara wajar dan lancar. 3. Pasien dalam keadaan sehat akal. Jadi yang paling berhak untuk menentukan dan memberikan pernyataan persetujuan terhadap rencana tindakan medis adalah pasien itu sendiri, apabila dia memenuhi 3 kriteria diatas, bukan orang tuanya, anaknya, suami/istrinya, atau orang lainnya. Namun apabila pasien tersebut tidak memenuhi 3 kriteria tersebut diatas maka dia tidak berhak untuk menentukan dan menyatakan persetujuannya terhadap rencana tindakan medis yang akan dilakukan kepada dirinya. Dalam hal seperti ini, maka hak pasien akan diwakili oleh wali keluarga atau wali hukumnya. Misalnya pasien masih anak-anak, maka yang berhak memberikan persetujuan adalah orang tuanya, atau paman/bibinya, atau urutan wali lainnya yang sah. Bila pasien sudah menikah, tapi dalam keadaan tidak sadar atau kehilangan akal sehat, maka suami/istrinya merupakan yang paling berhak untuk menyatakan persetujuan bila memang dia setuju. 4. Hak suami/istri pasien Untuk beberapa jenis tindakan medis yang berkaitan dengan kehidupan berpasangan sebagai suami-istri, maka pernyataan persetujuan terhadap rencana tindakan medisnya harus melibatkan persetujuan suami/istri pasien tersebut apabila suami/istrinya ada atau bisa dihubungi untuk keperluan ini. Dalam hal ini, tentu saja suami/istrinya tersebut harus juga memenuhi kriteria “dalam keadaan sadar dan sehat akal”. Beberapa jenis tindakan medis tersebut misalnya tindakan terhadap organ reproduksi, KB, dan tindakan medis yang bisa berpengaruh terhadap kemampuan seksual atau reproduksi dari pasien tersebut. 5. Dalam keadaan gawat darurat Proses pemberian informasi dan permintaan persetujuan rencana tindakan medis ini bisa saja tidak dilaksanakan oleh dokter apabila situasi pasien tersebut dalam kondisi gawat darurat. Dalam kondisi ini, dokter akan mendahulukan tindakan untuk penyelamatan nyawa pasien. Prosedur penyelamatan nyawa ini tetap harus dilakukan sesuai dengan standar pelayanan / prosedur medis yang berlaku disertai profesionalisme yang dijunjung tinggi. Setelah masa kritis terlewati dan pasien sudah bisa berkomunikasi, maka pasien berhak untuk mendapat informasi lengkap tentang tindakan medis yang sudah dialaminya tersebut. Pasien yang berhak mendapatkan informasi adalah sebagai berikut : 1. Untuk pasien dewasa dan sehat akal adalah pasien yang bersangkutan. 2. Untuk pasien anak-anak adalah keluarga terdekat atau walinya 3. Untuk pasien tidak sehat akal (walau ia sudah dewasa) adalah keluarga atau wali, atau kuratornya. 4. Untuk pasien yang sudah menikah adalah pasien yang bersangkutan, kecuali untuk tindakan medis tertentu harus disertai persetujuan pasangannya, yaitu untuk tindakan yang mempunyai pengaruh bukan saja terhadap pasien, namun juga terhadap pasangannya sebagai satu kesatuan yang utuh, dan akibatnya irreversible. 5. Sedangkan pada kasus pasien anak-anak, tindakan medis tetap dapat dilakukan oleh dokter walaupun tanpa persetujuan orang tua dengan syarat : a. Tindakan medis yang akan dilakukan harus merupakan tindakan medis terapetik, bukan eksperimental. b. Tanpa tindakan medis tersebut, anak akan mati, dan c. Tindakan medis tersebut memberikan harapan atau peluang pada anak untuk hidup normal, sehat dan bermanfaat H. Informasi yang wajib disampaikan kepada pasien Pasien berhak mendapatkan informasi : 1. Hak Pasien atas Informasi Penyakit dan Tindakan Medis dari Aspek Hukum Kedokteran. Pasien dalam menerima pelayanan praktik kedokteran mempunyai hak mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis yang akan diterimanya (Undan-Undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pasal 52). Penjelasan tersebut sekurangkurangnya mencakup : 1. 2. 3. 4. 5. Diagnosis dan tata cara tindakan medis Tujuan tindakan medis yang dilakukan Alternatif tindakan lain dan resikonya Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan. (Pasal 45 ayat 3) Dokter atau dokter gigi dalam memberikan pelayanan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi terlebih dahlu harus memberika penjelasan kepada pasien tentang tindakan kedokteran yang akan dilakukan dan mendapat persetujuan pasien (PERMENKES No.1419/MENKES/PER/2005 tentang Penyelenggaraan Praktik Dokter dan Dokter Gigi pasal 17) Pasien berhak menolak tindakan yang dilakukan terhadap dirinya dan mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri sesudah memperoleh informasi yang jelas tentang penyakitnya. Pemberian obat-obatan juga harus dengan persetujuan pasien dan bila pasien meminta untuk dihentikan pengobatan, maka terapi harus dihentikan kecuali dengan penghentian terapi akan mengakibatkan keadaan gawat darurat atau kehilangan nyawa pasien Dalam Pedoman Penegakkan Disiplin Kedokteran tahun 2008 seorang dokter dapat dikategorikan melakukan bentuk pelanggaran disiplin kedokteran apabila tidak memberikan penjelasan yang jujur, etis, dan memadai (adequate information) kepada pasien atau keluarganya dalam melakukan praktik kedokteran. 2. Hak Pasien atas Informasi dalam Rekam Medik Berdasarkan PERMENKES RI No. 629/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam medik Pasal 12 dikatakan bahwa berkas rekam medic adalah milik sarana pelanayan kesehatan dan isi rekam medik adalah milik rekam medik . Bentuk ringkasan rekam medic dapat diberikan, dicatat atau dicopy oleh pasien atau orang yang diberi kuasa atau persetujuan tertulis pasien atau keluarga pasien yang berhak untuk itu. Namun boleh tidaknya pasien mengetahui isi rekam medic tergantung kesanggupan pasien untuk mendengar informasi mengenai penyakit yang dijelaskan oleh dokter yang merawatnya. 3. Komunikasi Dokter Pasien yang Baik Menurut Petunjuk Praktek Kedokteran yang Baik (DEPKES,2008) komunikasi yang baik antara dokter pasien terkait dengan hak untuk mendapatkan informasi meliputi : 1. Mendengarkan keluhan, menggali informasi, dan menghormati pandangan serta kepercayaan pasien yang berkaitan dengan keluhannya. Memberikan informasi yang diminta atau yang diperlukan tentang kondisi, diagnosis, terapi dan prognosis pasien, serta rencana perawatannya dengan cara yang bijak dan bahasa yang dimengerti pasien. Termasuk informasi tentang tujuan pengobatan, pilihan obat yang diberikan, cara pemberian serta pengaturan dosis obat, dan kemungkinan efek samping obat yang mungkin terjadi; dan Memberikan informasi tentang pasien serta tindakan kedokteran yang dilakukan kepada keluarganya, setelah mendapat persetujuan pasien. Jika seorang pasien mengalami kejadian yang tidak diharapkan selama dalam perawatan dokter, dokter yang bersangkutan atau penanggunjawab pelayanan kedokteran (jika terjadi di sarana pelayanan kesehatan) harus menjelaskan keadaan yang terjadi akibat jangka pendek atau panjang dan rencana tindakan kedokteran yang akan dilakukan secara jujur dan lengkap serta memberikan empati. Dalam setiap tindakan kedokteran yang dilakukan, dokter harus mendapat persetujuan pasien karena pada prinsipnya yang berhak memberika persetujuan dan penolakan tindakan medis adalah pasien yang bersangkutan. Untuk itu dokter harus melakukan pemeriksaan secara teliti, serta menyampaikan rencana pemeriksaan lebih lanjut termasuk resiko yang mungkin terjadi secara jujur, transparan dan komunikatif. Dokter harus yankin bahwa pasien mengerti apa yang disampaikan sehingga pasien dalam memberikan persetujuan tanpa adanya paksaan atau tekanan 2. 3. 4. 5. J. Kelengkapan yang harus ada dalam informed consent Ada dua bentuk Informed consent yaitu: a) Dengan pernyataan (expression), dapat secara lisan (oral) dan secara tertulis (written); dianggap diberikan, tersirat (implied) yaitu dalam keadaan biasa atau normal dan dalam keadaan gawat darurat. b) Expressed consent adalah persetujuan yang dinyatakan secara lisan atau tulisan, bila yang akan dilakukan lebih dari prosedur pemeriksaan dan tindakan yang biasa. Sebaiknya pasien diberikan pengertian terlebih dahulu tindakan apa yang akan dilakukan. Misalnya, pemeriksaan dalam lewat anus atau dubur atau pemeriksaan dalam vagina, dan lain-lain yang melebihi prosedur pemeriksaan dan tindakan umum. Di sini belum diperlukan pernyataan tertulis, cukup dengan persetujuan secara lisan saja. Namun bila tindakan yang akan dilakukan mengandung resiko tinggi seperti tindakan pembedahan atau prosedur pemeriksaan dan pengobatan invasif, harus dilakukan secara tertulis. c) Implied consent adalah persetujuan yang diberikan pasien secara tersirat, tanpa pernyataan tegas. Isyarat persetujuan ini ditangkap dokter dari sikap pasien pada waktu dokter melakukan tindakan, misalnya pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium, pemberian suntikan pada pasien, penjahitan luka dan sebagainya. Implied consent berlaku pada tindakan yang biasa dilakukan atau sudah diketahui umum. Syarat sahnya informed consent : a. Voluntary ( suka rela, tanpa unsur paksaan) b. Unequivocal ( dengan jelas dan tegas) c. Conscious ( dengan kesadaran ) d. Naturally ( sesuai kewajaran ) Voluntary maknanya bahwa pernyataan tersebut harus bebas dari tiga F, yaitu force (paksaan), fear ( rasa takut) dan fraud ( diperdaya). Sedangkan Naturally maknanya sesuai kewajaran disrtai iktikad baik, serta isinya tidak mengenai hal-hal tang dilarang oleh hukum. Oleh sebab itu tidak dibenarkan adanya kalimat yang menyatakan bahwa ....”pasien tidak berhak menuntut atau menggugat jika terjadi sesuatu yang merugikannya”. Pembatalan informed consent : Informed consent dapat dibatalkan : a. Oleh pasien sendiri sepanjang tindakan medis tersebut belum dilakukan, atau secara medis tidak mungkin lagi untuk dibatalkan. b. Dalam hal informed consent diberikan oleh wali atau keluarga terdekatnya, maka sepatutnya pembatalan tersebut adalah oleh anggota keluarga yang bersangkutan, atau oleh anggota keluarga lainnya yang mempunyai kedudukan hukum lebih berhak untuk bertindak sebagai wali. c. Dalam hukum perdata, suami atau isteri dari pasien lebih berhak dari pada anak atau orang tuanya. L. Daftar Pustaka 1. Guwandi J,( 1996). Dokter, Pasien, dan Hukum, 1akarta : Balai Penerbit FKUI. 2. Guwandi J, ( 2004). Medical Law, Jakarta : Balai Penerbit FKUI 3. Hanafiah J; Amir A, ( 2007 ). Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran, EGC. 4. Helm A, ( 2003 ). Malpraktik Keperawatan, Menghindari masalah hukum, jakarta : Penerbit Buku Kedokteran, EGC.