Rangkuman Sejarah Teori Kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia Teori Masuknya Kebudayaan HB di Indonesia (Diambil dari beberapa sumber, Lebih lengkapnya ada di buku cetak hal. 36-42) Teori Ksatria, berpendapat bahwa penyebaran kebudayaan HinduBudha yang dilakukan oleh golongan ksatria. Pengemuka teori Ksatria, yaitu: o C.C. Berg menjelaskan bahwa kebudayaan Hindu-Buddha dapat menyebar karena bantuan para ksatria yang mendukung satu pihak/suku yang terlibat konflik kekuasaan di Indonesia. Dalam penghargaannya, kaum ksatria dinikahkan dengan perempuan pribumi. Dengan hal inilah kebudayaan Hindu-Buddha berkembang o Mookerji menjelaskan bahwa dalam perkembangannya ksatria India di Indonesia membentuk banyak koloni yang kemudian berkembang menjadi sebuah kerajaan. o J.L. Moens menjelaskan bahwa proses terbentuknya kerajaankerajaan di Indonesia pada awal abad ke-5 ada kaitannya dengan situasi yang terjadi di India pada abad yang sama. Sekitar abad ke-5, ada di antara para keluarga kerajaan di India Selatan melarikan diri ke Indonesia sewaktu kerajaannya mengalami kehancuran, dan kemudian mendirikan kerajaan di Indonesia Kelemahan dari teori ini adalah tidak adanya bukti bahwa nusantara pernah ditaklukan oleh bangsa India. Teori Waisya, dikemukakan oleh N.J. Krom, menyatakan bahwa lamanya waktu berdagang di Indonesia menyebabkan para pedagang menikahi pribumi dan menyebarkan kebudayaan HinduBuddha. Kelemahan teori ini adalah kurang pahamnya golongan Waisya akan pemahaman agama. Teori Brahmana, dikemukakan oleh Jcc Van Leur, menilai bahwa hanya para brahmana yang memahami dan mapu mengajarkan kebudayaan Hindu-Buddha secara utuh dan benar. Teori ini juga dipertegas dengan penemuan bahasa sanskerta pada prasasti HinduBuddha, karena di India hanya golongan brahmana yang memahami secara utuh bahasa tersebut. Kelemahan teori ini adalah peraturan dilarangnya para brahmana untuk meninggalkan negara pada saat itu. Teori Arus Balik, dikemukakan oleh F.D.K. Bosch, menyatakan bahwa orang pribumi lah yang tertarik untuk belajar kebudayaan Hindu- Buddha di India dan kemudian menyebarkannya di nusantara. Kelemahan teori ini adalah pasti mengacu terhadap teori lain, karena tidak mungkin ada ketertarikan apabila tidak mengenal terlebih dahulu Kerajaan – Kerajaan HB di Indonesia (Diambil dari beberapa sumber, Lebih lengkapnya ada di buku cetak hal. 42-73, Beberapa kerajaan gak perlu dipelajarin. Materi liat di academialabsky.wordpress.com) Kutai Kerajaan tertua bercorak Hindu di Indonesia adalah kerajaan Kutai. Kerajaan Kutai beragama Hindu Siwa (dikarenakan salah satu yupa menyebutkan tempat suci bernama “wapa keswara” tempat pemujaan dewa siwa.) Letak: Muara Kaman, Kalimantan Timur, tepatnya di hulu sungai Mahakam. Sejarah: Kerajaan Kutai berdiri sekitar abad ke-4 M. Nama kerajaan ini disesuaikan dengan nama daerah tempat penemuan prasasti, yaitu daerah Kutai. Hal ini disebabkan, karena setiap prasasti yang ditemukan tidak ada yang menyebutkan nama dari kerajaan tersebut. Wilayah Kerajaan Kutai mencakup wilayah yang cukup luas, yaitu hampir menguasai seluruh wilayah Kalimantan Timur. Bahkan pada masa kejayaannya Kerajaan Kutai hampir manguasai sebagian wilayah Kalimantan. Sumber sejarah: Sumber yang mengatakan bahwa di Kalimantan telah berdiri dan berkembang Kerajaan Kutai yang bercorak Hindu adalah beberapa penemuan peninggalan berupa tulisan (prasasti). Tulisan itu ada pada tujuh tiang batu yang disebut yupa. Yupa tersebut adalah tugu batu yang berfungsi sebagai tiang untuk menambat hewan yang akan dikorbankan. Dari salah satu yupa tersebut diketahui Raja Mulawarman yang memerintah Kerajaan Kutai pada saat itu. Nama Mulawarman dicatat dalam yupa karena kedermawanannya menyedekahkan 20.000 ekor sapi pada Kaum Brahmana. Dengan penulisannya yang menggunakan bahasa sanskerta dan huruf pallawa, membuktikan teori brahmana, karena pada zaman itu hanya kaum brahmana yang mengerti secara menyeluruh tentang bahasa sanskerta. Kehidupan Politik: Sejak muncul dan berkembangnya pengaruh hindu (India) di Kalimantan Timur, terjadi perubahan dalam kepemerintahan, yaitu dari pemerintahan suku dengan kepala suku yang memerintah menjadi kerajaan dengan seorang raja sebagai kepala pemerintahan. Berikut beberapa raja yang pernah memerintah Kerajaan Kutai: - Raja Kudungga: Raja pertama Kutai, namanya menggunakan nama lokal sehingga para ahli berpendapat bahwa agama Hindu baru masuk pada masa pemerintahannya. - Raja Aswawarman: Pada masa pemerintahannya, wilayah kekuasaan Kutai diperluas lagi. Hal ini dibuktikan dengan dilakukannya Upacara Asmawedha pada masanya. Dalam upacara itu dilaksanakan pelepasan kuda dengan tujuan untuk menentukan batas kekuasaan Kerajaan Kutai (ditentukan dengan tapak kaki kuda yang nampak pada tanah hingga tapak yang terakhir nampak disitulah batas kekuasaan Kerajaan Kutai ). Pelepasan kuda-kuda itu diikuti oleh prajurit Kerajaan Kutai. Dari namanya, Aswawarman menggunakan nama bercorak Hindu -Raja Mulawarman Raja Mulawarman merupakan anak dari Raja Aswawarman yang menjadi penerusnya. Raja Mulawarman adalah raja terbesar dari Kerajaan Kutai. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Kutai mengalami masa kejayaannya. Dia yang menyumbang emas dan sapi. Kehidupan ekonomi: Tidak diketahui secara pasti, kecuali disebutkan dalam salah satu prasasti bahwa Raja Mulawarman telah mengadakan upacara korban emas dan tidak menghadiahkan sebanyak 20.000 ekor sapi untuk golongan Brahmana. Tidak diketahui secara pasti asal emas dan sapi tersebut diperoleh. Apabila emas dan sapi tersebut didatangkan dari tempat lain, bisa disimpulkan bahwa kerajaan Kutai telah melakukan kegiatan dagang. Jika dilihat dari letak geografis, Kerajaan Kutai berada pada jalur perdagangan antara Cina dan India. Kerajaan Kutai menjadi tempat yang menarik untuk disinggahi para pedagang. Hal tersebut memperlihatkan bahwa kegiatan perdagangan telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Kutai, disamping pertanian. Keruntuhan Kerajaan Kutai: Kerajaan Kutai runtuh saat raja Kerajaan Kutai terakhir yang bernama Maharaja Dharma Setia tewas di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji Pangeran Anum Panji Mendapa. Kerajaan Kutai Kartanegara selanjutnya menjadi Kerajaan Islam yang bernama Kesultanan Kutai Kartanegara. Tarumanegara Merupakan kerajaan yang bercorak Hindu, tepatnya Hindu Wisnu (dikarenakan pada prasasti cirauteun terdapat ukiran kaki dewa wisnu). Lokasi: sekitar Banten dan Jakarta Kehidupan Politik: Raja Purnawarman adalah raja besar yang telah berhasil meningkatkan kehidupan rakyatnya. Hal ini dibuktikan dari prasasti Tugu yang menyatakan raja Purnawarman telah memerintah untuk menggali sebuah kali. Penggalian sebuah kali ini sangat besar artinya, karena pembuatan kali ini merupakan pembuatan saluran irigasi untuk memperlancar pengairan sawah-sawah pertanian rakyat. Selain itu prasasti tugu juga menyebutkan raja Purnawarman yang gagah perkasa melindungi rakyatnya seperti titisan dewa wisnu. Kehidupan Sosial: Kehidupan sosial Kerajaan Tarumanegara sudah teratur rapi, hal ini terlihat dari upaya raja Purnawarman yang terus berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan rakyatnya. Raja Purnawarman juga sangat memperhatikan kedudukan kaum brahmana yang dianggap penting dalam melaksanakan setiap upacara korban yang dilaksanakan di kerajaan sebagai tanda penghormatan kepada para dewa. Kehidupan Ekonomi: Prasasti tugu menyatakan bahwa raja Purnawarman memerintahkan rakyatnya untuk membuat sebuah terusan sepanjang 6122 tombak/12 km yang diselesaikan dalam 21 hari, dan bersebelahan dengan sungai chandrabaga. Pembangunan terusan ini mempunyai arti ekonomis yang besar nagi masyarakat, Karena dapat dipergunakan sebagai sarana untuk mencegah banjir serta sarana lalu-lintas pelayaran perdagangan antardaerah di Kerajaan Tarumanegara dengan dunia luar. Juga perdagangan dengan daera-daerah di sekitarnya. Akibatnya, kehidupan perekonomian masyarakat Kerajaan Tarumanegara sudah berjalan teratur. Sumber Sejarah: Bukti keberadaan Kerajaan Taruma diketahui melalui sumbersumber yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Sumber dari dalam negeri berupa tujuh buah prasasti batu (disebut juga saila prasasti) yang ditemukan empat di Bogor, satu di Jakarta dan satu di Lebak Banten sebagai berikut: 1. Prasasti Ciaruteun 2. Prasasti Kebon Kopi 3. Prasasti Jambu 4. Prasasti Muara Cianten 5. Prasasti Pasirawi 6. Prasasti Tugu 7. Prasati Lebak Dari prasasti-prasasti ini diketahui bahwa kerajaan dipimpin oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358 M dan beliau memerintah sampai tahun 382 M. Makam Rajadirajaguru Jayasingawarman ada di sekitar sungai Gomati (wilayah Bekasi). Kerajaan Tarumanegara ialah kelanjutan dari Kerajaan Salakanagara. Sedangkan sumber-sumber dari luar negeri yang berasal dari berita Tiongkok antara lain: 1. Berita Fa-Hsien, tahun 414 M dalam bukunya yang berjudul Fa-Kao-Chi menceritakan bahwa di Ye-po-ti hanya sedikit dijumpai orang-orang yang beragama Buddha, yang banyak adalah orang-orang yang beragama Hindu dan sebagian masih animisme. 2. Berita Dinasti Sui, menceritakan bahwa tahun 528 dan 535 telah datang utusan dari To- lo-mo yang terletak di sebelah selatan. 3. Berita Dinasti Tang, juga menceritakan bahwa tahun 666 dan 669 telah datang utusaan dari To-lo-mo. Berdasarkan tiga berita di atas para ahli menyimpulkan bahwa istilah To-lomo secara fonetis penyesuaian kata-katanya sama dengan Tarumanegara. Maka berdasarkan sumber-sumber yang telah dijelaskan sebelumnya maka dapat diketahui beberapa aspek kehidupan tentang kerajaan Tarumanegara. Kerajaan Tarumanegara diperkirakan berkembang antara tahun 400-600 M. Berdasarkan prasast-prasati tersebut diketahui raja yang memerintah pada waktu itu adalah Purnawarman. Wilayah kekuasaan Purnawarman menurut prasasti Tugu, meliputi hampir seluruh Jawa Barat yang membentang dari Banten, Jakarta, Bogor dan Cirebon. Runtuhnya kerajaan Tarumanegara: Runtuhnya kerajaan Tarumanegara bermula dari kepercayaan yang diberikan oleh sang raja kepada pemerintah daerah di bawah raja, untuk mimimpin wilayahnya sendiri. Lalu, kebiasaan memberikan warisan wilayah atau daerah kepada putra dan putri mahkota, yang lantas membuat kerajaan baru di wilayahnya tersebut. Hal itu membuat kekuasaan raja menjadi lemah dan mudah diserang Linggawarman yang menjadi raja terakhir, meyerahkan kekuasaan kepada menantunya yang berasal dari kerajaan Sriwijaya. Lantas, berakhirlah pemerintah dalam nama Tarumanegara berganti menjadi kerajaan Sunda. Melayu Kerajaan-kerajaan Buddha di Sumatra muncul pada sekitar abad ke-6 dan ke-7. Sejarah mencatat ada dua kerajaan bercorak Buddha di Sumatra, yaitu Kerajaan Melayu dan Kerajaan Sriwijaya. Kerajaan Melayu merupakan salah satu kerajaan tertua di Indonesia. Berdasarkan bukti-bukti sejarah yang bisa ditemukan, Kerajaan Melayu diperkirakan berpusat di daerah Jambi, tepatnya di tepi alur Sungai Batanghari. Di sepanjang alur Sungai Batanghari ditemukan banyak peninggalan berupa candi dan arca. Letak: Kerajaan Melayu atau dalam bahasa Cina ditulis Ma-LaYu merupakan sebuah nama kerajaan yang berada di Pulau Sumatera. Pada abad ke-7 yang berpusat di Minanga, pada abad ke-13 yang berpusat di Dharmasraya dan diawal abad ke 15 berpusat di Suruasoatau Pagaruyung. Kerajaan ini berada di pulau Swarnadwipa atau Swarnabumi yang oleh para pendatang disebut sebagai pulau emas yang memiliki tambang emas, dan pada awalnya mempunyai kemampuan dalam mengontrol perdagangan di Selat Melaka sebelum direbut oleh Kerajaan Sriwijaya. Hampir semua ahli sejarah sepakat bahwa negeri Melayu berlokasi di hulu sungai Batang Hari, sebab pada alas arca Amoghapasa yang ditemukan di Padangroco terdapat prasasti bertarikh 1208 Saka (1286) yang menyebutkan bahwa arca itu merupakan hadiah raja Kertanagara (Singhasari) kepada raja Melayu. Sumber Sejarah: Berita tentang Kerajaan Melayu antara lain diketahui dari dua buah buku karya Pendeta I-tsing atau I Ching (634-713)dalam pelayarannya dari Cina ke India tahun 671, singgah di negeri Sriwijaya enam bulan lamanya untuk mempelajari Sabdawidya (tatabahasa Sansekerta). Ketika pulang dari India tahun 685, I-tsing bertahun-tahun tinggal di Sriwijaya untuk menerjemahkan naskah-naskah Buddha dari bahasa Sansekerta ke bahasa Cina. I-tsing kembali ke Cina dari Sriwijaya tahun 695. Ia menulis dua buah bukunya yang termasyhur yaitu Nan-hai Chi-kuei Nei-fa Chuan (Catatan Ajaran Buddha yang dikirimkan dari Laut Selatan) serta Ta-T’ang Hsi-yu Ch’iufa Kao-seng Chuan (Catatan Pendeta-pendeta yang menuntut ilmu di India zaman Dinasti Tang). - Menurut catatan I-tsing, Sriwijaya menganut agama Buddha aliran Hinayana, kecuali Ma-la-yu. Tidak disebutkan dengan jelas agama apa yang dianut oleh Kerajaan Melayu. - Berita lain mengenai Kerajaan Melayu berasal dari T’ang-Hui-Yao yang disusun oleh Wang p’u pada tahun 961, dimana Kerajaan Melayu mengirimkan utusan ke Cina pada tahun 645 untuk pertama kalinya, namun setelah berdirinya Sriwijaya sekitar 670, Kerajaan Melayu tidak ada lagi mengirimkan utusan ke Cina. Kitab Purana pada zaman Gautama Buddha terdapat istilah Malaya dvipa yang bermaksud tanah yang dikelilingi air. Geographike Sintaxis karya Ptolemy Pengunaan kata Melayu, telah dikenal sekitar tahun 100-150 yang menyebutkan maleu-kolon Negarakertagama, pada tahun 1275, Raja Kertanegara dari kerajaan di Jawa mengadakan ekspedisi penaklukan ke Sumatra. Ekspedisi tersebut disebut ekspedisi Pamalayu. Setelah cukup lama di bawah kekuasaan Sriwijaya, Kerajaan Melayu muncul kembali sebagai pusat kekuasaan di Sumatra. Pada abad 17, adityawarman, putra Adwayawarman memerintah Kerajaan Melayu. Adityawarman memerintah hingga tahun 1375. Kemudian, digantikan oleh anaknya Anangwarman. Sriwijaya Letak Geografis o Terletak diantara jalur perdagangan o o o o o o Meneguasai daerah Kamboja, Thailand, Semenanjung Malaya, Seumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi o Berpusat di sekitar Sungai Musi/Hilir Batanghari/Sekitar Candi Muara Takus (3 Pendapat berbeda) Sumber Sejarah o Prasasti Nalanda dan Cola (India), Prasasti Ligor (Tanah Genting Kra, Malaysia), Berita dari Cina, Sri Lanka, Arab, dan Persia [Sumber non-Indonesia] o Prasasti Kedukan Bukit (683M), Prasasti Talang Tuo (684M), Prasasti Kota Kapur (686M), Prasasti Siddhayarta, Prasasti Telaga Batu (683M), Prasasti Karang Berahi [Sumber Indonesia] Keadaan Kerajaan o Berdiri pada abad ke 7-14 M o Kerajaan bercorak Buddha, berdasarkan catatan perjalanan pendeta Cina, I-Tsing. Sriwijaya , merupakan tempat kajian agama Buddha o Menggunakan Bahasa melayu o Pertumbuhan pesat pada masa pemerintahan raja Balaputradewa, ditandai dengan tumbuhnya perdagangan di perairan sriwijaya o Pembangunan ibukota baru di semenanjung Malaysia pada tahun 775M dengan tujuan pengawasan kegiatan dagang daerah Selat Malaka (Prasasti Ligor) Hubungan Diplomatik o Hubungan pendidikan dengan kerajaan Benggala di India (Prasasti Nalanda) o Hubungan dengan kerajaan Cola, India dan kerajaan di Cina. Hubungan diplomatik ini dianggap penting untuk kelangsungan perjanjian dagang o Hubungan bersifat aktif dan menunjukkan sikap ekspansif o Pada abad ke-11, mendapat serangan dari kerajaan Cola,India menyebabkan Raja saat itu ditawan Raja-Raja Sri Jayanasa o Sri Cudamani Warmadewa Sri Indrawarman o Sri Mara-Vijayottunggawarman Dharanindra o SangramaSamaratungga Vijayottunggawarman Balaputradewa Penyebab Keruntuhan o Dikuasainya kerajaan Melayu oleh Singasari o Direbutnya wilayah Semenanjung Malaysia oleh sebuah kerajaan Thailand o Berkurangnya wilayah taklukan o Serangan Majapahit (Abad ke-14) Kalingga/HoLing Letak Geografis o Berada di Jawa Tengah o Diperkirakan pusatnya di sekitar Kabupaten Jepara/Kabupaten Pekalongan Sumber Sejarah o Catatan perjalanan I’Tsing (Cina) o Prasasti Tukmas & Sojomerto Kehidupan Politik, Ekonomi, dan Sosial o Berdiri pada abad ke 6-7 M o Kerajaan bercorak Hindu o Diperintah oleh perempuan bernama Ratu Simha o Penghasil emas, perak, dan cula badak Mataram Kuno Letak Geografis o Awal mulanya berpusat di Jawa Tengah kemudian pindah ke Jawa Timur o Menguasai daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah Keadaan Kerajaan o Berdiri pada abad ke-8 o Didirikan oleh 2 wangsa, wangsa syailendra (Buddha) dan wangsa sanjaya (Hindu) o Wangsa Syailendra menguasai daerah selatan dan wangsa sanjaya daerah utara o Perkawinan antara Rakai Pikatan (Sanjaya) dan Pramodawardhani (Syailendra) pada abad ke-9 mempererat hubungan kedua wangsa o Penyerangan Rakai Pikatan oleh Balaputradewa (Adik Pramodawardhani) yang gagal menyebabkannya kabur ke kerajaan Sriwijaya dan menjadi raja di sana. o Pemindahan pusat kerajaan ke Jawa Timur pada abad ke-10. Dugaan penyebabnya adalah menghindari serangan Sriwijaya dan dugaan bencana alam. o Setelah pemindahan ke Jawa Timur, Kerajaan diperintah oleh Mpu Sendok yang mendirikan wangsa Isana Sumber Sejarah o Candi Borobudur, Candi Kalasan, Candi Plaosan, Candi Prambanan, Candi Sewu, Candi Mendut, dll o Prasasti Canggal, Kalasan, Mantyasih, Klurak Raja raja o Sanjaya, pendiri Mataram Kuno Kerajaan o Rakai Panangkaran, awal berkuasanya Wangsa Sailendra o Rakai Panunggalan alias o Mpu Daksa Dharanindra o Rakai Layang Dyah Tulodong o Rakai Warak alias o Rakai Sumba Dyah Wawa Samaragrawira o Mpu Sindok, awal periode o Rakai Garung alias Jawa Timur Samaratungga o Sri Lokapala, suami Sri o Rakai Pikatan suami Isanatunggawijaya Pramodawardhani, awal o Makuthawangsawardhana kebangkitan Wangsa o Dharmawangsa Teguh, Sanjaya Kerajaan Mataram Kuno o Rakai Kayuwangi alias Dyah berakhir Lokapala o Rakai Watuhumalang o Rakai Watukura Dyah Balitung Keruntuhan o Pada zaman Dharmawangsa Teguh (Isana), hubungan antara kerajaan Mataram Kuno dan Sriwijaya yang diperintah oleh keturunan Balaputradewa sedang tidak baik o Tercatat Kerajaan Sriwijaya pernah menggempur Mataram Kuno dan tidak berhasil, sebaliknya Mataram Kuno juga pernah menggempur sriwijaya dan tidak berhasil pula o Kerajaan Mataram Kuno pada akhirnya ditaklukan oleh pasukan pimpinan Wurawari (sekutu Sriwijaya) pada saat pesta pernikahan putri Dharmawangsa Teguh o Anggota keluarga raja dharmawangsa yang berhasil lolos dari serangan sriwijaya dan wurawari: airlangga, dia menjadi raja pada 1019 M dan berhasil mengkonsolidasikan pemerintahan dengan memperluas wilayah kekuasaan dan melakukan perbaikan ekonomi o Pada masa airlangga, tercipta karya sastra arjunawiwaha oleh empu kanwa yaitu seni wayang Peninggalan – Peninggalan HB di Indonesia (Diambil dari beberapa sumber, Lebih lengkapnya ada di buku cetak hal. 74-78) Candi Istilah "Candi" diduga berasal dari kata “Candika” yang berarti nama salah satu perwujudan Dewi Durga sebagai dewi kematian. Karenanya candi selalu dihubungkan dengan monumen tempat pedharmaan untuk memuliakan raja anumerta (yang sudah meninggal) contohnya candi Kidal untuk memuliakan Raja Anusapati. Candi sendiri dibagi berdasarkan beberapa kriteria Candi Berdasarkan Agama o Candi Hindu, yaitu candi untuk memuliakan dewa-dewa Hindu seperti Siwa atau Wisnu, contoh: candi Prambanan, candi Gebang, kelompok candi Dieng, candi Gedong Songo, candi Panataran, dll. o Candi Buddha (Atau menurut teori pak shobirin, Vihara), candi yang berfungsi untuk pemuliaan Buddha atau keperluan bhiksu sanggha, contoh candi Borobudur, candi Sewu, candi Kalasan, candi Sari, candi Plaosan, candi Banyunibo, candi Sumberawan, candi Jabung, kelompok candi Muaro Jambi, candi Muara Takus, dan candi Biaro Bahal. o Candi Siwa-Buddha, candi sinkretis perpaduan Siwa dan Buddha, contoh: candi Jawi. o Candi non-religius, candi sekuler atau tidak jelas sifat atau tujuan keagamaan-nya, contoh: candi Ratu Boko, Candi Angin, gapura Bajang Ratu, candi Tikus, candi Wringin Lawang. Candi Berdasarkan Hirarki dan Ukuran o Candi Kerajaan, yaitu candi yang digunakan oleh seluruh warga kerajaan, tempat digelarnya upacara-upacara keagamaan penting kerajaan. Candi kerajaan biasanya dibangun mewah, besar, dan luas. Contoh: Candi Borobudur, Candi Prambanan, Candi Sewu, dan Candi Panataran. o Candi Wanua atau Watak, yaitu candi yang digunakan oleh masyarakat pada daerah atau desa tertentu pada suatu kerajaan. Candi ini biasanya kecil dan hanya bangunan tunggal yang tidak berkelompok. Contoh: candi yang berasal dari masa Majapahit, Candi Sanggrahan di Tulung Agung, Candi Gebang di Yogyakarta, dan Candi Pringapus. o Candi Pribadi, yaitu candi yang digunakan untuk mendharmakan seorang tokoh, dapat dikatakan memiliki fungsi mirip makam. Contoh: Candi Kidal (pendharmaan Anusapati, raja Singhasari), Candi Rimbi (pendharmaan Tribhuwana Wijayatunggadewi, ibu Hayam Wuruk). Candi Berdasarkan Fungsi o Candi Pemujaan, candi Hindu yang paling umum, dibangun untuk memuja dewa, dewi, atau bodhisatwa tertentu, contoh: candi Prambanan, candi Canggal, candi Sambisari, dan candi Ijo , candi Kalasan, candi Sewu. o Candi Stupa, didirikan sebagai lambang Budha atau menyimpan relik buddhis, atau sarana ziarah agama Buddha. Secara tradisional stupa digunakan untuk menyimpan relik buddhis seperti abu jenazah, kerangka, potongan kuku, rambut, atau gigi yang dipercaya milik Buddha Gautama, atau bhiksu Buddha terkemuka, atau keluarga kerajaan penganut Buddha. Beberapa stupa lainnya dibangun sebagai sarana ziarah dan ritual, contoh: candi Borobudur, candi Sumberawan, dan candi Muara Takus o Candi Pedharmaan, sama dengan kategori candi pribadi, yakni candi yang dibangun untuk memuliakan arwah raja atau tokoh penting yang telah meninggal. Candi ini kadang berfungsi sebagai candi pemujaan juga karena arwah raja yang telah meninggal seringkali dianggap bersatu dengan dewa perwujudannya, contoh: candi Belahantempat Airlangga dicandikan, arca perwujudannya adalah sebagai Wishnu menunggang Garuda. Candi Simping di Blitar, tempat Raden Wijaya didharmakan sebagai dewa Harihara. o Candi Pertapaan, didirikan di lereng-lereng gunung tempat bertapa, contoh: candi-candi di lereng Gunung Penanggungan, kelompok candi Dieng dan candi Gedong Songo, serta Candi Liyangan di lereng timurGunung Sundoro, diduga selain berfungsi sebagai pemujaan, juga merupakan tempat pertapaan sekaligus situs permukiman. o Candi Wihara, didirikan untuk tempat para biksu atau pendeta tinggal dan bersemadi, candi seperti ini memiliki fungsi sebagai permukiman atau asrama, contoh: candi Sari dan Plaosan o Candi Gerbang: didirikan sebagai gapura atau pintu masuk, contoh: gerbang di kompleks Ratu Boko, Bajang Ratu, Wringin Lawang, dan candi Plumbangan. o Candi Petirtaan: didirikan didekat sumber air atau di tengah kolam dan fungsinya sebagai pemandian, contoh: Petirtaan Belahan, Jalatunda, dan candi Tikus Struktur Candi o Kaki candi, merupakan bagian bawah candi. Bagian ini melambangkan dunia bawah atau bhurloka. Pada konsep Buddha disebut kamadhatu. Yaitu menggambarkan dunia hewan, alam makhluk halus seperti iblis, raksasa dan asura, serta tempat manusia biasa yang masih terikat nafsu rendah. o Tubuh candi, adalah bagian tengah candi yang berbentuk kubus yang dianggap sebagai dunia antara atau bhuwarloka. Pada konsep Buddha disebut rupadhatu. Yaitu Stupa Arca menggambarkan dunia tempat manusia suci yang berupaya mencapai pencerahan dan kesempurnaan batiniah. o Atap candi, adalah bagian atas candi yang menjadi simbol dunia atas atau swarloka. Pada konsep Buddha disebut arupadhatu. Yaitu menggambarkan ranah surgawi tempat para dewa dan jiwa yang telah mencapai kesempurnaan bersemayam. Di India kuno, bangunan stupa digunakan sebagai makam, tempat menyimpan abu kalangan bangsawan atau tokoh tertentu. Di kalangan Buddha, stupa menjadi tempat menyimpan abu sang buddha sendiri. Setelah wafat lalu dikremasi, abu buddha disimpan dalam delapan stupa terpisah yang didirikan di India Utara. Dalam perkembangannya, stupa menjadi lambang Buddhisme itu sendiri Sebagai lambang peerjalanan sang Budddha masuk ke nirwana, bangunan terdiri atas 3 bagian, yaitu andah, yanthra, dan cakra. Pembagian dan maknanya tidak jauh berbeda dengan candi Beberapa candi/vihara yang memiliki stupa di Indonesia adalah Candi/Vihara Mendut, Candi/Vihara Borobudur, Candi/Vihara Jawi. Arca adalah patung yang dibuat dengan tujuan utama sebagai media keagamaan, yaitu sarana dalam memuja tuhan atau dewa-dewinya. Arca berbeda dengan patung pada umumnya, yang merupakan hasil seni yang dimaksudkan sebagai sebuah keindahan. Oleh karena itu, membuat sebuah arca tidaklah sesederhana membuat sebuah patung. Arca pada masa Hindu-Buddha Di Indonesia berfungsi untuk mengenang Raja yang telah meninggal. Arca ini merupakan perwujudan Raja yang telah kembali bersatu dengan dewa penitisnya. Seni Sastra dan Ukir Kerajaan-kerajaan Jawa yang bercorak Hindu dan Buddha telah melahirkan karya budaya yang memiliki ciri khas Jawa. Salah satu contoh Seni Sastra adalah menerjemahkan Mahabharata dan Ramayana yang berbahasa India menjadi Bahasa Jawa Kuno. Lainnya lagi adalah Seni Ukir yang dapat ditemukan pada pahatan-pahatan batu di Candi, biasanya menggambarkan makhluk ajaib atau tumbuhan, serta dedaunan dan sulur untuk pola. -Untuk rangkuman diatas, kita usahain mencakup sebanyak mungkin. Kalo ada yang salah/ngaco bisa contact ke Tude X-MIIA 1 ato Fara X-Aksel. Untuk lebih luasnya bisa juga dicari di internet dan baca-baca buku. Goodluck guyss-