Keuangan Negara

advertisement
BAB 3
KEUANGAN NEGARA
BAB 3
KEUANGAN NEGARA
I.
PENDAHULUAN
Dalam Bab 2 disebutkan bahwa pelaksanaan Repelita V memerlukan
pembiayaan yang besar. Sesuai dengan penggarisan Ga-ris-garis Besar
Haluan Negara (GBHN), sumber pembiayaan pembangunan tersebut
diutamakan dari dalam negeri, baik berupa tabungan Pemerintah maupun
tabungan masyarakat, sedangkan
sumber luar negeri merupakan
pelengkap. Tabungan Pemerintah merupakan kelebihan penerimaan dalam
negeri Pemerintah di
Pemerintah dari sum-
atas pengeluaran rutinnya. Penerimaan
ber-sumber dalam negeri meliputi penerimaan
Pemerintah yang berasal dari penerimaan migas serta penerimaan di
luar
migas,
sedangkan
pengeluaran
rutin
Pemerintah
mencakup
pengeluaranpengeluaran untuk kegiatan-kegiatan rutin pelaksanaan
peme-rintahan. Tabungan Pemerintah bersama-sama dengan penerimaan
pembangunan yang berasal dari bantuan luar negeri merupakan
pembangunan yang tersedia untuk membiayai kegiatan-ke-
dana
giatan
pembangunan.
Salah satu persoalan utama yang dihadapi dalam kurun
waktu
lima tahun mendatang adalah bahwa prospek pasaran minyak bumi kurang
begitu cerah, sehingga penerimaan dalam negeri
dari sektor
migas juga diperkirakan sulit untuk meningkat
183
dengan cepat. Sehubungan dengan itu sumber-sumber dana pembangunan
yang ada perlu dikelola dan dikembangkan sebaik
memenuhi
kebutuhan
pembiayaan
pembangunan,
mungkin untuk
khususnya
untuk
kegiatan-kegiatan pembangunan yang dibiayai ne-gara. Tetapi di
samping mengelola sumber dana yang ada sebaikbaiknya, kebutuhan dana
untuk pembangunan yang makin mening-
kat menuntut ditemukannya
dan dikembangkannya sumber-sumber
ini sumbangan sektor-sektor di
dana yang baru. Dalam kaitan
luar migas terhadap penerimaan
negara mempunyai peranan yang strategis dalam pelaksanaan Repelita
V dan mutlak harus ber-
hasil ditingkatkan, tanpa mengabaikan
peluang-peluang yang terbuka untuk meningkatkan penerimaan dari
migas.
Untuk meningkatkan penerimaan negara dari berbagai sum-
-
ber, khususnya penerimaan di luar migas, maka upaya untuk meningkatkan
pelaksanaan
perpajakan,
seperti
tercermin
dalam
kebijaksanaan pembaharuan pajak dalam Repelita IV, memegang peranan
kunci sehingga perlu terus ditingkatkan dan disempurnakan. Dalam
usaha itu tetap diperhatikan asas keadilan, kemampuan dan manfaat.
Dalam hubungan itu kesadaran masyarakat untuk membayar pajak perlu
makin ditingkatkan, prosedur per-pajakan makin disempurnakan dan
bersamaan dengan itu aparatur perpajakan terus dimantapkan agar
makin mampu dan makin
bersih. Kebijaksanaan perpajakan mempunyai
fungsi yang stra-tegis dalam pengelolaan keuangan negara dan dalam
upaya pembangunan nasional pada umumnya. Selain berperan langsung
sebagai satu sumber utama pembiayaan pembangunan, kebijaksa-
-
naan perpajakan mempunyai peranan tidak langsung dalam men-dorong
pendayagunaan dan pengembangan sumber daya manusia dan sumber alam,
dalam merangsang kegiatan ekspor dan perekonomian pada umumnya serta
dalam mengusahakan terlaksananya pola hidup sederhana.
184
Di samping penerimaan dari pajak, penerimaan bukan pajak
merupakan unsur penting lainnya dari penerimaan dalam negeri
di
luar migas. Salah satu sumber penting dari penerimaan bukan pajak ini
adalah bagian Pemerintah atas laba badan-badan usaha milik negara
(BUMN). Sehubungan dengan itu efisiensi dan pro-duktivitas BUMN
perlu terus ditingkatkan, agar badan-badan
usaha tersebut makin
mampu dan berperan dalam membiayai pembangunan nasional.
Dalam pada itu GBHN juga mengarahkan agar pengeluaran
negara
diusahakan semakin terkendali, terarah dan efisien.
Dalam
hubungan ini dana pembangunan yang tersedia akan diarah-
kan
untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang benar-benar dipilih secara
cermat, dipersiapkan secara mantap, merupakan prioritas dalam
pembangunan dan mempunyai dampak luas terhadap terca-
painya
sasaran-sasaran pembangunan.
Dalam lingkup yang lebih luas kebijaksanaan keuangan negara
tidak
dapat
dilepaskan,
bahkan
merupakan
bagian,
dari
kebijaksanaan pengendalian makro secara nasional. Bersama-sama
dengan kebijaksanaan moneter dan kebijaksanaan neraca pemba-
-
yaran, kebijaksanaan fiskal diperlukan untuk menciptakan dan
memelihara stabilitas ekonomi yang mantap serta mengembangkan iklim
yang menunjang kegiatan-kegiatan usaha dan kegiatan pembangunan
lainnya. Dalam hubungan ini kebijaksanaan anggaran belanja yang
berimbang dan dinamis akan tetap dilanjutkan
dalam Repelita
V.
Berbagai unsur kebijaksanaan keuangan negara tersebut di atas
dilaksanakan dengan tetap memelihara keserasian dan keseimbangan
antara berbagai sasarannya dan tetap berlandaskan
pada Trilogi
Pembangunan.
185
II.
PERKEMBANGAN KEBIJAKSANAAN KEUANGAN NEGARA SELAMA
REPELITA IV
1.
Penerimaan Dalam Negeri
Sesuai dengan arah kebijaksanaan pembangunan dalam Repe-lita
IV, berbagai langkah kebijaksanaan telah diambil dalam rangka makin
menyempurnakan pengelolaan anggaran pendapatan
dan belanja.
Salah satu langkah mendasar dalam penyempurnaan kebijaksanaan di
bidang penerimaan negara adalah pembaharuan sistem perpajakan.
Langkah kebijaksanaan ini dimaksudkan untuk mencapai beberapa
tujuan.
Pertama,
kebijaksanaan
tersebut
diarahkan
untuk
meningkatkan daya guna serta hasil guna dari sistem perpajakan yang
tercermin antara lain pada dasar pajak yang makin luas, kepatuhan
membayar pajak yang makin tinggi, serta sistem perpajakan yang lebih
sederhana. Dengan sistem perpajakan yang semakin berdaya guna dan
berhasil guna ter-
sebut diharapkan penerimaan negara dari dalam
negeri makin meningkat. Kedua, kebijaksanaan tersebut ditujukan
untuk mengurangi ketergantungan penerimaan negara pada sektor
minyak bumi dan gas alam melalui diversifikasi sumber-sumber penerimaan dari dalam negeri lainnya. Ketiga, kebijaksanaan tersebut juga
dimaksudkan untuk meningkatkan unsur keadilan dalam
sistem
perpajakan.
Sebagai hasil dari langkah kebijaksanaan tersebut, dalam kurun
waktu Repelita IV seluruh penerimaan negara dari dalam negeri telah
meningkat dari Rp 14.432,7 milyar dalam tahun 1983/84 menjadi Rp
21.803,0 milyar (APBN) dalam tahun
selama
lima
tahun
Repelita
IV
1988/89. Dengan demikian
penerimaan
negara
mengalami
peningkatan rata-rata sebesar 8,6% per tahun. Perkembangan ini
merupakan
hasil
perpaduan
dari
dua
perkembangan penerimaan dari migas yang
186
kecenderungan,
yaitu
kurang
menggembirakan
dan
penerimaan
di luar migas yang
meningkat sangat pesat.
a. Penerimaan Minyak Bumi dan Gas Alam
Realisasi penerimaan dalam negeri dari migas yang pada tahun
1983/84 mencapai sebesar Rp 9.520,2 milyar telah me-ningkat menjadi
Rp 11.144,4 milyar pada tahun 1985/86. Dalam tahun 1986/87
kemerosotan harga minyak secara tajam di pasaran dunia telah
mengakibatkan penurunan penerimaan negara dari minyak bumi dan gas
alam menjadi Rp 6.337,6 milyar. Namun
dengan tercapainya
kesepakatan di dalam OPEC menjelang akhir tahun 1986 untuk
mempertahankan harga melalui kuota produksi masing-masing negara
anggota, maka harga minyak menunjukkan kemantapannya kembali dan
penerimaan negara dari migas me-ningkat kembali dan mencapai Rp
10.047,2 milyar pada tahun 1987/88. Dalam tahun 1988/89, penerimaan
negara dari migas diperkirakan hanya akan mencapai Rp 8.885,8
milyar, atau
Rp 664,4 milyar lebih rendah dari yang pernah
dicapai tahun 1983/84.
Sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan sumber penerimaan
dari migas, Indonesia melalui OPEC, selalu berusaha
untuk
mendapatkan harga dan kuota minyak yang memadai. Di samping itu telah
dikeluarkan kebijaksanaan yang ditujukan
produksi minyak Indonesia, antara lain
untuk meningkatkan
pada tanggal 1 September
1988 telah diberlakukan persyaratan baru untuk kontrak bagi hasil
yang
merupakan
kelengkapan/ketentuan
sebelumnya. Dalam ketentuan
tambahan
dari
peraturan
baru tersebut diberikan beberapa
insentif terutama untuk mendorong kegiatan eksplorasi di lahan-lahan
yang tergolong
baru. Rangsangan tersebut berupa pemberian
insentif perpa-
187
TABEL 3 - 1
PENERIMAAN DALAM NEGERI DALAM REPELITA IV,
1984/85 - 1988/89
(dalam milyar rupiah)
1983/84
I. Penerimaan Minyak
Bumi dan Gas Alam
(Minyak Bumi)
(Gas Alam)
II. Penerimaan di
luar Minyak Bumi
dan Gas Alam
(Pajak)
(Bukan Pajak)
Jumlah
188
1984/85
9.520,2 10,429,9
1985/86
11.144,4
1986/87
6.337,6
1987/88
10.047,2
(8.522,2)
(8.937,0)
(9.447,1)
(5.263,5) (8.719,7)
(998,0)
(1.492,9)
(1.697,3)
(1.074,1) (1.327,5)
4.912,5
5.475,6
8.108,4
(4.393,5)
(4.788,3)
(6.616,9)
(491,5)
(519,0)
14.432,7
(687,3)
15.905,5
19.252,8
9.803,0
1988/89
(APBN)
10.756,1
8.855,8
(
REPELITA
IV
46.814,9
7.774,5)
(40.141,8)
1.081,3)
( 6.673,1)
12.947,2
47.090,3
(7.645,7) (8.779,4)
(11.687,9)
(39.518,2)
(2.157,3) (1.976,7)
( 1.259,3)
( 7.572,1)
16.140,6
21.803,0
20.803,3
93.905,2
TABEL 3 - 2
KOMPOSISI PENERIMAAN DALAM NEGERI DALAM REPELITA IV,
1984/85 - 1988/89
(dalam %)
I. Penerimaan Minyak
Bumi dan Gas Alam
(Minyak Bumi)
(Gas Alam)
Penerimaan di
I I luar Minyak Bumi
. dan Gas Alam
(Pajak)
(Bukan Pajak)
1983/84
1984/85
1985/86
66,0
65,6
57,9
(59,1)
( 5 6, 2)
(49,1)
(6,9)
(9,4)
(8,8)
34,4
42,1
(30,4)
(30,1)
(34,4
(3,6)
(4,3)
34,0
(7,7)
1986/87
1987/88
39,3
(32,6)
(6,7)
60,7
( 4 7, 4)
1988/89
(APBN)
REPELITA
IV
40,6
49,9
48,3
(41,9)
(35,6)
(42,8)
(6,4)
(5,0)
(7,1)
51,7
59,4
50,1
( 4 2, 2)
(53,6)
( 4 2, 1)
(5,8)
(8,0)
100,0
100,0
(13,3)
(9,5)
Jumlah
100,0
100,0
100,0
100,0
100,0
189
jakan, penyempurnaan pola bagi hasil, kemudahan prosedur pengadaan
barang, penyesuaian harga minyak prorata dan penyempurnaan dalam
besarnya jaminan pada Pemerintah. Kebijaksanaan ini ditujukan untuk
mendorong kegiatan eksplorasi
di Indonesia sehingga kebutuhan
konsumsi bahan bakar di dalam negeri dan ekspor dapat dipenuhi secara
berkesinambungan.
b. Penerimaan Pajak
Agar kelangsungan pembangunan dapat dijaga, kecenderungan
penerimaan dari sektor migas yang kurang menggembirakan tersebut
mengharuskan peningkatan usaha-usaha untuk menggali penerimaan di
luar migas, khususnya penerimaan dari pajak. Langkah-langkah
penting di bidang ini selama Repelita IV serta pengaruhnya terhadap
penerimaan negara adalah sebagai berikut.
Dengan diberlakukannya Undang-undang Pajak Penghasilan Tahun
1983, dasar pengenaan pajak menjadi semakin luas se-
hingga
potensi pajak menjadi semakin besar. Guna memberi kepastian hukum
dan rasa keadilan, penghasilan kena pajak yang semula terdiri atas
sepuluh lapisan telah disederhanakan men-
jadi tiga lapisan
dengan tarif pajak masing-masing sebesar
15%, 25% dan 35%.
Bersamaan dengan itu, sistem pengenaan pa-
jak diubah dari
sistem penetapan pajak menjadi sistem menghi-tung sendiri dan tata
cara pembayarannya sangat disederhana-
kan.
Selanjutnya dalam upaya untuk makin memantapkan pelaksa-naan
undang-undang pajak penghasilan tersebut di atas, melalui Paket 27
Oktober 1988, pajak atas bunga deposito berjangka
yang semula
pengenaannya ditangguhkan, mulai 14 Nopember 1988 diberlakukan
pengenaannya. Pengenaan pajak tersebut bersifat final, namun atas
dasar pertimbangan pemerataan diberi ke-
190
mungkinan restitusi bagi wajib pajak yang penghasilannya
ter-masuk bunga deposito/sertifikat deposito tidak melampaui
batas penghasilan kena pajak. Di samping itu, pengenaan pajak
atas bunga dari berbagai jenis tabungan untuk penabung kecil masih
ditangguhkan.
Sebagai hasil dari kebijaksanaan tersebut, penerimaan
pajak
penghasilan telah meningkat dari Rp 1.932,3 milyar pada tahun 1983/84
menjadi Rp 3.762,1 milyar pada tahun 1988/89 (APBN), atau meningkat
dengan rata-rata 14,3% per tahun.
IV, penerimaan pajak
Selama lima tahun masa Repelita
penghasilan secara keseluruhan mencapai
Rp 13.130,0 milyar.
Sementara itu, melalui Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 telah
diperkenalkan sistem pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas
barang mewah menggantikan sistem pajak penjual-
an sebelumnya.
Dalam sistem yang baru, tarif pajak pertambahan nilai disederhanakan
menjadi 10% untuk barang-barang yang diperdagangkan di dalam negeri,
dan 0% untuk barang-barang yang diekspor. Sedangkan untuk tarif pajak
penjualan atas barang
yakni sebesar
Sebagai
mewah juga disederhanakan menjadi dua jenis,
10% dan 20%.
hasil
dari
langkah
tersebut
penerimaan
pertambahan nilai telah meningkat dari Rp 830,6 milyar pada
pajak
tahun
1983/84 menjadi Rp 4.787,6 milyar (APBN) pada tahun 1988/89. Selama
periode Repelita IV penerimaan pajak pertam-
bahan nilai secara
keseluruhan mencapai Rp 14.282,8 milyar.
Kebijaksanaan bea masuk terutama diarahkan untuk mendo-
rong
industri dan perdagangan dalam negeri serta merangsang ekspor.
Walaupun demikian peranannya sebagai sumber penerima-
an negara
juga semakin meningkat terutama karena peningkatan efisiensi
pelaksanaannya. Berbagai langkah kebijaksanaan dalam
191
Repelita IV yang menyangkut perubahan bea masuk antara lain adalah
Inpres 4 Tahun 1985, restrukturisasi tarif bulan April 1985, Paket
Kebijaksanaan 6 Mei Tahun 1986, Paket 15 Januari Tahun 1987 dan Paket
25 Desember Tahun 1987. Rangkaian kebijaksanaan tersebut merupakan
bagian dari kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi di bidang
perdagangan, industri
mempunyai dampak beserta
prosedur
dan penanaman modal yang sekaligus juga
rupa penyederhanaan struktur tarif bea masuk,
penentuan
dan
pembayaran
bea
masuk.
Dengan
langkah-langkah kebijaksanaan tersebut pengendalian impor yang
sebelumnya
lebih mengandalkan pada perangkat non tarif sejak
itu makin mengandalkan pada tarif sebagai pengatur arus dan pola
impor dalam rangka memberi perlindungan yang lebih luwes dan adil
bagi perkembangan industri dalam negeri yang efisien. Dengan
berbagai penyempurnaan dan penyederhanaan tersebut, penerima-
-
an bea masuk telah meningkat dari Rp 557,0 milyar pada tahun 1983/84
menjadi Rp 1.068,3 milyar pada akhir tahun 1988/89 (APBN). Secara
keseluruhan, selama lima tahun Repelita IV, penerimaan bea masuk
mencapai Rp 4.104,2 milyar.
Dalam hal pajak ekspor, selama Repelita IV telah dilaku-
kan
beberapa penyesuaian tarif atas beberapa komoditi primer. Meskipun
pajak ekspor menghasilkan penerimaan bagi negara,
utama
dari
kebijaksanaan
ini
adalah
namun tujuan
untuk
mendo-rong
ditingkatkannya pengolahan barang-barang yang diekspor, sehingga
nilai tambah dan penerimaan devisa dari setiap satuan barang
tersebut makin meningkat. Selama kurun waktu Repelita
IV,
penerimaan dari pajak ekspor mencapai Rp 548,2 milyar.
Kebijaksanaan di bidang pajak bumi dan bangunan, selain
ditujukan untuk meningkatkan penerimaan, juga ditujukan untuk
menghilangkan beban ganda yang ditanggung masyarakat atas kekayaan
yang dimilikinya. Tarif tunggal yang dikenakan pada
192
obyek pajak sebesar 0,5% dari nilai jual kena pajak merupakan
penyederhanaan dari sistem pajak terdahulu. Selama periode
Repelita IV, penerimaan pajak bumi dan bangunan telah mencapai
Rp 1.111,8 milyar. Pajak bumi dan bangunan sebagai sumber penerimaan Pemerintah masih sangat luas potensinya dan sistemnya di waktu-waktu mendatang masih dapat disempurnakan lebih
lanjut, khususnya dalam hal peningkatan efisiensi pelaksanaannya.
c. Penerimaan Bukan Pajak
Selain dari pajak, sumber penerimaan di luar minyak bumi dan
gas alam lainnya adalah penerimaan bukan pajak. Penerima-
an
bukan pajak terdiri atas bagian Pemerintah dari laba BUMN
dan
berbagai
penerimaan
lainnya
seperti
penerimaan
sumbangan
pendidikan, penerimaan jasa, penerimaan penjualan serta penerimaan
dari kejaksaan dan pengadilan. Guna meningkatkan penerimaan bukan
pajak, selama Repelita IV telah dilakukan usahausaha untuk
meningkatkan
efisiensi
BUMN
terutama
melalui
administrasinya. Selain itu telah dilakukan pula
peningkatan
pengawasan
atas
penerimaan
yang
departemen atau lembaga negara. Selama empat
penertiban
usaha-usaha
diperoleh
dari
tahun pelaksanaan
Repelita IV bagian Pemerintah dari laba
BUMN meningkat
rata-rata sebesar 35,8% per tahun. Selama itu penerimaan bukan pajak
telah meningkat dari Rp 519,0 milyar
Rp 1.259,3 milyar pada tahun
pada tahun 1983/84 menjadi
1988/89, atau secara keseluruhan
mencapai Rp 7.572,1 milyar selama lima tahun.
Sebagai hasil dari usaha-usaha tersebut, realisasi penerimaan
dalam negeri di luar minyak bumi dan gas alam telah meningkat dari
Rp 4.912,5 milyar dalam tahun 1983/84 menjadi
193
Rp, 12.947,2 milyar dalam tahun 1988/89 (APBN). Dengan demikian selama Repelita IV, penerimaan negara di luar minyak bumi
dan
gas alam meningkat rata-rata sebesar 21,4% per tahun. Peningkatan
penerimaan dari sektor di luar minyak dan gas
mencerminkan keberhasilan usaha-usaha peme-
bumi tersebut
rintah tersebut
di atas, khususnya kebijaksanaan pembaharuan pajak yang didasarkan
pada pemberian kepercayaan yang semakin besar kepada subyek pajak
dalam melaksanakan kewajiban dan haknya di bidang perpajakan. Dengan
strategi tersebut kesa-
daran wajib pajak dapat ditingkatkan.
Dalam periode Repelita
IV jumlah perorangan dan badan yang
telah membayar pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai telah
meningkat dari sekitar 800 ribu menjadi lebih dari 1,4 juta wajib
pajak. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar dan je-
nis usaha yang semakin berkembang, perluasan jumlah wajib pa-
jak ini masih dapat ditingkatkan lagi di waktu-waktu men-
2.
datang.
Penerimaan Pembangunan
Di samping penerimaan dalam negeri, penerimaan negara mencakup
pula penerimaan pembangunan yang berupa dana yang berasal dari luar
negeri. Penerimaan pembangunan dimanfaatkan dengan tujuan untuk
mempercepat laju pembangunan nasional. Selama Repelita IV bantuan
luar negeri yang dimanfaatkan bagi pembiayaan pembangunan berjumlah
Rp 26.121,4 milyar atau
54,9% dari seluruh dana pembangunan.
Dalam tiga tahun ter-
akhir Repelita IV Indonesia telah
memanfaatkan fasilitas ban-tuan khusus yang merupakan bantuan
program yang bersyarat
lunak dan dapat cepat dicairkan. Bantuan
khusus ini telah membantu Indonesia dalam melewati masa-masa
kritis yang di-
194
akibatkan
oleh
jatuhnya
harga
minyak
dan
sekaligus
dalam
me-laksanakan langkah-langkah penyesuaian untuk mengurangi ketergantungan pada minyak bumi.
3.
Pengeluaran Rutin
Kebijaksanaan di bidang pengeluaran rutin selama Repeli-
ta
IV tetap menganut asas penghematan dengan tetap memperha-
-
tikan mutu jasa pelayanan pemerintahan. Penghematan pengeluar-
-
an rutin tersebut harus dilakukan dan menjadi makin mendesak karena
keadaan keuangan negara yang semakin ketat.
Salah
satu
pos
terbesar
dari
pengeluaran
rutin
adalah
pengeluaran untuk belanja pegawai. Pengeluaran ini sangat penting
karena,
selain
menyangkut
kesejahteraan
pegawai
Pemerintah,
langsung menyangkut efisiensi roda pemerintahan. Oleh karena itu
meskipun dalam suasana penghematan, maka dalam keadaan keuangan
negara memungkinkan, gaji pegawai telah disesuaikan. Pada tahun
1984/85 telah dilakukan kenaikan gaji sebesar 15% dan pada tahun
1985/86 sebesar 20o disertai dengan kenaikan pensiun sebesar 27%
sampai dengan 59%. Di samping kenaikan gaji, juga telah dilakukan
penyesuaian terhadap tunjangan beras dan uang lauk-pauk. Selama
Repelita IV dana yang disediakan untuk belanja pegawai secara
keseluruhan berjumlah
Rp 20.808,9 milyar.
Selanjutnya untuk belanja barang, di samping diterapkan asas
penghematan, pola pengeluarannya diarahkan pula untuk mengembangkan
dunia usaha, meningkatkan penggunaan barang produksi dalam negeri
yang pada gilirannya akan mengembangkan dunia usaha dan memperluas
lapangan kerja. Melalui Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 1984 telah
ditingkatkan peranan pengusaha golongan ekonomi lemah dalam
pengerjaan pemborongan
195
atau pembelian yang dibiayai dari belanja negara. Selama
periode
Repelita IV dana yang disediakan untuk belanja barang berjumlah Rp
6.578,9 milyar.
Dalam Repelita IV pengeluaran subsidi daerah otonom terus
meningkat, meskipun telah dilakukan langkah-langkah penghe-matan.
Hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah
guru-guru
Inpres dan tenaga paramedis yang amat diperlukan di daerah. Di
samping itu, pengeluaran subsidi daerah otonom
juga digunakan
untuk menampung biaya pengganti sumbangan pembinaan pendidikan
sekolah dasar yang telah dihapus serta untuk memperlancar jalannya
roda pemerintahan desa berupa pembayaran gaji lurah dan perangkatnya
serta tunjangan bagi pamong desa
di daerah minus. Selama kurun
waktu Repelita IV dana untuk subsidi daerah otonom berjumlah Rp
12.730,6 milyar.
Komponen pengeluaran rutin terbesar lainnya adalah pembayaran
bunga dan cicilan hutang. Pembayaran bunga dan cicilan hutang selama
periode Repelita IV menunjukkan jumlah yang semakin meningkat.
Peningkatan jumlah ini disebabkan oleh tiga hal. Pertama, semakin
banyaknya jenis pinjaman luar negeri
yang jatuh tempo secara
bersamaan dan harus dibayar bunga dan cicilannya. Kedua, diambilnya
tindakan devaluasi rupiah pada tahun 1983 dan tahun 1986 yang
meningkatkan nilai dalam rupiah untuk pembayaran hutang yang ada.
Ketiga, kenaikan nilai tukar mata uang beberapa negara industri
terhadap dolar Amerika Serikat. Perkembangan yang terakhir ini ikut
meningkatkan
beban pembayaran kembali hutang-hutang yang harus
dibayar kembali dalam mata uang yang makin menguat nilainya
tersebut. Dalam kaitan dengan kebijaksanaan hutang luar negeri,
Indone-
sia tetap memenuhi kewajiban pembayaran untuk menjaga
kredibilitas dan martabatnya di dunia internasional. Jumlah
pelu-
196
nasan kembali pokok hutang beserta bunganya selama Repelita IV adalah
sebesar Rp 30.010,3 milyar.
Untuk lain-lain pengeluaran rutin, selama Repelita IV
dilakukan beberapa langkah pokok, antara lain, dengan
telah
jalan
mengurangi subsidi BBM. Pengurangan subsidi BBM dilak-sanakan melalui
peningkatan efisiensi pengolahan minyak dan penyesuaian harga jual BBM
selama tiga tahun berturut-turut
yaitu pada tahun 1982, 1983
dan tahun 1984.
Secara keseluruhan pengeluaran rutin meningkat dari
8.411,8 milyar pada tahun 1983/84 menjadi Rp 20.066,0
pada tahun 1988/89 (APBN). Dengan demikian selama
Rp
milyar
Repelita IV,
pengeluaran rutin meningkat rata-rata sebesar
19,0% per tahun.
Perkembangan penerimaan dalam negeri dan pengeluaran
rutin
seperti tersebut di atas serta pemanfaatan pinjaman luar negeri
menentukan perkembangan dana pembangunan. Karena perkeadaan perekonomian dunia, khususnya keadaan pasar
ubahan
minyak dunia
yang tidak mantap, jumlah dana pembangunan meng-
alami pasang surut
dari tahun ke tahun; yakni meningkat dari
Rp 9.903,3 milyar
pada tahun 1983/84 menjadi Rp 10.873,9
kemudian mengalami penurunan mentahun 1986/87 dan meningkat sedi-
milyar pada tahun 1985/86,
jadi Rp 8.333,5 milyar pada
kit menjadi Rp 9.479,8 milyar
pada tahun 1987/88. Pada tahun 1988/89 dana pembangunan diperkirakan
hanya mencapai jumlah sebesar Rp 8.897,6 milyar (APBN). Secara
keseluruhan, dalam
dana pemba-
kurun waktu lima tahun masa Repelita TV jumlah
ngunan diperkirakan sebesar Rp 47.539,4 milyar,
atau 39,5% di bawah sasaran Repelita IV.
197
4.
Pengeluaran Pembangunan
Seperti telah disinggung di muka, pengeluaran pembangun-
an senantiasa disesuaikan dengan kemampuan keuangan negara
prinsip
anggaran
berimbang
dapat
dipertahankan.
pembangunan meliputi pengeluaran pembangunan dalam
agar
Penge-luaran
bentuk rupiah
dan pengeluaran pembangunan yang berasal dari bantuan proyek. Selama
Repelita IV, pengeluaran pembangunan digunakan untuk membiayai
proyek-proyek pembangunan di berba-
gai sektor, seperti
sektor-sektor pendidikan, pertanian dan pengairan, perhubungan dan
pariwisata, pertambangan dan energi dan lain-lain.
Pengeluaran di sektor pendidikan digunakan untuk membia-
yai
berbagai program-pembangunan dalam berbagai jenjang pendidikan.
Pengeluaran di sektor pertanian dan pengairan ter-
utama digunakan
untuk peningkatan produksi tanaman pangan, produksi peternakan dan
perikanan serta produksi perkebunan. Sementara itu pengeluaran di
sektor perhubungan digunakan
untuk meningkatkan prasarana
perhubungan. Sedangkan pengeluar-
an di sektor pertambangan dan
energi terutama diarahkan untuk pembangunan di bidang energi,
khususnya listrik, di samping untuk membiayai kegiatan-kegiatan
pembinaan dalam pengembangindustri,
penganekaragaman
an bahan baku untuk keperluan
sum-ber-sumber
energi
serta
Pembiayaan pembangunan bagi daerah terutama diarahkan
untuk
pengembangan pertambangan.
mendorong dan menyerasikan laju pembangunan di semua daerah sesuai
dengan potensinya masing-masing serta untuk memantapkan pemerataan
pembangunan antar daerah. Dalam Repe-
lita IV kebijaksanaan
pengeluaran bagi pembangunan daerah mendapatkan perhatian khusus
dan menempati prioritas tinggi.
198
TABEL 3 - 3
PENERIMAAN DALAM NEGERI, PENGELUARAN RUTIN DAN
TABUNGAN PEMERINTAH DALAM REPELITA IV,
1984/85 - 1988/89
(dalam milyar rupiah)
1983/84
I.
II.
1984/85
1985/86
1986/87
1987/88
1988/89
(APBN)
REPELITA
IV
Penerima
Dalam Negeri
14.432,7
15.905,5
19.252,8
16.140,6
20.803,3
21.803,0
93.905,2
Pengeluaran
Rutin
8.411,8
9.428,9
11.951,5
13.559,3
17.481,5
20.066,0
72.487,2
6.020,9
6.476,6
7.301,3
2.581,3
3.321,8
1.737,0
21.418,0
III. Tabungan
Pemerintah
199
TABEL 3 - 4
SUMBER-SUMBER
PEMBIAYAAN
ANGGARAN
PEMBANGUNAN
NEGARA
REPELITA
IV,
1984/85 - 1988/89
(dalam milyar rupiah)
1983/84
II.
1985/86
1986/87
1987/88
1988/89
(APBN)
REPELITA
IV
Tabungan
Pemerintah
6.020,9
6.476,6
7.301,3
2.581,3
3.321,8
1.737,0
21.418,0
Dana Bantuan
Luar Negeri
3.882,4
3.478,0
3.572,6
5.752,2
6.158,0
7.160,6
26.121,4
9.903,3
9.954,6
10.873,9
8.333,5
9.479,8
8.897,6
47.539,4
III. Jumlah Dana
Pembangunan
200
1984/85
Dana untuk pembangunan daerah tersebut dipergunakan untuk
membiayai program Inpres seperti bantuan pembangunan sekolah dasar,
bantuan pembangunan kesehatan/puskesmas, bantuan pembangunan dan
pemugaran pasar, bantuan penghijauan, bantuan penunjangan jalan dan
jembatan kabupaten, bantuan untuk pengembangan Timor Timur serta
pengembangan daerah pedesaan, kabupaten/kotamadya, dan daerah
tingkat satu.
Selanjutnya sesuai dengan kondisi keuangan negara dalam
Repelita IV, maka peranan Pemerintah dalam penyertaan modal untuk
kegiatan-kegiatan usaha dan produksi sangat dibatasi dan pengeluaran
subsidi untuk pupuk dan pestisida dikurangi. Dalam pada itu, untuk
memanfaatkan semaksimal mungkin dana yang terbatas, dalam Repelita
IV perhatian khusus juga diberikan kepada pembiayaan operasi dan
pemeliharaan sarana dan prasa-
rana yang ada dan yang mempunyai
dampak luas bagi kegiatan ekonomi dan kegiatan pembangunan pada
umumnya.
Dalam Repelita IV juga telah ditempuh berbagai kebijaksanaan
untuk menyempurnakan sistem pengelolaan dan meningkat-
kan
pendayagunaan anggaran pembangunan. Mulai tahun anggaran 1985/86
sistem Sisa Anggaran Pembangunan (SIAP) dalam anggaran dihapus agar
mendorong penyelesaian proyek sesuai dengan
ditentukan. Sementara itu telah dibentuk
jadwal yang telah
pula Tim Pendayagunaan
Pelaksanaan Proyek-proyek Pembangunan dengan Dana Luar Negeri
(TP4DLN) untuk mempercepat pelaksanaan proyek-proyek yang dibiayai
dengan bantuan luar negeri. Rangkaian kebijaksanaan tersebut
berhasil meningkatkan laju pelaksanaan proyek-proyek pembangunan
pada umumnya.
201
III. SASARAN KEBIJAKSANAAN KEUANGAN NEGARA DALAM
REPELITA V
Kebijaksanaan
keuangan
negara
bersama-sama
dengan
jaksanaan pembangunan nasional yang lain mempunyai pengaruh
kebiyang
menentukan terhadap tingkat keberhasilan pembangunan nasional yang
akan
tercapai.
Baik
dalam
perumusan
maupun
pelaksanaannya
kebijaksanaan keuangan negara senantiasa bertumpu
pada Trilogi
Pembangunan dalam rangka mencapai secara optimal sasaran-sasaran
pembangunan. Pelaksanaannya senantiasa sejalan dan serasi dengan
kebijaksanaan-kebijaksanaan lain.
Melalui
kebijaksanaan
keuangan
negara
dibiayai
berbagai
program nyata untuk mencapai sasaran pemerataan, seperti program-program pembangunan di sektor pendidikan, pangan dan
gizi,
kesehatan, pembangunan daerah serta perumahan dan pemukiman. Melalui
kebijaksanaan ini pula didukung pelaksanaan program-program yang
mendorong pertumbuhan ekonomi, seperti pembangunan sarana dan
prasarana ekonomi serta langkah-langkah kebijaksanaan lain untuk
mendorong investasi dan alokasi sum-
ber daya yang efisien.
Selanjutnya melalui kebijaksanaan anggaran belanja yang berimbang
dan dinamis, bersama-sama dengan kebijaksanaan lain, diusahakan
tercapainya dan dipertahankanSasaran-sasaran
nya stabilitas ekonomi yang mantap.
kebijaksanaan
keuangan
negara
yang
dicapai dalam Repelita V, baik dari segi penerimaan maupun
akan
dari
segi pengeluaran, pada tingkat makro maupun mikro, mencerminkan
peranan sentral dari kebijaksanaan tersebut dalam pembangunan. Dalam
pelaksanaannya sasaran-sasaran tersebut dituangkan setiap tahunnya
ke dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
202
1.
Penerimaan Negara
a. Penerimaan Dalam Negeri
Sasaran pokok dari kebijaksanaan keuangan negara di
bidang
penerimaan dalam negeri adalah untuk menggali dan mengembangkan
sumber-sumber penerimaan dari dalam negeri agar jumlahnya makin
meningkat sesuai dengan kebutuhan pembangunan
dan bersamaan
dengan itu komposisinya menjadi makin seimbang, khususnya antara
sumber-sumber migas dan non migas. Dalam
usaha mencapai sasaran
pokok tersebut diupayakan pula agar peningkatan penerimaan dalam
negeri juga akan makin dapat memenuhi prinsip keadilan, meningkatkan
efisiensi pemanfaatan sumber daya, menggairahkan kegiatan investasi
serta membantu mendorong ekspor dan terciptanya lapangan kerja.
Secara lebih terinci sasaran-sasaran tersebut dapat diuraikan lebih lanjut sebagai berikut.
(1) Peningkatan Penerimaan Dalam Negeri
Kegiatan pembangunan yang semakin meningkat dalam pelaksanaannya membutuhkan dana untuk investasi, baik oleh Peme-
-
rintah maupun oleh masyarakat, yang semakin meningkat pula.
Dalam
rangka mewujudkan tekad kita untuk terus membangun berdasarkan
kemampuan sendiri maka sebagian besar dari pembiaya-
an investasi
tersebut akan dikerahkan dari dalam negeri, sedangkan kekurangannya
diusahakan diperoleh dari luar negeri. Dengan demikian peningkatan
penerimaan dalam negeri di samping dimaksudkan untuk mendukung
peningkatan laju pembangunan, juga dimaksudkan untuk secara bertahap
memperbaiki struktur sumber pembiayaan negara dengan mengurangi
ketergantungannya pada
sumber dana luar negeri.
203
(2)
Diversifikasi Sumber Penerimaan dari Dalam Negeri
Penerimaan dalam negeri yang berasal dari minyak bumi
dan
gas alam, meskipun akan masih tetap memegang peranan yang cukup
penting dalam struktur penerimaan negara, diperkirakan tidak akan
dapat mencukupi kebutuhan pembiayaan pembangunan
yang makin
meningkat. Kendala utama dalam usaha meningkatkan penerimaan dari
minyak bumi dan gas alam adalah banyaknya faktor-faktor luar yang
amat mempengaruhi dan ikut menyebab-
kan ketidakpastian dan
ketidakstabilannya.
Oleh sebab itu upaya peningkatan penerimaan dalam negeri
terutama harus diarahkan pada peningkatan semaksimal mungkin
penerimaan dalam negeri dari sumber-sumber non migas, khusus-
-
nya dari perpajakan. Dengan demikian, upaya peningkatan penerimaan
dalam negeri, khususnya melalui peningkatan penerimaan pajak, di
samping mengurangi ketergantungan penerimaan negara pada sumber dana
luar negeri, juga dimaksudkan untuk mengu-
rangi
ketergantungan penerimaan negara pada sektor minyak dan gas bumi.
Dengan keberhasilan usaha tersebut, maka kelangsung-
an
pembiayaan pembangunan akan dapat lebih terjamin karena dananya
berasal dari sumber-sumber pembiayaan yang lebih sta-
bil,
terus berkembang, semakin beragam dan dapat diandalkan.
(3)
Pemanfaatan Sumber Daya Yang Semakin Efisien
Pertumbuhan ekonomi, selain berasal dari pertumbuhan kapasitas
produksi, juga berasal dari pemanfaatan sumber daya ekonomi yang
semakin penuh, efisien dan terarah. Dalam keadaan yang ideal setiap
sumber daya yang tersedia dapat dimanfaat-
kan secara penuh;
masing-masing akan dimanfaatkan dalam kegiatan-kegiatan yang
menghasilkan produktivitas tertinggi sesumber daya tersebut dan sekaligus peman-
204
suai dengan potensi
faatannya akan memenuhi arah dan prioritas pembangunan yang
ditentukan.
Seperti disebutkan dalam Bab 2, dalam kurun waktu lima tahun
mendatang jumlah tenaga kerja akan sangat meningkat.
Oleh karena
itu kebijaksanaan penerimaan negara di samping ditujukan untuk
meningkatkan tabungan Pemerintah, harus pula dapat mendorong
penggunaan sumber daya ekonomi yang ada ke
arah yang lebih penuh,
efisien dan terarah. Ini berarti bahwa kebijaksanaan penerimaan
dalam negeri harus ikut mendorong terciptanya lapangan kerja yang
memadai. Dalam kaitannya
yang optimal tersebut
dengan sumber daya alam, pemanfaatan
harus memenuhi satu syarat lagi, yaitu
harus dapat menjamin kelestarian fungsi dan kemampuan sumber alam
dan lingkungan hidup, sehingga di samping dapat memberikan manfaat
sebesarbesarnya bagi pembangunan dan kesejahteraan rakyat sekarang,
juga bermanfaat bagi generasi mendatang. Kebijaksanaan peningkatan
penerimaan dalam negeri sejauh mungkin dilaksanakan dengan cara-cara
yang memenuhi syarat-syarat pemanfaatan sum-
ber daya yang optimal
tersebut.
(4) Pemerataan Beban Pembangunan
Selain untuk meningkatkan tabungan Pemerintah, kebijaksanaan
penerimaan dari dalam negeri juga diarahkan untuk meningkatkan
pemerataan beban pembangunan, baik antar sektor, antar kegiatan,
antar daerah maupun antar golongan pendapatan. Pemerataan beban
pembangunan tersebut akan lebih menjamin
rasa keadilan
masyarakat serta memperkokoh solidaritas nasional dan solidaritas
sosial. Upaya peningkatan penerimaan dalam negeri dilaksanakan
dengan senantiasa memperhatikan sasaran pemerataan ini.
205
b. Penerimaan Pembangunan
Di samping tabungan Pemerintah dan tabungan masyarakat, masih
diperlukan
penerimaan
dana
luar
negeri
untuk
memperce-
pembangunan. Penerimaan pembangunan yang berupa dana
luar
negeri dimanfaatkan agar percepatan pembangunan tersebut dapat
dilaksanakan dan sekaligus stabilitas ekonomi tetap di-pertahankan.
Oleh karena itu tersedianya dana bantuan luar negeri
dimanfaatkan sebaik mungkin bagi pembangunan dengan
perlu
tetap
memperhatikan batas-batas yang aman bagi kepentingan nasional dan
kelangsungan
pembangunan.
Secara
umum
sasaran
kebijaksanaan
pemanfaatan dana luar negeri adalah untuk penyediaan modal,
pembangunan sarana dan prasarana, teknologi, serta penyediaan
keterampilan dan jasa-jasa yang sangat diperlukan bagi pembangunan.
Seperti yang telah digariskan
diterima selama tidak ada
dalam GBHN, bantuan luar negeri
ikatan politik, bersyarat lunak, dalam
batas kemampuan negara untuk membayar kembali dan dimanfaatkan bagi
kegiatan-kegiatan yang benar-benar produktif.
2.
Pengeluaran Negara
a. Pengeluaran Rutin
Kebijaksanaan pengeluaran rutin mempunyai sasaran untuk
meningkatkan jumlah, mutu dan efisiensi pelayanan Pemerintah kepada
masyarakat
serta
mengamankan
kekayaan
negara
sebagai
hasil
pembangunan. Di samping itu kebijaksanaan ini juga diarahkan untuk
meningkatkan tabungan Pemerintah, mendorong produksi dalam negeri,
menunjang kedudukan golongan ekonomi lemah dan memperluas lapangan
kerja. Semua sasaran tersebut
serasi.
206
akan dicapai secara seimbang dan
Untuk itu diperlukan tindakan-tindakan penghematan pengeluaran
rutin pada tingkat yang wajar yang mencakup usaha-
usaha
penyempurnaan pola pengeluaran agar semakin terarah dan mencapai
sasaran. Termasuk dalam upaya ini adalah tindakantindakan pengurangan
secara bertahap subsidi-subsidi yang di-lihat dari segi prioritas
pembangunan tidak diperlukan lagi. Sementara itu, sesuai dengan
kemampuan keuangan negara tingkat kesejahteraan pegawai negeri
senantiasa akan mendapatkan perhatian dalam rangka meningkatkan
produktivitas dan efisiensi kerjanya.
b. Pengeluaran Pembangunan
Seperti disebutkan di atas, sasaran pokok dari kebijak-
-
sanaan pengeluaran pembangunan adalah untuk mendukung terca-
-
painya sasaran-sasaran pembangunan. Dalam Repelita V satu sa-
-
saran pokok pembangunan adalah memantapkan kerangka landasan
agar
bangsa Indonesia siap untuk memasuki awal tahap tinggal landas dalam
Repelita VI. Dalam keadaan keterbatasan dana, sasaran tersebut hanya
dapat dicapai apabila dana pembangunan yang ada di tangan Pemerintah
benar-benar dimanfaatkan secara efisien, selektif dan terarah
sehingga setiap rupiah yang dikeluarkan memberikan dampak positif
yang maksimal kepada pembangunan. Pengeluaran pembangunan diarahkan
dan dibatasi pemanfaatannya pada kegiatan-kegiatan pembangunan yang
memang
tidak dapat dilaksanakan dan dibiayai sendiri oleh
masyarakat
terdiri
dan dunia usaha. Kegiatan-kegiatan tersebut terutama
dari penyediaan sarana dan prasarana dasar, baik yang
bersifat fisik maupun non fisik, untuk bidang ekonomi maupun non eko-
nomi, yang berperan strategis dalam proses pembangunan dan
khususnya dalam pencapaian sasaran-sasaran pembangunan. Dengan
207
demikian pengeluaran pembangunan dimaksudkan untuk merangsang
dan
menunjang, dan bukan menggantikan, kegiatan-kegiatan pembangunan
yang dapat dilaksanakan sendiri oleh masyarakat.
IV.
POKOK-POKOK KEBIJAKSANAAN KEUANGAN NEGARA DALAM
REPELITA V.
Dalam rangka melaksanakan Trilogi Pembangunan, khususnya untuk
tetap memelihara dan memantapkan stabilitas ekonomi
serta
mendorong pertumbuhan ekonomi, kebijaksanaan anggaran pendapatan dan
belanja negara yang berimbang dan dinamis akan tetap merupakan dasar
bagi. kebijaksanaan fiskal dalam Repeli-
ta V. Pengertian
seimbang adalah bahwa anggaran pendapatan
dan belanja negara
harus mencerminkan keserasian antara penerimaan dan pengeluaran,
sedang pengertian dinamis menggarisbawahi bahwa jumlah pendapatan
dan belanja negara diusaha-
kan untuk terus meningkat guna memacu
laju pembangunan. Dalam pada itu pola dan arah kebijaksanaan, baik
yang menyangkut penerimaan negara maupun pengeluaran negara, akan
selalu diarahkan pada tercapainya sasaran pemerataan pembangunan di
segala bidang.
Pada sisi penerimaan upaya untuk meningkatkan penerimanegara dilakukan melalui peningkatan semua unsur penerima-
an
an
baik penerimaan dari minyak bumi dan gas alam maupun dari penerimaan
di luar minyak bumi dan gas alam. Oleh karena
prospek penerimaan
negara dari migas banyak ditentukan oleh faktor-faktor ekstern dan
secara umum tidak terlalu cerah,
maka titik berat usaha
peningkatan penerimaan negara terletak pada upaya peningkatan
penerimaan negara di luar migas, khu-susnya penerimaan dari pajak.
Usaha peningkatan tersebut di-
208
lakukan
naan
melalui
dari
intensifikasi,
pelaksanaan
ekstensifikasi
dan
kebijaksanaan-kebijaksanaan
penyempuryang
telah
dilakukan selama Repelita IV. Dalam pada itu kebijaksanaan bantuan
luar negeri yang berhati-hati seperti yang telah dilaksanakan dalam
Repelita IV akan dilanjutkan dengan tetap berpedoman pada arahan
dari GBHN.
Pada sisi pengeluaran diusahakan untuk tetap mengendabelanja rutin pada tingkat yang wajar melalui pengelo-
likan
laan dan
pengawasan yang lebih terarah dan terpadu tanpa menurunkan efisiensi
aparatur negara yang amat penting bagi kelancaran roda pemerintahan.
Dengan dukungan kebijaksanaan di- bidang aparatur negara, efisiensi
aparatur
negara
justru
ditingkatkan
lagi,
sehingga
dapat
meningkatkan mutu pelayanan Pemerintah kepada masyarakat serta
makin mendorong kegiatan pembangunan.
Sementara itu dana negara yang jumlahnya terbatas, yang
tersedia
untuk
membiayai
kegiatan-kegiatan
pembangunan
akan
dimanfaatkan dan dikelola sehemat dan seefisien mungkin untuk
memperluas
dan
mempercepat
laju
pembangunan.
Perluasan
dan
percepatan pembangunan ini diperlukan untuk makin menyiapkan bangsa
Indonesia untuk memasuki awal dari tahap tinggal landas dalam
Repelita VI. Di dalam melaksanakan kebijaksanaan ini prioritas makin
dipertajam,
dan
perencanaan
serta
pelaksanaan
disempurnakan. Di samping itu aspek pengawasan-
proyek
makin
nya makin
ditingkatkan.
Berikut ini adalah pokok-pokok kebijaksanaan keuangan negara
secara lebih terinci.
209
1.
Penerimaan Negara
a. Penerimaan Dalam Negeri
Dalam Repelita V, upaya untuk meningkatkan penerimaan negara
dari dalam negeri dititikberatkan pada usaha-usaha un-
tuk
menggali penerimaan di luar minyak bumi dan gas alam, khususnya
penerimaan pajak, tanpa mengabaikan peluang-peluang yang terbuka
untuk meningkatkan penerimaan migas. Seperti
telah disebutkan
di muka, selama Repelita IV telah terjadi perubahan yang mendasar
pada struktur penerimaan negara berupa peranan yang semakin
meningkat dari penerimaan sektor non
migas dalam penerimaan
dalam negeri. Upaya untuk mencapai keseimbangan struktur penerimaan
dalam negeri, khususnya antara penerimaan migas dan di luar migas,
akan semakin ditingkatkan dalam Repelita V.
Satu langkah mendasar dalam Repelita V di bidang keuangan
negara adalah upaya untuk meningkatkan penerimaan negara dari pajak.
Pada dasarnya kebijaksanaan perpajakan dalam Repelita
V
merupakan kelanjutan dan penyempurnaan dari pelaksanaan
sistem
perpajakan
yang
dijalankan
selama
Repelita
IV.
Pelaksanaan
kebijaksanaan dipusatkan pada usaha-usaha untuk menyempurnakan
mekanisme pelaksanaan agar sistem perpajakan menjadi semakin
efektif dan benar-benar terasa sederhana dan adil.
Dalam hubungan itu akan dilakukan usaha-usaha pembenahan
dalam
yang
perpajakan,
dipusatkan
penyempurnaan
pada
peningkatan
disiplin
administrasi dan sarana
ke
aparatur
penunjang-
nya serta peningkatan efektivitas pemungutan pajak. Di samping itu,
kesadaran wajib pajak akan ditingkatkan dengan memanfa-atkan
media-media penerangan yang tersedia. Selain itu akan
210
dikembangkan lebih lanjut sistem pemberian penghargaan bagi wajib
pajak potensial yang dengan penuh kesadaran telah melaksanakan
kewajibannya.
Dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak penghasilan, akan
diusahakan intensifikasi dan ekstensifikasi pemungutan pajak.
Langkah intensifikasi ditempuh dengan cara mengelola potensi pajak
yang telah berhasil dibina secara tertib, efi-
sien dan
berkesinambungan. Sedang langkah ekstensifikasi diarahkan pada
terobosan-terobosan baru untuk menjangkau po-tensi pajak yang belum
direalisir selama ini. Dengan upaya
ini pemerataan beban
pembangunan makin dapat diwujudkan se-
hingga dapat meningkatkan
rasa keadilan, yang selanjutnya da-
pat membantu terciptanya
masyarakat dan dunia usaha yang mempunyai kesadaran pajak yang
tinggi. Untuk itu usaha intensifikasi dan ekstensifikasi di bidang
pajak akan didukung deinformasi
serta
ngan usaha-usaha penyuluhan, penyebaran
terobosan-terobosan
efektif
lainnya.
Langkah-langkah yang telah diambil dalam Repelita IV dalam upaya
mempermudah
kewajiban
tempat-tempat
pembayaran
keuangan, dalam Repelita
membayar
pajak,
dengan
seperti
memanfaatkan
penambahan
lembaga-lembaga
V akan dilanjutkan. Di samping itu,
usaha-usaha untuk meningkatkan kemampuan aparatur pajak juga akan
dilanjutkan.
Dalam usaha meningkatkan penerimaan pajak dari nilai
di berbagai sektor telah diberlakukan Undang-undang
tambah
Nomor 8 Tahun
1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa serta Pajak
Penjualan
atas
Barang
Mewah.
Seperti
halnya
dengan
pajak
penghasilan, usaha intensifikasi dari jenis penerimaan ini dilakukan
dengan mengelola potensi pajak yang
telah dapat dibina dengan
tertib, efisien dan berkesinambung-
an. Sedangkan usaha
ekstensifikasi dilakukan dengan menambah
211
wajib pajak dari sektor-sektor usaha tertentu yang hingga
saat
ini belum mernberi sumbangan bagi peningkatan penerimaan negara.
Kebijaksanaan ini amat penting, terutama untuk membe-
ri rasa
keadilan bagi sektor-sektor usaha yang sampai saat
ini telah
memberikan sumbangannya secara berarti bagi peneri-maan negara. Pada
gilirannya, hal ini juga dapat mengurangi distorsi alokasi sumber
daya yang timbul karena beberapa bi-
dang usaha kena pajak
dan bidang lainnya tidak. Dalam pada
itu, usaha penyebaran
informasi merupakan kegiatan yang tetap
dilaksanakan dalam Repelita V. Dengan ditunjang oleh kemampuaparat
perpajakan
yang
semakin
meningkat
diharapkan
an
bahwa
pengetahuan masyarakat, khususnya dunia usaha, tentang pajak
pertambahan nilai atas barang dan jasa semakin meningkat
pula.
Kebijaksanaan pengenaan pajak penjualan barang mewah se-perti
yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 se-
lain
ditujukan untuk menunjang penerimaan negara juga dituju-
kan
untuk mengendalikan konsumsi barang mewah. Pengendalian konsumsi
barang mewah dimaksudkan untuk mendukung pola hidup sederhana yang
sangat penting untuk menggalang solidaritas
dan persatuan
nasional. Asas kesederhanaan dan kemudahan,
tercermin
dalam
jumlah
tarif
pajak
yang
yang antara lain
dikenakan,
tetap
dipertahankan selama Repelita V.
Seperti disebutkan di atas, dengan dasar Undang-undang Nomor
12 Tahun 1985, selama Repelita IV telah dilakukan usaha-usaha
penyempurnaan dalam pengelolaan penerimaan negara dari pajak -bumi
dan bangunan. Usaha-usaha tersebut akan dilanjutditingkatkan
dalam
Repelita
V
guna
kan dan makin
meningkatkan
penerimaan
Pemerintah di pusat dan terlebih-lebih di daerah. Dalam hubungan
ini usaha-usaha peningkatan efektifitas pemu-
212
ngutan
pajak
merupakan
kebijaksanaan
operasional
yang
tetap
dijalankan. Sesuai dengan ketentuan perundangan, sebesar 90%
dari
penerimaan pajak bumi dan bangunan diserahkan pengguna-
annya
pada Pemerintah Daerah, terutama Pemerintah Daerah
Untuk itu keikutsertaan serta keaktifan aparat
Tingkat II.
daerah dalam upaya
meningkatkan penerimaan pajak bumi dan bangunan mutlak diperlukan dan
semakin
ditingkatkan.
Dalam
pendidikan petugas penilai
hubungan
ini
sangat
diperlukan
yang bermutu dan mempunyai standar
penilaian yang baku untuk seluruh Indonesia.
Kebijaksanaan bea masuk selama Repelita V, selain ditu-jukan
untuk meningkatkan penerimaan negara, terutama diarah-
kan
sebagai pengatur arus dan pola impor barang dalam rangka mendorong
ekspor, mengembangkan industri dalam negeri dan menciptakan lapangan
kerja. Dengan langkah-langkah deregulasi
dan debirokratisasi yang
sampai saat ini telah diambil, pengendalian arus dan pola impor
tersebut lebih didasarkan kekebijaksanaan
yang
sifatnya
pada kebijaksanaan tarif dan
non
tarif
semakin
dikurangi.
Kebijaksanaan tersebut serta kebijaksanaan pengembangan sistem tarif
yang rasional dalam Repekebijaksanaan bea masuk
di bidang per-
lita V dilanjutkan. Dengan demikian
tidak terlepas dari kebijaksanaan nasional
dagangan, industri dan kesempatan kerja.
Kebijaksanaan cukai dalam Repelita V, selain ditujukan
untuk
meningkatkan penerimaan negara, juga dimaksudkan untuk mendorong
perluasan kesempatan kerja di daerah. Kebijaksanaan
ini ditempuh
mengingat bahwa penerimaan cukai sebagian besar diperoleh dari cukai
tembakau yang lokasi industrinya tersebar
di berbagai daerah; tarif
cukai tembakau diarahkan untuk mendorong industri sigaret kretek
tangan yang bersifat padat
213
karya.
Sementara
itu,
usaha-usaha
pengelolaan
cukai
lainnya
yang meliputi cukai bir, gula dan alkohol sulingan juga dilaksanakan
selaras dengan kebijaksanaan peningkatan penerima-
an negara,
kebijaksanaan pengembangan industri dan kebijaksa-
naan
perluasan kesempatan kerja.
Kebijaksanaan pajak ekspor selama Repelita V tetap didasarkan
pada fungsinya sebagai pendukung pengembangan ekspor
ke luar
negeri, di samping peranannya dalam meningkatkan penerimaan negara.
Pengenaan pajak terhadap ekspor barang tetap dikaitkan dengan usaha
untuk mendorong proses pengolahan di dalam negeri bagi barang-barang
ekspor.
Bea meterai bersama-sama dengan bea lelang merupakan penerimaan pajak lainnya. Peningkatan penerimaan bea meterai
akan
diupayakan melalui peningkatan kesadaran masyarakat akan perlunya
dasar hukum yang mantap dalam kegiatan ekonomi seSedang
untuk
penerimaan
bea
lelang,
tetap
hari-hari.
diberlakukan
langkah-langkah peningkatan pemakaian kantor lelang, pengawasan
atas pelaksanaan pelelangan dan lain-lain.
Selain penerimaan pajak, penerimaan negara di luar minyak bumi
dan gas alam mencakup pula penerimaan bukan pajak. Se-
-
perti telah disebutkan di muka, penerimaan ini terdiri atas bagian
Pemerintah
atas
laba
BUMN
serta
setoran-setoran
dari
departemen/lembaga negara. Peningkatan penerimaan negara dari BUMN
akan dicapai melalui perbaikan iklim usaha dan pening-
katan
efisiensi dalam tubuh BUMN. Upaya peningkatan efisiensi BUMN ini
merupakan
bagian
dari
kebijaksanaan
umum
untuk
meningkatkan
efisiensi dan produktivitas nasional secara umum.
Seperti telah dikemukakan di atas, meskipun penerimaan negara
dari minyak bumi dan gas alam masih sulit diandalkan dalam Repelita
V, langkah-langkah untuk menciptakan iklim
214
usaha
yang
menarik
di
bidang
ini
akan
terus
ditingkatkan.
Langkah-langkah tersebut dilakukan antara lain melalui kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi di bidang penanaman modal,
dalam usaha untuk meningkatkan produksi minyak. Di samping itu upaya
melalui OPEC/non OPEC akan terus dilakukan untuk memperoleh harga
dan kuota yang memadai bagi minyak Indonesia. Kecuali itu perluasan
pemasaran khususnya untuk
gas alam selalu diusahakan.
b. Penerimaan Pembangunan
Dalam GBHN digariskan bahwa dana luar negeri masih akan tetap
dimanfaatkan untuk melengkapi kekurangan sumber pembia-yaan yang
dapat digali dan dikembangkan dari dalam negeri. Digariskan pula
dalam GBHN bahwa bantuan hanya diterima selama tidak mempunyai ikatan
politik dan bersyarat lunak sehingga tidak menimbulkan beban
pembayaran kembali yang memberatkan
di kemudian hari, sedangkan
pemanfaatannya hanya untuk proyekproyek yang benar-benar menunjang
tercapainya sasaran-sasaran pembangunan. Asas-asas pemanfaatan dana
luar negeri tersebut tetap merupakan pedoman dasar kebijaksanaan
dalam Repelita V. Dalam hubungan ini sistem pengelolaan hutang luar
negeri
akan
langkah-langkah
makin
disempurnakan,
termasuk
di
dalamnya
untuk memantapkan mekanisme penyaringan dan
penilaian jenis-jenis pinjaman baru.
Sementara itu, sesuai dengan perkembangan keadaan akan tetap
dibuka pilihan untuk memanfaatkan ketersediaan bantuan khusus yang
mudah dicairkan dan bersyarat lunak.
215
2.
Pengeluaran Negara
a. Pengeluaran Rutin
Seperti
pengeluaran
halnya
rutin
dalam
dalam
Repelita
Repelita
sebelumnya,
V
tetap
kebijaksanaan
didasarkan
pada.
langkah-langkah pengendalian serta penghematan tanpa mengor-bankan
efisiensi
roda
pemerintahan.
Langkah-langkah
yang
di-maksud
menyangkut antara lain peningkatan daya guna dan hasil guna aparatur
negara, pengendalian dan pemanfaatan maksimal pengeluaran belanja
barang serta pengurangan subsidi yang dipandang tidak diperlukan
lagi.
Salah satu unsur terbesar dalam pengeluaran rutin adalah biaya
gaji dan pensiun. Upaya pengendalian biaya ini akan ditempuh dengan
menyerasikan laju pertambahan pegawai negeri
sesuai dengan
kebutuhan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Pertambahan
pegawai negeri dalam Repelita V akan dikaitkan dengan aspek-aspek
kebutuhan, pembiayaan, alokasi penempatan dan peningkatan kemampuan.
Kebijaksanaan
ini
meningkatkan
mutu
tidak
dapat
pelayanan
meningkatkan efisiensi pada
dipisahkan
kepada
dari
upaya
untuk
masyarakat
serta
untuk
sektor aparatur negara. Dalam pada
itu, dalam, rangka meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas
pegawai, perbaikan
kemampuan keuangan ne-
gaji pegawai akan diupayakan sepanjang
gara memungkinkan.
Kebijaksanaan pengeluaran belanja barang tetap diarahkan pada
pengendalian pengadaan barang-barang sehingga benar-benar sesuai
dengan kebutuhan yang diperlukan. Adapun alokasi pengeluaran belanja
ini tetap diprioritaskan pada upaya pening-
katan penggunaan
produksi dalam negeri dengan memberi kesempengusaha-pengusaha lemah. Dalam upaya pengenda-
216
patan kepada
lian tersebut akan disempurnakan sistem pemeliharaan dan perawatan
dengan tujuan memperpanjang umur ekonomis dari barangbarang milik
negara untuk meningkatkan kelancaran tugas se-
hari-hari.
b. Pengeluaran Pembangunan
Pengeluaran pembangunan dikaitkan erat-erat dengan upaya untuk
mencapai sasaran-sasaran pembangunan. Kebijaksanaan pengeluaran
pembangunan dalam Repelita V merupakan kelanjutan dan penyempurnaan
dari kebijaksanaan Repelita-repelita sebelumnya dan sekaligus
diarahkan
agar
dapat
menampung
prioritasprioritas
baru
yang
digariskan dalam GBHN 1988.
Seperti dalam Repelita IV, pengeluaran pembangunan, yang
meliputi pembiayaan rupiah dan bantuan proyek, dialokasikan
pada
berbagai sektor pembangunan berdasar prioritas yang dikaitkan dengan
sasaran-sasaran pembangunan. Sesuai dengan
pola umum
pembangunan jangka panjang pertama, maka dalam Repelita V ini
prioritas diletakkan pada pembangunan ekonomi dengan titik berat
pada sektor pertanian dan industri dalam upaya mewujudkan struktur
ekonomi yang seimbang baik ditinjau dari segi pendapatan nasional
maupun dari segi penyerapan te-
naga kerja. Sejalan dengan
itu, pembangunan di bidang politik, sosial budaya, pertahanan
keamanan dan lain-lain makin ditingkatkan sepadan dan agar saling
menunjang dengan pembangun-
an bidang ekonomi sehingga lebih
menjamin ketahanan nasional.
Kebijaksanaan
pembangunan
di
masing-masing
sektor
akan
diuraikan secara terperinci dalam masing-masing bab yang berkaitan
dengan sektor yang bersangkutan. Berikut ini adalah
garis
besar dari arah kebijaksanaan pembangunan di sektor-
sektor
utama.
217
Sesuai dengan penggarisan dalam GBHN, pembangunan sektor
pertanian
ditujukan
meningkatkan
untuk
produksi
memantapkan
hasil
pertanian
swasembada
lainnya
pangan
guna
dan
memenuhi
kebutuhan industri dalam negeri serta meningkatkan ekspor. Adapun
pembangunan di sektor industri ditujukan untuk mempercepat proses
industrialisasi untuk menciptakan struktur eko-
nomi yang
seimbang dan diarahkan pada usaha untuk meningkat-
kan ekspor
dan memenuhi kebutuhan dalam negeri serta memper-
luas lapangan
kerja dan kesempatan berusaha. Untuk itu kebijaksanaan pengeluaran
pembangunan diarahkan pada upaya penyediaan sarana dan prasarana
yang mendukung dan merangsang kegiatan produksi, investasi dan
pemasaran hasil pertanian dan industri oleh masyarakat dan dunia
usaha. Prasarana yang dimaksud antara lain meliputi prasarana
irigasi, perhubungan
dan komunikasi, listrik, air dan lain
sebagainya. Dalam upaya mendorong pertumbuhan sektor industri,
kebijaksanaan
penge-luaran
pembangunan
juga
diarahkan
pada
pembangunan subsektor energi, khususnya dalam upaya diversifikasi
sumber-sumber
energi dalam kegiatan industri.
Sejalan dengan prioritas sektoral tersebut, kebijaksanaan
pengeluaran
pembangunan
juga
diarahkan
untuk
mendorong.
pembangunan daerah, dengan sasaran mendorong keseluruhan kegiatan
pembangunan di setiap daerah berdasar potensi-potensi yang tersedia
dan sekaligus memelihara keserasian dan keselarasan antara laju
pertumbuhan daerah-daerah.
Bantuan Pemerintah untuk pengembangan daerah antara lain
meliputi bantuan pembangunan desa, bantuan pembangunan daerah
tingkat II, dan bantuan pembangunan daerah tingkat I. Kebijaksanaan
bantuan desa terutama ditujukan untuk mendorong tumbuhnya prakarsa
dan
swadaya
masyarakat
pedesaan
dalam
pembangunan.
kebijaksanaan bantuan daerah tingkat II khu-
218
Adapun
susnya ditujukan untuk memperluas kesempatan kerja dalam berbagai
proyek yang menyangkut prasarana perhubungan, produksi
dan
proyek peningkatan mutu lingkungan hidup. Sedangkan kebijaksanaan
bantuan daerah tingkat I terutama ditujukan untuk membiayai kegiatan
operasi dan pemeliharaan berbagai prasarana ekonomi dan sosial serta
untuk meningkatkan keselarasan antara pelaksanaan pembangunan
sektoral dan regional.
Di samping bantuan pembangunan tersebut, beberapa bantuan khusus
lainnya,
seperti
bantuan
pembangunan
sekolah
dasar,
bantuan
pembangunan kesehatan/Puskesmas, bantuan peningkatan jalan dan
jembatan kabupaten, bantuan penghijauan dan bantuan pajak bumi dan
bangunan akan tetap diusahakan untuk disedia-
kan dalam Repelita
V sesuai dengan kemampuan keuangan negara.
Sementara itu selain upaya pembangunan prasarana melalui
proyek-proyek baru, maka kebijaksanaan pengeluaran pembangunan
dalam bentuk pembiayaan operasi dan pemeliharaan hasil-hasil
pembangunan akan mendapat prioritas tinggi dan perhatian khusus dalam Repelita V. Dengan kebijaksanaan ini Jaya guna dari
proyek-proyek yang telah selesai dibangun akan tetap terpelihara dan dapat melakukan fungsinya secara optimal selama
-
jangka
waktu sebagaimana direncanakan. Kebijaksanaan untuk memberikan
prioritas pada kegiatan operasi dan pemeliharaan
ini mempunyai
arti lain yang juga sangat penting, yaitu dapat mendukung penciptaan
lapangan kerja karena sifatnya yang re-
latif padat karya.
Mengingat kemampuan keuangan negara yang semakin terbatas dan
semakin luasnya sasaran yang harus dicapai, maka peranan penyertaan
modal pemerintah dalam badan-badan usaha milik nesangat dibatasi. BUMN diharapkan lebih aktif
gara (BUMN)
menggali sumber
dana dari hasil kegiatan usahanya dan dari
219
masyarakat. Selain itu usaha perbaikan efisiensi dari BUMN
terus
didorong dengan memberikan secara bertahap otonomi pengelolaan yang
lebih luas dan kesempatan untuk bekerja sama dengan pihak swasta.
Upaya untuk memberikan kesempatan usaha yang lebih luas ini tetap
disertai dengan upaya untuk meningkatkan pengawasan dan tanggung
jawab perusahaan.
Pengalaman dari negara-negara lain telah menunjukkan
bahwa
peranan sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat menentukan
bagi kemajuan bangsa. Dalam hubungan ini, kebijaksanaan pengeluaran
negara akan diarahkan untuk menunjang upaya untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia, yang meliputi antara lain upaya untuk
meningkatkan taraf kesehatan dan
tingkat pendidikan serta
penciptaan kesempatan kerja produk-
tif. Dalam Repelita V
langkah-langkah peningkatan mutu manu-
sia ini mendapat
perhatian khusus.
Salah satu sasaran dalam Repelita V adalah dilaksanakannya pembangunan yang berkelanjutan. Dalam hubungan ini, pengelolaan
sumber daya alam dan lingkungan hidup diarahkan
agar dalam
segala usaha pendayagunaannya tetap memperhatikan keseimbangan
lingkungan serta kelestarian fungsi dan kemampuannya sehingga di
samping dapat memberikan manfaat sebesarbesarnya bagi pembangunan
dan kesejahteraan rakyat di masa
kini, tetap akan bermanfaat
pula bagi generasi mendatang. Kebijaksanaan pengeluaran pembangunan
dalam Repelita V akan senantiasa memperhitungkan aspek kelestarian
sumber alam dan lingkungan hidup dalam menentukan pola alokasi dana
untuk kegiatan-kegiatan pembangunan. Program-program yang langsung
menangani masalah kelestarian sumber alam dan lingkungan
hidup,
khususnya yang mengikutsertakan masyarakat, mendapat-
kan
perhatian khusus.
220
Seperti disebutkan di atas, sejalan dengan prioritas
dalam
pembangunan bidang ekonomi, pembangunan dalam bidang politik, sosial
budaya, pertahanan keamanan dan lain-lain
makin ditingkatkan
sepadan dan agar saling menunjang dengan pembangunan biding ekonomi
sehingga lebih menjamin ketahanan nasional. Dalam kaitan dengan
penggarisan GBHN ini, maka pola pengeluaran pembangunan dalam
Repelita V akan senantiasa memperhatikan keseimbangan dan keserasian
antar bidang pembangun-
an tersebut di atas. Seperti halnya
dalam Repelita IV, skala prioritas yang tinggi untuk program-program
utama di bidang-bidang tersebut akan tetap dipertahankan.
Dilihat dari segi pencapaian sasaran fisik proyek-proyek
pembangunan, masalah yang dari waktu ke waktu timbul adalah
keterlambatan penyelesaian proyek. Keterlambatan tersebut langsung
atau tidak langsung telah menghilangkan manfaat
proyek yang
seharusnya dapat dipetik selama kurun waktu keterlambatan tersebut.
Tidak kalah pentingnya dari sasaran
sasaran akhir dari proyek-proyek
terhadap pembangunan. Oleh
pelaksanaan proyek serta mamemperoleh perhatian pula
3.
fisik adalah pencapaian
tersebut dilihat dari dampaknya
karena itu masalah sinkronisasi
salah pengawasan mutu proyek akan
dalam Repelita V.
Pengawasan
Dengan semakin luasnya kegiatan pembangunan yang akan dilakukan
selama kurun waktu Repelita V, terlebih-lebih dalam keadaan dana
pembangunan yang ketat, perbaikan sarana dan pelaksanaan kegiatan
pengawasan perlu ditingkatkan. Pada hake-
katnya kegiatan
pengawasan dimaksudkan agar pemanfaatan dana pembangunan dan sumber
daya yang langka lainnya dapat menjasasaran-sasaran
min tercapainya
pembangunan. Kebijaksanaan
221
pengawasan dalam Repelita V merupakan kelanjutan, penyempur-
-
naan dan peningkatan dari yang telah dilakukan selama Repe-
lita
sebelumnya. Kegiatan pengawasan atas suatu proyek dila-kukan mulai
dari tahap pemilihan serta perencanaannya sampai dengan pelaksanaan
pembangunannya dan dilanjutkan sampai
dengan tahap pemanfaatan
proyek tersebut. Pengawasan juga mencakup aspek pemantauan dan
pemeriksaan untuk mendapatkan informasi yang dapat menunjukkan ada
tidaknya penyimpangan
dari prosedur dan sasaran yang
direncanakan. Selanjutnya pengawasan juga meliputi langkah-langkah
yang diperlukan untuk mengkoreksi atau menghindari penyimpangan
secepat-cepatnya
dan setepat-tepatnya agar kerugian yang
mungkin ditimbulkan dapat ditekan sekecil mungkin. Langkah-langkah
tersebut dapat berupa baik langkah represif maupun preventif dan
dapat men-cakup baik perbaikan parsial maupun perombakan seluruh
organisasi. Menyadari bahwa kegiatan pengawasan yang paling efisien adalah apabila secara efektif dilaksanakan, sebagai bagian
integral
dari
setiap
sistem
manajemen
dan
khususnya
fungsi
kepemimpinan dalam setiap organisasi, maka dalam Repelita V fungsi
pengawasan yang secara struktural melekat pada setiap hirarkhi
jabatan pimpinan dalam setiap aparatur pemerintah
akan makin
ditingkatkan. Pengawasan melekat merupakan bagian penting dari
administrasi kebijaksanaan keuangan negara dalam Repelita V.
V.
PERKIRAAN APBN REPELITA V
Berdasarkan perkembangan keuangan negara selama Repelita
IV
serta sasaran yang hendak dicapai dalam Repelita V, maka disusun
perkiraan APBN Repelita V. Dengan mempertimbangkan potensi dan
kendala yang ada, maka volume APBN secara kese-
222
luruhan selama lima tahun pelaksanaan Repelita V diperkirakan mencapai
jumlah Rp 240.332,5 milyar. Adapun sisi penerimaan
dan
pengeluaran APBN tersebut adalah sebagai berikut.
1.
Penerimaan, terdiri atas penerimaan dalam negeri sebesar
Rp 179.914,6 milyar dan dana bantuan luar negeri sebesar
Rp 60.417,9 milyar.
2.
Pengeluaran,
rutin
sebe-
sar Rp 132.800,4 milyar dan pengeluaran pembangun-
terdiri
atas
pengeluaran
an
sebesar Rp.107.532,1 milyar.
Penyusunan perkiraan APBN dalam Repelita V ini didasar-
kan
atas berbagai asumsi, antara lain, mengenai pertumbuhan ekonomi
nasional, tingkat inflasi dan kecenderungan perkemberbagai faktor lain yang mempengaruhi APBN.
bangan dari
Asumsi pertumbuhan
ekonomi yang mempengaruhi sisi penerimaan meliputi pertumbuhan
produksi di sektor migas dan di berbagai sektor non migas, pertumbuhan
ekspor dan impor. Di samping
yang mencerminkan pening-
itu juga dipergunakan asumsi-asumsi
katan efisiensi pemungutan tiap jenis
perpajakan dengan mempertimbangkan potensi yang seharusnya dapat
dicapai. Pada
sisi pengeluaran, asumsi-asumsi lain yang
dipergunakan meli-
puti pertambahan jumlah pegawai negeri,
perkembangan beberapa jenis subsidi serta beberapa faktor lain yang
mempengaruhi perkembangan pengeluaran negara. Di samping itu juga
dimasuk-
kan dalam perhitungan, sasaran-sasaran pembangunan
di bidang ekonomi, sosial budaya, politik, dan pertahanan
keamanan.
Penerimaan dalam negeri diperkirakan meningkat dari
Rp
25.249,8 milyar pada tahun pertama Repelita V menjadi
Rp
48.909,4 milyar pada tahun terakhir Repelita V. Penerima-
an
tersebut terdiri atas penerimaan migas yang meningkat dari
Rp
7.899,7 milyar pada tahun 1989/90 menjadi Rp 11.779,2
223
milyar pada tahun 1993/94 dan penerimaan di luar minyak bumi
gas alam yang meningkat dari Rp 17.350,1 milyar pada
dan
tahun
1989/90 menjadi Rp 37.130,2 milyar pada tahun 1993/94.
Dengan perkembangan penerimaan migas dan penerimaan di
luar
migas, diperkirakan bahwa peranan penerimaan minyak bumi dan gas
alam dalam anggaran negara akan mengalami penurunan
dari 31,3%
pada tahun 1989/90 menjadi 24,1% pada tahun 1993/
94. Sebaliknya
peranan penerimaan di luar migas akan mening-
kat dari 68,7%
pada tahun 1989/90 menjadi 75,9% pada tahun 1993/94. Selama kurun
waktu lima tahun Repelita V penerimaan
di luar minyak bumi
dan gas alam diperkirakan mencapai 72,5% dari seluruh penerimaan
dalam negeri.
Perkiraan penerimaan dari sektor minyak bumi dan gas alam yang
menurun selama Repelita V didasarkan pada perkiraan konservatif
mengenai
prospek
perkembangan
harga
minyak
di
pasaran
internasional. Untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pembangunan
peningkatan sumber-sumber penerimaan di luar migas, yang meliputi
penerimaan pajak dan bukan pajak, mutlak diperlukan. Seperti telah
disebutkan di atas, upaya peningkatan penerimatersebut
ditempuh
melalui
an dari pajak
usaha-usaha
intensifikasi,
ekstensifikasi dan perbaikan administrasi perpajakan. Sebagai
persentase terhadap produksi nasional non migas, pe-nerimaan pajak
diperkirakan meningkat dari 10,3% dalam tahun 1988/89 menjadi 17,1%
pada akhir Repelita V.
Perkiraan pengeluaran rutin didasarkan atas berbagai
mengenai belanja pegawai, belanja barang, subsidi
asumsi
daerah
otonom, pembayaran hutang pemerintah dan pengurangan subsidi.
Dengan menggunakan dasar perhitungan tersebut, pengeluaran rutin
diperkirakan meningkat dari Rp 23.445,0
milyar pada tahun
pertama Repelita V menjadi Rp 29.959,8
milyar pada akhir
Repelita V.
224
Berdasar perkiraan penerimaan dalam negeri dan pengeluar-
an
rutin, maka tabungan Pemerintah diperkirakan meningkat dari Rp
1.804,8 milyar pada tahun 1989/90 menjadi Rp 18.949,6 mil-
-
yar pada tahun 1993/94. Tabungan Pemerintah di sini merupa-
kan
selisih antara penerimaan dalam negeri dan pengeluaran
rutin
dengan telah memperhitungkan pembayaran hutang Pemerin-
tah yang
meliputi angsuran pokok dan bunga pinjaman. Jumlah tabungan
pemerintah selama Repelita V diperkirakan sebesar
Rp 47.114,2
milyar.
Tabungan Pemerintah bersama dengan penerimaan pembangun-
an
yang berasal dari dana bantuan luar negeri merupakan sum-
-
ber dana pembangunan untuk membiayai kegiatan-kegiatan pembangunan
yang dilaksanakan oleh negara. Dana pembangunan ter- sebut
diperkirakan
meningkat dari Rp. 13.129,9 milyar pada
tahun pertama Repelita V menjadi Rp. 31.636,6 milyar pada tahun
1993/94. Untuk seluruh periode Repelita V dana pemba-
ngunan
sektor negara diperkirakan berjumlah Rp 107.532,1 mil-yar. Alokasi
dana pembangunan yang mencerminkan prioritas pembangunan antar
sektor dan subsektor dalam Repelita V ter- muat dalam Bab 2.
225
TABEL 3 - 5
PENERIMAAN DALAM NEGERI DALAM REPELITA V,
1989/90 - 1993/94
(dalam milyar rupiah)
1989/90
(APBN)
1990/91
1991/92
1992/93
1993/94
REPELITA V
I. Penerimaan Minyak Bumi
II.
10.950,2
11.779,2
49.483,7
(8 . 00 2, 6 )
(9.024,6)
(9 . 65 3, 5 )
(40.950,6)
(1 . 58 1, 7 )
(1 . 70 3, 3 )
(1 . 92 5, 6 )
(2 . 12 5, 7 )
(8 . 533 , 1 )
17.350,1
20.283,8
25.150,6
30.516,2
37.130,2
(14.909,6)
(17.695 ,9)
(22.370 ,0)
(27.316 ,0)
(Bukan Pajak)
(2 . 440 , 5 )
(2 .5 87 ,9 )
(2 .7 80 ,6 )
(3 .2 00 ,2 )
(3 . 69 6, 8 )
(14.706 ,0)
Jumlah
25.249 ,8
29.432,5
34.856,5
41.466,4
48.909,4
179.914,6
dan Gas Alam
7.899,7
9.148,7
9 .705,9
(Minyak Bumi)
(6.702,9)
(7 . 56 7, 0 )
(Gas Alam)
(1 . 19 6, 8 )
Penerimaan di luar Minyak
dan Gas Alam
(Pajak)
226
130.430,9
(3 3 .4 33 ,4 ) (115.724,9)
PENERIMAAN
DALAM
GRAFIK 3 - 1
NEGERI DALAM REPELITA IV
(1984/85 - 1993/94)
DAN
REPELITA
V
227
TABEL 3 - 6
KOMPOSISI PENERIMAAN DALAM NEGERI DALAM REPELITA V,
1989/90 - 1993/94
(dalam %)
1989/90
(APBN )
I.
Penerimaan Minyak Bumi
1990/91
1991/92
1992/93
1993/94
24,1
REPELITA V
31,3
31,1
27,8
26,4
27,5
(26,6)
(25,7)
(23,0)
(21,8)
(19,7)
(22,8)
(Gas Alam)
(4,7)
(5,4)
(4,8)
(4,6)
(4,4)
(4,7)
Penerimaan di Luar Minyak
Bumi dan Gas Alam
68,7
68,9
72,2
73,6
75,9
72,5
(59,0)
(60,1)
(64,2)
(65,9)
(68,3)
(64,3)
(9,7)
(8,8)
(8,0)
(7,7)
(7,6)
(8,2)
dan Gas Alam
(Minyak Bumi)
II.
(Pajak)
(Bukan Pajak)
Jumlah
228
100,0
100,0
100,0
100,0
100,0
100,0
TABEL 3 - 7
PENERIMAAN DALAM NEGERI, PENGELUARAN RUTIN DAN
TABUNGAN PEMERINTAH DALAM REPELITA V
1989/90 - 1993/94
(dalam milyar rupiah)
1989/90
1990/91
1991/92
1992/93
1993/94
REPELITA V
(APBN )
I.
II.
III.
Penerimaan Dalam Negeri
25.249,8
29.432,5
34.856,5
41.466,4
48.909,4
179.914,6
Pengeluaran Rutin
23.445,0
24.829,6
26.591,6
27.974,4
29.959,8
132.800,4
1.804,8
4.602,9
8.264,9
13.492,0
18.949,6
47.114,2
Tabungan Pemerintah
229
GRAFIK 3 - 2
PENERIMAAN DALAM NEGERI, PENGELUARAN RUTIN DAN TABUNGAN
PEMERINTAH DALAM REPELITA IV DAN REPELITA V
(1984/85 - 1993/94)
230
GRAFIK 3 - 3
KESELURUHAN PENERIMAAN DALAM NEGERI, PENGELUARAN RUTIN DAN
TABUNGAN PEMERINTAH DALAM REPELITA IV DAN REPELITA V
(1984/85 - 1993/94)
PENERIMAAN DALAM NEGERI
231
TABEL 3 - 8
SUMBER-SUMBER PEMBIAYAAN ANGGARAN PEMBANGUNAN NEGARA REPELITA V
1989/90 - 1993/94
(dalam milyar rupiah)
1989/90
1990/91
1991/92
1992/93
1993/94
(APBN)
V
I. Tabungan
Pemerintah
1.804,8
4.602,9
8.264,9
13.492,0
18.949,6
47.114,2
II. Dana Bantuan
Luar Negeri
11.325,1
11.566,0
12.644,8
12.195,0
12.687,0
60.417,9
13.129,9
16.168,9
20.909,7
25.687,0
31.636,6
107.532,1
III. Jumlah Dana
Pembangunan
232
REPELITA
GRAFIK 3 - 4
DANA ANGGARAN PEMBANGUNAN DALAM REPELITA IV DAN REPELITA V
233
GRAFIK 3 - 5
JUMLAH KESELURUHAN DANA PEMBANGUNAN
DALAM REPELITA IV DAN REPELITA V
Triliun Rupiah
234
Download