BAB 3 KEUANGAN NEGARA BAB 3 KEUANGAN NEGARA I. PENDAHULUAN Dalam Bab 2 disebutkan bahwa pelaksanaan Repelita V memerlukan pembiayaan yang besar. Sesuai dengan penggarisan Ga-ris-garis Besar Haluan Negara (GBHN), sumber pembiayaan pembangunan tersebut diutamakan dari dalam negeri, baik berupa tabungan Pemerintah maupun tabungan masyarakat, sedangkan sumber luar negeri merupakan pelengkap. Tabungan Pemerintah merupakan kelebihan penerimaan dalam negeri Pemerintah di Pemerintah dari sum- atas pengeluaran rutinnya. Penerimaan ber-sumber dalam negeri meliputi penerimaan Pemerintah yang berasal dari penerimaan migas serta penerimaan di luar migas, sedangkan pengeluaran rutin Pemerintah mencakup pengeluaranpengeluaran untuk kegiatan-kegiatan rutin pelaksanaan peme-rintahan. Tabungan Pemerintah bersama-sama dengan penerimaan pembangunan yang berasal dari bantuan luar negeri merupakan pembangunan yang tersedia untuk membiayai kegiatan-ke- dana giatan pembangunan. Salah satu persoalan utama yang dihadapi dalam kurun waktu lima tahun mendatang adalah bahwa prospek pasaran minyak bumi kurang begitu cerah, sehingga penerimaan dalam negeri dari sektor migas juga diperkirakan sulit untuk meningkat 183 dengan cepat. Sehubungan dengan itu sumber-sumber dana pembangunan yang ada perlu dikelola dan dikembangkan sebaik memenuhi kebutuhan pembiayaan pembangunan, mungkin untuk khususnya untuk kegiatan-kegiatan pembangunan yang dibiayai ne-gara. Tetapi di samping mengelola sumber dana yang ada sebaikbaiknya, kebutuhan dana untuk pembangunan yang makin mening- kat menuntut ditemukannya dan dikembangkannya sumber-sumber ini sumbangan sektor-sektor di dana yang baru. Dalam kaitan luar migas terhadap penerimaan negara mempunyai peranan yang strategis dalam pelaksanaan Repelita V dan mutlak harus ber- hasil ditingkatkan, tanpa mengabaikan peluang-peluang yang terbuka untuk meningkatkan penerimaan dari migas. Untuk meningkatkan penerimaan negara dari berbagai sum- - ber, khususnya penerimaan di luar migas, maka upaya untuk meningkatkan pelaksanaan perpajakan, seperti tercermin dalam kebijaksanaan pembaharuan pajak dalam Repelita IV, memegang peranan kunci sehingga perlu terus ditingkatkan dan disempurnakan. Dalam usaha itu tetap diperhatikan asas keadilan, kemampuan dan manfaat. Dalam hubungan itu kesadaran masyarakat untuk membayar pajak perlu makin ditingkatkan, prosedur per-pajakan makin disempurnakan dan bersamaan dengan itu aparatur perpajakan terus dimantapkan agar makin mampu dan makin bersih. Kebijaksanaan perpajakan mempunyai fungsi yang stra-tegis dalam pengelolaan keuangan negara dan dalam upaya pembangunan nasional pada umumnya. Selain berperan langsung sebagai satu sumber utama pembiayaan pembangunan, kebijaksa- - naan perpajakan mempunyai peranan tidak langsung dalam men-dorong pendayagunaan dan pengembangan sumber daya manusia dan sumber alam, dalam merangsang kegiatan ekspor dan perekonomian pada umumnya serta dalam mengusahakan terlaksananya pola hidup sederhana. 184 Di samping penerimaan dari pajak, penerimaan bukan pajak merupakan unsur penting lainnya dari penerimaan dalam negeri di luar migas. Salah satu sumber penting dari penerimaan bukan pajak ini adalah bagian Pemerintah atas laba badan-badan usaha milik negara (BUMN). Sehubungan dengan itu efisiensi dan pro-duktivitas BUMN perlu terus ditingkatkan, agar badan-badan usaha tersebut makin mampu dan berperan dalam membiayai pembangunan nasional. Dalam pada itu GBHN juga mengarahkan agar pengeluaran negara diusahakan semakin terkendali, terarah dan efisien. Dalam hubungan ini dana pembangunan yang tersedia akan diarah- kan untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang benar-benar dipilih secara cermat, dipersiapkan secara mantap, merupakan prioritas dalam pembangunan dan mempunyai dampak luas terhadap terca- painya sasaran-sasaran pembangunan. Dalam lingkup yang lebih luas kebijaksanaan keuangan negara tidak dapat dilepaskan, bahkan merupakan bagian, dari kebijaksanaan pengendalian makro secara nasional. Bersama-sama dengan kebijaksanaan moneter dan kebijaksanaan neraca pemba- - yaran, kebijaksanaan fiskal diperlukan untuk menciptakan dan memelihara stabilitas ekonomi yang mantap serta mengembangkan iklim yang menunjang kegiatan-kegiatan usaha dan kegiatan pembangunan lainnya. Dalam hubungan ini kebijaksanaan anggaran belanja yang berimbang dan dinamis akan tetap dilanjutkan dalam Repelita V. Berbagai unsur kebijaksanaan keuangan negara tersebut di atas dilaksanakan dengan tetap memelihara keserasian dan keseimbangan antara berbagai sasarannya dan tetap berlandaskan pada Trilogi Pembangunan. 185 II. PERKEMBANGAN KEBIJAKSANAAN KEUANGAN NEGARA SELAMA REPELITA IV 1. Penerimaan Dalam Negeri Sesuai dengan arah kebijaksanaan pembangunan dalam Repe-lita IV, berbagai langkah kebijaksanaan telah diambil dalam rangka makin menyempurnakan pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja. Salah satu langkah mendasar dalam penyempurnaan kebijaksanaan di bidang penerimaan negara adalah pembaharuan sistem perpajakan. Langkah kebijaksanaan ini dimaksudkan untuk mencapai beberapa tujuan. Pertama, kebijaksanaan tersebut diarahkan untuk meningkatkan daya guna serta hasil guna dari sistem perpajakan yang tercermin antara lain pada dasar pajak yang makin luas, kepatuhan membayar pajak yang makin tinggi, serta sistem perpajakan yang lebih sederhana. Dengan sistem perpajakan yang semakin berdaya guna dan berhasil guna ter- sebut diharapkan penerimaan negara dari dalam negeri makin meningkat. Kedua, kebijaksanaan tersebut ditujukan untuk mengurangi ketergantungan penerimaan negara pada sektor minyak bumi dan gas alam melalui diversifikasi sumber-sumber penerimaan dari dalam negeri lainnya. Ketiga, kebijaksanaan tersebut juga dimaksudkan untuk meningkatkan unsur keadilan dalam sistem perpajakan. Sebagai hasil dari langkah kebijaksanaan tersebut, dalam kurun waktu Repelita IV seluruh penerimaan negara dari dalam negeri telah meningkat dari Rp 14.432,7 milyar dalam tahun 1983/84 menjadi Rp 21.803,0 milyar (APBN) dalam tahun selama lima tahun Repelita IV 1988/89. Dengan demikian penerimaan negara mengalami peningkatan rata-rata sebesar 8,6% per tahun. Perkembangan ini merupakan hasil perpaduan dari dua perkembangan penerimaan dari migas yang 186 kecenderungan, yaitu kurang menggembirakan dan penerimaan di luar migas yang meningkat sangat pesat. a. Penerimaan Minyak Bumi dan Gas Alam Realisasi penerimaan dalam negeri dari migas yang pada tahun 1983/84 mencapai sebesar Rp 9.520,2 milyar telah me-ningkat menjadi Rp 11.144,4 milyar pada tahun 1985/86. Dalam tahun 1986/87 kemerosotan harga minyak secara tajam di pasaran dunia telah mengakibatkan penurunan penerimaan negara dari minyak bumi dan gas alam menjadi Rp 6.337,6 milyar. Namun dengan tercapainya kesepakatan di dalam OPEC menjelang akhir tahun 1986 untuk mempertahankan harga melalui kuota produksi masing-masing negara anggota, maka harga minyak menunjukkan kemantapannya kembali dan penerimaan negara dari migas me-ningkat kembali dan mencapai Rp 10.047,2 milyar pada tahun 1987/88. Dalam tahun 1988/89, penerimaan negara dari migas diperkirakan hanya akan mencapai Rp 8.885,8 milyar, atau Rp 664,4 milyar lebih rendah dari yang pernah dicapai tahun 1983/84. Sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan sumber penerimaan dari migas, Indonesia melalui OPEC, selalu berusaha untuk mendapatkan harga dan kuota minyak yang memadai. Di samping itu telah dikeluarkan kebijaksanaan yang ditujukan produksi minyak Indonesia, antara lain untuk meningkatkan pada tanggal 1 September 1988 telah diberlakukan persyaratan baru untuk kontrak bagi hasil yang merupakan kelengkapan/ketentuan sebelumnya. Dalam ketentuan tambahan dari peraturan baru tersebut diberikan beberapa insentif terutama untuk mendorong kegiatan eksplorasi di lahan-lahan yang tergolong baru. Rangsangan tersebut berupa pemberian insentif perpa- 187 TABEL 3 - 1 PENERIMAAN DALAM NEGERI DALAM REPELITA IV, 1984/85 - 1988/89 (dalam milyar rupiah) 1983/84 I. Penerimaan Minyak Bumi dan Gas Alam (Minyak Bumi) (Gas Alam) II. Penerimaan di luar Minyak Bumi dan Gas Alam (Pajak) (Bukan Pajak) Jumlah 188 1984/85 9.520,2 10,429,9 1985/86 11.144,4 1986/87 6.337,6 1987/88 10.047,2 (8.522,2) (8.937,0) (9.447,1) (5.263,5) (8.719,7) (998,0) (1.492,9) (1.697,3) (1.074,1) (1.327,5) 4.912,5 5.475,6 8.108,4 (4.393,5) (4.788,3) (6.616,9) (491,5) (519,0) 14.432,7 (687,3) 15.905,5 19.252,8 9.803,0 1988/89 (APBN) 10.756,1 8.855,8 ( REPELITA IV 46.814,9 7.774,5) (40.141,8) 1.081,3) ( 6.673,1) 12.947,2 47.090,3 (7.645,7) (8.779,4) (11.687,9) (39.518,2) (2.157,3) (1.976,7) ( 1.259,3) ( 7.572,1) 16.140,6 21.803,0 20.803,3 93.905,2 TABEL 3 - 2 KOMPOSISI PENERIMAAN DALAM NEGERI DALAM REPELITA IV, 1984/85 - 1988/89 (dalam %) I. Penerimaan Minyak Bumi dan Gas Alam (Minyak Bumi) (Gas Alam) Penerimaan di I I luar Minyak Bumi . dan Gas Alam (Pajak) (Bukan Pajak) 1983/84 1984/85 1985/86 66,0 65,6 57,9 (59,1) ( 5 6, 2) (49,1) (6,9) (9,4) (8,8) 34,4 42,1 (30,4) (30,1) (34,4 (3,6) (4,3) 34,0 (7,7) 1986/87 1987/88 39,3 (32,6) (6,7) 60,7 ( 4 7, 4) 1988/89 (APBN) REPELITA IV 40,6 49,9 48,3 (41,9) (35,6) (42,8) (6,4) (5,0) (7,1) 51,7 59,4 50,1 ( 4 2, 2) (53,6) ( 4 2, 1) (5,8) (8,0) 100,0 100,0 (13,3) (9,5) Jumlah 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 189 jakan, penyempurnaan pola bagi hasil, kemudahan prosedur pengadaan barang, penyesuaian harga minyak prorata dan penyempurnaan dalam besarnya jaminan pada Pemerintah. Kebijaksanaan ini ditujukan untuk mendorong kegiatan eksplorasi di Indonesia sehingga kebutuhan konsumsi bahan bakar di dalam negeri dan ekspor dapat dipenuhi secara berkesinambungan. b. Penerimaan Pajak Agar kelangsungan pembangunan dapat dijaga, kecenderungan penerimaan dari sektor migas yang kurang menggembirakan tersebut mengharuskan peningkatan usaha-usaha untuk menggali penerimaan di luar migas, khususnya penerimaan dari pajak. Langkah-langkah penting di bidang ini selama Repelita IV serta pengaruhnya terhadap penerimaan negara adalah sebagai berikut. Dengan diberlakukannya Undang-undang Pajak Penghasilan Tahun 1983, dasar pengenaan pajak menjadi semakin luas se- hingga potensi pajak menjadi semakin besar. Guna memberi kepastian hukum dan rasa keadilan, penghasilan kena pajak yang semula terdiri atas sepuluh lapisan telah disederhanakan men- jadi tiga lapisan dengan tarif pajak masing-masing sebesar 15%, 25% dan 35%. Bersamaan dengan itu, sistem pengenaan pa- jak diubah dari sistem penetapan pajak menjadi sistem menghi-tung sendiri dan tata cara pembayarannya sangat disederhana- kan. Selanjutnya dalam upaya untuk makin memantapkan pelaksa-naan undang-undang pajak penghasilan tersebut di atas, melalui Paket 27 Oktober 1988, pajak atas bunga deposito berjangka yang semula pengenaannya ditangguhkan, mulai 14 Nopember 1988 diberlakukan pengenaannya. Pengenaan pajak tersebut bersifat final, namun atas dasar pertimbangan pemerataan diberi ke- 190 mungkinan restitusi bagi wajib pajak yang penghasilannya ter-masuk bunga deposito/sertifikat deposito tidak melampaui batas penghasilan kena pajak. Di samping itu, pengenaan pajak atas bunga dari berbagai jenis tabungan untuk penabung kecil masih ditangguhkan. Sebagai hasil dari kebijaksanaan tersebut, penerimaan pajak penghasilan telah meningkat dari Rp 1.932,3 milyar pada tahun 1983/84 menjadi Rp 3.762,1 milyar pada tahun 1988/89 (APBN), atau meningkat dengan rata-rata 14,3% per tahun. IV, penerimaan pajak Selama lima tahun masa Repelita penghasilan secara keseluruhan mencapai Rp 13.130,0 milyar. Sementara itu, melalui Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 telah diperkenalkan sistem pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah menggantikan sistem pajak penjual- an sebelumnya. Dalam sistem yang baru, tarif pajak pertambahan nilai disederhanakan menjadi 10% untuk barang-barang yang diperdagangkan di dalam negeri, dan 0% untuk barang-barang yang diekspor. Sedangkan untuk tarif pajak penjualan atas barang yakni sebesar Sebagai mewah juga disederhanakan menjadi dua jenis, 10% dan 20%. hasil dari langkah tersebut penerimaan pertambahan nilai telah meningkat dari Rp 830,6 milyar pada pajak tahun 1983/84 menjadi Rp 4.787,6 milyar (APBN) pada tahun 1988/89. Selama periode Repelita IV penerimaan pajak pertam- bahan nilai secara keseluruhan mencapai Rp 14.282,8 milyar. Kebijaksanaan bea masuk terutama diarahkan untuk mendo- rong industri dan perdagangan dalam negeri serta merangsang ekspor. Walaupun demikian peranannya sebagai sumber penerima- an negara juga semakin meningkat terutama karena peningkatan efisiensi pelaksanaannya. Berbagai langkah kebijaksanaan dalam 191 Repelita IV yang menyangkut perubahan bea masuk antara lain adalah Inpres 4 Tahun 1985, restrukturisasi tarif bulan April 1985, Paket Kebijaksanaan 6 Mei Tahun 1986, Paket 15 Januari Tahun 1987 dan Paket 25 Desember Tahun 1987. Rangkaian kebijaksanaan tersebut merupakan bagian dari kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi di bidang perdagangan, industri mempunyai dampak beserta prosedur dan penanaman modal yang sekaligus juga rupa penyederhanaan struktur tarif bea masuk, penentuan dan pembayaran bea masuk. Dengan langkah-langkah kebijaksanaan tersebut pengendalian impor yang sebelumnya lebih mengandalkan pada perangkat non tarif sejak itu makin mengandalkan pada tarif sebagai pengatur arus dan pola impor dalam rangka memberi perlindungan yang lebih luwes dan adil bagi perkembangan industri dalam negeri yang efisien. Dengan berbagai penyempurnaan dan penyederhanaan tersebut, penerima- - an bea masuk telah meningkat dari Rp 557,0 milyar pada tahun 1983/84 menjadi Rp 1.068,3 milyar pada akhir tahun 1988/89 (APBN). Secara keseluruhan, selama lima tahun Repelita IV, penerimaan bea masuk mencapai Rp 4.104,2 milyar. Dalam hal pajak ekspor, selama Repelita IV telah dilaku- kan beberapa penyesuaian tarif atas beberapa komoditi primer. Meskipun pajak ekspor menghasilkan penerimaan bagi negara, utama dari kebijaksanaan ini adalah namun tujuan untuk mendo-rong ditingkatkannya pengolahan barang-barang yang diekspor, sehingga nilai tambah dan penerimaan devisa dari setiap satuan barang tersebut makin meningkat. Selama kurun waktu Repelita IV, penerimaan dari pajak ekspor mencapai Rp 548,2 milyar. Kebijaksanaan di bidang pajak bumi dan bangunan, selain ditujukan untuk meningkatkan penerimaan, juga ditujukan untuk menghilangkan beban ganda yang ditanggung masyarakat atas kekayaan yang dimilikinya. Tarif tunggal yang dikenakan pada 192 obyek pajak sebesar 0,5% dari nilai jual kena pajak merupakan penyederhanaan dari sistem pajak terdahulu. Selama periode Repelita IV, penerimaan pajak bumi dan bangunan telah mencapai Rp 1.111,8 milyar. Pajak bumi dan bangunan sebagai sumber penerimaan Pemerintah masih sangat luas potensinya dan sistemnya di waktu-waktu mendatang masih dapat disempurnakan lebih lanjut, khususnya dalam hal peningkatan efisiensi pelaksanaannya. c. Penerimaan Bukan Pajak Selain dari pajak, sumber penerimaan di luar minyak bumi dan gas alam lainnya adalah penerimaan bukan pajak. Penerima- an bukan pajak terdiri atas bagian Pemerintah dari laba BUMN dan berbagai penerimaan lainnya seperti penerimaan sumbangan pendidikan, penerimaan jasa, penerimaan penjualan serta penerimaan dari kejaksaan dan pengadilan. Guna meningkatkan penerimaan bukan pajak, selama Repelita IV telah dilakukan usahausaha untuk meningkatkan efisiensi BUMN terutama melalui administrasinya. Selain itu telah dilakukan pula peningkatan pengawasan atas penerimaan yang departemen atau lembaga negara. Selama empat penertiban usaha-usaha diperoleh dari tahun pelaksanaan Repelita IV bagian Pemerintah dari laba BUMN meningkat rata-rata sebesar 35,8% per tahun. Selama itu penerimaan bukan pajak telah meningkat dari Rp 519,0 milyar Rp 1.259,3 milyar pada tahun pada tahun 1983/84 menjadi 1988/89, atau secara keseluruhan mencapai Rp 7.572,1 milyar selama lima tahun. Sebagai hasil dari usaha-usaha tersebut, realisasi penerimaan dalam negeri di luar minyak bumi dan gas alam telah meningkat dari Rp 4.912,5 milyar dalam tahun 1983/84 menjadi 193 Rp, 12.947,2 milyar dalam tahun 1988/89 (APBN). Dengan demikian selama Repelita IV, penerimaan negara di luar minyak bumi dan gas alam meningkat rata-rata sebesar 21,4% per tahun. Peningkatan penerimaan dari sektor di luar minyak dan gas mencerminkan keberhasilan usaha-usaha peme- bumi tersebut rintah tersebut di atas, khususnya kebijaksanaan pembaharuan pajak yang didasarkan pada pemberian kepercayaan yang semakin besar kepada subyek pajak dalam melaksanakan kewajiban dan haknya di bidang perpajakan. Dengan strategi tersebut kesa- daran wajib pajak dapat ditingkatkan. Dalam periode Repelita IV jumlah perorangan dan badan yang telah membayar pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai telah meningkat dari sekitar 800 ribu menjadi lebih dari 1,4 juta wajib pajak. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar dan je- nis usaha yang semakin berkembang, perluasan jumlah wajib pa- jak ini masih dapat ditingkatkan lagi di waktu-waktu men- 2. datang. Penerimaan Pembangunan Di samping penerimaan dalam negeri, penerimaan negara mencakup pula penerimaan pembangunan yang berupa dana yang berasal dari luar negeri. Penerimaan pembangunan dimanfaatkan dengan tujuan untuk mempercepat laju pembangunan nasional. Selama Repelita IV bantuan luar negeri yang dimanfaatkan bagi pembiayaan pembangunan berjumlah Rp 26.121,4 milyar atau 54,9% dari seluruh dana pembangunan. Dalam tiga tahun ter- akhir Repelita IV Indonesia telah memanfaatkan fasilitas ban-tuan khusus yang merupakan bantuan program yang bersyarat lunak dan dapat cepat dicairkan. Bantuan khusus ini telah membantu Indonesia dalam melewati masa-masa kritis yang di- 194 akibatkan oleh jatuhnya harga minyak dan sekaligus dalam me-laksanakan langkah-langkah penyesuaian untuk mengurangi ketergantungan pada minyak bumi. 3. Pengeluaran Rutin Kebijaksanaan di bidang pengeluaran rutin selama Repeli- ta IV tetap menganut asas penghematan dengan tetap memperha- - tikan mutu jasa pelayanan pemerintahan. Penghematan pengeluar- - an rutin tersebut harus dilakukan dan menjadi makin mendesak karena keadaan keuangan negara yang semakin ketat. Salah satu pos terbesar dari pengeluaran rutin adalah pengeluaran untuk belanja pegawai. Pengeluaran ini sangat penting karena, selain menyangkut kesejahteraan pegawai Pemerintah, langsung menyangkut efisiensi roda pemerintahan. Oleh karena itu meskipun dalam suasana penghematan, maka dalam keadaan keuangan negara memungkinkan, gaji pegawai telah disesuaikan. Pada tahun 1984/85 telah dilakukan kenaikan gaji sebesar 15% dan pada tahun 1985/86 sebesar 20o disertai dengan kenaikan pensiun sebesar 27% sampai dengan 59%. Di samping kenaikan gaji, juga telah dilakukan penyesuaian terhadap tunjangan beras dan uang lauk-pauk. Selama Repelita IV dana yang disediakan untuk belanja pegawai secara keseluruhan berjumlah Rp 20.808,9 milyar. Selanjutnya untuk belanja barang, di samping diterapkan asas penghematan, pola pengeluarannya diarahkan pula untuk mengembangkan dunia usaha, meningkatkan penggunaan barang produksi dalam negeri yang pada gilirannya akan mengembangkan dunia usaha dan memperluas lapangan kerja. Melalui Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 1984 telah ditingkatkan peranan pengusaha golongan ekonomi lemah dalam pengerjaan pemborongan 195 atau pembelian yang dibiayai dari belanja negara. Selama periode Repelita IV dana yang disediakan untuk belanja barang berjumlah Rp 6.578,9 milyar. Dalam Repelita IV pengeluaran subsidi daerah otonom terus meningkat, meskipun telah dilakukan langkah-langkah penghe-matan. Hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah guru-guru Inpres dan tenaga paramedis yang amat diperlukan di daerah. Di samping itu, pengeluaran subsidi daerah otonom juga digunakan untuk menampung biaya pengganti sumbangan pembinaan pendidikan sekolah dasar yang telah dihapus serta untuk memperlancar jalannya roda pemerintahan desa berupa pembayaran gaji lurah dan perangkatnya serta tunjangan bagi pamong desa di daerah minus. Selama kurun waktu Repelita IV dana untuk subsidi daerah otonom berjumlah Rp 12.730,6 milyar. Komponen pengeluaran rutin terbesar lainnya adalah pembayaran bunga dan cicilan hutang. Pembayaran bunga dan cicilan hutang selama periode Repelita IV menunjukkan jumlah yang semakin meningkat. Peningkatan jumlah ini disebabkan oleh tiga hal. Pertama, semakin banyaknya jenis pinjaman luar negeri yang jatuh tempo secara bersamaan dan harus dibayar bunga dan cicilannya. Kedua, diambilnya tindakan devaluasi rupiah pada tahun 1983 dan tahun 1986 yang meningkatkan nilai dalam rupiah untuk pembayaran hutang yang ada. Ketiga, kenaikan nilai tukar mata uang beberapa negara industri terhadap dolar Amerika Serikat. Perkembangan yang terakhir ini ikut meningkatkan beban pembayaran kembali hutang-hutang yang harus dibayar kembali dalam mata uang yang makin menguat nilainya tersebut. Dalam kaitan dengan kebijaksanaan hutang luar negeri, Indone- sia tetap memenuhi kewajiban pembayaran untuk menjaga kredibilitas dan martabatnya di dunia internasional. Jumlah pelu- 196 nasan kembali pokok hutang beserta bunganya selama Repelita IV adalah sebesar Rp 30.010,3 milyar. Untuk lain-lain pengeluaran rutin, selama Repelita IV dilakukan beberapa langkah pokok, antara lain, dengan telah jalan mengurangi subsidi BBM. Pengurangan subsidi BBM dilak-sanakan melalui peningkatan efisiensi pengolahan minyak dan penyesuaian harga jual BBM selama tiga tahun berturut-turut yaitu pada tahun 1982, 1983 dan tahun 1984. Secara keseluruhan pengeluaran rutin meningkat dari 8.411,8 milyar pada tahun 1983/84 menjadi Rp 20.066,0 pada tahun 1988/89 (APBN). Dengan demikian selama Rp milyar Repelita IV, pengeluaran rutin meningkat rata-rata sebesar 19,0% per tahun. Perkembangan penerimaan dalam negeri dan pengeluaran rutin seperti tersebut di atas serta pemanfaatan pinjaman luar negeri menentukan perkembangan dana pembangunan. Karena perkeadaan perekonomian dunia, khususnya keadaan pasar ubahan minyak dunia yang tidak mantap, jumlah dana pembangunan meng- alami pasang surut dari tahun ke tahun; yakni meningkat dari Rp 9.903,3 milyar pada tahun 1983/84 menjadi Rp 10.873,9 kemudian mengalami penurunan mentahun 1986/87 dan meningkat sedi- milyar pada tahun 1985/86, jadi Rp 8.333,5 milyar pada kit menjadi Rp 9.479,8 milyar pada tahun 1987/88. Pada tahun 1988/89 dana pembangunan diperkirakan hanya mencapai jumlah sebesar Rp 8.897,6 milyar (APBN). Secara keseluruhan, dalam dana pemba- kurun waktu lima tahun masa Repelita TV jumlah ngunan diperkirakan sebesar Rp 47.539,4 milyar, atau 39,5% di bawah sasaran Repelita IV. 197 4. Pengeluaran Pembangunan Seperti telah disinggung di muka, pengeluaran pembangun- an senantiasa disesuaikan dengan kemampuan keuangan negara prinsip anggaran berimbang dapat dipertahankan. pembangunan meliputi pengeluaran pembangunan dalam agar Penge-luaran bentuk rupiah dan pengeluaran pembangunan yang berasal dari bantuan proyek. Selama Repelita IV, pengeluaran pembangunan digunakan untuk membiayai proyek-proyek pembangunan di berba- gai sektor, seperti sektor-sektor pendidikan, pertanian dan pengairan, perhubungan dan pariwisata, pertambangan dan energi dan lain-lain. Pengeluaran di sektor pendidikan digunakan untuk membia- yai berbagai program-pembangunan dalam berbagai jenjang pendidikan. Pengeluaran di sektor pertanian dan pengairan ter- utama digunakan untuk peningkatan produksi tanaman pangan, produksi peternakan dan perikanan serta produksi perkebunan. Sementara itu pengeluaran di sektor perhubungan digunakan untuk meningkatkan prasarana perhubungan. Sedangkan pengeluar- an di sektor pertambangan dan energi terutama diarahkan untuk pembangunan di bidang energi, khususnya listrik, di samping untuk membiayai kegiatan-kegiatan pembinaan dalam pengembangindustri, penganekaragaman an bahan baku untuk keperluan sum-ber-sumber energi serta Pembiayaan pembangunan bagi daerah terutama diarahkan untuk pengembangan pertambangan. mendorong dan menyerasikan laju pembangunan di semua daerah sesuai dengan potensinya masing-masing serta untuk memantapkan pemerataan pembangunan antar daerah. Dalam Repe- lita IV kebijaksanaan pengeluaran bagi pembangunan daerah mendapatkan perhatian khusus dan menempati prioritas tinggi. 198 TABEL 3 - 3 PENERIMAAN DALAM NEGERI, PENGELUARAN RUTIN DAN TABUNGAN PEMERINTAH DALAM REPELITA IV, 1984/85 - 1988/89 (dalam milyar rupiah) 1983/84 I. II. 1984/85 1985/86 1986/87 1987/88 1988/89 (APBN) REPELITA IV Penerima Dalam Negeri 14.432,7 15.905,5 19.252,8 16.140,6 20.803,3 21.803,0 93.905,2 Pengeluaran Rutin 8.411,8 9.428,9 11.951,5 13.559,3 17.481,5 20.066,0 72.487,2 6.020,9 6.476,6 7.301,3 2.581,3 3.321,8 1.737,0 21.418,0 III. Tabungan Pemerintah 199 TABEL 3 - 4 SUMBER-SUMBER PEMBIAYAAN ANGGARAN PEMBANGUNAN NEGARA REPELITA IV, 1984/85 - 1988/89 (dalam milyar rupiah) 1983/84 II. 1985/86 1986/87 1987/88 1988/89 (APBN) REPELITA IV Tabungan Pemerintah 6.020,9 6.476,6 7.301,3 2.581,3 3.321,8 1.737,0 21.418,0 Dana Bantuan Luar Negeri 3.882,4 3.478,0 3.572,6 5.752,2 6.158,0 7.160,6 26.121,4 9.903,3 9.954,6 10.873,9 8.333,5 9.479,8 8.897,6 47.539,4 III. Jumlah Dana Pembangunan 200 1984/85 Dana untuk pembangunan daerah tersebut dipergunakan untuk membiayai program Inpres seperti bantuan pembangunan sekolah dasar, bantuan pembangunan kesehatan/puskesmas, bantuan pembangunan dan pemugaran pasar, bantuan penghijauan, bantuan penunjangan jalan dan jembatan kabupaten, bantuan untuk pengembangan Timor Timur serta pengembangan daerah pedesaan, kabupaten/kotamadya, dan daerah tingkat satu. Selanjutnya sesuai dengan kondisi keuangan negara dalam Repelita IV, maka peranan Pemerintah dalam penyertaan modal untuk kegiatan-kegiatan usaha dan produksi sangat dibatasi dan pengeluaran subsidi untuk pupuk dan pestisida dikurangi. Dalam pada itu, untuk memanfaatkan semaksimal mungkin dana yang terbatas, dalam Repelita IV perhatian khusus juga diberikan kepada pembiayaan operasi dan pemeliharaan sarana dan prasa- rana yang ada dan yang mempunyai dampak luas bagi kegiatan ekonomi dan kegiatan pembangunan pada umumnya. Dalam Repelita IV juga telah ditempuh berbagai kebijaksanaan untuk menyempurnakan sistem pengelolaan dan meningkat- kan pendayagunaan anggaran pembangunan. Mulai tahun anggaran 1985/86 sistem Sisa Anggaran Pembangunan (SIAP) dalam anggaran dihapus agar mendorong penyelesaian proyek sesuai dengan ditentukan. Sementara itu telah dibentuk jadwal yang telah pula Tim Pendayagunaan Pelaksanaan Proyek-proyek Pembangunan dengan Dana Luar Negeri (TP4DLN) untuk mempercepat pelaksanaan proyek-proyek yang dibiayai dengan bantuan luar negeri. Rangkaian kebijaksanaan tersebut berhasil meningkatkan laju pelaksanaan proyek-proyek pembangunan pada umumnya. 201 III. SASARAN KEBIJAKSANAAN KEUANGAN NEGARA DALAM REPELITA V Kebijaksanaan keuangan negara bersama-sama dengan jaksanaan pembangunan nasional yang lain mempunyai pengaruh kebiyang menentukan terhadap tingkat keberhasilan pembangunan nasional yang akan tercapai. Baik dalam perumusan maupun pelaksanaannya kebijaksanaan keuangan negara senantiasa bertumpu pada Trilogi Pembangunan dalam rangka mencapai secara optimal sasaran-sasaran pembangunan. Pelaksanaannya senantiasa sejalan dan serasi dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan lain. Melalui kebijaksanaan keuangan negara dibiayai berbagai program nyata untuk mencapai sasaran pemerataan, seperti program-program pembangunan di sektor pendidikan, pangan dan gizi, kesehatan, pembangunan daerah serta perumahan dan pemukiman. Melalui kebijaksanaan ini pula didukung pelaksanaan program-program yang mendorong pertumbuhan ekonomi, seperti pembangunan sarana dan prasarana ekonomi serta langkah-langkah kebijaksanaan lain untuk mendorong investasi dan alokasi sum- ber daya yang efisien. Selanjutnya melalui kebijaksanaan anggaran belanja yang berimbang dan dinamis, bersama-sama dengan kebijaksanaan lain, diusahakan tercapainya dan dipertahankanSasaran-sasaran nya stabilitas ekonomi yang mantap. kebijaksanaan keuangan negara yang dicapai dalam Repelita V, baik dari segi penerimaan maupun akan dari segi pengeluaran, pada tingkat makro maupun mikro, mencerminkan peranan sentral dari kebijaksanaan tersebut dalam pembangunan. Dalam pelaksanaannya sasaran-sasaran tersebut dituangkan setiap tahunnya ke dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). 202 1. Penerimaan Negara a. Penerimaan Dalam Negeri Sasaran pokok dari kebijaksanaan keuangan negara di bidang penerimaan dalam negeri adalah untuk menggali dan mengembangkan sumber-sumber penerimaan dari dalam negeri agar jumlahnya makin meningkat sesuai dengan kebutuhan pembangunan dan bersamaan dengan itu komposisinya menjadi makin seimbang, khususnya antara sumber-sumber migas dan non migas. Dalam usaha mencapai sasaran pokok tersebut diupayakan pula agar peningkatan penerimaan dalam negeri juga akan makin dapat memenuhi prinsip keadilan, meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya, menggairahkan kegiatan investasi serta membantu mendorong ekspor dan terciptanya lapangan kerja. Secara lebih terinci sasaran-sasaran tersebut dapat diuraikan lebih lanjut sebagai berikut. (1) Peningkatan Penerimaan Dalam Negeri Kegiatan pembangunan yang semakin meningkat dalam pelaksanaannya membutuhkan dana untuk investasi, baik oleh Peme- - rintah maupun oleh masyarakat, yang semakin meningkat pula. Dalam rangka mewujudkan tekad kita untuk terus membangun berdasarkan kemampuan sendiri maka sebagian besar dari pembiaya- an investasi tersebut akan dikerahkan dari dalam negeri, sedangkan kekurangannya diusahakan diperoleh dari luar negeri. Dengan demikian peningkatan penerimaan dalam negeri di samping dimaksudkan untuk mendukung peningkatan laju pembangunan, juga dimaksudkan untuk secara bertahap memperbaiki struktur sumber pembiayaan negara dengan mengurangi ketergantungannya pada sumber dana luar negeri. 203 (2) Diversifikasi Sumber Penerimaan dari Dalam Negeri Penerimaan dalam negeri yang berasal dari minyak bumi dan gas alam, meskipun akan masih tetap memegang peranan yang cukup penting dalam struktur penerimaan negara, diperkirakan tidak akan dapat mencukupi kebutuhan pembiayaan pembangunan yang makin meningkat. Kendala utama dalam usaha meningkatkan penerimaan dari minyak bumi dan gas alam adalah banyaknya faktor-faktor luar yang amat mempengaruhi dan ikut menyebab- kan ketidakpastian dan ketidakstabilannya. Oleh sebab itu upaya peningkatan penerimaan dalam negeri terutama harus diarahkan pada peningkatan semaksimal mungkin penerimaan dalam negeri dari sumber-sumber non migas, khusus- - nya dari perpajakan. Dengan demikian, upaya peningkatan penerimaan dalam negeri, khususnya melalui peningkatan penerimaan pajak, di samping mengurangi ketergantungan penerimaan negara pada sumber dana luar negeri, juga dimaksudkan untuk mengu- rangi ketergantungan penerimaan negara pada sektor minyak dan gas bumi. Dengan keberhasilan usaha tersebut, maka kelangsung- an pembiayaan pembangunan akan dapat lebih terjamin karena dananya berasal dari sumber-sumber pembiayaan yang lebih sta- bil, terus berkembang, semakin beragam dan dapat diandalkan. (3) Pemanfaatan Sumber Daya Yang Semakin Efisien Pertumbuhan ekonomi, selain berasal dari pertumbuhan kapasitas produksi, juga berasal dari pemanfaatan sumber daya ekonomi yang semakin penuh, efisien dan terarah. Dalam keadaan yang ideal setiap sumber daya yang tersedia dapat dimanfaat- kan secara penuh; masing-masing akan dimanfaatkan dalam kegiatan-kegiatan yang menghasilkan produktivitas tertinggi sesumber daya tersebut dan sekaligus peman- 204 suai dengan potensi faatannya akan memenuhi arah dan prioritas pembangunan yang ditentukan. Seperti disebutkan dalam Bab 2, dalam kurun waktu lima tahun mendatang jumlah tenaga kerja akan sangat meningkat. Oleh karena itu kebijaksanaan penerimaan negara di samping ditujukan untuk meningkatkan tabungan Pemerintah, harus pula dapat mendorong penggunaan sumber daya ekonomi yang ada ke arah yang lebih penuh, efisien dan terarah. Ini berarti bahwa kebijaksanaan penerimaan dalam negeri harus ikut mendorong terciptanya lapangan kerja yang memadai. Dalam kaitannya yang optimal tersebut dengan sumber daya alam, pemanfaatan harus memenuhi satu syarat lagi, yaitu harus dapat menjamin kelestarian fungsi dan kemampuan sumber alam dan lingkungan hidup, sehingga di samping dapat memberikan manfaat sebesarbesarnya bagi pembangunan dan kesejahteraan rakyat sekarang, juga bermanfaat bagi generasi mendatang. Kebijaksanaan peningkatan penerimaan dalam negeri sejauh mungkin dilaksanakan dengan cara-cara yang memenuhi syarat-syarat pemanfaatan sum- ber daya yang optimal tersebut. (4) Pemerataan Beban Pembangunan Selain untuk meningkatkan tabungan Pemerintah, kebijaksanaan penerimaan dari dalam negeri juga diarahkan untuk meningkatkan pemerataan beban pembangunan, baik antar sektor, antar kegiatan, antar daerah maupun antar golongan pendapatan. Pemerataan beban pembangunan tersebut akan lebih menjamin rasa keadilan masyarakat serta memperkokoh solidaritas nasional dan solidaritas sosial. Upaya peningkatan penerimaan dalam negeri dilaksanakan dengan senantiasa memperhatikan sasaran pemerataan ini. 205 b. Penerimaan Pembangunan Di samping tabungan Pemerintah dan tabungan masyarakat, masih diperlukan penerimaan dana luar negeri untuk memperce- pembangunan. Penerimaan pembangunan yang berupa dana luar negeri dimanfaatkan agar percepatan pembangunan tersebut dapat dilaksanakan dan sekaligus stabilitas ekonomi tetap di-pertahankan. Oleh karena itu tersedianya dana bantuan luar negeri dimanfaatkan sebaik mungkin bagi pembangunan dengan perlu tetap memperhatikan batas-batas yang aman bagi kepentingan nasional dan kelangsungan pembangunan. Secara umum sasaran kebijaksanaan pemanfaatan dana luar negeri adalah untuk penyediaan modal, pembangunan sarana dan prasarana, teknologi, serta penyediaan keterampilan dan jasa-jasa yang sangat diperlukan bagi pembangunan. Seperti yang telah digariskan diterima selama tidak ada dalam GBHN, bantuan luar negeri ikatan politik, bersyarat lunak, dalam batas kemampuan negara untuk membayar kembali dan dimanfaatkan bagi kegiatan-kegiatan yang benar-benar produktif. 2. Pengeluaran Negara a. Pengeluaran Rutin Kebijaksanaan pengeluaran rutin mempunyai sasaran untuk meningkatkan jumlah, mutu dan efisiensi pelayanan Pemerintah kepada masyarakat serta mengamankan kekayaan negara sebagai hasil pembangunan. Di samping itu kebijaksanaan ini juga diarahkan untuk meningkatkan tabungan Pemerintah, mendorong produksi dalam negeri, menunjang kedudukan golongan ekonomi lemah dan memperluas lapangan kerja. Semua sasaran tersebut serasi. 206 akan dicapai secara seimbang dan Untuk itu diperlukan tindakan-tindakan penghematan pengeluaran rutin pada tingkat yang wajar yang mencakup usaha- usaha penyempurnaan pola pengeluaran agar semakin terarah dan mencapai sasaran. Termasuk dalam upaya ini adalah tindakantindakan pengurangan secara bertahap subsidi-subsidi yang di-lihat dari segi prioritas pembangunan tidak diperlukan lagi. Sementara itu, sesuai dengan kemampuan keuangan negara tingkat kesejahteraan pegawai negeri senantiasa akan mendapatkan perhatian dalam rangka meningkatkan produktivitas dan efisiensi kerjanya. b. Pengeluaran Pembangunan Seperti disebutkan di atas, sasaran pokok dari kebijak- - sanaan pengeluaran pembangunan adalah untuk mendukung terca- - painya sasaran-sasaran pembangunan. Dalam Repelita V satu sa- - saran pokok pembangunan adalah memantapkan kerangka landasan agar bangsa Indonesia siap untuk memasuki awal tahap tinggal landas dalam Repelita VI. Dalam keadaan keterbatasan dana, sasaran tersebut hanya dapat dicapai apabila dana pembangunan yang ada di tangan Pemerintah benar-benar dimanfaatkan secara efisien, selektif dan terarah sehingga setiap rupiah yang dikeluarkan memberikan dampak positif yang maksimal kepada pembangunan. Pengeluaran pembangunan diarahkan dan dibatasi pemanfaatannya pada kegiatan-kegiatan pembangunan yang memang tidak dapat dilaksanakan dan dibiayai sendiri oleh masyarakat terdiri dan dunia usaha. Kegiatan-kegiatan tersebut terutama dari penyediaan sarana dan prasarana dasar, baik yang bersifat fisik maupun non fisik, untuk bidang ekonomi maupun non eko- nomi, yang berperan strategis dalam proses pembangunan dan khususnya dalam pencapaian sasaran-sasaran pembangunan. Dengan 207 demikian pengeluaran pembangunan dimaksudkan untuk merangsang dan menunjang, dan bukan menggantikan, kegiatan-kegiatan pembangunan yang dapat dilaksanakan sendiri oleh masyarakat. IV. POKOK-POKOK KEBIJAKSANAAN KEUANGAN NEGARA DALAM REPELITA V. Dalam rangka melaksanakan Trilogi Pembangunan, khususnya untuk tetap memelihara dan memantapkan stabilitas ekonomi serta mendorong pertumbuhan ekonomi, kebijaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara yang berimbang dan dinamis akan tetap merupakan dasar bagi. kebijaksanaan fiskal dalam Repeli- ta V. Pengertian seimbang adalah bahwa anggaran pendapatan dan belanja negara harus mencerminkan keserasian antara penerimaan dan pengeluaran, sedang pengertian dinamis menggarisbawahi bahwa jumlah pendapatan dan belanja negara diusaha- kan untuk terus meningkat guna memacu laju pembangunan. Dalam pada itu pola dan arah kebijaksanaan, baik yang menyangkut penerimaan negara maupun pengeluaran negara, akan selalu diarahkan pada tercapainya sasaran pemerataan pembangunan di segala bidang. Pada sisi penerimaan upaya untuk meningkatkan penerimanegara dilakukan melalui peningkatan semua unsur penerima- an an baik penerimaan dari minyak bumi dan gas alam maupun dari penerimaan di luar minyak bumi dan gas alam. Oleh karena prospek penerimaan negara dari migas banyak ditentukan oleh faktor-faktor ekstern dan secara umum tidak terlalu cerah, maka titik berat usaha peningkatan penerimaan negara terletak pada upaya peningkatan penerimaan negara di luar migas, khu-susnya penerimaan dari pajak. Usaha peningkatan tersebut di- 208 lakukan naan melalui dari intensifikasi, pelaksanaan ekstensifikasi dan kebijaksanaan-kebijaksanaan penyempuryang telah dilakukan selama Repelita IV. Dalam pada itu kebijaksanaan bantuan luar negeri yang berhati-hati seperti yang telah dilaksanakan dalam Repelita IV akan dilanjutkan dengan tetap berpedoman pada arahan dari GBHN. Pada sisi pengeluaran diusahakan untuk tetap mengendabelanja rutin pada tingkat yang wajar melalui pengelo- likan laan dan pengawasan yang lebih terarah dan terpadu tanpa menurunkan efisiensi aparatur negara yang amat penting bagi kelancaran roda pemerintahan. Dengan dukungan kebijaksanaan di- bidang aparatur negara, efisiensi aparatur negara justru ditingkatkan lagi, sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan Pemerintah kepada masyarakat serta makin mendorong kegiatan pembangunan. Sementara itu dana negara yang jumlahnya terbatas, yang tersedia untuk membiayai kegiatan-kegiatan pembangunan akan dimanfaatkan dan dikelola sehemat dan seefisien mungkin untuk memperluas dan mempercepat laju pembangunan. Perluasan dan percepatan pembangunan ini diperlukan untuk makin menyiapkan bangsa Indonesia untuk memasuki awal dari tahap tinggal landas dalam Repelita VI. Di dalam melaksanakan kebijaksanaan ini prioritas makin dipertajam, dan perencanaan serta pelaksanaan disempurnakan. Di samping itu aspek pengawasan- proyek makin nya makin ditingkatkan. Berikut ini adalah pokok-pokok kebijaksanaan keuangan negara secara lebih terinci. 209 1. Penerimaan Negara a. Penerimaan Dalam Negeri Dalam Repelita V, upaya untuk meningkatkan penerimaan negara dari dalam negeri dititikberatkan pada usaha-usaha un- tuk menggali penerimaan di luar minyak bumi dan gas alam, khususnya penerimaan pajak, tanpa mengabaikan peluang-peluang yang terbuka untuk meningkatkan penerimaan migas. Seperti telah disebutkan di muka, selama Repelita IV telah terjadi perubahan yang mendasar pada struktur penerimaan negara berupa peranan yang semakin meningkat dari penerimaan sektor non migas dalam penerimaan dalam negeri. Upaya untuk mencapai keseimbangan struktur penerimaan dalam negeri, khususnya antara penerimaan migas dan di luar migas, akan semakin ditingkatkan dalam Repelita V. Satu langkah mendasar dalam Repelita V di bidang keuangan negara adalah upaya untuk meningkatkan penerimaan negara dari pajak. Pada dasarnya kebijaksanaan perpajakan dalam Repelita V merupakan kelanjutan dan penyempurnaan dari pelaksanaan sistem perpajakan yang dijalankan selama Repelita IV. Pelaksanaan kebijaksanaan dipusatkan pada usaha-usaha untuk menyempurnakan mekanisme pelaksanaan agar sistem perpajakan menjadi semakin efektif dan benar-benar terasa sederhana dan adil. Dalam hubungan itu akan dilakukan usaha-usaha pembenahan dalam yang perpajakan, dipusatkan penyempurnaan pada peningkatan disiplin administrasi dan sarana ke aparatur penunjang- nya serta peningkatan efektivitas pemungutan pajak. Di samping itu, kesadaran wajib pajak akan ditingkatkan dengan memanfa-atkan media-media penerangan yang tersedia. Selain itu akan 210 dikembangkan lebih lanjut sistem pemberian penghargaan bagi wajib pajak potensial yang dengan penuh kesadaran telah melaksanakan kewajibannya. Dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak penghasilan, akan diusahakan intensifikasi dan ekstensifikasi pemungutan pajak. Langkah intensifikasi ditempuh dengan cara mengelola potensi pajak yang telah berhasil dibina secara tertib, efi- sien dan berkesinambungan. Sedang langkah ekstensifikasi diarahkan pada terobosan-terobosan baru untuk menjangkau po-tensi pajak yang belum direalisir selama ini. Dengan upaya ini pemerataan beban pembangunan makin dapat diwujudkan se- hingga dapat meningkatkan rasa keadilan, yang selanjutnya da- pat membantu terciptanya masyarakat dan dunia usaha yang mempunyai kesadaran pajak yang tinggi. Untuk itu usaha intensifikasi dan ekstensifikasi di bidang pajak akan didukung deinformasi serta ngan usaha-usaha penyuluhan, penyebaran terobosan-terobosan efektif lainnya. Langkah-langkah yang telah diambil dalam Repelita IV dalam upaya mempermudah kewajiban tempat-tempat pembayaran keuangan, dalam Repelita membayar pajak, dengan seperti memanfaatkan penambahan lembaga-lembaga V akan dilanjutkan. Di samping itu, usaha-usaha untuk meningkatkan kemampuan aparatur pajak juga akan dilanjutkan. Dalam usaha meningkatkan penerimaan pajak dari nilai di berbagai sektor telah diberlakukan Undang-undang tambah Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Seperti halnya dengan pajak penghasilan, usaha intensifikasi dari jenis penerimaan ini dilakukan dengan mengelola potensi pajak yang telah dapat dibina dengan tertib, efisien dan berkesinambung- an. Sedangkan usaha ekstensifikasi dilakukan dengan menambah 211 wajib pajak dari sektor-sektor usaha tertentu yang hingga saat ini belum mernberi sumbangan bagi peningkatan penerimaan negara. Kebijaksanaan ini amat penting, terutama untuk membe- ri rasa keadilan bagi sektor-sektor usaha yang sampai saat ini telah memberikan sumbangannya secara berarti bagi peneri-maan negara. Pada gilirannya, hal ini juga dapat mengurangi distorsi alokasi sumber daya yang timbul karena beberapa bi- dang usaha kena pajak dan bidang lainnya tidak. Dalam pada itu, usaha penyebaran informasi merupakan kegiatan yang tetap dilaksanakan dalam Repelita V. Dengan ditunjang oleh kemampuaparat perpajakan yang semakin meningkat diharapkan an bahwa pengetahuan masyarakat, khususnya dunia usaha, tentang pajak pertambahan nilai atas barang dan jasa semakin meningkat pula. Kebijaksanaan pengenaan pajak penjualan barang mewah se-perti yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 se- lain ditujukan untuk menunjang penerimaan negara juga dituju- kan untuk mengendalikan konsumsi barang mewah. Pengendalian konsumsi barang mewah dimaksudkan untuk mendukung pola hidup sederhana yang sangat penting untuk menggalang solidaritas dan persatuan nasional. Asas kesederhanaan dan kemudahan, tercermin dalam jumlah tarif pajak yang yang antara lain dikenakan, tetap dipertahankan selama Repelita V. Seperti disebutkan di atas, dengan dasar Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985, selama Repelita IV telah dilakukan usaha-usaha penyempurnaan dalam pengelolaan penerimaan negara dari pajak -bumi dan bangunan. Usaha-usaha tersebut akan dilanjutditingkatkan dalam Repelita V guna kan dan makin meningkatkan penerimaan Pemerintah di pusat dan terlebih-lebih di daerah. Dalam hubungan ini usaha-usaha peningkatan efektifitas pemu- 212 ngutan pajak merupakan kebijaksanaan operasional yang tetap dijalankan. Sesuai dengan ketentuan perundangan, sebesar 90% dari penerimaan pajak bumi dan bangunan diserahkan pengguna- annya pada Pemerintah Daerah, terutama Pemerintah Daerah Untuk itu keikutsertaan serta keaktifan aparat Tingkat II. daerah dalam upaya meningkatkan penerimaan pajak bumi dan bangunan mutlak diperlukan dan semakin ditingkatkan. Dalam pendidikan petugas penilai hubungan ini sangat diperlukan yang bermutu dan mempunyai standar penilaian yang baku untuk seluruh Indonesia. Kebijaksanaan bea masuk selama Repelita V, selain ditu-jukan untuk meningkatkan penerimaan negara, terutama diarah- kan sebagai pengatur arus dan pola impor barang dalam rangka mendorong ekspor, mengembangkan industri dalam negeri dan menciptakan lapangan kerja. Dengan langkah-langkah deregulasi dan debirokratisasi yang sampai saat ini telah diambil, pengendalian arus dan pola impor tersebut lebih didasarkan kekebijaksanaan yang sifatnya pada kebijaksanaan tarif dan non tarif semakin dikurangi. Kebijaksanaan tersebut serta kebijaksanaan pengembangan sistem tarif yang rasional dalam Repekebijaksanaan bea masuk di bidang per- lita V dilanjutkan. Dengan demikian tidak terlepas dari kebijaksanaan nasional dagangan, industri dan kesempatan kerja. Kebijaksanaan cukai dalam Repelita V, selain ditujukan untuk meningkatkan penerimaan negara, juga dimaksudkan untuk mendorong perluasan kesempatan kerja di daerah. Kebijaksanaan ini ditempuh mengingat bahwa penerimaan cukai sebagian besar diperoleh dari cukai tembakau yang lokasi industrinya tersebar di berbagai daerah; tarif cukai tembakau diarahkan untuk mendorong industri sigaret kretek tangan yang bersifat padat 213 karya. Sementara itu, usaha-usaha pengelolaan cukai lainnya yang meliputi cukai bir, gula dan alkohol sulingan juga dilaksanakan selaras dengan kebijaksanaan peningkatan penerima- an negara, kebijaksanaan pengembangan industri dan kebijaksa- naan perluasan kesempatan kerja. Kebijaksanaan pajak ekspor selama Repelita V tetap didasarkan pada fungsinya sebagai pendukung pengembangan ekspor ke luar negeri, di samping peranannya dalam meningkatkan penerimaan negara. Pengenaan pajak terhadap ekspor barang tetap dikaitkan dengan usaha untuk mendorong proses pengolahan di dalam negeri bagi barang-barang ekspor. Bea meterai bersama-sama dengan bea lelang merupakan penerimaan pajak lainnya. Peningkatan penerimaan bea meterai akan diupayakan melalui peningkatan kesadaran masyarakat akan perlunya dasar hukum yang mantap dalam kegiatan ekonomi seSedang untuk penerimaan bea lelang, tetap hari-hari. diberlakukan langkah-langkah peningkatan pemakaian kantor lelang, pengawasan atas pelaksanaan pelelangan dan lain-lain. Selain penerimaan pajak, penerimaan negara di luar minyak bumi dan gas alam mencakup pula penerimaan bukan pajak. Se- - perti telah disebutkan di muka, penerimaan ini terdiri atas bagian Pemerintah atas laba BUMN serta setoran-setoran dari departemen/lembaga negara. Peningkatan penerimaan negara dari BUMN akan dicapai melalui perbaikan iklim usaha dan pening- katan efisiensi dalam tubuh BUMN. Upaya peningkatan efisiensi BUMN ini merupakan bagian dari kebijaksanaan umum untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas nasional secara umum. Seperti telah dikemukakan di atas, meskipun penerimaan negara dari minyak bumi dan gas alam masih sulit diandalkan dalam Repelita V, langkah-langkah untuk menciptakan iklim 214 usaha yang menarik di bidang ini akan terus ditingkatkan. Langkah-langkah tersebut dilakukan antara lain melalui kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi di bidang penanaman modal, dalam usaha untuk meningkatkan produksi minyak. Di samping itu upaya melalui OPEC/non OPEC akan terus dilakukan untuk memperoleh harga dan kuota yang memadai bagi minyak Indonesia. Kecuali itu perluasan pemasaran khususnya untuk gas alam selalu diusahakan. b. Penerimaan Pembangunan Dalam GBHN digariskan bahwa dana luar negeri masih akan tetap dimanfaatkan untuk melengkapi kekurangan sumber pembia-yaan yang dapat digali dan dikembangkan dari dalam negeri. Digariskan pula dalam GBHN bahwa bantuan hanya diterima selama tidak mempunyai ikatan politik dan bersyarat lunak sehingga tidak menimbulkan beban pembayaran kembali yang memberatkan di kemudian hari, sedangkan pemanfaatannya hanya untuk proyekproyek yang benar-benar menunjang tercapainya sasaran-sasaran pembangunan. Asas-asas pemanfaatan dana luar negeri tersebut tetap merupakan pedoman dasar kebijaksanaan dalam Repelita V. Dalam hubungan ini sistem pengelolaan hutang luar negeri akan langkah-langkah makin disempurnakan, termasuk di dalamnya untuk memantapkan mekanisme penyaringan dan penilaian jenis-jenis pinjaman baru. Sementara itu, sesuai dengan perkembangan keadaan akan tetap dibuka pilihan untuk memanfaatkan ketersediaan bantuan khusus yang mudah dicairkan dan bersyarat lunak. 215 2. Pengeluaran Negara a. Pengeluaran Rutin Seperti pengeluaran halnya rutin dalam dalam Repelita Repelita sebelumnya, V tetap kebijaksanaan didasarkan pada. langkah-langkah pengendalian serta penghematan tanpa mengor-bankan efisiensi roda pemerintahan. Langkah-langkah yang di-maksud menyangkut antara lain peningkatan daya guna dan hasil guna aparatur negara, pengendalian dan pemanfaatan maksimal pengeluaran belanja barang serta pengurangan subsidi yang dipandang tidak diperlukan lagi. Salah satu unsur terbesar dalam pengeluaran rutin adalah biaya gaji dan pensiun. Upaya pengendalian biaya ini akan ditempuh dengan menyerasikan laju pertambahan pegawai negeri sesuai dengan kebutuhan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Pertambahan pegawai negeri dalam Repelita V akan dikaitkan dengan aspek-aspek kebutuhan, pembiayaan, alokasi penempatan dan peningkatan kemampuan. Kebijaksanaan ini meningkatkan mutu tidak dapat pelayanan meningkatkan efisiensi pada dipisahkan kepada dari upaya untuk masyarakat serta untuk sektor aparatur negara. Dalam pada itu, dalam, rangka meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas pegawai, perbaikan kemampuan keuangan ne- gaji pegawai akan diupayakan sepanjang gara memungkinkan. Kebijaksanaan pengeluaran belanja barang tetap diarahkan pada pengendalian pengadaan barang-barang sehingga benar-benar sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan. Adapun alokasi pengeluaran belanja ini tetap diprioritaskan pada upaya pening- katan penggunaan produksi dalam negeri dengan memberi kesempengusaha-pengusaha lemah. Dalam upaya pengenda- 216 patan kepada lian tersebut akan disempurnakan sistem pemeliharaan dan perawatan dengan tujuan memperpanjang umur ekonomis dari barangbarang milik negara untuk meningkatkan kelancaran tugas se- hari-hari. b. Pengeluaran Pembangunan Pengeluaran pembangunan dikaitkan erat-erat dengan upaya untuk mencapai sasaran-sasaran pembangunan. Kebijaksanaan pengeluaran pembangunan dalam Repelita V merupakan kelanjutan dan penyempurnaan dari kebijaksanaan Repelita-repelita sebelumnya dan sekaligus diarahkan agar dapat menampung prioritasprioritas baru yang digariskan dalam GBHN 1988. Seperti dalam Repelita IV, pengeluaran pembangunan, yang meliputi pembiayaan rupiah dan bantuan proyek, dialokasikan pada berbagai sektor pembangunan berdasar prioritas yang dikaitkan dengan sasaran-sasaran pembangunan. Sesuai dengan pola umum pembangunan jangka panjang pertama, maka dalam Repelita V ini prioritas diletakkan pada pembangunan ekonomi dengan titik berat pada sektor pertanian dan industri dalam upaya mewujudkan struktur ekonomi yang seimbang baik ditinjau dari segi pendapatan nasional maupun dari segi penyerapan te- naga kerja. Sejalan dengan itu, pembangunan di bidang politik, sosial budaya, pertahanan keamanan dan lain-lain makin ditingkatkan sepadan dan agar saling menunjang dengan pembangun- an bidang ekonomi sehingga lebih menjamin ketahanan nasional. Kebijaksanaan pembangunan di masing-masing sektor akan diuraikan secara terperinci dalam masing-masing bab yang berkaitan dengan sektor yang bersangkutan. Berikut ini adalah garis besar dari arah kebijaksanaan pembangunan di sektor- sektor utama. 217 Sesuai dengan penggarisan dalam GBHN, pembangunan sektor pertanian ditujukan meningkatkan untuk produksi memantapkan hasil pertanian swasembada lainnya pangan guna dan memenuhi kebutuhan industri dalam negeri serta meningkatkan ekspor. Adapun pembangunan di sektor industri ditujukan untuk mempercepat proses industrialisasi untuk menciptakan struktur eko- nomi yang seimbang dan diarahkan pada usaha untuk meningkat- kan ekspor dan memenuhi kebutuhan dalam negeri serta memper- luas lapangan kerja dan kesempatan berusaha. Untuk itu kebijaksanaan pengeluaran pembangunan diarahkan pada upaya penyediaan sarana dan prasarana yang mendukung dan merangsang kegiatan produksi, investasi dan pemasaran hasil pertanian dan industri oleh masyarakat dan dunia usaha. Prasarana yang dimaksud antara lain meliputi prasarana irigasi, perhubungan dan komunikasi, listrik, air dan lain sebagainya. Dalam upaya mendorong pertumbuhan sektor industri, kebijaksanaan penge-luaran pembangunan juga diarahkan pada pembangunan subsektor energi, khususnya dalam upaya diversifikasi sumber-sumber energi dalam kegiatan industri. Sejalan dengan prioritas sektoral tersebut, kebijaksanaan pengeluaran pembangunan juga diarahkan untuk mendorong. pembangunan daerah, dengan sasaran mendorong keseluruhan kegiatan pembangunan di setiap daerah berdasar potensi-potensi yang tersedia dan sekaligus memelihara keserasian dan keselarasan antara laju pertumbuhan daerah-daerah. Bantuan Pemerintah untuk pengembangan daerah antara lain meliputi bantuan pembangunan desa, bantuan pembangunan daerah tingkat II, dan bantuan pembangunan daerah tingkat I. Kebijaksanaan bantuan desa terutama ditujukan untuk mendorong tumbuhnya prakarsa dan swadaya masyarakat pedesaan dalam pembangunan. kebijaksanaan bantuan daerah tingkat II khu- 218 Adapun susnya ditujukan untuk memperluas kesempatan kerja dalam berbagai proyek yang menyangkut prasarana perhubungan, produksi dan proyek peningkatan mutu lingkungan hidup. Sedangkan kebijaksanaan bantuan daerah tingkat I terutama ditujukan untuk membiayai kegiatan operasi dan pemeliharaan berbagai prasarana ekonomi dan sosial serta untuk meningkatkan keselarasan antara pelaksanaan pembangunan sektoral dan regional. Di samping bantuan pembangunan tersebut, beberapa bantuan khusus lainnya, seperti bantuan pembangunan sekolah dasar, bantuan pembangunan kesehatan/Puskesmas, bantuan peningkatan jalan dan jembatan kabupaten, bantuan penghijauan dan bantuan pajak bumi dan bangunan akan tetap diusahakan untuk disedia- kan dalam Repelita V sesuai dengan kemampuan keuangan negara. Sementara itu selain upaya pembangunan prasarana melalui proyek-proyek baru, maka kebijaksanaan pengeluaran pembangunan dalam bentuk pembiayaan operasi dan pemeliharaan hasil-hasil pembangunan akan mendapat prioritas tinggi dan perhatian khusus dalam Repelita V. Dengan kebijaksanaan ini Jaya guna dari proyek-proyek yang telah selesai dibangun akan tetap terpelihara dan dapat melakukan fungsinya secara optimal selama - jangka waktu sebagaimana direncanakan. Kebijaksanaan untuk memberikan prioritas pada kegiatan operasi dan pemeliharaan ini mempunyai arti lain yang juga sangat penting, yaitu dapat mendukung penciptaan lapangan kerja karena sifatnya yang re- latif padat karya. Mengingat kemampuan keuangan negara yang semakin terbatas dan semakin luasnya sasaran yang harus dicapai, maka peranan penyertaan modal pemerintah dalam badan-badan usaha milik nesangat dibatasi. BUMN diharapkan lebih aktif gara (BUMN) menggali sumber dana dari hasil kegiatan usahanya dan dari 219 masyarakat. Selain itu usaha perbaikan efisiensi dari BUMN terus didorong dengan memberikan secara bertahap otonomi pengelolaan yang lebih luas dan kesempatan untuk bekerja sama dengan pihak swasta. Upaya untuk memberikan kesempatan usaha yang lebih luas ini tetap disertai dengan upaya untuk meningkatkan pengawasan dan tanggung jawab perusahaan. Pengalaman dari negara-negara lain telah menunjukkan bahwa peranan sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat menentukan bagi kemajuan bangsa. Dalam hubungan ini, kebijaksanaan pengeluaran negara akan diarahkan untuk menunjang upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, yang meliputi antara lain upaya untuk meningkatkan taraf kesehatan dan tingkat pendidikan serta penciptaan kesempatan kerja produk- tif. Dalam Repelita V langkah-langkah peningkatan mutu manu- sia ini mendapat perhatian khusus. Salah satu sasaran dalam Repelita V adalah dilaksanakannya pembangunan yang berkelanjutan. Dalam hubungan ini, pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup diarahkan agar dalam segala usaha pendayagunaannya tetap memperhatikan keseimbangan lingkungan serta kelestarian fungsi dan kemampuannya sehingga di samping dapat memberikan manfaat sebesarbesarnya bagi pembangunan dan kesejahteraan rakyat di masa kini, tetap akan bermanfaat pula bagi generasi mendatang. Kebijaksanaan pengeluaran pembangunan dalam Repelita V akan senantiasa memperhitungkan aspek kelestarian sumber alam dan lingkungan hidup dalam menentukan pola alokasi dana untuk kegiatan-kegiatan pembangunan. Program-program yang langsung menangani masalah kelestarian sumber alam dan lingkungan hidup, khususnya yang mengikutsertakan masyarakat, mendapat- kan perhatian khusus. 220 Seperti disebutkan di atas, sejalan dengan prioritas dalam pembangunan bidang ekonomi, pembangunan dalam bidang politik, sosial budaya, pertahanan keamanan dan lain-lain makin ditingkatkan sepadan dan agar saling menunjang dengan pembangunan biding ekonomi sehingga lebih menjamin ketahanan nasional. Dalam kaitan dengan penggarisan GBHN ini, maka pola pengeluaran pembangunan dalam Repelita V akan senantiasa memperhatikan keseimbangan dan keserasian antar bidang pembangun- an tersebut di atas. Seperti halnya dalam Repelita IV, skala prioritas yang tinggi untuk program-program utama di bidang-bidang tersebut akan tetap dipertahankan. Dilihat dari segi pencapaian sasaran fisik proyek-proyek pembangunan, masalah yang dari waktu ke waktu timbul adalah keterlambatan penyelesaian proyek. Keterlambatan tersebut langsung atau tidak langsung telah menghilangkan manfaat proyek yang seharusnya dapat dipetik selama kurun waktu keterlambatan tersebut. Tidak kalah pentingnya dari sasaran sasaran akhir dari proyek-proyek terhadap pembangunan. Oleh pelaksanaan proyek serta mamemperoleh perhatian pula 3. fisik adalah pencapaian tersebut dilihat dari dampaknya karena itu masalah sinkronisasi salah pengawasan mutu proyek akan dalam Repelita V. Pengawasan Dengan semakin luasnya kegiatan pembangunan yang akan dilakukan selama kurun waktu Repelita V, terlebih-lebih dalam keadaan dana pembangunan yang ketat, perbaikan sarana dan pelaksanaan kegiatan pengawasan perlu ditingkatkan. Pada hake- katnya kegiatan pengawasan dimaksudkan agar pemanfaatan dana pembangunan dan sumber daya yang langka lainnya dapat menjasasaran-sasaran min tercapainya pembangunan. Kebijaksanaan 221 pengawasan dalam Repelita V merupakan kelanjutan, penyempur- - naan dan peningkatan dari yang telah dilakukan selama Repe- lita sebelumnya. Kegiatan pengawasan atas suatu proyek dila-kukan mulai dari tahap pemilihan serta perencanaannya sampai dengan pelaksanaan pembangunannya dan dilanjutkan sampai dengan tahap pemanfaatan proyek tersebut. Pengawasan juga mencakup aspek pemantauan dan pemeriksaan untuk mendapatkan informasi yang dapat menunjukkan ada tidaknya penyimpangan dari prosedur dan sasaran yang direncanakan. Selanjutnya pengawasan juga meliputi langkah-langkah yang diperlukan untuk mengkoreksi atau menghindari penyimpangan secepat-cepatnya dan setepat-tepatnya agar kerugian yang mungkin ditimbulkan dapat ditekan sekecil mungkin. Langkah-langkah tersebut dapat berupa baik langkah represif maupun preventif dan dapat men-cakup baik perbaikan parsial maupun perombakan seluruh organisasi. Menyadari bahwa kegiatan pengawasan yang paling efisien adalah apabila secara efektif dilaksanakan, sebagai bagian integral dari setiap sistem manajemen dan khususnya fungsi kepemimpinan dalam setiap organisasi, maka dalam Repelita V fungsi pengawasan yang secara struktural melekat pada setiap hirarkhi jabatan pimpinan dalam setiap aparatur pemerintah akan makin ditingkatkan. Pengawasan melekat merupakan bagian penting dari administrasi kebijaksanaan keuangan negara dalam Repelita V. V. PERKIRAAN APBN REPELITA V Berdasarkan perkembangan keuangan negara selama Repelita IV serta sasaran yang hendak dicapai dalam Repelita V, maka disusun perkiraan APBN Repelita V. Dengan mempertimbangkan potensi dan kendala yang ada, maka volume APBN secara kese- 222 luruhan selama lima tahun pelaksanaan Repelita V diperkirakan mencapai jumlah Rp 240.332,5 milyar. Adapun sisi penerimaan dan pengeluaran APBN tersebut adalah sebagai berikut. 1. Penerimaan, terdiri atas penerimaan dalam negeri sebesar Rp 179.914,6 milyar dan dana bantuan luar negeri sebesar Rp 60.417,9 milyar. 2. Pengeluaran, rutin sebe- sar Rp 132.800,4 milyar dan pengeluaran pembangun- terdiri atas pengeluaran an sebesar Rp.107.532,1 milyar. Penyusunan perkiraan APBN dalam Repelita V ini didasar- kan atas berbagai asumsi, antara lain, mengenai pertumbuhan ekonomi nasional, tingkat inflasi dan kecenderungan perkemberbagai faktor lain yang mempengaruhi APBN. bangan dari Asumsi pertumbuhan ekonomi yang mempengaruhi sisi penerimaan meliputi pertumbuhan produksi di sektor migas dan di berbagai sektor non migas, pertumbuhan ekspor dan impor. Di samping yang mencerminkan pening- itu juga dipergunakan asumsi-asumsi katan efisiensi pemungutan tiap jenis perpajakan dengan mempertimbangkan potensi yang seharusnya dapat dicapai. Pada sisi pengeluaran, asumsi-asumsi lain yang dipergunakan meli- puti pertambahan jumlah pegawai negeri, perkembangan beberapa jenis subsidi serta beberapa faktor lain yang mempengaruhi perkembangan pengeluaran negara. Di samping itu juga dimasuk- kan dalam perhitungan, sasaran-sasaran pembangunan di bidang ekonomi, sosial budaya, politik, dan pertahanan keamanan. Penerimaan dalam negeri diperkirakan meningkat dari Rp 25.249,8 milyar pada tahun pertama Repelita V menjadi Rp 48.909,4 milyar pada tahun terakhir Repelita V. Penerima- an tersebut terdiri atas penerimaan migas yang meningkat dari Rp 7.899,7 milyar pada tahun 1989/90 menjadi Rp 11.779,2 223 milyar pada tahun 1993/94 dan penerimaan di luar minyak bumi gas alam yang meningkat dari Rp 17.350,1 milyar pada dan tahun 1989/90 menjadi Rp 37.130,2 milyar pada tahun 1993/94. Dengan perkembangan penerimaan migas dan penerimaan di luar migas, diperkirakan bahwa peranan penerimaan minyak bumi dan gas alam dalam anggaran negara akan mengalami penurunan dari 31,3% pada tahun 1989/90 menjadi 24,1% pada tahun 1993/ 94. Sebaliknya peranan penerimaan di luar migas akan mening- kat dari 68,7% pada tahun 1989/90 menjadi 75,9% pada tahun 1993/94. Selama kurun waktu lima tahun Repelita V penerimaan di luar minyak bumi dan gas alam diperkirakan mencapai 72,5% dari seluruh penerimaan dalam negeri. Perkiraan penerimaan dari sektor minyak bumi dan gas alam yang menurun selama Repelita V didasarkan pada perkiraan konservatif mengenai prospek perkembangan harga minyak di pasaran internasional. Untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pembangunan peningkatan sumber-sumber penerimaan di luar migas, yang meliputi penerimaan pajak dan bukan pajak, mutlak diperlukan. Seperti telah disebutkan di atas, upaya peningkatan penerimatersebut ditempuh melalui an dari pajak usaha-usaha intensifikasi, ekstensifikasi dan perbaikan administrasi perpajakan. Sebagai persentase terhadap produksi nasional non migas, pe-nerimaan pajak diperkirakan meningkat dari 10,3% dalam tahun 1988/89 menjadi 17,1% pada akhir Repelita V. Perkiraan pengeluaran rutin didasarkan atas berbagai mengenai belanja pegawai, belanja barang, subsidi asumsi daerah otonom, pembayaran hutang pemerintah dan pengurangan subsidi. Dengan menggunakan dasar perhitungan tersebut, pengeluaran rutin diperkirakan meningkat dari Rp 23.445,0 milyar pada tahun pertama Repelita V menjadi Rp 29.959,8 milyar pada akhir Repelita V. 224 Berdasar perkiraan penerimaan dalam negeri dan pengeluar- an rutin, maka tabungan Pemerintah diperkirakan meningkat dari Rp 1.804,8 milyar pada tahun 1989/90 menjadi Rp 18.949,6 mil- - yar pada tahun 1993/94. Tabungan Pemerintah di sini merupa- kan selisih antara penerimaan dalam negeri dan pengeluaran rutin dengan telah memperhitungkan pembayaran hutang Pemerin- tah yang meliputi angsuran pokok dan bunga pinjaman. Jumlah tabungan pemerintah selama Repelita V diperkirakan sebesar Rp 47.114,2 milyar. Tabungan Pemerintah bersama dengan penerimaan pembangun- an yang berasal dari dana bantuan luar negeri merupakan sum- - ber dana pembangunan untuk membiayai kegiatan-kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh negara. Dana pembangunan ter- sebut diperkirakan meningkat dari Rp. 13.129,9 milyar pada tahun pertama Repelita V menjadi Rp. 31.636,6 milyar pada tahun 1993/94. Untuk seluruh periode Repelita V dana pemba- ngunan sektor negara diperkirakan berjumlah Rp 107.532,1 mil-yar. Alokasi dana pembangunan yang mencerminkan prioritas pembangunan antar sektor dan subsektor dalam Repelita V ter- muat dalam Bab 2. 225 TABEL 3 - 5 PENERIMAAN DALAM NEGERI DALAM REPELITA V, 1989/90 - 1993/94 (dalam milyar rupiah) 1989/90 (APBN) 1990/91 1991/92 1992/93 1993/94 REPELITA V I. Penerimaan Minyak Bumi II. 10.950,2 11.779,2 49.483,7 (8 . 00 2, 6 ) (9.024,6) (9 . 65 3, 5 ) (40.950,6) (1 . 58 1, 7 ) (1 . 70 3, 3 ) (1 . 92 5, 6 ) (2 . 12 5, 7 ) (8 . 533 , 1 ) 17.350,1 20.283,8 25.150,6 30.516,2 37.130,2 (14.909,6) (17.695 ,9) (22.370 ,0) (27.316 ,0) (Bukan Pajak) (2 . 440 , 5 ) (2 .5 87 ,9 ) (2 .7 80 ,6 ) (3 .2 00 ,2 ) (3 . 69 6, 8 ) (14.706 ,0) Jumlah 25.249 ,8 29.432,5 34.856,5 41.466,4 48.909,4 179.914,6 dan Gas Alam 7.899,7 9.148,7 9 .705,9 (Minyak Bumi) (6.702,9) (7 . 56 7, 0 ) (Gas Alam) (1 . 19 6, 8 ) Penerimaan di luar Minyak dan Gas Alam (Pajak) 226 130.430,9 (3 3 .4 33 ,4 ) (115.724,9) PENERIMAAN DALAM GRAFIK 3 - 1 NEGERI DALAM REPELITA IV (1984/85 - 1993/94) DAN REPELITA V 227 TABEL 3 - 6 KOMPOSISI PENERIMAAN DALAM NEGERI DALAM REPELITA V, 1989/90 - 1993/94 (dalam %) 1989/90 (APBN ) I. Penerimaan Minyak Bumi 1990/91 1991/92 1992/93 1993/94 24,1 REPELITA V 31,3 31,1 27,8 26,4 27,5 (26,6) (25,7) (23,0) (21,8) (19,7) (22,8) (Gas Alam) (4,7) (5,4) (4,8) (4,6) (4,4) (4,7) Penerimaan di Luar Minyak Bumi dan Gas Alam 68,7 68,9 72,2 73,6 75,9 72,5 (59,0) (60,1) (64,2) (65,9) (68,3) (64,3) (9,7) (8,8) (8,0) (7,7) (7,6) (8,2) dan Gas Alam (Minyak Bumi) II. (Pajak) (Bukan Pajak) Jumlah 228 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 TABEL 3 - 7 PENERIMAAN DALAM NEGERI, PENGELUARAN RUTIN DAN TABUNGAN PEMERINTAH DALAM REPELITA V 1989/90 - 1993/94 (dalam milyar rupiah) 1989/90 1990/91 1991/92 1992/93 1993/94 REPELITA V (APBN ) I. II. III. Penerimaan Dalam Negeri 25.249,8 29.432,5 34.856,5 41.466,4 48.909,4 179.914,6 Pengeluaran Rutin 23.445,0 24.829,6 26.591,6 27.974,4 29.959,8 132.800,4 1.804,8 4.602,9 8.264,9 13.492,0 18.949,6 47.114,2 Tabungan Pemerintah 229 GRAFIK 3 - 2 PENERIMAAN DALAM NEGERI, PENGELUARAN RUTIN DAN TABUNGAN PEMERINTAH DALAM REPELITA IV DAN REPELITA V (1984/85 - 1993/94) 230 GRAFIK 3 - 3 KESELURUHAN PENERIMAAN DALAM NEGERI, PENGELUARAN RUTIN DAN TABUNGAN PEMERINTAH DALAM REPELITA IV DAN REPELITA V (1984/85 - 1993/94) PENERIMAAN DALAM NEGERI 231 TABEL 3 - 8 SUMBER-SUMBER PEMBIAYAAN ANGGARAN PEMBANGUNAN NEGARA REPELITA V 1989/90 - 1993/94 (dalam milyar rupiah) 1989/90 1990/91 1991/92 1992/93 1993/94 (APBN) V I. Tabungan Pemerintah 1.804,8 4.602,9 8.264,9 13.492,0 18.949,6 47.114,2 II. Dana Bantuan Luar Negeri 11.325,1 11.566,0 12.644,8 12.195,0 12.687,0 60.417,9 13.129,9 16.168,9 20.909,7 25.687,0 31.636,6 107.532,1 III. Jumlah Dana Pembangunan 232 REPELITA GRAFIK 3 - 4 DANA ANGGARAN PEMBANGUNAN DALAM REPELITA IV DAN REPELITA V 233 GRAFIK 3 - 5 JUMLAH KESELURUHAN DANA PEMBANGUNAN DALAM REPELITA IV DAN REPELITA V Triliun Rupiah 234