BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Sebuah iklan yang baik

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sebuah iklan yang baik adalah iklan yang secara efektif dan efisien dapat langsung
mengkomunikasikan pesan iklan sehingga komunikan pun mengerti maksud dari iklan
tersebut. Selanjutnya, pesan yang tersirat pada iklan tersebut akan cenderung menempel pada
benak komunikan. Pesan yang biasanya berupa ajakan untuk mengkonsumsi suatu produk
tertentu itu pun harus mengalami repetisi agar dapat betul-betul menancap pada benak
komunikan. Setelah tercapai brand awareness yang cukup tinggi terhadap produk yang
diiklankan, maka komunikan akan cenderung mencoba untuk mengkonsumsi produk
tersebut. Dan bukan tidak mungkin, ia akan menjadi konsumen yang loyal apabila produk
yang dikonsumsinya tersebut cocok untuknya. Oleh karena itu iklan adalah salah satu sarana
promosi yang cukup efektif untuk meningkatkan brand awareness dan tingkat penjualan suatu
produk.
Belch mendefinisikan promosi sebagai koordinasi dari seluruh upaya yang dilakukan
oleh seller untuk dapat menciptakan channels informasi dan persuasi dengan tujuan untuk
menjual barang dan jasa atau mempromosikan suatu ide.1 Dan alat dasar yang dapat
digunakan untuk melakukan hal tersebut salah satunya adalah dengan yang kita kenal sebagai
promotional mix. Setiap elemen dari promotional mix dilihat sebagai suatu tools dari
integrated marketing communications yang memainkan perannya masing-masing di dalam
suatu program IMC.
Fenomena dewasa ini menunjukkan konsumen terlalu banyak disuguhi iklan. Seperti
terlihat dari berbagai teknik periklanan televisi dengan tingkat eksposur, iklan memberikan
image tersendiri bagi konsumen, sehingga menumbuhkan sikap terhadap iklan, merek, dan
lain-lain. Sikap terhadap iklan mempengaruhi sikap terhadap merek yang kemudian
mempengaruhi pilihan merek. Pembentuk sikap terhadap merek menurut Belch and Belch
dipengaruhi secara langsung oleh persepsi konsumen terhadap produk atau pesan. 2 Sikap
1
Belch, G. E., & Belch, M. A. (2009). Advertising and promotion: An integrated marketing communications perspective
(8th ed.) New York, NY: McGraw-Hill, Irwin
2 Belch, G. E., & Belch, M. A. (2004). Advertising and promotion: An integrated marketing communications perspective
(6th ed.) New York, NY: McGraw-Hill, Irwin. Hal.158
1
terhadap merek yaitu merupakan pernyaataan mental yang menilai positi atau negatif, bagus
atau tidak, suka atau tidak suka suatu produk.3
Namun tayangan iklan ketika menonton sinetron di televisi menimbulkan rasa skeptis
pada iklan sehingga membuat pemirsa enggan melihat iklan tersebut dan mengganti saluran
televisi. Guna menghindari hal ini, dikembangkanlah Strategi Blurred Communication, yaitu
penggabungan pesan komersial dengan aktivitas kultural. Salah satu bentuknya adalah
product placement. Menurut Solomon product placement merupakan kegiatan menyisipkan
produk dengan merek tertentu dengan film, guna memindahkan konteks dan mood pemirsa
yang terkait dengan film pada merek yang disisipkan.4
Banyak konsumen atau audience yang tidak terlalu menyukai iklan atau menghindari
iklan. Ini dapat dibuktikan berdasarkan sebuah survey yang dilakukan oleh LOWE (sebuah
lembaga penelitian) Indonesia yang menunjukkan bahwa sebanyak 53% pemirsa televisi di
Indonesia mengganti saluran begitu televisi memasuki tayangan iklan. 5 Situasi ini sangat
tidak diharapkan oleh perusahaan-perusahaan pengiklan yang selama ini mengandalkan iklan
televisi untuk mempromosikan produknya. Ini dapat mengakibatkan berkurangnya minat dan
kesadaran konsumen atas merek. Oleh karena itu perusahaan pengiklan mulai melirik caracara lain dalam mempromosikan produknya di luar iklan televisi tradisional, salah satunya
adalah melalui product placement.
Product placement merupakan suatu strategi yang dilakukan oleh banyak perusahaan
pengiklan untuk menampilkan produknya dengan kesan bahwa keberadaan produk tersebut
seolah-olah menjadi bagian dari cerita film dan acara televisi.6 Pengertian lain product
placement adalah sebuah aktivitas komunikasi pemasaran dengan mempromosikan sebuah
merek melalui film, program-program TV, dan berbagai media entertainment lainnya. Tujuan
dari product placement ini adalah untuk menangkap exposure para penonton sehingga merek
tersebut secara sengaja mendapatkan perhatian dari penontonnya. Product placement tersebut
terjadi karena adanya permasalahan yang dihadapi iklan tersebut, salah satu alasannya adalah
product placement mampu mengatasi zipping (audience mempercepat bagian iklan ketika
3Assael
H. 2001. Consumers Behavior and Marketing Action, Edisi 3, Kent Publishing Company, Boston Massachusset, AS.
Hal. 82
4 http://shelmi.wordpress.com/2009/07/18/product-placement-dan-iklan/ Diakses tanggal 22 November 2010 pukul 13.50
WIB
5 www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2005/03/03/brk,20050303-30,id.html.Diakses tanggal 22 November 2010 pukul 13.58
WIB
6 Belch, G. E., & Belch, M. A. (2004). Advertising and promotion: An integrated marketing communications perspective
(6th ed.) New York, NY: McGraw-Hill, Irwin. Hal.450
2
menyaksikan tayangan ulang film atau acara televisi dalam rekaman video) dan zapping
(audience mengganti saluran televisi untuk menghindari iklan).7
Product placement bukan suatu hal yang asing lagi dalam dunia pemasaran. Product
placement kini telah tersebar dan muncul hampir di setiap film dan program televisi. Product
placement memberi pemasar cara-cara alternatif untuk mengekpos merek produknya melalui
suatu medium untuk menerimanya. Oleh karena itu, kini semakin banyak perusahaan yang
mengiklankan produknya melalui product placement, karena pesan yang ingin disampaikan
lebih efektif dan langsung mengenai target audience yang diharapkan.8 Secara umum konsep
ini hampir disebut mirip dengan strategi sponsorship, namun hal yang membedakan adalah
bahwa keberadaan product placement tidak menyebutkan kata ‘sponsor’ dalam tampilan film
atau acara televisi yang diikutinya, karena tampil sebagai bagian dari acara televisi tersebut.
Tingginya kegiatan product placement dalam komunikasi merek produk industri
mengindikasikan bahwa pengiklan menggunakan teknik di dalam mempengaruhi sikap
konsumen terhadap sebuah merek.9
Di Indonesia sendiri, perkembangan product placement sudah semakin sering terlihat.
Misalnya saja pada program reality show Cinta Lama Bersemi Kembali (SCTV)
yang
menampilkan penggnaan produk permen Relaxa oleh para pengisi acaranya. Begitu juga pada
tayangan sinetron religi-komedi Para Pencari Tuhan (SCTV) dimana terlihat banyak produk
yang sengaja dipertontonkan secara jelas di dalamnya, seperti produk minuman sirup merek
ABC, Oli TOP1 dan Tolak Angin. Selain pada tayangan program televisi, product placement
juga telah merambah duia perfilman di Indonesia. Beberapa film yang menggunakan product
pladcement di dalamnya adalah film Tusuk Jelangkung (yang menampilkan produk Honda,
Samsung, dan Berry Juice), Janji Joni (kaos dan sepatu Converse), Bukan Bintang Biasa
(Citra White Lotion), Alexandria (Rokok A Mild, XL Bebas, Dunkin Donuts, Nokia hingga
Motorola) dan masih banyak film Indonesia lainnya.
Film yang bagus diharapkan mampu merangsang atensi yang tinggi dari audience
yang menonton film tersebut. Atensi yang tinggi terhadap film tersebut diharapkan akan
dapat mendorong awareness yang tinggi terhadap suatu produk yang ditampilkan dalam film.
Film-film yang sukses atau biasa kita sebut sebagai film Box Office biasanya memiliki
7
Hill, McGraw dan Irwin. 2007. Consumer Behavior: Building Marketing Strategy. Tenth edition. New York: The McGrawHill Companies, Inc. Hal. 284
8 Hill, McGraw dan Irwin. 2007. Consumer Behavior: Building Marketing Strategy. Tenth edition. New York: The McGrawHill Companies, Inc. Hal. 286
9Avery Rosemary J dan Rosellina Ferraro. 2000. “Verisimilitude or Advertising? Brand Appearances on Prime Time
Television”, Journal of Consumer Affairs, 34(2), 217-244.
3
lifespan yang sangat lama, mulai dari pemutaran film di bioskop, beredarnya video (VCD
atau DVD) film tersebut hingga pemutarannya di televisi yang dapat terjadi berulang-ulang
kali. Hal tersebut membuat produk-produk yang terdapat di dalamnya (product placement)
dapat terlihat oleh audience dalam jumlah yang cukup besar dan lebih dari sekali terjadi
pengulangan, sehingga exposure yang dihasilkan akan sangat besar dan diharapkan memiliki
efektifitas yang cukup besar pula dalam menimbulkan awareness akan suatu produk maupun
merek (brand).
Perkembangan film di Indonesia sendiri begitu cepat. Terlihat dari banyaknya film
yang diproduksi. Jumlah film yang diproduksi tahun 2007 sebanyak 78 judul film, meningkat
129 persen dibanding tahun 2006 yang hanya berjumlah 34 judul film.10 Pada tahun 2008
jumlah judul film meningkat menjadi 87 judul film dan jumlah produksi mencapai 100 judul
film selama tahun 2009.11
Besarnya potensi perfilman di Indonesia memberikan para insan periklanan peluang
yang besar untuk menjadikan media ini sebagai salah satu strategi dalam berpromosi. Oleh
sebab itu perlunya mempelajari seluk beluk tentang product palcement dalam film agar dapat
mengaplikasiannya secara maksimal.
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan tersebut, maka penulis tertarik
untuk menulis makalah dengan judul Product placement Pada Film Sebagai Salah Satu
Strategi Periklanan.
Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di jelaskan sebelumnya, maka yang menjadi pokok
permasalahan dalam makalah ini adalah:
1. Apakah product placement itu
2. Sejarah product placement
3. Tujuan product placement
4. Media product placement
5. Bentuk-bentuk product placement
6. Implementasi Strategi Product placement Melalui Media Film
7. Product Placement dalam Perfilman Hollywood
8. Product placement dalam Perfilman Indonesia
10
http://asiaaudiovisualra09yogapratomo69.wordpress.com/page/3/. Diakses tanggal 22 November 2010 pukul 14.25 WIB
http://www.bbc.co.uk/indonesia/laporan_khusus/2010/01/100124_creative4.shtml. Diakses tanggal 22 November 2010
pukul 14.24 WIB
11
4
9. Keuntungan menggunakan product placement
10. Keunggulan product placement dibandingkan iklan televisi
11. Kekurangan product palcement
12. Bentuk kerjasama agensi iklan dengan produser film
13. Contoh-contoh product placement dalam Film
14. Kritik terhadap product placement dalam Film
15. Product Placement dan Ethical Approach
5
BAB II
LANDASAN TEORITIS
Pengertian Pemasaran
Ada beberapa definisi mengenai pemasaran diantaranya adalah:12
a. Philip Kotler (Marketing) pemasaran adalah kegiatan manusia yang diarahkan untuk
memenuhi kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran.
b. Menurut Philip Kotler dan Amstrong pemasaran adalah sebagai suatu proses sosial dan
managerial yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka
butuhkan dan inginkan lewat penciptaan dan pertukaran timbal balik produk dan nilai
dengan orang lain.
c. Pemasaran adalah suatu sistem total dari kegiatan bisnis yang dirancang untuk
merencanakan, menentukan harga, promosi dan mendistribusikan barang- barang yang
dapat memuaskan keinginan dan mencapai pasar sasaran serta tujuan perusahaan.
d. Menurut W Stanton pemasaran adalah sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang
ditujukan
untuk
merencanakan,
menentukan
harga,
mempromosikan
dan
mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan pembeli maupun
pembeli potensial.
Elemen Komunikasi Pemasaran
Ada enam elemen dasar dalam komunikasi pemasaran yaitu advertising, direct
marketing, interactive/internet marketing, public relations, sales promotion, dan personal
selling.
1. Advertising
Advertising atau iklan adalah segala bentuk penyampaian pesan secara komersil. Ada
beberapa bentuk dari iklan yaitu:
a. Ambient advertising
Pesan – pesan yang dipasang dalam bentuk – bentuk tertentu dalam lingkungan
kehidupan masyarakat.
Contoh: pesan iklan dalam tiket bis, nota pembayaran, dsb.
b. Press advertising
Pesan iklan yang tampil pada media cetak.
12
http://majidbsz.wordpress.com/2008/06/30/pengertian-konsep-definisi-pemasaran/. Diakses tanggal 22 November 2010
pukul 15.18 WIB
6
c. TV advertising
Pesan iklan yang tampil pada sela – sela jeda program siaran televisi.
d. Radio advertising
Pesan iklan yang tampil pada sela – sela jeda program siaran radio.
e. Outdoor advertising
Pesan iklan di ruang terbuka seperti billboard, halte bis, dsb.
f. Transport advertising (inside and outside)
Pesan iklan pada alat dan sarana transportasi umum baik di dalam ruang maupun
diluar transportasi umum.
Contoh: iklan pada badan bis dan iklan di dalam ruang bis.
2. Direct Marketing
Direct marketing adalah komunikasi yang dilakukan secara direct atau langsung yang
dilakukan oleh suatu organisasi atau perusahaan target costumers untuk selanjutnya
menuju kepada sebuah respond dan atau sebuah transaksi
3. Interactive/internet marketing
Perubahan dan perkembangan teknologi yang sangat pesat membuat marketing
mengalami perubahan yang dahsyat, begitu juga dengan promotion dan advertising.
Perubahan tersebut membawa kepada pertumbuhan komunikasi yang dramatis melalui
media interaktif seperti internet.
4. Public Relations
Public relations atau yang dikenal dengan istilah hubungan masyarakat (humas) adalah
bentuk usaha atau aktivitas yang berkelanjutan dan terencana dengan tujuan untuk
membangun dan mempertahankan niat baik dan pemahaman yang saling menguntungkan
antara pihak perusahan dengan masyarakat.
Fungsi kehumasan digunakan melalui press release yaitu pembeberan cerita atau
informasi yang berkaitan dengan aktivitas, prestasi, dan hal – hal lain dari perusahaan.
Aktivitas ini bermanfaat di dalam membangun, mengembangkan, dan mempertahankan
corporate identity (identitas perusahaan).
5. Sales Promotion
Sales promotion atau promosi penjualan adalah segala macam aktivitas yang didesain
untuk meningkatkan penjualan jangka pendek melalui program – program promosi
penjualan seperti pemberian diskon, sampel produk, dsb.
7
Aktivitas tersebut dapat dilakukan melalui penyelenggaraan suatu event atau pameran
(exhibition) ataupun melalui penawaran telepon (telemarketing dan sales call) dengan
sumber data dari database (database marketing).
6. Personal Selling (Direct Marketing)
Personal selling atau penjualan personal dan penjualan langsung adalah aktivitas
penjualan produk dengan cara tatap muka, melalui telemarketing, ataupun internet kepada
target konsumen spesifik atau tertentu.
Promotional Mix: Sebagai Perangkat dari IMC
Integrated Marketing Communication (IMC) merupakan salah satu bidang pemasaran
yang fokus terhadap salah satu elemen pemasaran, yaitu promosi. Definisi dari IMC sendiri
adalah koordinasi yang melibatkan banyak sekali elemen dari promosi dan aktivitas
pemasaran yang lain yang mengkomunikasikannya terhadap konsumen perusahaan.13
Sedangkan shimp mendefinisikan IMC sebagai proses komunikasi yang mencakup
perencanaan, pnciptaan, integrasi, dan pelaksanaan berbagai format komunikasi pemasaran
(yang terdiri dari periklanan, promosi penjualan, publisitas, events, dll) yang ditujukan
kepada calon konsumen dan target konsumen secara terus-menerus. Tujuan dari IMC sendiri
adalah untuk merubah atau mempengaruhi perilaku dari target konsumen yang dituju oleh
perusahaan.14
Belch mendefinisikan promosi sebagai koordinasi dari seluruh upaya yang dilakukan
oleh seller untuk dapat menciptakan channels informasi dan persuasi dengan tujuan untuk
menjual barang dan jasa atau mempromosikan suatu ide.15 Dan alat dasar yang dapat
digunakan untuk melakukan hal tersebut salah satunya adalah dengan yang kita kenal sebagai
promotional mix. Setiap elemen dari promotional mix dilihat sebagai suatu tools dari
integrated marketing communications yang memainkan perannya masing-masing di dalam
suatu program IMC.
Enam elemen dari promotional mix di atas merupakan alat yang umum digunakan
para marketers untuk berkomunikasi dengan konsumen saat ini dan konsumen potensialnya.
Tetapi beberapa perusahaan juga menggunakan suatu pendekatan audience contact untuk
13
Belch, G. E., & Belch, M. A. (2009). Advertising and promotion: An integrated marketing communications perspective
(8th ed.) New York, NY: McGraw-Hill, Irwin
14 Shimp, T. A. (1997), Advertising, Promotion, and Supplemetal Aspects of Integrated Marketing Communications, 4th
Edition, The Dryden Press.
15 Belch, G. E., & Belch, M. A. (2009). Advertising and promotion: An integrated marketing communications perspective
(8th ed.) New York, NY: McGraw-Hill, Irwin
8
mengembangkan program IMC mereka. Perusahaan-perusahaan tersebut menyadari bahwa
terdapat banyak jalan atau jalur bagi konsumen mereka untuk berkoneksi dengan perusahaan
atau brand mereka. Koneksi atau kontak tersebut dapat terdiri dari berbagai ragam mulai dari
mendengar atau melihat sebuah iklan atau suatu brand pada suatu event yang berkesempatan
untuk menggunakan sebuah brand pada suatu event yang disponsori oleh perusahaan.16
Berikut ini gambaran berbagai jalur bagi konsumen untuk dapat berkoneksi atau berhubungan
dengan perusahaan atau sebuah brand atau suatu produk, dimana yang salah satunya melalui
product placement.
Sales promotion
Word of Mouth
Events and
Sponsorships
Print Media
(newspaper,
magazines)
Broadcast
Media (tv/radio)
Public Relation
Publicity
Target Audience
Internet
Interactive
Direct
Marketing
Out-of-home
Media
Personal selling
Product
placement (tv
and movies)
Point-of-Purchase
(displays, packaging)
Gambar: IMC Audience Contact Tools
Sumber: Belch, George E. dan Belch, Michael A. (2009)
Definisi Iklan
Definisi Iklan menurut Lee and Johnson17 adalah komunikasi komersil dan
nonpersonal tentang sebuah organisasi dan produk-produknya yang ditransmisikan ke suatu
khalayak target melalui media bersifat massal seperti televisi, radio, koran, majalah, direct
mail, reklame luar ruang, kendaraan umum.
Strategi pemasaran banyak berkaitan dengan komunikasi. Periklanan merupakan salah
satu bentuk komunikasi yang dapat memenuhi fungsi komunikasi pemasaran. Periklanan
harus mampu membujuk khalayak ramai agar berperilaku sedemikian rupa sesuai dengan
16
Belch, G. E., & Belch, M. A. (2009). Advertising and promotion: An integrated marketing communications perspective
(8th ed.) New York, NY: McGraw-Hill, Irwin
17 Lee, Monle, Johnson, Carla. (2004)Prinsip-prinsip pokok periklanan dalam perspektif global. Jakarta: Prenda.
9
strategi perusahaan untuk mencetak penjualan dan keuntungan. Secara singkat dapat
dikatakan bahwa iklan merupakan sarana komunikasi yang harus dapat mempengaruhi
pemilihan dan keputusan pembeli18.
Sedangkan definisi periklanan menurut Kasali adalah suatu komunikasi massa dan
harus dibayar untuk menarik kesadaran, menanamkan informasi, mengembangkan sikap, atau
mengharapkan adanya suatu tindakan yang menguntungkan bagi pengiklan.19
Jadi, iklan adalah suatu bentuk komunikasi massa yang digunakan oleh suatu
organisasi yang ditujukan untuk memberikan informasi, mempromosikan keberadaan suatu
produk kepada masyarakat yang diharapkan dapat menarik minat khalayak sasaran untuk
dapat berpikir serta bertindak sesuai dengan keinginan dari pihak pemasang iklan.
Strategi20
Dalam bidang manajemen, definisi mengenai strategi cukup beragam dan bervariasi
dari beberapa ahli dan pengarangnya. Gerry Johnson dan Kevan Scholes (dalam buku
“Exploring Corporate Strategy”) misalnya mendefinisikan strategi sebagai arah dan cakupan
jangka panjang organisasi untuk mendapatkan keunggulan melalui konfigurasi sumber daya
alam dan lingkungan yang berubah untuk mencapai kebutuhan pasar dan memenuhi harapan
pihak yang berkepentingan (stakeholder).
Henry Mintzberg mendefinisikan strategi sebagai 5P, yaitu: strategi sebagai
PERSPECTIF, strategi sebagai POSISI, strategi sebagai PERENCANAAN, strategi sebagai
POLA kegiatan, dan strategi sebagai “PENIPUAN” (Ploy) yaitu muslihat rahasia. Sebagai
Perspektif, di mana strategi dalam membentuk misi, misi menggambarkan perspektif kepada
semua aktivitas. Sebagai Posisi, di mana dicari pilihan untuk bersaing. Sebagai Perencanaan,
dalam hal strategi menentukan tujuan performansi perusahaan. Sebagai Pola kegiatan, di
mana dalam strategi dibentuk suatu pola, yaitu umpan balik dan penyesuaian.
Dari berbagai pengertian dan definisi mengenai strategi, secara umum dapat
didefinisikan bahwa strategi itu adalah rencana tentang serangkaian manuver, yang mencakup
seluruh elemen yang kasat mata maupun yang tak-kasat mata, untuk menjamin keberhasilan
mencapai tujuan.
18
Jefkins, Frank. (1994). Periklanan. Jakarta.Erlangga.
Kasali, Rhenald. (1992). Manajemen Periklanan: Konsep dan aplikasinya di Indonesia. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
20 http://strategika.wordpress.com/2007/06/24/pengertian-strategi/. Diakses pada tanggal 22 November 2010, pada pukul
16:09
19
10
Product placement
George E. Belch dan Michael A. Belch mendefinisikan product placement sebagai “a
form of advertising and promotion in which products are placed in television shows/ or
movies to gain exposure”21. Sedangkan menurut Gupta and Gould, product placement juga
dapat dilakukan melalui video music, program radio, lagu-lagu, video games, teater, novel,
majalah, dan sebagainya.22
Secara gampangnya, product placement adalah sebuah aktivitas komunikasi
pemasaran dengan mempromosikan sebuah merek melalui film, program-program TV, dan
berbagai media entertainment lainnya. Ini muncul karena seringkali iklan TV menjadi tidak
efektif lagi karena sebuah alat canggih bernama “remote control” yang membuat penonton
seringkali memindahkan saluran TV saat dimulainya jeda untuk iklan.23 Dalam berbagai
sumber, product placement merupakan istilah yang sama dengan brand placement dalam
literature pemasaran dan periklanan.
Pengertian lain dari product placement adalah penempatan komersil yang dilakukan
melalui program media tertentu yang ditujukan untuk meningkatkan visibilitas sebuah merek
atau produk dan jasa. Penempatan yang dilakukan secara halus dan merupakan satu kesatuan
dari media yang digunakan sehingga diharapkan visibilitas merek akan terangkat. Tingginya
kegiatan product dalam komunikasi merek produk industri mengindikasikan bahwa pengiklan
menggunakan teknik di dalalm mempengaruhi sikap konsumen terhadap sebuah merek.24
Product placement merupakan suatu strategi yang dilakukan oleh banyak perusahaan
periklanan maupun perusahaan pengiklan untuk menampilkan produknya dengan kesan
bahwa keberadan produk tersebut seolah-olah menjadi bagian dari suatu tayangan. Pada
prakteknya, keberaaan product placement dimana sebuah merek/produk ditampilkan terdapat
beberapa jenis variasi media yang dijadikan medium penempatanya. Strategi product
placement adalah strategi kegiatan penempatan nama merek, produk, kemasan produk,
lambang atau logo tertentu dalam sebuah film, acara televisi ataupun media bergerak lain
untuk meningkatkan ingatan audience akan merek tersebut dan untuk merangsang terciptanya
pembelian. Nilai pasar product placement pada semua media di Amerika sendiri diperkirakan
21
Belch, G. E., & Belch, M. A. (2004). Advertising and promotion: An integrated marketing communications perspective
(6th ed.) New York
22 Grupta, pola B., and Gould, SJ. 1997. “Consumer Perception of The Ethicsand Acceptability of Product Placement in
Movies: Product Category and Individual Differences” Journal of Current Issues and Reaserch in Advertising
23 http://sindhu-strong.com/2009/01/product-placement-efektifkah-sebagai.html
24 Avery Rosemary J and Rosellina Ferraro., “Verisimilitude or Advertising? Brand Appearances on Prime Time
Television”, Journal of Consumer Affairs, 34(2), 217-2444, 2000.
11
bernilai $ 3,5 milyar termasuk kategori barter maupun gratis placement/tidak dikenakan
biaya.25
Secara umum konsep ini hampir disebut mirip dengan strategi sponsorship, namun hal
yang memedakan product placement adalah bahwa keberadaannya tidak menyebutkan kata
‘sponsor’ dalam tampilan film atau acara televisi yang diikutiya karena tampil sebagai bagian
dari acara/tayangan. Pernyataan ini diperkuat oleh Balasubramanian, yang menyatakan
product placement sebagai contoh jelas/menonjol dari hybrid message atau upaya
mempengaruhi audience yang dilakukan dengan biaya tertentu, namun tidak teridentifikasi
sebagai sponsor.26 Dalam berbagai sumber, product placement merupakan istilah yang sama
dengan brand placement dalam literature pemasaran dan periklanan.
Film
Definisi Film Menurut UU 8/1992, film adalah karya cipta seni dan budaya yang
merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas
sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan/atau bahan
hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses
kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat
dipertunjukkan dan/atau ditayangkan dengan sistem Proyeksi mekanik, eletronik, dan/atau
lainnya.27
25
http://www.scribd.com/doc/39714314/Pengaruh-Program-Terhadap-Audience. Diakses pada tanggal 2 Desember 2010,
pada pukul 15:00
26 Balasubramanian, S. K., Karrh, J. A. & Patwardhan, H., 2006, “Audience Response to Product Placement: an Integrative
Framework & Future Research Agenda”. Journal of Advertising, Fall, 35, 3.
27 http://indoinfoblog.blogspot.com/2009/08/definisi-film.html. Diakses pada tanggal 22 November 2010, pada pukul 16:09
12
BAB II
PEMBAHASAN
Sejarah Product Placement
Pelopor dari product placement adalah Lumiere bersaudara. Pada tahun 1980, ketika
film pertamanya dirilis, Lumiere bersaudara menggabungkan Lever Sunlight Soap ke dalam
filmnya karena dilatarbelakangi adanya hubungan bisnis yang kuat dengan lever publistict.28
Walaupun product placement sudah dikenal sejak dahulu dan menjadi bagian dari
entertainment, namun belum menjadi bagian penting dari strategi pemasaran hingga 1980-an.
Pada awalnya, kegiatan ini berbentuk informal dan dimaksudkan untuk menghemat
pengeluaran suatu film dengan melakukan perjanjian barter agar dapat mendapatkan properti
untuk film secara cuma-cuma (DeLomme, 1998).29 Baru kemudian pada pertengahan 1970
konsep tentang penerapan product placement diformulasikan. Pada waktu itulah placement
mulai bisa diterima oleh industri hiburan dan perusahaan-perusahaan di Amerika, dan
perusahaan-perusahaan tersebut mulai membayar untuk dapat menampilkan produknya di
film atau televisi.
Ketertarikan tersebut bermulai pada tahun 1982, ketika Hersey Food Corporation
mencapai kesuksesan dalam menempatkan produknya pada film E.T. (Mosser and Bryant,
2005). Kesuksesan ini dibuktikan dengan penjualan permen Reese Pieces yang meningkat
sebesar 65% setelah tiga bulan film E.T. dirilis30.
Disebabkan oleh kesuksesan E.T. terebut, pada tahun 1983, 20th Century Fox menjadi
pionir Hollywood yang secara terorganisir dan terbuka menawarkan kepada perusahaan
sebuah display yang spesifik untuk menempatkan brand produknya dalam film.31
Tujuan Product Placement
Tujuan digunakannya product placement dalam mempromosikan suatu brand tidak
terlepas dari permasalahan yang dialami oleh iklan televisi saat ini. Format iklan televisi yang
ada saat ini, yaitu muncul di sela-sela suatua acara televisi, dirasakan menggagu kenikmatan
28
http://www.pdftop.com/ebook/product+placement/ Diakses pada tanggal 2 Desember 2010, pada pukul 15:33
Delorme, Denise E. 1998. “ Brand Pacement: A Historical Overview.” American Academy of advertising
30 Hornick, Leigh Am 200. The Evolution of Product Placement: Consumer Awareness and Ethical Considerations, West
Virginia University
31 Hornick, Leigh Am 200. The Evolution of Product Placement: Consumer Awareness and Ethical Considerations, West
Virginia University
29
13
audience yang sedang asyik-asyiknya menonton acara televisi tersebut, karena itu iklan
tersebut cenderung tidak disukai dan dihindari oleh audience televisi.32
Product placement memberi pemasar cara-cara alternative untuk mengekspos
produknya melalui suatu medium dimana audiencenya cenderung mau menerimanya.33
Metode ini dianggap lebih baik karena selain tidak menggangu program televisi yang ada,
keberadaan suatu brand menjadi lebih dapat diterima karena dirasakan merupakan bagian
yang wajar dalam adegan program televisi tersebut.
Seperti halnya metode promosi lainnya, product placement juga bertujuan
mempengaruhi audiencenya. Product placement diterapkan dalam suatu adegan film untuk
menambah kesan nyata film tersebut bagi para penontonnya, namun dari sudut pandang para
praktisi product placement, pengaruh yang ingin ditimbulkan berupa meningkatnya
awareness dan keinginan untuk membeli brand yang ditampilkan tersebut.34
Media Product Placement
Media untuk menerapkan product placement terdiri dari berbagai macam:
1. Film
Menurut d’ Astous dan Chartier, ada tiga alasan mengapa para pemasar ingin
menerapkan product placement di film-film:35
a. Menonton sebuah film menyita perhatian yang tinggi dan melibatkan aktifitas.
Menampilkan product placement dalam sebuah film kepada penonton yang
sangat memperhatikannya dapat menghasilkan brand awareness yang sangat
tinggi.
b. Film-film yang sukses dapat menarik penonton dalam jumlah yang besar.
Belum termasuk pembelian dan penyewaan videonya dan pemutaran di
televisi selama bertahun-tahun setelahnya. Karena itu bila dilihat dari cost per
viewer, product placement dalam sebuah film sangat menguntungkan.
c. Product placement juga merepresentasikan cara mempromosikan sebuah brand
yang alami, tidak agresif, dan tidak persuasive. Audience terekspos terhadap
32
Erdogan, Engin, An On-Demand Advertising Model For Interactive Television, masters Project, Information Design and
Technology, Georgia Institute of Technology, 2004
33 Morton, C. R & Friedman, M. (2002). “I saw it in the movies”: Exploring the link between product placement beliefs and
reported usage behaviour. Journal of current issues and research in advertising , Vol. 24
34 Babin, L. A., and Carder, S.T. 1996. “Viewers’ Recognition of Brand placed Within A Film”, International Journal of
Advertising, 15, 140-151
35 D’ Astous A, Charter F (2000). A study of factors affecting consumer’s evaluations and memory of product placements in
movies. Journal of Current Issues and Research in Advertising. 22(2):31-40.
14
sebuah brand dengan cara yang sealami mungkin, yaitu dengan melihat
bagaimana produk tersebut terlihat, disebutkan, ataupun dipakai oleh sang
aktor atau aktris tanpa adanya bujukan untuk memakai produk tersebut.
2. Program Televisi
Tidak berbeda dengan film, program televisi pun juga menerapkan product placement
dalam program-program seperti, sinetron, talk show, variety show, dan lain-lain.
3. Video Games
Perkembangan dunia video game juga sangat mendukung bagi product placement.
Permainan yang semakin hari semakin tampak nyata dapat digunakan untuk
menempatkan produk nyata dalam permainan tersebut. Kini para penggemar video
game dapat merasakan bagaimana mengemudikan mobil balap merek Ford,
Chevrolet, Nissan, BMW, dan lainnya dalam permainan balapan, juga terekspos pada
berbagai papan iklan di sepanjang lintasan seperti yang ada dibalapan sesungguhnya.
4. Musik
Product placement juga dapat dilakukan melalui media musik. Mulai dari
mensponsori pembuatan sebuah album, hingga menampilkan produk mereka dalam
video clip si penyanyi.
5. Novel
Novel juga menjadi salah satu media product placement yang menjanjikan. Novelnovel yang menyajikan kisah-kisah fiksi pun sering kali menyebutkan produk-produk
tertentu untuk membuat kisahnya semakin nyata.
6. Radio
Seperti halnya televisi, program-program radio juga sarat dengan product placement.
Suatu produk sering kali diakit-kaitkan dengan suatu tema yang sedang dibahas oleh
penyiar.
Bentuk-bentuk product placement
D’ Astous and Seguin membagi bentuk product placement dalam tiga jenis yaitu:36
1. Implicit product Placement
Jenis dari product placment dimana sebuah merek/produk/perusahaan tampil dalam
sebuah film atau program tanpa disebutkan secara formal. Sifat product placement ini
d'Astous., Alain; Seguin, Nathalie, “Consumer Reactions to Product Placement Strategies in Television Sponsorship”,
European Journal of Marketing; Vol. 33 No. 9, 1999.
36
15
adalah pasif sehingga nama merek, logo ataupun nama perusahaan muncul tanpa adanya
penjelasan apappun mengenai manfaat ataupun kelebihan.
2. Integrated Explicit Product Placement
Jenis dari brand placement dimana sebuah merek/produk/perusahaan disebutkan secara
formal dalam sebuah program. Sifat brand placement ini adalah aktif, dan pada tipe ini
manfaat ataupun keunggulan produk dikomunikasikan.
3. Non Integrated Explicit Product Placement
Jenis dari product placement dimana sebuah merek/produk/perusahaan disebutkan secara
formal dalam sebuah program tetapi tidak terintegrasi dalam isi program/film. Nama
sponsor dimunculkan pada awal atau pertengahan dan mungkin diakhir acara ataupun
merupakan bagian dari nama program atau film.
Russel mengklasifikasikan product placement dalam tiga dimensi yaitu visual,
auditory dan plot connection.37
1. Visual Dimention
Dimensi ini merujuk pada tampilan sebuah merek dalam sebuah layar atau dikenal
dengan istilah screen placement. Bentuk dimensi ini memiliki tingkatan yang berbeda,
tergantung pada jumlah tampilan dalam layar, gaya pengambilan kamera atas suatu
produk dsb.
2. Auditory Dimention
Dimensi ini merujuk pada penyebutan suatu merek dalam sebuah dialog atau dikenal
dengan istilah script placement. Bentuk dimensi ini memiliki variasi tingkatan, tergantung
pada konteks penyebutan merek, frekuensi penyebutan merek dan penekanan atas suatu
merek melalui gaya bahasa, intonasi dan penempatan pada dialog serta aktor yang
menyebutkan merek tersebut.
3. Plot Connection Dimention (PCD)
Dimensi ini merujuk pada integrasi penempatan merek dalam cerita sebuah film. PCD
yang rendah tidak akan efektif dalam pengkomunikasian merek sedangkan PCD yang
tinggi memperkuat tema elemen cerita.
Russel, Cristel A., “Towards Framework of Product Placement: Theoretical Propositions in Advances in Consumer
Research”, Vol. 25 ed. Joseph W Alba and Wesley Hutchison Provo, UT: Association of Consumer Research, 357-362,
1998.
37
16
Implementasi Strategi Product Placement Melalui Media Film
Media yang paling sering digunakan oleh pemasar dalam mengimplementasikan
strategi product placement adalah penempatan merek dalam sebuah film atau yang dikenal
dengan istilah brand cameo. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pemasar sebelum
melakukan product placement dalam hal ini penggunaan brand cameo yaitu:38
1. Jenis penggunaan strategi product placement dalam konteks sebuah film dapat dilakukan
melalui tiga cara:
a. Menyajikan tampilan yang jelas atas produk dan nama merek produk.
Aktivitas ini merupakan implementasi dari visual dimention dalam strategi product
placement. Istilah dalam praktek lapangan untuk aktivitas tersebut adalah screen
placement.
b. Penggunaan produk atau merek dalam adegan film.
Aktivitas ini merupakan implementasi dari plot connection dimention dalam strategi
product placement.
c. Digunakan dan dibicarakan dalam dialog film oleh pemeran utama.
Aktivitas ini merupakan implementasi dari Audio Dimention dalam strategi product
placement. Istilah dalam praktek lapangan untuk aktivitas tersebut adalah script
placement.
2. Merujuk pada konsep teori dari product placement, maka berikut adalah hal – hal yang
harus diperhatikan dalam menerapkan ketiga jenis dari strategi product placement:
a. Product placement yang terlalu dominan tampil dalam sebuah film, termasuk dalam
PCD yang rendah. Meskipun tampil singkat dengan penempatan yang tepat serta
didukung oleh pemeran utama bisa merupakan PCD yang kuat.
b. Penelitian membuktikan bahwa kedua dimensi diatas memiliki fungsi yang berbeda
di dalam proses penempatan merek. Perbedaan tersebut muncul pada proses
encoding pesan yang disampaikan dan asosiasi yang muncul dalam benak
konsumen pada saat menerima pesan tersebut.
c. Visual Dimention menciptakan suatu konteks dalam sebuah cerita sedangkan plot
menciptakan sebuah cerita menjadi lebih realistis sedangkan dimensi auditori akan
menguatkan keyakinan konsumen akan suatu merek dibandingkan hanya sekedar
ditampilkan tanpa adanya penjelasan.
38
Shapiro, M.,“Product Placements in Motion Pictures”, Working Paper, North Western University, New York.
17
d. Kombinasi dari ketiga dimensi tersebut dapat menciptakan efektifivitas yang baik
dalam product placement dan demikian sebaliknya.
3. Pemirsa akan melihat kualitas sebuah merek berdasarkan kualitas karakter pengguna
dalam film. Untuk itu pemasar harus selektif dan berhati – hati di dalam menempatkan
merek atau produknya di dalam sebuah film. Kesalahan dalam pemilihan film turut
berkontribusi terhadap citra dan persepsi konsumen terhadap merek dari produk
perusahaan. Selain itu untuk mendapatkan efek yang maksimal maka merek harus dapat
merefleksikan karakter dan kelas dari aktor penggunanya.
4. Strategi penempatan merek harus dilakukan secara hati – hati dengan mempertimbangkan
kejelasan tampilan dalam film dan mengintegrasikannya dengan alur cerita dari sebuah
film sehingga dapat memperkaya tema dan karakter dari film yang bersangkutan.
Product Placement dalam Perfilman Hollywood39
Strategi product placement dengan menggunakan strategi brand cameo dalam sebuah
film sudah lazim digunakan di negara Amerika dan negara – negara Eropa. Hal tersebut
dibuktikan melalui hasil survey dari Forrester Research bekerjasama dengan ANA
(Association of National Advertisers) menyatakan bahwa:
“ 78% pengiklan merasakan kalau iklan televisi sudah semakin tidak efektif sejak dua tahun
terakhir”. Riset juga menyatakan kalau kini pemasar mulai mengeksplorasi perkembangan
teknologi terbaru untuk menghabiskan bujet iklan televisinya.”
Bahkan sebuah website www.brandchannel.com yang merupakan salah satu website
yang khusus membahas branding world seperti menyediakan artikel dengan topik – topik
seputar merek, diskusi tentang merek, dan studi kasus merek mulai memberikan penghargaan
terhadap merek – merek yang dinilai berhasil dalam menerapkan strategi product placement
melalui strategi brand cameo.
Salah satu contoh yang menarik mengenai penerapan strategi brand cameo adalah
untuk kasus merek Ford. Berikut poin – poin utama dari studi kasus dari produsen mobil dari
Amerika dengan merek produk Ford, yang secara aktif dan teratur menerapkan strategi brand
cameo:

Product placement dilakukan mulai tahun 1968 dengan menampilkan Ford Mustang GT
dan banyak sekali disebutkan merek Ford dalam dialog – dialog yang dilakukan oleh
pemeran utama pada film ”Bullitt”
39
wartawarga.gunadarma.ac.id/.../analisa-strategi-penempatan-merek-sebagai-bagian-dalam-komunikasi-pemasaranterpadu/
18

1973 Ford meluncurkan Ford Falcon pada film “Grease Is The Word.”

Pada tahun 1990, film “RoboCop” menggunakan Ford Taurus sebagai mobil polisi untuk
aktor pemeran utamanya.

Selama tahun 2005, Ford melakukan product placement sebanyak 19 kali pada beberapa
film terkenal.

Tahun 2005 Ford melakukan product placement di beberapa film horor seperti
“Boogeyman”, “The Fog”,” Saw II”, dan “The Ring Two”.
Dari poin – poin utama pada studi kasus merek mobil Ford, dapat diketahui bahwa
produsen mobil Amerika tersebut secara aktif mulai dari tahun 1973 sampai dengan tahun
2005 (selama 32 tahun) tetap konsisten dalam menerapkan strategi product placement. Dari
fakta tersebut dapat dinilai bahwa strategi product placement terbukti efektif di dalam
meningkatkan awareness
dan juga tingkat penjualan dari sebuah produk. Jika strategi
tersebut gagal maka tentu Ford sudah menghentikan strategi tersebut sejak tahun 1973.
Keseriusan Ford dalam mengimplementasikan strategi product placement membawa merek
tersebut menjadi pemenang dalam kompetisi Product Placement Award untuk kategori
Overall Product Placement.
Berikut hasil survey dari website brand channel mengenai tren penggunaan strategi
product placement pada beberapa film box office hollywood Amerika, yaitu:
Tahun
Film
Merek
2002
35
591
2003
42
762
2004
37
483
2005
41
737
Tabel Data Brand Placement Pada Film Box Office Hollywood
Pada tabel diatas terlihat tren peningkatan product placement pada film – film
produksi setiap tahunnya. Pada tahun 2004 sempat terjadi penurunan product placement
disebabkan pada tahun tersebut banyak film Hollywood yang mengangkat cerita fantasi dan
historis seperti The Passion of The Christ, Troy, Van Helsing, Alien VS Predator sehingga
sulit bagi penempatan merek produk pada film jenis tersebut. Data tersebut memberikan
19
petunjuk bahwa strategi product placement adalah strategi yang sudah umum dan bukanlah
hal yang baru di Amerika.
Product Placement dalam Perfilman Indonesia
Penggunaan product placement dalam perfilman nasional baru baru ini mulai sering
muncul sejak penempatannya di film Tusuk Jelangkung (tahun 2001) yang merupakan sekuel
sukses jelangkung (tahun 1999) yang ditonton 1,6 juta orang. Di film tersebut terlihat
beberapa produk atau merek seperti Honda, Samsung, dan Berry Juice.40 Selain Tusuk
Jelangkung, film Alexandia (tahun 2005) juga menempatkan cukup banyak product
placement di dalamnya, seperti A Mild, XL Bebas, Dunkin Donuts, Nokia hingga Motorola.
Masih di tahun yang sama, film Janji Joni juga menampilkan merek Converse pada
pakaian serta sepatu pemeran utamanya, Nicholas Saputra. Di tahun 2006, film D’Girlz
Begins menampilkan produk pembalut wanita merek Softex, yang juga menjadi pembuat film
tersebut melalui Softex Heritage Movie. Selain itu, film Denias, Senandung di Atas Awan
(tahun 2006) juga menpilkan produk seperti Blaster, Kare dan Formula. Pada tahun 2008,
beberapa film Indonesia juga menampilkan product placement, salah satunya adalah film
Ayat-Ayat Cinta, salah satu film fenomenal yang juga mendapatkan pernghargaan dari
Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai film dengan penonton terbanyak dengan jumlah
penonton 3,8 juta lebih. Beberapa produk yang tampak dalam film tersebut adalah NU Green
Tea, Mie Instan Selera Pedas ABC, Nokia, Apple, dan Mercedes Benz.
Keuntungan Menggunakan Product Placement
Menurut George A Belch dan Michael E Belch ada sembilan keuntungan pemakaian product
placement yaitu:41
1. Exposure. Jumlah penjualan tiket bioskop tiap tahunnya mencapai lebih dari 1,4
milyar tiket. Rata-rata film diperkirakan memiliki life spam selama tiga setengah
tahun, dengan penonton mencapai 75 juta orang, dan sebagian besar penggemar film
adalah audience yang sangat serius ketika menonton. Ketika hal tersebut
dikombinasikan dengan meningkatnya rental film dan TV kabel, potensi tereksposnya
suatu produk yang ditempatkan dalam sebuah film menjadi sangat besar. Terlebih lagi
bentuk exposure ini terbebas dari zapping, setidaknya di bioskop.
40
http://moviegasm.wordpress.com/2009/12/06/all-about-product-placement/. Diakses pada tanggal 2 Desember 2010 Pukul
16:32 WIB
41 Belch, G. E., & Belch, M. A. (2004). Advertising and promotion: An integrated marketing communications perspective
(6th ed.) New York, NY: McGraw-Hill
20
2. Frequency. Tergantung pada bagaimana suatu produk digunakan dalam sebuah film
atau program televisi, besar kemungkinan terjadinya exposure yang berulang-ulang
bagi mereka yang suka menonton sebuah program atau film lebih dari sekali.
3. Support for either media. Bagi klien yang menempatkan produknya pada suatu film,
telah menjadi suatu tren untuk mempromosikan produk dan film tersebut secara
bersama-sama dalam berbagai media. Dengan demikian ikatan antara produk dan film
akan saling memperkuat upaya promosi satu sama lain dan makin diperkuat dengan
adanya iklan.
4. Source association. Ketika konsumen melihat kesukaan selebriti menggunakan suatu
brand tertentu, asosiasi yang terbentuk dapat memacu terciptanya product image yang
diinginkan bahkan hingga sampai ke penjualan.
5. Cost. Biaya penggunaan medium ini sangat beragam, mulai dari gratis hingga kurang
lebih 80 milyar rupiah per produk. Namun dengan biaya termahal sekalipun
perusahaan pengiklan masih tetap mengalami keuntungan, dengan tingginya tingkat
exposure yang dihasilkan.
6. Recall. Sejumlah lembaga telah melakukan pengukuran recall product placement
terhadap audience di hari berikutnya dengan rata-rata 38 persen audiencenya masih
ingat akan brand tersebut. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa penampilan
placement yang baik menghasilkan recall yang kuat
7. Bypassing regulations. Di amerika serikat dan beberapa negara lain, beberapa produk
tidak diijinkan untuk beriklan di televisi atau terhadap segmen pasar tertentu. Namun
melalui product placement industri minuman keras dan rokok masih dapat
menampilkan produknya.
8. Acceptance. Sebuah penelitian mengindikasikan bahwa penonton dapat menerima
product placement dan secara umum menilai mereka positif, walaupun untuk
beberapa produk seperti alkohol, senjata api, dan rokok kurang dapat diterima.
9. Targeting. Isi atau produk yang ditempatkan dalam suatu product placement dapat
secara efektif menjangkau konsumen potensial tertentu yang memiliki minat yang
tinggi pada suatu subjek tertentu (misalnya fashion, sepakbola).
21
Menurut Entertainment Resources and Marketing Association (ERMA), product placement
memiliki enam keunggulan utama yaitu:42
1. No mute Button. Tidak seperti iklan televisi yang tampil diantara suatu program
tertentu, product placement berada dalam film itu sendiri, dan perhatian audience
tertuju pada pokok tersebut tanpa adanya pengaruh untuk membeli.
2. Implied Endorsement. Penerapan product placement menjadi endorsement gratis yang
dialami suatu brand dari bintang film atau televisi ataupun dari program yang
menggunakan brand.
3. Low Cost. Biaya menggunakan product placement pada dasarnya relatif lebih rendah
dibandingkan dengan bentuk kegiatan above atau below the line lainnya. Cost per
thousand product placement terhadap iklan televisi ataupun iklan cetak adalah seperti
sen berbanding dollar.
4. Less Obtrustive. Tidak seperti iklan, product placement tidak mengganggu jalannya
cerita atau isi dari suatu program.
5. High Profile. Kampanye pemasaran sering kali mempromosikan suatu acara sehingga
dapat meraih perhatian penonton sebelum acara tersebut diluncurkan. Tingkat
perhatian yang dimiliki penonton terhadap acara tersebut pada akhirnya akan beralih
kepada brand yang tampil pada acara tersebut.
6. Far Reach (life and global). Besarnya tingkat pencapaian yang dialami product
placement dipengaruhi oleh terus berkembangnya distribusi film dan program televisi
secara global. Saat ini suatu film atau program televisi yang diciptakan di suatu
negara sudah dapat disaksikan di belahan dunia lainnya. Bahkan untuk film siklusnya
dapat menjadi sangat panjang, suatu film yang bagus akan terus diulang-ulang bahkan
hingga puluhan tahun.
Beberapa keuntungan lain menggunakan product placement adalah:
1. Mengurangi biaya produksi film. Studio yang menerapkan produk palcement dapat
memotong biaya properti karena tanpa product placement, pihak studio harus
membeli atau menyewa produk-produk (properti) tersebut. 43
42
Terry, Mark. 2001. When Is A Prp Not A Prop : The Advantage of Product placement, Sport Marketing, (september 17),
14.
43 DeLorme, Denise E., and Leonard N. Reid (1999), “Moviegoers’ Experiences and Interpretations of Brands in Films
Revisited,” Journal of Advertising
22
2. Agar suatu acara dapat terlihat nyata, aktor atau aktris perlu menggunakan produkproduk yang digunakan oleh konsumen sehari-hari. Penggunaan produk palsu dalam
film akan dapat merusak kenyataan yang coba digambarkan dalam film terebut.
Keunggulan product placement dibandingkan iklan televisi
Berikut beberapa keunggulan yang menjadi pertimbangan pemasar dalam menggunakan
product placement dibandingkan memasang iklan produk melalui media televisi:44
a. Beberapa konsumen merasa bahwa penggunaan nama merek dalam sebuah film
merupakan hal yang biasa dan ditujukan untuk membuat film semakin tampak nyata.
b. Permirsa dapat melakukan banyak hal di rumah selagi menonton televisi sehingga
mengurangi atensi pemirsa dan mengurangi efektivitas pesan yang hendak disampaikan.
c. Jika pada film, maka pemirsa memilih sendiri dengan kemauannya untuk menontonnya
tanpa paksaan sehingga mereka lebih terbuka terhadap komunikasi merek yang tersedia
dalam film yang sedang ditontonnya.
d. Fenomena dimana terjadi perubahan kebiasaan dari konsumen untuk mengganti channel
pada saat iklan telah mempengaruhi efektivitas media iklan televisi.
e. Banyaknya media iklan yang muncul, kesamaan jenis program acara lintas stasiun televisi
juga turut berkontribusi dalam penggunaan product placement.
f. Keunikan dari product placement adalah proses penyampaian merek dan keselarasannya
dalam sebuah cerita, tidak ada persaingan komunikasi dalam media yang sama pada saat
bersamaan.
g. Hal tersebut diatas dapat meningkatkan brand knowledge, yaitu konsep yang terdiri dari
sebuah pemahaman merek dalam pikiran konsumen dari segala macam variasi asosiasi yg
mungkin timbul.
h. Penelitian membuktikan bahwa pemirsa menyukai penempatan produk karena produk
tersebut terlihat nyata dan mendukung karakter pemeran utama, menciptakan nuansa
historis dan memberi kesan kehidupan yang nyata dan sehari – hari.
i. Bagi pemasar, tersedianya captive audience dengan daya jangkau dibandingkan iklan
tradisional merupakan salah satu daya tarik untuk penempatan merek secara natural dan
nyata.
j. Product placement berbeda dengan penggunaan selebriti sebagi endorser dalam sebuah
iklan. Penggunaan selebriti dalam mengendorse produk dan merek dilakukan untuk
44
wartawarga.gunadarma.ac.id/.../analisa-strategi-penempatan-merek-sebagai-bagian-dalam-komunikasi-pemasaranterpadu/
23
tujuan komersil dimana dilakukan pada pertengahan sebuah acara televisi ataupun diawal
pemutaran film layar lebar. Hal tersebut membuat konsumen ”anti ” terhadap iklan
televisi sedangkan product placement memberikan kesempatan untuk melibatkan
konsumen dalam mengekspose sebuah merek dan produk selama proses natural dari
narasi atau adegan dan juga program acara televisi.
k. Media tradisional telah gagal dalam memancing atensi dari konsumen dan penggunaan
product placement merupakan alat potensial dalam mengubah pola pembelanjaan
konsumen.
Kekurangan Product Placement
George Belch dan Micheal E. Belch menjelaskan beberapa kekurangan product placement
yaitu:45
1. High absolute cost. Meningkatnya permintaan akan product palcement akan dibarengi
dengan meningkatnya perhatian dari pihak studio untuk melakukan cross-promotion,
yang juga menggiring cost menjadi lebih tinggi.
2. Time of exposure. Walaupun produk-produk yang ditampilkan melalui product
palcement akan mendapatkan pengaruh yang kuat, namun tidak ada jaminan viewers
akan sadar atau perhatian atas kehadiran produk-produk yang ditampilkan. Ketika
produk yang ada tidak diperlihatkan secara menyolok, para pengiklan akan
menghadapi resiko produk-produknya tidak akan dilihat atau terlihat oleh viewers.
3. Limited appeal. Kesan yang dapat disampaikan menjadi terbatas. Kemungkinan untuk
membahas kegunaan atau menyajikan informasi produk secara detail sangat kecil.
Fleksibilitas dalam mendemonstrasikan produk kecil karena penggunaan produk yang
bersangkutan disesuaikan dengan kegunaan dalam media (program TV atau film).
4. Lack of control. Dalam banyak film, para pengiklan tidak dapat menentukan kapan
dan seberapa sering produknya akan ditampilkan. Banyak diantara perusahaan
menemukan bahwa placement yang mereka pasang dalam film tidak bekerja seperti
yang diharapkan.
5. Public reaction. Banyak penonton televisi dan penggemar film menjadi marah akan
ide penempatan suatu iklan dalam suatu program maupun film. Jika placement terlalu
mengganggu atau mencolok, akan menimbulkan sikap yang negatif kepada brand dari
para penonton maupun penggemar film.
45
Belch, G. E., & Belch, M. A. (2004). Advertising and promotion: An integrated marketing communications perspective
(6th ed.) New York, NY: McGraw-Hill
24
6. Competition. Meningkatnya product placement membawa kepada peningkatan
kompetisi untuk dapat menempatkan produk melalui placement. Hal ini akan
berdampak pada peningkatan demand dan cost product palcement.
7. Negative placement. Beberapa produk dapat tampil dalam suatu adegan film yang
tidak disukai oleh audience atau dalam suatu adegan yang dapat menimbulkan
suasana hati (mood) menjadi negatif. Misalnya saja suatu produk tampil atau terlibat
dalam adegan pembunuhan dalam suatu film, hal ini akan menimbulkan citra negatif
pada produk tersebut.
8. Clutter. Perkembangan yang pesat pada product placement berdampak pada
membanjirnya jumlah placement dan penggabungan dari beberapa placement menjadi
satu dalam suatu program TV atau film. Seperti advertising, terlalu banyaknya
placement dan penggabungan akan menimbulkan kekusutan (clutter) dan mengurangi
efektifitas dari placement.
Bentuk kerjasama agensi iklan dengan produser film46
Dalam penelitiannya Jacoby dan Huuva, juga melihat adanya keterhubungan kepentingan
antara dua pihak ini. Keduanya meneliti mengenai hubungan agensi iklan dengan produser
film dan menemukan beberapa fakta mengenai keterkaitan hubungan ini. Menurut mereka:

Agensi iklan terlibat dalam proses yang sangat awal, mereka menerima naskah film
lama sebelum produksi dilakukan.

Setelahnya, naskah dipecah-pecah dalam bagian kecil sebagai usaha bagi agensi untuk
menemukan tempat yang pas untuk menempatkan produk.

Agensi memiliki pengaruh yang lebih besar ketimbang yang dipikirkan. Mereka dapat
menghasilkan saran bagaimana membuat film lebih baik. Bagaimanapun juga, ini
bergantung pada hubungan baik agensi dengan produsen film.

Cara paling kuat dalam mengerjakan penempatan adalah menggunakan produk dalam
cerita, atau disebut juga plot placement.

Yang mengejutkan, menurut mereka, belum ada penelitian yang menunjukkan efek
dari praktik product placement ini.
46
http://aryasandy.wordpress.com/2010/06/11/the-product-not-the-placement/. Diakses pada tanggal 2 desember 2010, pada
pukul 16:50
25
Kritik Product Placement
Kritik yang bermunculan seiring maraknya penggunaan praktik product placement di
dalam film mengerucut pada alasan yang paling utama, bahwa khalayak tidak sadar mengenai
adanya maksud persuasif dari penempatan produk. Gupta (2000) menjelaskan kritik ini
dengan menyebut bahwa dalam pesan iklan, sponsor dapat dengan mudah diidentifikasi;
dengan demikian, khalayak dengan sigap dapat menyadari karakter komersial dari pesan
tersebut. Lebih lanjut, khalayak memiliki opsi untuk menghindari iklan dengan mudah
(sepertinya memindah channel pada saat iklan). Masalahnya, tidak ada aturan bagi pembuat
film untuk mengidentifikasi sponsor penempatan produknya. Sebagai hasilnya, khalayak film
menjadi tidak sadar adanya maksud komersial dari penempatan produk.47
Kritik serupa juga disebutkan oleh Cardozo (2008), yang menyatakan bahwa
penempatan merek merupakan “stealth advertising” yang menempel pada media iklan dimana
khalayak secara esensial tidak sadar.48 Commercial Alert, sebuah organisasi yang didirikan
oleh Ralph Nader, berargumen bahwa product placement merupakan penghinaan akan
kejujuran. Sebagaimana dijelaskan lebih lanjut,”product placements are inherently deceptive,
because many people do not realize that they are, in fact, advertisements.” Karena orang tidak
menyadari adanya iklan, Commercial Alert berargumen bahwa orang yang menjadi target
iklan berada pada tahap tidak sadar, rileks, dan rapuh.
Karrh (1998) kemudian menyebutkan kritik berikutnya mengenai product placement
dan proses pembuatan film. Menurutnya, proses pembuatan film pada akhirnya mengalami
penderitaan dari praktik ini. Sejak produser sering mengirim naskah ke agensi iklan sebelum
mulai pembuatan film, dan mungkin dapat memodifikasi film dalam proses produksi, maka
ada kecenderungan bahwa keputusan dasar dari pembuatan film sekarang seringkali dibuat
secara tidak langsung oleh pengiklan, yang tidak fokus pada kesatuan narasi film tetapi hanya
pada kemungkinan bagaimana produknya bisa terlihat dalam film. Ini bisa jadi merupakan
landasan bagaimana film-film yang berkualitas pada akhirnya terlihat kurang karena product
placement. Film-film macam Alangkah Lucunya Negeri Ini jadi kurang karena Sozziz
menjadi bintang juga dalam film tersebut. Atau dalam film Perempuan Berkalung Sorban
yang tiba-tiba secara mencolok tokoh utamanya melenggang dengan motor Yamaha Mio
berwarna merah terang. Atau dalam film Pintu Terlarang ketika tokoh utama, Gambir,
47
Gupta, P. B. & Gould S. J. (1997). “Consumers perceptions of the ethics and acceptability of product
placements in movies: Product category and Individual differences.” Journal of current issues and research in
advertising, Vol. 19, Issue 1, p. 37-50.
48
Cardozo, Benjamin N. 2008. “Product Placement In The United States: A Revolution In Need Of Regulation”
dalam Cardozo Arts & Entertainment Law Journal. Barnard College: Columbia University.
26
berusaha memecahkan clue misteri dari selebaran yang tertempel di sebuah tugu, secara tidak
langsung kita bisa melihat tempelan poster iklan produk seluler Three (3) di sekitar setting
tempat. Atau juga sepertinya yang saya sebutkan di awal, sepatu Converse Vintage 2004
yang sekaligus melekat sebagai bagian identifikasi karakter Spooner yang diperankan oleh
Will Smith.
Kritik yang berikutnya merupakan turunan pertama dari kritik pertama, product
placement sebagai bentuk praktik penipuan akan membuat terjadinya perubahan dalam
perilaku pembelian dan mendorong konsumtivisme. Namun, kritik ini mendapat bantahan
dari Delorme dan Reid (1999). Menurut mereka, kritik mengenai khalayak yang tidak sadar
dan mengalami perubahan perilaku pembelian karena product placement didasari oleh
pemahaman bahwa khalayak bersikap pasif dalam melihat kemunculan simbol-simbol merek
di dalam isi film. Penelitian yang dilakukan keduanya justru menunjukkan kebalikannya,
khalayak adalah interpreter yang aktif. Mereka tidak secara seragam terpengaruh oleh
penempatan produk, melainkan lebih karena faktor-faktor penting yang menyebabkan efek
pembelian langsung (sepert rasa perlu/butuh, self-image, pengalaman masa lalu, konteks, dan
demografi) dan mereka sangat sadar mengenai maksud persuasif dari product placement,
sebuah kondisi yang mendorong mereka bersikap skeptis dan resisten terhadap usaha-usaha
persuasif. Moviegoers bisa jadi mengizinkan diri mereka sendiri untuk melakukan pembelian
di dalam situasi pembelian tertentu, dan untuk beragam alasan, tetapi mereka tidak tertipu
untuk buru-buru membeli semua yang mereka lihat di film.49
Masalahnya, bagaimana jika khalayaknya adalah anak-anak? Hudson (2008)
menyatakan perlu ada perhatian bersama mengenai hal ini sejak dalam hal ini ada dua poin
penting mengapa anak-anak patut dilindungi. Pertama, anak-anak belum mengembangkan
sensitivitasnya pada jenis promosi ini dan kedua, mereka lebih mudah terpengaruh dari pada
orang dewasa. Mudahnya anak-anak terpengaruh karena mereka tidak dapat membedakan
mana yang promosi dan mana yang konten film. Tanpa pernah sadar akan terpaan pesan
komersial pada dirinya, anak-anak telah terpengaruh dengan terpaan ini. Praktik ini kemudian
akan mempengaruhi hubungan antara orang tua dan anak mereka. Dengan menyusup dari
pengawasan orang tua, industri dapat memicu keinginan anak akan barang-barang yang tidak
akan dipilih oleh orangtua dan mungkin secara aktif akan ditolak, seperti junk food, alkohol,
rokok, dan perjudian. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa penempatan rokok dalam film
49
DeLorme , Denise E. and Leonard N. Reid. “Moviegoers’ Experiences and Interpretations of Brands in Films
Revisited Source”: Journal of Advertising, Vol. 28, No. 2 (Summer, 1999), pp. 71-95 Published by: M.E. Sharpe,
Inc.
27
secara signifikan telah meningkatkan resiko untuk merokok pada masa depan dikalangan
remaja yang tidak pernah merokok. Dalam penelitiannya tersebut, Hudson (2008)
menemukan bahwa penempatan rokok dan alkohol dalam film dan program anak dianggap
tidak etis oleh orang tua. Menarik pula dengan ditemukan fakta bahwa penempatan soda dan
fastfood juga dianggap tidak etis.50
Product Placement dan Ethical Approach
Telah disebut di atas, beberapa kritikus menyatakan bahwa product placement
termasuk dalam stealth advertising. Kaikati (2004) menyatakan bahwa tujuan utama dari
stealth marketing adalah untuk mendapatkan orang yang tepat untuk berbicara mengenai
produk atau jasa tanpa menunjukkan bahwa tindakan itu disponsori oleh perusahaan. Dalam
kata lain, metode ini berusaha untuk mendapatkan orang yang berpengaruh yang cukup
tertarik terhadap sebuah produk dan mereka akan menggunakan serta mendiskusikannya
dengan orang lain. Dalam prakteknya, metode ini berusaha mencapai tujuannya tanpa
membiarkan orang mengetahui bahwa mereka sedang menjadi target. Ini yang menjadi
permasalahan etis, karena metode ini didesain untuk menipu orang agar memperhatikan
iklan.51
Secara sederhana, kritik terhadap ketidaketisan product placement mengerucut pada
dua hal: (1) pemasukan iklan telah mengaburkan batasan antara hiburan dan elemen
komersial sehingga khalayak tidak sadar mengenai adanya maksud persuasif dari penempatan
produk dan (2) adanya kepentingan ekonomi yang menimbulkan kekhawatiran bahwa
product palcement dapat mengganggu narasi film dengan menfokuskan pada produk itu
sendiri, yang dikhawatirkan tentu saja perusahaan kemudian dapat mengatur naskah cerita
atau konten yang tidak konsisten dengan adegan dimana produk dipromosikan.
Dalam pandangan teleologis, ukuran etis dan tidak etis dari sebuah tindakan
ditentukan dari konsekuensi yang ditimbulkannya. Bagaimanapun, perspektif utilitarian ini
menyediakan penyederhanaan yang besar terhadap isu ini. Berdasarkan prinsip ini, metode
product placement bisa jadi tidak cukup efektif untuk mempengaruhi konsumen. Iklan bisa
jadi akan menginvasi aspek pribadi dari hidup kita ketika kita melihatnya di dalam film,
tetapi jika ia tidak menghasilkan efek yang berarti, maka ia tidak bisa disebut berbahaya.
Pihak Converse mungkin menghabiskan jutaan dolar untuk memastikan bahwa Will Smith
50
Hudson, Simon, David hudson, dan John Peloza. “Meet the Parents: A Parents’s Perspective on Product
Placement in Children’s Films” dalam Journal of Business Ethics (2008) 80:289–304
51
Kaikati, Andrew and J. Kaikati. “Stealth Marketing: How to Reach Consumers Surreptitiously,”. California
Management Review (Summer 2004).Vol. 46, No. 4, p. 6-22.
28
akan mengatakan betapa ia mengagumi dan menyukai produk sepatunya yang bertitel “the art
of vintage” dalam I, Robot, tapi bila kemudian gagal untuk mendorong keputusan pembelian,
maka tidak ada yang perlu diperdebatkan. Hasil ini pun sebenarnya sudah ditunjukkan dari
berbagai penelitian bahwa kritik semacam ini bisa jadi tidak terbukti karena khalayak film
bersikap aktif dan memiliki pertimbangan yang rasional dalam memutuskan pembelian dan
tidak terburu-buru untuk membeli semua barang yang muncul di dalam film. Maka dalam
perkspektif ini, selama product placement tidak memunculkan konsekuensi yang negatif
terhadap khalayak, ia masih bisa disebut etis.
Dalam perkspektif deontologis, ketimbang berfokus pada konsekuensi (padahal,
kesalahan mungkin saja menghasilkan hasil yang baik), perspektif ini lebih menekankan
komitmen pada prinsip-prinsip yang agen moral dapat melihatnya diaplikasikan secara
universal, begitu juga motifnya. Dengan kata lain, ada hukum moral di setiap masyarakat
yang menuntun tindakan tertentu di situasi tertentu pula. Tindakan itulah yang disebut
sebagai duty, dan tindakan itu dihormati dan diikuti sebelum orang mengikuti kepentingan
pribadinya. Bagaimanapun juga, keadaan dan partisipan yang berbeda akan menuntun pada
seperangkan kepercayaan moral yang berbeda. Pada saat itu, situasi yang terpisah ini dapat
menghasilkan duty yang saling bertolak belakang.
Duty perusahaan

Duty ke pemegang saham

Duty ke konsumen
: memaksimalkan laba
: membuat produk berkualitas dengan harga yang adil
Duty pembuat film

Duty ke perusahaan
: memaksimalkan keuntungan dari film, menekan biaya

Duty ke khalayak
: menciptakan film yang menghibur dan bermutu
Duty perusahaan yang menempatkan product placement adalah memaksimalkan laba
bagi pemegang saham, salah satu caranya adalah promosi produk lewat film. Sementara pada
khalayak ia berkewajiban untuk membuat produk berkualitas dengan harga yang adil bagi
khalayak. Maka dalam kerangka ini, perusahaan yang melakukan product placement tidak
salah karena memang mereka melakukan kewajibannya guna meraih keuntungan dair
penjualan produk dengan film sebagai sarana promosinya. Duty ini tidak akan bertentangan
dengan duty pada konsumen apabila perusahaan tidak sekedar beriklan tetapi juga memiliki
komitmen dalam produksi barang berkualitas yang memenuhi kebutuhan dan jasa yang
bersifat fungsional bagi konsumen dengan harga yang adil.
Di sisi lain, duty produser film pada perusahaan adalah memaksimalkan laba dari film
dengan biasa yang seminimal mungkin. Usaha memaksimalkan laba ini dilakukan dengan
29
membuat film yang semenarik mungkin bagi khalayak dan product placement dengan kesan
realisnya merupakan hal yang menarik bagi khalayak. Selain itu, teknik juga bisa mendorong
pemasukan untuk menekan biaya produksi. Sementara duty pada khalayak adalah
menciptakan hiburan yang bermutu. Dalam hal ini, film bisa terlihat makin realis dengan
adanya produk-produk nyata di dalam film, menimbulkan nuansa kedekatan pada khalayak.
Asalkan pemuatan tidak berlebihan sehingga membuat penonton terganggu dengan
kemunculan produk-produk dan tidak merubah narasi atau isi film secara substansial dan
signifikan, maka tindakan yang dilakukan para pembuat film ini masih dapat dikatakan etis.
Sementara pandangan vitue ethic, menantang kita untuk bertindak dengan kejujuran,
belas kasihan, dan integritas dalam setiap situasi yang kita hadapi. Faktanya, virtue ethic
menyatakan bahwa setiap tindakan yang kita ambil, atau tidak kita ambil, seharusnya
membantu dalam pengembangan rasa kemanusiaan kita secara menyeluruh. Dalam
keranghka ini perdebatan bisa banyak muncul mengenai kebenaran product placement.
Banyak kritikus menilai bahwa praktik ini penuh dengan penipuan karena telah mengaburkan
batasan antara hiburan dan elemen komersial sehingga khalayak tidak sadar mengenai adanya
maksud persuasif dari penempatan produk. Disini kita perlu membedakan mana yang
persuasi dan mana yang manipulasi yang menunjukkan ketidakjujuran.
Dalam persuasi, orang yang melakukannya dengan lantang menyatakan argumen dan
alasan. Orang yang dipersuasi akan sangat sadar mengenai logika alasan dan bukti yang
ditunjukkan serta memiliki pilihan untuk menerima atau menolak dari argumen tersebut
berdasarakan penaksiran yang berimbang. Sedangkan dalam manipulasi, persuasi bersifat
diam-diam dan subliminal. Orang yang dipengaruhi tidak sadar dan kebebasannya dalam
memilih dilanggar. Dalam definisi ini, product placement lebih tepat disebut manipulasi
ketimbang persuasi. Aktor atau aktrisnya tidak secara eksplisit menyokong produk. Alih-alih,
aktor/aktris dan produk ditunjukkan dari masing-masing sisi. Melalui pengkondisian klasik
ini, hubungan antara produk dan pemeran kemudian terbangun. Sampai pada langkah ini,
product placement bisa dikatakan tidak etis.
30
Contoh-contoh Product Placement dalam Film
James Bond, Casino Royale (Auditory Dimention)
Pada film James Bond dalam sekuel Casino Royale pada scene pertemuan pertama
Bond dengan Vesper Lynd di kereta. Ada dialog dimana Vesper Lynd bertanya tentang jam
tangan yang dipake James Bond: “Rolex?” tanya Vesper Lynd, lalu dengan segaris senyum,
Bond menjawab: “Omega!”. Jelas sekali ada comparative ads secara langsung disana.
Transporter (Plot Connection Dimention (PCD))
Film Transporter juga bisa jadi contoh dimana mobil Audi yang bela-belain masuk
pada sekuel Transporter 2 dan 3 menggantikan BMW di Transporter pada edisi perdana
cuman untuk merebut awarness para maniak Transporter
I, Robot (Auditory Dimention)
Adegan sepatu Converse Vintage 2004 yang melekat pada diri Detektif Spooner (Will
Smith) dalam film I, Robot (2004). Tidak sekedar berada pada tataran screen placement,
produk ini juga muncul berulangkali dalam perbincangan atau dialog antar tokoh. Pertama
kali, adegan ini terlihat di awal film ketika Spooner akan berangkat bekerja. Selesai mandi
31
dan pamer otot ke khalayak, ia membuka sebuah bungkusan warna hitam. Mebukanya
dengan pasti dan munculah produk sepatu ini sembari ditimpali frase “the art of vintage”.
Beberapa detik kemudian sepatu ini disorot dengan menonjol dalam adegan memakai sepatu.
Pembicaraan tentang sepatu juga muncul ketika Spooner datang ke rumah neneknya.
Neneknya pun bertanya,”What’s in your foot?” Dan lagi-lagi bisa ditebak, Spooner
menjelaskan itu adalah Converse Vintage
Ini kembali muncul dalam adegan Spooner dengan kepala detektif di bar, di akhir
adegan ketika Spooner beranjak pergi, kepala detektif berkata,”Hey Spooner, that’s nice..”,
sambil arah pandang melirik ke kaki Spooner.
Lihatlah bagaimana setelah adegan perkelahian Spooner dengan ratusan robot di
dalam terowongan yang mengakibatkannya luka parah, ia lebih memilih meratapi sepatu
Converse-nya yang rusak.
I Am Sam (Plot Connection Dimention (PCD))
I Am Sam lekat dengan gambaran Starbuck Coffee yang menjadi bagian dari
keseharian dan tempat kerja tokoh utama.
32
E.T (The Extra-Terrestrial) (Plot Connection Dimention (PCD))
Steven Spielberg menempatkan permen cokelat Reese’s Pieces sebagai permen yang
digunakan Elliot untuk membujuk ET dalam film E.T (The Extra-Terrestrial) tahun 1982.
Setelah film tersebut dirilis, faktanya penjualan Reese’s Pieces meningkatkan sebesar 65%!
The Devil Wears Prada (Plot Connection Dimention (PCD))
Contoh film lain adalah The Devil Wears Prada, atau Sex N the City. Semua merk
premium bertebaran di sana. Bagi cowok, pasti tidak ada yang memperhatikan atau peduli
dengan semua atribut yang dipakai bintang filmnya. Tetapi bagi fashionista, yang memang
menjadi specific targetnya, beberapa detik tsb pun tidak akan luput dari perhatian dan masuk
ke memori mereka.
33
2 Fast 2 Furious (Plot Connection Dimention (PCD))
Evolution (Auditory Dimention)
Contoh paling ajaib, film Evolution. Ceritanya tokoh yang diperankan David
Duchovny harus menumpas alien yang ternyata hanya musnah jika disiram memakai shampo
Head and Shoulders. Dan di akhir film, ketiga pemeran utamanya membuat iklat spot...
'Membasmi alien memang melelahkan, tapi kami selalu menjaga kesehatan rambut kami
dengan Head and Shoulders.
Sex And The City 2 (Plot Connection Dimention (PCD))
"Film Sex And The City 2 adalah sekuel dari Sex And The City. Film tersebut akan
dirilis 2 Juni mendatang. Dengan menggandeng HP, Mercedes Benz dan Skyy Vodka,
semakin menegaskan tren gaya hidup inspirasional yang kini ditawarkan Carrie dan para
sahabatnya dalam film Sex And The City 2," ujar Lasti Abidin, Theatrical Sales and
Marketing Manager, PT. Satrya Perkasa Esthetika Film.
Produk minuman buatan SKYY Spirits ini tidak hanya menjadi the official vodka
untuk film SEX AND THE CITY 2, tetapi juga sebuah minuman limited edition rancangan
Patricia Field yang mencitrakan kesan wanita glamour layaknya karakter-karakter di SEX
AND THE CITY 2. Strategi yang dipilih oleh SKYY Spirits ini berhasil tidak semata-mata
hanya karena brand recognition mereka yang semakin luas, tetapi juga mengukuhkan brand
value dan brand positioning produk SKYY Vodka.
34
Transformers (Plot Connection Dimention (PCD))
Jika tak hati-hati, penempatan produk yang salah bisa jadi harus dibayar mahal oleh si
pengiklan. I'm talking about TRANSFORMERS. Seperti yang sudah kita semua ketahui,
General Motors (GM) merogoh kocek US$3 juta agar mobil-mobil mereka ditransformasi
menjadi robot dan jadi populer di seluruh dunia. Yang tidak kita tahu adalah, bahwa
keputusan GM untuk menjelek-jelekkan Ford Mustang dengan memasangnya sebagai mobil
kamuflase robot jahat 'Barricade' menjadi bumerang. Ya, pesaing terbesar Chevrolet Camaro
('Bumblebee') yang sejatinya ditargetkan untuk populer di pasaran itu, kalah telak oleh Ford
Mustang ('Barricade'). Saking populernya, di tahun 2007 di Amerika, banyak para pria yang
datang ke dealer mobil dan meminta 'Mobil polisi warna hitam yang mencoba membunuh
Shia LaBeouf itu'.
35
Banyu Biru (Plot Connection Dimention (PCD))
Era kebangkitan film nasional di awal tahun 2000-an ternyata juga merupakan awal
dari kembali maraknya product placement di dunia perfilman tanah air. Para produsen
kembali melirik media film dan film Banyu Biru tergolong film yang berhasil menggaet
pengiklan. Maklum saja, setting adegan di Banyu Biro menampilkan sang pemeran utama
yang bekerja di sebuah hypermart. Asal tahu saja, produk-produk yang nampak di film itu
tidak tampil secara gratis.
36
Janji Joni (Plot Connection Dimention (PCD))
Ada baiknya, kita berkaca pada film Janji Joni (2005). Di dalam film ini, karakter Joni
menggunakan t-shirt dan sepatu keds merk Converse sepanjang film.
Alexandria (Visual Dimention)
Saat melewati ruang rapat, Dhira mendadak dipanggil masuk ruangan rapat. Di sana ia
diperkenalkan kepada Bagas, freelance art director nan ganteng yang akan membantu biro
iklan tempat Dhira bekerja. Di ruangan rapat itu, secara menyolok terpasang 2 poster besar
rokok A Mild dengan slogan terkenal "Tanya Kenapa. Cuplikan tadi diambil dari film
Alexandria yang sempat hits tahun lalu. Di film yang sama, bertebaran produk rokok A Mild
mulai dari orang merokok, asbak, sampai poster tadi. Di film ini, logo A Mild muncul 9 kali
lengkap dengan slogannya ’Tanya Kenapa?’.
37
D’Bijis (visual dimension)
Film D’Bijis, yang pada beberapa scene secara gamblang memperlihatkan beberapa produk
seperti Class Mild atau Gery Chocolate sebagai latar pada beberapa scene.
38
Download