produktivitas rumput signal dibawah naungan - E

advertisement
Mansyur,
Jurnal PROTEIN
Pengaruh Kedewasaan terhadap Isi Sel, dan Fraksi Serat Rumput Signal
(Brachiaria decumbens) yang Ditanam di bawah Naungan Perkebunan
Pisang
Maturity effect on Cell Content, and Fiber Fraction of Signal Grass
(Brachiaria decumbens) That Planted Under Storey Banana Plantation)
Mansyur, N.P. Indrani, Tidi Dhalika, dan Ana R. Tarmidi
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Bandung 40600
Jl. Raya Jatinangor, Km 21 Bandung
Email: [email protected]
Abstract
Background: Animal-plant integration system that could develop in West Java is sheep with banana plantation.
Forage as animal feed could be planted between banana plant, and banana plant waste could be used as
alternative feed source. Several forages could adapt with this condition, the aim of the research was to know
maturity effect on cell content and fiber fraction of signal grass that planted under storey banana plantation.
Methods: The research used completely randomized design with four harvesting times: 30 days, 40 days, 50
days, and 60 days after trimming. Cell content, NDF, ADF, and NDL were measured by Van Soest methods,
meanwhile cellulose and hemicellulose content were analysed by Van Soest dan Robertson method. The data
were analyzed with analysis of variance. The mean was compared using Duncan Multiple Range Test.
Result: Cell content of signal grass forage decreased as long as maturity incresed, and fiber fraction increased as
long as maturity. The best quality of signal grass forage that planted under storey banana plantation was showed
at 30 day harvested after trimming. Harvesting time still can be done until forty day after trimming.
Keywords: Fiber fraction, Signal grass, Banana Plantation, maturity.
Abstrak
Latar Belakang: Sistem integrasi ternak-tanaman yang memungkinkan untuk dikembangkan di Jawa Barat
adalah intergrasi ternak domba dengan perkebunan pisang rakyat, dimana lahan diantara tanaman pisang dapat
ditanami hijuan pakan, dan limbah tanaman pisang dapat digunakan untuk sumber hijauan. Beberapa rumput
pakan ternak dapat hidup dengan baik beradaptasi dengan baik dengan lingkungan tersebut. Tujuan dari
penelitian ini untuk mengetahui pengaruh kedewasaan terhadap kandungan isi sel dan fraksi serat rumput signal
yang ditanam di bawah naungan perkebunan pisang.
Metode: Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan empat macam perlakuan. Perlakuan yang
diberikan adalah waktu pemanenan, yaitu 30 hari, 40 hari, 50 hari, dan 60 hari setelah penyeragaman.
Kandungan isi sel dan NDF, ADF, dan ADL diukur dengan metode analisis Van Soest, sedangkan untuk
kandungan selulosa dan hemiselulosa menggunakan metode Van Soest dan Robertson. Data yang diperoleh
dianalisis dengan analisis varian. Perbedaan diantara perlakuan dibandingkan dengan menggunakan Uji Jarak
Berganda Duncan.
Hasil: Kandungan isi sel hijauan rumput signal menurun sejalan dengan meningkatnya tingkat kedewasaan, dan
kandungan fraksi serat meningkat dengan meningkatnya tingkat kedewasaan tanaman. Kualitas terbaik rumput
signal yang ditanam dibawah naungan perkebunan pisang ditunjukkan oleh hijauan yang dipanen pada umur 30
hari setelah penyeraman. Waktu pemanenan masih dapat dilakukan sampai tanaman berumur 40 hari setelah
penyeragaman.
Kata kunci: fraksi serat, rumput signal, perkebunan pisang, kedewasaan
Pendahuluan
Salah satu teknologi yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan produktivitas
ternak adalah dengan melakukan sistem
pertanian campuran atau integrasi ternak
54
dengan tanaman (Delgado et al., 1999). Praktek
integrasi ternak-tanaman di Indonesia telah
dikembangkan sejak tahun 1970-an, dan pada
awalnya hanya integrasi dengan tanaman
pangan, kemudian dikembangkan lebih luas ke
kehutanan dan perkebunan (Diwyanto dan
Vol. 15 No. 1 Tahun 2007
Handiwirawan, 2004). Potensi pemanfaatan
integrasi pada perkebunan sebenarnya dapat
berupa a) memanfaatkan lahan diantara
tanaman perkebunan untuk penamanan tanaman
pakan atau untuk penggembalaan b)
pemanfaatan limbah tanaman ataupun limbah
dari pabrik (Dirjen Bina Produksi Perkebunan,
2004).
Sistem integrasi ternak-tanaman yang
memungkinkan untuk dikembangkan di daerah
Jawa Barat adalah intergrasi ternak domba
dengan perkebunan pisang rakyat, dimana lahan
diantara tanaman pisang dapat ditanami hijuan
pakan, dan limbah tanaman pisang dapat
digunakan untuk sumber hijauan. Selain itu,
domba merupakan ternak yang paling banyak
dipelihara oleh petani-peternak, dan penyebaran
kebun pisang rakyat yang ditanam pada lahanlahan kering pertanian cukup luas. Selain itu,
keistimewaan dari tanaman pisang adalah dapat
mempertahankan kelembaban tanah yang cukup
tinggi dan transmisi cahaya matahari relatif
masih tinggi sampai ke bawah naungan.
Menurut Najib (2003) tanaman buah-buahan
dapat menjadi alternatif yang lebih baik dalam
menyediakan hijauan pakan, karena mampunyai
transmisi yang lebih besar dibandingkan dengan
tanaman kelapa sawit.
Penelitian Mansyur dan Tidi Dhalika
(2005) menunjukkan bahwa terdapat beberapa
tanaman pakan yang mampu hidup dibawah
nuangan kebun pisang, dengan mengandalkan
vegetasi alami yang hidup di kebun pisang
sebagai sumber pakan ternak dimungkinkan
untuk dapat dikembangkan ternak 1.62 satuan
ternak atau setara dengan 11.3 ekor domba
dewasa untuk setiap hektar kebun pisang.
Selanjutnya, penelitian tersebut melaporkan
bahwa dibawah naungan kebun pisang dapat
tumbuh beberapa rumput unggul seperti
Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) dan
rumput Signal (Brachiaria decumbens). Hal ini
menandakan bahwa rumput-rumput tersebut
dapat beradaptasi dengan baik dengan
lingkungan tersebut. Selanjutnya, Mansyur
dkk., (2006) melaporkan bahwa dibawah
naungan kebun pisang dapat ditanami oleh
beberapa rumput unggul seperti Rumput Gajah
(Pennisetum purpureum) dan rumput Signal
(Brachiaria decumbens), rumput Koronovia
(Brachiaria humidicola), dan rumput Setaria
Pengaruh Kedewasaan terhadap Isi Sel
(Setaria sphacelata). Rumput rumput tersebut
dapat beradaptasi dengan baik dengan
lingkungan dibawah naungan pisang dan dapat
meningkatkan ketersediaan hijauan dengan
kualitas yang lebih baik
Oleh karena itu, penulis ingin
mengetahui kualitas hijauan (fraksi serat)
rumput Signal (Brachiaria decumbens) yang
ditanam dibawah naungan perkebunan pisang
dengan berbagai interval pemotongan yang
berbeda.
Bahan dan Metode
Penelitian ini telah dilakukan di kebun
pisang yang terdapat di Dusun Legor Desa
Cijeruk Kecamatan Pamulihan Kabupaten
Sumedang. Lokasi penelitian berada pada
ketinggian tempat 800 meter diatas permukaan
laut, dan mempunyai curah hujan tahun ratarata sebanyak 2400 mm, dengan bulan basah
(curah hujan diatas 100 mm) selama 10 bulan
(September–Juni), bulan kering antara Juli dan
Agustus. Penelitian dilaksanakan dari bulan
Desember 2005-Juni 2006.
Rancangan Penelitian yang digunakan
adalah Rancangan Acak Kelompok. Perlakuan
dari penelitian ini adalah umur pemotongan dari
rumput Signal yang ditanam dibawah naungan
perkebunan pisang, yang terdiri atas umur
pemotongan 30 hari (p1), umur pemotongan 40
hari (p2), umur pemotongan 50 hari (p3), dan
umur pemotongan 60 hari (p4).
Bahan tanam dari rumput Signal
berasal dari sobekan rumpun. Jarak tanam
rumput adalah 50 cm x 50 cm. Rumput
ditanam sebagai tanaman sela dibawah naungan
perkebunan. Jarak tanam antar tanaman pisang
adalah 2,5 m x 4 m. Setiap rumpun tanaman
pisang mempunyai 3 buah pohon, dengan
berbagai umur untuk menjaga kontinuitas
produksi pisang, anakan pisang yang tidak
dikehendaki dibuang.
Persiapan dan
pengolahan lahan dimulai bulan Desember
2005, dan penanaman rumput signal dilakukan
bulan Januari 2006, tanaman rumput dibiarkan
tumbuh selama 2 bulan untuk memperkuat
perakaran, setelah itu dilakukan penyeragaman,
dan selanjutnya rumput dipotong berdasarkan
perlakuan interval pemotongan.
55
Mansyur,
Jurnal PROTEIN
Pada setiap pemanenenan, rumput
ditimbang untuk mengetahui produksi segarnya,
Pada setiap unit perlakuan dipilih secara acak
untuk ditentukan proporsi hijauan, kandungan
bahan kering dan analisis kualitas hijauan.
Sampel dikeringkan dalam oven dengan suhu
65 oC selama 72 jam. Untuk menentukan
kandungan isi sel dan NDF, ADF, dan ADL
digunakan metode analisis Van Soest (Goering
dan Van Soest, 1970), sedangkan untuk
menentukan
kandungan
selulosa
dan
hemiselulosa menggunakan metode Van Soest
dan Robertson (1980).
Data yang diperoleh dianalisis dengan
prosedur analisis varian. Untuk melihat
perbedaan diantara rataan perlakuan ditentukan
dengan menggunakan uji Jarak Berganda
Duncan (Steel dan Torrie, 1980).
Hasil dan Pembahasan
Kandungan Isi sel dan Neutral Detergent
Fibre (NDF)
Hasil penelitian dari pengaruh tingkat
kedewasaan tanaman terhadap kandungan isi
sel, selulosa, hemiseluso, dan lignin rumput
Signal yang ditanam pada naungan kebun
pisang dapat dilihat pada Grafik 1. Pada grafik
tersebut terlihat bahwa kandungan isi sel
menurun sejalan dengan meningkatnya umur
pemotongan dan sebaliknya terjadi peningkatan
komponen dinding sel tanaman sejalan dengan
meningkatnya umur pemotongan.
100%
23.86
27.16
27.12
28.68
28.57
30.51
30.13
3.71
3.51
41.37
38.65
37.68
40 hari
50 hari
60 hari
Kandungan bagian sel hijauan
80%
60%
28.53
4.12
2.9
40%
20%
43.48
Lignin
Hemiselulosa
Selulosa
Isi sel
0%
30 hari
Umur pemotongan
Grafik 1. Kandungan Isi sel, hemiselulosa, selulosa, dan lignin dari hijauan rumput signal yang
ditanam dibawah nuangan kebun pisang
Hasil analisis menunjukkan bahwa
terdapat pengaruh yang sangat nyata dari umur
pemotongan terhadap kandungan isi sel dan
lignin dari rumput signal yang ditanam dibawah
nuangan perkebunan pisang. Sedangkan
kandungan selulosa dan hemiselulosa pada
hijauan rumput signal tidak dipengaruhi oleh
umur pemotongan.
Terjadinya perubahan kandungan lignin
dari rumput signal dikarenakan kebutuhan
tanaman akan lignin untuk menyediakan
56
struktur yang mendukung pada lahan. Hal ini
terbukti dengan makin banyaknya proporsi
batang dibandingkan daun pada hijauan yang
dihasilkan, sehingga menyebabkan penurunan
ratio batang daun. batang merupakan bagian
yang mendukung tanaman untuk tegak dan
akan mempunyai kandungan lignin yang lebih
tinggi dibandingkan dengan daun (Buxton dan
Redfearn, 1997). Adapun ratio batang daun
dari hijauan yang dihasilkan adalah 2,90 untuk
umur 30 hari, 2,22 untuk umur pemotongan 40
Vol. 15 No. 1 Tahun 2007
Pengaruh Kedewasaan terhadap Isi Sel
hari, 1,60 untuk umur pemotongan 50 hari, dan
1,78 untuk umur pemotongan.
signal. Hasil ini mempunyai kecenderungan
yang sama dengan rumput yang lain, seperti
pada penelitian Ayub et. al., (2002), Aganga
et.al. (2005), Djuned, et al., (2005), dan
Mansyur et. al., (2005). Peningkatan kandungan
NDF dan ADF dari hijauan rumput signal
sejalan
dengan
meningkatnya
umur
pemotongan nampaknya lebih disebabkan oleh
peningkatan komponen lignin, karena pada
kandungan dari selulosa dan hemiselulosa tidak
mengalami peningkatan yang significant.
Kandungan NDF dan ADF dari hijauan
rumput signal yang ditanam dibawah nuangan
kebun pisang dapat dilihat pada Grafik 2.
Kandungan NDF dan ADF meningkat dengan
meningkatnya umur pemotongan. Hasil analisis
ragam menunjukkan terdapat pengaruh yang
sangat nyata dari umur pemotongan terhadap
kandungan NDF dan ADF hijauan rumput
70
62.31
61.34
60
58.62
56.52
Kandungan (%)
50
40
30
27.99
30.83
30.06
32.18
20
10
0
30 hari
40 hari
50 hari
60 hari
Umur Pemotongan
NDF
Grafik 2.
ADF
Kandungan NDF dan ADF hijauan rumput signal yang ditanam dibawah nuangan kebun
pisang.
Perubahan meningkatnya kandungan fraksi
serat sejalan dengan umur pemotongan tidak
lepas dari perkembangan dan pertumbuhan
dinding sel tanaman.
Pertumbuhan dan
perkembangan dinding sel tanaman terbagi
kedalam dua fase, yaitu fase pertumbuhan
dinding utama dan pertumbuhan dinding sel
skunder (Liyama et al. 1993: Terashima et al.,
1993). Pada fase pertumbuhan dinding sel
utama tanaman terjadi ketika sel tanaman
mengalami
peningkatan
ukuran
sel.
Kemampuan memperpanjangan dinding sel
tanaman dikarenakan polymer dinding bukan
merupakan ikatan silang. Lamela tengah yang
menghubungkan dua buah sel disusun oleh
pektin, dimana pektin merupakan suatu
kelompok polymer galacturonan dengan
subsitusi gula neutral (Jung, 1997). Selama fase
ini, dinding sel tanaman tersusun atas
polisakarida strutural, protein, dan asam
fenolik. Pektin, xylan, dan selulosa dideposit
dalam dinding sel pada fase ini, tetapi tidak ada
dekomposisi lignin pada fase ini (Jung dan
Allen, 1995). Fase pertumbuhan dinding sel
sekunder dimulai pada saat pertumbuhan sel
tanaman berhenti dan dimulainya proses
57
Mansyur,
kematangan, deposit dinding sel skunder dan
lignin dimulai (Jun, 1997). Sejalan dengan
kedewasaan, tanaman membangun jaringan
xylem untuk tranportasi air, akumulasi selulosa
dan karbohidrat kompeks lainnya, dan
kemudian jaringan tersebut membentuk ikatan
bersama melalui suatu proses yang disebut
lignifikasi (Hoffman et al. 2005). Proses
lignifikasi dimulai pada lamela tengah dan
dinding sel primer (Terashima et al 1993).
Dinding sel sekunder pada rerumputan terdiri
dari polisakarida dalam jumlah sedikit, lignin
(syringyl dalam jumlah yang besar dan guaiacyl
dalam jumlah sedikit), dan asam fenolik (Jung
dan Allen, 1995).
Dihubungkan dengan penelitian ini
nampak bahwa pada umur 30 hari rumput
signal masih dalam pertumbuhan dengan sel
primer, karena pada fase tersebut masih terlihat
rendah kandungan ligninnya, antara umur
pemotongan 30 – 40 hari merupakan fase
perubahan menuju perbentukan dinding sel
skunder, dan proses lignifikasi mulai berlanjut
dari dinding sel primer ke dinding sel skunder,
tetapi biasanya deposit lignin selalu mengalami
keterlambatan dalam deposit dinding sel
skunder. Pola perkembangan ini menyebabkan
polisakarida yang baru tidak mengalami
lignifikasi (Jung, 1997), sehingga tampak
bahwa pada umur pemotongan 40 hari deposit
lignin relatif masih rendah. Selanjutnya setelah
lebih dari 40 hari terjadi perkembangan dinding
sel skunder yang lebih intersif, sehingga
kandungan
ligninnya
terus
mengalami
peningkatan. Pada akhirnya hijauan yang
mempunyai
kandungan
lignin
tinggi
mempunyai tingkat kecernaan yang rendah, dan
membatasi biokonversi dari hijauan menjadi
produk asal ternak (Grabber, 2005).
Kesimpulan
Kandungan isi sel rumput Signal
mengalami menurun dengan meningkatnya
tingkat kedewasaan tanaman, sedangkan
kandungan fraksi serat (NDF, ADF, dan
Lignin) meningkat dengan meningkatnya
tingkat kedewasaan tanaman. Kualitas serat
terbaik ditunjukkan oleh hijauan rumput Signal
yang dipotong pada umur 30 hari, dan
pemotongan rumput masih tetap dapat
dilakukan sampai umur 40 hari.
58
Jurnal PROTEIN
Ucapan Terimakasih
Penulis mengucapkan terima kasih
kepada rekan-rekan peneliti yang tergabung
dalam kajian “Intergrasi Ternak Domba –
Perkebunan Pisang” di Lembaga Studi
Peternakan Indonesia atas segala bantuan dan
kerjasamanya pada kegiatan ini.
Data ini
merupakan data kelompok peneliti hijauan dan
nutrisi dalam serangkaian penelitian tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Aganga. A.A., U.J. Omphile, T. Thema, and
L.Z. Wilson. Chemical composation
of ryegraas (Lolium multiflorum) at
different stages of growth and
ryegrass silages with additives. Jurnal
of Biological Sciences. 4 (5): 645 –
649.
Ayub, M., M.A. Nadeem, A. Tanveer, and A.
Husnain, 2002. Effect of different
levels of nitrogen and harvesting
times on the growth, yeild and
quality of sorghum foffer. Asian
Jurnal of Plant Sciences. 1 (2) : 304 –
307.
Buxton, D.R., and D.D. Redfearn. 1997. Plant
limitation to fiber digestion and
utilization. J. Nutr. 127:814S-818S.
Delgado, C., M. Rosegrant, H. Steinfeld, S.
Ehui, and C. Sourbius. 1999. Livestock
to 2020: The Next Food Revolution.
Food, Agriculture, an Environment
Discussion Paper 28. International
Food Policy Research Institute.72.
Direktur Jendral Bina Produksi Perkebunan.
2004. Prospek pengembangan pola
integrasi di kawasan perkebunan.
Prosiding Seminar dan Ekspose
Nasional Sistem Integrasi Ternak –
Tanaman. Denpasar, 20 – 22 Juli 2004.
Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan, Badan Litbang Pertanian.
Diwyanto, K. dan E. Handiwirawan, 2004.
Peran penelitian dan pengembangan
pertanian dalam mendukung usaha
agribisnis pola integrasi tanamanternak. Prosiding Seminar dan
Ekspose Nasional Sistem Integrasi
Ternak – Tanaman. Denpasar, 20 –
Vol. 15 No. 1 Tahun 2007
22 Juli 2004. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan, Badan
Litbang Pertanian.
Djuned, H., Mansyur., H.B. Wijayanti. 2005.
Pengaruh
umur
pemotongan
terhadap fraksi serat hijuan murbei.
Prosiding Seminar Nasional Teknologi
Peternakan
dan
Veteriner,
Puslitbangnak Bogor. 859 – 864.
Goering, H.K, and P.J. Van Soest. 1970.
Forage Fiber Analysis. Agriculture
Handbook. USDA. Washington DC.
USA. 379: 187 – 198.
Grabber, J.H. 2005. How do lignin
composition, and crosslinking affect
degrability? A review of cell wall
model studies. Crop Science. 45: 820
– 831.
Hoffman, P.C., K.M. Lundberg, L.M. Bauman,
and R.D. Shaver, 2005. The Effect of
Maturity on NDF Digestibulity.
Focus on Forage. University of
Wisconsin Madison.
Iiyama, K., T.B.T Lam, and B.A. Stone. 1993.
Cell wall biosynthesis and its
regulation. In: G.H. Jung, D.R.
Buxton, R.D Hatfield, and J. Ralph, J.
(eds.). Forage Cell Wall Structure and
Digestibility pp. 621–683. ASA-CSSASSSA, Madison, WI.
Jung,
H.G. and M.S. Allen. 1995.
Characteristics of plant cell wall
affecting intake and digestibility of
forages by ruminants. J. Anim. Sci.
73: 2774 –2790.
Jung, H.G. 1997. Analysis of forage fiber and
cell wall in ruminant nutrition.
Jurnal Nutrition. Suplement. 1997 :
810 – 814.
Pengaruh Kedewasaan terhadap Isi Sel
Mansyur, L. Abdullah., H. Djuned, dan T.
Dhalika, 2005. Perubahan dalam
hasil panen dan kandungan fraksi
serat pada tingkat umur pemotongan
rumput setaria. Jurnal Ilmu-ilmu
Peternakan. Volume 8. Edisi khusus. 29
– 36.
Mansyur, Nyimas P. Indrani, Iin Susilawati,
dan Tidi Dhalika, 2006. Pertumbuhan
dan produktivitas tanaman pakan di
bawah naungan perkebunan pisang.
Prosiding Lokakarya Teknologi dan
Inovasi Sapi Perah. Balitnak. Ciawi
Bogor. November 2006.
Najib, M.A.M., 2003. Growth of native and
improved forages under orchard
crops. In : R. A. Halim, N.R.A.
Hamid, S. M. Nasir. Forages and
Feed Resources in Commercial
Livestock
Production
Systems.
th
Proceedings of the 8
Meeting of
Regional Working Group on Grazing
and Feed Resources for Southeast Asia.
Kuala Lumpur, Malaysia 22–28
September 2003. 49 – 51.
Terashima, N., K. Fukushima, L-F. He, and K.
Takabe, 1993. Comprehensive model
of the lignified plant cell wall. In:
G.H. Jung, D.R. Buxton, R.D Hatfield,
and J. Ralph, J. (eds.). Forage Cell
Wall Structure and Digestibility, pp.
247–270. ASA-CSSA-SSSA, Madison,
WI.
Van Soest, P. J. & Robertson, J. B. (1980)
Systems of analysis for evaluating
fibrous feeds. In: Standardization of
Analytical Methodology in Feeds
(Pigden,W. J., Balch, C. C. & Graham,
M., eds.), pp. 49–60. International
Research Development Center, Ottawa,
Canada.
Mansyur dan Tidi Dhalika. 2005. Analisis
vegetasi hijauan kebun pisang. Jurnal
Ilmu Ternak. 5 (2) Juli 2005: 22 – 27
59
Download