BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat sementara (Hudak and Gallo,1996). Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal di atas 38ºC) yang disebabkan oleh proses ekstakranium. Sedangkan pengertian kejang itu sendiri merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik selebral yang berlebihan (Betz & Sowden, 2002:443). Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala dengan demam (Walley and Wong’s edisi III,1996). Kejang demam : bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu tubuh rectal di atas 38o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (Mansjoer, A.dkk. 2000: 434) Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 1995). 7 kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak yang biasanya terjadi pada usia 3 bulan sampai 5 tahun berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intracranial atau penyebab tertent. Satu diantara tiga anak yang pernah kejang mempunyai kemungkinan kejang lagi dan yang terpenting adalah menjaga suhu tubuh agar tetap terkendali (Martin, 1998). Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karana peningkatan suhu tubuh yang sering dijumpai pada usia anak dibawah umur 5tahun. Kejang ditandai dengan tangisan, hilangnya kesadaran dengan gerakan mata ke atas, tonik (kaku), dan klonik (menghentak). Pasien mungkin mengalami napas dangkal, sianosis, dan kehilangan control berkemih dan defekasi. Sebelum episode kejang, beberpa pasien mungkin melaporkan adanya aura, yaitu perasaan atau peringatan mengalami kejang. Aura mungkin berupa cahaya yang sangat terang, bau atau rasa. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa yang dimaksud kejang demam adalah perubahan potensial listrik serebral yang berlebihan akibat kenaikan suhu dimana suhu rectal diatas 38ºC sehingga mengakibatkan renjatan kejang yang biasanya terjadi pada anak dengan usia 3 bulan sampai 5 tahun. 8 B. Anatomi Fisiologi Sistem Syaraf 1. Otak Otak, terdiri dari otak besar yang disebut cerebrum, otak kecil disebut cerebellum dan batang otak disebut brainstem. Beberapa karateristik khas Otak orang dewasa yaitu mempunyai berat lebih kurang 2% dari berat badan dan mendapat sirkulasi darah sebenyak 20% dari cardiac out put serta membutuhkan kalori sebesar 400 Kkal setiap hari. Otak merupakan jaringan yang paling banyak menggunakan energi yang didukung oleh metabolisme oksidasi glukosa. Kebutuhan oksigen dan glukosa otak relatif konstan, hal ini disebabkan oleh metabolisme otak yang merupakan proses yang terus menerus tanpa periode istirahat yang berarti. Bila kadar oksigen dan glukosa kurang dalam jaringan otak maka metabolisme menjadi terganggu dan jaringan saraf akan mengalami kerusakan. Secara struktural, cerebrum terbagi menjadi bagian korteks yang disebut korteks cerebri dan sub korteks yang disebut struktur subkortikal. Korteks cerebri terdiri atas korteks 9 sensorik yang berfungsi untuk mengenal ,interpretasi impuls sensosrik yang diterima sehingga individu merasakan, menyadari adanya suatu sensasi rasa/indra tertentu. Korteks sensorik juga menyimpan sangat banyak data memori sebagai hasil rangsang sensorik selama manusia hidup. Korteks motorik berfungsi untuk memberi jawaban atas rangsangan yang diterimanya. Struktur sub kortikal : a. Basal ganglia; melaksanakan fungsi motorik dengan merinci dan mengkoordinasi gerakan dasar, gerakan halus atau gerakan trampil dan sikap tubuh. b. Talamus; merupakan pusat rangsang nyeri c. Hipotalamus; pusat tertinggi integrasi dan koordinasi sistem saraf otonom dan terlibat dalam pengolahan perilaku insting seperti makan, minum, seks dan motivasi d. Hipofise Bersama dengan hipothalamus mengatur kegiatan sebagian besar kelenjar endokrin dalam sintesa dan pelepasan hormon. Cerebrum terdiri dari dua belahan yang disebut hemispherium cerebri dan keduanya dipisahkan oleh fisura longitudinalis. Hemisperium cerebri terbagi menjadi hemisper kanan dan kiri. Hemisper kanan dan kiri ini dihubungkan oleh bangunan yang disebut corpus callosum. Hemisper cerebri dibagi menjadi lobuslobus yang diberi nama sesuai dengan tulang diatasnya, yaitu: a. Lobus frontalis, bagian cerebrum yang berada dibawah tulang frontalis b. Lobus parietalis, bagian cerebrum yang berada dibawah tulang parietalis 10 c. Lobus occipitalis, bagian cerebrum yang berada dibawah tulang occipitalis d. Lobus temporalis, bagian cerebrum yang berada dibawah tulang temporalis Cerebelum (Otak Kecil) terletak di bagian belakang kranium menempati fosa cerebri posterior di bawah lapisan durameter Tentorium Cerebelli. Di bagian depannya terdapat batang otak. Berat cerebellum sekitar 150 gr atau 88% dari berat batang otak seluruhnya. Cerebellum dapat dibagi menjadi hemisper cerebelli kanan dan kiri yang dipisahkan oleh vermis. Fungsi cerebellum pada umumnya adalah mengkoordinasikan gerakan-gerakan otot sehingga gerakan dapat terlaksana dengan sempurna. Batang Otak atau Brainstern terdiri atas diencephalon, mid brain, pons dan medula oblongata. Merupakan tempat berbagai macam pusat vital seperti pusat pernafasan, pusat vasomotor, pusat pengatur kegiatan jantung dan pusat muntah, bersin dan batuk. 2. Medula Spinalis Medula spinalis merupakan perpanjangan medula oblongata ke arah kaudal di dalam kanalis vertebralis mulai setinggi cornu vertebralis cervicalis I memanjang hingga setinggi cornu vertebralis lumbalis I - II. Terdiri dari 31 segmen yang setiap segmennya terdiri dari satu pasang saraf spinal. Dari medula spinalis bagian cervical keluar 8 pasang , dari bagian thorakal 12 pasang, dari bagian lumbal 5 pasang dan dari bagian sakral 5 pasang serta dari coxigeus keluar 1 pasang saraf spinalis. Seperti halnya otak, medula spinalispun terbungkus oleh selaput meninges yang berfungsi melindungi saraf spinal dari benturan atau cedera. 11 Gambaran penampang medula spinalis memperlihatkan bagian-bagian substansia grissea dan substansia alba. Substansia grisea ini mengelilingi canalis centralis sehingga membentuk columna dorsalis, columna lateralis dan columna ventralis. Massa grisea dikelilingi oleh substansia alba atau badan putih yang mengandung serabut-serabut saraf yang diselubungi oleh myelin. Substansi alba berisi berkas-berkas saraf yang membawa impuls sensorik dari SST menuju SSP dan impuls motorik dari SSP menuju SST. Substansia grisea berfungsi sebagai pusat koordinasi refleks yang berpusat di medula spinalis.Disepanjang medulla spinalis terdapat jaras saraf yang berjalan dari medula spinalis menuju otak yang disebut sebagai jaras acenden dan dari otak menuju medula spinalis yang disebut sebagai jaras desenden. Subsatansia alba berisi berkas-berkas saraf yang berfungsi membawa impuls sensorik dari sistem tepi saraf tepi ke otak dan impuls motorik dari otak ke saraf tepi. Substansia grisea berfungsi sebagai pusat koordinasi refleks yang berpusat dimeudla spinalis. Refleks-refleks yang berpusat di sistem saraf puast yang bukan medula spinalis, pusat koordinasinya tidak di substansia grisea medula spinalis. Pada umumnya penghantaran impuls sensorik di substansia alba medula spinalis berjalan menyilang garis tenga. ImPuls sensorik dari tubuh sisi kiri akan dihantarkan ke otak sisi kanan dan sebaliknya. Demikian juga dengan impuls motorik. Seluruh impuls motorik dari otak yang dihantarkan ke saraf tepi melalui medula spinalis akan menyilang. Upper Motor Neuron (UMN) adalah neuron-neuron motorik yang berasal dari korteks motorik serebri atau batang otak yang seluruhnya (dengan serat 12 saraf-sarafnya ada di dalam sistem saraf pusat. Lower motor neuron (LMN) adalah neuron-neuron motorik yang berasal dari sistem saraf pusat tetapi seratserat sarafnya keluar dari sistem saraf pusat dan membentuk sistem saraf tepi dan berakhir di otot rangka. Gangguan fungsi UMN maupun LMN menyebabkan kelumpuhan otot rangka, tetapi sifat kelumpuhan UMN berbeda dengan sifat kelumpuhan UMN. Kerusakan LMN menimbulkan kelumpuhan otot yang 'lemas', ketegangan otot (tonus) rendah dan sukar untuk merangsang refleks otot rangka (hiporefleksia). Pada kerusakan UMN, otot lumpuh (paralisa/paresa) dan kaku (rigid), ketegangan otot tinggi (hipertonus) dan mudah ditimbulkan refleks otot rangka (hiperrefleksia). Berkas UMN bagian medial, dibatang otak akan saling menyilang. Sedangkan UMN bagian Internal tetap berjalan pada sisi yang sama sampai berkas lateral ini tiba di medula spinalis. Di segmen medula spinalis tempat berkas bersinap dengan neuron LMN. Berkas tersebut akan menyilang. Dengan demikian seluruh impuls motorik otot rangka akan menyilang, sehingga kerusakan UMN diatas batang otak akan menimbulkan kelumpuhan pada otot-otot sisi yang berlawanan. Salah satu fungsi medula spinalis sebagai sistem saraf pusat adalah sebagai pusat refleks. Fungsi tersebut diselenggarakan oleh substansia grisea medula spinalis. Refleks adalah jawaban individu terhadap rangsang, melindungi tubuh terhadap pelbagai perubahan yang terjadi baik dilingkungan internal maupun di lingkungan eksternal. Kegiatan refleks terjadi melalui suatu jalur tertentu yang disebut lengkung refleks. 13 Fungsi medula spinalis a. Pusat gerakan otot tubuh terbesar yaitu dikornu motorik atau kornu ventralis. b. Mengurus kegiatan refleks spinalis dan refleks tungkai c. Menghantarkan rangsangan koordinasi otot dan sendi menuju cerebellum d. Mengadakan komunikasi antara otak dengan semua bagian tubuh. Fungsi lengkung refleks a. Reseptor: penerima rangsang b. Aferen: sel saraf yang mengantarkan impuls dari reseptor ke sistem saraf pusat (ke pusat refleks) c. Pusat refleks : area di sistem saraf pusat (di medula spinalis: substansia grisea), tempat terjadinya sinap (hubungan antara neuron dengan neuron dimana terjadi pemindahan /penerusan impuls) d. Eferen: sel saraf yang membawa impuls dari pusat refleks ke sel efektor. Bila sel efektornya berupa otot, maka eferen disebut juga neuron motorik (sel saraf /penggerak) e. Efektor: sel tubuh yang memberikan jawaban terakhir sebagai jawaban refleks. Dapat berupa sel otot (otot jantung, otot polos atau otot rangka), sel kelenjar. 3. Sistem Saraf Tepi Kumpulan neuron diluar jaringan otak dan medula spinalis membentuk sistem saraf tepi (SST). Secara anatomik digolongkan ke dalam saraf-saraf otak sebanyak 12 pasang dan 31 pasang saraf spinal. Secara fungsional, SST digolongkan ke dalam: a) saraf sensorik (aferen) somatik : membawa informasi 14 dari kulit, otot rangka dan sendi, ke sistem saraf pusat, b) saraf motorik (eferen) somatik : membawa informasi dari sistem saraf pusat ke otot rangka, c) saraf sesnsorik (eferen) viseral : membawa informasi dari dinding visera ke sistem saraf pusat, d) saraf mototrik (eferen) viseral : membawa informasi dari sistem saraf pusat ke otot polos, otot jantung dan kelenjar. Saraf eferen viseral disebut juga sistem saraf otonom. Sistem saraf tepi terdiri atas saraf otak (s.kranial) dan saraf spinal. C. Etiologi Hingga kini belum diketahui dengan pasti penyebab kejang demam. Faktorfaktor yang mempengaruhi kejang demam sering disebabkan karena infeksi misalnya saluran pernapasan atas, otitis media akut, tonsilitis, bronchitis, pneumonia, infeksi saluran cerna dan infeksi saluran kemih (Latief,2002). Infeksi apapun dapat menyebabkan kejang demam jika suhu tubuh meningkat terlalu tinggi (Gilbert Praticia, 1986). Peranan infeksi pada sebagian terbesar kejang demam adalah tidak spesifik dan timbulnya serangan terutama didasarkan atas reaksi demam yang terjadi (Lumbantobing,1995). Faktor genetic juga memberikan pengaruh terhadap pengaruh terhadap timbulnya kejang demam. Resiko saudara kandung penderita kejang demam untuk terjadi kejang demam adalah 2-3 kali lebih besar daripada populasi umum (Annegers;dkk dalam lumbantobing, 1995). Insidensi kejang demam pada orang tua penderita kejang demam adalah 17% dan pada saudara kandungnya 22% (Tsuboi dalam Lumbantobing,1995). Kebanyakan peneliti mendapatkesan bahwa kejang demam diturunkan secara dominan dengan penetrasi yang mengurang dan 15 ekspresi yang bervariasi atau melalui modus poligenik (Aicardi dalam Lumbantobing 1995). Selain itu kejadian-kejadian perinatal dapat menyebabkan kerusakan otak mungkin juga berpengaruh timbulnya kejang demam dan prognosisnya. D. Patofisiologi Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu energy yang didapat dari metabolisme. Bahan baku yang digunakan berupa glukosa yang akan dipecah menjadi CO2 dan air dimana sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaran fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui system kardiovaskuler. Sel dikelilingi suatu membrane yang terjadi dari permukaan dalam (lipoid) dan luar (ionic). Dalam keadaan normal membrane neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium dan sulit oleh ion natrium dan elektrolit lainnya kecuali klorida. Akibatnya konsentrasi kalium dalam sel neuron tinggi dan rendah, sedangkan terdapat diluar sel neuron terdapat keadaan, sebaliknya karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di lua sel maka terdapat perbedaan membrane sel neuron. Keseimbangan potensial membrane ini dapat diubah oleh adanya perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler, rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis dan perubahan patofisiologi membrane sendiri karena penyakit atau keturunan (Latief,2002). Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan 16 orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat (Latief,2002). Kejang demam yang terjadi singkat pada umunya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnaya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat yang disebabkan oleh metabolisme anaerobic, hipotensia artiel disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat yang disebabkan oleh makin meningkatnya aktivitas otot, dan selanjutnya menyebabkan metabolism otak meningkat. Faktor terpenting dalam gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi 17 matang di kemudian hari sehingga terjadi serangan kejang spontan, karena itu kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi epilepsy (Latief,2002). E. Manifestasi Klinik Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada klien dengan kejang demam yaitu: 1. Demam tinggi atau peningkatan suhu tubuh secara tiba-tiba (biasanya lebih dari 38ºC) 2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit 3. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam 4. Kehilangan kesadaran berlangsung selama 30 detik – 15 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak yang kejang demam) 5. Gerakan tangan, kaki dan muka yang menyentak-nyentak dan kaku 6. Bola mata berputar kearah belakang kepala 7. Mengompol 8. Muntah 9. Gigi atau rahang terkatup rapat 10. Gangguan pernapasan 11. Kulit kebiruan Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang 18 berhenti anak tidak memberi reaksi apapun sejenak tapi setelah beberapa detik atau menit anak akan sadar tanpa ada kelainan saraf. Di Subbagian Anak FKUI RSCM Jakarta, kriteria Livingstone dipakai sebagai pedoman membuat diagnosis kejang demam sederhana, yaitu : 1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun 2. Kejang berlangsung tidak lebih dari 15 menit 3. Kejang bersifat umum 4. Kejang timbul dalam 16 jam pertamam setelah timbulnya demam 5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal 6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya satu minggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan 7. Frekuensi kejang bangkitan dalam satu tahun tidak melebihi empat kali F. Komplikasi 1. Kejang berulang 2. Aspirasi 3. Asfiksia 4. Kerusakan jaringan otak yang dapat mempengaruhi fungsi otak 5. Retardasi mental 6. Epilepsi 7. Injuri 19 G. Penatalaksanaan 1. Pencegahan Sebagai upaya pencegahan, saat anak mengalami demam dapat dilakukan: a. Memberikan obat turun panas jika suhu badan > 38ºC b. Memberikan kompres air hangat c. Menggunakan pakaian tipis dan mudah menyerap keringat d. Memberikan cairan (minum air putih semampu anak meminumnya) 2. Perawatan Jika Anak kejang demam, lakukan langkah-langkah berikut ini: a. Baringkan anak secara miring di tempat yang aman (supaya tidak terjatuh) b. Temani, awasi dan tenangkan anak c. Longgarkan pakaian d. Jangan menahan gerakan anak e. Jangan memasukkan apapun di mulut anak 3. Penatalaksanaan Medis Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15 menit suntikan ke 2 masih kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang sama tetapi melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 % secara intravena. 20 H. Pengkajian Fokus pengkajian merupakan dasar utama dan hal yang penting dilakukan, baik saat penderita baru pertama kali datang maupun selama klien dalam masa perawatan (Hadinegoro, 2006: 10). Pengkajian adalah pendekatan sistemik untuk mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut (Santosa. NI, 1989, 154). Langkah-langkah dalam pengkajian meliputi pengumpulan data, analisa dan sintesa data serta perumusan diagnosa keperawatan. Pengumpulan data akan menentukan kebutuhan dan masalah kesehatan atau keperawatan yang meliputi kebutuhan fisik, psikososial dan lingkungan pasien. Sumber data didapatkan dari pasien, keluarga, teman, team kesehatan lain, catatan pasien dan hasil pemeriksaan laboratorium. Metode pengumpulan data melalui observasi, pemeriksaan fisik (yaitu dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi), wawancara (yaitu berupa percakapan untuk memperoleh data yang diperlukan), catatan (berupa catatan klinik, dokumen yang baru maupun yang lama), literatur (mencakup semua materi, buku-buku, masalah dan surat kabar). Data yang diperoleh dari pengkajian klien dengan kejang demam meliputi: 1. Data subyektif a. Biodata/Identitas Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin. Biodata orang tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat. 21 b. Riwayat Penyakit (Darto Suharso, 2000) 1) Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan : - Jenis, lama, dan frekuensi kejang - Demam yang menyertai, dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, maka diketahui apakah infeksi memegang peranan dalam terjadinya bangkitan kejang. - Jarak antara timbulnya kejang dengan demam. - Lama serangan - Pola serangan, apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik - Frekuensi serangan, apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang terjadi untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per tahun. Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul pertama kali pada umur muda dan bangkitan kejang sering timbul. - Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan - Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura atau rangsangan tertentu yang dapat menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan lain-lain. - Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya. - Sesudah kejang perlu ditanyakan apakah penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada paralise, menangis. 22 2) Riwayat penyakit sekarang yang menyertai Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain. 3) Riwayat Penyakit Dahulu Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk pertama kali.Apakah ada riwayat trauma kepala, radang selaput otak, KP, OMA dan lain-lain. c. Riwayat Kehamilan dan Persalinan Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah mengalami infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan per vaginam sewaktu hamil, penggunaan obat-obatan maupun jamu selama hamil. Riwayat persalinan ditanyakan apakah sukar, spontan atau dengan tindakan ( forcep/vakum ), perdarahan ante partum, asfiksi dan lain-lain. Keadaan selama neonatal apakah bayi panas, diare, muntah, tidak mau menetek, dan kejang-kejang. d. Riwayat Imunisasi Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya setelah mendapat imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang dapat menimbulkan kejang. 23 e. Riwayat Perkembangan Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi : 1) Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial) : berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya. 2) Gerakan motorik halus : berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil dan memerlukan koordinasi yang cermat, misalnya menggambar, memegang suatu benda, dan lain-lain. 3) Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh. 4) Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan. f. Riwayat kesehatan keluarga. 1) Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+ 25 % penderita kejang demam mempunyai faktor turunan). 2) Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit syaraf atau lainnya. 3) Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ISPA, diare atau penyakit infeksi menular yang dapat mencetuskan terjadinya kejang demam. 24 g. Riwayat sosial Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu dikaji siapakah yang mengasuh anak. Bagaimana hubungan dengan anggota keluarga dan teman sebayanya. h. Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi : 1) Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat - Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan medis - Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang sakit, penggunaan obat-obatan pertolongan pertama. 2) Pola nutrisi - Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak. Ditanyakan bagaimana kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh anak - Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak disukai anak. - Bagaimana selera makan anak sebelum dan setelah sakit. - Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari ? 25 3) Pola Eliminasi : - BAK : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah ? Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat anak kencing. - BAB : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak ? Bagaimana konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir ? 4) Pola aktivitas dan latihan - Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman sebayanya - Berkumpul dengan keluarga sehari berapa jam - Aktivitas apa yang disukai anak 5) Pola tidur/istirahat - Berapa jam sehari tidur? - Berangkat tidur jam berapa? - Bangun tidur jam berapa? - Kebiasaan sebelum tidur, - bagaimana dengan tidur siang ? 2. Data obyektif a. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik meliputi : 1) Kepala - Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali - Adakah dispersi bentuk kepala 26 - Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau belum 2) Rambut - Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien. 3) Muka/ Wajah. - Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis tertinggal bila anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke sisi sehat. 4) Mata - Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ? 5) Telinga - Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran. 6) Hidung - Apakah ada pernapasan cuping hidung - Polip yang menyumbat jalan napas - Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya ? 27 7) Mulut - Adakah cyanosis - Bagaimana keadaan lidah - Adakah stomatitis - Berapa jumlah gigi yang tumbuh - Apakah ada caries gigi 8) Tenggorokan - Adakah tanda-tanda peradangan tonsil - Adakah tanda-tanda infeksi faring, atau adanya cairan eksudat 9) Leher - Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid - Adakah pembesaran vena jugulans 10) Thorax - Pada inspeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi IntercostalePada - Auskultasi, adakah suara napas tambahan - Jantung, bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ? Adakah bunyi tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia ? 11) Abdomen - Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ? Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus ? - Adakah pembesaran lien dan hepar ? 28 12) Kulit - Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? - Apakah terdapat oedema, hemangioma ? - Bagaimana keadaan turgor kulit ? 13) Ekstremitas - Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang? - Bagaimana suhunya pada daerah akral ? 14) Genetalia - Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina, tanda-tanda infeksi ? b. Pemeriksaan Penunjang Tergantung sarana yang tersedia dimana pasien dirawat, pemeriksaannya meliputi : 1) Darah - Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl) - BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat. - Elektrolit : K, Na - Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang - Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl ) - Natrium ( N 135 – 144 meq/dl ) 29 2) Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi, pendarahan penyebab kejang. 3) X Ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi 4) Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi kepala. 5) EEG : Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya normal. 6) CT Scan : Untuk mengidentifikasi lesi cerebral infaik hematoma, cerebral oedem, trauma, abses, tumor dengan atau tanpa kontras. I. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien yeng mengalami kejang demam adalah: a. Resiko terjadinya kejang ulang berhubungan dengan hiperthermi. b. Resiko terjadinya trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot c. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hiperthermi (peningkatan suhu tubuh). d. Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan keterbatasan informasi tentang kejang demam. (Hidayat, 2006;wong,2000). 30 J. Fokus Intervensi dan Rasional 1. Diagnosa Keperawatan : resiko terjadi kejang ulang berhubungan dengan hipertermi Tujuan : Klien tidak mengalami kejang berulang Kriteria hasil : a. Tidak terjadi serangan kejang ulang. b. Suhu 36,5 – 37,5 º C (bayi), 36 – 37,5 º C (anak) c. Nadi 110 – 120 x/menit (bayi), 100-110 x/menit (anak) d. Respirasi 30 – 40 x/menit (bayi), 24 – 28 x/menit (anak) e. Kesadaran composmentis Rencana Tindakan : a. Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap keringat. Rasional : proses konveksi akan terhalang oleh pakaian yang ketat dan tidak menyerap keringat. b. Berikan kompres hangat Rasional c. Berikan ekstra cairan (susu, sari buah, dll) Rasional d. : perpindahan panas secara konduksi. : saat demam kebutuhan akan cairan tubuh meningkat. Observasi kejang dan tanda vital tiap 4 jam Rasional : Pemantauan yang teratur menentukan tindakan yang akan dilakukan. 31 e. Batasi aktivitas selama anak panas Rasional : aktivitas dapat meningkatkan metabolisme dan meningkatkan panas. f. Berikan anti piretika dan pengobatan sesuai advis. Rasional : Menurunkan panas pada pusat hipotalamus dan sebagai propilaksis 2. Diagnosa Keperawatan : resiko terjadi trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot Tujuan : Tidak terjadi trauma fisik akibat kejang.. Kriteria Hasil : a. Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan. b. Mempertahankan tindakan yang mengontrol aktivitas kejang. c. Mengidentifikasi tindakan yang harus diberikan ketika terjadi kejang. Rencana Tindakan : a. Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan penggunaan tempat tidur yang rendah. Rasional : meminimalkan injuri saat kejang b. Tinggalah bersama klien selama fase kejang.. Rasional : meningkatkan keamanan klien. c. Berikan tongue spatel diantara gigi atas dan bawah. Rasional : menurunkan resiko trauma pada mulut. d. Letakkan klien di tempat yang lembut. 32 Rasional : membantu menurunkan resiko injuri fisik pada ekstimitas ketika kontrol otot volunter berkurang. e. Catat tipe kejang (lokasi,lama) dan frekuensi kejang. Rasional : membantu menurunkan lokasi area cerebral yang terganggu. f. Catat tanda-tanda vital sesudah fase kejang Rasional : mendeteksi secara dini keadaan yang abnormal 3. Diagnosa Keperawatan / Masalah : Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hiperthermi (peningkatan suhu tubuh). Tujuan : Rasa nyaman terpenuhi Kriteria hasil : Suhu tubuh 36 – 37,5º C, N ; 100 – 110 x/menit, RR : 24 – 28 x/menit, Kesadaran composmentis, anak tidak rewel. Rencana Tindakan : a. Kaji faktor – faktor terjadinya hiperthermi. Rasional : mengetahui penyebab terjadinya hiperthermi karena penambahan pakaian/selimut dapat menghambat penurunan suhu tubuh. b. Observasi tanda – tanda vital tiap 4 jam sekali Rasional : Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan keperawatan yang selanjutnya. c. Pertahankan suhu tubuh normal Rasional : suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh tingkat aktivitas, suhu lingkungan, kelembaban tinggiakan mempengaruhi panas atau dinginnya tubuh. 33 d. Ajarkan pada keluarga memberikan kompres dingin pada kepala / ketiak . Rasional : proses konduksi/perpindahan panas dengan suatu bahan perantara. e. Anjurkan untuk menggunakan baju tipis dan terbuat dari kain katun Rasional : proses hilangnya panas akan terhalangi oleh pakaian tebal dan tidak dapat menyerap keringat. f. Atur sirkulasi udara ruangan. Rasional : Penyediaan udara bersih. g. Beri ekstra cairan dengan menganjurkan pasien banyak minum Rasional : Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat. h. Batasi aktivitas fisik Rasional : aktivitas meningkatkan metabolismedan meningkatkan panas. 4. Diagnosa Keperawatan / Masalah : Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan keterbataaan informasi Tujuan : Pengetahuan keluarga bertambah tentang penyakit anaknya. Kriteria hasil : a. Keluarga tidak sering bertanya tentang penyakit anaknya. b. Keluarga mampu diikutsertakan dalam proses keperawatan. c. keluarga mentaati setiap proses keperawatan. Rencana Tindakan : a. Kaji tingkat pengetahuan keluarga Rasional : Mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiliki keluarga dan kebenaran informasi yang didapat. b. Beri penjelasan kepada keluarga sebab dan akibat kejang demam 34 Rasional : penjelasan tentang kondisi yang dialami dapat membantu menambah wawasan keluarga c. Jelaskan setiap tindakan perawatan yang akan dilakukan. Rasional : agar keluarga mengetahui tujuan setiap tindakan perawatan d. Berikan Health Education tentang cara menolong anak kejang dan mencegah kejang demam, antara lain : 1. Jangan panik saat kejang 2. Baringkan anak ditempat rata dan lembut. 3. Kepala dimiringkan. 4. Pasang gagang sendok yang telah dibungkus kain yang basah, lalu dimasukkan ke mulut. 5. Setelah kejang berhenti dan pasien sadar segera minumkan obat tunggu sampai keadaan tenang. 6. Jika suhu tinggi saat kejang lakukan kompres dingin dan beri banyak minum 7. Segera bawa ke rumah sakit bila kejang lama. Rasional : sebagai upaya alih informasi dan mendidik keluarga agar mandiri dalam mengatasi masalah kesehatan. e. Berikan Health Education agar selalu sedia obat penurun panas, bila anak panas. Rasional : mencegah peningkatan suhu lebih tinggi dan serangan kejang ulang. f. Jika anak sembuh, jaga agar anak tidak terkena penyakit infeksi dengan 35 menghindari orang atau teman yang menderita penyakit menular sehingga tidak mencetuskan kenaikan suhu. Rasional g. : sebagai upaya preventif serangan ulang Beritahukan keluarga jika anak akan mendapatkan imunisasi agar memberitahukan kepada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah menderita kejang demam. Rasional : imunisasi pertusis memberikan reaksi panas yang dapat menyebabkan kejang demam 36