Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Komunikasi merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan. Bahkan makhluk hidup selain manusia seperti binatang pun mempunyai sistem komunikasi tersendiri dengan sesamanya. Terlebih lagi manusia yang disebut makhluk sosial tentulah butuh komunikasi dengan sesamanya untuk menyampaikan pendapat, pikiran, dan perasaan. Menurut KBBI (2008: 798) pengertian komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan berita antara dua orang atau lebih dengan cara yang tepat sehingga dipahami apa yang dimaksud. Maka dari itu agar kedua pihak dapat mengerti dan menyampaikan maksud dengan baik, sangatlah dibutuhkan pengetahuan bahasa yang benar. Komunikasi menggunakan bahasa ibu tentulah lebih mudah karena merupakan bahasa yang didapat sejak lahir. Lain halnya jika menggunakan bahasa kedua atau bahasa asing yang tidak begitu sering digunakan dalam percakapan sehari-hari. Agar komunikasi dapat berjalan dengan lancar, pembicara haruslah mempelajari dan sering menggunakan bahasa tersebut agar apa yang diucapkan terdengar natural bagi pendengar. Jumlah pemelajar bahasa Jepang beberapa tahun belakangan ini meningkat cukup pesat di Indonesia. Menurut survey yang diadakan oleh Lembaga Pendidikan Bahasa Jepang tahun 2009, Indonesia menduduki urutan ke-3 sebagai negara yang paling banyak mempelajari bahasa Jepang. Sebagai pemelajar bahasa Jepang tingkat mahasiswa, tentulah kata penunjuk (指示詞) seperti kore, sore, are, kono, sono, ano, koko, soko, asoko, dan lain-lain, 1 sudah bukan menjadi hal yang asing. Bahkan kata-kata ini menjadi pelajaran pertama dalam pemelajaran tata bahasa Jepang. Sehingga bagi mahasiswa tingkat menengah maupun akhir, kata penunjuk bukanlah sesuatu yang menjadi masalah. Namun ada kalanya meskipun tampak terlihat mudah, penggunaan kata penunjuk ini dapat membingungkan pemelajar bahasa Jepang ketika sudah diaplikasikan dalam kalimat. Penulis tertarik untuk meneliti mengenai kata tunjuk ko so a dikarenakan penulis menemukan banyak dari pemelajar bahasa Jepang termasuk penulis yang kesulitan dalam membedakan fungsi masing-masing dari kata tunjuk ko so a. Bahkan soal-soal yang menggunakan kata penunjuk ini sering muncul dalam soal ujian kemampuan bahasa Jepang (noryoku shiken), dalam kategori soal bunpo maupun dokai. Yuliani (2005) pernah meneliti mengenai penggunaan kata ganti tunjuk benda ko so a. Pada penelitian ini ia menggunakan sumber data dari novel berjudul ‘Madogiwa no Tottochan’ dan membahas tentang penggunaan kata tunjuk di dalam novel kemudian dianalisis dengan teori yang ada. Kemudian Daniel (2012) juga pernah meneliti mengenai hubungan kata yang muncul pada komik Meitantei Conan Tokubetsuhen khususnya dalam bunmyakushiji untuk kono, sono, dan ano. Dalam kesempatan ini penulis bermaksud untuk menggunakan sumber data yang dikumpulkan dari hasil penyebaran angket soal kata tunjuk. Serta hasil dari angket tersebut penulis bermaksud untuk meneliti kesalahan penggunaan kata tunjuk yang dilakukan oleh responden. Dalam bahasa Indonesia ada kelas kata yang mempunyai fungsi yang sama seperti kata penunjuk (指示詞) dalam bahasa Jepang, yakni disebut pronomina yang fungsinya menggantikan atau mewakilkan kata lain. Menurut Kamus Besar Bahasa 2 Indonesia, pronomina adalah kata yg dipakai untuk mengganti orang atau benda; kata ganti seperti aku, engkau, dia. Menurut sifat dan fungsinya, kata ganti dalam bahasa Indonesia dapat dibedakan menjadi: 1. Kata ganti orang (Pronomina Personalia) adalah kata ganti yang menggantikan orang. Contoh : aku, kami, kita, dia, mereka. 2. Kata ganti kepunyaan (Pronomina Possessiva) adalah segala yang menggantikan kata ganti orang dalam kedudukan sebagai pemilik. Contoh : -ku, -mu, -nya, kami, kamu, mereka. 3. Kata ganti tunjuk (Pronomina Demonstrativa) adalah kata yang menunjuk keberadaan suatu benda atau hal. Contoh : ini, itu, di. 4. Kata ganti penghubung (Pronomina Relativa) adalah kata yang menghubungkan anak kalimat dengan suatu kata benda yang terdapat dalam induk kalimat. Contoh : yang. 5. Kata ganti tanya (Pronomina Interrogativa) adalah kata yang menanyakan tentang benda, orang atau suatu keadaan. Contoh : apa, siapa, mana, mengapa, berapa. 6. Kata ganti tak tentu (Pronomina Indeterminativa) adalah kata yang menggantikan atau menunjukkan benda atau orang dalam keadaan yang tidak tentu atau umum. Contoh : masing-masing, seseorang, para. 3 Sedangkan kata ganti dalam bahasa Jepang dapat digolongkan menurut tabel yang diambil dari Inoue (2006:65) berikut : Kata penunjuk (指示詞)dalam bahasa Jepang dapat diartikan ke dalam bahasa Indonesia dengan mudah. Seperti ‘ko (こ)’ dapat diartikan ‘ini’, sedangakan ‘so (そ)dan ‘a (あ)’ dapat diartikan dengan ‘itu’ dalam bahasa Indonesia. Akan tetapi meskipun arti dari masing-masing dari kata penunjuk sudah diketahui, dalam beberapa kondisi seringkali muncul beberapa masalah seperti kapan kata-kata itu digunakan, menunjukkan hal apa, serta kata-kata ini harus digunakan dalam kondisi yang bagaimana. Secara mendasar shijishi golongan ko digunakan ketika menunjuk hal yang 4 dekat dengan pembicara, golongan so digunakan untuk menunjuk hal yang dekat dengan pendengar, dan golongan a digunakan untuk menunjuk hal yang jauh baik dari pembicara maupun lawan bicara. Shijishi jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia maka mempunyai arti paling dekat dengan kata tunjuk yang disebut pronomina demonstratif. Kedua shijishi golongan so dan a jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia hanya akan menjadi satu kata yaitu kata ‘itu’. Menurut KBBI (2008:603) pengertian dari kata ‘itu’ adalah 1. kata penunjuk bagi benda (waktu, hal) yang jauh; 2. demikian itu. Sehingga dalam bahasa Indonesia ketika menunjuk hal yang dekat dengan pendengar maupun jauh dari pembicara maupun pendengar hanya digunakan kata ‘itu’. Dengan kata lain sangat jelas bahwa pengertian dari kata penunjuk ‘itu’ dalam bahasa Indonesia dan Jepang mempunyai dasar yang berbeda. Contoh lain masalah dalam penggunaan kata tunjuk ada dalam contoh soal seperti berikut : もし別の人がその会を運営することになったら、(a.こ この b.その その)人に その しっかり会の内容を説明したい。 Terjemahan : Bila jadinya orang lain yang mengatur pertemuan itu, maka jelaskanlah dengan baik isi pertemuan ini kepada orang (a. ini b.itu) . Bahasa Jepang dan bahasa Indonesia bukan bahasa yang serumpun. Sehingga dapat dikatakan bahwa banyak perbedaan yang dapat ditemukan dalam bahasa Jepang dan bahasa Indonesia. Parera (1997:157) menjelaskan bahwa masalah utama dalam pembelajaran bahasa asing adalah perbedaan antar kedua bahasa itu sendiri. Maka dari itu pengetahuan dan pemahaman dari kedua bahasa baik dari segi struktur kalimat, kata, dan budaya menjadi hal yang penting ketika ingin mempelajari suatu bahasa asing. 5 Selain itu dalam bahasa Jepang juga sangat banyak ditemukan kosakata yang memiliki arti yang sama dalam bahasa Indonesia, namun dalam bahasa Jepang digunakan pada situasi dan kondisi tertentu. Menurut Parera (1997:108), orang yang belajar secara otodidak akan segera melakukan kesalahan dalam penerjemahan, kesulitan dalam mengungkapkan sesuatu, dan membawa kebiasaan atau pengertian dari bahasa pertama atau bahasa asli. Kesalahan dalam proses belajar bahasa asing bukan sesuatu yang memalukan, justru merupakan hal yang positif dengan kesalahan kita dapat belajar untuk mengetahui penggunaan bahasa dan kosakata yang benar. Tetapi agar kesalahan dapat menjadi pelajaran, seseorang harus mengetahui dan menyadari kesalahan berbahasa yang ada, serta mau mencari solusi agar kesalahan tersebut tidak terulang dimasa mendatang. Dengan berlatar belakang uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti kesalahan yang dilakukan murid pemelajar bahasa Jepang dalam menjawab soal-soal yang berkaitan dengan kata tunjuk (指示詞). 1.2 Rumusan Permasalahan Dalam skripsi ini penulis akan meneliti tentang kesalahan pemelajar dalam membedakan penggunaan kata tunjuk ko (こ), so (そ), a (あ) 1.3 Ruang Lingkup Permasalahan Dalam skripsi ini, penulis akan membatasi pada analisis kesalahan responden dalam membedakan penggunaan kata tunjuk ko (こ), so (そ), a (あ) jenis bunmyakushiji, dan ingin mengetahui faktor penyebab kesalahan yang dilakukan pemelajar bahasa 6 Jepang dalam menjawab soal kata tunjuk dalam angket yang dibagikan kepada responden kelas chujokyuu di Osaka Gakuin tahun 2013 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah penulis bertujuan untuk melihat kemampuan dari mahasiswa sastra Jepang universitas Bina Nusantara tingkat chujokyuu di sekolah Osaka Gaigo Gakuin dalam membedakan penggunaan kata tunjuk (指示詞). Manfaat dari penelitian ini adalah agar pembaca mengerti dan memahami penggunaan masing-masing dari kata tunjuk(指示詞) ketika dituangkan dalam kalimat sehingga diharapkan tidak lagi melakukan kesalahan. 1.5 Metode Penelitian Setiap penelitian membutuhkan metode untuk menganalisis, sehingga metode yang digunakan harus disesuaikan atau mempertimbangkan dengan obyek yang akan diteliti. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Metode kualitatif merupakan penelitian tentang riset yang bersifat deskriptif. Penulis akan menjelaskan jawaban dari setiap soal, menganalisis penggunaan kata tunjuk yang muncul dalam soal kemudian didukung dengan teori yang ada, dan menganalisis kesalahan secara subyektif. 2. Metode deskriptif analisis. Penulis akan menyebarkan soal sebanyak 15 nomor kepada 11 responden kelas chujokyu yang akan ditransripsikan dan dianalisis dengan teori yang ada, serta diperkuat dengan penyebaran angket. 7 3. Metode angket. Untuk mendukung data dari soal penulis menyebarkan angket untuk mengetahui alasan para responden menggunakan kata tunjuk kosoa dalam soal tersebut. 1.6 Sistematika Penulisan Untuk memberikan uraian yang sistematis guna mempermudah pembaca memahami isi penelitian ini, maka penulis menyusunnya kedalam lima bab yang terdiri sebagai berikut : BAB 1 : Pendahuluan Memuat gambaran mengenai latar belakang, rumusan permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penelitian. BAB 2 : Landasan Teori Memuat tinjauan umum mengenai perbedaan dari fungsi masingmasing kata tunjuk. Dalam bab ini akan diuraikan hal-hal yang berkaitan dengan kata tunjuk, fungsi kata tunjuk, jenis-jenis kata tunjuk, teori dari kata tunjuk, dan teori mengenai analisa kesalahan berbahasa dari para ahli yang digunakan dalam penelitian ini. BAB 3 : Analisis Data Memuat penjelasan dan analisis kasus yang dilakukan peneliti dari hasil penyebaran kuesioner di lapangan dan dihubungkan dengan teori-teori yang bersangkutan. 8 BAB 4 : Simpulan dan Saran Memuat kesimpulan dari analisis peneliti yang diuraikan di bab 3, juga berisikan saran untuk pembaca dan untuk penelitian selanjutnya. BAB 5 : Ringkasan Memuat keseluruhan dari penelitian ini yang dipaparkan secara singkat mulai dari latar belakang, rumusan permasalahan, tujuan penelitian, serta hasil penelitian. 9