pelayanan rekam medis asli

advertisement
PELAYANAN REKAM MEDIS
A. Pengertian
Menurut PERMENKES No: 269/MENKES/PER/III/2008 yang dimaksud rekam
medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen antara lain identitas pasien, hasil
pemeriksaan, pengobatan yang telah diberikan, serta tindakan dan pelayanan lain yang telah
diberikan kepada pasien.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang rekam medis
dijelaskan bahwa rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien pada
sarana pelayanan kesehatan.
Penyelenggaraan pelayanan rekam medis adalah merupakan proses kegiatan yang
dimulai pada saat diterimanya pasien di rumah sakit, diteruskan kegiatan pencatatan data
medik pasien selama pasien itu mendapat pelayanan medik di rumah sakit. Dan dilanjutkan
dengan penanganan berkas rekam medis yang meliputi penyelenggaraan penyimpanan serta
pengeluaran berkas dari tempat penyimpanan untuk melayani permintaan / peminjaman
apabila dari pasien atau untuk keperluan lainnya. (Protap RM, 1999: 56).
Menurut Depkes RI (1994) pengertian pelayanan rekam medis adalah merupakan
proses kegiatan yang dimulai pada saat diterimanya pasien di rumah sakit, diteruskan
kegiatan pencatatan data medis pasien selama pasien itu mendapatkan pelayanan medik di
rumah sakit, dan dilanjutkan dengan penanganan berkas rekam medis yang meliputi
penyelenggaraan penyimpanan serta pengeluaran berkas dari tempat penyimpanan untuk
melayani permintaan atau peminjaman dari pasien atau untuk keperluan lainnya.
B.
Kegunaan Rekam Medis
Kegunaan rekam medis dapat dilihat dari beberapa aspek, antara lain, (Dirjen Yankes 1993:
10):
1.
Aspek Administrasi
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai administrasi, karena Isinya menyangkut
tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung jawab sebagai tenaga medis dan para medis
dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan.
2.
Aspek Medis
Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan atau perawatan yang harus diberikan kepada
seorang pasien.
3.
Aspek Hukum
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai hukum, karena isinya menyangkut masalah
adanya jaminan kepastian hukum atas dasar keadilan, dalam rangka usaha untuk menegakkan
hukum serta penyediaan bahan bukti untuk menegakkan keadilan.
4.
Aspek Keuangan
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai uang, karena isinya mengandung data / informasi
yang dapat dipergunakan sebagai aspek keuangan.
5.
Aspek Penelitian
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai penelitian, karena isinya menyangkut data /
informasi yang dapat dipergunakan sebagai aspek penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan dibidang kesehatan.
6.
Aspek Pendidikan
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai pendidikan, karena isinya menyangkut data /
informasi tentang perkembangan kronologis dan kegiatan pelayanan medik yang diberikan
kepada pasien. Informasi tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan atau referensi
pengajaran dibidang profesi si pemakai.
7.
Aspek Dokumentasi
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai dokumentasi, karena isinya menyangkut sumber
ingatan yang harus didokumentasikan dan dipakai sebagai bahan pertanggung jawaban dan
laporan rumah sakit.
Dalam kepustakaan dikatakan bahwa rekam medis memiliki 6 manfaat, yang untuk
mudahnya disingkat sebagai ALFRED, yaitu:






C.
Adminstrative value: Rekam medis merupakan rekaman data adminitratif pelayanan
kesehatan.
Legal value: Rekam medis dapat.dijadikan bahan pembuktian di pengadilan
Financlal value: Rekam medis dapat dijadikan dasar untuk perincian biaya pelayanan
kesehatan yang harus dibayar oleh pasien
Research value: Data Rekam Medis dapat dijadikan bahan untuk penelitian dalam
lapangan kedokteran, keperawatan dan kesehatan.
Education value: Data-data dalam Rekam Medis dapat bahan pengajaran dan pendidikan
mahasiswa kedokteran, keperawatan serta tenaga kesehatan lainnya.
Documentation value: Rekam medis merupakan sarana untuk penyimpanan berbagai
dokumen yang berkaitan dengan kesehatan pasien.
Kelengkapan yang harus dipenuhi dalam rekam medis sebuah rumah sakit
Menurut PERMENKES No: 269/MENKES/PER/III/2008 data-data yang harus
dimasukkan dalam Medical Record dibedakan untuk pasien yang diperiksa di unit rawat jalan
dan rawat inap dan gawat darurat. Setiap pelayanan baik di rawat jalan, rawat inap dan gawat
darurat dapat membuat rekam medis dengan data-data sebagai berikut:
1.
Pasien Rawat Jalan
Data pasien rawat jalan yang dimasukkan dalam medical record sekurang-kurangnya antara
lain:
a)
Identitas Pasien
b)
Tanggal dan waktu.
c)
Anamnesis (sekurang-kurangnya keluhan, riwayat penyakit).
d)
Hasil Pemeriksaan fisik dan penunjang medis.
e)
Diagnosis
f)
Rencana penatalaksanaan
g)
Pengobatan dan atau tindakan
h)
Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
i)
Untuk kasus gigi dan dilengkapi dengan odontogram klinik dan
j)
Persetujuan tindakan bila perlu.
2.
Pasien Rawat Inap
Data pasien rawat inap yang dimasukkan dalam medical record sekurang-kurangnya antara
lain:
a)
Identitas Pasien
b)
Tanggal dan waktu.
c)
Anamnesis (sekurang-kurangnya keluhan, riwayat penyakit.
d)
Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang medis.
e)
Diagnosis
f)
Rencana penatalaksanaan
g)
Pengobatan dan atau tindakan
h)
Persetujuan tindakan bila perlu
i)
Catatan obsservasi klinis dan hasil pengobatan
j)
Ringkasan pulang (discharge summary)
k)
Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang
memberikan pelayanan ksehatan.
l)
Pelayanan lain yang telah diberikan oleh tenaga kesehatan tertentu.
m) Untuk kasus gigi dan dilengkapi dengan odontogram klinik
3.
Ruang Gawat Darurat
Data pasien rawat inap yang harus dimasukkan dalam medical record sekurang-kurangnya
antara lain:
a)
Identitas Pasien
b)
Kondisi saat pasien tiba di sarana pelayanan kesehatan
c)
Identitas pengantar pasien
d)
Tanggal dan waktu.
e)
Hasil Anamnesis (sekurang-kurangnya keluhan, riwayat penyakit.
f)
Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang medis.
g)
Diagnosis
h)
Pengobatan dan/atau tindakan
i)
Ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan pelayanan unit gawat darurat dan
rencana tindak lanjut.
j)
Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang
memberikan pelayanan kesehatan.
k)
Sarana transportasi yang digunakan bagi pasien yang akan dipindahkan ke sarana
pelayanan kesehatan lain dan
l)
D.
Pelayanan lain yang telah diberikan oleh tenaga kesehatan tertentu.
Informed Consent
Informed Consent terdiri dari dua kata yaitu Informed dan consent. Informed adalah
telah di beritahukan, telah disampaikan atau telah di informasikan dan Consent yang berarti
persetujuan yang diberikan oleh seseorang untuk berbuat sesuatu.
Informed consent adalah persetujuan individu terhadap pelaksanaan suatu tindakan,
seperti operasi atau prosedur diagnostik invasif, berdasarkan pemberitahuan lengkap tentang
risiko, manfaat, alternatif, dan akibat penolakan
Munurut Permenkes No.585/Menkes/Per/IX/1989, informed consent berarti
”persetujuan yang diberikan pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan
mengenai tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut.
E.
Fungsi Informed Consent
Menurut Katz & Capran, fungsi informed Consent :

promosi otonomi individu.

Proteksi terhadap pasien dan subjek.

Menghindari kecurangan, penipuan dan paksaan.

Mendorong adanya penelitian yang cermat.

Promosi keputusan yang rasional

Menyertakan publik.

Semua tindakan medik/keperawatan yang akan dilakukan terhadap pasien harus
mendapat persetujuan.

Persetujuan : Tertulis maupun lisan.

Persetujuan diberikan setelah pasien mendapat informasi yang adekuat.

Cara penyampaian informasi disesuaikan dengan tingkat pendidikan serta kondisi dan
situasi pasien.

Setiap tindakan yang mengandung risiko tinggi harus dengan persetujuan, selain itu
dengan lisan.

Keterlibatan masyarakat (dalam memajukan prinsip otonomi sebagai suatu nilai sosial
dan mengadakan pengawasan dalam penyelidikan bio-medik (Alexander Capron)
F.
Petugas Pemberi Informasi wajib kepada Pasien
Sejak berlakunya PERMENKES NO. 290 tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran, sebelum dilakukan suatu tindakan kedokteran, dokter wajib memberikan
informasi langsung kepada pasien/keluarga terdekatnya baik diminta maupun tidak diminta.
Dilihat dari isi Permenkes tersebut, harus dipahami bahwa :
1.
Tanggung jawab memberikan informasi sebenarnya berada pada dokter yang akan
melakukan tindakan medis, karena hanya dia sendiri yang tahu persis tentang masalah
kesehatan pasien, hal-hal yang berkaitan dengan tindakan medis tersebut, dan tahu
jawabannya apabila pasien bertanya.
2.
Tanggung jawab tersebut memang dapat didelegasikan kepada dokter lain, perawat,
atau bidan, hanya saja apabila terjadi kesalahan dalam memberikan informasi oleh yang
diberi delegasi, maka tanggung jawabnya tetap pada dokter yang memberikan delegasi.
Dibeberapa negara maju, tanggungjawab memberikan informasi ini merupakan
tanggungjawab yang tidak boleh didelegasikan. ( non-delegable-duty)
Para pemegang profesi pelayanan kesehatan juga merupakan pembuat keputusan
kedua, dengan tanggung jawab menyediakan pertolongan dan perawatan untuk pasien sejauh
itu sesuai dengan keyakinan hidup dan nilai-nilai mereka. Kebijakan dan praktek rumah sakit
harus mengakui serangkai tanggung jawab ini. Para pemegang profesi pelayanan
kesehatan bertanggung jawab untuk memberikan informasi yang mencukupi dan untuk
memberikan dukungan yang memadai kepada si pasien, sehingga ia mampu memberikan
keputusan yang dilandasi pengetahuan mengenai perawatan yang mestinya dijalani. Perlu
disadari bahwa bantuan dalam profesi pengambilan keputusan merupakan bagian penting
dalam perawatan kesehatan. Kebijakan dan dokumen mengenai informed consent haruslah
diupayakan untuk meningkatkan dan melindungi otanomi pasien, bukan pertama-tama
melindungi rumah sakit dan petugas pelayanan medis dari perkara pengaduan hukum.
G.
Pasien yang berhak dan tidak berhak mendapat informasi
Dalam Pasal 12 ayat (4) Permenkes 269/2008 dijelaskan bahwa ringkasan rekam medis
dapat diberikan, dicatat, atau dicopy oleh pasien atau orang yang diberi kuasa atau atas
persetujuan tertulis pasien atau keluarga pasien yang berhak untuk itu.
Syarat seorang pasien yang berhak mendapat informasi dan berhak memberikan pernyatan,
yaitu :
1.
Pasien tersebut sudah dewasa
Masih terdapat perbedaan pendapat pakar tentang batas usia dewasa, namun secara umum
bisa digunakan batas 21 tahun. Pasien yang masih dibawah batas umur ini tapi sudah
menikah termasuk kriteria pasien sudah dewasa.
2.
Pasien dalam keadaan sadar
Hal ini mengandung pengertian bahwa pasien tidak sedang pingsan, koma, atau terganggu
kesadarannya karena pengaruh obat, tekanan kejiwaan, atau hal lain. Berarti, pasien harus
bisa diajak berkomunikasi secara wajar dan lancar.
3.
Pasien dalam keadaan sehat akal.
Jadi yang paling berhak untuk menentukan dan memberikan pernyataan persetujuan terhadap
rencana tindakan medis adalah pasien itu sendiri, apabila dia memenuhi 3 kriteria diatas,
bukan orang tuanya, anaknya, suami/istrinya, atau orang lainnya. Namun apabila pasien
tersebut tidak memenuhi 3 kriteria tersebut diatas maka dia tidak berhak untuk menentukan
dan menyatakan persetujuannya terhadap rencana tindakan medis yang akan dilakukan
kepada dirinya. Dalam hal seperti ini, maka hak pasien akan diwakili oleh wali keluarga atau
wali hukumnya. Misalnya pasien masih anak-anak, maka yang berhak memberikan
persetujuan adalah orang tuanya, atau paman/bibinya, atau urutan wali lainnya yang sah. Bila
pasien sudah menikah, tapi dalam keadaan tidak sadar atau kehilangan akal sehat, maka
suami/istrinya merupakan yang paling berhak untuk menyatakan persetujuan bila memang
dia setuju.
4.
Hak suami/istri pasien
Untuk beberapa jenis tindakan medis yang berkaitan dengan kehidupan berpasangan sebagai
suami-istri, maka pernyataan persetujuan terhadap rencana tindakan medisnya harus
melibatkan persetujuan suami/istri pasien tersebut apabila suami/istrinya ada atau bisa
dihubungi untuk keperluan ini. Dalam hal ini, tentu saja suami/istrinya tersebut harus juga
memenuhi kriteria “dalam keadaan sadar dan sehat akal”.
Beberapa jenis tindakan medis tersebut misalnya tindakan terhadap organ reproduksi, KB,
dan tindakan medis yang bisa berpengaruh terhadap kemampuan seksual atau reproduksi dari
pasien tersebut.
5.
Dalam keadaan gawat darurat
Proses pemberian informasi dan permintaan persetujuan rencana tindakan medis ini bisa saja
tidak dilaksanakan oleh dokter apabila situasi pasien tersebut dalam kondisi gawat darurat.
Dalam kondisi ini, dokter akan mendahulukan tindakan untuk penyelamatan nyawa pasien.
Prosedur penyelamatan nyawa ini tetap harus dilakukan sesuai dengan standar pelayanan /
prosedur medis yang berlaku disertai profesionalisme yang dijunjung tinggi.
Setelah masa kritis terlewati dan pasien sudah bisa berkomunikasi, maka pasien berhak untuk
mendapat informasi lengkap tentang tindakan medis yang sudah dialaminya tersebut.
Pasien yang berhak mendapatkan informasi adalah sebagai berikut :
1. Untuk pasien dewasa dan sehat akal adalah pasien yang bersangkutan.
2. Untuk pasien anak-anak adalah keluarga terdekat atau walinya
3. Untuk pasien tidak sehat akal (walau ia sudah dewasa) adalah keluarga atau wali, atau
kuratornya.
4. Untuk pasien yang sudah menikah adalah pasien yang bersangkutan, kecuali untuk tindakan
medis tertentu harus disertai persetujuan pasangannya, yaitu untuk tindakan yang mempunyai
pengaruh bukan saja terhadap pasien, namun juga terhadap pasangannya sebagai satu
kesatuan yang utuh, dan akibatnya irreversible.
5. Sedangkan pada kasus pasien anak-anak, tindakan medis tetap dapat dilakukan oleh dokter
walaupun tanpa persetujuan orang tua dengan syarat :
a. Tindakan medis yang akan dilakukan harus merupakan tindakan medis terapetik, bukan
eksperimental.
b. Tanpa tindakan medis tersebut, anak akan mati, dan
c. Tindakan medis tersebut memberikan harapan atau peluang pada anak untuk hidup normal,
sehat dan bermanfaat
H.
Informasi yang wajib disampaikan kepada pasien
Pasien berhak mendapatkan informasi :
1. Hak Pasien atas Informasi Penyakit dan Tindakan Medis dari Aspek Hukum
Kedokteran.
Pasien dalam menerima pelayanan praktik kedokteran mempunyai hak mendapatkan
penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis yang akan diterimanya (Undan-Undang
No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pasal 52). Penjelasan tersebut sekurangkurangnya mencakup :
1.
2.
3.
4.
5.
Diagnosis dan tata cara tindakan medis
Tujuan tindakan medis yang dilakukan
Alternatif tindakan lain dan resikonya
Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan. (Pasal 45 ayat 3)
Dokter atau dokter gigi dalam memberikan pelayanan tindakan kedokteran atau kedokteran
gigi terlebih dahlu harus memberika penjelasan kepada pasien tentang tindakan kedokteran
yang
akan
dilakukan
dan
mendapat
persetujuan
pasien
(PERMENKES
No.1419/MENKES/PER/2005 tentang Penyelenggaraan Praktik Dokter dan Dokter Gigi
pasal 17)
Pasien berhak menolak tindakan yang dilakukan terhadap dirinya dan mengakhiri pengobatan
serta perawatan atas tanggung jawab sendiri sesudah memperoleh informasi yang jelas
tentang penyakitnya.
Pemberian obat-obatan juga harus dengan persetujuan pasien dan bila pasien meminta untuk
dihentikan pengobatan, maka terapi harus dihentikan kecuali dengan penghentian terapi akan
mengakibatkan keadaan gawat darurat atau kehilangan nyawa pasien
Dalam Pedoman Penegakkan Disiplin Kedokteran tahun 2008 seorang dokter dapat
dikategorikan melakukan bentuk pelanggaran disiplin kedokteran apabila tidak memberikan
penjelasan yang jujur, etis, dan memadai (adequate information) kepada pasien atau
keluarganya dalam melakukan praktik kedokteran.
2. Hak Pasien atas Informasi dalam Rekam Medik
Berdasarkan PERMENKES RI No. 629/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam medik Pasal
12 dikatakan bahwa berkas rekam medic adalah milik sarana pelanayan kesehatan dan isi
rekam medik adalah milik rekam medik . Bentuk ringkasan rekam medic dapat diberikan,
dicatat atau dicopy oleh pasien atau orang yang diberi kuasa atau persetujuan tertulis pasien
atau keluarga pasien yang berhak untuk itu. Namun boleh tidaknya pasien mengetahui isi
rekam medic tergantung kesanggupan pasien untuk mendengar informasi mengenai penyakit
yang dijelaskan oleh dokter yang merawatnya.
3. Komunikasi Dokter Pasien yang Baik
Menurut Petunjuk Praktek Kedokteran yang Baik (DEPKES,2008) komunikasi yang baik
antara dokter pasien terkait dengan hak untuk mendapatkan informasi meliputi :
1.
Mendengarkan keluhan, menggali informasi, dan menghormati pandangan serta
kepercayaan pasien yang berkaitan dengan keluhannya.
Memberikan informasi yang diminta atau yang diperlukan tentang kondisi, diagnosis,
terapi dan prognosis pasien, serta rencana perawatannya dengan cara yang bijak dan
bahasa yang dimengerti pasien. Termasuk informasi tentang tujuan pengobatan, pilihan
obat yang diberikan, cara pemberian serta pengaturan dosis obat, dan kemungkinan efek
samping obat yang mungkin terjadi; dan
Memberikan informasi tentang pasien serta tindakan kedokteran yang dilakukan
kepada keluarganya, setelah mendapat persetujuan pasien.
Jika seorang pasien mengalami kejadian yang tidak diharapkan selama dalam
perawatan dokter, dokter yang bersangkutan atau penanggunjawab pelayanan kedokteran
(jika terjadi di sarana pelayanan kesehatan) harus menjelaskan keadaan yang terjadi
akibat jangka pendek atau panjang dan rencana tindakan kedokteran yang akan dilakukan
secara jujur dan lengkap serta memberikan empati.
Dalam setiap tindakan kedokteran yang dilakukan, dokter harus mendapat persetujuan
pasien karena pada prinsipnya yang berhak memberika persetujuan dan penolakan
tindakan medis adalah pasien yang bersangkutan. Untuk itu dokter harus melakukan
pemeriksaan secara teliti, serta menyampaikan rencana pemeriksaan lebih lanjut termasuk
resiko yang mungkin terjadi secara jujur, transparan dan komunikatif. Dokter harus
yankin bahwa pasien mengerti apa yang disampaikan sehingga pasien dalam memberikan
persetujuan tanpa adanya paksaan atau tekanan
2.
3.
4.
5.
J.
Kelengkapan yang harus ada dalam informed consent
Ada dua bentuk Informed consent yaitu:
a)
Dengan pernyataan (expression), dapat secara lisan (oral) dan secara tertulis (written);
dianggap diberikan, tersirat (implied) yaitu dalam keadaan biasa atau normal dan dalam
keadaan gawat darurat.
b)
Expressed consent adalah persetujuan yang dinyatakan secara lisan atau tulisan, bila
yang akan dilakukan lebih dari prosedur pemeriksaan dan tindakan yang biasa. Sebaiknya
pasien diberikan pengertian terlebih dahulu tindakan apa yang akan dilakukan. Misalnya,
pemeriksaan dalam lewat anus atau dubur atau pemeriksaan dalam vagina, dan lain-lain
yang melebihi prosedur pemeriksaan dan tindakan umum. Di sini belum diperlukan
pernyataan tertulis, cukup dengan persetujuan secara lisan saja. Namun bila tindakan
yang akan dilakukan mengandung resiko tinggi seperti tindakan pembedahan atau
prosedur pemeriksaan dan pengobatan invasif, harus dilakukan secara tertulis.
c)
Implied consent adalah persetujuan yang diberikan pasien secara tersirat, tanpa
pernyataan tegas. Isyarat persetujuan ini ditangkap dokter dari sikap pasien pada waktu
dokter melakukan tindakan, misalnya pengambilan darah untuk pemeriksaan
laboratorium, pemberian suntikan pada pasien, penjahitan luka dan sebagainya. Implied
consent berlaku pada tindakan yang biasa dilakukan atau sudah diketahui umum.
Syarat sahnya informed consent :
a. Voluntary ( suka rela, tanpa unsur paksaan)
b. Unequivocal ( dengan jelas dan tegas)
c. Conscious ( dengan kesadaran )
d. Naturally ( sesuai kewajaran )
Voluntary maknanya bahwa pernyataan tersebut harus bebas dari tiga F, yaitu force
(paksaan), fear ( rasa takut) dan fraud ( diperdaya). Sedangkan Naturally maknanya sesuai
kewajaran disrtai iktikad baik, serta isinya tidak mengenai hal-hal tang dilarang oleh hukum.
Oleh sebab itu tidak dibenarkan adanya kalimat yang menyatakan bahwa ....”pasien tidak
berhak menuntut atau menggugat jika terjadi sesuatu yang merugikannya”.
Pembatalan informed consent :
Informed consent dapat dibatalkan :
a. Oleh pasien sendiri sepanjang tindakan medis tersebut belum dilakukan, atau secara medis
tidak mungkin lagi untuk dibatalkan.
b. Dalam hal informed consent diberikan oleh wali atau keluarga terdekatnya, maka
sepatutnya pembatalan tersebut adalah oleh anggota keluarga yang bersangkutan, atau oleh
anggota keluarga lainnya yang mempunyai kedudukan hukum lebih berhak untuk bertindak
sebagai wali.
c. Dalam hukum perdata, suami atau isteri dari pasien lebih berhak dari pada anak atau orang
tuanya.
L. Daftar Pustaka
1. Guwandi J,( 1996). Dokter, Pasien, dan Hukum, 1akarta : Balai Penerbit FKUI.
2. Guwandi J, ( 2004). Medical Law, Jakarta : Balai Penerbit FKUI
3. Hanafiah J; Amir A, ( 2007 ). Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran, EGC.
4. Helm A, ( 2003 ). Malpraktik Keperawatan, Menghindari masalah hukum, jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran, EGC.
Download