Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 3, No. 1, Januari 2010 INTERPRETASI ANALISA CITRA SATELIT POTENSI NIKEL PULAU WAIGEO, KABUPATEN RAJA AMPAT, PROPINSI IRIAN JAYA BARAT Safitri Dwi Wulandari Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN “Veteran” Yogyakarta Abstract Based on the result of interpretation and analyses on satellite imagery (Landsat 7ETM+) of Waigeo Maindland which explains the geomorphology and structure geology condition, and also overlying images under the existing geologic map, then can be showed that the area have agreat possibility potency in nickel and its associated other minerals. Spreading of iron oxide at crosta technique analysis showed spots indicate potency in nickel and its associated other minerals. From the geological showed by the spreading unltramafic rocks. Nickel at Waigeo is laterit deposit. Abstrak Berdasarkan hasil interpretasi dan analisa citra satelit (Landsat 7ETM+) daerah Waigeo yang menjelaskan kondisi geomorfologi dan struktur geologi, serta analisa dengan melakukan tumpang tindih hasil analisa citra dengan peta geologi yang ada menunjukkan daerah Waigeo merupakan daerah yang sangat berpotensi nikel dan mineral-mineral asosiasinya. Potensi nikel dan asosiasinya ditunjukkan dengan penyebaran iron oxide pada analisa crosta technique yang sifatnya setempat - setempat. Dari segi geologi ditunjukkan dengan penyebaran batuan ultramafik yang merupakan batuan tempat beradanya nikel dan asosiasinya. Nikel di daerah Waigeo berupa endapan laterit. Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 3, No. 1, Januari 2010 PENDAHULUAN Permukaan bumi memiliki topografi dengan relief yang sangat kompleks dan tidak beraturan, hal tersebut merupakan cerminan dari batuan dasar dan material-material lepas yang mendasarinya disetiap bagian dari permukaan bumi dan tergantung terhadap percepatan agen-agen geomorfik yang bekerja. Setiap jenis batuan, patahan atau pengaruh pergerakan internal dan setiap prosesproses erosi maupun pengendapan bertanggungjawab terhadap proses-proses yang membentuk permukaan bumi tersebut. Penginderaan Jauh merupakan ilmu dan seni untuk mendapatkan informasi mengenai obyek, daerah maupun fenomena-fenomena dengan menganalisa data tanpa melakukan kontak langsung terhadap obyek, daerah, maupun fenomena-fenomena tersebut (Lillesand & Kiefer,1994). Sistem berbasis satelit dapat mengukur fenomena-fenomena yang terus menerus berubah setiap waktu dan mencakup daerah yang sangat luas maupun tidak terjangkau (Aronoff,1981). Teknik Penginderaan jauh sudah banyak dilakukan untuk menghimpun perhitungan. Meskipun penginderaan jauh tidak akan dapat menggantikan pekerjaan geologi lapangan, akan tetapi nilai penginderaan jauh dapat digunakan untuk melengkapi gambaran sinoptik dengan cakupan yang luas dari bentang alan yang tidak terjangkau. Penginderaan jauh melengkapi pandangan yang menyeluruh pada skala keruangan yang berbeda dan pada daerah-daerah yang memiliki spectrum elektromagnetik yang berbeda. Pandangan secara menyeluruh sangat berguna dalam sub disiplin mega-geomorfologi, yang menekankan pada studi permukaan planet pada skala yang luas (Baker, 1986). Penginderaan jauh juga memmungkinkan untuk studi geomorfologi pada daerah yang tidak mungkin terjangkau melalui investigasi langsung kelapangan. Banyak ahli geologi meyakini bahwa refleksi spectral antara band-band 1.6 dan 2.2 µm merupakan spectral band sangat penting untuk eksplorasi mineral dan pemetaan batuan. Band tersebut tidak terlihat, tetapi dapat dibaca oleh sensor seperti pada Landsat Thematic Mapper dan Airborne Imaging Spectometer. Demikian juga pengujian terhadap band-band infra-merah termal dapat menjanjikan didalam membedakan tipe-tipe batuan dan mineral. Pulau Waigeo secara administrasi termasuk dalam Kabupaten Raja Ampat, Propinsi Irian Jaya Barat. Irian Jaya merupakan daerah terpencil dan terbelakang, dimana untuk kesampaian daerahnya sangat sulit karena infrastruktur transportasi disana masih sangat minim. Untuk itu, dalam penelitian kondisi geologi daerah ini sangat diperlukan bantuan analisa citra satelit. KONDISI GEOLOGI Tatanan lempeng tektonik Irian telah diulas beberapa ahli geologi seperti Dow,dkk (1985), Smith (1996) dan Mark Closs (1990) dapat dijadikan kerangka dalam menerangkan posisi dan sejarah tektonik. Konfigurasi Tektonik Irian pada saat ini berada pada bagian tepi utara Lempeng Australia yang berkembang akibat adanya pertemuan antara Lempeng Australia yang bergerak ke utara dengan Lempeng Pasifik yang bergerak ke barat. Menurut Smith (1990), perkembangan tektonik irian dapat dipaparkan sebagai berikut : Pada Kala Oligosen terjadi aktivitas tektonik pertama di Irian akibat tumbukan lempeng Australia dengan Busur Kepulauan berumur Eosen pada lempeng Pasifik. Hal ini Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 3, No. 1, Januari 2010 menyebabkan deformasi dan metamorphosis fasies sekis hijau berbutir halus, turbidit pada sisi benua membentuk jalur metamorf Dorewo. Akibat lanjut dari aktivitas tektonik ini adalah terjadinya sekresi (penciutan) Lempeng Pasifik keatas Jalur Malihan dan membentuk Jalur Ofiolit Irian. Peristiwa Tektonik kedua adalah Orogenesa Melanesia yang terjadi awal Pertengahan Miosen karena adanya tumbukan kraton Australia dan Lempeng Pasifik. Hal ini mengakibatkan terjadinya deformasi dan pengangkatan kuat pada batuan sedimen Karbon – Miosen dan membuat Irian Aktif. Orogenesa Melanesia ini diperkirakan mencapai puncaknya pada Pliosen Tengah. Fase magmatisme yang terjadi di Irian secara umum terjadi 3(tiga) fase, yaitu fase magmatisme tertua dari terobosan grabroik sampai dioritik diperkirakan berumur Oligosen dan terdapat dalam lingkungan Metamorfik Dorewo. Fase kedua berupa diorite berkomposisi alkalin yang terlokalisir dalam Kelompok Kemblengan pada sisi selatan Patahan Orogenesa Melanesia Dorewo yang berumur Miosen Akhir - Miosen Awal. Fase ketiga berupa intrusi dioritik sampai monzonitik yang dikontrol oleh suatu patahan yang aktif mulai Pliosen Tengah sampai sekarang. Intrusi ini menerobos hingga mencapai Kelompok Batugamping New Guinea. INTERPRETASI ANALISA CITRA SATELIT Setelah dilakukan koreksi citra terhadap gangguan atmosfer (radiometri) dan posisi (geometri), penajaman citra dan komposisi warna, maka dengan menggunakan kombinasi kanal 3-2-1 yang menunjukkan true colour dari kondisi dipermukaan. Band 1 menunjukkan daerah yang tergenang air, dalam hal ini diwakili dengan warna biru muda sampai biru tua. Band 2 digunakan untuk menunjukkan daerah-daerah puncak yang tertutup vegetasi, dalam hal ini ditunjukkan dengan warna abu-abu gelap kemerahan. Band 3 mewakili dari penyerapan khlorofil, hal ini menunjukkan daerah yang banyak vegetasinya dan diwakili dengan warna hijau muda sampai hijau tua. Sementara gangguan awan dimunculkan dengan warna putih dan bayangan awan dimunculkan dengan warna hitam. Berdasarkan kanal 5-4-1 dari citra Landsat 7 ETM untuk daerah Waigeo menunjukkan komposisi warna visible dimana obyek hutan dan bervegetasi dimunculkan dengan gradasi warna hijau tua sampai hijau muda. Hal ini disebabkan karena kekuatan band 4 dalam merekam obyek vegetasi tingkat rendah sampai tingkat tinggi. Objek infrastruktur dan daerah terbuka dimunculkan dengan gradasi warna coklat kemerahan, hal ini disebabkan kekuatan band 5 dalam menyerap reflektansi objek tersebut. Sedangkan objek air atau daerah yang tergenang air dimunculkan dengan gradasi warna biru muda sampai biru tua yang sangat dominan diserap oleh band 1. Sementara gangguan awan dimunculkan dengan warna putih dan bayangan awan dimunculkan dengan warna hitam. Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 3, No. 1, Januari 2010 1. Geomorfologi Berdasarkan analisa landsat dengan menggunakan kanal 5-4-1, daerah yang berupa dataran rendah ditunjukkan dengan warna hijau muda dan coklat muda (bagian utara dan tengah daerah kajian). Dilihat dari perbedaan ketinggian dari kenampakan kanal 5-4-1 tersebut menunjukkan bahwa daerah ini litologi penyusunnya mempunyai kekerasan yang sangat rendah sehingga mudah terlapukkan. Dataran rendah (bagian C dan D) ini sifatnya setempat – setempat dan menempati penyebaran batuan alluvial yang pada umumnya berada disekitar pantai. (Gambar 1) Untuk daerah yang merupakan perbukitan karst (Bagian B) ditunjukkan dengan warna coklat muda sampai coklat tua tetapi memperlihatkan bentuk perbukitan yang memanjang sebagai bentuk khas daerah karst. Litologi yang menempati satuan ini berupa batugamping. Perbukitan bergelombang (bagian A) ditunjukkan dengan warna coklat sampai coklat tua, dengan penyebaran hampir meliputi seluruh daerah kajian. Litologi yang menempati satuan ini adalah batuan ultramafik, batuan volkanik, batupasir dan lanau. Gambar 1. Landsat 7 ETM+ daerah Waigeo dengan analisa menggunakan kanal 5-4-1 (Path/Row :108/060 & 107/060. Aq. Date: 2004) 2. Struktur Geologi Struktur geologi ditunjukkan dengan pola kelurusan-kelurusan yang terlihat dari citra landsat kanal 4-5-7. Kelurusan-kelurusan yang panjang pada daerah kajian secara umum berarah baratlaut – tenggara. Sedangkan kelurusankelurusan pendek secara umum berarah barat – timur dan utara – selatan. (Gambar 2) Pola kelurusan pada daerah kajian menunjukkan pola kelurusan yang beraneka ragam. Secara umum pola kelurusan yang berarah barat – timur terpotong oleh kelurusan yang berarah baratlaur – tenggara dan utara – selatan. Hal ini menunjukkan bahwa kelurusan yang berarah barat – timur terbentuk terlebih dahulu disbanding pola kelurusan yang lain. Berdasarkan infrormasi peta geologi yang dilakukan oleh peneliti – peneliti terdahulu, menunjukkan struktur Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 3, No. 1, Januari 2010 geologi daerah kajian berupa lipatan, kekar dan patahan. Lipatan daerah kajian umumnya berarah barat – timur sampai timurlaut – baratdaya. Sedangkan patahan yang berkembang didaerah kajian mempunyai arah umum baratlaut – tenggara, utara – selatan dan barat – timur. Gambar 2. Landsat 7ETM+ daerah Waigeo deangan analisa menggunakan kanal 4-5-7 (Path/Row :108/060 & 107/060. Aq. Date: 2004) 3. Potensi Nikel Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan metode principal component analysis atau sering disebut Crosta Technique untuk daerah Waigeo mengenai kandungan iron oxide dan argilik/ clay hidroxile, dapat diketahui polapola penyebarannya sebagai berikut: untuk penyebaran iron oxide diwakili dengan warna biru muda sampau biru tua. Sedangkan warna merah terang dan orange menunjukkan daerah yang mengandung Clay hidroxcile/ argilik. Daerah yang mempunyai komposisi iron dan argilik yang seimbang ditunjukkan dengan warna putih. Konsentrasi logam oksida ini kemungkinan dihasilkan dari proses alterasi, pelapukan dan sedimentasi. Daerah yang mempunyai kandungan logam oksida tinggi ditunjukkan oleh warna biru muda sampai biru tua. Kemungkinan besar daerah yang mempunyai penyebaran konsentrasi dengan warna biru mengandung potensi nikel (Ni) dan mineral assosiasinya. Penyebaran iron oxide berada hampir diseluruh daerah kajian. (Gambar 3) Sedangkan dari segi geologi (Gambar 4) ditunjukkan dengan penyebaran batuan ultramafik yang merupakan batuan tempat beradanya nikel dan asosiasinya. Menurut Vinogradov, batuan ultrabasa rata-rata mempunyai kandungan nikel sebesar 0.2 %. Unsur nikel tersebut terdapat dalam kisi-kisi kristal mineral olivin dan piroksen, sebagai subtitusi terhadap atom Fe dan Mg. Batuan induk untuk bijih nikel adalah batuan peridotit. Nikel yang dijumpai didaerah penelitian berupa nikel laterit, hal ini dikarenakan posisi daerah analisis pada daerah tropis, dimana tingkat pelapukannya sangat tinggi, sedangkan batuan tempat kedudukan mineralisasi logam nikel dan assosiasinya ini berupa batuan ultramafik, dimana batuan ultramafik ini sangat cepat mengalami Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 3, No. 1, Januari 2010 pelapukan karena mineral penyusun batuan-batuan tersebut merupakan mineral yang tidak stabil. Konsentrasi clay hidroxile dari analisa citra dengan metode crosta technique yang ditunjukkan dengan warna coklat muda sampai coklat tua pada daerah kajian, kemungkinan merupakan daerah yang sudah terbuka pada daerah potensi nikel dan assosiasinya sehingga tinggal clay-nya. Hal ini ditunjukkan juga dari penyebaran litoliginya, dimana penyebaran clay hidroxile berada didaerah dengan litologi ultramafik. Gambar 3. Crosta Techniques daerah Waigeo Gambar 4. Potensi nikel berdasarkan geologi daerah Waigeo Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 3, No. 1, Januari 2010 KESIMPULAN Berdasarkan hasil interpretasi dan analisa citra satelit (Landsat 7ETM+) daerah Waigeo yang menjelaskan kondisi geomorfologi dan struktur geologi, serta analisa dengan melakukan tumpang tindih hasil analisa citra dengan peta geologi yang ada maka dapat disimpulkan daerah Waigeo merupakan daerah yang sangat berpotensi nikel dan mineral-mineral asosiasinya. Untuk potensi nikel dan asosiasinya ditunjukkan dengan penyebaran iron oxide pada analisa crosta technique. Penyebaran iron oxide ini sifatnya setempat - setempat pada daerah kajian. Sedangkan dari segi geologi ditunjukkan dengan penyebaran batuan ultramafik yang merupakan batuan tempat beradanya nikel dan asosiasinya. Menurut Vinogradov, batuan ultrabasa rata-rata mempunyai kandungan nikel sebesar 0.2 %. Unsur nikel tersebut terdapat dalam kisi-kisi kristal mineral olivin dan piroksen, sebagai subtitusi terhadap atom Fe dan Mg. Batuan induk untuk bijih nikel adalah batuan peridotit. Nikel yang dijumpai didaerah penelitian berupa nikel laterit, hal ini dikarenakan posisi daerah analisis berada pada daerah tropis, dimana tingkat pelapukannya sangat tinggi, sedangkan batuan tempat kedudukan mineralisasi logam nikel dan assosiasinya ini berupa batuan ultramafik, dimana batuan ultramafik ini sangat cepat mengalami pelapukan karena mineral penyusun batuan-batuan tersebut merupakan mineral yang tidak stabil. DAFTAR PUSTAKA D. Sudradjat M. 1982. Geologi Ekonomi. Bandung : Laboratorium Geologi Ekonomi, Jurusan Pendidikan Geologi, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung. Hal.172 Jensen, Mead LeRoy. 1979. Economic Minerals Deposits. 3rd Edition. USA : John Wiley & Sons, Inc. p 416 – 423. Lillesand, Thomas M and Kiefer, Ralph W. 1994. Remote Sensing and Image rd Interpretation. 3 Edition. USA : John Wiley & Sons, Inc. 750p S. Supriatina, A.S. Hakim dan T. Apandi. 1995. Peta Geologi Lembar Waigeo, Irian Jaya. Bandung : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Sabins, Floyd F and Bateman, Alan M. 1986. Remote Sensing Principles and nd Interpretation. 2 Edition. New York: W.H. Freeman and Company. 449p