BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Sebuah iklan yang baik adalah iklan yang secara efektif dan efisien dapat langsung mengkomunikasikan pesan iklan sehingga komunikan pun mengerti maksud dari iklan tersebut. Selanjutnya, pesan yang tersirat pada iklan tersebut akan cenderung menempel pada benak komunikan. Pesan yang biasanya berupa ajakan untuk mengkonsumsi suatu produk tertentu itu pun harus mengalami repetisi agar dapat betul-betul menancap pada benak komunikan. Setelah tercapai brand awareness yang cukup tinggi terhadap produk yang diiklankan, maka komunikan akan cenderung mencoba untuk mengkonsumsi produk tersebut. Dan bukan tidak mungkin, ia akan menjadi konsumen yang loyal apabila produk yang dikonsumsinya tersebut cocok untuknya. Oleh karena itu iklan adalah salah satu sarana promosi yang cukup efektif untuk meningkatkan brand awareness dan tingkat penjualan suatu produk. Belch mendefinisikan promosi sebagai koordinasi dari seluruh upaya yang dilakukan oleh seller untuk dapat menciptakan channels informasi dan persuasi dengan tujuan untuk menjual barang dan jasa atau mempromosikan suatu ide.1 Dan alat dasar yang dapat digunakan untuk melakukan hal tersebut salah satunya adalah dengan yang kita kenal sebagai promotional mix. Setiap elemen dari promotional mix dilihat sebagai suatu tools dari integrated marketing communications yang memainkan perannya masing-masing di dalam suatu program IMC. Fenomena dewasa ini menunjukkan konsumen terlalu banyak disuguhi iklan. Seperti terlihat dari berbagai teknik periklanan televisi dengan tingkat eksposur, iklan memberikan image tersendiri bagi konsumen, sehingga menumbuhkan sikap terhadap iklan, merek, dan lain-lain. Sikap terhadap iklan mempengaruhi sikap terhadap merek yang kemudian mempengaruhi pilihan merek. Pembentuk sikap terhadap merek menurut Belch and Belch dipengaruhi secara langsung oleh persepsi konsumen terhadap produk atau pesan. 2 Sikap 1 Belch, G. E., & Belch, M. A. (2009). Advertising and promotion: An integrated marketing communications perspective (8th ed.) New York, NY: McGraw-Hill, Irwin 2 Belch, G. E., & Belch, M. A. (2004). Advertising and promotion: An integrated marketing communications perspective (6th ed.) New York, NY: McGraw-Hill, Irwin. Hal.158 1 terhadap merek yaitu merupakan pernyaataan mental yang menilai positi atau negatif, bagus atau tidak, suka atau tidak suka suatu produk.3 Namun tayangan iklan ketika menonton sinetron di televisi menimbulkan rasa skeptis pada iklan sehingga membuat pemirsa enggan melihat iklan tersebut dan mengganti saluran televisi. Guna menghindari hal ini, dikembangkanlah Strategi Blurred Communication, yaitu penggabungan pesan komersial dengan aktivitas kultural. Salah satu bentuknya adalah product placement. Menurut Solomon product placement merupakan kegiatan menyisipkan produk dengan merek tertentu dengan film, guna memindahkan konteks dan mood pemirsa yang terkait dengan film pada merek yang disisipkan.4 Banyak konsumen atau audience yang tidak terlalu menyukai iklan atau menghindari iklan. Ini dapat dibuktikan berdasarkan sebuah survey yang dilakukan oleh LOWE (sebuah lembaga penelitian) Indonesia yang menunjukkan bahwa sebanyak 53% pemirsa televisi di Indonesia mengganti saluran begitu televisi memasuki tayangan iklan. 5 Situasi ini sangat tidak diharapkan oleh perusahaan-perusahaan pengiklan yang selama ini mengandalkan iklan televisi untuk mempromosikan produknya. Ini dapat mengakibatkan berkurangnya minat dan kesadaran konsumen atas merek. Oleh karena itu perusahaan pengiklan mulai melirik caracara lain dalam mempromosikan produknya di luar iklan televisi tradisional, salah satunya adalah melalui product placement. Product placement merupakan suatu strategi yang dilakukan oleh banyak perusahaan pengiklan untuk menampilkan produknya dengan kesan bahwa keberadaan produk tersebut seolah-olah menjadi bagian dari cerita film dan acara televisi.6 Pengertian lain product placement adalah sebuah aktivitas komunikasi pemasaran dengan mempromosikan sebuah merek melalui film, program-program TV, dan berbagai media entertainment lainnya. Tujuan dari product placement ini adalah untuk menangkap exposure para penonton sehingga merek tersebut secara sengaja mendapatkan perhatian dari penontonnya. Product placement tersebut terjadi karena adanya permasalahan yang dihadapi iklan tersebut, salah satu alasannya adalah product placement mampu mengatasi zipping (audience mempercepat bagian iklan ketika 3Assael H. 2001. Consumers Behavior and Marketing Action, Edisi 3, Kent Publishing Company, Boston Massachusset, AS. Hal. 82 4 http://shelmi.wordpress.com/2009/07/18/product-placement-dan-iklan/ Diakses tanggal 22 November 2010 pukul 13.50 WIB 5 www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2005/03/03/brk,20050303-30,id.html.Diakses tanggal 22 November 2010 pukul 13.58 WIB 6 Belch, G. E., & Belch, M. A. (2004). Advertising and promotion: An integrated marketing communications perspective (6th ed.) New York, NY: McGraw-Hill, Irwin. Hal.450 2 menyaksikan tayangan ulang film atau acara televisi dalam rekaman video) dan zapping (audience mengganti saluran televisi untuk menghindari iklan).7 Product placement bukan suatu hal yang asing lagi dalam dunia pemasaran. Product placement kini telah tersebar dan muncul hampir di setiap film dan program televisi. Product placement memberi pemasar cara-cara alternatif untuk mengekpos merek produknya melalui suatu medium untuk menerimanya. Oleh karena itu, kini semakin banyak perusahaan yang mengiklankan produknya melalui product placement, karena pesan yang ingin disampaikan lebih efektif dan langsung mengenai target audience yang diharapkan.8 Secara umum konsep ini hampir disebut mirip dengan strategi sponsorship, namun hal yang membedakan adalah bahwa keberadaan product placement tidak menyebutkan kata ‘sponsor’ dalam tampilan film atau acara televisi yang diikutinya, karena tampil sebagai bagian dari acara televisi tersebut. Tingginya kegiatan product placement dalam komunikasi merek produk industri mengindikasikan bahwa pengiklan menggunakan teknik di dalam mempengaruhi sikap konsumen terhadap sebuah merek.9 Di Indonesia sendiri, perkembangan product placement sudah semakin sering terlihat. Misalnya saja pada program reality show Cinta Lama Bersemi Kembali (SCTV) yang menampilkan penggnaan produk permen Relaxa oleh para pengisi acaranya. Begitu juga pada tayangan sinetron religi-komedi Para Pencari Tuhan (SCTV) dimana terlihat banyak produk yang sengaja dipertontonkan secara jelas di dalamnya, seperti produk minuman sirup merek ABC, Oli TOP1 dan Tolak Angin. Selain pada tayangan program televisi, product placement juga telah merambah duia perfilman di Indonesia. Beberapa film yang menggunakan product pladcement di dalamnya adalah film Tusuk Jelangkung (yang menampilkan produk Honda, Samsung, dan Berry Juice), Janji Joni (kaos dan sepatu Converse), Bukan Bintang Biasa (Citra White Lotion), Alexandria (Rokok A Mild, XL Bebas, Dunkin Donuts, Nokia hingga Motorola) dan masih banyak film Indonesia lainnya. Film yang bagus diharapkan mampu merangsang atensi yang tinggi dari audience yang menonton film tersebut. Atensi yang tinggi terhadap film tersebut diharapkan akan dapat mendorong awareness yang tinggi terhadap suatu produk yang ditampilkan dalam film. Film-film yang sukses atau biasa kita sebut sebagai film Box Office biasanya memiliki 7 Hill, McGraw dan Irwin. 2007. Consumer Behavior: Building Marketing Strategy. Tenth edition. New York: The McGrawHill Companies, Inc. Hal. 284 8 Hill, McGraw dan Irwin. 2007. Consumer Behavior: Building Marketing Strategy. Tenth edition. New York: The McGrawHill Companies, Inc. Hal. 286 9Avery Rosemary J dan Rosellina Ferraro. 2000. “Verisimilitude or Advertising? Brand Appearances on Prime Time Television”, Journal of Consumer Affairs, 34(2), 217-244. 3 lifespan yang sangat lama, mulai dari pemutaran film di bioskop, beredarnya video (VCD atau DVD) film tersebut hingga pemutarannya di televisi yang dapat terjadi berulang-ulang kali. Hal tersebut membuat produk-produk yang terdapat di dalamnya (product placement) dapat terlihat oleh audience dalam jumlah yang cukup besar dan lebih dari sekali terjadi pengulangan, sehingga exposure yang dihasilkan akan sangat besar dan diharapkan memiliki efektifitas yang cukup besar pula dalam menimbulkan awareness akan suatu produk maupun merek (brand). Perkembangan film di Indonesia sendiri begitu cepat. Terlihat dari banyaknya film yang diproduksi. Jumlah film yang diproduksi tahun 2007 sebanyak 78 judul film, meningkat 129 persen dibanding tahun 2006 yang hanya berjumlah 34 judul film.10 Pada tahun 2008 jumlah judul film meningkat menjadi 87 judul film dan jumlah produksi mencapai 100 judul film selama tahun 2009.11 Besarnya potensi perfilman di Indonesia memberikan para insan periklanan peluang yang besar untuk menjadikan media ini sebagai salah satu strategi dalam berpromosi. Oleh sebab itu perlunya mempelajari seluk beluk tentang product palcement dalam film agar dapat mengaplikasiannya secara maksimal. Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan tersebut, maka penulis tertarik untuk menulis makalah dengan judul Product placement Pada Film Sebagai Salah Satu Strategi Periklanan. Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang yang telah di jelaskan sebelumnya, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam makalah ini adalah: 1. Apakah product placement itu 2. Sejarah product placement 3. Tujuan product placement 4. Media product placement 5. Bentuk-bentuk product placement 6. Implementasi Strategi Product placement Melalui Media Film 7. Product Placement dalam Perfilman Hollywood 8. Product placement dalam Perfilman Indonesia 10 http://asiaaudiovisualra09yogapratomo69.wordpress.com/page/3/. Diakses tanggal 22 November 2010 pukul 14.25 WIB http://www.bbc.co.uk/indonesia/laporan_khusus/2010/01/100124_creative4.shtml. Diakses tanggal 22 November 2010 pukul 14.24 WIB 11 4 9. Keuntungan menggunakan product placement 10. Keunggulan product placement dibandingkan iklan televisi 11. Kekurangan product palcement 12. Bentuk kerjasama agensi iklan dengan produser film 13. Contoh-contoh product placement dalam Film 14. Kritik terhadap product placement dalam Film 15. Product Placement dan Ethical Approach 5 BAB II LANDASAN TEORITIS Pengertian Pemasaran Ada beberapa definisi mengenai pemasaran diantaranya adalah:12 a. Philip Kotler (Marketing) pemasaran adalah kegiatan manusia yang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran. b. Menurut Philip Kotler dan Amstrong pemasaran adalah sebagai suatu proses sosial dan managerial yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan lewat penciptaan dan pertukaran timbal balik produk dan nilai dengan orang lain. c. Pemasaran adalah suatu sistem total dari kegiatan bisnis yang dirancang untuk merencanakan, menentukan harga, promosi dan mendistribusikan barang- barang yang dapat memuaskan keinginan dan mencapai pasar sasaran serta tujuan perusahaan. d. Menurut W Stanton pemasaran adalah sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan pembeli maupun pembeli potensial. Elemen Komunikasi Pemasaran Ada enam elemen dasar dalam komunikasi pemasaran yaitu advertising, direct marketing, interactive/internet marketing, public relations, sales promotion, dan personal selling. 1. Advertising Advertising atau iklan adalah segala bentuk penyampaian pesan secara komersil. Ada beberapa bentuk dari iklan yaitu: a. Ambient advertising Pesan – pesan yang dipasang dalam bentuk – bentuk tertentu dalam lingkungan kehidupan masyarakat. Contoh: pesan iklan dalam tiket bis, nota pembayaran, dsb. b. Press advertising Pesan iklan yang tampil pada media cetak. 12 http://majidbsz.wordpress.com/2008/06/30/pengertian-konsep-definisi-pemasaran/. Diakses tanggal 22 November 2010 pukul 15.18 WIB 6 c. TV advertising Pesan iklan yang tampil pada sela – sela jeda program siaran televisi. d. Radio advertising Pesan iklan yang tampil pada sela – sela jeda program siaran radio. e. Outdoor advertising Pesan iklan di ruang terbuka seperti billboard, halte bis, dsb. f. Transport advertising (inside and outside) Pesan iklan pada alat dan sarana transportasi umum baik di dalam ruang maupun diluar transportasi umum. Contoh: iklan pada badan bis dan iklan di dalam ruang bis. 2. Direct Marketing Direct marketing adalah komunikasi yang dilakukan secara direct atau langsung yang dilakukan oleh suatu organisasi atau perusahaan target costumers untuk selanjutnya menuju kepada sebuah respond dan atau sebuah transaksi 3. Interactive/internet marketing Perubahan dan perkembangan teknologi yang sangat pesat membuat marketing mengalami perubahan yang dahsyat, begitu juga dengan promotion dan advertising. Perubahan tersebut membawa kepada pertumbuhan komunikasi yang dramatis melalui media interaktif seperti internet. 4. Public Relations Public relations atau yang dikenal dengan istilah hubungan masyarakat (humas) adalah bentuk usaha atau aktivitas yang berkelanjutan dan terencana dengan tujuan untuk membangun dan mempertahankan niat baik dan pemahaman yang saling menguntungkan antara pihak perusahan dengan masyarakat. Fungsi kehumasan digunakan melalui press release yaitu pembeberan cerita atau informasi yang berkaitan dengan aktivitas, prestasi, dan hal – hal lain dari perusahaan. Aktivitas ini bermanfaat di dalam membangun, mengembangkan, dan mempertahankan corporate identity (identitas perusahaan). 5. Sales Promotion Sales promotion atau promosi penjualan adalah segala macam aktivitas yang didesain untuk meningkatkan penjualan jangka pendek melalui program – program promosi penjualan seperti pemberian diskon, sampel produk, dsb. 7 Aktivitas tersebut dapat dilakukan melalui penyelenggaraan suatu event atau pameran (exhibition) ataupun melalui penawaran telepon (telemarketing dan sales call) dengan sumber data dari database (database marketing). 6. Personal Selling (Direct Marketing) Personal selling atau penjualan personal dan penjualan langsung adalah aktivitas penjualan produk dengan cara tatap muka, melalui telemarketing, ataupun internet kepada target konsumen spesifik atau tertentu. Promotional Mix: Sebagai Perangkat dari IMC Integrated Marketing Communication (IMC) merupakan salah satu bidang pemasaran yang fokus terhadap salah satu elemen pemasaran, yaitu promosi. Definisi dari IMC sendiri adalah koordinasi yang melibatkan banyak sekali elemen dari promosi dan aktivitas pemasaran yang lain yang mengkomunikasikannya terhadap konsumen perusahaan.13 Sedangkan shimp mendefinisikan IMC sebagai proses komunikasi yang mencakup perencanaan, pnciptaan, integrasi, dan pelaksanaan berbagai format komunikasi pemasaran (yang terdiri dari periklanan, promosi penjualan, publisitas, events, dll) yang ditujukan kepada calon konsumen dan target konsumen secara terus-menerus. Tujuan dari IMC sendiri adalah untuk merubah atau mempengaruhi perilaku dari target konsumen yang dituju oleh perusahaan.14 Belch mendefinisikan promosi sebagai koordinasi dari seluruh upaya yang dilakukan oleh seller untuk dapat menciptakan channels informasi dan persuasi dengan tujuan untuk menjual barang dan jasa atau mempromosikan suatu ide.15 Dan alat dasar yang dapat digunakan untuk melakukan hal tersebut salah satunya adalah dengan yang kita kenal sebagai promotional mix. Setiap elemen dari promotional mix dilihat sebagai suatu tools dari integrated marketing communications yang memainkan perannya masing-masing di dalam suatu program IMC. Enam elemen dari promotional mix di atas merupakan alat yang umum digunakan para marketers untuk berkomunikasi dengan konsumen saat ini dan konsumen potensialnya. Tetapi beberapa perusahaan juga menggunakan suatu pendekatan audience contact untuk 13 Belch, G. E., & Belch, M. A. (2009). Advertising and promotion: An integrated marketing communications perspective (8th ed.) New York, NY: McGraw-Hill, Irwin 14 Shimp, T. A. (1997), Advertising, Promotion, and Supplemetal Aspects of Integrated Marketing Communications, 4th Edition, The Dryden Press. 15 Belch, G. E., & Belch, M. A. (2009). Advertising and promotion: An integrated marketing communications perspective (8th ed.) New York, NY: McGraw-Hill, Irwin 8 mengembangkan program IMC mereka. Perusahaan-perusahaan tersebut menyadari bahwa terdapat banyak jalan atau jalur bagi konsumen mereka untuk berkoneksi dengan perusahaan atau brand mereka. Koneksi atau kontak tersebut dapat terdiri dari berbagai ragam mulai dari mendengar atau melihat sebuah iklan atau suatu brand pada suatu event yang berkesempatan untuk menggunakan sebuah brand pada suatu event yang disponsori oleh perusahaan.16 Berikut ini gambaran berbagai jalur bagi konsumen untuk dapat berkoneksi atau berhubungan dengan perusahaan atau sebuah brand atau suatu produk, dimana yang salah satunya melalui product placement. Sales promotion Word of Mouth Events and Sponsorships Print Media (newspaper, magazines) Broadcast Media (tv/radio) Public Relation Publicity Target Audience Internet Interactive Direct Marketing Out-of-home Media Personal selling Product placement (tv and movies) Point-of-Purchase (displays, packaging) Gambar: IMC Audience Contact Tools Sumber: Belch, George E. dan Belch, Michael A. (2009) Definisi Iklan Definisi Iklan menurut Lee and Johnson17 adalah komunikasi komersil dan nonpersonal tentang sebuah organisasi dan produk-produknya yang ditransmisikan ke suatu khalayak target melalui media bersifat massal seperti televisi, radio, koran, majalah, direct mail, reklame luar ruang, kendaraan umum. Strategi pemasaran banyak berkaitan dengan komunikasi. Periklanan merupakan salah satu bentuk komunikasi yang dapat memenuhi fungsi komunikasi pemasaran. Periklanan harus mampu membujuk khalayak ramai agar berperilaku sedemikian rupa sesuai dengan 16 Belch, G. E., & Belch, M. A. (2009). Advertising and promotion: An integrated marketing communications perspective (8th ed.) New York, NY: McGraw-Hill, Irwin 17 Lee, Monle, Johnson, Carla. (2004)Prinsip-prinsip pokok periklanan dalam perspektif global. Jakarta: Prenda. 9 strategi perusahaan untuk mencetak penjualan dan keuntungan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa iklan merupakan sarana komunikasi yang harus dapat mempengaruhi pemilihan dan keputusan pembeli18. Sedangkan definisi periklanan menurut Kasali adalah suatu komunikasi massa dan harus dibayar untuk menarik kesadaran, menanamkan informasi, mengembangkan sikap, atau mengharapkan adanya suatu tindakan yang menguntungkan bagi pengiklan.19 Jadi, iklan adalah suatu bentuk komunikasi massa yang digunakan oleh suatu organisasi yang ditujukan untuk memberikan informasi, mempromosikan keberadaan suatu produk kepada masyarakat yang diharapkan dapat menarik minat khalayak sasaran untuk dapat berpikir serta bertindak sesuai dengan keinginan dari pihak pemasang iklan. Strategi20 Dalam bidang manajemen, definisi mengenai strategi cukup beragam dan bervariasi dari beberapa ahli dan pengarangnya. Gerry Johnson dan Kevan Scholes (dalam buku “Exploring Corporate Strategy”) misalnya mendefinisikan strategi sebagai arah dan cakupan jangka panjang organisasi untuk mendapatkan keunggulan melalui konfigurasi sumber daya alam dan lingkungan yang berubah untuk mencapai kebutuhan pasar dan memenuhi harapan pihak yang berkepentingan (stakeholder). Henry Mintzberg mendefinisikan strategi sebagai 5P, yaitu: strategi sebagai PERSPECTIF, strategi sebagai POSISI, strategi sebagai PERENCANAAN, strategi sebagai POLA kegiatan, dan strategi sebagai “PENIPUAN” (Ploy) yaitu muslihat rahasia. Sebagai Perspektif, di mana strategi dalam membentuk misi, misi menggambarkan perspektif kepada semua aktivitas. Sebagai Posisi, di mana dicari pilihan untuk bersaing. Sebagai Perencanaan, dalam hal strategi menentukan tujuan performansi perusahaan. Sebagai Pola kegiatan, di mana dalam strategi dibentuk suatu pola, yaitu umpan balik dan penyesuaian. Dari berbagai pengertian dan definisi mengenai strategi, secara umum dapat didefinisikan bahwa strategi itu adalah rencana tentang serangkaian manuver, yang mencakup seluruh elemen yang kasat mata maupun yang tak-kasat mata, untuk menjamin keberhasilan mencapai tujuan. 18 Jefkins, Frank. (1994). Periklanan. Jakarta.Erlangga. Kasali, Rhenald. (1992). Manajemen Periklanan: Konsep dan aplikasinya di Indonesia. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti 20 http://strategika.wordpress.com/2007/06/24/pengertian-strategi/. Diakses pada tanggal 22 November 2010, pada pukul 16:09 19 10 Product placement George E. Belch dan Michael A. Belch mendefinisikan product placement sebagai “a form of advertising and promotion in which products are placed in television shows/ or movies to gain exposure”21. Sedangkan menurut Gupta and Gould, product placement juga dapat dilakukan melalui video music, program radio, lagu-lagu, video games, teater, novel, majalah, dan sebagainya.22 Secara gampangnya, product placement adalah sebuah aktivitas komunikasi pemasaran dengan mempromosikan sebuah merek melalui film, program-program TV, dan berbagai media entertainment lainnya. Ini muncul karena seringkali iklan TV menjadi tidak efektif lagi karena sebuah alat canggih bernama “remote control” yang membuat penonton seringkali memindahkan saluran TV saat dimulainya jeda untuk iklan.23 Dalam berbagai sumber, product placement merupakan istilah yang sama dengan brand placement dalam literature pemasaran dan periklanan. Pengertian lain dari product placement adalah penempatan komersil yang dilakukan melalui program media tertentu yang ditujukan untuk meningkatkan visibilitas sebuah merek atau produk dan jasa. Penempatan yang dilakukan secara halus dan merupakan satu kesatuan dari media yang digunakan sehingga diharapkan visibilitas merek akan terangkat. Tingginya kegiatan product dalam komunikasi merek produk industri mengindikasikan bahwa pengiklan menggunakan teknik di dalalm mempengaruhi sikap konsumen terhadap sebuah merek.24 Product placement merupakan suatu strategi yang dilakukan oleh banyak perusahaan periklanan maupun perusahaan pengiklan untuk menampilkan produknya dengan kesan bahwa keberadan produk tersebut seolah-olah menjadi bagian dari suatu tayangan. Pada prakteknya, keberaaan product placement dimana sebuah merek/produk ditampilkan terdapat beberapa jenis variasi media yang dijadikan medium penempatanya. Strategi product placement adalah strategi kegiatan penempatan nama merek, produk, kemasan produk, lambang atau logo tertentu dalam sebuah film, acara televisi ataupun media bergerak lain untuk meningkatkan ingatan audience akan merek tersebut dan untuk merangsang terciptanya pembelian. Nilai pasar product placement pada semua media di Amerika sendiri diperkirakan 21 Belch, G. E., & Belch, M. A. (2004). Advertising and promotion: An integrated marketing communications perspective (6th ed.) New York 22 Grupta, pola B., and Gould, SJ. 1997. “Consumer Perception of The Ethicsand Acceptability of Product Placement in Movies: Product Category and Individual Differences” Journal of Current Issues and Reaserch in Advertising 23 http://sindhu-strong.com/2009/01/product-placement-efektifkah-sebagai.html 24 Avery Rosemary J and Rosellina Ferraro., “Verisimilitude or Advertising? Brand Appearances on Prime Time Television”, Journal of Consumer Affairs, 34(2), 217-2444, 2000. 11 bernilai $ 3,5 milyar termasuk kategori barter maupun gratis placement/tidak dikenakan biaya.25 Secara umum konsep ini hampir disebut mirip dengan strategi sponsorship, namun hal yang memedakan product placement adalah bahwa keberadaannya tidak menyebutkan kata ‘sponsor’ dalam tampilan film atau acara televisi yang diikutiya karena tampil sebagai bagian dari acara/tayangan. Pernyataan ini diperkuat oleh Balasubramanian, yang menyatakan product placement sebagai contoh jelas/menonjol dari hybrid message atau upaya mempengaruhi audience yang dilakukan dengan biaya tertentu, namun tidak teridentifikasi sebagai sponsor.26 Dalam berbagai sumber, product placement merupakan istilah yang sama dengan brand placement dalam literature pemasaran dan periklanan. Film Definisi Film Menurut UU 8/1992, film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan/atau ditayangkan dengan sistem Proyeksi mekanik, eletronik, dan/atau lainnya.27 25 http://www.scribd.com/doc/39714314/Pengaruh-Program-Terhadap-Audience. Diakses pada tanggal 2 Desember 2010, pada pukul 15:00 26 Balasubramanian, S. K., Karrh, J. A. & Patwardhan, H., 2006, “Audience Response to Product Placement: an Integrative Framework & Future Research Agenda”. Journal of Advertising, Fall, 35, 3. 27 http://indoinfoblog.blogspot.com/2009/08/definisi-film.html. Diakses pada tanggal 22 November 2010, pada pukul 16:09 12 BAB II PEMBAHASAN Sejarah Product Placement Pelopor dari product placement adalah Lumiere bersaudara. Pada tahun 1980, ketika film pertamanya dirilis, Lumiere bersaudara menggabungkan Lever Sunlight Soap ke dalam filmnya karena dilatarbelakangi adanya hubungan bisnis yang kuat dengan lever publistict.28 Walaupun product placement sudah dikenal sejak dahulu dan menjadi bagian dari entertainment, namun belum menjadi bagian penting dari strategi pemasaran hingga 1980-an. Pada awalnya, kegiatan ini berbentuk informal dan dimaksudkan untuk menghemat pengeluaran suatu film dengan melakukan perjanjian barter agar dapat mendapatkan properti untuk film secara cuma-cuma (DeLomme, 1998).29 Baru kemudian pada pertengahan 1970 konsep tentang penerapan product placement diformulasikan. Pada waktu itulah placement mulai bisa diterima oleh industri hiburan dan perusahaan-perusahaan di Amerika, dan perusahaan-perusahaan tersebut mulai membayar untuk dapat menampilkan produknya di film atau televisi. Ketertarikan tersebut bermulai pada tahun 1982, ketika Hersey Food Corporation mencapai kesuksesan dalam menempatkan produknya pada film E.T. (Mosser and Bryant, 2005). Kesuksesan ini dibuktikan dengan penjualan permen Reese Pieces yang meningkat sebesar 65% setelah tiga bulan film E.T. dirilis30. Disebabkan oleh kesuksesan E.T. terebut, pada tahun 1983, 20th Century Fox menjadi pionir Hollywood yang secara terorganisir dan terbuka menawarkan kepada perusahaan sebuah display yang spesifik untuk menempatkan brand produknya dalam film.31 Tujuan Product Placement Tujuan digunakannya product placement dalam mempromosikan suatu brand tidak terlepas dari permasalahan yang dialami oleh iklan televisi saat ini. Format iklan televisi yang ada saat ini, yaitu muncul di sela-sela suatua acara televisi, dirasakan menggagu kenikmatan 28 http://www.pdftop.com/ebook/product+placement/ Diakses pada tanggal 2 Desember 2010, pada pukul 15:33 Delorme, Denise E. 1998. “ Brand Pacement: A Historical Overview.” American Academy of advertising 30 Hornick, Leigh Am 200. The Evolution of Product Placement: Consumer Awareness and Ethical Considerations, West Virginia University 31 Hornick, Leigh Am 200. The Evolution of Product Placement: Consumer Awareness and Ethical Considerations, West Virginia University 29 13 audience yang sedang asyik-asyiknya menonton acara televisi tersebut, karena itu iklan tersebut cenderung tidak disukai dan dihindari oleh audience televisi.32 Product placement memberi pemasar cara-cara alternative untuk mengekspos produknya melalui suatu medium dimana audiencenya cenderung mau menerimanya.33 Metode ini dianggap lebih baik karena selain tidak menggangu program televisi yang ada, keberadaan suatu brand menjadi lebih dapat diterima karena dirasakan merupakan bagian yang wajar dalam adegan program televisi tersebut. Seperti halnya metode promosi lainnya, product placement juga bertujuan mempengaruhi audiencenya. Product placement diterapkan dalam suatu adegan film untuk menambah kesan nyata film tersebut bagi para penontonnya, namun dari sudut pandang para praktisi product placement, pengaruh yang ingin ditimbulkan berupa meningkatnya awareness dan keinginan untuk membeli brand yang ditampilkan tersebut.34 Media Product Placement Media untuk menerapkan product placement terdiri dari berbagai macam: 1. Film Menurut d’ Astous dan Chartier, ada tiga alasan mengapa para pemasar ingin menerapkan product placement di film-film:35 a. Menonton sebuah film menyita perhatian yang tinggi dan melibatkan aktifitas. Menampilkan product placement dalam sebuah film kepada penonton yang sangat memperhatikannya dapat menghasilkan brand awareness yang sangat tinggi. b. Film-film yang sukses dapat menarik penonton dalam jumlah yang besar. Belum termasuk pembelian dan penyewaan videonya dan pemutaran di televisi selama bertahun-tahun setelahnya. Karena itu bila dilihat dari cost per viewer, product placement dalam sebuah film sangat menguntungkan. c. Product placement juga merepresentasikan cara mempromosikan sebuah brand yang alami, tidak agresif, dan tidak persuasive. Audience terekspos terhadap 32 Erdogan, Engin, An On-Demand Advertising Model For Interactive Television, masters Project, Information Design and Technology, Georgia Institute of Technology, 2004 33 Morton, C. R & Friedman, M. (2002). “I saw it in the movies”: Exploring the link between product placement beliefs and reported usage behaviour. Journal of current issues and research in advertising , Vol. 24 34 Babin, L. A., and Carder, S.T. 1996. “Viewers’ Recognition of Brand placed Within A Film”, International Journal of Advertising, 15, 140-151 35 D’ Astous A, Charter F (2000). A study of factors affecting consumer’s evaluations and memory of product placements in movies. Journal of Current Issues and Research in Advertising. 22(2):31-40. 14 sebuah brand dengan cara yang sealami mungkin, yaitu dengan melihat bagaimana produk tersebut terlihat, disebutkan, ataupun dipakai oleh sang aktor atau aktris tanpa adanya bujukan untuk memakai produk tersebut. 2. Program Televisi Tidak berbeda dengan film, program televisi pun juga menerapkan product placement dalam program-program seperti, sinetron, talk show, variety show, dan lain-lain. 3. Video Games Perkembangan dunia video game juga sangat mendukung bagi product placement. Permainan yang semakin hari semakin tampak nyata dapat digunakan untuk menempatkan produk nyata dalam permainan tersebut. Kini para penggemar video game dapat merasakan bagaimana mengemudikan mobil balap merek Ford, Chevrolet, Nissan, BMW, dan lainnya dalam permainan balapan, juga terekspos pada berbagai papan iklan di sepanjang lintasan seperti yang ada dibalapan sesungguhnya. 4. Musik Product placement juga dapat dilakukan melalui media musik. Mulai dari mensponsori pembuatan sebuah album, hingga menampilkan produk mereka dalam video clip si penyanyi. 5. Novel Novel juga menjadi salah satu media product placement yang menjanjikan. Novelnovel yang menyajikan kisah-kisah fiksi pun sering kali menyebutkan produk-produk tertentu untuk membuat kisahnya semakin nyata. 6. Radio Seperti halnya televisi, program-program radio juga sarat dengan product placement. Suatu produk sering kali diakit-kaitkan dengan suatu tema yang sedang dibahas oleh penyiar. Bentuk-bentuk product placement D’ Astous and Seguin membagi bentuk product placement dalam tiga jenis yaitu:36 1. Implicit product Placement Jenis dari product placment dimana sebuah merek/produk/perusahaan tampil dalam sebuah film atau program tanpa disebutkan secara formal. Sifat product placement ini d'Astous., Alain; Seguin, Nathalie, “Consumer Reactions to Product Placement Strategies in Television Sponsorship”, European Journal of Marketing; Vol. 33 No. 9, 1999. 36 15 adalah pasif sehingga nama merek, logo ataupun nama perusahaan muncul tanpa adanya penjelasan apappun mengenai manfaat ataupun kelebihan. 2. Integrated Explicit Product Placement Jenis dari brand placement dimana sebuah merek/produk/perusahaan disebutkan secara formal dalam sebuah program. Sifat brand placement ini adalah aktif, dan pada tipe ini manfaat ataupun keunggulan produk dikomunikasikan. 3. Non Integrated Explicit Product Placement Jenis dari product placement dimana sebuah merek/produk/perusahaan disebutkan secara formal dalam sebuah program tetapi tidak terintegrasi dalam isi program/film. Nama sponsor dimunculkan pada awal atau pertengahan dan mungkin diakhir acara ataupun merupakan bagian dari nama program atau film. Russel mengklasifikasikan product placement dalam tiga dimensi yaitu visual, auditory dan plot connection.37 1. Visual Dimention Dimensi ini merujuk pada tampilan sebuah merek dalam sebuah layar atau dikenal dengan istilah screen placement. Bentuk dimensi ini memiliki tingkatan yang berbeda, tergantung pada jumlah tampilan dalam layar, gaya pengambilan kamera atas suatu produk dsb. 2. Auditory Dimention Dimensi ini merujuk pada penyebutan suatu merek dalam sebuah dialog atau dikenal dengan istilah script placement. Bentuk dimensi ini memiliki variasi tingkatan, tergantung pada konteks penyebutan merek, frekuensi penyebutan merek dan penekanan atas suatu merek melalui gaya bahasa, intonasi dan penempatan pada dialog serta aktor yang menyebutkan merek tersebut. 3. Plot Connection Dimention (PCD) Dimensi ini merujuk pada integrasi penempatan merek dalam cerita sebuah film. PCD yang rendah tidak akan efektif dalam pengkomunikasian merek sedangkan PCD yang tinggi memperkuat tema elemen cerita. Russel, Cristel A., “Towards Framework of Product Placement: Theoretical Propositions in Advances in Consumer Research”, Vol. 25 ed. Joseph W Alba and Wesley Hutchison Provo, UT: Association of Consumer Research, 357-362, 1998. 37 16 Implementasi Strategi Product Placement Melalui Media Film Media yang paling sering digunakan oleh pemasar dalam mengimplementasikan strategi product placement adalah penempatan merek dalam sebuah film atau yang dikenal dengan istilah brand cameo. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pemasar sebelum melakukan product placement dalam hal ini penggunaan brand cameo yaitu:38 1. Jenis penggunaan strategi product placement dalam konteks sebuah film dapat dilakukan melalui tiga cara: a. Menyajikan tampilan yang jelas atas produk dan nama merek produk. Aktivitas ini merupakan implementasi dari visual dimention dalam strategi product placement. Istilah dalam praktek lapangan untuk aktivitas tersebut adalah screen placement. b. Penggunaan produk atau merek dalam adegan film. Aktivitas ini merupakan implementasi dari plot connection dimention dalam strategi product placement. c. Digunakan dan dibicarakan dalam dialog film oleh pemeran utama. Aktivitas ini merupakan implementasi dari Audio Dimention dalam strategi product placement. Istilah dalam praktek lapangan untuk aktivitas tersebut adalah script placement. 2. Merujuk pada konsep teori dari product placement, maka berikut adalah hal – hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan ketiga jenis dari strategi product placement: a. Product placement yang terlalu dominan tampil dalam sebuah film, termasuk dalam PCD yang rendah. Meskipun tampil singkat dengan penempatan yang tepat serta didukung oleh pemeran utama bisa merupakan PCD yang kuat. b. Penelitian membuktikan bahwa kedua dimensi diatas memiliki fungsi yang berbeda di dalam proses penempatan merek. Perbedaan tersebut muncul pada proses encoding pesan yang disampaikan dan asosiasi yang muncul dalam benak konsumen pada saat menerima pesan tersebut. c. Visual Dimention menciptakan suatu konteks dalam sebuah cerita sedangkan plot menciptakan sebuah cerita menjadi lebih realistis sedangkan dimensi auditori akan menguatkan keyakinan konsumen akan suatu merek dibandingkan hanya sekedar ditampilkan tanpa adanya penjelasan. 38 Shapiro, M.,“Product Placements in Motion Pictures”, Working Paper, North Western University, New York. 17 d. Kombinasi dari ketiga dimensi tersebut dapat menciptakan efektifivitas yang baik dalam product placement dan demikian sebaliknya. 3. Pemirsa akan melihat kualitas sebuah merek berdasarkan kualitas karakter pengguna dalam film. Untuk itu pemasar harus selektif dan berhati – hati di dalam menempatkan merek atau produknya di dalam sebuah film. Kesalahan dalam pemilihan film turut berkontribusi terhadap citra dan persepsi konsumen terhadap merek dari produk perusahaan. Selain itu untuk mendapatkan efek yang maksimal maka merek harus dapat merefleksikan karakter dan kelas dari aktor penggunanya. 4. Strategi penempatan merek harus dilakukan secara hati – hati dengan mempertimbangkan kejelasan tampilan dalam film dan mengintegrasikannya dengan alur cerita dari sebuah film sehingga dapat memperkaya tema dan karakter dari film yang bersangkutan. Product Placement dalam Perfilman Hollywood39 Strategi product placement dengan menggunakan strategi brand cameo dalam sebuah film sudah lazim digunakan di negara Amerika dan negara – negara Eropa. Hal tersebut dibuktikan melalui hasil survey dari Forrester Research bekerjasama dengan ANA (Association of National Advertisers) menyatakan bahwa: “ 78% pengiklan merasakan kalau iklan televisi sudah semakin tidak efektif sejak dua tahun terakhir”. Riset juga menyatakan kalau kini pemasar mulai mengeksplorasi perkembangan teknologi terbaru untuk menghabiskan bujet iklan televisinya.” Bahkan sebuah website www.brandchannel.com yang merupakan salah satu website yang khusus membahas branding world seperti menyediakan artikel dengan topik – topik seputar merek, diskusi tentang merek, dan studi kasus merek mulai memberikan penghargaan terhadap merek – merek yang dinilai berhasil dalam menerapkan strategi product placement melalui strategi brand cameo. Salah satu contoh yang menarik mengenai penerapan strategi brand cameo adalah untuk kasus merek Ford. Berikut poin – poin utama dari studi kasus dari produsen mobil dari Amerika dengan merek produk Ford, yang secara aktif dan teratur menerapkan strategi brand cameo: Product placement dilakukan mulai tahun 1968 dengan menampilkan Ford Mustang GT dan banyak sekali disebutkan merek Ford dalam dialog – dialog yang dilakukan oleh pemeran utama pada film ”Bullitt” 39 wartawarga.gunadarma.ac.id/.../analisa-strategi-penempatan-merek-sebagai-bagian-dalam-komunikasi-pemasaranterpadu/ 18 1973 Ford meluncurkan Ford Falcon pada film “Grease Is The Word.” Pada tahun 1990, film “RoboCop” menggunakan Ford Taurus sebagai mobil polisi untuk aktor pemeran utamanya. Selama tahun 2005, Ford melakukan product placement sebanyak 19 kali pada beberapa film terkenal. Tahun 2005 Ford melakukan product placement di beberapa film horor seperti “Boogeyman”, “The Fog”,” Saw II”, dan “The Ring Two”. Dari poin – poin utama pada studi kasus merek mobil Ford, dapat diketahui bahwa produsen mobil Amerika tersebut secara aktif mulai dari tahun 1973 sampai dengan tahun 2005 (selama 32 tahun) tetap konsisten dalam menerapkan strategi product placement. Dari fakta tersebut dapat dinilai bahwa strategi product placement terbukti efektif di dalam meningkatkan awareness dan juga tingkat penjualan dari sebuah produk. Jika strategi tersebut gagal maka tentu Ford sudah menghentikan strategi tersebut sejak tahun 1973. Keseriusan Ford dalam mengimplementasikan strategi product placement membawa merek tersebut menjadi pemenang dalam kompetisi Product Placement Award untuk kategori Overall Product Placement. Berikut hasil survey dari website brand channel mengenai tren penggunaan strategi product placement pada beberapa film box office hollywood Amerika, yaitu: Tahun Film Merek 2002 35 591 2003 42 762 2004 37 483 2005 41 737 Tabel Data Brand Placement Pada Film Box Office Hollywood Pada tabel diatas terlihat tren peningkatan product placement pada film – film produksi setiap tahunnya. Pada tahun 2004 sempat terjadi penurunan product placement disebabkan pada tahun tersebut banyak film Hollywood yang mengangkat cerita fantasi dan historis seperti The Passion of The Christ, Troy, Van Helsing, Alien VS Predator sehingga sulit bagi penempatan merek produk pada film jenis tersebut. Data tersebut memberikan 19 petunjuk bahwa strategi product placement adalah strategi yang sudah umum dan bukanlah hal yang baru di Amerika. Product Placement dalam Perfilman Indonesia Penggunaan product placement dalam perfilman nasional baru baru ini mulai sering muncul sejak penempatannya di film Tusuk Jelangkung (tahun 2001) yang merupakan sekuel sukses jelangkung (tahun 1999) yang ditonton 1,6 juta orang. Di film tersebut terlihat beberapa produk atau merek seperti Honda, Samsung, dan Berry Juice.40 Selain Tusuk Jelangkung, film Alexandia (tahun 2005) juga menempatkan cukup banyak product placement di dalamnya, seperti A Mild, XL Bebas, Dunkin Donuts, Nokia hingga Motorola. Masih di tahun yang sama, film Janji Joni juga menampilkan merek Converse pada pakaian serta sepatu pemeran utamanya, Nicholas Saputra. Di tahun 2006, film D’Girlz Begins menampilkan produk pembalut wanita merek Softex, yang juga menjadi pembuat film tersebut melalui Softex Heritage Movie. Selain itu, film Denias, Senandung di Atas Awan (tahun 2006) juga menpilkan produk seperti Blaster, Kare dan Formula. Pada tahun 2008, beberapa film Indonesia juga menampilkan product placement, salah satunya adalah film Ayat-Ayat Cinta, salah satu film fenomenal yang juga mendapatkan pernghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai film dengan penonton terbanyak dengan jumlah penonton 3,8 juta lebih. Beberapa produk yang tampak dalam film tersebut adalah NU Green Tea, Mie Instan Selera Pedas ABC, Nokia, Apple, dan Mercedes Benz. Keuntungan Menggunakan Product Placement Menurut George A Belch dan Michael E Belch ada sembilan keuntungan pemakaian product placement yaitu:41 1. Exposure. Jumlah penjualan tiket bioskop tiap tahunnya mencapai lebih dari 1,4 milyar tiket. Rata-rata film diperkirakan memiliki life spam selama tiga setengah tahun, dengan penonton mencapai 75 juta orang, dan sebagian besar penggemar film adalah audience yang sangat serius ketika menonton. Ketika hal tersebut dikombinasikan dengan meningkatnya rental film dan TV kabel, potensi tereksposnya suatu produk yang ditempatkan dalam sebuah film menjadi sangat besar. Terlebih lagi bentuk exposure ini terbebas dari zapping, setidaknya di bioskop. 40 http://moviegasm.wordpress.com/2009/12/06/all-about-product-placement/. Diakses pada tanggal 2 Desember 2010 Pukul 16:32 WIB 41 Belch, G. E., & Belch, M. A. (2004). Advertising and promotion: An integrated marketing communications perspective (6th ed.) New York, NY: McGraw-Hill 20 2. Frequency. Tergantung pada bagaimana suatu produk digunakan dalam sebuah film atau program televisi, besar kemungkinan terjadinya exposure yang berulang-ulang bagi mereka yang suka menonton sebuah program atau film lebih dari sekali. 3. Support for either media. Bagi klien yang menempatkan produknya pada suatu film, telah menjadi suatu tren untuk mempromosikan produk dan film tersebut secara bersama-sama dalam berbagai media. Dengan demikian ikatan antara produk dan film akan saling memperkuat upaya promosi satu sama lain dan makin diperkuat dengan adanya iklan. 4. Source association. Ketika konsumen melihat kesukaan selebriti menggunakan suatu brand tertentu, asosiasi yang terbentuk dapat memacu terciptanya product image yang diinginkan bahkan hingga sampai ke penjualan. 5. Cost. Biaya penggunaan medium ini sangat beragam, mulai dari gratis hingga kurang lebih 80 milyar rupiah per produk. Namun dengan biaya termahal sekalipun perusahaan pengiklan masih tetap mengalami keuntungan, dengan tingginya tingkat exposure yang dihasilkan. 6. Recall. Sejumlah lembaga telah melakukan pengukuran recall product placement terhadap audience di hari berikutnya dengan rata-rata 38 persen audiencenya masih ingat akan brand tersebut. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa penampilan placement yang baik menghasilkan recall yang kuat 7. Bypassing regulations. Di amerika serikat dan beberapa negara lain, beberapa produk tidak diijinkan untuk beriklan di televisi atau terhadap segmen pasar tertentu. Namun melalui product placement industri minuman keras dan rokok masih dapat menampilkan produknya. 8. Acceptance. Sebuah penelitian mengindikasikan bahwa penonton dapat menerima product placement dan secara umum menilai mereka positif, walaupun untuk beberapa produk seperti alkohol, senjata api, dan rokok kurang dapat diterima. 9. Targeting. Isi atau produk yang ditempatkan dalam suatu product placement dapat secara efektif menjangkau konsumen potensial tertentu yang memiliki minat yang tinggi pada suatu subjek tertentu (misalnya fashion, sepakbola). 21 Menurut Entertainment Resources and Marketing Association (ERMA), product placement memiliki enam keunggulan utama yaitu:42 1. No mute Button. Tidak seperti iklan televisi yang tampil diantara suatu program tertentu, product placement berada dalam film itu sendiri, dan perhatian audience tertuju pada pokok tersebut tanpa adanya pengaruh untuk membeli. 2. Implied Endorsement. Penerapan product placement menjadi endorsement gratis yang dialami suatu brand dari bintang film atau televisi ataupun dari program yang menggunakan brand. 3. Low Cost. Biaya menggunakan product placement pada dasarnya relatif lebih rendah dibandingkan dengan bentuk kegiatan above atau below the line lainnya. Cost per thousand product placement terhadap iklan televisi ataupun iklan cetak adalah seperti sen berbanding dollar. 4. Less Obtrustive. Tidak seperti iklan, product placement tidak mengganggu jalannya cerita atau isi dari suatu program. 5. High Profile. Kampanye pemasaran sering kali mempromosikan suatu acara sehingga dapat meraih perhatian penonton sebelum acara tersebut diluncurkan. Tingkat perhatian yang dimiliki penonton terhadap acara tersebut pada akhirnya akan beralih kepada brand yang tampil pada acara tersebut. 6. Far Reach (life and global). Besarnya tingkat pencapaian yang dialami product placement dipengaruhi oleh terus berkembangnya distribusi film dan program televisi secara global. Saat ini suatu film atau program televisi yang diciptakan di suatu negara sudah dapat disaksikan di belahan dunia lainnya. Bahkan untuk film siklusnya dapat menjadi sangat panjang, suatu film yang bagus akan terus diulang-ulang bahkan hingga puluhan tahun. Beberapa keuntungan lain menggunakan product placement adalah: 1. Mengurangi biaya produksi film. Studio yang menerapkan produk palcement dapat memotong biaya properti karena tanpa product placement, pihak studio harus membeli atau menyewa produk-produk (properti) tersebut. 43 42 Terry, Mark. 2001. When Is A Prp Not A Prop : The Advantage of Product placement, Sport Marketing, (september 17), 14. 43 DeLorme, Denise E., and Leonard N. Reid (1999), “Moviegoers’ Experiences and Interpretations of Brands in Films Revisited,” Journal of Advertising 22 2. Agar suatu acara dapat terlihat nyata, aktor atau aktris perlu menggunakan produkproduk yang digunakan oleh konsumen sehari-hari. Penggunaan produk palsu dalam film akan dapat merusak kenyataan yang coba digambarkan dalam film terebut. Keunggulan product placement dibandingkan iklan televisi Berikut beberapa keunggulan yang menjadi pertimbangan pemasar dalam menggunakan product placement dibandingkan memasang iklan produk melalui media televisi:44 a. Beberapa konsumen merasa bahwa penggunaan nama merek dalam sebuah film merupakan hal yang biasa dan ditujukan untuk membuat film semakin tampak nyata. b. Permirsa dapat melakukan banyak hal di rumah selagi menonton televisi sehingga mengurangi atensi pemirsa dan mengurangi efektivitas pesan yang hendak disampaikan. c. Jika pada film, maka pemirsa memilih sendiri dengan kemauannya untuk menontonnya tanpa paksaan sehingga mereka lebih terbuka terhadap komunikasi merek yang tersedia dalam film yang sedang ditontonnya. d. Fenomena dimana terjadi perubahan kebiasaan dari konsumen untuk mengganti channel pada saat iklan telah mempengaruhi efektivitas media iklan televisi. e. Banyaknya media iklan yang muncul, kesamaan jenis program acara lintas stasiun televisi juga turut berkontribusi dalam penggunaan product placement. f. Keunikan dari product placement adalah proses penyampaian merek dan keselarasannya dalam sebuah cerita, tidak ada persaingan komunikasi dalam media yang sama pada saat bersamaan. g. Hal tersebut diatas dapat meningkatkan brand knowledge, yaitu konsep yang terdiri dari sebuah pemahaman merek dalam pikiran konsumen dari segala macam variasi asosiasi yg mungkin timbul. h. Penelitian membuktikan bahwa pemirsa menyukai penempatan produk karena produk tersebut terlihat nyata dan mendukung karakter pemeran utama, menciptakan nuansa historis dan memberi kesan kehidupan yang nyata dan sehari – hari. i. Bagi pemasar, tersedianya captive audience dengan daya jangkau dibandingkan iklan tradisional merupakan salah satu daya tarik untuk penempatan merek secara natural dan nyata. j. Product placement berbeda dengan penggunaan selebriti sebagi endorser dalam sebuah iklan. Penggunaan selebriti dalam mengendorse produk dan merek dilakukan untuk 44 wartawarga.gunadarma.ac.id/.../analisa-strategi-penempatan-merek-sebagai-bagian-dalam-komunikasi-pemasaranterpadu/ 23 tujuan komersil dimana dilakukan pada pertengahan sebuah acara televisi ataupun diawal pemutaran film layar lebar. Hal tersebut membuat konsumen ”anti ” terhadap iklan televisi sedangkan product placement memberikan kesempatan untuk melibatkan konsumen dalam mengekspose sebuah merek dan produk selama proses natural dari narasi atau adegan dan juga program acara televisi. k. Media tradisional telah gagal dalam memancing atensi dari konsumen dan penggunaan product placement merupakan alat potensial dalam mengubah pola pembelanjaan konsumen. Kekurangan Product Placement George Belch dan Micheal E. Belch menjelaskan beberapa kekurangan product placement yaitu:45 1. High absolute cost. Meningkatnya permintaan akan product palcement akan dibarengi dengan meningkatnya perhatian dari pihak studio untuk melakukan cross-promotion, yang juga menggiring cost menjadi lebih tinggi. 2. Time of exposure. Walaupun produk-produk yang ditampilkan melalui product palcement akan mendapatkan pengaruh yang kuat, namun tidak ada jaminan viewers akan sadar atau perhatian atas kehadiran produk-produk yang ditampilkan. Ketika produk yang ada tidak diperlihatkan secara menyolok, para pengiklan akan menghadapi resiko produk-produknya tidak akan dilihat atau terlihat oleh viewers. 3. Limited appeal. Kesan yang dapat disampaikan menjadi terbatas. Kemungkinan untuk membahas kegunaan atau menyajikan informasi produk secara detail sangat kecil. Fleksibilitas dalam mendemonstrasikan produk kecil karena penggunaan produk yang bersangkutan disesuaikan dengan kegunaan dalam media (program TV atau film). 4. Lack of control. Dalam banyak film, para pengiklan tidak dapat menentukan kapan dan seberapa sering produknya akan ditampilkan. Banyak diantara perusahaan menemukan bahwa placement yang mereka pasang dalam film tidak bekerja seperti yang diharapkan. 5. Public reaction. Banyak penonton televisi dan penggemar film menjadi marah akan ide penempatan suatu iklan dalam suatu program maupun film. Jika placement terlalu mengganggu atau mencolok, akan menimbulkan sikap yang negatif kepada brand dari para penonton maupun penggemar film. 45 Belch, G. E., & Belch, M. A. (2004). Advertising and promotion: An integrated marketing communications perspective (6th ed.) New York, NY: McGraw-Hill 24 6. Competition. Meningkatnya product placement membawa kepada peningkatan kompetisi untuk dapat menempatkan produk melalui placement. Hal ini akan berdampak pada peningkatan demand dan cost product palcement. 7. Negative placement. Beberapa produk dapat tampil dalam suatu adegan film yang tidak disukai oleh audience atau dalam suatu adegan yang dapat menimbulkan suasana hati (mood) menjadi negatif. Misalnya saja suatu produk tampil atau terlibat dalam adegan pembunuhan dalam suatu film, hal ini akan menimbulkan citra negatif pada produk tersebut. 8. Clutter. Perkembangan yang pesat pada product placement berdampak pada membanjirnya jumlah placement dan penggabungan dari beberapa placement menjadi satu dalam suatu program TV atau film. Seperti advertising, terlalu banyaknya placement dan penggabungan akan menimbulkan kekusutan (clutter) dan mengurangi efektifitas dari placement. Bentuk kerjasama agensi iklan dengan produser film46 Dalam penelitiannya Jacoby dan Huuva, juga melihat adanya keterhubungan kepentingan antara dua pihak ini. Keduanya meneliti mengenai hubungan agensi iklan dengan produser film dan menemukan beberapa fakta mengenai keterkaitan hubungan ini. Menurut mereka: Agensi iklan terlibat dalam proses yang sangat awal, mereka menerima naskah film lama sebelum produksi dilakukan. Setelahnya, naskah dipecah-pecah dalam bagian kecil sebagai usaha bagi agensi untuk menemukan tempat yang pas untuk menempatkan produk. Agensi memiliki pengaruh yang lebih besar ketimbang yang dipikirkan. Mereka dapat menghasilkan saran bagaimana membuat film lebih baik. Bagaimanapun juga, ini bergantung pada hubungan baik agensi dengan produsen film. Cara paling kuat dalam mengerjakan penempatan adalah menggunakan produk dalam cerita, atau disebut juga plot placement. Yang mengejutkan, menurut mereka, belum ada penelitian yang menunjukkan efek dari praktik product placement ini. 46 http://aryasandy.wordpress.com/2010/06/11/the-product-not-the-placement/. Diakses pada tanggal 2 desember 2010, pada pukul 16:50 25 Kritik Product Placement Kritik yang bermunculan seiring maraknya penggunaan praktik product placement di dalam film mengerucut pada alasan yang paling utama, bahwa khalayak tidak sadar mengenai adanya maksud persuasif dari penempatan produk. Gupta (2000) menjelaskan kritik ini dengan menyebut bahwa dalam pesan iklan, sponsor dapat dengan mudah diidentifikasi; dengan demikian, khalayak dengan sigap dapat menyadari karakter komersial dari pesan tersebut. Lebih lanjut, khalayak memiliki opsi untuk menghindari iklan dengan mudah (sepertinya memindah channel pada saat iklan). Masalahnya, tidak ada aturan bagi pembuat film untuk mengidentifikasi sponsor penempatan produknya. Sebagai hasilnya, khalayak film menjadi tidak sadar adanya maksud komersial dari penempatan produk.47 Kritik serupa juga disebutkan oleh Cardozo (2008), yang menyatakan bahwa penempatan merek merupakan “stealth advertising” yang menempel pada media iklan dimana khalayak secara esensial tidak sadar.48 Commercial Alert, sebuah organisasi yang didirikan oleh Ralph Nader, berargumen bahwa product placement merupakan penghinaan akan kejujuran. Sebagaimana dijelaskan lebih lanjut,”product placements are inherently deceptive, because many people do not realize that they are, in fact, advertisements.” Karena orang tidak menyadari adanya iklan, Commercial Alert berargumen bahwa orang yang menjadi target iklan berada pada tahap tidak sadar, rileks, dan rapuh. Karrh (1998) kemudian menyebutkan kritik berikutnya mengenai product placement dan proses pembuatan film. Menurutnya, proses pembuatan film pada akhirnya mengalami penderitaan dari praktik ini. Sejak produser sering mengirim naskah ke agensi iklan sebelum mulai pembuatan film, dan mungkin dapat memodifikasi film dalam proses produksi, maka ada kecenderungan bahwa keputusan dasar dari pembuatan film sekarang seringkali dibuat secara tidak langsung oleh pengiklan, yang tidak fokus pada kesatuan narasi film tetapi hanya pada kemungkinan bagaimana produknya bisa terlihat dalam film. Ini bisa jadi merupakan landasan bagaimana film-film yang berkualitas pada akhirnya terlihat kurang karena product placement. Film-film macam Alangkah Lucunya Negeri Ini jadi kurang karena Sozziz menjadi bintang juga dalam film tersebut. Atau dalam film Perempuan Berkalung Sorban yang tiba-tiba secara mencolok tokoh utamanya melenggang dengan motor Yamaha Mio berwarna merah terang. Atau dalam film Pintu Terlarang ketika tokoh utama, Gambir, 47 Gupta, P. B. & Gould S. J. (1997). “Consumers perceptions of the ethics and acceptability of product placements in movies: Product category and Individual differences.” Journal of current issues and research in advertising, Vol. 19, Issue 1, p. 37-50. 48 Cardozo, Benjamin N. 2008. “Product Placement In The United States: A Revolution In Need Of Regulation” dalam Cardozo Arts & Entertainment Law Journal. Barnard College: Columbia University. 26 berusaha memecahkan clue misteri dari selebaran yang tertempel di sebuah tugu, secara tidak langsung kita bisa melihat tempelan poster iklan produk seluler Three (3) di sekitar setting tempat. Atau juga sepertinya yang saya sebutkan di awal, sepatu Converse Vintage 2004 yang sekaligus melekat sebagai bagian identifikasi karakter Spooner yang diperankan oleh Will Smith. Kritik yang berikutnya merupakan turunan pertama dari kritik pertama, product placement sebagai bentuk praktik penipuan akan membuat terjadinya perubahan dalam perilaku pembelian dan mendorong konsumtivisme. Namun, kritik ini mendapat bantahan dari Delorme dan Reid (1999). Menurut mereka, kritik mengenai khalayak yang tidak sadar dan mengalami perubahan perilaku pembelian karena product placement didasari oleh pemahaman bahwa khalayak bersikap pasif dalam melihat kemunculan simbol-simbol merek di dalam isi film. Penelitian yang dilakukan keduanya justru menunjukkan kebalikannya, khalayak adalah interpreter yang aktif. Mereka tidak secara seragam terpengaruh oleh penempatan produk, melainkan lebih karena faktor-faktor penting yang menyebabkan efek pembelian langsung (sepert rasa perlu/butuh, self-image, pengalaman masa lalu, konteks, dan demografi) dan mereka sangat sadar mengenai maksud persuasif dari product placement, sebuah kondisi yang mendorong mereka bersikap skeptis dan resisten terhadap usaha-usaha persuasif. Moviegoers bisa jadi mengizinkan diri mereka sendiri untuk melakukan pembelian di dalam situasi pembelian tertentu, dan untuk beragam alasan, tetapi mereka tidak tertipu untuk buru-buru membeli semua yang mereka lihat di film.49 Masalahnya, bagaimana jika khalayaknya adalah anak-anak? Hudson (2008) menyatakan perlu ada perhatian bersama mengenai hal ini sejak dalam hal ini ada dua poin penting mengapa anak-anak patut dilindungi. Pertama, anak-anak belum mengembangkan sensitivitasnya pada jenis promosi ini dan kedua, mereka lebih mudah terpengaruh dari pada orang dewasa. Mudahnya anak-anak terpengaruh karena mereka tidak dapat membedakan mana yang promosi dan mana yang konten film. Tanpa pernah sadar akan terpaan pesan komersial pada dirinya, anak-anak telah terpengaruh dengan terpaan ini. Praktik ini kemudian akan mempengaruhi hubungan antara orang tua dan anak mereka. Dengan menyusup dari pengawasan orang tua, industri dapat memicu keinginan anak akan barang-barang yang tidak akan dipilih oleh orangtua dan mungkin secara aktif akan ditolak, seperti junk food, alkohol, rokok, dan perjudian. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa penempatan rokok dalam film 49 DeLorme , Denise E. and Leonard N. Reid. “Moviegoers’ Experiences and Interpretations of Brands in Films Revisited Source”: Journal of Advertising, Vol. 28, No. 2 (Summer, 1999), pp. 71-95 Published by: M.E. Sharpe, Inc. 27 secara signifikan telah meningkatkan resiko untuk merokok pada masa depan dikalangan remaja yang tidak pernah merokok. Dalam penelitiannya tersebut, Hudson (2008) menemukan bahwa penempatan rokok dan alkohol dalam film dan program anak dianggap tidak etis oleh orang tua. Menarik pula dengan ditemukan fakta bahwa penempatan soda dan fastfood juga dianggap tidak etis.50 Product Placement dan Ethical Approach Telah disebut di atas, beberapa kritikus menyatakan bahwa product placement termasuk dalam stealth advertising. Kaikati (2004) menyatakan bahwa tujuan utama dari stealth marketing adalah untuk mendapatkan orang yang tepat untuk berbicara mengenai produk atau jasa tanpa menunjukkan bahwa tindakan itu disponsori oleh perusahaan. Dalam kata lain, metode ini berusaha untuk mendapatkan orang yang berpengaruh yang cukup tertarik terhadap sebuah produk dan mereka akan menggunakan serta mendiskusikannya dengan orang lain. Dalam prakteknya, metode ini berusaha mencapai tujuannya tanpa membiarkan orang mengetahui bahwa mereka sedang menjadi target. Ini yang menjadi permasalahan etis, karena metode ini didesain untuk menipu orang agar memperhatikan iklan.51 Secara sederhana, kritik terhadap ketidaketisan product placement mengerucut pada dua hal: (1) pemasukan iklan telah mengaburkan batasan antara hiburan dan elemen komersial sehingga khalayak tidak sadar mengenai adanya maksud persuasif dari penempatan produk dan (2) adanya kepentingan ekonomi yang menimbulkan kekhawatiran bahwa product palcement dapat mengganggu narasi film dengan menfokuskan pada produk itu sendiri, yang dikhawatirkan tentu saja perusahaan kemudian dapat mengatur naskah cerita atau konten yang tidak konsisten dengan adegan dimana produk dipromosikan. Dalam pandangan teleologis, ukuran etis dan tidak etis dari sebuah tindakan ditentukan dari konsekuensi yang ditimbulkannya. Bagaimanapun, perspektif utilitarian ini menyediakan penyederhanaan yang besar terhadap isu ini. Berdasarkan prinsip ini, metode product placement bisa jadi tidak cukup efektif untuk mempengaruhi konsumen. Iklan bisa jadi akan menginvasi aspek pribadi dari hidup kita ketika kita melihatnya di dalam film, tetapi jika ia tidak menghasilkan efek yang berarti, maka ia tidak bisa disebut berbahaya. Pihak Converse mungkin menghabiskan jutaan dolar untuk memastikan bahwa Will Smith 50 Hudson, Simon, David hudson, dan John Peloza. “Meet the Parents: A Parents’s Perspective on Product Placement in Children’s Films” dalam Journal of Business Ethics (2008) 80:289–304 51 Kaikati, Andrew and J. Kaikati. “Stealth Marketing: How to Reach Consumers Surreptitiously,”. California Management Review (Summer 2004).Vol. 46, No. 4, p. 6-22. 28 akan mengatakan betapa ia mengagumi dan menyukai produk sepatunya yang bertitel “the art of vintage” dalam I, Robot, tapi bila kemudian gagal untuk mendorong keputusan pembelian, maka tidak ada yang perlu diperdebatkan. Hasil ini pun sebenarnya sudah ditunjukkan dari berbagai penelitian bahwa kritik semacam ini bisa jadi tidak terbukti karena khalayak film bersikap aktif dan memiliki pertimbangan yang rasional dalam memutuskan pembelian dan tidak terburu-buru untuk membeli semua barang yang muncul di dalam film. Maka dalam perkspektif ini, selama product placement tidak memunculkan konsekuensi yang negatif terhadap khalayak, ia masih bisa disebut etis. Dalam perkspektif deontologis, ketimbang berfokus pada konsekuensi (padahal, kesalahan mungkin saja menghasilkan hasil yang baik), perspektif ini lebih menekankan komitmen pada prinsip-prinsip yang agen moral dapat melihatnya diaplikasikan secara universal, begitu juga motifnya. Dengan kata lain, ada hukum moral di setiap masyarakat yang menuntun tindakan tertentu di situasi tertentu pula. Tindakan itulah yang disebut sebagai duty, dan tindakan itu dihormati dan diikuti sebelum orang mengikuti kepentingan pribadinya. Bagaimanapun juga, keadaan dan partisipan yang berbeda akan menuntun pada seperangkan kepercayaan moral yang berbeda. Pada saat itu, situasi yang terpisah ini dapat menghasilkan duty yang saling bertolak belakang. Duty perusahaan Duty ke pemegang saham Duty ke konsumen : memaksimalkan laba : membuat produk berkualitas dengan harga yang adil Duty pembuat film Duty ke perusahaan : memaksimalkan keuntungan dari film, menekan biaya Duty ke khalayak : menciptakan film yang menghibur dan bermutu Duty perusahaan yang menempatkan product placement adalah memaksimalkan laba bagi pemegang saham, salah satu caranya adalah promosi produk lewat film. Sementara pada khalayak ia berkewajiban untuk membuat produk berkualitas dengan harga yang adil bagi khalayak. Maka dalam kerangka ini, perusahaan yang melakukan product placement tidak salah karena memang mereka melakukan kewajibannya guna meraih keuntungan dair penjualan produk dengan film sebagai sarana promosinya. Duty ini tidak akan bertentangan dengan duty pada konsumen apabila perusahaan tidak sekedar beriklan tetapi juga memiliki komitmen dalam produksi barang berkualitas yang memenuhi kebutuhan dan jasa yang bersifat fungsional bagi konsumen dengan harga yang adil. Di sisi lain, duty produser film pada perusahaan adalah memaksimalkan laba dari film dengan biasa yang seminimal mungkin. Usaha memaksimalkan laba ini dilakukan dengan 29 membuat film yang semenarik mungkin bagi khalayak dan product placement dengan kesan realisnya merupakan hal yang menarik bagi khalayak. Selain itu, teknik juga bisa mendorong pemasukan untuk menekan biaya produksi. Sementara duty pada khalayak adalah menciptakan hiburan yang bermutu. Dalam hal ini, film bisa terlihat makin realis dengan adanya produk-produk nyata di dalam film, menimbulkan nuansa kedekatan pada khalayak. Asalkan pemuatan tidak berlebihan sehingga membuat penonton terganggu dengan kemunculan produk-produk dan tidak merubah narasi atau isi film secara substansial dan signifikan, maka tindakan yang dilakukan para pembuat film ini masih dapat dikatakan etis. Sementara pandangan vitue ethic, menantang kita untuk bertindak dengan kejujuran, belas kasihan, dan integritas dalam setiap situasi yang kita hadapi. Faktanya, virtue ethic menyatakan bahwa setiap tindakan yang kita ambil, atau tidak kita ambil, seharusnya membantu dalam pengembangan rasa kemanusiaan kita secara menyeluruh. Dalam keranghka ini perdebatan bisa banyak muncul mengenai kebenaran product placement. Banyak kritikus menilai bahwa praktik ini penuh dengan penipuan karena telah mengaburkan batasan antara hiburan dan elemen komersial sehingga khalayak tidak sadar mengenai adanya maksud persuasif dari penempatan produk. Disini kita perlu membedakan mana yang persuasi dan mana yang manipulasi yang menunjukkan ketidakjujuran. Dalam persuasi, orang yang melakukannya dengan lantang menyatakan argumen dan alasan. Orang yang dipersuasi akan sangat sadar mengenai logika alasan dan bukti yang ditunjukkan serta memiliki pilihan untuk menerima atau menolak dari argumen tersebut berdasarakan penaksiran yang berimbang. Sedangkan dalam manipulasi, persuasi bersifat diam-diam dan subliminal. Orang yang dipengaruhi tidak sadar dan kebebasannya dalam memilih dilanggar. Dalam definisi ini, product placement lebih tepat disebut manipulasi ketimbang persuasi. Aktor atau aktrisnya tidak secara eksplisit menyokong produk. Alih-alih, aktor/aktris dan produk ditunjukkan dari masing-masing sisi. Melalui pengkondisian klasik ini, hubungan antara produk dan pemeran kemudian terbangun. Sampai pada langkah ini, product placement bisa dikatakan tidak etis. 30 Contoh-contoh Product Placement dalam Film James Bond, Casino Royale (Auditory Dimention) Pada film James Bond dalam sekuel Casino Royale pada scene pertemuan pertama Bond dengan Vesper Lynd di kereta. Ada dialog dimana Vesper Lynd bertanya tentang jam tangan yang dipake James Bond: “Rolex?” tanya Vesper Lynd, lalu dengan segaris senyum, Bond menjawab: “Omega!”. Jelas sekali ada comparative ads secara langsung disana. Transporter (Plot Connection Dimention (PCD)) Film Transporter juga bisa jadi contoh dimana mobil Audi yang bela-belain masuk pada sekuel Transporter 2 dan 3 menggantikan BMW di Transporter pada edisi perdana cuman untuk merebut awarness para maniak Transporter I, Robot (Auditory Dimention) Adegan sepatu Converse Vintage 2004 yang melekat pada diri Detektif Spooner (Will Smith) dalam film I, Robot (2004). Tidak sekedar berada pada tataran screen placement, produk ini juga muncul berulangkali dalam perbincangan atau dialog antar tokoh. Pertama kali, adegan ini terlihat di awal film ketika Spooner akan berangkat bekerja. Selesai mandi 31 dan pamer otot ke khalayak, ia membuka sebuah bungkusan warna hitam. Mebukanya dengan pasti dan munculah produk sepatu ini sembari ditimpali frase “the art of vintage”. Beberapa detik kemudian sepatu ini disorot dengan menonjol dalam adegan memakai sepatu. Pembicaraan tentang sepatu juga muncul ketika Spooner datang ke rumah neneknya. Neneknya pun bertanya,”What’s in your foot?” Dan lagi-lagi bisa ditebak, Spooner menjelaskan itu adalah Converse Vintage Ini kembali muncul dalam adegan Spooner dengan kepala detektif di bar, di akhir adegan ketika Spooner beranjak pergi, kepala detektif berkata,”Hey Spooner, that’s nice..”, sambil arah pandang melirik ke kaki Spooner. Lihatlah bagaimana setelah adegan perkelahian Spooner dengan ratusan robot di dalam terowongan yang mengakibatkannya luka parah, ia lebih memilih meratapi sepatu Converse-nya yang rusak. I Am Sam (Plot Connection Dimention (PCD)) I Am Sam lekat dengan gambaran Starbuck Coffee yang menjadi bagian dari keseharian dan tempat kerja tokoh utama. 32 E.T (The Extra-Terrestrial) (Plot Connection Dimention (PCD)) Steven Spielberg menempatkan permen cokelat Reese’s Pieces sebagai permen yang digunakan Elliot untuk membujuk ET dalam film E.T (The Extra-Terrestrial) tahun 1982. Setelah film tersebut dirilis, faktanya penjualan Reese’s Pieces meningkatkan sebesar 65%! The Devil Wears Prada (Plot Connection Dimention (PCD)) Contoh film lain adalah The Devil Wears Prada, atau Sex N the City. Semua merk premium bertebaran di sana. Bagi cowok, pasti tidak ada yang memperhatikan atau peduli dengan semua atribut yang dipakai bintang filmnya. Tetapi bagi fashionista, yang memang menjadi specific targetnya, beberapa detik tsb pun tidak akan luput dari perhatian dan masuk ke memori mereka. 33 2 Fast 2 Furious (Plot Connection Dimention (PCD)) Evolution (Auditory Dimention) Contoh paling ajaib, film Evolution. Ceritanya tokoh yang diperankan David Duchovny harus menumpas alien yang ternyata hanya musnah jika disiram memakai shampo Head and Shoulders. Dan di akhir film, ketiga pemeran utamanya membuat iklat spot... 'Membasmi alien memang melelahkan, tapi kami selalu menjaga kesehatan rambut kami dengan Head and Shoulders. Sex And The City 2 (Plot Connection Dimention (PCD)) "Film Sex And The City 2 adalah sekuel dari Sex And The City. Film tersebut akan dirilis 2 Juni mendatang. Dengan menggandeng HP, Mercedes Benz dan Skyy Vodka, semakin menegaskan tren gaya hidup inspirasional yang kini ditawarkan Carrie dan para sahabatnya dalam film Sex And The City 2," ujar Lasti Abidin, Theatrical Sales and Marketing Manager, PT. Satrya Perkasa Esthetika Film. Produk minuman buatan SKYY Spirits ini tidak hanya menjadi the official vodka untuk film SEX AND THE CITY 2, tetapi juga sebuah minuman limited edition rancangan Patricia Field yang mencitrakan kesan wanita glamour layaknya karakter-karakter di SEX AND THE CITY 2. Strategi yang dipilih oleh SKYY Spirits ini berhasil tidak semata-mata hanya karena brand recognition mereka yang semakin luas, tetapi juga mengukuhkan brand value dan brand positioning produk SKYY Vodka. 34 Transformers (Plot Connection Dimention (PCD)) Jika tak hati-hati, penempatan produk yang salah bisa jadi harus dibayar mahal oleh si pengiklan. I'm talking about TRANSFORMERS. Seperti yang sudah kita semua ketahui, General Motors (GM) merogoh kocek US$3 juta agar mobil-mobil mereka ditransformasi menjadi robot dan jadi populer di seluruh dunia. Yang tidak kita tahu adalah, bahwa keputusan GM untuk menjelek-jelekkan Ford Mustang dengan memasangnya sebagai mobil kamuflase robot jahat 'Barricade' menjadi bumerang. Ya, pesaing terbesar Chevrolet Camaro ('Bumblebee') yang sejatinya ditargetkan untuk populer di pasaran itu, kalah telak oleh Ford Mustang ('Barricade'). Saking populernya, di tahun 2007 di Amerika, banyak para pria yang datang ke dealer mobil dan meminta 'Mobil polisi warna hitam yang mencoba membunuh Shia LaBeouf itu'. 35 Banyu Biru (Plot Connection Dimention (PCD)) Era kebangkitan film nasional di awal tahun 2000-an ternyata juga merupakan awal dari kembali maraknya product placement di dunia perfilman tanah air. Para produsen kembali melirik media film dan film Banyu Biru tergolong film yang berhasil menggaet pengiklan. Maklum saja, setting adegan di Banyu Biro menampilkan sang pemeran utama yang bekerja di sebuah hypermart. Asal tahu saja, produk-produk yang nampak di film itu tidak tampil secara gratis. 36 Janji Joni (Plot Connection Dimention (PCD)) Ada baiknya, kita berkaca pada film Janji Joni (2005). Di dalam film ini, karakter Joni menggunakan t-shirt dan sepatu keds merk Converse sepanjang film. Alexandria (Visual Dimention) Saat melewati ruang rapat, Dhira mendadak dipanggil masuk ruangan rapat. Di sana ia diperkenalkan kepada Bagas, freelance art director nan ganteng yang akan membantu biro iklan tempat Dhira bekerja. Di ruangan rapat itu, secara menyolok terpasang 2 poster besar rokok A Mild dengan slogan terkenal "Tanya Kenapa. Cuplikan tadi diambil dari film Alexandria yang sempat hits tahun lalu. Di film yang sama, bertebaran produk rokok A Mild mulai dari orang merokok, asbak, sampai poster tadi. Di film ini, logo A Mild muncul 9 kali lengkap dengan slogannya ’Tanya Kenapa?’. 37 D’Bijis (visual dimension) Film D’Bijis, yang pada beberapa scene secara gamblang memperlihatkan beberapa produk seperti Class Mild atau Gery Chocolate sebagai latar pada beberapa scene. 38