Kata Kunci: Communication skill, pembelajaran matematika

advertisement
COMMUNICATION SKILL DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Oleh
Yuhasriati1)
M. Ridhwan2)
1)
FKIP Universitas Syiah Kuala
2)
FKIP Universitas Serambi Mekkah
1)
[email protected]
2)
[email protected]
Abstrak
Hasil belajar matematika di Indonesia diakui masih sangat rendah,
sebagaimana skor PISA menempatkan Indonesia di peringkat 64 dari 65
negara.Kurikulum selalu diperbaharui namun hasilnya belum memuaskan. Faktor
lain yang tidak kalah pentingnya perlu diperhatikan dalam pembelajaran matematika
adalah keterampilan komunikasi (communication skill) yang dimiliki guru.
Communication skilldalam pembelajaran adalah keterampilan untuk membangun
komunikasi baik komunikasi verbal dan non verbal.Communication skill yang
dimiliki guru sangat berpengaruh pada kenyamanan siswa dalam
belajar.Communication skill yang baik dapat merangsang otak siswa untuk selalu
aktif dan maksimal dan dapat membangun sikap mental positif dan harga diri serta
kepercayaan diri yang kuat, sebagai pondasi sukses belajar dan sukses dalam
kehidupan siswa. Cara yang dapat dilakukan agar memiliki Communication skill
yang baik adalah 1) bersikap positif, 2) membangun keakraban, 3) antusias, 4)
menggunakan komunikasi persuasif, 5) mengunakan bahasa tubuh, 6) menggunakan
kontak mata, 7. Future Pacing.
Kata Kunci: Communication skill, pembelajaran matematika,
Pendahuluan
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang ada disetiap jenjang
pendidikan, baik di jenjang pendidikan dasar, menengah maupun perguruan tinggi.
Bagi siswa penguasaan matematika akan menjadi sarana yang ampuh untuk
menpelajari mata pelajaran lain, karena matematika mengajarkan cara berfikir yang
logis (rasional), kritis dan objektif. Matematika merupakan suatu ilmu yang
didasarkan atas akal (rasio) yang berhubungan dengan benda-benda dalam pikiran
yang abstrak. Menurut Soejadi (2000:13), karakteristik dari matematika adalah 1)
memiliki objek kajian yang abstrak, 2) Bertumpu pada kesepakatan, 3) berpola pikir
deduktif, 4) memiliki simbul yang kosong dari arti, 5) memperhatikan semesta
pembicaraan, dan 6) konsisten dalam sistemnya. Salah satu karakteristik dari
matematika adalah memiliki objek yang abstrak, hal ini menuntut keseriusan dari
guru dalam membelajarkan objek yang abstrak pada siswa. Guru harus menciptakan
pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa, seperti amanah Undang-undang No.
20 tahun 2003 pasal 40 ayat 2 yaitu “guru dan tenaga kependidikan berkewajiban
menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis,
dan dialogis”.
Banyak masalah yang dihadapi siswa dalam belajar matematika, yang paling
menonjol adalah kurangnya motivasi siswa dalam belajar yang diakibatkan oleh
kesulitan yang dialaminya. Dalam pembelajaran seringkali dijumpai adanya
kecenderungan siswa tidak termotivasi dalam belajar, walaupun belum dimengerti
tentang materi yang disampaikan, siswa tidak mau bertanya kepada guru.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Soedjadi (2007:1) “Banyak pendapat yang
dikemukakan berbagai pihak bahwa banyak siswa yang berkesulitan belajar
matematika”. Hal ini menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa. Hasil belajar
matematika di Indonesia diakui masih sangat rendah, sebagaimana skor PISA
menempatkan Indonesia di peringkat 64 dari 65 negara. Peran guru sebagai peran
sentral menjadi agen perubahan (agent of change) dalam dunia pendidikan khususnya
pada bagian pelaksanaan pembelajaran. Sebagimana yang disimpulkan oleh Sutjipto
(2005:33) bahwa “Bukan matematika yang salah (sulit) tetapi kita semua yang salah
karena belum bisa menempatkan pembelajaran matematika sebagai kegiatan yang
mengasyikkan dan menyenangkan bagi siswa baik di sekolah maupun di rumah”.
Guru sebagai orang yang pertama dan yang utama bertindak sebagai
pengembang kegiatan pembelajaran yang mengenal karakteristik siswa dengan baik
yang dapat mengupayakan pembelajaran yang menyenangkan sehingga dapat
meningkatkan kualitas pendidikan matematika di setiap sekolah tempat guru
melaksanakan tugas profesionalitasnya. Pembelajaran yang menyenangkan menurut
Rusman (2011:326) menyatakan bahwa, “pembelajaran yang menyenangkan adalah
adanya pola hubungan yang baik antara guru dengan siswa dalam proses
pembelajaran”. Terjadinya kesulitan siswa dalam belajar matematika salah satu
penyebabnya adalah belum adanya pola hubungan yang baik antara guru dengan
siswa dalam proses pembelajaran.
Banyak faktor yang menyebabkan belum adanya pola hubungan yang baik
antara guru dengan siswa dalam proses pembelajaran. Salah satunya adalah
kecakapan komunikasi yang dimiliki guru dalam melaksanakan pembelajaran.
Pembelajaran adalah proses membelajarkan siswa melalui komunikasi guru dan
siswa. Pembelajaran matematika yang dapat mengatasi kesulitan siswa dapat
dilakukan dengan penerapan komunikasi yang efektif. Efektivitas komunikasi
diperoleh jika guru memiliki keterampilan berkomunikasi (communication skill) yang
memadai. Ucapan
dari seorang guru sangat mempengaruhi siswa karena secara
biologis siswa (manusia) terdiri 80% air, hasil penelitian Emoto, (1999) Ucapan
positif menghasilkan kristal air yang bagus. Demikian juga dengan siswa yang
sebagian besar terdiri dari air, jika sering diucapkan perkataan positif akan berakibat
pada pribadi siswa juga baik. Communication skill dalam pembelajaran memiliki
peranan penting untuk meningkatkan minat dan motivasi belajar siswa, karena dapat
membawa siswa ke dalam suasana nyaman dan rilaks.
Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah untuk artikel ini adalah
Bagaimana langkah-langkah yang dapat dilakukan sehingga memiliki communication
skill yang sesuai dalam pembelajaran matematika?
Tujuan dari artikel ini adalah untuk memaparkan langkah-langkah yang dapat
dilakukan sehingga memiliki communication skill yang sesuai dalam pembelajaran
matematika secara teoritis.
Pembelajaran Matematika
Matematika merupakan pelajaran wajib di semua jenjang pendidikan. Objek
dari matematika bersifat abstrak sebagaimana Soejadi (2000:13), menyatakan bahwa
“karakteristik dari matematika adalah memiliki objek kajian yang abstrak”.
Pembelajaran matematika mempunyai tujuan tertentu sesuai dengan fungsinya
sebagaimana dicantumkan dalam Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Dan
Kebudayaan
Nomor 68 Tahun 2013 Tentang Kerangka Dasar dan Struktur
Kurikulum Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (2013:6), tujuan dari
pembelajaran matematika agar siswa memiliki Kompetensi Inti (KI) sebagai berikut.
KI 1 : Menghayatidan mengamalkan ajaranagamayangdianutnya.
KI.2 : Menghayati
dan
tanggungjawab,
mengamalkan
peduli
(gotong
perilaku
royong,
jujur,
kerjasama,
disiplin,
toleran,
damai),santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap
sebagai bagian darisolusi atas berbagai permasalahan dalam
berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta
dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan
dunia.
KI 3 : Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin
tahunya tentangilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan
humaniora
dengan
wawasan
kemanusiaan,
kebangsaan,
kenegaraan,dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian,
serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang
spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan
masalah.
KI 4 : Mengolah, menalar, dan menyajidalam ranah konkret dan ranah
abstrak terkait dengan pengembangan dari yangdipelajarinyadi
sekolah secaramandiri, bertindak secara efektif dankreatif,serta
mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.
Berdasarkan KI dari Kurikulum 2013 menunjukkan bahwa pembelajaran
menekankan pada pentingnya keseimbangan kompetensi sikap, pengetahuan dan
keterampilan. Kemampuan matematika yang dituntut dibentuk melalui pembelajaran
berkelanjutan: dimulai dengan meningkatkan pengetahuan tentang metode-metode
matematika, dilanjutkan dengan keterampilan menyajikan suatu permasalahan secara
matematis dan menyelesaikannya, dan bermuara pada pembentukan sikap jujur,
kritis, kreatif, teliti, dan taat aturan.
Pembelajaran
sebagaimana
matematika
tercantum
yang
Kemdikbud
dianjurkan
(2013:x)
oleh
dilakukan
Kurikulum
dalam
5
20013
tahapan
pembelajaran, yaitu:
a. Apersepsi
b. Interaksi sosial di antara siswa, guru, dan masalah
c. Mempresentasikan dan mengembangkan hasil kerja
d. Temuan objek matematika dan penguatan skemata baru
e. Menganalisis dan mengevaluasi proses dan hasil penyelesaian masalah.
Menyimak anjuran kurikulum, pembelajaran matematika perlu penekanan untuk
terjadinya interaksi sosial di antara siswa, guru, dan masalah. Terjadinya interaksi
sosial di antara siswa dan guru, sikap dan ekspresi guru terhadap siswa dan masih
banyak faktor lain ternyata mempunyai pengaruh terhadap kemampuan berpikir
siswa. Terutama faktor guruyang merupakan pengaruh yang kuat terhadap
kemampuan berpikir siswa.
Sejalan dengan uraian diatas, maka tujuan umum pendidikan matematika
seperti yang dikemukakan oleh Soedjadi (2000: 43) antara lain:
1. Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di
dalam kehidupan dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak
atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif dan
efisien.
2. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir
matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai
ilmu pengetahuan.
Merujuk pada Permendikbud No 58 tahun 2014 dalam lampiran III
menyatakan, bahwa Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta
didikmulai dari sekolah dasar, untuk membekali peserta didik dengankemampuan
berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, inovatif dan kreatif,serta kemampuan
bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agarpeserta didik dapat memiliki
kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk hidup lebih
baik pada keadaan yang selaluberubah, tidak pasti, dan sangat kompetitif.
Pelaksanaan pembelajaran matematika, diharapkan bahwa peserta didik harus dapat
merasakan kegunaan belajar matematika.
Komunilkasi dan Pembelajaran
Ditinjau dari prosesnya, pembelajaran adalah komunikasi dalam arti bahwa
dalam proses tersebut terlibat dua komponen yang terdiri atas manusia, yakni
pengajar sebagai komunikator dan pelajar sebagai komunikan. Lazimnya pada
tingkatan bawah dan menengah pengajar itu disebut guru. Tujuan pembelajaran
adalah khas atau khusus yaitu meningkatkan pengetahuan seseorang mengenai suatu
hal sehingga dapat dikuasai dan tujuan pendidikan itu akan tercapai jika prosesnya
komunikatif karena jika prosesnya tidak komunikatif maka tujuan pembelajaran tidak
dapat tercapai. Alasan umum orang mengikuti kelompok kecil adalah belajar dari
orang lain. Belajar terjadi dalam bermacam-macam cara dan paling biasa dalam kelas.
Asumsi yang mendasari belajar kelompok, adalah ide dari dua kepala, biasanya lebih
baik dari satu kepala (Arni Muhammad, 2000: 183).
Pada umumnya pembelajaran berlangsung secara berencana di dalam kelas
secara tatap muka (face to face), karena kelompoknya kecil dan terjadi komunikasi
dalam bentuk komunikasi kelompok tetapi sewaktu-waktu dapat berubah menjadi
komunikasi antar persona dan terjadilah komunikasi dua arah atau dialog dimana
pelajar menjadi komunikan dan komunikator, demikian pula sang pengajar.
Terjadinya
komunikasi
dua
arah
ini
apabila
pelajar
bersikap
responsif,
mengetengahkan pendapat atau pertanyaan baik diminta maupun tidak diminta. Jika
pelajar pasif dalam arti hanya mendengarkan tanpa ada respon atau gairah untuk
mengekspresikan suatu pernyataan atau pertanyaan, maka meskipun komunikasi itu
bersifat tatap muka, tetap saja berlangsung satu arah sehingga komunikasi menjadi
tidak efektif. Uchjana Effendi (2003) menyatakan komunikasi dalam bentuk diskusi
dalam proses belajar mengajar berlangsung amat efektif, baik antara pengajar dengan
pelajar maupun diantara para pelajar sendiri sebab mekanismenya memungkinkan si
pelajar terbiasa mengemukakan pendapat secara argumentatif.
Raka Joni (Karti Soeharto, 1995: 25) menyatakan ketrampilan berkomunikasi
guru dalam kegiatan pembelajaran mencakup 4 kemampuan pokok, yaitu:
a. Kemampuan guru mengembangkan sikap positif dalam kegiatan pembelajaran.
Kemampuan ini terdiri dari : 1) Mengenali kelebihan dan kekurangan diri siswa
dalam kegiatan pembelajaran 2) Membantu siswa menumbuhkan kepercayaan diri
dalam kegiatan pembelajaran. 3) Membantu memperjelas pikiran dan perasaan
sehingga dapat dipahami orang lain dan dapat bertukar pikiran dalam kegiatan
pembelajaran.
b. Kemampuan guru untuk bersikap luwes dan terbuka dalam kegiatan pembelajaran.
Kemampuan ini terdiri dari : 1) Menunjukkan sikap terbuka terhadap pendapat siswa.
2) Menunjukkan sikap luwes dalam menyesuaikan diri. 3) Menerima siswa
sebagaimana adanya. 4) Menunjukkan sikap sensitif, responsif dan simpatik terhadap
perasaan kesukaran siswa dalam kegiatan pembelajaran. 5) Menunjukkan sikap
ramah, penuh pengertian dan sabar terhadap siswa.
c. Kemampuan guru untuk tampil secara bergairah dan bersungguh-sungguh dalam
kegiatan pembelajaran. Kemampuan ini terdiri dari : 1) Menunjukkan kegairahan
dalam memberi materi atau mengajar. 2) Merangsang minat siswa untuk belajar. 3)
Memberi kesan kepada siswa bahwa guru menguasai bahan materi yang diajarkan
dan menguasai bagaimana mengajar (metode/strategi).
d. Kemampuan guru untuk mengelola interaksi dalam kegiatan pembelajaran.
Kemampuan ini terdiri dari : 1) Mengembangkan hubungan yang sehat dan serasi
dalam kegiatan pembelajaran. 2) Memberikan tuntutan agar interaksi antar siswa serta
antar guru dengan siswa terpelihara dengan baik dalam kegiatan pembelajaran. 3)
Menguasai perbuatan yang tidak diinginkan atau menyimpang dalam kegiatan
pembelajaran.
Pembelajaran Matematika dengan Komunikasi Persuasif
Komunikasi yang dapat dilakukan selama pembelajaran matematika dengan
menggunakan komunikasi persuasif. Selama ini pembelajaran matematika menjadi
suatu momok bagi siswa.Siswa sering merasa kesulitan dengan pembelajaran
Matematika. Sebenarnya bukanlah matematikanya yang sulit, namun guru yang
mengajarkan matematikalah yang mempersulitnya. Sering kita lihat guru matematika
menghipnotis siswa dengan kata–kata sulit. Misalnya ketika masuk kelas, guru sering
memperkenalkan suatu bab dengan kata: “Anak-anak, tolong diperhatikan ya? Hari
ini kita belajar suatu materi yang sulit.Kalau kamu tidak memperhatikan pasti tidak
bisa nantinya.
Lalu adakah cara masuk ke pikiran bawah sadar siswa bahwa pelajaran
matematika adalah pelajaran yang mudah. Berikut iniakan kita uraikan bagaimana
komunikasi guru dalam proses pembelajaran agar pembelajaran itu terasa lebih
mudah dan menyenangkan. Pada saat masuk kelas guru hendaknya menampakkan
rasa antusias bahwa di kelas adalah ada siswa-siswa yang hebat yang haus akan ilmu
pengetahuan (Navis, A.A., 2013).Bila saat seorang guru masuk kelas dengan antusias
maka siswa yang melihat guru tersebut juga antusias. Sebaliknya bila seorang guru
yang masuk kelas dengan malas-malasan maka siswa juga akan menampakkan
suasana yang malas. Akhirnya suasana pembelajaran akan membosankan.
Selanjutnya
guru
mengadakan
pacing
dengan
siswa.
Pacing
yaitu
menyamakan, misalnya menyamakan gerakan dengan siswa. Guru misalnya bertanya,
“Siapa yang makan pakai telor tadi pagi, coba tunjuk tangan?” (sambil guru juga
mencontohkan tunjuk tangan). Dan tentu saja ada sebagian yang makan tidak pakai
telor, lalu guru kembali melanjutkan: “Siapa yang tadi pagi makan tidak pakai telor?’,
sambil juga guru tunjuk tangan. Akhirnya semua anak menyamakan gerakan dengan
guru baik yang pakai telor maupun yang tida pakai telor.
Dalam pembelajaran, guru dapat menggunakan ilusi pilihan, yaitu suatu
teknik untuk mendapatkan persetujuan tanpa bertanya setuju atau tidak.Misalnya
pada saat guru memerintahkan mengerjakan soal, guru tidak memerintahkan secara
vulgar tapi guru cukup bertanya, “Kalian mengerjakan soal ini sekarang atau lima
menit lagi”. Sebenarnya apapun jawaban mereka, mereka pasti akan mengerjakan
soal itu tanpa merasa diperintah. Ilusi pilihan di sini yaitu degan menggunakan kata
“atau” (Eric Siregar, 2014).
Ketika pembelajaran berlangsung, sering-seringlah ucapkan kata-kata:
“Mudah, kan?”. Ini akan menggiring pikiran bawah sadar siswa untuk memahami
materi yang lebih mudah. Kalaupun materi itu sulit ganti katanya-katanya menjadi
“menantang”.Misalnya, “Anak-anak, perhatikan ya? Kita hari ini akan belajar materi
yang menantang”. Pikiran bawah sadar siswa akan suka terhadap sesuatu yang
menantang sehingga ia akan antusias untuk mempelajari sesuatu yang menantang.
Pada saat memberikan soal, gunakan kata penghalus “hanya” dan “mencoba”.
Kata “hanya” dapat memberikan kesan lebih sedikit atau lebih mudah.Karena soal
yang lebih sedikit siswa akan merasa senang untuk mengerjakannya. Kata “mencoba”
dirasakan lebih “aman” daripada “melakukan”. Di samping itu juga bias berarti tanpa
konsekwensi, karena hanya mencoba. Contoh kalimatnya: “Soalnya hanya 20. Kalian
sudah bisa mencobanya, sekarang”.
Agar pelajaran lebih melekat pada saat mau menutup pelajaran, lakukan
Future pacing. Future Pacing yatu membawa pikiran siswa ke masa depan pada
suatu situasi dimana mereka akan membutuhkan ilmu tersebut. Kemudian tunjukkan
bagaimana ilmu baru tersebut dapat menjadi solusi yang jitu dalam menyelesaikan
persoalan itu. Lakukan dengan bahasa yang gamblang dan sensory base
(menggunakan VAKOG yang jelas). Misalnya pada hari itu pembelajarannya tentang
“Luas”. Anda bisa mengatakan: “Kapanpun kalian ingin mengukur luas tanah,
misalnya saat nantinya kamu membeli tanah yang bentuknya tidak beraturan, kamu
dapat menggunakan pembelajaran hari ini”.
Daftar Pustaka
Annonim, 2003. Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Annonim, 2013. Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan
Nomor 68 Tahun 2013 Tentang Kerangka Dasar dan Struktur
Kurikulum Sekolah Menengah pertama/Madrasah Tsanawiyah. Jakarta:
Mendikbud.
Annonim. 2014. Permendikbud No 58 tahun 2014 dalam lampiran III. Jakarta:
Mendikbud.
Arni Muhammad (2000). Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara
Emoto, Masaru. 1999 The Message from Water, Children’s Version. Japan: Higashi
Nihonbashi.
Eric Siregar, 2014. Dhsyatnya Kata-kata: Menghipnosis itu Mudah. Jakarta:
Salaris Publisher.
Karti Soeharto (1995). Teknologi Pembelajaran Pendekatan Sistem, Konsepsi dan
Model, SAP, Evaluasi, Sumber Belajar dan Media; Surabaya: SIC.
Navis, A.A. (2013). Hypnoteaching. Jogjakarta: Ar Ruzz Media.
Rini Darmastuti (2006: 3). Literasi Media dan Kearifan Lokal: Konsep dan Aplikasi.
Jakarta: Suka Buku.
Rusman 2011. Model-model Pembelajaran (mengembangkan profesional Guru).
Jakarta: Rajawali Pres
Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Soedjadi, R. 2007. Masalah Kontekstual sebagai Batu Sendi Matematika
Sekolah. Surabaya: Pusat Sain dan Matematika Sekolah Unesa.
Sutjipto, 2005. Apa yang Salah dengan Matematika. Buletin PUSPENDIK.
Vol.2/No. 1/ Juli 2005. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat
Penelitian Pendidikan DEPDIKNAS.
Uchjana Effendy, O., (2003). Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra
Aditya Bakti:
Download