BAB 20 KESEHATAN, KESEJAHTERAAN SOSIAL DAN PERANAN WANITA BAB 20 KESEHATAN, KESEJAHTERAAN SOSIAL DAN PERANAN WANITA A. KESEHATAN I PENDAHULUAN Sebagaimana ditetapkan di dalam Garis-garis Besar Haluan Negara arah dan kebijaksanaan pembangunan dalam bidang kesehatan mencakup hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam rangka mempertinggi taraf kesehatan dan kecerdasan rakyat, ditingkatkan pelayanan kesehatan dan perbaikan mutu gizi. Peningkatan pelayanan kesehatan dan perbaikan gizi diutamakan kepada golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah, baik di desa maupun di kota. 2. Perbaikan kesehatan rakyat dilakukan secara preventif dan kuratif dengan mendekatkan pelayanan kesehatan pada rakyat. Usaha perbaikan terutama ditujukan kepada peningkatan pemberantasan penyakit menular dan penyakit rakyat, peningkatan keadaan gizi rakyat, peningkatan pengadaan air minum, peningkatan sanitasi lingkungan, perlindungan rakyat terhadap bahaya narkotika dan penggunaan obat yang tidak memenuhi syarat, penyediaan obat-obatan yang makin merata dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat luas, penyediaan tenaga medis dan para medis secara merata pula, peningkatan penyuluhan kesehatan rakyat, dan perluasan pelayanan kesehatan melalui pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit serta melalui berbagai cara lain guna meningkatkan kesehatan masyarakat desa. Usaha-usaha kesehatan pada dasarnya dilaksanakan dalam rangka peningkatan dan pemupukan kemampuan tenaga kerja bagi keper85 luan pembangunan dan juga dalam rangka pemupukan kesehatan fisik dan mental dari generasi yang akan datang. Dengan demikian maka pembangunan kesehatan merupakan salah satu kegiatan utama yang mendukung keseluruhan usaha pembangunan. Bersamaan dengan itu setiap tingkat kemajuan pembangunan akan memberikan kemungkinan yang lebih besar guna mendorong perbaikan kesehatan rakyat pada umumnya. II. KEADAAN DAN MASALAH Selama Repelita II berkat adanya Inpres Bantuan Pembangunan Sarana Kesehatan, jumlah Puskesmas meningkat menjadi 4.353 buah, sehingga setiap kecamatan telah dapat dilayani oleh sekurangkurangnya sebuah Puskesmas. Sedangkan pada akhir Repelita I baru terdapat 2.343 buah Puskesmas. Bila dibandingkan dengan keadaan pada Repelita I di mana rata-rata penempatan dokter ke daerahdaerah di pelosok-pelosok hanya 10 — 15 dokter tiap tahun, dalam Repelita II setiap tahun telah ditempatkan .sekitar 500 tenaga dokter ke Puskesmas di Daerah-daerah. Apabila dalam Repelita II direncanakan 50% Puskesmas di Jawa/Bali dan 40% di luar Jawa/Bali dipimpin oleh dokter, maka pada tahun 1978 sudah 87% dari seluruh Puskesmas telah dipimpin oleh dokter. Namun demikian jangkauan Puskesmas masih belum memadai maka pada waktu akhir-akhir ini Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD) sudah mulai dikembangkan. Meskipun telah terdapat peningkatan jangkauan pelayanan KIA, sasaran terhadap bayi baru tercapai sekitar 17 - 21%, terhadap ibu hamil sekitar 19 21% dan terhadap anak prasekolah baru mencapai sekitar 5 — 6%. Jumlah kunjungan rata-rata per hari ke Puskesmas telah mencapai lebih dari 50 orang. Dalam kegiatan usaha kesehatan sekolah semua SD dapat dicakup, sekitar 75% guru dapat dilatih, dan setiap SD dapat dilengkapi dengan perlengkapan kesehatan sekolah. Dalam rangka pengembangan Rumah-rumah Sakit, hasil yang dicapai di antaranya ialah penyempurnaan organisasi/pengelolaan Rumah Sakit, penempatan penggolongan Rumah Sakit, pengembangan statistik kedokteran rumah sakit (catatan medik), pelaksanaan sistim 86 rujukan disebagian besar Propinsi untuk melayani RSU Kabupaten/ Kotamadya dan pembentukan Unit Rehabilitasi Medis. Dalam usaha pelayanan kesehatan jiwa, kunjungan berobat jalan penderita gangguan jiwa naik dengan 29% terhadap keadaan pada Repelita I, kegiatan usaha kesehatan gigi sekolah telah dapat diperluas dari 96 Dati II pada Repelita I hingga meliputi 115 Dati II, pemeriksaan sediaan laboratorium meningkat dengan lebih dari 100% pada tahun 1976 terhadap keadaan pada Repelita I. Dalam rangka pemberantasan penyakit malaria di Jawa dan Bali, telah dilaksanakan kegiatan-kegiatan penyemprotan rumah, pembasmian larva, sehingga angka kesakitan malaria diperhitungkan akan menurun dari 400 per 100.000 penduduk pada tahun 1973, menjadi 100 per 100.000 penduduk pada tahun 1979. Pada tahun 1975 di luar Jawa dan Bali angka kesakitan sekitar 100 per 1.000 penduduk. Indonesia telah dinyatakan "bebas cacar" oleh Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) pada tanggal 25 April 1974. Penyakit patek tidak terdapat meluas lagi kecuali di beberapa tempat di luar Jawa dan Bali. Dalam usaha pemberantasan penyakit TBC paru-paru dilakukan kegiatan pengobatan penderita, di samping pencegahan dengan penyuntikan BCG terhadap anak umur 0 — 1 dan 12 13 tahun. Dalam periode Repelita II sampai akhir tahun 1977 telah diobati sejumlah 57.000 penderita dan dilakukan kurang lebih 18 juta penyuntikan BCG. Untuk pemberantasan penyakit saluran pencernakan berat/ muntah berak atau kolera telah ditingkatkan jumlah pusat-pusat pengobatan dengan cairan di luar Rumah Sakit; demikian pula penggunaan larutan gula garam sebagai pencegah kehilangan cairan badan sebagai akibat muntah berak telah semakin meluas. Karena itu angka kematian penderita kolera dapat diturunkan dari 16% dalam tahun 1972 menjadi 3,5% pada akhir Repelita II. Dalam rangka pemberantasan penyakit demam berdarah jenis Dengue karena virus, angka kematian juga dapat diturunkan dari 9,3% pada tahun 1972 menjadi 2,5% pada akhir Repelita II, 87 karena kebanyakan dokter-dokter anak telah diberi pengertian mengenai diagnosa dan pengobatannya, dan juga karena wabah penyakit ini dilaporkan lebih dini. Untuk melengkapi usaha pemberantasan penyakit menular, kegiatan penyuntikan kekebalan (immunisasi) mulai diperluas dengan vaksinasi TFT (Tetanus Formol Toxoid) pada ibu hamil dan SPT (Diphteria-Pertusis Tetanus) pada bayi. Dalam rangka pengembangan sarana air minum pedesaan dan jamban keluarga, sejak tahun 1973/1974 dan berkat adanya Inpres Bantuan Pembangunan Sarana Kesehatan, sampai dewasa ini telah dicapai berbagai hasil dengan dibangunnya antara lain sumur pompa tangan sekitar 80.000 buah, jamban keluarga sekitar 1.000.000 buah, 3.779 perpipaan dan berbagai sarana air bersih lainnya. Dalam Repelita II mulai dilakukan pengawasan terhadap pencemaran air dan badan air, termasuk pula pengawasan dan pemeriksaan kwalitas air minum. Dibandingkan dengan sasaran Repelita II hasil yang dicapai sudah cukup tinggi namun bila dibandingkan dengan kebutuhan hasil tersebut masih harus ditingkatkan lagi. Dalam usaha peningkatan status gizi masyarakat, telah dilaksanakan pencegahan kekurangan vitamin A terhadap 7 juta anak umur 1 — 4 tahun dengan berbagai cara, di antaranya mencakup lebih dari 2 juta anak umur 1 — 4 tahun dengan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 I.U.); pencegahan gondok akibat kekurangan yodium (gondok endemik) yang mencakup 1 juta penduduk di daerah gondok endemik tinggi, terutama yang tinggal di pegunungan; usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK) telah dilaksanakan di 25 propinsi yang meliputi sekitar 176 Kabupaten dan 688 Kecamatan dengan kegiatan yang antara lain berupa penyuluhan gizi dan latihan kader gizi; di samping itu juga telah dilaksanakan penyuluhan gizi intensif dengan pemberian makanan tambahan kepada 22.400 anak balita penderita kekurangan kalori dan protein (KKP) ringan/sedang di 631 desa. Dalam usaha memperkuat aparatur penyuluhan kesehatan masyarakat (PKM), telah dididik sejumlah tenaga-tenaga spesialis PKM, demikian pula telah diproduksi sejumlah media pendidikan. 88 Dalam rangka mengembangkan peran-serta masyarakat, telah diselenggarakan daerah-daerah kerja intensif di berbagai Puskesmas, dengan menggunakan pendekatan edukatif dalam mengembangkan peran-serta masyarakat dalam kegiatan-kegiatan kesehatan. Dalam bidang pengawasan obat dan makanan telah dilaksanakan pengembangan prasarana yang cukup memadai, yaitu berupa berbagai peraturan-peraturan perundang-undangan di bidang pengawasan obat, makanan dan minuman, kosmetika dan alat kesehatan, obat tradisional, narkotika dan bahan obat berbahaya, demikian pula ketentuanketentuan di bidang persyaratan produksi dan distribusi, pembakuan mutu dan lain-lain. Demikian pula telah didirikan laboratorium-laboratorium pengujian di Pusat dan di 17 Ibukota Propinsi. Dalam bidang pengawasan telah dilaksanakan peningkatan pengawasan, bim bingan, penyuluhan, pembinaan dan pengembangan badan-badan produksi dan distribusi serta pendaftaran. Dalam bidang penelitian dan pengembangan kesehatan telah didapat berbagai hasil penelitian yang meliputi bidang-bidang pelayanan kesehatan, penyakit, gizi, kefarmasian, lingkungan fisik, pengelolaan kesehatan dan pengembangan teknologi kesehatan termasuk pemeriksaan laboratoris. Kemampuan penelitian baik tenaga maupun sarana penunjangnya telah pula ditingkatkan. Dalam rangka pendidikan dan pendayagunaan tenaga kesehatan, telah ditempatkan berbagai tenaga kesehatan, pengembangan pendidikan perawat kesehatan, pengembangan pendidikan tenaga sanitasi, dan pengembangan pendidikan dan latihan tenaga gizi serta penataran pengelolaan tenaga kesehatan. Dalam bidang penyempurnaan efisiensi aparatur pemerintahan, telah ditingkatkan kegiatan pengawasan, penyempurnaan organisasi dan ketata-laksanaan, peningkatan kemampuan perencanaan dan penilaian serta peningkatan prasarana fisik lainnya tersebar di pusat maupun di daerah. Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa dalam Repelita II jelas terdapat penyebaran berbagai fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan ke daerah-daerah, peningkatan tersedianya sarana 89 sanitasi di pelosok-pelosok serta peningkatan berbagai kegiatan kesehatan lainnya. Disadari bahwa apa yang telah dicapai tersebut masih perlu ditingkatkan dan diperluas dalam rangka melayani kebutuhan masyarakat yang makin meningkat. Masalah-masalah pokok di bidang kesehatan dalam Repelita III, dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Masalah lingkungan fisik dan biologis. Masalah-masalah lingkungan yang „mati” (fisik) dan lingkungan yang „hidup” (biologis) yang erat hubungannya dengan masih tingginya angka kesakitan penyakit-penyakit menular di Indonesia, antara lain adalah : adanya iklim tropis yang memungkinkan berkembang biaknya dengan mudah penyebab-penyebab penyakit (antara lain bakteri, virus, parasit), adanya tempat-tempat pembiakan alamiah yang terpencar-pencar di daerah yang luas mengelilingi tempat pemukiman, adanya sumber penularan penyakit serta adanya kondisi, kebiasaan dan tindakan-tindakan penduduk yang memungkinkan terjadinya tempat-tempat biakan lainnya. Masalah-masalah fisik lainnya yang dapat mempengaruhi timbulnya beberapa penyakit menular adalah masalah air bersih, pembuangan kotoran dan sanitasi perumahan yang jelek. Pencemaran lingkungan oleh bahan buangan industri telah mulai dirasakan di kota-kota di mana terdapat pusat-pusat industri. 2. Masalah lingkungan sosial dan budaya, pengembangan kesadaran pengertian darn peran-serta masyarakat. Masalah kemiskinan yang dinyatakan oleh rendahnya tingkat pendidikan, penghasilan per kapita, produksi per kapita, konsumsi per kapita (dalam bidang sanitasi, gizi, pelayanan kesehatan dan sebagainya), dan adanya faktor-faktor tradisi yang ketat, sistim nilainilai sosial yang berlaku di tiap-tiap kelompok suku bangsa, serta kepercayaan akan takhayul merupakan faktor-faktor yang menghambat usaha-usaha menggerakkan potensi masyarakat untuk ikut berperan-serta dalam pembangunan kesehatan. Masalah lingkungan sosial lainnya yang dirasakan sebagai hambatan kearah tercapainya tujuan program kesehatan, adalah kekurangan-kekurangan dalam sis- 90 tem pelayanan melalui Puskesmas dan Rumah Sakit, dan belum dijalinnya kerjasama yang mantap antara Pemerintah dan sektor swasta dalam segi teknis maupun administratip. 3. Masalah peranan wanita dalam pembangunan. Terbatasnya pendidikan dan kurangnya ketrampilan dasar yang dimiliki kaum wanita pada umumnya menyebabkan kurangnya ketrampilan dan kesadaran akan manfaat pemeliharaan kesehatan. Kekurangan pengetahuan tersebut menyebabkan tidak dapat terselenggaranya pemeliharaan kesehatan anak dan keluarga sebagaimana mestinya termasuk pula tidak terpenuhinya kebutuhan gizi terutama untuk anak-anak BALITA. Keadaan tersebut mempengaruhi taraf kesehatan keluarga, juga mempengaruhi pertumbuhan jasmani maupun kemampuan rokhani anak di masa depan. Kecuali itu kurangnya pengetahuan mengenai kesehatan, kesehatan lingkungan dan gizi menyebabkan pula tingkat kematian bayi yang tinggi bahkan menimbulkan kemungkinan lahirnya bayi yang lemah jasmani dan rokhaninya. 4. Masalah gangguan terhadap status kesehatan masyarakat. Mengingat keadaan lingkungan seperti yang telah dikemukakan, terutama di daerah pedesaan terdapat berbagai penyakit menular yang angka kesakitannya tinggi, seperti penyakit kulit, penyakit kolera, tipus, penyakit cacing dan penyakit saluran pencernaan lainnya serta penyakit mata. Terdapat pula berbagai penyakit yang ditularkan melalui nyamuk, seperti malaria, demam berdarah dan kaki gajah (filariasis); juga terdapat penyakit-penyakit yang sumber penularan masih banyak terdapat di Indonesia, seperti TBC paru-paru, penyakit saluran pernafasan lainnya yang akut. Penyakit kejang-kejang (tetanus), batuk rejan (pertusis) dan dipteria angka kesakitannya masih cukup tinggi. Kecelakaan lalu-lintas juga mengambil korban jiwa yang besar. Untuk kelahiran kematian kematian tahun pertama Repelita III (1979) diperhitungkan angka kasar adalah kurang lebih 36 per 1.000 penduduk, angka kasar adalah sebesar 16 per 1.000 penduduk dan angka bayi adalah 100 per 1.000 kelahiran bayi hidup; sedangkan angka kesakitan per 1.000 penduduk pada suatu waktu adalah sekitar 50, diperkirakan dalam waktu-waktu mendatang angka ini akan lebih menurun. Kurang lebih sepertiga anak-anak BALITA diduga menderita Kurang Kalori Protein (KKP) dalam berbagai tingkat, kekurangan Vitamin A dan anemia gizi besi. Sebagian dari anak-anak BALITA berada pada tingkat kebutaan akibat kekurangan vitamin A. Di kalangan wanita hamil dan menyusui umumnya dijumpai kekurangan zat besi dalam bentuk anemia gizi besi; di samping itu ada pula yang menderita KKP. Penyakit gondok endemik akibat kekurangan yodium diderita oleh anak-anak dan dewasa, terutama yang tinggal di daerah pegunungan. Akibat dari kekurangan yodium ini ada di antaranya telah menderita cacat fisik, mental, dan tunarungu-bicara. 5. Masalah Pelayanan Kesehatan. Dewasa ini tiap kecamatan paling sedikit sudah mempunyai sebuah Puskesmas. Dirasakan bahwa penyebaran pelayanan kesehatan belum merata sampai ke pelosok-pelosok, dan Puskesmas itu sendiri di berbagai tempat digunakan di bawah kemampuannya. Di samping itu sistem pelayanan kesehatan yang terpadu dan bermutu belum dapat dilaksanakan seperti yang diharapkan. Pada tahun 1978 sekitar 13% dari keseluruhan Puskesmas yang ada belum mempunyai dokter. Umumnya pencakupan Puskesmas meliputi luas daerah dengan garis tengah 5 km, yang meliputi kurang dari 25% penduduk. Pada umumnya sekitar 50% penduduk yang sakit mencari pengobatan dan dari yang mencari pengobatan hanya sekitar 20% yang dilayani oleh fasilitas-fasilitas dan sistem pelayanan umum melalui Puskesmas. Masalah rendahnya penggunaan Puskesmas berhubungan erat antara lain dengan tersedianya tenaga Puskesmas, obat-obatan yang diperlukan, letak geografis Puskesmas terhadap tempat konsentrasi penduduk, masalah tarif dan pembayaran-pembayaran lainnya dan pelayanan-pelayanan oleh dukun di lain fihak. Sebagian besar Rumah Sakit Kabupaten belum mempunyai tenaga ahli, sarana tempat kerja, sarana penunjang lainnya dan cara pengelolaan yang belum memadai dengan tingkat Rumah Sakit kelas C. 92 Pada umumnya dirasakan bahwa sistem pelayanan kesehatan Puskesmas rumah sakit dan rujukannya, belum dapat memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat yang ada. 6. Masalah Tenaga Kesehatan. Masalah-masalah dalam pengembangan tenaga kesehatan pada umumnya adalah sebagai berikut : a. Kebijaksanaan pengembangan tenaga kesehatan dirasakan masih belum mantap. Masih sering terdapat kurangnya kordinasi di antara komponen-komponen dalam proses pengembangan tenaga kesehatan, yaitu perencanaan, pendidikan dan latihan, serta penggunaan tenaga kesehatan. b. Fasilitas-fasilitas pendidikan tenaga kesehatan dirasakan masih kurang memadai sesuai dengan kebutuhan yang makin meningkat. c. Sistem pengelolaan kesehatan yang baru dirintis belum sepenuhnya memungkinkan pembinaan tenaga kesehatan yang berdasarkan sistem karier dan prestasi kerja. Dalam Repelita III diperkirakan akan tersedia tenaga kesehatan untuk program pembangunan di bidang kesehatan sejumlah sekitar 3.000 dokter, 300 dokter gigi, 200 apoteker, 1.000 sanitarian, serta 18.000 perawat kesehatan. 7.Masalah Efisiensi, Ketatalaksanaan dan Sarana Penunjang lainnya. Dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan dirasakan bahwa program-program penunjang perlu ditingkatkan, seperti usaha-usaha peningkatan efisiensi dan ketatalaksanaan bidang kesehatan, terutama sistem informasi kesehatan, perencanaan dan penilaian, pengawasan pelaksanaan, administrasi dan ketatalaksanaan materiil, sarana hukum, penelitian dan pengembangan serta peningkatan pembinaan saranasarana penunjang lainnya yang diperlukan. Salah satu sarana penunjang lainnya yang panting ialah penyediaan obat yang makin merata dalam jumlah yang memadai dan dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat luas. 93 Selama Repelita II nampak telah adanya peningkatan produksi obat-obatan baik yang dihasilkan oleh pabrik-pabrik dalam rangka PMA maupun PMDN. Produksi obat-obatan tradisional masih perlu ditingkatkan dan dikembangkan berhubung dengan masih besarnya kebutuhan tersebut dewasa ini dan dalam Repelita III nanti. Di samping itu dapat ditambahkan bahwa harga obat-obat dewasa ini masih dirasakan belum dapat terjangkau oleh masyarakat luas. III. KEBIJAKSANAAN DAN LANGKAH-LANGKAH 1. Sesuai 1dengan arah pembangunan Nasional seperti yang dikemukakan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara, maka tujuan umum pembangunan kesehatan ialah untuk mengusahakan kesempatan yang lebih luas bagi setiap penduduk untuk memperoleh derajat kesehatan yang sebaik-baiknya dengan mengusahakan pelayanan kesehatan yang lebih luas, lebih merata dan terjangkau terutama masyarakat berpenghasilan rendah baik di desa maupun di kota, serta dengan peran-serta aktif dari masyarakat. 2. Selanjutnya pembangunan kesehatan dalam Repelita III terutama diarahkan untuk tercapainya tujuan-tujuan pokok, yaitu a. Adanya pengurangan kesakitan dan akibat-akibatnya; b. Adanya peningkatan status gizi masyarakat; c. Tersedianya dan digunakannya tenaga serta sarana kesehatan lainnya secara merata, yang sejauh mungkin memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat; d. Adanya peningkatan usaha serta sarana kesehatan lingkungan yang digunakan, dipelihara dan dikembangkan oleh masyarakat; e. Adanya pengembangan kesadaran masyarakat untuk hidup sehat dan adanya peran-serta dan swadaya masyarakat untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat; dan f. Adanya perkembangan keluarga sejahtera, yaitu meningkatnya jumlah keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera. 3. Untuk tercapainya tujuan-tujuan pokok di atas, yaitu dalam rangka peningkatan taraf kesehatan rakyat, maka kegiatan dalam peningkatan pelayanan kesehatan dilakukan atas landasan kebijaksanaan umum sebagai berikut: 94 a. Pelayanan kesehatan ditujukan terutama kepada golongan masyarakat berpenghasilan rendah baik di desa maupun di kota. b. Pelayanan kesehatan diutamakan pada usaha kesehatan pencegahan dan pembinaan. c. Kegiatan-kegiatan dalam pelayanan orang sakit diutamakan pengobatan jalan. d. Sistem pelayanan kesehatan ditujukan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara merata dengan peran-serta aktif dari masyarakat, termasuk pengobatan tradisional yang telah terbukti efektif. 4. Keseluruhan pelaksanaan sistem pelayanan kesehatan dilakukan atas landasan kebijaksanaan operasional sebagai berikut : a. Pelayanan kesehatan dilakukan melalui sistem pelayanan kesehatan Puskesmas dan rujukannya. Pada akhir Repelita III diharapkan sejauh mungkin sistem tersebut telah dapat memberikan dan menyediakan pelayanan kesehatan dalam arti luas kepada masyarakat secara merata, berhasilguna dan berdaya-guna, dengan peran-serta masyarakat dan dapat diterima oleh masyarakat, yaitu agar supaya setiap orang yang membutuhkannya dapat memperolehnya dengan mudah dan agar dapat mengurangi masalah kesehatan yang ada. b. Untuk menunjang sistem pelayanan tersebut berbagai kegiatan yang diperlukan adalah sebagai berikut : Peningkatan pelayanan kesehatan, masyarakat, Peningkatan pelayanan rumah sakit, Pemberantasan penyakit yang meliputi penyakit menular dan tidak menular, Perbaikan Gizi, Peningkatan Kesehatan Lingkungan, Pengembangan Tenaga Kesehatan, Penyuluhan Kesehatan Masyarakat, Pengawasan obat, makanan dan sebagainya, Peningkatan manajemen kesehatan serta Penelitian dan Pengembangan. c. Pengembangan tenaga kesehatan yang terarah dan menyeluruh diutamakan dalam periode Repelita III mencakup tiga komponen 95 kegiatan yaitu perencanaan, pendidikan dan latihan serta penggunaan tenaga kesehatan; kegiatan ini akan lebih ditingkatkan dengan serasi. d. Pengembangan kebijaksanaan pengadaan obat-obatan yang efektif dan terarah sehingga dapat diwujudkan tersedianya obat-obatan pokok yang cukup dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat luas. Hal ini merupakan salah satu syarat mutlak bagi terselenggaranya pemerataan pelayanan kesehatan. Dalam hubungan ini akan dilakukan antara lain pembinaan dan pengarahan yang makin mantap di bidang industri obat-obatan serta penyebarannya. Dalam pada itu pengembangan dunia usaha di bidang pembuatan bahan baku obat-obatan akan digairahkan melalui berbagai macam langkah kebijaksanaan. e. Dalam rangka menggairahkan dunia usaha di bidang obat-obatan ini akan ditinjau kembali perizinan-perizinan, baik mengenai materi dan prosedur memperoleh perizinan. Materi perizinan yang sudah tidak sesuai lagi dengan tujuan kebijaksanaan akan dicabut sedangkan prosedur perizinan disederhanakan untuk mempercepat pelayanan dan memberikan kepastian bagi dunia usaha. Akan ditinjau pula pungutan-pungutan yang terkait dengan perizinan tersebut. Pungutan-pungutan yang memberatkan dunia usaha akan dihapuskan. Dengan demikian basil peninjauan perizinan-perizinan tersebut harus dapat memperlancar dan meningkatkan efisiensi pengembangan dunia usaha di bidang obat-obatan. Sementara itu makin ditingkatkan pembinaan perusahaanperusahaan milik negara di bidang obat-obatan agar perusahaan ini dikelola secara mantap sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi perusahaan yang sehat, efisien dan hemat sehingga dapat membantu meningkatkan keuangan negara serta meningkatkan mutu pelayanannya kepada masyarakat. Selanjutnya perusahaan negara sebagai unsur aparatur negara, ia harus pula secara aktif ikut mengamankan program kebijaksanaan Pemerintah di bidang stabilitas ekonomi dan di bidang pengembangan dunia usaha golong- 96 an ekonomi lemah serta di bidang-bidang kebijaksanaan ekonomi lainnya. f. Sistem pelayanan kesehatan tersebut perlu ditunjang oleh aparatur pelaksanaan yang mampu, bersih, berwibawa dan penuh pengabdian kepada tugasnya, di samping adanya struktur organisasi dan tatalaksana yang memadai sesuai dengan keperluan yang ada. Dalam hubungan ini akan dilanjutkan penertiban aparatur pelaksana sistem pelayanan kesehatan dan akan makin ditingkatkan dan dimantapkan pelaksanaan pengawasan baik pengawasan fungsional maupun pengawasan pimpinan terhadap bawahan dalam pelaksanaan tugasnya. Mengingat perkembangan dan kemampuan daerah, disentralisasi usaha kesehatan akan dilaksanakan secara bertahap. Sesuai keadaan, yang ada perlu dilakukan kegiatankegiatan yang berdasarkan azas dekonsentrasi atau azas perbantuan. Keserasian antara kegiatan Pembangunan Pusat dan Daerah, antara program kesehatan dengan sektor pembangunan lainnya akan lebih ditingkatkan. Demikian pula sistem informasi pengelolaan kesehatan akan lebih ditingkatkan. PROGRAM-PROGRAM DAN SASARAN Program-program pembangunan kesehatan dalam Repelita III adalah merupakan usaha yang menyeluruh dan terpadu untuk memanfaatkan sarana-sarana yang terbatas dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah dikemukakan di atas dimaksudkan sebagai pedoman umum untuk melaksanakan program-program pembangunan di bidang kesehatan. 1. Program Pelayanan Kesehatan. Agar supaya usaha peningkatan pelayanan kesehatan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, maka seluruh kegiatan dan sarana pelayanan kesehatan diusahakan untuk berada dalam suatu sistem pelayanan kesehatan yang efektif dan serasi. Pelaksanaan sistem pelayanan kesehatan tersebut, akan dilakukan terutama melalui sistem rujukan yang timbal balik antara masyarakat, Puskesmas, Rumah Sakit di semua tingkat. 97 Pelayanan kesehatan masyarakat akan ditingkatkan melalui pendekatan dan usaha-usaha sebagai berikut : a Pemerataan pelayanan kesehatan ditujukan sampai ke desa-desa. Untuk ini secara bertahap diperlukan pembangunan Puskesmas baru dan Puskesmas Pembantu. b, Peningkatan fungsi Puskesmas dengan meningkatkan usaha-usaha kesehatan. Untuk ini kemampuan tenaga yang bekerja di Puskesmas perlu ditingkatkan, dengan mengingat jenis dan jumlah pelayanan yang perlu dilakukan, serta luas dan keadaan wilayah kerjanya. c. Pengadaan peralatan dan obat-obatan sesuai dengan kebutuhan, serta pendaya-gunaannya akan terus ditingkatkan. d. Sistem rujukan lebih diperkuat dengan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan disetiap tingkat sampai ke tingkat desa dan meningkatkan fasilitas komunikasi yang diperlukan. e. Meningkatkan pengelolaan unit-unit pelaksana pelayanan kesehatan baik dalam bidang teknis maupun administratif. f. Dalam melaksanakan pembangunan kesehatan masyarakat desa (PKMD) peran-serta masyarakat ditingkatkan, sehingga memperluas jangkauan pelayanan kesehatan dalam rangka meningkatkan mutu hidup serta kesejahteraan keluarga. Dalam mengembangkan PKMD tersebut, kerja-sama dengan sektor lain termasuk swasta, perlu terus-menerus ditingkatkan. Usaha swadaya masyarakat dalam bidang kesehatan meliputi antara lain pengadaan promotor kesehatan desa atau tenaga sejenis, dan nasehat serta lain-lain kegiatan pembangunan yang menunjang peningkatan taraf kesehatan dan kecerdasan rakyat. Program pelayanan kesehatan masyarakat terutama meliputi kegiatan-kegiatan pengembangan Puskesmas, pembangunan kesehatan masyarakat desa, kesehatan gigi, pelayanan laboratorium dan pelayanan kesehatan Rumah Sakit. Kegiatan-kegiatan lainnya yang juga menunjang sistem pelayanan kesehatan masyarakat dimasukkan dalam berbagai program kesehatan lainnya. 98 (1) Puskesmas. Dalam Repelita III direncanakan adanya peningkatan fungsi Puskesmas melalui peningkatan fasilitas medis dan tenaga, dalam rangka meluaskan jangkauan pelayanan Puskesmas. Hal ini mengingat bahwa fungsi pokok Puskesmas pada dasarnya ialah : Pertama, melaksanakan usaha kesehatan d a l a m rangka meningkatkan status kesehatan masyarakat dan mengurangi angka kesakitan. Kedua, membina masyarakat di wilayah kerjanya untuk berperanserta secara aktif dalam usaha kesehatan, serta memberi pengayoman terhadap usaha-usaha kesehatan yang dilakukan oleh masyarakat. Direncanakan bahwa pada akhir Repelita III, Puskesmas-Puskesmas telah dapat meningkatkan fungsinya yang mengarah kepada dua belas jenis usaha kesehatan. Ke dua belas usaha tersebut adalah: pengobatan, kesejahteraan ibu dan anak & keluarga berencana, pemberantasan penyakit menular, hygiene sanitasi, penyuluhan kesehatan masyarakat, perawatan kesehatan masyarakat, pencatatan dan pelaporan, peningkatan gizi, kesehatan sekolah, kesehatan gigi, kesehatan jiwa serta laboratorium sederhana. Dalam Repelita III kecamatan dengan penduduk lebih dari 30.000 orang atau kecamatan yang wilayahnya cukup luas, direncanakan akan ditambah dengan Puskesmas baru. Dalam Repelita III setiap Balai Pengobatan atau Balai Kesejahteraan Ibu dan Anak secara administratif telah menjadi bagian integral dari Puskesmas dan disebut Puskesmas Pembantu. Dalam rangka pemerataan pelayanan kesehatan di desa dan penduduk berpenghasilan rendah, dengan mempertimbangkan adanya usaha pelayanan kesehatan swasta, maka setiap Puskesmas ditunjang dengan dua sampai lima Puskesmas Pembantu yang bersifat serba guna dan sederhana, dengan tenaga seorang perawat kesehatan dan seorang tenaga pembantu. Di samping itu akan dikembangkan pula Pos-pos Kesehatan dengan swadaya masyarakat. Sesuai dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut di atas direncanakan dalam Repelita III akan dibangun sekitar 800 Puskesmas baru dan Puskesmas Pembantu menurut keperluan. Untuk melaksanakan fungsi-fungsi Puskesmas dengan sebaik-baiknya, diperlukan berbagai jenis tenaga kesehatan. Direncanakan bah- 99 wa pada akhir Repelita III, setiap Puskesmas telah mempunyai sejumlah tenaga kesehatan yang dapat melaksanakan fungsi Puskesmas tersebut sesuai dengan yang dibutuhkan. Tenaga perawat dan bidan yang ada akan dilatih kembali sehingga menjadi tenaga perawat kesehatan yang bersifat serba guna, sehingga khususnya pada setiap Puskesmas Pembantu, tenaga tersebut akan dapat melaksanakan sebagian dari usaha kesehatan pokok secara menyeluruh, baik pengobatan, pencegahan maupun pemulihan kesehatan. Untuk meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan tenaga Puskesmas, secara berkala diusahakan pengiriman bahan-bahan informasi ilmiah dan umum, terutama yang berkaitan dengan program. Juga pelaksanaan peraturan penempatan tenaga Puskesmas dilakukan secara lebih tertib. Di samping itu pengobatan jalan dan perawatan penderita sebagai kegiatan dari Puskesmas akan makin dikembangkan. Pengobatan jalan dan perawatan bertujuan untuk menentukan diagnosa dini, memberikan pengobatan dan perawatan kepada orang sakit untuk mengurangi penderitaan dan mencegah terjadinya cacat atau kematian. Dengan demikian dapat dilakukan pengobatan dan perawatan terhadap penyakit-penyakit yang tidak memerlukan keahlian, oleh tenaga-tenaga bukan dokter ahli. Pada akhir Repelita III pelayanan pengobatan diharapkan dapat ditingkatkan dari 20% menjadi 40% penderita yang membutuhkan pengobatan. Mutu pelayanan pengobatan baik yang meliputi cara, tenaga maupun sarananya akan terus ditingkatkan. Selanjutnya pelayanan kesehatan mata akan ditingkatkan melalui penataran perawat Puskesmas dan dengan memperluas sistem rujukan dengan memanfaatkan dokter ahli mata untuk memberikan pelayanan keliling di Puskesmas den rumah sakit tertentu. Selain itu akan terus diusahakan untuk melengkapi sarana/peralatan Puskesmas yang telah ada. (2) Kesejahteraan Ibu dan Anak. Dalam Repelita III pelayanan kesehatan terhadap Ibu dan Anak serta pelayanan medis keluarga berencana ditingkatkan dengan meningkatkan peran-serta masyarakat, khususnya para ibu dalam melakukan antara lain, penimbangan berkala bayi dan anak di desa-desa 100 serta perawatan kesehatan keluarga di rumah-rumah. Akan dikembangkan cars perawatan dan pemberian makanan tambahan anakanak yang menderita kekurangan gizi tingkat gizi-buruk dalam kaitannya dengan Usaha Perbaikan Gizi Keluarga. Penyuluhan gizi dan bi1a perlu dengan pemberian makanan tambahan khususnya kepada para ibu, akan ditingkatkan. Tenaga kesehatan tradisional dimanfaatkan dengan memberi kursus-kursus dan bimbingan teknis antara lain kepada dukun bayi. Pembinaan keluarga diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga tersebut, yang meliputi segi fisik maupun mental. Tujuan pelayanan kesehatan ibu dan anak adalah : (i) menurunkan angka kesakitan dan kematian dui ibu, bayi dan anak. (ii) meningkatkan jangkauan pelayanan/pemeriksaan ibu hamil, ibu nifas dan ibu meneteki, bayi dari 23% menjadi 50% dan anak pra sekolah dari 5% menjadi 30% pada akhir Repelita III. (iii) mencapai 13,5 juta pasangan usia subur peserta Baru keluarga berencana dan 9,5 juta pasangan usia subur peserta lestari. (iv) meningkatkan pencakupan pertolongan persalinan oleh tenaga terlatih, termasuk dukun bayi terlatih dari 21% menjadi 50% pada akhir Repelita III. (3) Usaha Kesehatan Sekolah. Melalui Usaha Kesehatan Sekolah diharapkan angka kesakitan anak sekolah dapat dikurangi, dan pencakupan pelayanan kesehatan terhadap anak sekolah dapat ditingkatkan sehingga dicapai anak didik yang sehat. Pada akhir Repelita III diharapkan usaha ini dapat mencakup sekitar 30.000 sekolah dasar, sehingga kumulatif akan dicakup sekitar 90.000 sekolah dasar, 10.000 sekolah lanjutan pertama dan 5.000 sekolah lanjutan atas. Dalam rangka mencapai tujuan usaha tersebut, kegiatan pelayanan yang dilakukan adalah : (i) menemukan kelainan secara dini dan pengobatan sementara yang dilakukan oleh guru sekolah, yang telah mendapatkan pendidikan dan latihan untuk itu, 101 (ii) menemukan anak luar biasa di antara anak sekolah yang dicakup, dan (iii) kunjungan secara berkala ke sekolah oleh perawat kesehatan dari Puskesmas untuk memberikan immunisasi, penyuluhan kesehatan dan pengawasan lingkungan sekolah: Untuk menunjang kegiatan usaha kesehatan sekolah tersebut, kegiatan kesehatan olah raga bagi anak sekolah ditingkatkan dengan menyediakan fasilitas latihan dan laboratorium-laboratorium pusat kesehatan olah raga. (4) Perawatan Kesehatan Masyarakat. Dalam kegiatan perawatan kesehatan masyarakat diharapkan keluarga sebagai kesatuan yang terkecil dalam masyarakat akan mendapatkan perawatan, pelayanan dan bimbingan dalam bidang kesehatan. Sasaran dari kegiatan tersebut meliputi keluarga dan golongangolongan khusus dan pada akhir Repelita III diharapkan setiap Puskesmas telah dapat melaksanakan kegiatan perawatan kesehatan masyarakat tersebut dengan mengadakan pembinaan terhadap keluarga-keluarga dan golongan-golongan khusus yang sangat memerlukan. Kegiatan perawatan kesehatan masyarakat tersebut meliputi : pemberian bimbingan kesehatan secara intensif kepada individu/keluarga, pemberian pelayanan perawatan dan tindak lanjutnya kepada individu/keluarga di rumah, dalam rangka pelayanan kesehatan paripurna di dalam menunjang kegiatan pelayanan kesehatan Ibu dan Anak, keluarga berencana dan kegiatan pengobatan; mengadakan kunjungan berkala kepada kelompok-kelompok sosial khusus dalam rangka pengawasan dan bimbingan kesehatan. Untuk memungkinkan turut sertanya wanita dalam pembangunan kesehatan akan dimanfaatkan sarana-sarana pelayanan kesehatan seperti KIA, PUSKESMAS dan lain sebagainya. Dalam hubungan ini kaum wanita akan diikutsertakan dalam mengembangkan berbagai kegiatan pembangunan kesehatan terutama dalam lapangan pembinaan kesehatan masyarakat desa, peningkatan keadaan gizi terutama untuk anak-anak di bawah umur lima tahun, dan lain sebagainya. 102 (5) Kesehatan Gigi. Usaha kesehatan gigi ditujukan untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat, terutama melalui pemerataan dan peningkatan pelayanan kesehatan gigi. Langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut ditempuh melalui berbagai kegiatan : (i) Meningkatkan pelayanan di Puskesmas, yang meliputi usaha penyebaran dokter gigi di Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II guna mengkordinir dan pengawasan usaha kesehatan gigi di Puskesmas, menyediakan fasilitas dan tenaga perawat gigi di 1.250 Puskesmas yang saat ini belum mempunyai fasilitas tersebut, meningkatkan usaha kesehatan gigi sekolah selektip, di samping usaha penyuluhan/pencegahan penyakit gigi melalui integrasi dengan UKS, dan mengadakan peningkatan kesehatan gigi dan mulut dengan mengembangkan kebiasaan yang positif pada keluarga termasuk anak-anak. (ii) Peningkatan pelayanan di Rumah Sakit yang meliputi usaha menyediakan fasilitas kerja dan tenaga dokter gigi di 104 RSU kelas D yang belum mempunyai fasilitas tersebut, menyediakan peralatan serta meningkatkan kemampuan dokter gigi di bidang bedah mulut sederhana pada RSU kelas C, menyediakan pelayanan bedah mulut di RSU kelas B dengan memperhitungkan penyediaan dokter ahli bedah mulut untuk pelayanan tersebut, menyediakan fasilitas untuk menghasilkan gigi buatan di RSU kelas B dan C, termasuk penempatan tenaga pengatur teknik gigi. (iii) Kegiatan tersebut di atas perlu ditunjang antara lain dengan menyediakan dan meningkatkan berbagai tenaga yang diperlukan, dan pengumpulan serta pengolahan data riwayat penyebaran penyakit gigi dan mulut. (6) Kesehatan Jiwa. Dalam rangka peningkatan dan pemerataan, pelayanan kesehatan jiwa akan dilaksanakan usaha-usaha penyediaan sarana pelayanan termasuk penunjangnya di tempat-tempat yang belum ada, penam- 103 bahan dan penyebaran tenaga kesehatan jiwa, integrasi pelayanan kesehatan jiwa di Puskesmas dan RSU. Langkah-langkah tersebut baik yang bersifat pemerataan ataupun peningkatan pelayanan antara lain mencakup kegiatan-kegiatan : (i) menyediakan unit pelayanan kesehatan jiwa di RSU Propinsi/ Kabupaten/Kotamadya, secara bertahap berdasarkan kemampuan pembinaan oleh dokter ahli jiwa dan adanya dokter umum yang berminat untuk diberi pendidikan tambahan dan melaksanakan pelayanan kesehatan jiwa; (ii) pembangunan barn RS Jiwa di Propinsi yang belum mempunyai RS Jiwa sesuai dengan kebutuhan; (iii) meningkatkan serta mengembangkan kemampuan pelayanan kesehatan jiwa (pengobatan, pemulihan, pembinaan dan pencegahan) di RS Jiwa dan RSU; (iv) menyelenggarakan integrasi pelayanan kesehatan jiwa ke dalam Puskesmas; (v) menambah unit pelayanan khusus dibeberapa RS Jiwa antara lain untuk penanggulangan korban penyalahgunaan/ketergantungan obat serta kenakalan remaja di daerah perkotaan di mana terdapat banyak kasus tersebut, dan lain-lain. Kegiatan tersebut ,di atas masih perlu ditunjang dengan kerja sama inter-departemental, inter-sektoral dan peran serta masyarakat untuk menjamin kelancaran pelaksanaan kegiatan. Di samping itu diperlukan peningkatan pengetahuan serta penambahan tenaga medis, para-medis dan non-medis sesuai keperluan, di samping perlunya peningkatan/ pengembangan sistem pencatatan dan pelaporan, data pengobatan percobaan dan data riwayat penyebaran penyakit kejiwaan yang memadai, untuk menunjang kemantapan pelayanan. (7) Pelayanan Laboratorium. Tujuan dari pelayanan laboratorium adalah untuk meningkatkan kemampuan pelayanan laboratorium kesehatan di tingkat Propinsi, Kabupaten dan Puskesmas dalam rangka menunjang pelayanan kesehatan. Langkah-langkah untuk mencapai tujuan usaha pelayanan laboratorium kesehatan tersebut meliputi : 104 (i) mengembangkan sarana fisik, peralatan medis, dan bahan-bahan kimia sesuai perkembangan kebutuhan dan permintaan di bidang laboratorium, (ii) peningkatan kwantitas dan kwalitas tenaga teknis di 26 laboratorium kesehatan untuk meningkatkan kemampuan pemeriksaan mikrobiologis terutama bakteriologi air dan air buangan, pemeriksaan kimia terutama kimia air dan air buangan, pemeriksaan penyakit terutama pemeriksaan patologi klinik; (iii) peningkatan kemampuan pemeriksaan di 6 laboratorium kesehatan kelas A di bidang pemeriksaan virus, racun, immunologi terutama untuk demam berdarah (DHF) dan penyakit hati (hepatitis), dan (iv) pemerataan pemeriksaan pelayanan laboratorium melalui pembinaan laboratorium di tingkat Kabupaten dan Kotamadya dan Puskesmas serta pembangunan unit barn laboratorium Kabupaten/Kotamadya di 62 RSU kelas C. Kegiatan di atas perlu ditunjang dengan mengusahakan pembakuan metode-metode pemeriksaan dan pengawasan mutu laboratorium, penyebaran pengetahuan dan metodologi laboratorium kepada semua tingkat laboratorium, pemantapan pelaksanaan fungsionalisasi laboratorium, pelayanan rujukan sediaan laboratorium untuk saling uji dan konsultasi. Jenis-jenis tenaga laboratorium yang dibutuhkan adalah sebagai berikut : pada laboratorium kesehatan kelas A, sarjana kedokteran, kimia, farmasi, biologi dan lulusan akademi analis; pada laboratorium Kabupaten/Kotamadya, tenaga analis; pada laboratorium Puskesmas tenaga yang dibutuhkan adalah tenaga perawat kesehatan yang telah mendapatkan latihan khusus. (8) Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD). Tujuan dari PKMD ialah untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan usaha-usaha swadaya masyarakat yang merupakan bagian integral dari pembangunan desa secara keseluruhan dalam meningkatkan mutu hidup dan kesejahteraan masyarakat. Dengan 105 peran-serta masyarakat melalui PKMD diharapkan fasilitas pelayanan kesehatan yang telah disediakan oleh Pemerintah dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai pusat rujukan. Jangkauan pelayanan kesehatan akan lebih luas dengan kegiatan peran-serta masyarakat melalui PKMD dalam bentuk kegiatan promotor kesehatan desa sukarelawan atau tenaga sejenis, dana sehat, dan lain-lain. Kegiatan swadaya masyarakat dalam PKMD dibimbing, dibantu dan diawasi oleh tenaga perawat kesehatan yang berkedudukan di Puskesmas, maupun di Puskesmas Pembantu, dan staf tingkat kecamatan dari sektor-sektor yang bersangkutan dalam pembangunan desa. Mengingat keadaan dan kemampuan daerah, direncanakan seorang perawat kesehatan bertanggung jawab untuk 2.500 sampai 10.000 penduduk, serta membimbing dan mengawasi 20 sampai 60 prokesa dalam bidang teknis pelayanan kesehatan. Pada akhir Repelita III diharapkan bahwa tiap Propinsi telah dimulai mengembangkan kegiatan PKMD di daerahnya. (9) Peningkatan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit. Dalam Repelita II telah banyak usaha-usaha peningkatan pelayanan kesehatan melalui rumah sakit, namun masih banyak pula hal-hal yang masih perlu ditingkatkan dan disempurnakan sehingga sasaran untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dapat tercapai. Di dalam Repelita III tujuan pokok peningkatan dan pemerataan pelayanan kesehatan melalui Rumah Sakit akan dicapai melalui usaha-usaha peningkatan mutu tenaga, pemantapan pengelolaan dan penggunaan tenaga, peningkatan RS Pendidikan, penyebaran dokter ahli, pemantapan sistem rujukan, peningkatan jumlah dan penggunaan tempat tidur, pemantapan pengelolaan dan struktur organisasi serta peningkatan sarana penunjang seperti penyediaan obat-obatan, gedung dan peralatan baik medis maupun non medis serta peningkatan pembinaan dan bantuan kepada RS Swasta. Usaha-usaha untuk pemerataan pelayanan rumah sakit meliputi berbagai kegiatan sebagai berikut: 106 Pertama, pembangunan baru dan rehabilitasi RSU di Kabupaten/ Kotamadya dengan memperhatikan faktor kepadatan penduduk, keadaan geografis, pola angka kesakitan dan kebutuhan dari masyarakat setempat. Kedua, penempatan dokter ahli bedah, dokter ahli kandungan, dokter anak-anak dan dokter ahli penyakit dalam di 129 RSU, di antaranya dalam rangka peningkatan 62 RSU klas D menjadi klas C. Langkah-langkah untuk pemerataan dokter ahli ini akan ditangani secara inter-departemental mengingat tanggung jawab pendidikan calon dokter ahli adalah pada Departemen P & K, serta penggunaan dokter ahli selain untuk pelayanan di rumah sakit, juga sebagai tenaga pendidik dari Departemen P & K. Langkah-langkah ini mengikut sertakan pula ikatan-ikatan profesi yang ada dan fihak swasta. Di samping itu jumlah rumah sakit yang dimanfaatkan untuk pendidikan calon dokter ahli pada saat ini masih belum mencukupi, sehingga dipandang perlu untuk meningkatkan/mengembangkan beberapa RS Klas B agar dapat pula dimanfaatkan sebagai tempat pendidikan tersebut secara memadai. Ketiga, penataan sistem rujukan yang akan lebih dimantapkan, yang meliputi berbagai kegiatan sebagai berikut : pemantapan regionalisasi pelayanan RS Klas A dan Klas B; dan penetapan pusat-pusat pelayanan sub-keahlian. Seperti diketahui pelayanan sub-keahlian selain memerlukan sarana peralatan yang mahal juga perlu disertai dengan penyediaan tenaga yang memadai, yang pada saat ini masih terbatas jumlahnya, di samping pengalaman menunjukkan bahwa pelayanan sub-keahlian memerlukan biaya operasional yang tinggi. Dengan adanya sentralisasi pelayanan keahlian hanya di beberapa unit pelayanan saja, maka diharapkan penggunaan biaya secara berlebihan dapat diatasi, dan kebutuhan masyarakat yang memerlukan pelayanan keahlian dapat pula dipenuhi. Selain itu peranan rumah sakit swasta akan ditingkatkan dan dibina sehingga kegiatan rumahrumah sakit swasta ini dapat saling mengisi dan melengkapi dengan kegiatan-kegiatan rumah-rumah sakit pemerintah. Dalam rangka peningkatan pelayanan rumah sakit, akan dilakukan berbagai kegiatan antara lain sebagai berikut : 107 (i) Meningkatkan penggunaan tempat tidur di rumah sakit terutama dengan mengusahakan bantuan biaya obat-obatan dan lauk pauk untuk rumah sakit milik Pemerintah Daerah, di samping mengusahakan bantuan untuk rehabilitasi dan renovasi sarana. (ii) Meningkatkan kwalitas pelayanan rumah sakit kelas B yang sekarang dimiliki oleh Pemerintah Daerah Otonom yang dimanfaatkan juga untuk pendidikan calon dokter. Untuk ini dipandang perlu untuk memantapkan status pengelolaan rumah-rumah sakit semacam itu. (iii) Mengembangkan kegiatan pelayanan rehabilitasi medik melalui pembentukan unit rehabilitasi preventif di setiap RSU klas A. klas B dan klas C. (iv) Mengembangkan pelayanan medis keluarga berencana dan pelayanan gizi di rumah sakit. (v) Memanfaatkan rumah sakit pendidikan dan menambah unit pelayanan khusus antara lain untuk penanggulangan korban penyalah-gunaan/ketergantungan obat serta kenakalan remaja. Kegiatan pemerataan dan peningkatan pelayanan rumah sakit tersebut perlu disertai dengan kegiatan penunjang di berbagai segi antara lain dengan : (a) Meningkatkan sistem pelayanan rumah sakit dan pengembangan pencatatan medik di rumah sakit, serta penyempurnaan pelaporan rumah sakit. (b) Menyusun standarisasi organisasi, ketenagaan serta sarana peralatan serta menyusun standardisasi pelayanan medis, umum, pelayanan medis keahlian, pelayanan medis sub-keahlian, dan satuan-satuan biaya yang diperlukan. (c) Menyusun pedoman perawatan umum dan keahlian serta pedoman tentang pelaksanaan rujukan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan yang ada. (d) Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan tenaga medis, paramedis, non medis dengan mengadakan penataran dalam bidang manajemen/administrasi, ICCU, PRU, pencatatan medik, radiologi, pengujian kesehatan. 108 (e) Menyusun ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan kedokteran sosial misalnya tentang pengujian kesehatan pegawai, asuransi kesehatan, jasa raharja/kecelakaan, pelayanan terhadap orang tidak mampu, pelayanan untuk cacad veteran, pelayanan rehabilitasi veteran, pelayanan kecelakaan kerja. Juga akan diusahakan penataan pelayanan pengobatan tradisional di RS. (f) Meningkatkan fasilitas pemeliharaan dan peralatan medik dan alat-alat elektronik kedokteran (elektro-medik) berdasarkan wilayah, serta kesehatan lainnya. (g) Meningkatkan penyediaan obat-obatan dalam jumlah yang memadai dan dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat luas. 2. Program Pemberantasan Penyakit Menular Usaha Pemberantasan Penyakit Menular, pada dasarnya merupakan kelanjutan dari usaha-usaha yang telah dilakukan dalam Repelita II. Tujuan pemberantasan penyakit menular dalam Repelita III adalah menurunkan angka kesakitan, angka kematian atau jumlah penderita sakit dan akibat-akibatnya yang mempengaruhi status kesehatan masyarakat. Dalam menentukan penyakit mana yang akan diberantas, dipertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut : angka kesakitan atau angka kematian yang tinggi (termasuk yang bisa timbul sebagai wabah), menyerang terutama golongan anak-anak dan golongan usia produktif, menyerang terutama penduduk di daerah pedesaan atau penduduk yang berpenghasilan rendah di daerah perkotaan, menyerang terutama daerah-daerah pembangunan ekonomi, adanya metodologi yang berdaya-guna dan berhasil-guna untuk memberantas penyakit tersebut, serta adanya ikatan perjanjian dengan luar negeri (International Health Regulation), Undang-undang Wabah dan Karantina. Kegiatan pemberantasan penyakit menular sejauh mungkin diintegrasikan dalam sistem pelayanan kesehatan (pemberian kekebalan, pengamatan penyakit, pengobatan di Puskesmas dan lapangan, dan 109 pencarian penderita). Beberapa hal yang masih memerlukan tindakan khusus (antara lain penyemprotan, pengobatan massal dan penanggulangan kejadian luar biasa/wabah) akan dilaksanakan oleh tim dari Kabupaten dengan mengikut sertakan Puskesmas yang bersangkutan sejak dari tahap perencanaan. Melalui program PKMD dimanfaatkan peran-serta masyarakat untuk menunjang kegiatan tersebut. Cara pelaksanaan pemberantasan penyakit menular dilakukan antara lain dengan menghilangkan sumber/pembawa penyakit, memperbaiki lingkungan, mencegah hubungan dengan penyebab penyakit atau memberikan kekebalan (immunisasi) kepada penduduk. a. Pemberantasan penyakit malaria. Kegiatan pemberantasan akan diperluas secara terbatas ke luar Jawa-Bali. Hal ini sehubungan dengan perkembangan pembangunan ekonomi yang akan meluas ke daerah luar Jawa, serta adanya peningkatan transmigrasi dan pemukiman kembali serta juga untuk melindungi hasil pemberantasan malaria selama Repelita II di JawaBali dari re-infeksi. Selama Repelita III, direncanakan kegiatan penyemprotan dilakukan terhadap sekitar 16,5 juta rumah-rumah dengan DDT serta 2,5 juta rumah dengan Fenitrothion, dan pengobatan 54 juta penderita/tersangka malaria. Pada akhir Repelita III diharapkan angka kesakitan di Jawa dan Bali pada daerah dengan jumlah penderita malaria yang tinggi menjadi 7,5%o, sedang pada daerah dengan jumlah penderita yang rendah menjadi 0,1 %. Di luar Jawa dan Bali, pada daerah di mana dilakukan penyemprotan DDT dan pengobatan, diharapkan jumlah penderita (dinyatakan dengan angka parasit) menjadi 2%, sedangkan pada daerah di mana hanya dilakukan pengobatan raja, diharapkan jumlah penderita menjadi antara 5% dan 10% dari seluruh penduduk daerah tersebut. Untuk mengurangi akibat sampingan yang merugikan, penggunaan DDT akan diawasi dan dikendalikan dengan seksama. Di samping itu, diusahakan secara berangsur-angsur penggunaan DDT atau obat-obat sejenis yang tahan blank akan diganti dengan obatobatan lain yang dapat lapuk dengan cepat. 110 b. Immunisasi. Kegiatan immunisasi meliputi pencegahan terhadap penyakit tbc paru-paru dengan vaksinasi BCG, penyakit dipteria, kejang-kejang (tetanus), batuk rejan (pertusis) dengan vaksinasi DPT dan penyakit kejang-kejang bayi baru lahir (tetanus-neonatorum) dengan vaksinasi TFT. Direncanakan dalam Repelita III pencakupan immunisasi terhadap bayi berumur 3 — 14 bulan, anak Sekolah Dasar dan ibu hamil akan berkisar antara 40---70%. Diharapkan pada akhir Repelita III angka kesakitan/kematian akibat penyakit dipteria dan tetanus akan turun sekitar 70%. Angka kesakitan dan kematian pertusis akan turun masing-masing sekitar 40% dan 70%. Terhadap penyakit lumpuh (poliomyelitis) akan dilakukan percobaan untuk mendapatkan dan menetapkan pola pelaksanaan vaksinasi bagi penyakit-penyakit tersebut, sedangkan terhadap penyakit campak dilakukan survai untuk mengetahui besarnya permasalahannya. Untuk menjamin keberhasilan pelaksanaan kegiatan immunisasi diperlukan pelaksanaannya secara teratur, menyeluruh diseluruh wilayah tanah air sesuai dengan keperluan, dan untuk itu akan ditingkatkan penyediaan sarana serta tersedianya vaksin yang memadai. c. Pemberantasan penyakit tbc paru-paru. Di samping vaksinasi BCG untuk pemberantasan penyakit tbc paru-paru akan ditingkatkan pengobatan terhadap penderita. Selama Repelita III akan diobati sekitar 100.000 penderita, dan pada akhir Repelita III dengan adanya berbagai usaha yang dilakukan, diharapkan angka kesakitan tbc paru turun sekitar 10% di daerah operasi. d. Pemberantasan penyakit kolera/muntah berak. Usaha pemberantasan penyakit kolera dalam jangka pendek masih tetap ditujukan untuk mencegah sejauh mungkin kematian penderita kolera/muntah berak. Untuk itu akan ditingkatkan penemuan dan pengobatan penderita sedini mungkin melalui peningkatan kewaspadaan akan timbulnya wabah (surveillance) dan penanggulangan wabah. Dalam jangka panjang pemberantasan penyakit kolera akan lebih berhasil melalui perbaikan lingkungan hidup sehat, penyediaan 111 air minum yang bersih serta pembuangan kotoran (jamban keluarga) yang memenuhi syarat kesehatan. Diharapkan dalam Repelita III jumlah kesakitan dan kematian karena kolera dan penyakit perut lainnya akan menurun dengan jumlah yang memadai. e. Pemberantasan penyakit patek (frambusia), kelamin dan kusta. Usaha pencegahan timbulnya kembali patek di Jawa — Bali terus dilaksanakan dengan cara penyelidikan setempat dan pengobatan di daerah penularan. Peningkatan usaha pemberantasan di daerah-daerah lain, secara bertahap akan dilaksanakan sehingga diharapkan pada akhir Repelita III, patek di Indonesia tidak akan menjadi masalah masyarakat lagi, seperti halnya telah tercapai di Jawa — Bali, yaitu dengan angka penderita menular 0,001%. Pemberantasan penyakit kelamin dalam Repelita III ditujukan untuk sedapatnya mempertahankan keadaan saat ini, mengingat adanya kecenderungan meningkat terus apabila dibiarkan. Usaha pemberantasan ditekankan terutama di kota-kota besar, daerah-daerah pelabuhan, pariwisata dan perdagangan, khususnya bagi kalangan penduduk yang merupakan sumber penularan penyakit. Dalam Repelita III akan dilakukan berbagai kegiatan, seperti pemeriksaan darah, pemeriksaan dengan usapan dan pengobatan pencegahan penyakit kelamin pada watunas. Pemberantasan penyakit kusta di daerah yang angka kesakitannya tinggi (Sulawesi, Maluku, Irian Jaya) akan dilakukan dengan kegiatan-kegiatan khusus. Sedangkan di daerah lainnya yang angka kesakitannya rendah dilakukan melalui pelayanan Puskesmas. Dalam Repelita III akan diadakan pengobatan penderita secara teratur terhadap sekitar 75.000 orang. f. Pemberantasan penyakit yang ditularkan melalui binatang. Di samping penyakit malaria seperti telah disebutkan di atas, maka usaha pemberantasan ditujukan pula terhadap penyakit demam berdarah (DHF), kaki gajah (filariasis), schistosomiasis dan zoonosis. Schistosomiasis adalah penyakit yang antara lain menyerang hati disebabkan oleh sejenis casing yang ditularkan oleh keong tertentu yang banyak terdapat di danau dan bendungan tertentu. Zoonosis adalah penyakit hewan yang dapat ditularkan kepada manusia. 112 Terhadap penyakit demam berdarah yang selama Repelita II telah menimbulkan wabah di beberapa Propinsi dengan angka kematian yang cukup tinggi, maka dalam Repelita III penemuan dan pengobatan penderita sedini mungkin serta pencegahan terjadinya wabah akan ditingkatkan sehingga angka kematian akan turun menjadi 3%. Kegiatan-kegiatan pemberantasan yang dilakukan untuk maksud tersebut adalah pembersihan sarang nyamuk, pembasmian jentik-jentik nyamuk (larva) dan penyemprotan. Pada Repelita III diharapkan angka kematian DHF akan terus menurun. Terhadap penyakit kaki gajah akan dilaksanakan kegiatan pemberantasan meliputi sekitar satu juta penduduk, dengan jalan mengadakan survai pendahuluan, pengobatan penderita dan pengamatan penyakit. Terhadap penyakit anjing gila (rabies) akan dilaksanakan kegiatan pemberantasan dengan jalan pemeriksaan darah, immunisasi/pengobatan serta pemeriksaan sediaan dari hewan yang menggigit. Pengawasan penyakit pes dilaksanakan dengan jalan melakukan survai binatang pengerat, pengobatan penderita/tersangka dan pengamatan penyakit pada manusia. Dalam pemberantasan penyakit cacing akan diutamakan pada pemberantasan penyakit cacing tambang dan cacing gelang dengan jalan melakukan pemeriksaan tinja, pengobatan massal dan pemeriksaan contoh tanah. Diharapkan pada Repelita III angka kesakitan penyakit cacing perut akan terus menurun, di daerah-daerah di mana diadakan kegiatan pemberantasan. g. Karantina Umum, Haji dan pengamanan kesehatan perpindahan penduduk. Dalam Repelita III di samping peningkatan kegiatan dalam bidang sanitasi pelabuhan, cara pendekatan kewaspadaan terhadap tandatanda akan timbulnya wabah penyakit akan dimantapkan pada karantina umum dan haji, untuk pencegahan ke luar masuknya penyakit menular dari dan ke wilayah Indonesia. Untuk pengamanan kesehatan perpindahan penduduk akan ditingkatkan usaha-usaha pencegah- 113 an berpindah/berjangkitnya penyakit-penyakit menular, dengan cara survai penyakit di daerah asal dan calon daerah transmigrasi serta pelaksanaan pemberantasan penyakit yang ditemukan. h. Penanggulangan wabah dan kejadian luar biasa. Untuk mengatasi dan mencegah timbulnya wabah dan kejadian luar biasa penemuan dini dan pelaporan kejadian luar biasa dengan cara meningkatkan pengamatan pada tingkat Puskesmas, serta pembentukan regu-regu gerak cepat penanggulangan wabah di tingkat Kabupaten. 3. Program Perbaikan Gizi Kekurangan gizi, dapat menyebabkan merosotnya mutu kehidupan antara lain menyebabkan angka kematian yang tinggi pada bayi dan anak-anak, terganggunya pertumbuhan badan, menurunnya daya kerja, gangguan pada perkembangan mental dan kecerdasan serta terdapatnya berbagai jenis penyakit tertentu. Keadaan ini dapat menghambat gerak pembangunan yang ada. Seperti telah dikemukakan terdahulu, berbagai tingkat keadaan gizisalah diperkirakan terdapat luas di Indonesia, terutama yang disebabkan karena : (a) kurang kalori dan protein (KKP), (b) kekurangan vitamin A, (c) anaemia gizi besi, dan (d). gondok endemik. Usaha untuk meningkatkan status gizi masyarakat .dalam jangka panjang, merupakan bagian yang menyeluruh dari usaha meningkatkan mutu kehidupan rakyat Indonesia sebagai tujuan utama pembangunan Nasional. Usaha perbaikan gizi diarahkan untuk melanjutkan dan meningkatkan usaha-usaha peningkatan status gizi masyarakat dan usaha-usaha pencegahan serta penanggulangan masalah gizi khususnya kurang kalori protein (KKP), kekurangan vitamin A, anemia gizi besi dan gondok endemik dengan peran-serta aktif masyarakat. Sasaran kelompok penduduk dari program perbaikan gizi ini adalah golongan anak-anak 0 — 6 tahun, wanita hamil, menyusui dan golongan pekerja terutama yang berpenghasilan rendah serta penduduk di daerah rawan pangan. Pencapaian sasaran ini direncanakan dapat dilaksanakan melalui berbagai kegiatan pembangunan. Langkah-langkah atau kegiatan pokok yang, akan dilakukan dalam rangka pelaksanaan program adalah sebagai berikut : 114 a. Meningkatkan mutu gizi bahan pangan yang banyak dikonsumsi rakyat antara lain dengan fortifikasi. Untuk ini peranan sektor di luar kesehatan sangat panting. b. Meningkatkan usaha pencegahan dan penanggulangan KKP. Terutama pada anak pra sekolah (0 — 6 tahun), wanita hamil, wanita menyusui dan penduduk di daerah rawan pangan dan bencana alam. Sasaran utama kegiatan ini adalah untuk menyelamatkan anak yang menderita gizi buruk dari kematian atau cacat, dan merehabilitir anak-anak yang menderita KKP tingkat ringan dan sedang. Dalam hubungan ini akan dilakukan kegiatan-kegiatan antara lain sebagai berikut: (1) Memperluas kegiatan penimbangan anak-anak 0 — 6 tahun dalam rangka Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK); (2) Meningkatkan dan memperluas UPGK yang dikaitkan dengan sektor-sektor pembangunan lain, dengan memperluas dan menyempurnakan cara-cara pemberian makanan tambahan disertai penyuluhan gizi dan sebagainya. UPGK ini dikembangkan atas dasar adanya masalah gizi, situasi, kondisi setempat dengan peran serta aktif masyarakat; (3) Memantapkan kaitan UPGK dengan program pelayanan kesehatan melalui PUSKESMAS, terutama dalam rangka usaha menyelamatkan anak-anak yang menderita gizi-buruk; dan (4) Memantapkan kebijaksanaan bantuan pangan darurat dengan mengembangkan sistem kewaspadaan (surveillance) pangan dan gizi di daerah-daerah rawan pangan. c. Meningkatkan usaha pencegahan dan penanggulangan kekurangan vitamin A pada anak-anak 0 — 6 tahun. Kegiatan ini diutamakan untuk menyelamatkan anak pra sekolah yang terancam buta, melindungi sedapat mungkin lebih dari setengah anak pra sekolah yang menderita kelainan mata dan kekurangan vitamin A dalam darah dengan pemberian vitamin A. 115 Usaha pencegahan dan penanggulangan dilakukan melalui beberapa kemungkinan antara lain : (1) paket gizi; (2) fortifikasi bahan pangan dengan vitamin A; atau (3) kombinasi (1) dan (2). d. Meningkatkan usaha pencegahan dan penanggulangan anaemia gizi besi, terutama pada wanita hamil dan golongan pekerja berpenghasilan rendah serta anak-anak 0 — 6 tahun. Sekitar 40% anak pra sekolah, 31% anak sekolah, 70% wanita hamil. dan pekerja berpenghasilan rendah menderita anaemia gizi besi yang perlu ditanggulangi. Usaha pencegahan dan penanggulangan dilakukan melalui: (1) paket gizi; (2) fortifikasi bahan pangan dengan zat besi; atau (3) kombinasi (1) dan (2). e. Meningkatkan usaha pencegahan dan penanggulangan gondok endemik pada penduduk di daerah-daerah rawan gondok. Prioritas kegiatan in} adalah untuk menyembuhkan separoh penderita gondok endemik (yaitu sekitar 6 juta penderita) dengan pemberian suntikan larutan zat yodium dalam minyak; sisa penderita dan penduduk lainnya di daerah gondok endemik dilindungi dengan pemberian garam yodium. Usaha pencegahan dan penanggulangan dilakukan melalui : (1) penyuntikan dengan larutan zat yodium; (2) yodisasi garam; atau (3) gabungan (1) dan (2). f. Meningkatkan usaha penyuluhan gizi agar dapat mencapai seluruh lapisan masyarakat seluas-luasnya guna menunjang perbaikan pangan serta usaha pencegahan dan penanggulangan masalah gizi. Usaha perbaikan gizi memerlukan pendekatan edukatif serta diutamakan penyampaian pesan-pesan yang menunjang kebijak- 116 sanaan pangan dan gizi dalam usaha perbaikan dan penanggulangan masalah gizi. Saran komunikasi massa yang telah ada akan digunakan seluas-luasnya. g. Mengembangkan dan meningkatkan pembinaan pelayanan gizi di institusi dan pemberian makanan yang memenuhi syarat gizi bagi orang banyak. Prioritas pembinaan ini diberikan kepada pengembangan unit gizi di rumah-rumah sakit Propinsi dan Kabupaten. Keperluan penyelenggaraan makanan massal (antara lain di pabrik-pabrik/perusahaan karena tumbuhnya industri, panti asuhan, dan asrama jemaah haji) dirasakan akan meningkat, oleh karena itu kegiatan ini akan dibina dengan seksama. h. Meningkatkan pengadaan tenaga gizi sesuai keperluan yang ada serta meningkatkan dan mengembangkan penelitian pangan dan gizi. Penelitian untuk mencari faktor-faktor penyebab masalah gizi dan cara pemecahan masalah akan diutamakan. i. Meningkatkan dan menyempurnakan kelembagaan koordinasi usaha perbaikan pangan dan gizi sehingga dimungkinkan adanya kaitan saling isi dan saling tunjang dengan usaha-usaha pembangunan lainnya. 4. Program Peningkatan Penyediaan Air Bersih Peningkatan sarana penyediaan air bersih di pedesaan diprioritaskan pada daerah-daerah yang sulit memperoleh air bersih, di mana angka kesakitan penyakit wabah kolera dan penyakit-penyakit perut lainnya tinggi. Dalam Repelita III akan dibangun sekitar 260.000 sumur pompa tangan, 1.200 perpipaan, 300 sumur artesis, 2.160 perlindungan mata air dan 3.500 penampungan air hujan. Pada akhir Repelita III diharapkan adanya kenaikan jumlah penduduk pedesaan yang menggunakan sarana penyediaan air bersih yang memenuhi syarat-syarat kesehatan sebesar 20% sampai 30%. 117 Kegiatan ini disertai dengan pembinaan organisasi masyarakat dan penyuluhan kesehatan masyarakat untuk mengelola sarana penyediaan air bersih tersebut. 5. Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman Keadaan lingkungan yang kurang sehat menyebabkan timbulnya wabah-wabah penyakit dan tingginya angka kesakitan penyakit saluran pencernaan khususnya muntah berak, saluran pernafasan, penyakit yang ditularkan melalui binatang/serangga, penyakit kulit dan mata. Di samping itu tampak mulai meningkatnya kejadian keracunan dan kecelakaan. Program penyehatan lingkungan pemukiman bertujuan untuk meningkatkan taraf kesehatan masyarakat melalui : a. Peningkatan sarana kesehatan lingkungan yang kemudian digunakan, dipelihara dan dikembangkan oleh masyarakat. b. Peningkatan pengawasan kwalitas lingkungan yang berhubungan dengan kesehatan manusia. Kegiatan pembangunan untuk peningkatan kesehatan lingkungan terutama dilakukan dengan peningkatan sarana penyediaan air bersih, peningkatan kesehatan perumahan dan lingkungannya, peningkatan pengawasan pencemaran lingkungan yang mengganggu kesehatan, serta peningkatan usaha sanitasi lingkungan lainnya. Titik berat usaha peningkatan kesehatan lingkungan ialah meningkatkan pengadaan sarana air bersih dan cara-cara pembuangan buangan rumah tangga secara bertahap, hingga benar-benar memenuhi syarat-syarat kesehatan, di samping meningkatkan usaha di bidang kesehatan lingkungan lainnya. Usaha-usaha tersebut lebih banyak akan ditujukan pada masyarakat desa maupun kota khususnya yang berpenghasilan rendah. Di samping itu mulai diambil langkah-langkah penanggulangan pencemaran lingkungan yang ada hubungannya dengan kesehatan yang timbul karena urbanisasi dan pengembangan industri yang pesat. a. Kesehatan perumahan dan lingkungannya. Dalam Repelita III untuk mendorong masyarakat desa dan kota yang berpenghasilan rendah untuk mewujudkan pengadaan dan cara- 118 cara pembuangan rumah tangga yang lebih baik, terutama buangan yang berupa kotoran manusia, akan dilanjutkan pembangunan jamban keluarga sekitar 1.750.000 buah di samping usaha perbaikan pembuangan dan pemanfaatan bahan buangan lain, usaha penyehatan perumahan dan penertiban fungsi rumah sesuai dengan syarat kesehatan. Kegiatan ini disertai dengan penyuluhan kepada masyarakat agar mau dan mampu rnengelola sarana pembuangan buangan rumah tangga dan jamban keluarga di daerahnya. b. Pengawasan Hygiene dan Sanitasi. Usaha pemeliharaan kesehatan di tempat-tempat umum dan lingkungan akan ditingkatkan kegiatan dan jangkauannya. Dalam hubungan ini akan ditingkatkan pengawasan dan pemeriksaan mutu air minum dan air kolam renang. Demikian pula pengawasan dan pemeriksaan tempat-tempat pembuatan, penyimpanan, penjualan dan penyajian makanan dan minuman akan mendapatkan perhatian pula. Pengawasan Pencemaran Lingkungan dan Proteksi Radiasi, meliputi pencegahan pencemaran air, tanah, udara, kebisingan dan penggunaan obat pembasmi serangga/hama, termasuk pencegahan keracunan seperti proteksi bahaya radiasi. Dalam Repelita III pengawasan pencemaran air, tanah, udara dan kebisingan meliputi daerah wilayah pengembangan industri dan pemukiman. Program ini ditunjang dengan peningkatan ketrampilan tenaga pengambil contoh, pemeriksaan lapangan, pemeriksaan laboratorium dan pengelola pemeriksaan khusus untuk pencemaran lingkungan. Untuk menunjang program peningkatan kesehatan lingkungan akan ditingkatkan dan dikembangkan sarana yang berupa Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pos-pos Pengamat Kwalitas Air dan Udara. Sarana-sarana tersebut ditempatkan pada pusat-pusat pengembangan wilayah utama (Jakarta, Surabaya, Medan, Ujung Pandang, di samping Yogyakarta yang telah ada), serta daerah-daerah rawan dari segi potensi pencemaran. 119 6. Program Penyuluhan Kesehatan Masalah atau hambatan yang dialami dalam usaha-usaha pembinaan dan bimbingan masyarakat, tidak hanya terdapat pada masyarakat itu sendiri sebagai konsumen pelayanan, tetapi juga terdapat dalam unsur pelayanan kesehatan. Oleh karena itu penanganan kegiatan penyuluhan kesehatan dalam Repelita III akan lebih memperhitungkan dinamika unsur-unsur masyarakat, unsur-unsur usaha kesehatan, dan situasi di mana kedua unsur tersebut berinteraksi. Dalam Repelita III Penyuluhan Kesehatan Masyarakat bertujuan untuk : a. Menjadikan cara-cara hidup sehat sebagai kebiasaan hidup masyarakat sehari-hari. b. Menggerakkan individu, kelompok dan masyarakat agar: Pertama memanfaatkan fasilitas serta pelayanan kesehatan yang telah tersedia dan mengembangkannya. Kedua, berperan-serta dalam usaha-usaha kesehatan, terutama dalam program-program kesehatan yang telah ditentukan sebagai program prioritas. Untuk mencapai tujuan tersebut ditetapkan pokok-pokok kebijaksanaan sebagai berikut : Penyuluhan kesehatan dilaksanakan melalui Puskesmas untuk menunjang usaha-usaha/kegiatan-kegiatan pelayanan kesehatan. Kegiatan-kegiatan penyuluhan kesehatan dilaksanakan dengan mempergunakan pendekatan edukatif dan dilaksanakan oleh semua petugas kesehatan dalam menjalankan tugasnya masing-masing, sedangkan penyediaan dan pembinaan metode, teknik dan sarana penyuluhan kesehatan dilaksanakan oleh aparatur penyuluhan kesehatan di Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kotamadya. Kelompok masyarakat yang menjadi sasaran penyuluhan ialah : Masyarakat umum, dengan orientasi pada masyarakat pedesaan sesuai dengan kebijaksanaan pembangunan. Selain itu masyarakat sekolah, sebagai masyarakat yang mudah dicapai meliputi sekolahsekolah umum dari tingkat taman kanak-kanak sampai dengan pendidikan tinggi, sekolah-sekolah kejuruan terutama yang menghasilkan tenaga-tenaga yang kelak bertugas dalam pembinaan masyarakat, 120 termasuk petugas-petugas kesehatan, madrasah, pondok pesantren, dan masyarakat dalam institusi-institusi pendidikan lainnya. Demikian pula golongan-golongan masyarakat tertentu (organisasi-organisasi masyarakat, pramuka dan lain-lain) sebagai unsur-unsur yang juga membantu menggerakkan proses komunikasi. Berdasarkan kebijaksanaan tersebut di atas, dalam Repelita III akan dilakukan kegiatan Penyuluhan Masyarakat antara lain sebagai berikut : (1) Menyelenggarakan penyuluhan kesehatan melalui Puskesmas dan Rumah Sakit. Pembinaan pendekatan edukatif akan dilaksanakan secara intensif di sekitar 2.000 Puskesmas, sedangkan pembinaan penyuluhan kesehatan di Rumah Sakit akan dilaksanakan secara bertahap dimulai dengan 4 Rumah Sakit dari berbagai tipe yang kemudian akan diperluas ke 11 Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus. (2) Peningkatan fasilitas/alat media penyuluhan secara bertahap bagi Puskesmas. Dalam Repelita III, 2.000 Puskesmas akan diperlengkapi dengan alat-alat tersebut. (3) Peningkatan pembinaan teknis di lapangan, tenaga penyuluhan kesehatan dan memasukkan penyuluhan kesehatan masyarakat dalam kurikulum pendidikan dan latihan tenaga kesehatan baik sebagai pengetahuan maupun sebagai proses yang terintegrasi dalam sistem pendidikan. (4) Menggalakkan pemanfaatan media massa baik yang modern maupun tradisional dalam rangka penyebar luasan pesan-pesan/informasi tentang materi teknis program-program kesehatan terutama program-program yang telah ditentukan sebagai prioritas. 7. Program Pengawasan Obat, Makanan dan sebagainya Secara garis besar, masalah-masalah pokok yang dihadapi di dalam usaha peningkatan pengawasan obat, makanan, minuman, kosmetika, alat kesehatan, obat tradisional, narkotika dan bahan obat berbahaya dalam Repelita III, adalah masalah-masalah yang menyangkut bidang prasarana pengawasan dan sarana pengawasan, serta bidang ketenagaan; di samping itu juga ada masalah penyediaan obat-obatan esensial, masalah penyediaan bahan baku obat nasional serta masalah harga. 121 Kebijaksanaan dalam Repelita III adalah melanjutkan, meningkatkan dan lebih memantapkan uaaha-usaha pengawasan produksi, peredaran dan penggunaan obat, makanan dan minuman, kosmetika dan alat kesehatan, obat tradisional, serta narkotika dan bahan obat berbahaya lainnya, dengan jalan : a. Mengusahakan cukupnya persediaan obat dengan penyebarannya yang makin merata dan dengan harga yang terjangkau oleh daya beli masyarakat. b. Meningkatkan mutu obat, makanan dan minuman, kosmetika dan alat kesehatan serta obat tradisional, termasuk khasiat atau nilai atau kegunaan, serta keamanannya. c. Mencegah diproduksi, diedarkan dan digunakannya obat, makanan dan minuman, kosmetika dan alat kesehatan serta obat tradisional yang tidak memenuhi syarat bagi kesehatan manusia. d. Mencegah penyalahgunaan narkotika dan obat berbahaya lainnya. Langkah-langkah pokok di bidang pengawasan obat, makanan dan sebagainya dalam Repelita III' meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut : (1) Mengusahakan tersedianya obat-obatan yang cukup aman, efektif dan dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat luas, serta penyebarannya yang makin merata, baik melalui jalur pemerintah maupun melalui jalur swasta dan swasembada masyarakat. (2) Menyelenggarakan tersedianya sebahagian obat-obat esensial oleh pemerintah sendiri untuk keperluan Puskesmas dan Rumahrumah Sakit. Harga dan macam obat-obatan esensial ditentukan oleh pemerintah. (3) Mengusahakan penyempurnaan sistem distribusi obat. (4) Mengusahakan adanya suatu sistem penyediaan bahan baku obat nasional. (5) Meningkatkan usaha-usaha di bidang prasarana dan sarana pengawasan obat, makanan dan sebagainya, baik yang berupa peraturan perundang-undangan maupun pedoman pelaksanaan, yang meliputi persyaratan produksi dan distribusi, persyaratan badan produksi dan badan distribusi obat, makanan dart sebagainya, 122 (6) (7) (8) (9) (10) (11) pembakuan mutu dan lain-lain termasuk penyederhanaan tata cara perizinan. Selain itu juga meningkatkan usaha-usaha sarananya berupa pembangunan laboratorium pengujian di Pusat dan di Propinsi-propinsi, termasuk sarana penunjang. Meningkatkan pemeriksaan setempat dan pembinaan terhadap badan usaha produksi dan badan usaha distribusi obat, makanan dan sebagainya, dan pemeriksaan secara pengambilan contoh terhadap obat, makanan dan sebagainya baik yang akan diedarkan maupun yang telah ada dalam peredaran. Meningkatkan kegiatan pendaftaran obat, makanan dan sebagainya. Untuk mendapatkan kepastian mengenai keamanan, khasiat atau nilai gizi atau kegunaan, serta pembakuan mutu dan/atau persyaratan lain yang ditetapkan. Meningkatkan usaha pencegahan penyalahgunaan narkotika, obat berbahaya lainnya dan minuman keras. Meningkatkan jumlah, jenis dan ketrampilan tenaga di bidang pengawasan obat, makanan dan sebagainya. Mengembangkan sistem pengendalian tentang akibat sampingan, keracunan dan hal-hal lain yang disebabkan oleh obat, makanan dan minuman, kosmetika dan alat-alat kesehatan, obat tradisional, serta narkotika dan bahan obat berbahaya lainnya. Meningkatkan kerja sama dengan organisasi-organisasi profesi, pengusaha, konsumen dan sebagainya dalam rangka mengembangkan kesadaran masyarakat sehingga ada peran-serta dalam usaha pengawasan obat, makanan dan sebagainya. 8. Program Pendidikan dan Pendayagunaan Tenaga Kesehatan Janis dan jumlah tenaga kesehatan yang ada dewasa ini sebetulnya masih kurang sesuai dengan kebutuhan sistem pelayanan kesehatan yang terus berkembang. Oleh karena itu pengembangan tenaga kesehatan adalah penting sekali untuk dapat menunjang pembangunan di bidang kesehatan. Tujuan pokok pengembangan dan pembinaan tenaga kesehatan adalah : 123 a Meningkatkan penyediaan jumlah dan jenis tenaga kesehatan yang dapat melakukan fungsi untuk memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat secara keseluruhan. b. Meningkatkan pengembangan dan pelaksanaan proses pendidikan dan latihan yang sesuai dengan keperluan. Dalam pengembangan tenaga kesehatan mencakup tiga komponen panting, yaitu : perencanaan, pendidikan dan latihan, serta penggunaan tenaga kesehatan. Untuk mencapai tujuan tersebut akan dilakukan berbagai kebijaksanaan dan kegiatan pokok sebagai berikut : (1) Meningkatkan mekanisme kerjasama yang mantap antara bidang pelayanan dan pengembangan pendidikan, sehingga berbagai badan pemerintah atau masyarakat dapat merencanakan dan melaksanakan pengembangan, tenaga kesehatan dengan sebaik-baiknya; (2) Menyusun rencana tenaga kesehatan secara keseluruhan baik jangka pendek maupun jangka panjang, yang meliputi jenis dan jumlah tenaga yang diperlukan; (3) Meningkatkan perencanaan dan pengawasan usaha pendidikan dan latihan tenaga kesehatan, untuk memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan yang diperlukan. Pendidikan dokter umum maupun ahli, sarjana kesehatan, sarjana lainnya serta tenaga para medis akan lebih ditingkatkan dan diperluas serta diarahkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat terbanyak. Untuk itu kurikulum pendidikan dokter dan para-medis akan diarahkan kepada pelayanan masyarakat luas; (4) Meningkatkan pembinaan dan pengelolaan tenaga kesehatan agar supaya tenaga yang telah dihasilkan dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya, dalam rangka meningkatkan hasil-guna dan dayaguna dari pelayanan kesehatan. Dalam hubungan ini pembinaan tenaga kesehatan yang berdasarkan sistem karier dan prestasi kerja akan lebih ditingkatkan melalui pentahapan yang terarah. Pengembangan tenaga dokter Puskesmas akan dilanjutkan secara bertahap dengan pendidikan dokter ahli baik klinis maupun kesehatan masyarakat, sesuai dengan keperluan yang ada. 124 Agar tenaga-tenaga kesehatan yang telah dihasilkan dapat didayagunakan dengan sebaik-baiknya, maka pengelolaan tenaga kesehatan perlu dilaksanakan dengan mantap. Dalam hubungan ini pengadaan, seleksi serta penempatan secara berangsur-angsur dilaksanakan berdasarkan pada sistem karier dan prestasi kerja. Di samping itu akan lebih ditingkatkan pembinaan tenaga-tenaga kesehatan melalui penataran-penataran, latihan kerja dan lain-lain untuk meningkatkan kemampuan pelayanan kesehatan. Untuk itu Pemerintah mengikut sertakan organisasi Profesi/Fungsional . yang bersangkutan. TABEL 20 — 1 KEADAAN BEBERAPA JENIS TENAGA KESEHATAN UNTUK PELAYANAN PUSKESMAS PADA AKHIR REPELITA II DAN AKHIR REPELITA III Keadaan pada Akhir Repelita II Jenis Tenaga 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Dokter Perawat Kesehatan (termasuk bidan) Sanitarian Perawat Gigi Dokter Gigi Pembantu Pengatur ()bat Tata Usaha dan Tenaga Penunjang Lainnya Keadaan pada Akhir Repelita III 3.147 9.318 2.397 920 184 5.697 25.282 6.479 2.277 472 5.650 3.464 24.978 TABEL 20 — 2 KEADAAN BEBERAPA JENIS TENAGA KESEHATAN UNTUK PELAYANAN RUMAH SAKIT UMUM PADA AKHIR REPELITA II DAN AKHIR REPELITA III Jenis Tenaga 1. Medis: dokter umum, dokter ahli, dokter gigi 2. Paramedis perawatan: perawat kesehatan termasuk bidan, penjenang kesehatan dan lain-lain 3. Paramedis non-perawatan :pengatur obat, ahli gizi dan lain-lain 4. Non-medis : tenaga administrasi, dan tenaga penunjang lainnya Keadaan pada Akhir Repelita 11 Keadaan pada Akhir Repelita III 1.565 3.205 16.387 27.379 1.032 20.773 14.975 6.105 125 9. Program Generasi Muda Program Generasi Muda bertujuan untuk : (a) meningkatkan keadaan gizi dan kesehatan anak-anak dan remaja sejak dalam kandungan sampai kurang lebih umur 21 tahun; (b) melindungi dan mencegah anak-anak remaja dari bahaya narkotika dan obat-obat berbahaya lainnya; (c) mengikut sertakan golongan remaja dalam kegiatan-kegiatan kesehatan masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, akan dilakukan langkah-langkah kegiatan sebagai berikut : (1) Meningkatkan pelayanan kesehatan terhadap ibu dan anak BALITA melalui kegiatan-kegiatan PUSKESMAS, Usaha Perbaikan Gizi Keluarga, dan Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD). (2) Meningkatkan pelayanan, pendidikan dan penyuluhan kesehatan kepada anak-anak remaja melalui Usaha Kesehatan Sekolah, Pramuka, PMI-Remaja, dan organisasi-organisasi remaja dan pemuda lainnya. (3) Mengembangkan usaha kesehatan masyarakat "dari anak untuk anak" melalui pendidikan formal dan non formal. (4) Mengikut sertakan pramuka, anak-anak sekolah, organisasi remaja lain dalam gerakan kebersihan lingkungan, penyuluhan kesehatan, pertolongan pertama pada kecelakaan dan sebagainya. (5) Meningkatkan pengawasan penggunaan dan pengedaran narkotika, obat-obat bahaya lainnya dan minuman keras sehingga tidak membahayakan anak-anak dan remaja. 10. Program Peranan Wanita Program Peranan Wanita, ditujukan untuk : (a) meningkatkan keadaan gizi dan kesehatan wanita khususnya wanita hamil dan menyusui, wanita pekerja terutama yang berpenghasilan rendah di desa maupun di kota; (b) meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan wa126 nita dalam pemeliharaan dan peningkatan kesehatan dan keadaan gizi keluarga, khususnya perawatan dan pemeliharaan bayi dan anakanak; (c) mengikut sertakan organisasi-organisasi wanita dalam usahausaha peningkatan keadaan gizi dan kesehatan masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, akan dilakukan langkah-langkah sebagai berikut : (1) Meningkatkan usaha pelayanan kesehatan kepada wanita-wanita hamil dan menyusui melalui PUSKESMAS, dan PKMD. (2) Meningkatkan penyuluhan gizi dan bila perlu pemberian makanan tambahan dan pil vitamin kepada wanita hamil dan menyusui yang kurang gizi melalui taman-taman gizi/UPGK dan PUSKESMAS. Penyuluhan gizi akan diutamakan mengenai pentingnya penimbangan bayi dan anak secara teratur, pentingnya air susu ibu untuk bayi, pentingnya makanan tambahan bayi dan anak-anak BALITA serta cara-cara menyiapkannya dengan bahan-bahan makanan setempat, penggunaan air bersih, penggunaan larutan garam gula untuk anak-anak yang mencret, pemanfaatan tanaman pekarangan dan sebagainya. (3) Mengikut sertakan organisasi-organisasi wanita dalam pendidikan dan latihan kader-kader gizi dan promotor kesehatan desa; dan mendorong organisasi-organisasi tersebut untuk mendirikan taman-taman gizi dengan swadaya masyarakat serta berperan secara aktif dalam PKMD. 11. Program Penyempurnaan Efisiensi Aparatur Pemerintah dan Pengawasan Pelaksanaan Pembangunan Program Penyempurnaan Efisiensi Aparatur Pemerintah bertujuan untuk : (a) Meningkatkan efektivitas dan efisiensi aparatur di bidang kesehatan dalam melaksanakan tugas pokok Pemerintahan di bidang kesehatan, baik tugas-tugas rutin maupun tugas pembangunan dan (b) Meningkatkan pengawasan dan pemeriksaan agar pelaksanaan program kegiatan rutin maupun pembangunan di bidang kesehatan dapat berhasil dengan efisien dan efektif serta sesuai dengan rencana dan kebijaksanaan yang telah ditetapkan. 127 Dalam rangka penyempurnaan efisiensi aparatur akan dilakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut : (a) Meningkatkan kemampuan fungsi perencanaan, monitoring dan evaluasi pembangunan kesehatan; (b) Meningkatkan kemampuan dan pembinaan aparatur kepegawaian berdasarkan sistem karir dan prestasi kerja, meningkatkan disiplin kerja dan sebagainya; (c) Meningkatkan dan melanjutkan usaha penertiban operasional pelaksanaan tugas dalam rangka memberantas penyimpangan/penyelewengan pelaksanaan tugas yang dapat mengakibatkan pemborosan-pemborosan; (d) Menyempurnakan administrasi yang mencakup administrasi keuangan, administrasi perlengkapan, administrasi perkantoran, ketata-usahaan serta pengumpulan data dan penyusunan laporan pelaksanaan anggaran realisasi keuangan; (e) Menyempurnakan organisasi dan tatalaksana sistem pelayanan secara terus menerus yang meliputi kelembagaan, mekanisme prosedur dan tatakerja termasuk pembakuan dan sistem pelaporan, dan sebagainya; (f) Menyempurnakan sistem informasi tentang kebijaksanaan di bidang kesehatan; (g) Mengembangkan hukum di bidang kesehatan dan kedokteran dalam rangka memberikan landasan hukum bagi kelancaran pelaksanaan program. Agar pelaksanaan kebijaksanaan serta kegiatan berjalan menurut rencana dan mencapai sasaran yang telah ditetapkan, maka fungsi pengawasan ditingkatkan yang mencakup pengendalian, penilaian pelaksanakan pembangunan dan pengambilan tindakan penertiban yang sifatnya penindakan dan pencegahan. Peningkatan fungsi pengawasan ini dimaksudkan agar pelaksanaan semua kebijaksanaan dan program di bidang kesehatan dapat diikuti, dan dapat diambil tindakan perbaikan yang diperlukan bila terjadi hambatan, penyimpangan dan penyelewengan lainnya. Fungsi pengawasan tidak semata-mata diselenggarakan oleh Inspektorat Jenderal dan lain-lain aparatur pengawasan, tetapi juga merupakan kegiatan dan, tanggung jawab yang melekat pada fungsi Pimpinan setiap satuan organisasi Departemen/Instansi. Usaha pengawasan yang bertujuan meningkatkan ketertiban demi terwujudnya aparatur pemerintah yang bersih dan bertanggung jawab akan ditingkatkan berdasarkan program yang berencana, terarah dan terpadu. 128 Pengawasan tidak hanya terbatas pada program-program fisik, tetapi harus pula dikembangkan mencakup pengawasan terhadap mutu pelayanan dan mutu jasa yang diberikan aparatur negara kepada masyarakat. Untuk itu ditempuh langkah-langkah antara lain sebagai berikut (a) Menyusun pedoman pengawasan dan pemeriksaan untuk lebih memantapkan pelaksanaan pengawasan dan pemeriksaan; (b) Mengumpulkan dan mengolah data yang dapat dipercayai kebenarannya sebagai bahan pengawasan dan pemeriksaan; (c) Meningkatkan mutu aparat pengawasan fungsional baik mengenai ketrampilan dan pengetahuan teknis maupun ketrampilan dan pengetahuan administratif; (d) Meningkatkan pelaksanaan pengawasan dan pemeriksaan terhadap program rutin maupun proyek Repelita; (e) Meningkatkan kegiatan analisa dan evaluasi hasil pemeriksaan untuk menentukan apakah sesuatu kegiatan itu mencapai atau sekurang-kurangnya mengarah kepada sasaran yang telah ditentukan; (f) Meningkatkan kegiatan pengawasan fungsional terhadap pelaksanaan program oleh unsur aparatur dalam lingkungan instansi/lembaga kesehatan; (g) Meningkatkan pengawasan operasional dari unsur pimpinan dari setiap satuan organisasi terhadap pelaksanaan tugas oleh pejabat bawahannya. 12. Program Penyempurnaan Prasarana Fisik Pemerintah Program ini diarahkan untuk meningkatkan berbagai sarana dan fasilitas kerja aparat pelayanan kesehatan, baik di pusat maupun di daerah .untuk menunjang kelancaran pelaksanaan program-program di bidang kesehatan. 13. Program Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Program penelitian dan pengembangan kesehatan diarahkan untuk memberikan sarana cipta ilmiah dan teknologi bagi pelaksanaan program kesehatan dan bahan pengambilan keputusan untuk pengelolaan kesehatan. Oleh karena itu program penelitian dan pengembangan kesehatan disusun berdasarkan masalah-masalah dan hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan program. Langkah-langkah yang diambil adalah : 1) menyusun program penelitian dan pengembangan yang terarah kepada penunjangan pe129 laksanaan program; 2) meningkatkan kemampuan penelitian Badan Penelitian dan pengembangan Kesehatan dan Pusat-pusat Penelitian dan Pengembangan yang bernaung di bawahnya dan 3) meningkatkan kerjasama ilmiah di dalam dan diluar negeri. Bidang permasalahan yang akan mendapatkan perhatian utama dalam program penelitian dan pengembangan kesehatan adalah a Penelitian clan pengembangan di bidang pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk menunjang terlaksananya kebijaksanaan pemerataan pelayanan kesehatan yang dicapai melalui usaha-usaha terpadu antara pemerintah dan masyarakat, termasuk penelitian untuk menunjang pembinaan dan pengembangan tenaga kesehatan, serta penelitian biomedis dan pelayanan keluarga berencana. b. Penelitian dan pengembangan di bidang kesehatan lingkungan untuk menunjang pelaksanaan kebijaksanaan peningkatan air minum, pembuangan kotoran, pencegahan pencemaran lingkungan yang mengganggu kesehatan dan peningkatan usaha sanitasi. Khusus untuk menanggulangi akibat sampingan yang merugikan daripada penggunaan DDT dan obat-obat sejenis yang tahan lapuk di dalam program pemberantasan penyakit menular, maka penelitian ekologi kesehatan akan ditingkatkan. c. Penelitian masalah penyakit menular yang ditujukan untuk menunjang pelaksanaan kebijaksanaan pengurangan angka kesakitan dan akibat-akibatnya. d, Penelitian di bidang gizi yang diarahkan untuk menunjang program perbaikan gizi. Penelitian-penelitian diutamakan untuk mengembangkan pelaksanaan program perbaikan gizi terpadu, teknologi tepat guna dalam pencegahan dan penanggulangan masalah gizi, dan mencari bahan pangan bergizi yang potensial untuk masyarakat pedesaan dan cara-cara pemanfaatannya. e. Penelitian di bidang farmasi dan obat-obatan yang diarahkan untuk menunjang kebijaksanaan penyediaan obat-obatan yang makin merata dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat, kebijaksanaan perlindungan rakyat terhadap bahaya narkotika dan 130 bahan obat berbahaya lainnya, dan pengembangan kebijaksanaan di bidang obat. Kegiatan penelitian mengenai obat-obatan tradisional dengan tujuan untuk mengetahui khasiatnya diintensipkan dan diperluas, mengingat bahwa penggunaan obat-obatan tradisional telah memasyarakat dan harganya dapat dijangkau oleh rakyat banyak. Penelitian ditujukan pula untuk mengembangkan tersedianya bahan baku di dalam negeri bagi pabrik-pabrik obat modern yang berproduksi di Indonesia, dengan tujuan mengurangi ketergantungan pada bahan baku obat dari luar negeri. Di samping kegiatan-kegiatan penelitian akan dilakukan pula kegiatan-kegiatan lain yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan di bidang penelitian dan pengembangan yang meliputi antara lain pemantapan pengelolaan tata-laksana penelitian, penambahan tenaga penelitian serta peningkatan keahlian dan ketrampilan para peneliti, pengembangan jaringan informasi dan dokumentasi ilmiah di bidang kesehatan, peningkatan organisasi dan tata-laksana serta peningkatan kerjasama ilmiah dengan badan dan lembaga-lembaga ilmiah di dalam dan luar negeri. B. KESEJAHTERAAN SOSIAL I. PENDAHULUAN Sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara perbaikan pelayanan sosial dilaksanakan dalam rangka peningkatan kesadaran serta kemampuan setiap warga negara untuk ikut serta dalam pembangunan. Di samping itu sebagai salah satu perwujudan usaha untuk menuju terciptanya keadilan sosial, maka diusahakan kesempatan yang lebih luas bagi setiap warga negara untuk mendapatkan tingkat kesejahteraan sosial yang makin baik. Pemeliharaan orang-orang lanjut usia, fakir miskin, anak-anak terlantar, yatim piatu, dilaksanakan dengan bekerja sama dengan masyarakat dan lembaga-lembaga sosial. Di samping itu akan lebih ditingkatkan lagi usaha-usaha agar orang-orang cacat dapat memperoleh kesempatan kerja yang sesuai dengan kemampuannya, termasuk peningkatan pembinaan terhadap para cacat veteran sesuai dengan darma baktinya kepada Bangsa dan Negara. 131 Di dalam usaha menanggulangi korban bencana alam, bantuan sosial diselenggarakan sesuai dengan kemampuan yang tersedia dan dengan mengikut sertakan masyarakat luas. Selanjutnya sesuai dengan kemampuan yang ada jumlah panti-panti sosial ditingkatkan sehingga dapat memberikan penampungan dan pelayanan yang memadai bagi yang membutuhkannya. Di samping itu dipelajari dan diusahakan kemungkinan penyelenggaraan suatu jaminan sosial yang berdasarkan asas gotong-royong sesuai dengan kemampuan keuangan negara dan masyarakat. Di dalam rangka memupuk dan meningkatkan kesadaran serta tanggung jawab sosial, maka perlu ditumbuhkan kegairahan dan kesediaan masyarakat untuk menjadi pekerja-pekerja sosial. Ruang lingkup permasalahan yang akan ditanggulangi dan atau ditangani dalam rangka pelaksanaan pembangunan bidang kesejahteraan sosial ialah : 1. Manusia yang tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya karena faktor-faktor patologis dan non-patologis. Tercakup dalam ruang lingkup permasalahan ini adalah perorangan, keluarga-keluarga, kelompok-kelompok sosial tertentu serta golongan-golongan masyarakat tertentu yang kondisinya rawan sosial, ekonomi, politik, budaya, keamanan dan ketertiban masyarakat. Permasalahan kesejahteraan sosial ini ada yang secara nyata telah ada, yang berpangkal pada kondisi kemiskinan dengan segala indikasi keterlantarannya. Ada pula yang timbul dan berkembang sebagai pengaruh dari perubahan dan atau kemajuan ekonomi dan teknologi serta perubahan-perubahan sosial dan ada pula permasalahan kesejahteraan sosial yang timbul dan terjadinya relatif sukar diperkirakan sebelumnya, dalam hal ini antara lain masalah bencana alam dan bencana-bencana lainnya. 2. Semua faktor dan kondisi dinamika sosial yang dapat digali, dilola, dan dimanfaatkan sebagai daya dan dana kesejahteraan sosial untuk meningkatkan usaha-usaha kesejahteraan sosial di masyarakat secara melembaga dalam rangka mendorong terjadinya perubahan-perubahan dan pengembangan sosial di lingkungan masyarakat luas. Tercakup dalam ruang lingkup dinamika sosial 132 ini antara lain : sistem nilai, sikap sosial dan kesetiakawanan sosial, organisasi-organisasi masyarakat, komunikasi sosial antara kelompok dan atau golongan masyarakat, partisipasi masyarakat, dan teknologi tepat-guna dalam bidang kesejahteraan sosial. Di dalam usaha menghadapi permasalahan-permasalahan kesejahteraan sosial, khususnya dengan memperhatikan anggota masyarakat yang terhalang karena keadaan sosial ekonomi, sosial budaya, fisik dan mental, dalam Repelita III akan dilanjutkan dan ditingkatkan usaha-usaha yang bersifat pembinaan kesejahteraan sosial maupun usaha-usaha yang bersifat bantuan dan penyantunan sosial. Dengan pendekatan sedemikian ini, akan dikembangkan mekanisme dan sistem kegiatan yang mampu menjangkau jumlah penduduk yang lebih banyak terutama menjangkau golongan masyarakat pada lapisan terbawah. Dengan demikian diharapkan akan dapat diatasi atau sekurang-kurangnya dibatasi perkembangan dan meluasnya masalah kesejahteraan sosial yang dilakukan secara serentak dengan usaha pencegahan disatu pihak dan melalui usaha represif rehabilitatif di pihak lain. Di samping itu dilakukan pula upaya untuk meningkatkan kegiatan masyarakat dalam kesejahteraan sosial, secara luas dan intensif sehingga usaha-usaha kesejahteraan sosial semakin melembaga sebagai perwujudan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembangunan khususnya dalam bidang kesejahteraan sosial. Pembangunan bidang kesejahteraan sosial dalam kesatuan yang serasi dengan pembangunan bidang-bidang lainnya harus mampu berperan sebagai salah satu unsur pelengkap dan penunjang pembangunan bidang-bidang lainnya. Pembangunan bidang kesejahteraan sosial harus dapat membangun serta membina dan meningkatkan kadar serta mutu kesejahteraan sosial sehingga dapat dirasakan peningkatan kesejahteraan yang makin merata bagi seluruh rakyat. II. KEADAAN DAN MASALAH Berbagai permasalahan-permasalahan sosial dalam bentuk kemiskinan, keterlantaran, keterbelakangan, kecacatan, ketunaan sosial, dan 133 penderitaan-penderitaan lain akibat berbagai bencana alam dan bencana lainnya, yang diderita oleh perorangan, keluarga, kelompok-kelompok sosial tertentu dan atau golongan-golongan masyarakat yang cukup besar jumlahnya, telah diusahakan untuk dapat ditanggulangi melalui berbagai kegiatan pembangunan di bidang kesejahteraan sosial. Kegiatan-kegiatan pembangunan bidang kesejahteraan sosial yang telah dilaksanakan dalam periode Repelita II adalah sebagai berikut: 1. Usaha kesejahteraan anak; permasalahan yang ditangani mencakup masalah-masalah anak terlantar, anak-anak putus sekolah dan permasalahan perkembangan sosial anak-anak remaja, khususnya anak-anak yang berasal dari keluarga yang berpenghasilan rendah, di mana mereka memerlukan suatu kesempatan pembinaan untuk pertumbuhan dan perkembangan yang lebih baik. Pada azasnya usaha pembinaan kesejahteraan anak tersebut dilakukan melalui sistem pelayanan kesejahteraan sosial secara panti dan secara non panti, baik oleh pemerintah sendiri maupun oleh masyarakat atau organisasi-organisasi sosial. Dalam masa Repelita II telah dapat diberikan pelayanan kepada sejumlah anak terlantar dan guna menunjang usaha tersebut telah dibangun dan direhabilitir sejumlah panti. 2. Usaha kesejahteraan keluarga; permasalahan yang ditangani mencakup masalah-masalah kerawanan keluarga yang diakibatkan oleh berbagai faktor sosial serta ekonomis. Pembinaannya dilakukan antara lain dengan bimbingan dan bantuan sosial baik yang diberikan oleh para pekerja sosial maupun melalui lembaga konsultasi. 3. Usaha rehabilitasi sosial para cacat; permasalahan yang ditangani mencakup masalah-masalah kecacatan jasmani, mental, netra rungu dan wicara serta kecacatan akibat penyakit kronis. Kegiatan-kegiatan rehabilitasi sosial bagi para cacat dilaksanakan melalui sistem panti maupun non panti. Dalam Repelita II telah dapat diberikan pelayanan kepada sejumlah penderita cacat dan guna menunjang usaha tersebut telah dibangun dan direhabilitir sejumlah lembaga rehabilitasi para penca serta loka bina karya. 134 4. Usaha rehabilitasi tuna sosial; permasalahan yang ditanggulangi dalam usaha ini adalah masalah-masalah ketunaan sosial yang terdiri dari: gelandangan, pengemis, tuna susila, kenakalan remaja dan penyalahgunaan obat-obat narkotika. Kegiatan rehabilitasi untuk para tuna sosial ini juga dilakukan melalui sistem panti maupun non panti. Dalam masa Repelita II telah dapat diberikan pelayanan kepada sejumlah keluarga gelandangan, serta telah disempurnakan dan dibangun 14 panti rehabilitasi. 5. Pembinaan kesejahteraan bagi para lanjut usia dan atau jompo; permasalahan yang ditangani melalui usaha ini adalah keterlantaran para lanjut usia atau jompo, baik karena kemiskinan maupun karena ketiadaan pemeliharaan atau pengasuhan. Pembinaan kesejahteraan sosial bagi para lanjut usia dilakukan melalui sistem panti dan non panti. Dalam Repelita II telah dapat diberikan pelayanan kepada para lanjut usia dan guna menunjang usaha tersebut telah dibangun panti-panti wherda. 6. Pembinaan dan peningkatan kesejahteraan sosial bagi keluarga pahlawan dan perintis/pejuang kemerdekaan; permasalahan yang dihadapi adalah masalah pemeliharaan tingkat kesejahteraan para keluarga pahlawan dan perintis /pejuang kemerdekaan. Usaha ini merupakan suatu upaya untuk menghindarkan mereka dari keterlantaran serta untuk memelihara tingkat kesejahteraan para keluarga pahlawan dan perintis/pejuang kemerdekaan dalam batasbatas kelayakan. Dalam rangka ini, dengan maksud melestarikan semangat dan jiwa kepahlawanan, dilakukan pula pemugaran terhadap taman-taman makam pahlawan agar generasi penerus dapat menghargai, menghayati dan melanjutkan cita-cita serta pengorbanan para pahlawannya. 7. Rehabilitasi sosial bagi para korban bencana alam dan bencana lainnya; dalam ruang lingkup usaha ini permasalahan pokok yang dihadapi adalah : a. terjadinya peristiwa bencana alam baik khronis maupun bencana alam yang tidak terduga yang membawa korban harta benda, korban jiwa serta penderitaan-penderitaan pada masyarakat; 135 b. terjadinya lainnya. peristiwa bencana/malapetaka akibat bencana Kegiatan-kegiatan pokok yang dilakukan dalam usaha ini antara lain meliputi: pemberian bantuan darurat, rehabilitasi sosial para korban yang sangat memerlukan serta membangun/menata kembali wilayah bencana supaya dalam jangka panjang terhindar dari bencana khronis. Dalam Repelita II telah dilakukan usaha penyantunan kepada para korban bencana alam, baik berupa pemindahan pemukiman secara lokal maupun dalam rangka program transmigrasi. 8. Pembinaan kesejahteraan masyarakat terasing; permasalahan yang dicakup dalam usaha ini adalah kesatuan-kesatuan masyarakat yang hidup terasing dan berpindah-pindah sehingga perkembangan dan kemajuan sosial budaya dan ekonominya secara relatif ketinggalan dibandingkan dengan masyarakat Indonesia pada umumnya. Untuk itu diperlukan usaha pembinaan dan peningkatan kesejahteraan kesatuan-kesatuan masyarakat terasing sehingga mereka dapat mencapai tingkat kehidupan dan penghidupan yang layak sesuai dengan martabat manusia dan kemanusiaan. Dalam Repelita II telah dilakukan pelayanan kepada sejumlah anggota masyarakat terasing, baik berupa bimbingan maupun penempatan pada pemukiman yang lebih baik. 9. Bimbingan dan pengembangan kesejahteraan masyarakat; permasalahan yang dicakup dalam usaha ini pada pokoknya adalah masalah kerawanan sosial ekonomis masyarakat yang berpenghasilan sangat rendah. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam usaha ini adalah untuk meningkatkan kemampuan masyarakat agar dapat mengatasi masalah-masalah kerawanan yang dihadapinya. Dalam masa Repelita II telah dilakukan pelayanan berupa bimbingan dan bantuan sosial kepada keluarga miskin. Bertolak dari pengalaman pelaksanaan pembangunan di bidang kesejahteraan sosial serta memperhatikan ruang lingkup permasalahan dengan kemungkinan-kemungkinan perkembangannya pada masa mendatang, dalam Repelita III akan ditempuh pendekatan penang- 136 gulangan secara terpadu dan mempunyai pengaruh berganda melalui kegiatan-kegiatan pembangunan kesejahteraan sosial yang berfungsi pencegahan dan pengembangan serta perbaikan. Masalah-masalah pokok kesejahteraan sosial dalam Repelita III dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1). Kemiskinan Kemiskinan merupakan salah satu masalah nasional yang paling pokok yang memerlukan penanganan secara terus menerus, menyeluruh, terarah dan terpadu, bertahap dan berencana. Sasaran utama bidang kesejahteraan sosial pada Repelita III adalah golongan masyarakat yang paling miskin (keserakat) yaitu mereka yang mengalami keadaan hidup yang sedemikian parahnya sehingga diperkirakan akan tidak mampu memperbaiki nasibnya sendiri tanpa penanganan dan pembinaan khusus. Di dalam golongan penduduk paling miskin ini terdapat pula kelompok-kelompok masyarakat : a. Golongan lanjut usia (60 tahun ke atas) terlantar dan atau jompo; b. Golongan penderita cacat, meliputi cacat netra, tubuh, mental, tuli bisu dan sebagainya; c. Anak-anak terlantar usia 0 — 14 tahun, termasuk anak-anak usia sekolah yang tidak bersekolah; d. Pengemis, gelandangan dan orang terlantar; e. Wanita tuna susila; f. Anak nakal, korban narkotika, dan para bekas nara pidana. 2). Korban-korban Bencana Alam dan bencana lain Masalah kesejahteraan sosial yang sukar dicegah terjadinya adalah masalah bencana alam yang sifatnya khronis seperti: banjir, tanah longsor dan lahar dingin; di samping jenis-jenis bencana alam lainnya seperti gempa bumi, angin topan dan gelombang pasang laut di daerah-daerah pemukiman pantai, serta bencana kekeringan. Dari data yang ada dapat disimpulkan bahwa rata-rata setiap tahun terjadi 3.000 bencana alam dengan korban manusia yang meninggal dunia rata-rata 1.000 jiwa, yang kehilangan tempat tinggal rata-rata 137 200.000 keluarga. Salah satu faktor penyebab terjadinya bencana alam adalah karena perbuatan manusia sendiri, antara lain berupa penggundulan hutan secara liar dan pencemaran (polusi). Di samping bencana alam juga dikenal adanya pergolakan-pergolakan sosial yang bersifat politis yang mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat sehingga mengakibatkan pertentangan fisik antar kekuatan-kekuatan sosial, dengan akibat timbulnya masalah pengungsian dengan segala akibatnya. 3). Keterbelakangan Salah satu masalah besar yang termasuk permasalahan keterbelakangan dalam kaitannya dengan kesejahteraan sosial adalah masalah kelompok-kelompok/golongan-golongan masyarakat yang hidupnya terasing dan hidup secara berpindah-pindah serta terpencar-pencar. Mata pencaharian mereka yang pokok adalah berladang dengan menebang dan membakar hutan secara berpindah-pindah, di samping berburu. Akibat langsung dari cara penghidupan yang demikian itu antara lain adalah terjadinya penggundulan hutan yang sifatnya liar sehingga terjadi tanah longsor yang dapat mengakibatkan banjir. Kelompok-kelompok/golongan-golongan masyarakat tersebut dikenal sebagai masyarakat terasing. 4). Kerawanan Daerah dan Masyarakat Di samping masalah-masalah kesejahteraan sosial tersebut di alas terdapat pula masalah-masalah kesejahteraan sosial di daerah-daerah yang dinilai rawan, baik rawan sosial budaya, sosial ekonomis, politis maupun rawan keamanan dan ketertiban. Permasalahan kerawanan daerah dan masyarakat ini tidak semata-mata karena faktor penyebabnya saja, melainkan akibat-akibat yang ditimbulkannya yang mempunyai implikasi-implikasi yang kompleks. Untuk itu diperlukan adanya pemetaan daerah-daerah rawan dan kondisi masyarakatnya, dilengkapi dengan usaha-usaha kesejahteraan sosial secara tepat dan menyeluruh. 138 Termasuk di dalam kategori daerah-daerah rawan tersebut adalah : daerah-daerah miskin terutama di kota-kota besar, daerah-daerah kritis bencana alam, daerah-daerah minus, daerah-daerah yang terdapat gejala-gejala keresahan sosial pada masyarakatnya, daerah-daerah yang terpencil. 5). Sistem Nilai dan haruan/pembangunan Sikap Sosial yang tidak mendukung pemba- Sistem nilai dan sikap sosial yang merupakan salah satu perwujudan dari budaya masyarakat yang bersifat tradisional tidak selalu membuka diri terhadap nilai-nilai pembaharuan yang diperkenalkan dalam upaya pembangunan. Untuk itu diperlukan usaha-usaha perubahan sosial yang direncanakan secara tepat arah dan tepat guna, sehingga dapat menumbuhkan dan memperkuat kesadaran dan tanggung jawab sosial yang tercermin dalam perwujudan sikap dan tingkah laku sosial yang positif antara lain : kesetiakawanan sosial, disiplin sosial, rasa kebersamaan, kekeluargaan dan kegotong-royongan yang hasil akhirnya adalah terciptanya tertib sosial yang sehat dan dinamis, yang akan dapat memperlancar usaha-usaha penanggulangan masalahmasalah kesejahteraan sosial. 6). Prasarana dan Sarana Kesejahteraan Sosial Untuk menghadapi dan menanggulangi masalah-masalah pokok kesejahteraan sosial dengan sifat dan ruang lingkup tersebut di atas, perlu dikembangkan terus menerus kemampuan prasarana dan sarana kesejahteraan sosial baik yang dimiliki Pemerintah maupun masyarakat. Khususnya somber-sumber dan atau potensi-potensi kesejahteraan sosial yang terdapat di lingkungan masyarakat, antara lain perkumpulan-perkumpulan sosial, organisasi-organisasi sosial masyarakat/ swasta, serta keseluruhan potensi dana dan Jaya kesejahteraan sosial masyarakat, perlu digali, dikembangkan dan dimanfaatkan dalam rangka pengembangan swadaya sosial masyarakat di bidang kesejahteraan sosial dan partisipasi sosial masyarakat dalam pembangunan. 139 III. KEBIJAKSANAAN DAN LANGKAH-LANGKAH Kebijaksanaan pokok dalam bidang kesejahteraan sosial pertamatama diarahkan untuk membina kemauan dan kemampuan untuk melaksanakan usaha-usaha kesejahteraan sosial bagi warganya di antara golongan-golongan masyarakat yang menghadapi masalah kemiskinan, keterlantaran, keterbelakangan serta ketunaan sosial. Termasuk dalam golongan ini keluarga-keluarga yang dalam keadaan paling miskin atau keserakat, anak-anak terlantar, para lanjut usia atau jompo terlantar, para cacat dan para tuna sosial, golongan masyarakat yang masih hidup secara terbelakang serta golongan masyarakat yang menderita sebagai akibat bencana alam atau bencana-bencana lainnya. Demikian pula golongan-golongan masyarakat yang tidak mampu melaksanakan fungsi sosialnya oleh karena kondisi patologis dan atau karena kerawanan sosial ekonomis, diusahakan agar dapat kembali melaksanakan fungsi sosialnya serta berperan secara aktif dan berswadaya dalam kegiatan-kegiatan kesejahteraan sosial serta mampu pula berpartisipasi dalam proses pembangunan. Selanjutnya diusahakan makin mengembangnya tingkat kesadaran dan tanggung jawab sosial serta. disiplin sosial masyarakat sehingga tercipta suatu suasana kehidupan kekeluargaan dan kegotong-royongan dalam masyarakat yang memungkinkan penggalian dan pemanfaatan sumber-somber daya dan Jana sosial masyarakat bagi kepentingan usaha-usaha di bidang kesejahteraan sosial bersama-sama dengan pemerintah. Usaha untuk mengembangkan kegiatan-kegiatan berswadaya dan berpartisipasi dalam pembangunan bidang kesejahteraan sosial di kalangan masyarakat secara melembaga, pada azasnya merupakan suatu upaya untuk lebih memantapkan prasarana dan sarana pembangunan bidang kesejahteraan sosial di kalangan masyarakat. Segala kegiatan kesejahteraan sosial diharapkan menunjang dan melengkapi upaya-upaya pembangunan di bidang lainnya secara serasi dalam rangka meningkatkan stabilitas dan ketahanan sosial/masyarakat yang mantap dan tangguh. 140 PROGRAM-PROGRAM DAN SASARAN 1. Program Pembinaan Kesejahteraan Sosial Program ini dimaksudkan untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan berswadaya kesejahteraan sosial daripada golongangolongan miskin di daerah pedesaan maupun di daerah kota, agar mereka dapat memperbaiki kehidupan dan penghidupannya serta mampu pula untuk meningkatkan kadar dan mute kesejahteraan mereka lebih lanjut. Selain itu dimaksudkan pula untuk mengembangkan keikut-sertaan seluruh lapisan masyarakat baik dalam rangka mendukung usaha-usaha/kegiatan-kegiatan pembangunan yang dilaksanakan maupun dalam mengusahakan sumber-sumber dana yang diperlukan guna mendukung usaha-usaha/kegiatan-kegiatan kesejahteraan sosial. Tokoh-tokoh masyarakat formal dan informal, pria, wanita, dan remaja, serta sumber-sumber kesejahteraan sosial setempat akan dimanfaatkan sebagai pendorong dinamika kesejahteraan sosial guna membantu : (1) Keluarga-keluarga dan golongan masyarakat terasing; (2) Keluarga-keluarga dan golongan masyarakat berpenghasilan rendah; (3) Keluarga-keluarga dan golongan masyarakat yang mengalami kesukaran perumahan. Demikian pula akan dilibatkan golongangolongan dalam masyarakat, organisasi-organisasi sosial masyarakat, lembaga-lembaga ekonomi, keuangan, industri dan kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat yang berkecimpung dalam usaha kesejahteraan sosial. Kecuali itu, dalam rangka kegiatan ini termasuk pula usaha-usaha untuk mengembangkan dan memperluas minat masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan bidang kesejahteraan sosial. Pada lembaga-lembaga di dalam kalangan ekonomi, industri dan keuangan, ditingkatkan minatnya untuk selalu menyertakan kepentingan usaha kesejahteraan sosial dalam setiap perluasan usahanya yang bersifat ekonomis. 141 Kegiatan-kegiatan yang tercakup dalam lingkup program ini ialah : a. Bimbingan dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial Masyarakat. Dalam usaha kesejahteraan sosial ini akan diperkembangkan antara lain : penggalian dan pemanfaatan daya dan dana kesejahteraan sosial di lingkungan masyarakat daerah setempat, baik di pedesaan maupun di kota; peningkatan kesejahteraan sosial keluarga-keluarga paling miskin melalui usaha ekonomis produktif, pada keluarga-keluarga tersebut, khususnya juga kaum wanitanya. Pada akhir Repelita III diharapkan jumlah keluarga yang paling miskin di daerah-daerah rawan di pedesaan maupun di kota semakin banyak yang berhasil meningkatkan mutu kesejahteraannya, begitu pula semakin banyak golongan-golongan masyarakat yang berkemampuan secara berswadaya mengatasi masalah-masalah kesejahteraan sosial dalam lingkungan masyarakatnya. b. Pembinaan Kesejahteraan Masyarakat Terasing. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial kesatuan-kesatuan masyarakat tensing melalui kegiatan memukimkan mereka secara menetap agar dapat melaksanakan kehidupan yang layak, serta berkemampuan pula untuk meningkatkan kesejahteraannya. c. Bimbingan dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial Perumahan, Dalam usaha kesejahteraan sosial ini akan diperkembangkan kemampuan berswadaya kesejahteraan sosial daripada golongangolongan masyarakat miskin di daerah pedesaan maupun di kota terutama di daerah-daerah rawan sosial-ekonomis di kota untuk dapat mengatasi masalah-masalah/kesukaran-kesuk.aran perumahannya sendiri secara bergotong-royong, antara lain dengan membangun perumahan rakyat untuk warga masyarakatnya yang miskin, dan dengan pemanfaatan lingkungan perumahannya untuk menciptakan suasana sejahtera. d. Pengembangan Partisipasi Sosial Masyarakat. Pengembangan partisipasi sosial masyarakat dimaksudkan untuk dapat meningkatkan, mengembangkan, menyebar-luaskan, dan me- 142 lembagakan partisipasi masyarakat dalam pembangunan bidang kesejahteraan sosial khususnya, umumnya dalam kegiatan-kegiatan pembangunan bidang lainnya. Dengan semakin meluas dan semakin bermutunya kegiatan-kegiatan partisipasi sosial masyarakat dalam pembangunan secara melembaga dan berkelangsungan, maka di kalangan masyarakat sendiri akan terwujud adanya prasarana dan sarana serta mekanisme pembangunan kesejahteraan sosial yang searah dan dalam kesatu-paduan dengan prasarana, sarana, dan mekanisme kesejahteraan sosial dari Pemerintah. Sasaran kegiatan ini antara lain dan yang utama adalah : (1) perkumpulan-perkumpulan sosial, organisasi-organisasi sosial masyarakat/swasta yang bergerak di bidang usaha kesejahteraan sosial, serta lembaga-lembaga lainnya ekonomi, industri, keuangan; (2) potensi-potensi tenaga kesejahteraan sosial masyarakat; (3) potensi-potensi dana kesejahteraan :sosial masyarakat; (4) potensi-potensi kepemimpinan sosial masyarakat : pria, wanita dan remaja; dan (5) kesadaran, disiplin, kesetia-kawanan, dan rasa tanggung jawab sosial masyarakat. Kegiatan ,pokok dalam usaha ini antara lain ialah : (1) penyuluhan sosial; (2) bimbingan sosial dan motivasi partisipasi sosial masyarakat; (3) pembinaan dan pengembangan tenaga kesejahteraan sosial masyarakat pembimbing sosial masyarakat/PSM dan tenaga kesejahteraan sosial sukarela; (4) bimbingan teknis usaha kesejahteraan sosial; (5) bimbingan ke-organisasian usaha kesejahteraan sosial masyarakat; (6) bimbingan penertiban dan pengendalian lembaga dan usaha kesejahteraan sosial masyarakat; (7) pengembangan kepemimpinan sosial masyarakat; 143 (8) pengembangan dana kesejahteraan sosial masyarakat; (9) pemantapan kesadaran dan tanggung jawab sosial masyarakat; (10) bantuan stimulan prasarana dan sarana kesejahteraan sosial, dan bantuan stimulan untuk kegiatan operasional usaha kesejahteraan sosial; (11) bimbingan pengembangan usaha kesejahteraan sosial masyarakat dan bimbingan partisipasi sosial masyarakat dalam kegiatan-kegiatan pembangunan. 2. Program Bantuan dan Penyantunan Sosial Program ini dimaksudkan untuk memberikan pelayanan bantuan dan penyantunan/rehabilitasi, memelihara serta meningkatkan kesejahteraan sosial golongan-golongan masyarakat, keluarga dan atau kelompok sosial tertentu yang tidak dapat menjalankan fungsi sosialnya karena berbagai faktor pathologis dan atau faktor non pathologis. Dengan pelayanan ini diharapkan mereka dapat dipelihara tingkat kesejahteraan sosialnya serta ditingkatkan kadar dan mutu kesejahteraan mereka, sehingga akan mampu menjaga kehidupan dan penghidupannya sendiri sesuai dengan kelayakan martabat manusia, tanpa ketergantungan pada pihak lain. Dengan demikian maka golongan masyarakat ini akan dapat pula diharapkan untuk ikut serta berfungsi dalam kegiatan pembangunan. Kegiatan pokok usaha ini antara lain terdiri dari : (1) bimbingan sosial dan motivasi; (2) pemberian bantuan perlindungan tempat tinggal/pernaungan, bantuan penghidupan, dan bantuan perangsang untuk usahausaha ekonomis produktif; (3) pemberian pelayanan rehabilitasi -sosial dan rehabilitasi usaha/ kerja; (4) bimbingan persiapan darn pelaksanaan penyaluran pada lapangan usaha/lapangan kerja; dan (5) bimbingan pembinaan dan peningkatan kesejahteraan sosial. 144 Pelayanan tersebut dilakukan melalui sistem pelayanan kesejahteraan sosial secara panti maupun secara non-panti dan dalam hal-hal tertentu dilakukan pula secara pemukiman setempat/baru. Kegiatan-kegiatan yang tercakup dalam lingkup program ini adalah (1) Bantuan dan Penyantunan Anak Terlantar. Dalam usaha kesejahteraan sosial ini yang akan dibina dan diperkembangkan adalah : kesejahteraan anak terlantar dan atau anak tidak/kurang terurus, melalui sistem panti (antara lain Panti Asuhan, Panti Petirahan Anak, Panti Penitipan Anak) dan melalui pelayanan kesejahteraan anak secara non-panti; pembinaan kesejahteraan keluarga dalam kesatuan dengan kesejahteraan anak, melalui kegiatankegiatan konsultasi masalah-masalah sosial-psikologis keluarga dan masalah anak; serta kegiatan-kegiatan perlindungan atas kesejahteraan anak. Dalam Repelita III diharapkan dapat dilakukan kegiatankegiatan pembinaan dan pengembangan kesejahteraan anak yang semakin mampu menjangkau sasaran yang lebih luas. (2) Bantuan dan Penyantunan Lanjut Usia/Jompo. Dalam usaha kesejahteraan sosial .ini, yang akan dibina adalah kesejahteraan sosial para lanjut usia dan atau jompo, terutama yang terlantar dan atau yang kurang/tidak terurus, melalui sistem pelayanan kesejahteraan sosial secara panti (Panti Werdha) maupun secara nonpanti. Termasuk pula kegiatan-kegiatan pembinaan kerja/usaha bagi para lanjut usia yang masih potensial, serta kegiatan-kegiatan rekreasi, kemasyarakatan, dan pembinaan mental spiritual. Dalam Repelita III diharapkan kegiatan ini akan semakin diperluas. (3) Bantuan dan Penyantunan Tuna Sosial. Dalam usaha kesejahteraan sosial ini rehabilitasi kesejahteraan sosial mencakup rehabilitasi sosial bagi para pengemis, gelandangan, dan orang terlantar, melalui sistem panti, non-panti, dan secara pemukiman setempat/baru; rehabilitasi sosial bagi para tuna susila antara lain melalui sistem panti, non-panti, dan dimungkinkan pula secara rehabilitasi/pemukiman setempat; rehabilitasi sosial bagi para 145 remaja korban narkotika, dan bagi anak-anak/remaja nakal; rehabilitasi sosial bagi para bekas narapidana. Tercakup pula dalam kegiatan ini usaha pengembangan kesejahteraan sosial para tuna sosial yang sudah direhabilitasi dalam kehidupan masyarakat umum, antara lain melalui peningkatan usaha ekonomis produktif dan peningkatan kegiatan-kegiatan kemasyarakatan mereka. Kegiatan rehabilitasi sosial para remaja korban narkotika dilakukan terutama setelah mereka mendapatkan pelayanan medis untuk kemudian dilanjutkan dengan pelayanan rehabilitasi sosial tersebut, baik melalui sistem panti, non-panti maupun secara kemasyarakatan. Kegiatan secara kemasyarakatan ini, terutama di dalam rangka usaha pencegahan terhadap meluasnya penyalah-gunaan abat-obatan narkotika di kalangan para remaja. Kegiatan rehabilitasi bagi para anak nakal dan para bekas narapidana dilaksanakan pula secara panti maupun non-panti. Dalam periode Repelita III diharapkan jangkauan pelayanan rehabilitasi sosial ini akan semakin luas. (4) Bantuan dan Penyantunan cacat dan cacat veteran. Dalam usaha kesejahteraan sosial ini akan dilaksanakan rehabilitasi sosial bagi para cacat tubuh, rehabilitasi sosial bagi para cacat netra; rehabilitasi sosial bagi para cacat mental, rehabilitasi sosial bagi para cacat tuli-bisu, dan penyantunan para cacat akibat penyakit khronis. Kegiatan-kegiatan tersebut dilaksanakan melalui sistem panti dan nonpanti. Tercakup pula kegiatan pengembangan kesejahteraan sosial bagi para cacat dan cacat veteran yang telah direhabilitasi, dengan melalui kegiatan peningkatan usaha ekonomis produktif dan kegiatankegiatan pengembangan kehidupan kemasyarakatan mereka. Dalam masa Repelita III diharapkan akan dapat dilaksanakan kegiatan rehabilitasi sosial bagi para cacat dan cacat veteran yang 1ebih luas. (5) Bantuan Sosial bagi Keluarga Pahlawan dan Perintis,/Pejuang Kemerdekaan. Dalam usaha kesejahteraan sosial ini akan dilaksanakan pembinaan kesejahteraan sosial bagi para keluarga pahlawan, pembinaan kesejahteraan sosial bagi para perintis/pejuang kemerdekaan dan keluarganya, pemeliharaan dan pembinaan Makam Pahlawan dan Taman Makam Pahlawan. 146 Dalam masa Repelita III diharapkan para keluarga pahlawan dan perintis/pejuang kemerdekaan di Indonesia terjangkau oleh usaha ini. Selain itu, dalam periode Repelita III diharapkan Makam Pahlawan dan Taman Makam Pahlawan akan mendapat perhatian untuk ditingkatkan kondisinya sehingga menjadi semakin baik. (6) Perintisan sistem jaminan Kesejahteraan Sosial Gotong Royong. Kegiatan yang akan dilaksanakan meliputi : penelitian dan perintisan sistem jaminan kesejahteraan sosial berdasarkan azas gotong royong kearah perlindungan dan pemberian bantuan kesejahteraan sosial, khususnya untuk golongan-golongan masyarakat/keluargakeluarga yang termasuk dalam kategori paling miskin/keserakat; penelitian dan perintisan kearah pengembangan dana jaminan kesejahteraan sosial dari masyarakat; penelitian dan perintisan ke arah usaha asuransi kesejahteraan sosial, khususnya untuk golongan-golongan masyarakat bukan pegawai maupun angkatan bersenjata. Dalam Repelita III sebagai usaha penelitian dan perintisan secara terbatas akan diusahakan penyelenggaraan jaminan kesejahteraan sosial gotong royong untuk memperoleh data yang lebih lengkap serta cara-cara penyelenggaraan yang tepat guna pengembangannya di masa yang akan datang. (7) Bantuan dan Rehabilitasi Sosial bagi para Korban Bencana alam dan bencana lainnya. a. Dalam usaha kesejahteraan sosial ini akan dilaksanakan pembinaan kelancaran dan ketertiban pelaksanaan bantuan kesejahteraan sosial darurat atau sementara; pelaksanaan perlindungan dan pengamanan para- korban dan harta benda masyarakat dan negara/pemerintah; pelaksanaan rehabilitasi sosial bagi para korban bencana alam; peningkatan kesejahteraan sosial para korban bencana alam. b. Usaha kesejahteraan sosial ini dimaksudkan untuk memberikan "bantuan tingkat pertama dan darurat" secara cepat dan tepat bagi para korban yang sedang mengalami musibah bencana alam dan atau bencana lainnya. Bagi para korban yang masih memerlukan pertolongan lebih lanjut, program ini juga melaksanakan kegiatan rehabilitasi sosial bagi para korban bencana alam dan 147 atau bencana lainnya. Hal ini dilakukan antara lain melalui kegiatan-kegiatan rehabilitasi sosial di tempat kejadian, pemukiman setempat, pemukiman baru di daerah setempat dan pemukiman baru di daerah kepulauan lain (transmigrasi). Selain itu, usaha tersebut juga dimaksudkan untuk mengembangkan daerah dan masyarakat di daerah-daerah rawan bencana alam dan atau bencana lainnya, di dalam rangka mencegah terjadinya korban-korban serta mendayagunakan daerah-daerah tersebut bagi peningkatan kesejahteraan sosial masyarakat setempat. Kegiatan ini dilaksanakan antara lain dengan meningkatkan kemampuan masyarakat di daerah-daerah tersebut agar dapat memiliki kemampuan berswadaya untuk mendayagunakan sumber-sumber kesejahteraan sosial di lingkungannya, serta berswadaya untuk mengatasi masalah-masalah sosial dan melaksanakan kegiatan-kegiatan pencegahan terjadinya musibah bencana alam dan atau bencana lainnya. c. Kegiatan-kegiatan pokok dalam usaha ini antara lain, ialah : (1) bimbingan sosial dan motivasi (keluarga, kelompok sosial atau kesatuan masyarakat); (2) pembinaan kelancaran dan ketertiban pelaksanaan bantuan kesejahteraan sosial darurat dan sementara; (3) pemberian bantuan penghidupan, perlindungan tempat tinggal/pemondokan sementara, stimulan prasarana dan sarana pemukiman serta stimulan usaha ekonomis produktif; (4) pelaksanaan rehabilitasi sosial di tempat, secara pemukiman setempat, pemukiman baru di daerah lain dan atau pemukiman baru di daerah kepulauan lain/transmigrasi; (5) bimbingan penyaluran pada lapangan usaha atau lapangan kerja; (6) bimbingan sosial pencegahan dan penanggulangan bencana alam dan bencana lainnya; (7) bimbingan pengembangan kesejahteraan sosial; (8) rehabilitasi daerah-daerah bencana alam dikaitkan dengan rencana pengembangan wilayah, bersama-sama dengan berbagai instansi yang bersangkutan. 148 Dalam periode Repelita III melalui usaha kesejahteraan sosial ini diharapkan pelaksanaan bantuan kesejahteraan sosial darurat/sementara bagi para korban bencana alam dapat diselenggarakan secara lebih tertib, terarah, dan efisien. Diharapkan pula, usaha ini akan lebih mampu menjangkau lebih banyak penderita korban bencana alam di Indonesia, sehingga para korban bencana alam ini terbebas dari, kemiskinan dan dapat memiliki kemampuan untuk meningkatkan kesejahteraan sosialnya. Demikian pula diharapkan daerah-daerah yang semula rawan bencana alam atau bencana lainnya akan dapat didayagunakan dan dimanfaatkan bagi kepentingan kesejahteraan sosial masyarakat setempat dan bagi kepentingan pembangunan pada umumnya. Selain itu, dengan berkembangnya kemampuan swadaya sosial masyarakat di daerah-daerah rawan tersebut, mereka akan lebih mampu pula meningkatkan taraf kesejahteraan sosialnya sendiri. Program-program tersebut di atas, di samping menangani masalah kesejahteraan sosial juga sekaligus secara terpadu menunjang dan memantapkan pembinaan generasi muda, bimbingan motivasi keluarga berencana, perbaikan dan peningkatan gizi serta perbaikan perumahan rakyat dan lingkungan hidup. 3. Program Peranan Wanita Program ini dimaksudkan untuk mengembangkan kesejahteraan para wanita khususnya guna memantapkan ketrampilan dan kemampuan para wanita pedesaan di kalangan keluarga di bawah garis ke, miskinan agar dapat berperan memperbaiki tingkat hidupnya serta semakin berintegrasi secara lebih besar dalam pembangunan masyarakatnya terutama dalam bidang kesejahteraan sosial. Selama Repelita III akan dibina dan dikembangkan kemampuan kelompok-kelompok organisasi sosial swasta ke arah peningkatan ketrampilan yang bersifat ekonomis produktif, kepemimpinan serta teknis pekerjaan sosial khususnya mengenai kesejahteraan anak dan keluarga. 4. Program Generasi Muda Program ini dimaksudkan untuk mengembangkan kesejahteraan para remaja khususnya guna mengisi kegiatan-kegiatan kelompok re149 maja yang kurang mampu dalam rangka mencegah masalah kenakalan/kelainan sosial di kalangan remaja. Selama Repelita III akan dibina dan dikembangkan kemampuan Karang Taruna bagi kelompokkelompok remaja tersebut ke arah peningkatan ketrampilan yang bersifat sosial, ekonomis serta produktif. 5. Program Penelitian Kesejahteraan Sosial Program penelitian kesejahteraan sosial akan dilakukan dalam rangka lebih meningkatkan efisiensi dan efektivitas usaha-usaha kesejahteraan sosial yang langsung dapat menunjang peningkatan mutu kesejahteraan sosial secara luas. Kegiatan yang dilaksanakan mencakup : a. Penelitian yang menyangkut identifikasi permasalahan kesejahteraan sosial di dalam masyarakat, baik mengenai ciri-ciri kekhususannya, pengaruh-pengaruh dan keterbatasan-keterbatasan serta luas permasalahannya. b. Penelitian dan pengembangan teknologi usaha-usaha kesejahteraan sosial termasuk pula administrasi kesejahteraan sosial, yang langsung diarahkan untuk menunjang peningkatan dan pengembangan usaha-usaha kesejahteraan sosial baik yang dilakukan oleh Pemerintah maupun yang dilakukan oleh masyarakat. Penataan dan penyajian data/informasi di bidang kesejahteraan sosial yang akan langsung bermanfaat bagi pengembangan kebijaksanaan, strategi dan program-program pembangunan bidang kesejahteraan sosial. Dalam Repelita III penelitian kesejahteraan sosial diharapkan dapat dilaksanakan secara lebih intensif, dan diarahkan untuk langsung menunjang peningkatan kegiatan operasional. Kecuali itu akan dimanfaatkan pula untuk memberikan dasar bagi pengembangan kebijaksanaan, strategi dan program-program pembangunan bidang kesejahteraan sosial. 6. Program Pendidikan dan Latihan Tenaga Sosial Melalui program ini diharapkan pelaksanaan usaha kesejahteraan sosial selalu dapat ditangani oleh tenaga-tenaga yang trampil serta selalu bertolak pada perkembangan permasalahan kesejahteraan sosial yang ada di dalam masyarakat. 150 Dalam usaha memenuhi kebutuhan pelayanan, usaha peningkatan mutu .tenaga-tenaga pelaksana terutama akan ditujukan pada tenagatenaga pelaksana lapangan, baik yang langsung menggarap permasalahan/kasus-kasus masalah sosial maupun mereka yang bertanggung jawab untuk mengorganisasikan dan mengendalikan pelayanan kesejahteraan sosial pada tingkat lapangan. Dalam Repelita III usaha peningkatan kemampuan/ketrampilan tenaga pelaksana akan selalu dikembangkan sesuai dengan tuntutan kebutuhan pelayanan operasional, dengan demikian kemampuan sebagian besar aparat pelaksana, baik pada tingkat tenaga-tenaga administrasi maupun tenaga-tenaga pelaksana di lapangan akan selalu dapat memenuhi kebutuhan usaha-usaha peningkatan pelayanan kesejahteraan sosial masyarakat. Demikian pula dalam rangka penyelenggaraan kegiatan-kegiatan pendidikan/latihan tenaga kesejahteraan sosial yang makin meningkat, fasilitas-fasilitas pendidikan/latihan akan dikembangkan sehingga akan lebih memenuhi kebutuhan. 7. Program Penyempurnaan Efisiensi Aparatur Pemerintah dan Pengawasan Pelaksanaan Pembangunan Dalam usaha menunjang berhasilnya pelaksanaan operasional sebagaimana yang telah direncanakan, maka diperlukan adanya pengaturan-pengaturan yang dapat menjamin bahwa pencapaian hasil-hasil pelaksanaan kegiatan dapat dicapai dengan cara-cara yang efisien dan tertib administrasi. Oleh karena itu akan dilakukan usaha-usaha agar pengendalian pelaksanaan kegiatan-kegiatan dapat dimantapkan mulai dari kegiatan perencanaan sampai pada kegiatan pengendalian administratif pelaksanaan serta pengawasannya. Di samping itu akan diusahakan pula agar semua penanggulangan masalah-masalah kesejahteraan sosial dapat dilandasi dengan peraturan-peraturan perundangundangan menurut keperluan. Untuk lebih meningkatkan hasil-guna dan daya-guna pelaksanaan pembangunan akan ditingkatkan kemampuan menejemen kesejahteraan sosial yang ada. Peningkatan kemampuan ini meliputi berbagai bidang kegiatan, terutama meliputi peningkatan kemampuan fungsi 151 perencanaan serta penilaian, pengorganisasian, serta ketata-laksanaan dan pengawasan, juga peningkatan berbagai sarana termasuk usaha pengembangan hukum di bidang kesejahteraan sosial. Agar pelaksanaan kebijaksanaan serta kegiatan berjalan menurut rencana dan mencapai sasaran yang telah ditetapkan, fungsi pengawasan akan makin ditingkatkan yang mencakup pengendalian dan penilaian pelaksanaan pembangunan, tatalaksana, kepegawaian, keuangan dan perlengkapan. Tujuan pengawasan ini dimaksudkan agar pelaksanaan semua kebijaksanaan dan program di bidang kesejahteraan sosial dapat diikuti, dan dapat diambil tindakan perbaikan yang diperlukan bila terjadi hambatan,, penyimpangan dan penyelewengan lainnya. Fungsi pengawasan tidak semata-mata diselenggarakan oleh Inspektorat Jenderal dan lain-lain aparatur pengawasan, tetapi juga merupakan kegiatan dan tanggung jawab yang melekat pada fungsi Pimpinan setiap satuan organisasi Departemen/ Instansi. Oleh karena itu baik pengawasan fungsional maupun pengawasan operasional oleh unsur pimpinan terhadap pelaksanaan tugas oleh pejabat bawahannya akan makin ditingkatkan. Usaha pengawasan yang bertujuan meningkatkan ketertiban demi terwujudnya aparatur pemerintah yang bersih dan bertanggung jawab perlu dilaksanakan berdasarkan program yang berencana, terarah dan terpadu. Di samping itu akan dilanjutkan dan ditingkatkan pula usaha-usaha untuk terwujudnya aparatur pemerintah yang bersih berwibawa dan bertanggung jawab. Unsur-unsur penunjang lain, seperti peningkatan penataan administrasi kepegawaian, sistem informasi keuangan dan perlengkapan serta kehumasan dalam Repelita III akan diselenggarakan sejalan dengan peningkatan dan pengembangan program-program operasional. Dengan demikian diharapkan bahwa secara keseluruhan, baik administratif maupun teknis, pelaksanaan program-program akan dapat ditingkatkan secara nyata. 8. Program Penyempurnaan Prasarana Fisik Pemerintah Dalam rangka usaha meningkatkan pelayanan kesejahteraan sosial, baik mutu maupun jangkauan pelayanan, fasilitas pelayanan kese- 152 jahteraan sosial akan ditingkatkan. Termasuk dalam usaha peningkatan inl perlengkapan para petugas sosial lapangan, terutama yang bekerja di daerah terpencil. B. PERANAN WANITA I. PENDAHULUAN Di dalam Garis-garis Besar Haluan Negara dinyatakan bahwa Pembangunan yang menyeluruh mensaratkan ikut sertanya pria maupun wanita secara maksimal disegala bidang. Oleh karena itu wanita mempunyai hak, kewajiban dan kesempatan yang sama dengan pria untuk ikut serta sepenuhnya dalam segala kegiatan pembangunan. Peranan wanita dalam pembangunan tidak mengurangi peranannya dalam pembinaan keluarga sejahtera umumnya dan pembinaan generasi muda khususnya, dalam rangka pembinaan manusia Indonesia seutuhnya. Untuk lebih memberikan peranan dan tanggung jawab kepada kaum wanita dalam pembangunan, maka pengetahuan dan ketrampilan wanita perlu ditingkatkan diberbagai bidang yang sesuai dengan kebutuhannya. Sesuai dengan apa yang dikemukakan di dalam Garis-garis Besar Haluan Negara tersebut di atas, dalam Repelita III akan diusahakan untuk lebih meningkatkan peranan wanita dalam pembangunan. Secara langsung wanita membina perkembangan mental dan fisik generasi-generasi penerus dalam keluarga masing-masing, yang merupakan kelompok-kelompok yang akan terjun dalam masyarakat, yaitu kelompok generasi muda, penerus cita-cita bangsa yang akan mewarisi dan melanjutkan perjuangan bangsa generasi demi generasi. II. KEADAAN DAN MASALAH Buta huruf dan kurangnya pendidikan dan latihan dalam ketrampilan-ketrampilan dasar serta hambatan sosial kebudayaan merupakan beberapa di antara penyebab "lingkaran setan" keterbelakangan, produktivitas yang rendah dan kondisi-kondisi kesehatan serta kesejahteraan yang buruk. Wanita yang kurang pendidikannya kurang 153 dapat memenuhi fungsinya dalam pembinaan keluarga apalagi mengingat tuntutan dewasa ini. Kurangnya Pengetahuan mengenai kesehatan mengakibatkan ketidak mampuan ibu rumah tangga menerapkan pemeliharaan kesehatan yang tepat, penyajian makanan yang bergizi cukup, terutama kepada anak di bawah umur lima tahun (BALITA). Dengan tingkat pendidikan yang baik dapat ditingkatkan mutu hidup manusia dan akan lebih mampu untuk mengelola dan memanfaatkan lingkungan alam untuk meningkatkan kesejahteraan dirinya sendiri, keluarga dan seluruh masyarakat. Kurangnya kemampuan wanita seperti disebutkan di atas dan belum meratanya kesempatan bagi kaum wanita tercermin pula dari peranannya di berbagai bidang kegiatan pembangunan antara lain di bidang ketenagakerjaan. Sebagian terbesar tenaga kerja wanita adalah pekerja tidak terdidik. Wanita pedesaan sepanjang sejarah telah membuktikan bahwa mereka dapat berperan di dalam kehidupan masyarakatnya. Secara tradisional wanita pedesaan antara lain turut serta di dalam kegiatankegiatan ekonomi, khususnya dalam proses produksi. Dengan adanya kemajuan dan peningkatan cara-cara berproduksi dan kelembagaan-kelembagaan di dalam sektor pertanian mulai timbul masalah mengenai berkurangnya peranan dan kedudukan wanita dalam proses produksi. Masalah yang sama juga timbul dalam sektor industri dan jasa walaupun dalam tingkatan keadaan yang berlainan. Kurang memadainya peranan wanita dalam pembangunan merupakan pemborosan sumber daya manusia dan merugikan pembangunan itu sendiri. Masalah dan hambatan yang menyebabkan kaum wanita pada umumnya masih rendah tingkat partisipasinya dalam pembangunan, adalah antara lain sebagai berikut : 1. Besarnya jumlah wanita yang buta huruf dan pendidikan rendah, merupakan hambatan bagi pembangunan karenanya mereka tidak atau belum dapat mengambil bagian sepenuhnya dalam proses pembangunan: 154 2. Kurangnya pengetahuan mengenai kesehatan, gizi, dan sanitasi mengakibatkan rendahnya tingkat kesehatan ibu-ibu dan anakanak, sehingga tingkat kematian bayi dan anak-anak menjadi tinggi. 3. Tingkat penghasilan keluarga yang rendah mengharuskan kaum wanita mencari nafkah tambahan bagi keluarga, di samping kesibukannya sebagai ibu rumah tangga. 4. Keterbatasan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap kaum wanita sendiri dalam hidup bermasyarakat dihadapkan kepada penempatan kedudukan mereka dalam masyarakat yang belum sepenuhnya dapat diterima setingkat dengan kaum pria, merupakan dua hal yang saling berpengaruh dan merupakan hambatan bagi peningkatan partisipasi wanita dalam pembangunan terutama untuk mendapatkan kedudukan dan kesempatan kerja yang layak. 5. Keadaan sosio budaya yang tidak menguntungkan bagi wanita. Di dalam masyarakat yang masih berpandangan tradisional terdapat norma dan adat istiadat yang kuat yang masih membatasi peranan wanita dalam kegiatan-kegiatan yang bersifat formal. Namun demikian dapat dikemukakan pula adanya faktor-faktor yang mendukung peningkatan peranan wanita dalam pembangunan. Hal-hal ini antara lain adalah sebagai berikut : 1. Adanya kehendak politik seperti dituangkan dalam Garis-garis. Besar Haluan Negara tentang "Peranan Wanita dalam pembangunan dan pembinaan bangsa". 2. Telah meluasnya pergerakan wanita yang sejak kebangkitan bangsa Indonesia menunjukkan partisipasinya dan selalu berusaha meningkatkannya melalui perjuangan persamaan hak, kewajiban dan kesempatan. 3. Semangat dan kegairahan para pemimpin wanita baik di tingkat pusat maupun daerah untuk membantu keberhasilan kebijaksanaan ini. 4. Telah tersusunnya Rencana Kegiatan Nasional Wanita Indonesia. 155 III. KEBIJAKSANAAN DAN LANGKAH-LANGKAH Kebijaksanaan dan langkah-langkah untuk meningkatkan peranan wanita dalam Repelita III berjalan secara terpadu dengan kebijaksanaan dan langkah-langkah di pelbagai bidang pembangunan. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan keadaan yang memungkinkan wanita ikut serta dan berintegrasi secara lebih baik dalam pembangunan material dan spiritual. Di bidang pertanian, wanita memainkan peranannya secara langsung baik di dalam kegiatan produksi maupun penggunaan hasilhasil pertanian. Tenaga kerja, wanita di daerah pedesaan adalah merupakan pemegang peranan utama yang melaksanakan pelbagai kegiatan pembangunan di bidang pertanian. Dalam rangka meningkatkan pembangunan di bidang pertanian dipergunakan cara-cara dan teknologi baru yang dapat meningkatkan produksi dan mutu hasil-hasil pertanian, termasuk penggunaan jenis tanaman baru. Agar kaum wanita dapat menggunakan cara-cara dan teknologi baru tersebut dengan sebaik-baiknya, perlu diberikan pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan. Dalam rangka ini akan diadakan dan ditingkatkan latihan-latihan serta kursus-kursus bagi kaum wanita agar mereka dapat mengenal dan memanfaatkan caracara serta teknologi baru di bidang pertanian. Kecuali itu kaum wanita terutama di daerah pedesaan memegang peranan penting dalam cara-cara penyimpanan dan pemanfaatan hasilhasil pertanian. Untuk itu akan diadakan kursus-kursus dan latihanlatihan tentang memperbaiki cara penyimpanan hasil-hasil pertanian untuk menghindarkan pemborosan karena pembusukan dan lain sebagainya. Begitu pula akan diberikan pengetahuan tentang pelbagai usaha yang dapat dilakukan oleh kaum wanita sendiri guna meningkatkan pemanfaatan hasil-hasil pertanian untuk perbaikan gizi keluarga, termasuk pemanfaatan tanaman pekarangan, peternakan, perikanan dan lain sebagainya. Di samping pengetahuan dan ketrampilan di bidang pertanian akan diberikan pula latihan-latihan dan ketrampilan di bidang-bidang lainnya agar kaum wanita terutama di daerah pedesaan memperoleh 156 kemampuan yang lebih beset untuk memperbaiki tingkat hidupnya. Berbagai kegiatan tersebut akan diserasikan dengan kegiatan lembagalembaga yang telah ada sehingga peranan wanita dalam pembangunan masyarakat terutama di daerah pedesaan dapat ditingkatkan. Dalam rangka ini diusahakan meningkatkan ikut sertanya kaum wanita di sektor perkoperasian. Langkah-langkah dan usaha-usaha akan dilakukan untuk memberikan bimbingan dan penyuluhan serta latihan ketrampilan yang meliputi masalah keanggotaan, organisasi, pengelolaan dan keuangan koperasi kepada kaum wanita. Perkoperasian tidak hanya dikembangkan di daerah pedesaan saja tetapi juga di daerah perkotaan sehingga dapat diciptakan iklim yang baik untuk penciptaan lapangan kerja bagi kaum wanita. Hal ini diserasikan dengan kebijaksanaan dan usaha-usaha di bidang pembangunan ekonomi dan ketenagakerjaan serta pembangunan daerah yang bersangkutan. Masalah pangan dan perbaikan gizi serta usaha-usaha penanggulangannya, secara langsung menyangkut masalah kaum wanita. Sebagian besar penduduk yang mengalami kekurangan gizi adalah wanita hamil dan wanita yang sedang menyusui serta anak-anak di bawah umur 5 tahun yang menderita kekurangan kalori dan protein maupun kekurangan vitamin A yang diancam kebutaan. Oleh karena itu akan diusahakan lebih meningkatkan keikutsertaan kaum wanita dalam menanggulangi masalah gizi terutama di daerah pedesaan. Penanggulangan masalah gizi memerlukan pula penggunaan pelbagai bahan makanan yang dapat berbeda dengan kebiasaan seharihari, misalnya penggunaan garam yodium, makanan yang telah ditambahkan vitamin-vitamin, dan lain sebagainya. Dalam hubungan ini bagi para ibu akan diberikan penyuluhan dan pengertian tentang pemanfaatan berbagai bahan makanan tersebut yang diperlukan oleh mereka sendiri maupun oleh anak-anak guna perbaikan keadaan gizi keluarga. Kecuali itu akan lebih ditanamkan lagi pengertian manfaat air susu ibu bagi kesehatan dan pertumbuhan bayi. Usaha perbaikan gizi keluarga menyangkut pula segi-segi kesehatan dan lingkungan hidup. Dalam hubungan ini bagi ibu-ibu rumah tangga akan diusahakan untuk memberikan penyuluhan dan ketram157 pilan tentang cara-cara sederhana untuk memelihara kesehatan dirinya serta anak-anak dan keluarganya agar sekaligus dapat mengatasi masalah gizi. Begitu pula akan dikembangkan usaha-usaha yang dapat dilakukan oleh para ibu untuk kesehatan lingkungan. Pelbagai usaha tersebut diserasikan dengan kegiatan pembangunan di bidang pertainan, kesehatan, pendidikan, penerangan dan lain sebagainya. Pelbagai kebijaksanaan dan pelaksanaan kegiatan pembangunan industri berhubungan erat dengan masalah peranan wanita dalam pembangunan. Hal ini pertama-tama menyangkut masalah tenaga wanita yang bekerja di bidang industri. Sebagian besar tenaga kerja wanita yang bekerja di bidang industri adalah tenaga-tenaga tidak terdidik dan hanya sebagian kecil yang memegang jabatan pimpinan. Untuk meningkatkan sumbangan wanita terhadap pembangunan di bidang industri dan sekaligus meningkatkan mutu barang-barang industri, akan diusahakan untuk meningkatkan pelbagai bentuk latahan ketrampilan bagi tenaga-tenaga wanita yang bekerja di bidang industri termasuk latihan-latihan untuk memperoleh kemampuan kepemimpinan. Salah satu segi lain adalah batas umur terendah yang dapat diizinkan untuk bekerja di bidang industri. Dalam hubungan ini akan lebih ditingkatkan pelaksanaan dan pengawasan terhadap ketentuanketentuan batas umur khususnya untuk kaum wanita yang bekerja di bidang industri. Begitu pula akan ditingkatkan langkah-langkah dalam pelaksanaan kesejahteraan pekerja wanita, seperti cuti hamil, penitipan bayi, pengawasan keselamatan kerja, pengupahan, asuransi kecelakaan dan lain sebagainya. Di samping itu akan dikembangkan pula penyuluhan dan pendidikan yang diperlukan agar kaum wanita dapat mengambil bagian dan menjadi pembina atau wirausaha di bidang industri. Langkahlangkah tersebut akan diserasikan dengan kegiatan pembangunan di bidang pendidikan, ketenagakerjaan, perdagangan dan lain sebagainya. Selanjutnya peranan wanita sangat erat hubungannya dengan pemasaran hasil-hasil industri. Kemampuan kaum wanita untuk memilih hasil-hasil barang industri yang bermutu akan turut menentukan perkembangan hasil-hasil industri itu sendiri. Dalam hubungan ini akan 158 diusahakan penyuluhan dan pendidikan mengenai cara-cara untuk memilih barang konsumsi yang bermutu baik. Penyuluhan ini terutama ditujukan kepada kaum wanita yang tidak mendapat kesempatan memperoleh pendidikan sekolah termasuk mereka yang putus Sekolah Dasar. Dengan kegiatan-kegiatan tersebut diusahakan tidak hanya kehidupan kaum wanita beserta keluarganya akan bertambah baik tetapi sekaligus juga untuk mendorong makin meningkatnya mutu barangbarang industri yang dihasilkan. Masih rendahnya taraf pendidikan dan terbatasnya ketrampilan yang dimiliki oleh kaum wanita pada umumnya merupakan masalah pokok yang perlu diatasi dalam usaha meningkatkan peranan wanita dalam pembangunan. Oleh karena itu kegiatan-kegiatan pendidikan, baik pendidikan formal maupun pendidikan non formal serta latihan ketrampilan merupakan kegiatan-kegiatan utama dalam usaha meningkatkan keikutsertaan wanita di dalam pembangunan. Dalam hubungan ini perhatian khusus perlu diberikan oleh karena terdapat tanda-tanda kecenderungan para keluarga untuk mendahulukan anak pria dalam hal memperoleh pendidikan daripada anak wanita. Dalam hubungan ini, di bidang pendidikan formal akan diambil langkah-langkah untuk mengurangi jumlah murid wanita yang putus sekolah. Hal ini dilakukan baik dengan mempergunakan berbagai kemungkinan yang telah ada maupun dengan memperkembangkan kemungkinan-kemungkinan baru seperti Sistem Pamong, Sekolah Terbuka dan lain sebagainya. Di samping itu pendidikan formal diusahakan pula untuk mempersiapkan kaum wanita guna menghadapi lapangan kerja baru yang terbuka bersamaan dengan meningkatnya kegiatan pembangunan. Melalui kegiatan pendidikan tersebut diusahakan pula untuk mengembangkan rasa harga diri dan kepercayaan terhadap diri sendiri di kalangan wanita, serta menanamkan moral Pancasila, pendidikan Agama, dan semangat untuk membangun. Sementara itu melalui pendidikan luar sekolah diusahakan untuk menanamkan sikap makarya dan memberikan ketrampilan bagi kaum wanita agar dapat meningkatkan kemampuannya sehingga dapat menyesuaikan diri dengan kemajuan-kemajuan teknologi dalam lapangan pertanian, industri, jasa-jasa perhubungan dan lain sebagainya. Dalam 159 pelaksanaannya akan lebih dimanfaatkan sarana-sarana pendidikan dan latihan yang ada seperti Pusat Latihan Kerja, kursus-kursus Pendidikan Masyarakat, penyuluhan pertanian dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan tersebut ditujukan terutama untuk memberikan bekal kemampuan yang lebih besar dan menanamkan sikap percaya kepada kemampuan sendiri bagi kaum wanita guna meningkatkan taraf hidup dan ikut serta dalam usaha-usaha pembangunan pada umumnya. Usaha meningkatkan harga diri pada kaum wanita tidak hanya dilakukan di sekolah-sekolah atau melalui pendidikan luar sekolah saja, melainkan lebih luas lagi ialah melalui pendidikan kewarganegaraan dan keikutsertaan kaum wanita dalam organisasi-organisasi, khususnya organisasi wanita. Untuk itu usaha-usaha akan dilakukan untuk memberikan pendidikan kepemimpinan bagi kaum wanita dan menciptakan iklim yang serasi agar organisasi-organisasi wanita dapat bekerjasama dengan organisasi-organisasi lain, balk di dalam maupun di luar negeri. Betapapun peranan wanita dalam pembangunan tidak mengurangi peranan dan tanggung jawab mereka dalam membina keluarga sejahtera pada umumnya dan pembinaan generasi muda khususnya. Untuk meningkatkan peranan ini kegiatan-kegiatan pendidikan kesejahteraan keluarga, pelayanan kesehatan dan keluarga berencana akan makin digiatkan secara terpadu dengan lembaga-lembaga yang mempunyai kewajiban menanganinya. Di tingkat desa penyelenggaraan pendidikan kesejahteraan keluarga dihimpun dalam gerakan-gerakan Pembinaan Kesejahteraan Keluarga, Lembaga Sosial Desa, penyuluhan gizi dan kesehatan, bimbingan sosial dan lain sebagainya. Usaha ini merupakan lanjutan dari langkah-langkah yang sudah dimulai dalam Repelita II. Selanjutnya keikutsertaan wanita dalam pelaksanaan program keluarga berencana akan lebih ditingkatkan melalui usaha untuk mendapatkan peserta keluarga berencana, memelihara kelestarian peserta, dan penyuluhan serta penerangan terutama bagi daerah-daerah yang belum terjangkau oleh pelaksanaan keluarga berencana. Kegiatankegiatan wanita di lapangan ini diintegrasikan dengan pelbagai kegiatan lainnya dalam rangka pelaksanaan program keluarga berencana. 160 Usaha untuk lebih mengembangkan peranan tenaga kerja wanita dalam pembangunan pertama-tama menyangkut masalah usaha meningkatkan pendidikan dan latihan tenaga kerja wanita. Hal ini disebabkan oleh karena tenaga kerja wanita, baik yang bekerja di bidang pertanian, industri maupun di bidang pembangunan lainnya untuk sebagian besar adalah tenaga kerja tidak terdidik ataupun tenaga kerja yang putus sekolah. Dalam hubungan ini maka dalam Repelita III dilaksanakan kegiatan meningkatkan lapangan kerja bagi wanita terutama di desa-desa. Langkah-langkah ini antara lain ialah menciptakan proyek-proyek produktif yang dilaksanakan khusus oleh wanita seperti koperasi jahit menjahit, latihan dan pendidikan di bidang sekretariat dan tata usaha, dan lain-lain. Sementara itu perkembangan pembangunan daerah membuka pula lapangan kerja baru di luar bidang pertanian. Untuk itu perhatian khusus diberikan terhadap pendidikan dan latihan bagi kaum wanita yang memungkinkan mereka untuk turut serta dalam lapangan-lapangan kerja yang baru. Pusat-pusat Latihan Kerja akan dimanfaatkan untuk memberikan kemungkinan tenaga kerja wanita memperoleh ketrampilan yang diperlukan. Hal ini diserasikan dengan ketenagakerjaan serta pembangunan daerah yang bersangkutan. Pendidikan dan latihan tenaga kerja wanita untuk bidang-bidang pembangunan lainnya ditingkatkan pula. Hal ini diserasikan dengan berbagai kebijaksanaan dan langkah pembangunan di bidang pendidikan. Selanjutnya dalam rangka pengembangan hukum akan dikembangkan perundang-undangan dan peraturan-peraturan yang dapat mendorong turut sertanya tenaga wanita di dalam kegiatan pembangunan dan sekaligus untuk memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja wanita. Terbatasnya kemampuan yang dimiliki oleh kaum wanita terutama di daerah pedesaan dan di daerah miskin di kota-kota merupakan masalah yang perlu diatasi untuk meningkatkan keikutsertaan kaum wanita dalam pembangunan daerah. Selain itu berbagai adat istiadat dan keadaan sosial lainnya masih merupakan hambatan untuk turut 161 sertanya kaum wanita sebagai sumber daya manusia untuk mengelola dan memanfaatkan kekayaan alam di sekitarnya. Oleh karena itu setiap usaha untuk meningkatkan peranan wanita dalam pembangunan daerah akan dilaksanakan secara terpadu dengan usaha-usaha pembangunan daerah pada umumnya yang bersifat lintas sektoral. Dalam rangka ini akan lebih dimanfaatkan kesempatan-kesempatan yang telah tersedia seperti pendidikan luar sekolah. penyuluhan pertanian, pelayanan kesehatan melalui KIA dan PUSKESMAS, program bimbingan sosial dan lain sebagainya. Begitu pula akan lebih dimanfaatkan lembaga-lembaga Pembinaan Kesejahteraan Keluarga, Lembaga Sosial Desa, Kelompok-kelompok belajar, lembaga-lembaga agama, pemuda, wanita dan lain sebagainya. Di samping itu di dalam rangka meningkatkan keikutsertaan wanita dalam pembangunan, akan dikembangkan pusat informasi yang menangani soal-soal yang menyangkut peranan wanita. Pusat informasi tersebut akan didukung oleh penelitian-penelitian tentang pelbagai masalah serta kemungkinan-kemungkinan untuk meningkatkan peranan wanita dalam pembangunan yang akan dimanfaatkan untuk penyusunan kegiatan-kegiatan dan langkah-langkah selanjutnya. Penelitian akan meliputi antara lain tentang sumbangan pendidikan terhadap peningkatan peranan wanita, tentang cara-cara dan teknologi yang menghemat tenaga dan waktu bagi wanita dalam pekerjaan rumah tangga, tentang pekerjaan sambilan bagi wanita, dan peranan wanita dalam kehidupan ekonomi khususnya koperasi. Kecuali itu diperlukan pula penelitian tentang peranan PKK dalam peningkatan pelayanan sosial kepada kaum wanita, masalah pelaksanaan undangundang perkawinan, masalah kesempatan kerja bagi wanita dan lain sebagainya. LANGKAH USAHA Penduduk wanita Indonesia yang merupakan lebih dari 50% jumlah penduduk, merupakan suatu potensi nyata dan sasaran yang strategis. Sebagai subyek pembangunan, potensi ini akan nampak peranannya apabila dilaksanakan langkah-langkah usaha sebagai berikut: 162 1. Langkah usaha wanita dalam peranan budaya. 2. Langkah usaha peningkatan tenaga kerja wanita. 3. Langkah usaha peningkatan ketrampilan wanita. 1. Langkah Usaha Wanita Dalam Peranan Budaya. a. Wanita dalam posisinya sebagai ibu rumah tangga, isteri, pendidik, (dan anggota masyarakat perlu digalang dalam kelompokkelompok sosial yang sesuai melalui pendekatan-pendekatan yang bijaksana dan edukatif. Wadah-wadah kelompok-kelompok ini adalah untuk menggalang solidaritas sosial sebagai tahap pertama menuju pembaharuan dan perubahan sikap mental. b. Sikap mental dalam lingkungan keluarga adalah dasar dari pertumbuhan budaya yang diawali dari lingkaran keluarga, masyarakat sekitar sampai kepada lingkaran yang lebih luas yaitu bangsa. Oleh karena itu secara terencana diterapkan langkah usaha yang dapat mengurangi sikap mental yang negatif seperti sifat-sifat feadolistis, sifat boros, sifat konsumtif, sifat hipokrit dll. Sebaliknya dikembangkan sikap wanita yang harus mandiri sebagai subyek pembangunan yang positif seperti: sifat-sifat yang produktif, sifat-sifat yang progressip, berorientasi jauh dll. c. Meningkatkan lembaga-lembaga budaya dengan kegiatan-kegiatan yang melibatkan lebih banyak wanita sebagai langkah agar peranan dan kemampuan wanita dapat meningkat. Langkah-langkah ini adalah langkah-langkah fundamental menuju kepada peranan wanita dalam budaya yang terintegrasi dalam pembinaan bangsa. d. Wanita-wanita pedesaan, terlebih yang bertempat tinggal jauh di pelosok-pelosok akan dikelompokkan dan diarahkan kepada usaha-usaha dalam sektor-sektor pertanian, perindustrian, koperasi, pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Dengan demikian inovasi modernisasi yang membawa perubahan-perubahan dan budaya baru secara efektif bisa berjalan dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya. 163 2. Langkah Usaha Peningkatan Tenaga Kerja Wanita. a. Untuk dapat diketahui secara konsepsional peranan wanita dalam keikut-sertaan pembangunan diperlukan perencanaan tenaga kerja wanita secara khusus, di samping perencanaan tenaga kerja yang umum secara nasional. b. Meningkatkan pendataan tenaga kerja wanita yang seimbang dengan laju pembangunan. Data-data informasi kebutuhan tenaga kerja wanita, kesempatan kerja yang tersedia, serta jumlah yang membutuhkan lapangan pekerjaan akan dibina secara khusus. 3. Langkah Usaha Peningkatan Ketrampilan Wanita. a. Usaha pendidikan ketrampilan wanita akan dikembangkan baik secara horisontal maupun secara vertikal. Dalam hubungan ini akan ditingkatkan peranan wanita dalam usaha pengadaan pangan, kegiatan lepas panen yang sangat memerlukan tenaga wanita, usaha kesejahteraan keluarga, usaha rantai pemasaran yang banyak menyerap tenaga wanita, serta usaha lain yang khusus merupakan porsi peranan wanita. Untuk ini akan diadakan kursus-kursus yang praktis, mudah bergerak, sederhana dan populer untuk segala lapisan wanita. Kursus-kursus praktis ini akan dikaitkan secara terpadu dengan usaha penyuluhan lapangan dalam berbagai aspek kehidupan. b. Latihan Kerja Khusus bagi tenaga-tenaga kerja wanita yang memerlukan ketrampilan tersendiri akan lebih ditingkatkan. 164 TABEL 20 — 3 PEMBIAYAAN RENCANA PEMBANGUNAN LIMA TAHUN KETIGA 1979/80 — 1983/84 (dalam jutaan rupiah) KESEHATAN, KESEJAHTERAAN SOSIAL DAN PERANAN WANITA No. Kode 10 SEKTOR/SUB SEKTOR/PROGRAM SEKTOR KESEHATAN, KESEJAHTERAAN SOSIAL, PERANAN WANITA, KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA 165 10.1 Sub Sektor Kesehatan 10.1.01 10.1.02 10.1.03 Program Penyuluhan Kesehatan Program Pelayanan Kesehatan Program Pemberantasan Penyakit Menu - 10.1.04 10.1.05 lar dan Penyakit Rakyat Program Perbaikan. Gizi Program Pengawasan Obat, Makanan dan sebagainya 10.2 Sub Sektor Kesejahteraan Sosial dan Peranan Wanita Program Pembinaan Kesejahteraan Sosial Program Bantuan dan Penyantunan Sosial Program Peranan Wanita 10.2.01 10.2.02 10.2.03 1979/80 (Anggaran Pembangunan) 1979/80 -1983/84 (Anggaran Pembangunan) 132.925,6 829.080,0 90.144,4 556.180,0 750,0 65.494,4 6.000,0 431.480,0 17.650,0 5.000,0 78.000,0 31.200,0 1.250,0 9.500,0 17.176,8 70.900,0 4.451,8 20.000,0 10.525,0 2.200,0 40.900,0 10.000,0