Konfigurasi Geologi Bawah Permukaan Untuk

advertisement
Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
Konfigurasi Geologi Bawah Permukaan Untuk Menelusuri Zona
Kontaminasi di Daerah Jatinangor dan Rancaekek, Kabupaten
Sumedang dan Kabupaten Bandung
Undang Mardiana1), Febriwan Mohamad1), M. Kurniawan Alfadli1)
1)
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran
[email protected]
Abstrak
Daerah Jatinangor dan Rancaekek, Kabupaten Sumedang dan Kabupaten
Bandung, Provinsi Jawa Barat, adalah salah satu contoh daerah vulkanik yang memiliki
sumber daya air yang berpotensi baik. Bentuk bentang alamnya yang berupa lembah
dan perbukitan merupakan suatu wilayah yang cukup baik bagi keterdapatan zona
resapan (recharge zones) dan zona luahan (discharge zones) airtanah.
Daerah Jatinangor dan Rancaekek termasuk ke dalam Kecamatan Cikeruh dan
Kecamatan Rancaekek yang merupakan wilayah berkembang dengan instansi
pendidikan beserta kapasitas mahasiswa dan masyarakat umum yang juga terus
berkembang. Kampus UNPAD Jatinangor berada di bagian Utara daerah penelitian,
sedangkan di bagian Selatan berkembang kawasan industri. Baik bagian Utara (hulu)
maupun Selatan (hilir) menghasilkan berbagai macam limbah, yang kemungkinan akan
berpengaruh terhadap kualitas air permukaan maupun air tanah dangkal.
Pendekatan jenis batuan di bawah permukaan dapat didekati dengan sifat
kelistrikan batuan atau tahanan jenisnya, sehingga diperoleh gambaran bentuk wadah
atau geometri cekungan air tanah. Pendugaan geolistrik dua dimensi (2-D) mempunyai
penetrasi kedalaman yang dangkal dengan informasi yang detil, lintasan pengukuran
geolistrik 2-D dibuat tegak lurus dengan arah aliran air tanah (arah Barat-Timur) di
sekitar daerah penelitian, diharapkan zona-zona kontaminasi dan sumber
kontaminasinya dapat dipetakan.
Kata kunci : geolistrik, sistem akifer, batuan vulkanik, kontaminasi
1. PENDAHULUAN
Daerah Jatinangor dan sekitarnya,
Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa
Barat, adalah salah satu contoh daerah
vulkanik yang memiliki sumber daya air
yang kemungkinan berpotensi baik.
Bentuk bentang alamnya yang berupa
lembah dan perbukitan merupakan suatu
wilayah
yang
cukup
baik
bagi
keterdapatan zona resapan (recharge
zones) dan zona luahan (discharge zones)
airtanah. Namun demikian, karakteristik
geologi endapan vulkanik yang selalu
berubah dalam jarak yang cukup dekat
dan struktur geologinya yang kompleks
cukup berpengaruh pada sistem aliran
airtanah di wilayah tersebut. Keluarnya
airtanah ke permukaan dapat diakibatkan
oleh
pemotongan muka airtanah akibat kontak
antara batuan permeabel dengan batuan
impermeabel, dan adanya kehadiran sesar.
Dalam konsep hidrogeologi, airtanah
adalah salah satu komponen dalam siklus
hidrologi yang berkaitan erat dengan
ketersediaan air di bawah permukaan,
presipitasi,
infiltrasi,
perkolasi,
evapotranspirasi, dan aliran air di
permukaan (surface run-off). Secara
konseptual, kondisi kawasan resapan dan
luahan dapat diidentifikasi melalui
penelitian sebaran mata air pada suatu
wilayah. Dalam hal ini pemahaman
tentang kondisi potensi kawasan resapan
45
Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
dan sifat aliran airtanahnya, terutama dari
kawasan resapan menuju daerah luahan,
sangat dibutuhkan.
Informasi keberadaan akifer dapat
didekati melalui studi terintegrasi bidang
keilmuan hidrogeologi dan geofisika.
Cara ini adalah merupakan salah satu
metode yang umum digunakan dalam
eksplorasi mencari lapisan pembawa
airtanah.
Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan gambaran mengenai susunan
dan keberadaan batuan akifer berdasarkan
informasi geologi, nilai tahanan jenis
batuan, serta parameter kimia dan fisika
air tanah bawah permukaan, dan dapat
digunakan untuk menelusuri keberadaan
2. DASAR TEORI
P.H Silitonga (1973), dalam Peta
Geologi
Lembar
Bandung,
telah
menguraikan geologi wilayah studi dan
sekitarnya secara regional. Berdasarkan
peta tersebut diketahui bahwa batuan yang
tersingkap di wilayah studi hanya terdiri
dari satu satuan geologi yaitu produk
gunungapi muda / young Volcanic product
(Qyu)
yang
merupakan
endapan
gunungapi muda yang tak teruraikan
satuan ini terdiri atas pasir tufaan, lapilli,
breksi, lava, dan aglomerat. Sebagian
berasal dari Gunung Tangkubanparahu
dan sebagian dari Gunung Tampomas.
Dapat terlihat antara Sumedang dan
Bandung, batuan ini membentuk datarandataran kecil dan bagian-bagian yang rata
dengan bukit-bukit rendah yang tertutup
oleh tanah yang berwarna abu-abu kuning
dan kemerah-merahan, batuan-batuan ini
termasuk ke dalam Batuan Gunungapi
yang berumur Kuarter.
Secara umum daerah Jatinangor
memperlihatkan topografi perbukitan
dengan elevasi terendah sekitar 700 mdl
dan elevasi tertinggi sekitar 1812,5 mdpl.
Titik puncak elevasi tertinggi berada di
Gunung Manglayang yang berada di
baratlaut daerah penelitian. Sementara
elevasi terendah terdapat di Selatan daerah
penelitian yaitu pada daerah Cikeruh.
Berdasarkan kondisi topografi, sifat
litologi, analisis morfometri, morfografi,
dan morfogenetik di daerah penelitian,
maka daerah penelitian dapat dibagi
menjadi 3 satuan geomorfologi yaitu:
1. Satuan geomorfologi kaki gunungapi.
2. Satuan geomorfologi lereng gunungapi.
3. Satuan
geomorfologi
puncak
gunungapi
Gambar 1. Peta geologi regional daerah
penelitian, sebagian dari Peta Geologi
Lembar Bandung (modifikasi dari P.H.
Silitonga, 1973)
Secara stratigrafi daerah Jatinangor
dibagi ke dalam lima satuan dengan
kemunculan paleo soil sebagai kontak
ketidakselarasan serta terhentinya suatu
hubungan stratigrafi yang khas dan terjadi
perubahan sifat fisik litologi. Hubungan
stratigrafi antar masing-masing satuan
bersifat menjemari. Pada awalnya satuan
breksi jatuhan piroklastik di kala
Pleistosen Tengah terendapkan paling
bawah dan pada bagian timur dibatasi
oleh sesar Cikeruh. Hampir bersamaan
46
Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
terendapkan pula satuan breksi sisipan
lava di bagian timur satuan breksi jatuhan
piroklastik yang dibatasi oleh sesar
Cikeruh.
Pada kala Pleistosen atas terendapkan
satuan breksi jatuhan piroklastik 1 yang
menindih satuan breksi jatuhan piroklastik
2. Hampir secara bersamaan pula pada
bagian timur satuan breksi jatuhan
piroklastik
1
terendapkan
satuan
aglomerat dan dibatasi oleh sesar Cikeruh.
Pada kala Pleistosen atas sampai holosen
terendapkan
satuan
breksi
aliran
piroklastik. Satuan ini merupakan satuan
termuda dalam daerah penelitian. Dalam
posisi stratigrafinya satuan ini terdapat
pada elevasi teratas dan menindih satuan
breksi jatuhan piroklastik 1.
Berdasarkan
Peta
Hidrogeologi
Regional Indonesia Lembar Bandung,
yang disusun oleh Soetrisno S (1983),
cekungan airtanah daerah penelitian dapat
dibagi menjadi 2 (dua) wilayah, yaitu
wilayah airtanah dengan luah sumur
kurang dari 5 liter/detik dengan
keterdapatan akifer produktifitas sedang
serta penyebaranya yang cukup luas,
akifer dengan keterusan sangat beragam,
kedalaman muka airtanah pada umunya
dalam, debit sumur umumnya kurang dari
5 liter/detik.
Gambar 2. Peta Hidrogeologi Regional
Daerah Penelitian, sebagian dari Lembar
Bandung (modifikasi dari Soetrisno S.,
1983)
Wilayah ini menempati bagian Selatan
daerah studi dengan luasan ± 60%
Wilayah kedua adalah wilayah airtanah
yang pada beberapa tempat merupakan
akifer produktif, akifer dengan keterusan
sangat beragam pada umumnya airtanah
dangkal di wilayah ini tidak dimanfaatkan
karena kedudukan muka airtanahnya
cukup dalam, wilayah ini pada beberapa
tempat ditemui mataair, wilayah ini
menempati bagian Utara daerah studi
dengan luasan ± 40%. Kedua wilayah ini
tersusun dari endapan volkanik tak
teruraikan yang merupakan endapan
gunung api muda terdiri dari campuran
endapan gunungapi lepas dan padu
dengan permeabilitas batuan rendah
sampai sedang.
Metoda geolistrik adalah pengukuran
arus bawah permukaan sepanjang lintasan
elektroda, sehingga memungkinkan untuk
untuk menggambarkan nilai efektif
47
Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
resistivitas di bawah permukaan (Telford,
Geldart, dan Sheriff, 1996).
Pendugaan geolistrik
dilakukan
dengan
mempertimbangkan
aspek
morfologi, geologi serta hidrologi sebagai
hasil dari studi yang telah dilakukan
sebelumnya pada tahap persiapan.
Parameter data yang diperoleh dari
hasil pengukuran geolistrik berupa harga
arus (mA) dan harga potensial (mV),
dengan menggunakan hukum Ohm maka
akan diperoleh harga tahanan jenis ()
setelah terlebih dahulu dikoreksi oleh
faktor jarak (k).
Survei geolistrik dilakukan pada 15
lintasan menggunakan teknik dua dimensi
(2-D), dengan konfigurasi Dipole-dipole
dan
Wenner-Sclumberger.
Panjang
lintasan pengukuran adalah 155 meter,
dengan jumlah elektroda (channel) yang
digunakan adalah 32 elektroda dan spasi
antar elektroda 5 meter.
mengandung banyak butiran lempung dan
jika tanah mepunyai (PI), rendah ,seperti
lanau , sedikit penurangan kadar air
berakibat tanah menjadi kering.
3. HASIL PENELITIAN
Analisis Geologi
Pengumpulan data primer untuk
mengetahui gambaran geologi di daerah
penelitian meliputi penelitian jenis batuan,
kontak litologi, dan struktur geologi..
Secara Morfologi daerah penelitian
merupakan bagian dari kaki gunung
Manglayang yang merupakan perbukitan
bergelombang yang memanjang relatif
Utara Selatan, dengan aliran sungai
Cibeusi bagian Barat, Sungai Cileles
dengan anak Sungai Cikeuyeup berada di
bagian tengah, dan Sungai Cikeruh
dibagian Timur.
Secara statigrafi, lingkungan Jatinangor
disusun oleh material vulkanik yang
berumur Pleistosen Tengah hingga
Pleistosen Akhir yang merupakan hasil
erupsi Gunung Tangkuban Perahu (Qot,
Qmt, Qyt) dan hasil erupsi Gunung
Tampomas (Qts, Qys).
Gambar 3. Skema pengukuran tahanan
jenis
2- Dimensi dengan metoda WennerSchlumberger
Plastisitas tanah adalah kemampuan
butir-butir tanah halus untuk mengalami
perubahan bentuk tanpa terjadi perubahan
volume atau pecah. Tidak semua jenis
tanah mempunyai sifat plastis.
Indeks plastisitas (PI) merupakan interval
kadar air dimana tanah masih bersifat
plastis. Karena itu, indeks plastisitas
menunjukkan sifat keplastisan tanah. Jika
tanah mempunyai (PI) tinggi, maka tanah
Gambar 4. Penampang tiga dimensi
daerah penelitian (tanpa skala)
48
Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
Batuan ini dapat dikelompokan ke
dalam 5 satuan batuan yang tersusun dari
tua ke muda : Satuan Breksi Sisipan Lava
(Qot) berumur plistosen tengah menjemari
dengan satuan Aglomerat (Qts); Satuan
Aglomerat (Qts) berumur Plistosen
Tengah. Satuan Breksi Piroklastik 2
(Qmt) berumur Plistosen Akhir yang
menjemari
dengan
breksi
jatuhan
piroklastik (Qmt); Satuan Breksi jatuhan
Piroklastik 1 (Qys) berumur Pleistosen
Akhir, dan Satuan breksi aliran piroklastik
(Qyt) berumur Pleistosen Akhir.
Struktur Geologi yang berkembang
berupa sesar normal mendatar yang
berarah relatif berarah Utara - Selatan dan
Barat Laut - Tenggara. Pada daerah
penelitian hanya terdapat beberapa
struktur kekar yang nampak di lapangan.
Analisis struktur geologi pada daerah
penelitian
dilakukan
berdasarkan
interpretasi kenampakan peta DEM,
rekonstruksi penampang geologi x-y,
analisis kekar, dan intepretasi blok
diagram dari hasil pengukuran pendugaan
geolistrik. Intepretasi kenampakan peta
DEM daerah penelitian dilakukan dengan
menganalisis kelurusan lembah, kelurusan
sungai, rekonstruksi penampang vertikal
serta pengolahan data kekar dari lapangan.
Beberapa
struktur geologi yang
berkembang meliputi sesar Cikeruh, sesar
Hegarmanah, sesar Cikeuyeup, dan sesar
Cileles.
Gambar 5. Kenampakan kelurusan pada
Peta DEM di daerah penelitian.
Analisis Data Geolistrik
Pengukuran geolistrik 2-D dilakukan
dengan melihat posisi buangan air dari
tiap gedung fakultas serta arah aliran air
buangan di kampus UNPAD Jatinangor.
Berdasarkan
hasil
pengamatan
di
lapangan, maka pengukuran dilakukan
pada tiga blok di daerah penelitian yaitu:
a. Blok Barat atau sebelah Barat dari
gedung-gedung yang ada dengan arah
lintasan Barat - Timur dan arah aliran
air buangan umumnya kearah Barat
daya atau kearah lembah yang
bermuara ke cek-dam UNPAD.
b. Blok Timur dimana buangan air limbah
mengalir ke arah tenggara yang masuk
ke lembah aliran Sungai Cileles, arah
lintasan pengukuran Barat – Timur.
c. Blok
Tengah
yang
merupakan
punggungan dan batas antara blok
Barat dan blok Timur , lintasan
pengukuran geolistrik dibuat berarah
Utara – Selatan.
49
Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
rendah serta menengah ditemukan sejak
permukaan hingga kedalaman dangkal.
Sementara batuan dengan resistivitas
tinggi ditemukan pada kedalaman lebih
dari 30 meter di bawah permukaan
setempat.
Gambar 6. Sebaran lintasan pengukuran
geolistrik di daerah penelitian
Hasil pengolahan data lapangan serta
penampang tahanan jenis dikorelasikan
dengan keadaan geologi setempat,
menunjukkan bahwa lapisan batuan di
daerah penyelidikan umumnya berasal
dari endapan vulkanik dan dapat
dikelompokan berdasarkan kisaran nilai
tahanan jenis. Secara umum daerah
penelitian
menunjukkan kisaran nilai
tahanan jenis antara 5 Ωm hingga 450
Ωm.
Gambar 7. Salah satu penampang tahanan
jenis (Line-1) setelah dikoreksi topografi
Penampang-penampang pada blok
daerah penelitian menunjukkan sebaran
batuan yang berkembang di daerah
penelitian. Batuan dengan tahanan jenis
Gambar 8. Penampang tahanan jenis pada
blok Barat daerah penelitian
Intepretasi dari penampang tahanan
jenis
pada
beberapa
kedalaman
menunjukkan
pengelompokan
paket
batuan berdasar keseragaman pola
persebaran tahanan jenis serta adanya
hubungan persebaran lapisan-lapisan
batuan yang cenderung menerus baik ke
arah permukaan maupun ke bawah
permukaan.
Pada daerah penelitian ditemukan
adanya perbedaan populasi nilai tahanan
jenis. Perbedaan masing-masing populasi
tersebut
memperlihatkan
posisi
penyebaran batuan yang unik. Populasi
yang diapatkan adalah sebanyak empat
kelompok dengan karakter masingmasing. Ke-empat kelompok tersebut
adalah:
1. Paket ke-1 merupakan batuan yang
memiliki tahanan jenis lebih dari 200
Ωm (permukaan). Ditemukan secara
sporadis
di
permukaan.
Diinterpretasikan
sebagai
breksi
jatuhan piroklastik butiran dan keras,
bersifat kedap terhadap air.
50
Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
2. Paket-2 merupakan batuan yang
memiliki tahanan jenis antara 1-60
Ωm. Diinterpretasikan sebagai batuan
atau lapisan tanah yang berbutir kasar
dan dapat menyerap air. Mendominasi
bagian permukaan di daerah penelitian,
diperkirakan berupa Tufa kasar.
3. Paket-3 merupakan batuan yang
memiliki tahanan jenis 61-90 Ωm.
Diinterpretasikan sebagai batuan atau
yang berbutir kasar dan dapat
menyerap air. Diperkirakan memiliki
litologi Tufa lapilli.
4. Paket-4 merupakan batuan yang
memiliki tahanan jenis lebih dari 91
Ωm. Diperkirakan merupakan batuan
yang berbutir halus dan bersifat kedap
air.
Gambar 9. Kelompok batuan berdasar
nilai tahanan jenis pada Line-1
Berdasar
beberapa
penampang
kelompok paket batuan tersebut dapat
ditarik suatu penampang gabungan
berarah relatif Barat Laut - Tenggara (AB) yang menggambarkan bentuk dan tebal
perlapisan batuan (Gambar 10). Selain itu
juga ditarik suatu garis bidang patahan
yang diperkirakan berada di daerah
penelitian. Kawasan kampus Unpad
Jatinangor berada pada segmen tengah
hingga Selatan pada penampang tersebut.
Gambar 10. Penampang interpretasi paket
batuan berarah Barat Laut - Tenggara di
Jatinangor
Penampang
tahanan
jenis
dan
kelompok batuan memperlihatkan bahwa
paket batuan 2 (1-60 Ωm) mendominasi
tipe tanah dan batuan pada kedalaman
dangkal di daerah penelitian.
Paket batuan 2 dengan litologi berupa
berbagai jenis tanah dan tufa kasar
diperkirakan dapat menjadi wadah bagi
penyebaran kontaminasi di daerah
penelitian. Hal ini diprediksi dari nilai
tahanan jenis dan hubungannya dengan
porositas serta sebaran paket tersebut.
Pengukuran nilai tahanan jenis dari
sampel tanah pada beberapa titik yang
berdekatan dengan sungai maupun sumur
air dangkal di daerah penelitian turut
dilakukan. Berdasar peta zonasi tanah
(soil) kawasan Jatinangor dan sekitarnya
(Irvan Sophian, dkk, 2015), jenis tanah di
daerah penelitian terdiri atas Tanah
lempung plastisitas rendah, Tanah
lempung-lanau plastisitas tinggi dan
Tanah lanau plastisitas rendah.
Kelompok tanah di daerah penelitian
berdasarkan nilai tahanan jenisnya dibagi
menjadi :
1. Tanah lempung plastisitas rendah
dengan nilai tahanan jenis antara 1- 30
Ωm.
2. Tanah lempung-lanau plastisitas tinggi
dengan nilai tahanan jenis antara 31-55
Ωm.
51
Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
3. Tanah lanau plastisitas rendah dengan
nilai tahanan jenis lebih dari 55 Ωm.
Gambar 11. Penampang sebaran tanah
blok Barat daerah penelitian dengan arah
Barat Laut – Tenggara (A-A‟).
Gambar 10. Peta sebaran tanah bawah
permukaan berdasarkan nilai tahanan jenis
di daerah penelitian.
Gambar 10 menunjukkan peta sebaran
tanah di daerah penelitian dari permukaan
hingga kedalaman 6 meter berdasarkan
nilai tahanan jenis. Peta sebaran tanah
tersebut menunjukan bahwa ketiga jenis
tanah dapat ditemukan pada berbagai
kedalaman, dengan dominasi tanah
lempung
plastisitas
rendah.
Arah
penyebaran relatif tipe tanah lempung
tersebut adalah Barat Laut – Tenggara.
Tanah lempung plastisitas rendah
mendominasi bagian Barat penelitian pada
berbagai kedalaman. Tanah lempung
lanau plastisitas tinggi ditemukan
mendominasi di bagian Utara- dan Selatan
pada permukaan hingga kedalaman 6
meter. sedangkan tanah lanau plastisitas
tinggi ditemukan di bagian Selatan daerah
penelitian (Gambar 11).
Blok Barat daerah penelitian secara
umum ditutupi oleh lapisan tanah dengan
indeks plastisitas rendah. Tanah lempung
plastisitas rendah ini disusun oleh mineral
lempung illite. Jenis tanah ini bersifat
meloloskan air dan tidak dapat
menyimpan air untuk periode waktu yang
lama.
Nilai tahanan jenis yang rendah
menunjukkan
bahwa
blok
Barat
didominasi oleh tanah dan batuan yang
cenderung bersifat porus dan permeabel.
Dengan demikian, pada blok Barat lapisan
tanah dapat menyerap air yang
terkontaminasi
dan
meneruskannya
mengikuti pola aliran akifer dangkal yang
dipengaruhi kondisi topografi.
Gambar 12. Penampang sebaran tanah
blok Timur daerah penelitian dengan arah
Barat Laut – Tenggara (A-A‟).
52
Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
Blok Timur daerah penelitian ditutupi
oleh lapisan tanah lempung-lanau dengan
indeks plastisitas tinggi. Jenis tanah
lempung ini disusun memiliki kandungan
mineral montmorillonite yang tinggi. Jenis
tanah ini bersifat menyerap air dan
memiliki kemampuan untuk mengembang
(swelling) yang tinggi.
Nilai tahanan jenisnya menunjukkan
bahwa blok Timur didominasi oleh tanah
dan batuan yang cenderung bersifat lebih
padu dan impermeabel dibandingkan blok
Barat. Dengan demikian, pada blok Timur
lapisan tanah dapat menyerap air yang
terkontaminasi dan menyimpannya dalam
periode waktu yang lama.
PENUTUP
Pengumpulan data primer berupa
informasi geologi, tahanan jenis dan sifat
tanah telah dilakukan pada daerah
penelitian di kawasan Kampus UNPAD
Jatinangor dan sekitarnya.
Analisis geofisika dengan metode
geolistrik tahanan jenis 2 Dimensi
menunjukkan bahwa secara umum batuan
di daerah penelitian memiliki kisaran
nilai tahanan jenis antara 5 Ωm hingga
450 Ωm yang dapat dibagi ke dalam 4
paket batuan
Paket batuan 1 ( > 200 Ωm) dan 4 (1
<< 60 Ωm) merupakan kelompok yang
mendominasi permukaan dan lapisan
kedalaman dangkal di daerah penelitian.
Tahapan selanjutnya dalam penelitian
menunjukkan hubungan antara jenis tanah
dan sifat plastisitasnya dengan nilai
tahanan jenis. Tiga kelompok jenis tanah
yaitu Tanah lempung plastisitas rendah (130 Ωm), Tanah lempung-lanau plastisitas
tinggi (31-55 Ωm) dan Tanah lanau
plastisitas rendah (>55 Ωm) dapat ditemui
di daerah Jatinangor dan sekitarnya.
Kelompok tanah lempung dengan
indeks plastisitas tinggi mendominasi blok
Timur daerah penelitian. Jenis tanah ini
mampu menyerap dan berinteraksi dengan
air serta dapat mengembang (swelling)
apabila terisi oleh air. Air yang
terkontaminasi dapat terserap dan
tersimpan dalam akifer dangkal yang di
permukaannya ditutupi oleh jenis tanah
ini.
Blok Timur daerah penelitian perlu
menjadi perhatian dalam kaitannya
dengan
pembangunan
Instalasi
Pembuangan Air Limbah (IPAL) kampus
UNPAD Jatinangor.
Penelitian ini diharapkan dapat berguna
dalam program pengembangan kampus
Jatinangor menjadi kawasan
EcoCampus UNPAD.
DAFTAR PUSTAKA
[1]. Fetter, Jr. C.W., 1980. Applied
hydrogeology. Bell and Howell
Company, Colombus, Ohio, p.488
[2]. Karanth, A., 1987. General Range
of Electrical Resistivities of
Common Rock and Water.
[3]. Koefoed, O., 1982. Geosounding
Principles 1 – Resistivity sounding
Measurements
(Methods
in
Geochemistry and Geophysics, 14
A), Elsevier Science Publishing
Company Inc., New York, Second
Impression,
[4]. Loke, M.H., 2004, Tutorial 2D-3D
Electrical
Imaging
Surveys,
www.geoelectrical.com
[5]. Panjie
Wiranegara,
2011,
Karateristik
Akifer
Daerah
Jatinangor, Skripsi FTG tidak
dipublikasikan, UNPAD.
[6]. Reynolds, J. M., 1997, An
Introduction to Applied and
Environmental Geophysics, John
Wiley and Sons, New York.
53
Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
[7]. Silitonga, P.H., 1973, Peta gelogi
regional lembar Bandung, Badan
Geologi Bandung.
[8]. Soetrisno, S., 1983, Peta hidrogelogi
regional lembar Bandung, Badan
Geologi Bandung.
54
Download