IDENTIFIKASI AIR TANAH (GROUNDWATER) MENGGUNAKAN METODE RESISTIVITY (GEOLISTRIK with IP2WIN Software) RUNI ASMARANTO e-book learning, MK Hidrogeologi Jurusan Teknik Pengairan FT-Universitas Brawijaya Tahun 2012 1 1.1. Umum. Sebagian besar airtanah berasal dari air permukaan yang meresap masuk kedalam tanah, dan merupakan bagian dari siklus hidrologi. Kandungan airtanah di suatu daerah dapat dipengaruhi oleh kondisi lapisan geologi bawah permukaan di daerah tersebut terutama berkaitan dengan porositas batuan. 1.2. Sifat Batuan Sebagai Media Aliran Airtanah. Batuan yang bertindak sebagai media aliran airtanah mempunyai sifat kelulusan air, kapasitas jenis, keterusan air, daya simpan air. (Suharyadi, 1984:41) 1. Koefisien Kelulusan air. Koefisien kelulusan air (Coeficient of Permeability/Hydraulic Conductivity) adalah kemampuan untuk meluluskan air di dalam rongga-rongga batuan tanpa mengubah sifat-sifat airnya. Koefisien kelulusan air terdiri dari koefisien kelulusan air di lapangan (Kf) dan koefisien kelulusan air di laboratorium atau standart (Ks). Menurut hukum darcy, koefisien kelulusan air dinyatakan sebagai : Q K= A x dh dl L3 T L xL 2 L m T hari (2-1) L Tabel 2.1. Koefisien kelulusan air dari berbagai batuan (K). Macam Batuan K (mm/hari) Macam Batuan Kerikil 450 Batu Pasir Menengah Kerikil Menengah 270 Batu Pasir Halus Kerikil Kasar 150 Silt Pasir Kasar 45 Lempung Pasir Menengah 12 Batu Gamping Pasir Halus 3 Dolomit (Sumber: Bisri, 2008 : 12) K (mm/hari) 3.1000 0.2000 0.0800 0.0002 0.9400 0.0010 2. Kapasitas Jenis. Kapasitas Jenis (Specific Capacity) adalah debit yang dapat diperoleh setiap penurunan permukaan airtanah bebas ataupun airtanah tertekan, sepanjang satu satuan panjang dalam satu sumur pompa pada akhir periode pemompaan. Secara sedarhana harga kapasitas jenis dapat digunakan untuk menentukan besarnya debit pemompaan. Kapasitas jenis secara umum dinyatakan dalam: SQ = Q L3 L2 m 2 S T T det L (2-2) 3. Koefisien Keterusan Air. Koefisien keterusan air koefisien transmisivitas (Coeficient of Transmisivity) merupakan banyaknya air yang dapat mengalir melalui suatu bidang vertikal setebal akuifer, selebar satu satuan panjang. Harga koefisien keterusan dapat ditentukan dengan uji pompa (pumping test), atau melalui perhitungan secara teoritis. Koefisien keterusan air dinyatakan dalam: 2 Transmisivity = L3 L2 m 2 T T det L (2-3) Tabel 2.2. Nilai Porositas dan Permeabilitas Lapisan. Lapisan Tanah Porositas (%) Lempung (alluvium) 45-50 Silt (alluvium) 35-45 Pasir (alluvium) 30-35 Pasir dan kerikil (alluvium) 25-30 Lempung (dillivium) 50-60 Silt (dillivium) 40-50 Pasir (dillivium) 35-40 Pasir dan kerikil (dillivium) 30-35 Batu lumpur (neo-tersier) 55-65 Batu pasir (neo-tersier) 40-50 Tufa (neo-tersier) 30-65 (Sumber: Sosrodarsono dan Takeda, 1976 : 96) 4. Porositas Efektif (%) 5,00-10,00 5,00-8,00 20,00-25,00 15,00-20,00 3,00-5,00 5,00-10,00 15,00-20,00 10,00-20,00 3,00-5,00 5,00-10,00 3,00-10,00 Koefisien Permeabilitas ( m2/det ) 10-4-10-5 10-4-10-5 10-1-10-6 10-1-10-6 10-5-10-6 10-5-10-6 10-2-10-3 10-2-10-3 10-5-10-6 10-3-10-4 10-3-10-6 Koefisien Daya Simpan Air. Koefisien daya simpan air (Coeficient of Water Storage) adalah volume air yang dilepaskan atau dapat disimpan oleh suatu akuifer setiap satu satuan luas akuifer pada satu satuan perubahan kedudukan muka airtanah baik airtanah bebas maupun airtanah tertekan. Koefisien daya simpan air dapat digunakan untuk menentukan jenis akuifer, disamping itu juga dapat digunakan untuk menghitung jumlah kandungan airtanah di suatu daerah. Berdasarkan sifat fisik lapisan batuan dan perlakuannya sebagai media aliran air, maka lapisan batuan tersebut dapat dibedakan menjadi 4 (suharyadi, 1984 : 12) yaitu: a. akuifer. Akuifer (aguifer) merupkan suatu lapisan yang mempunyai susunan batuan yang sedemikian rupa, sehingga dapat menyimpan dan melepaskan air dalam jumlah yang cukup berarti. Misalnya kerikil, pasir, batu kapur, batuan gunung berapi. b.Akuitar. Akuitar (Aquitards) merupakan suatu lapisan yang mempunyai susunan batuan sedemikian rupa, sehingga dapat menyimpan air tetapi hanya dapat mengalirkan air dalam jumlah yang terbatas. Misalnya tampak adanya kebocoran-kebocoran atau rembesan yang terletak antara akuifer dan akuiklud. c. Akuiklud. Akuiklud (Aquiclude) merupakan suatu lapisan yang mempunyai susunan batuan sedemikian rupa, sehingga dapat menampung air tetapi tidak dapat melepaskan air dalam jumlah yang cukup berarti. Hal ini terjadi dikarenakan nilai konduktivitasnya kecil sekali, misalnya lapisan lempung dan lapisan Lumpur (silt). 3 d.Akuifug. Akuifug (Aquifuge) merupakan suatu lapisan yang mempunyai susunan batuan sedemikian rupa, sehingga tidak dapat menampung maupun melepaskan air (sama sekali kedap terhadap air), misalnya granit yang keras, kuarsit, lapisan batuan yang kompak (rock) atau batuan sedimen yang tersemen penuh. 1.3. Penyebaran Vertikal Airtanah. Distribusi airtanah secara vertikal dibawah permukaan tanah dibagi dalam beberapa zona yaitu zona jenuh dan zona tidak jenuh. Zona tidak jenuh sendiri terdiri atas: zona air dangkal (soil water zona), zona antara (intermediate vadoze water zona) dan zona kapiler (capillary water zona). Penjelasan selengkapnya mengenai susunan vertikal airtanah adalah sebagai berikut: A. Zona Jenuh. Dalam zona jenuh (Zona of Saturation) semua rongga-rongga atau pori-pori berisi air. Bagian bawah dari zona jenuh merupakan lapisan kedap air, zona jenuh dapat berupa tanah liat atau batuan dasar (bedrock). Air yang berada dalam zona jenuh dinamakan airtanah. Air yang ditampung dalam zona ini adalah air yang ditahan oleh lapisan setempat terhadap gaya gravitasi. (Bisri, 1988 : 4) Gambar 2.1. Penyebaran Vertikal Airtanah. (Sumber, Bisri, 1988 : 4) B. Zona tidak jenuh. Zona tidak jenuh (zona of aeration) terletak di atas zona jenuh sampai ke permukaan tanah, sedangkan air yang berada di dalam zona tidak jenuh dinamakan air mengambang atau air dangkal. Zona tidak jenuh terdiri dari zona dangkal, zona antara dan zona kapiler. Besarnya masing-masing zona tersebut serta distribusi air dalam masing-masing zona itu diuraikan sebagai berikut: 4 1. Zona Kapiler. Zona kapiler (Capilary Zona) berada diantara permukaan airtanah sampai ke batas kenaikan kapiler air. Beberapa penelitian telah mempelajari kenaikan dan distribusi air dalam zona kapiler dari sudut media berpori. Jika ruang porinya dapat diandaikan sebagai pipa kapiler dengan kenaikan kapiler, makin tinggi kenaikannya di atas permukaan airtanah maka besar kadar kejenuhannya makin menurun. (Soemarto, 1995 : 165) 2. Zona Antara. Zona antara (Intermediate Vadose Zona) terletak di antara batas bawah zona air dangkal sampai dengan batas atas zona kapiler. Tebal dari zona antara sangat beragam, zona antara berguna untuk mengalirnya air kebawah, sampai ke muka airtanah. (Soemarto, 1995 : 165) 3. Zona Air Dangkal. Zona air dangkal (Soil Water Zona) dimulai dari permukaan tanah sampai ke zona perakaran utama (major root zona). Tanah di zona air dangkal dalam keadaan tidak jenuh, kecuali bila terdapat banyak air di permukaan tanah seperti berasal dari curah hujan, irigasi. Air yang berada di zona dangkal dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori berdasarkan konsentrasinya di dalam zona tersebut. (Soemarto, 1995 : 164) a) Air higroskopis. Air higroskopis merupakan air yang diisap dari udara membentuk lapisan air yang sangat tipis dipermukaan partikel-partikel tanah. Air higroskopis memiliki gaya adhesi yang sangat besar, sehingga tidak dapat diserap oleh akar-akar tanaman. b) Air kapiler. Air kapiler merupakan air yang berada dalam lapisan tipis di seputar partikelpartikel tanah. Air kapiler ditahan oleh tegangan permukaan (surface tension) yang digerakan oleh aksi kapiler sehingga dapat diserap oleh tanaman. c) Air gravitasi. Air gravitasi merupakan kelebihan air dangkal yang mengalir melewati sela-sela butiran tanah di bawah pengaruh gaya gravitasi. 1.4. Akuifer. Akuifer sendiri berasal dari kata aqua yang berarti air dan fere yang berarti mengandung. Jadi akuifer dapat juga diartikan sebagai lapisan pembawa air atau lapisan permeabel. (Suharyadi 1984 : 12) Gambar 2.2. Lapisan Akuifer. 5 1.4.1. Jenis Akuifer. Berdasarkan susunan lapisan geologi (litologinya) dan besarnya koefisien kelulusan air (K), akuifer dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu Akuifer Bebas (Unconfined Aquifer), Akuifer Tertekan (Confined Aquifer), Akuifer Setengah Tertekan (Semiconfined Aguifer), Akuifer Menggantung (Perched Aquifer). (Suharyadi 1984 : 19) A. Akuifer Bebas. Akuifer bebas (Unconfined Aquifer) merupakan akuifer dengan hanya memiliki satu lapisan pembatas kedap air yang terletak dibagian bawahnya. Dengan kata lain muka airtanah merupakan bidang batas sebelah atas daripada daerah jenuh air. Akuifer ini disebut juga sebagai phreatic aquifer. Sedangkan nilai (K`) = (K). (K’) Lapisan Tidak Kedap Air (K) Akuifer Bebas Lapisan Kedap Air Gambar 2.3. Akuifer Bebas (Unconfined Aquifer) B. Akuifer Tertekan. Akuifer tertekan (Confined Aqufer) merupakan suatu akuifer jenuh air yang pada lapisan atas dan lapisan bawahnya merupakan lapisan kedap air sebagai pembatasnya. Pada lapisan pembatasnya dipastikan tidak terdapat air yang mengalir (no flux). Pada akuifer ini tekanan airnya lebih besar daripada tekanan atmosfer. Oleh karena itu akuifer ini disebut juga dengan pressure aquifer. Sedangkan nilai (K`) = 0, (K) > (K`) (K’) Lapisan Kedap Air (K)Akuifer Tertekan Lapisan Kedap Air Gambar 2.4. Akuifer Tertekan (Confined akuifer) C. Akuifer Setengah Tertekan. Akuifer setengah tertekan (Semiconfined Aquifer) ialah suatu akuifer jenuh air, dengan bagian atas dibatasi oleh lapisan setengah kedap air (nilai kelulusannya terletak antara akuifer dan akuitar) dan pada bagian bawah dibatasi oleh lapisan kedap air. Pada lapisan pembatas dibagian atasnya dimungkinkan masih ada air yang mangalir ke akuifer tersebut. Akuifer ini disebut juga dengan leaky-artesian aquifer. 6 (K’) Lapisan ½ Kedap Air (K)Akuifer ½ Tertekan Lapisan Kedap Air Gambar 2.5. Akuifer Setengah Tertekan (Semiconfined Aquifer) D. Akuifer Menggantung Akuifer menggantung (Perched Aquifer) merupakan akuifer yang massa airtanahnya terpisah dari airtanah induk. Dipisahkan oleh suatu lapisan yang relatif kedap air yang begitu luas dan terletak diatas daerah jenuh air. Biasanya akuifer ini terletak di atas suatu lapisan formasi geologi yang kedap air. Kadang-kadang lapisan bawahnya tidak murni kedap air namun berupa aquitards yang juga bisa memberikan distribusi air pada akuifer dibawahnya. Permukaan Tanah Muka Tergantung Muka AirAir tergantung Lapisan LapisanKedap KedapAir Air Gambar 2.6. Akuifer Menggantung (Perched aguifer) 1.4.2. Lapisan Geologi Sebagai Akuifer. Menurut Todd (1980), batuan yang dapat berfungsi sebagai lapisan pembawa air terbaik adalah pasir, kerakal, dan kerikil. Sedangkan 90% dari akuifer terdiri dari batuan tidak terkonsolidasi, terutama kerikil dan pasir. Jika ditinjau dari permeabilitas batuannya, lapisan pembawa air dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: a) Lapisan permeabel (serap air) seperti kerikil, kerakal, dan pasir. b) Lapisan semi permeabel (semi menyerap air) seperti pasir argullasis, tanah los. c) Lapisan kedap air, seperti batuan kristalin, tanah liat. 1.5. Daerah Terdapatnya Airtanah. Terdapatnya akuifer di alam berdasarkan material penyusunnya dapat dibedakan menjadi dua. (Bisri, 1988: 4) A. Material Lepas. Terdapatnya airtanah pada material lepas berdasarkan daerah pembentuknya dibedakan menjadi 4 yaitu : 1. Daerah Dataran. 7 Daerah dataran yang dimaksud berupa dataran yang luas dengan endapan yang belum mengeras seperti pasir dan kerikil. Pengisian (recharge) pada umumnya diperoleh dari perkolasi air hujan atau sungai, sebagai contoh: dataran pantai. 2. Daerah Alluvial (daerah aliran sungai). Volume airtanah dalam didaerah alluvial ditentukan oleh tebal, penyebaran dan permeabilitas akuifer. Bila muka air disekitar daerah alluvial lebih tinggi dari muka airtanah, maka potensi airtanahnya cukup besar. Airtanah pada daerah alluvial dapat dibagi menjadi tiga macam. (Takeda dan Sosrodarsono, 1976 : 98) a. Airtanah Susupan. Airtanah susupan merupakan airtanah yang mengendap di dataran banjir ditambah langsung dari peresapan sungai. Titik permulaan peresapan air sungai dapat diperkirakan dari garis kontur permukaan airtanah. Makin panjang jaraknya dari titik permukaan, biasanya makin kecil tahanan listriknya, karena makin panjang penyusupan itu, makin banyak bahan-bahan lisrik yang larut dalam airtanah. b. Airtanah yang Dalam. Airtanah yang dalam, berupa lapisan alluvium dan diluvium yang diendapkan setebal seratus sampai beberapa ratus meter di dataran alluvium yang bergantiganti dari lapisan pasir dan krikil, lapisan loam dan lapisan lempung. c. Airtanah Sepanjang Pantai. Airtanah di daerah pantai dipengaruhi oleh pasang surut air laut, bila muka air laut pasang maka airtanah yang tersedia akan banyak. 3. Daerah Lembah Mati. Daerah lembah mati merupakan suatu lembah yang tidak dilewati sungai. Potensi airtanahnya cukup besar akan tetapi suplai air yang diterima tidak sebesar daerah aliran air. 4. Daerah Lembah antar Gunung. Daerah lembah antar gunung merupakan daerah lembah yang dikelilingi oleh pegunungan biasanya terdiri dari material lepas dalam jumlah yang sangat besar. Materialnya berupa pasir dan kerikil yang akan menerima air dari pengisian. B. Material Kompak. Sedangkan beberapa material kompak yang mempunyai potensi airtanah cukup besar antara lain : (suharyadi, 1984 : 24) 1. Batu Gamping. Batu gamping apabila dalam keadaan kompak tidak dapat bertindak sebagai akuifer, tetapi apabila memiliki banyak retakan, lubang diantara retakan tersebut dapat juga memungkinkan untuk bertindak sebagai akuifer. Dalam hal ini jenis batu gamping sangat menentukan disamping topografinya. 2. Batuan Beku Dalam. Batuan beku dalam tidak termasuk sebagai akuifer yang baik, akan tetapi bisa mengandung airtanah jika memiliki banyak rekahan-rekahan didalamnya. 3. Batuan Vulkanik. Batuan vulkanik primer misalnya lava basalt dapat sangat lulus air apabila banyak lubang-lubang bekas gas maupun retakan. Batuan endapan vulkanik dapat bertindak sebagai akuifer yang baik, terutama batuan yang berumur muda. 1.6. Metode-metode Geofisika. Ada beberapa metode geofisika yang dapat digunakan untuk mengetahui kondisi lapisan geologi bawah permukaan (Verhoef, 1992 : 199) diantaranya: 8 A. Metode Seismik. Dalam metode seismik penyelidikan didasarkan pada kecepatan rambat dari getaran suara, yang tergantung dari kerapatan material dan massa. Metode seismik terdiri dari metode refraksi seismik dan metode refleksi seismik. B. Metode Geolistrik. Pada metode geolistrik penyelidikan didasarkan pada variasi vertikal dan horizontal yang menyangkut perubahan dalam hantaran elektrik suatu arus listrik. Metode ini banyak digunakan dalam penentuan struktur geologi, ketebalan lapisan penutup, kadar kelembaban tanah dan permukaan airtanah. C. Metode Magnetik. Metode magnetik merupakan salah satu bentuk pengukuran terhadap variasi dalam medan magnetik bumi. Metode ini banyak digunakan dalam pencarian material magnetik dalam lingkungan yang tidak magnetis atau sebaliknya. D. Metode Elektromagnetik VLF (Very Low Frequency) Salah satu metode yang banyak digunakan dalam prospeksi geofisika adalah metode elektromagnetik. Metode elektromagnetik biasanya digunakan untuk eksplorasi benda-benda konduktif. Perubahan komponen-komponen medan akibat variasi konduktivitas dimanfaatkan untuk menentukan struktur bawah permukaan. Medan elektromagnetik yang digunakan dapat diperoleh dengan sengaja membangkitkan medan elektromagnetik di sekitar daerah observasi, pengukuran semacam ini disebut teknik pengukuran aktif. Contoh metode ini adalah Turam elektromagnetik. Metode ini kurang praktis dan daerah observasi dibatasi oleh besarnya sumber yang dibuat. Teknik pengukuran lain adalah teknik pengukuran pasif, teknik ini memanfaatkan medan elektromagnetik yang berasal dari sumber yang tidak secara sengaja dibangkitkan di sekitar daerah pengamatan. Gelombang elektromagnetik seperti ini berasal dari alam dan dari pemancar frekuensi rendah (15-30 Khz) yang digunakan untuk kepentingan navigasi kapal selam. Teknik ini lebih praktis dan mempunyai jangkauan daerah pengamatan yang luas. 1.7. Pendugaan Geolistrik. Penyelidikan airtanah secara tidak langsung dapat dilakukan dengan beberapa metode, salah satunya adalah penyilidikan geofisika. Untuk kepentingan airtanah sering digunakan metode geolistrik, karena lebih mudah dan murah. Dengan geolistrik dapat diukur harga tahanan jenis dari lapisan batuan lokasi tertentu. Secara umum cara kerja alat geolistrik ini dapat dilihat pada gambar 2.7 dibawah. Gambar 2.7. Cara kerja alat Geolistrik 9 Harga tahanan jenis batuan tergantung macam materialnya, densitas, porositas batuan, kandungan air, sifat air dan suhu. Dengan demikian tidak ada kepastian harga tahanan jenis untuk setiap batuan. Batuan beku dan batuan malihan mempunyai harga tahanan jenis berkisar antara 102 sampai dengan 108 Ohmmeter. Batuan endapan dan batuan malihan yang lepas mempunyai harga tahanan jenis berkisar antara 1 sampai dengan 104 Ohmmeter. Akuifer berupa material lepas mempunyai harga tahanan jenis yang berkurang apabila makin besar kandungan air semakin besar kandungan garamnya (misalnya air asin). Mineral lempung bersifat menghantarkan arus listrik sehingga tahanan jenisnya akan kecil. Cara kerja metode geolistrik ini didasarkan pada sifat-sifat listrik dari batuan penyusun kerak bumi. Alat ini sering digunakan untuk memetakan penyebaran akuifer. Alat untuk pendugaan geolistrik lebih dikenal dengan nama resistivitymeter yang ditampilkan pada gambar 2.8. Dengan mengalirkan arus listrik ke bumi lewat elektroda yang dipasang dan dicatat pula tegangan yang ditimbulkan oleh arus tersebut, maka dapat ditutup besaran tahanan jenis setiap kedalaman yang diinginkan, maka jarak antar elektroda diubah, dimana semakin jauh jarak antara elektroda maka semakain dalam tahanan jenis batuan yang didapat. Metode pendugaan geolistrik pada lokasi tertentu akan menghasilkan penampang tahanan jenis. Dari penampang tahanan jenis dapat ditarik kesimpulan mengenai lapisan batuan daerah tersebut. Kemudian pendugaan geolistrik akan diinterpretasikan dalam dua tahap : 1. Menentukan penampang tahanan jenis 2. Interpretasi geologi. Untuk tahap kedua ini diharapkan adanya perbandingan hasil interpretasi dengan peta penampang hidrogeologi dari pemboran sebelumnya. Gambar 2.8. Tampak atas dan samping dari alat resistivity meter 10 1.7.1. Tanahanan Jenis Batuan Tahanan jenis atau resistivitas, dapat ditentukan menggunakkan hukum Ohm: V1 A I A V2 L Gambar 2.9. Arus listrik merata dan sejajar dalam sebuah silinder dengan beda potensial antara kedua ujungnya. (Sumber, Waluyo, 1984 : 149) Dimana: A x V I xL ρ V I (2-4) = = = Tahanan Jenis (Ohm-m) Tegangan (Volt) Arus listrik yang melewati bahan berbentuk silinder (Ampere) A = Luas Penampang (m2) L = Panjang (m) Menurut (Telford et al., 1990) aliran arus listrik di dalam batuan dapat digolongkan menjadi tiga macam besarnya dipengaruhi oleh porositas batuan dan juga dipengaruhi oleh jumlah air yang terperangkap dalam pori-pori batuan, yaitu : 1. Konduksi elektronik jika batuan mempunyai elektron bebas sehingga arus listrik dialirkan oleh elekron-elektron bebas. 2. Konduksi elektrolit terjadi jika batuan bersifat poros dan pori-pori terisi oleh cairan elektrolit. Pada konduksi ini arus listrik dibawa oleh lektrolit. 3. Konduksi dielektrik terjadi jika batuan bersifat dielektrik terhadap aliran arus listrik yaitu terjadi polarisasi saat bahan dialiri arus listrik. Tabel 2.3. Harga tahanan jenis berbagai mineral, batuan maupun fluida. Resistivitas Semu Resistivitas Semu (ΏMaterial Bumi Material Bumi (Ώ-m) m) Logam Batuan sedimen Tembaga 1,7 x 10-8 Batu Lempung 10 – 1 x 103 -8 Emas 2,4 x 10 Batu Pasir 1 – 1 x 108 Perak 1,6 x 10-8 Batu Gamping 50 – 1 x 107 -3 Grafit 1 x 10 Dolomit 100 – 1 x 104 Besi 1 x 10-7 Nikel 7,8 x 10-8 Sedimen Lepas -7 Timah 1,1 x 10 Pasir 1 – 1 x 103 Lempung 1 – 1 x 102 Batuan Kristalin Granit 102 - 106 Airtanah 4 5 Diorit 10 – 10 Air Sumur 0,1 – 1 x 103 3 6 Gabbro 10 – 10 Air Payau 0,3 – 1 2 4 Andesit 10 – 10 Air Laut 0,2 Basalt 10 – 107 Air Asin (Garam) 0,05 – 0,2 4 Sekis 10 – 10 11 Gneiss 104 - 106 (Sumber: Waluyo, 1984 : 179) Tabel 2.4. Harga resistivitas spesifik batuan Material Air Permukaan Air Tanah Silt-lempung Pasir Pasir dan Kerikil Batu Lumpur Batu Pasir Konglomerat Tufa Kelompok Adesit Kelompok Granit Tanah Lempung Lempung Lanau Tanah Lanau Pasiran Batuan Dasar Lembab Pasir Kerikil Kelanauan Batuan Dasar Tak lapuk terdapat Air Tawar Air Asin Kelompok Chert, Slate Unconsolidated Sedimen Sand Clay Marl Ground Water Portable well water Breckish water Sea Water (Sumber: Telford et al., 1990) Harga resistivitas ( M) 80-200 30-100 10-200 100-600 100-1000 20-200 50-500 100-500 20-200 100-2000 1000-10000 1,5-3,0 3,0-15 15-150 150-300 300 2400 20-60 20-200 0,18-0,24 1-1000 1-100 1-100 0,1-1000 0,3-1 0,05-0,2 Secara teknis hubungan antara besarnya nilai tahanan jenis dengan macam batuan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Nilai tahanan jenis batuan yang lepas lebih rendah dari batuan yang kompak. 2. Nilai tahanan jenis batuan akan lebih rendah, jika airtanah berkadar garam tinggi. 3. Tidak terdapat batas yang jelas antara nilai tahanan jenis dari tiap-tiap batuan. 4. Tahanan jenis batuan dapat berbeda secara menyolok, tidak saja dari lapisan yang satu terhadap lapisan yang lain, tetapi juga didalam satu lapisan batuan. 5. Batuan yang pori-porinya mengandung air, hambatan jenisnya lebih rendah dari yang kering. Kandungan air didalam batuan akan menunjukan harga resistivitas. Ketentuan umum dari sifat kelistrikan batuan adalah besarnya tahanan dinyatakan dengan perantaraan nilai tahanan jenisnya. Tahanan jenis berbanding terbalik dengan daya hantar listrik, sehingga: 12 Dimana: 1 (2-5) ρ = Tahanan Jenis (Ohm-meter). ς = Daya hantar listrik. 1.7.2. Metode tahanan jenis Tahanan jenis didefinisikan sebagai hambatan suatu unit bahan terhadap arus (searah) yang mengalir melalui media tersebut atau arah tegak lurus terhadap dua bidang yang berhadapan. Besarnya tahanan ini tergantung pada dimensi unit satuan yang dialirinya. Satuan tahanan ini lazim dinyatakan dalam “Ohmmeter” atau “Ohmmilimeter”. Berbagai satuan batuan adalah bersifat sebagai pengantar listrik yang baik dalam penimbangan terhadap beberapa factor berikut: Kandungan mineral atau jenis bahan Kandungan air atau kejenuhan Hambatan berbagai garam dan kandungan ion bebas di dalamnya Struktur dan tekstur batuan Kebanyakan berbagai mineral pembentuk batuan termasuk silikat memiliki Tahanan Jenis yang tinggi, sedangkan mineral sulfida dan beberapa oksida logam, dan oleh karena itu, dalam keadaan kurang dan kondisi tidak kotor, kebanyakan batuan atau mineral tersebut praktis bukanlah bersifat penghantar listrik yang baik dan dengan demikian memiliki sifat Tahanan Jenis yang tinggi. Keterdapatan cairan atau air dalam sistem atau ruang antar butir dapat menurunkan nilai tahanan jenis batuan tersebut. Jenis batuan beku, ubahan (metamorf), atau batuan sedimen termampatkan umumnya memiliki tahanan jenis tinggi, sebaliknya, jenis batuan lepas seperti pasir, kerikil, apabila jenuh air tawar akan memiliki tahanan jenis sedang; tahanan jenis itu akan lebih rendah atau lebih rendah lagi apabila terdapat air payu atau air asin di dalamnya. Batuan lempung yang mengandung air dan larutan berbagai ion didalamnya mempunyai nilai tahanan jenis rendah. Pada umumnya tahanan jenis batuan sedimen ditentukan oleh komposisi mineral dan struktur geologinya. Batauan yang keras dan padat memiliki tahanan jenis yang lebih tinggi dibandingkan dengan batuan yang kurang padat atau bahan yang lepas sifatnya. Metode tahanan jenis batuan merupakan suatu cara untuk menyelidiki variasi tahanan jenis batuan baik secara vertikal maupun lateral. Untuk pengukuran tahanan jenis kelistrikan suatu formasi batuan bawah permukaan atau akuifer digunakan suatu perangkat alat geolistrik, berikut perlengkapannya. Untuk mendapatkan nilai tahanan jenis semu setiap lapisan dapat diperoleh dari beberapa konfigurasi penempatan elektroda. Konfigurasi penempatan elektroda yang umum digunakan adalah konfigurasi Schlumberger, Wenner, Pole-Dipole, Pole-Pole, Equatorial Dipole-Dipole dan DipoleDipole. 1.7.3. Konfigurasi elektroda dan Tahanan Jenis Semu Untuk mendapatkan nilai tahanan jenis semu setiap lapisan maka elektroda diatur sedemikian rupa, sehingga arus dan potensial dapat terhubung satu sama lain. Pada prinsipnya semakain jauh bentangan antar elektroda, maka makin dalam pula hasil interpretasi yang didapat. Dalam melaksanakan pengukurannya, empat elektroda yaitu elektroda potensial; (P1, P2) dan elektroda arus; (A1, A2) ditanam (dipatok) kedalam tanah. Untuk pelaksanaan pengukuran arus (dalam milivolt) dari baterai dialirkan ke dalam bumi 13 melalui elektroda arus C1 dan C2. Hasil dari perbedaan tegangan µ (P1-P2) yang dihasilkan oleh arus ini di dalam bumi diukur melalui dua elektroda potensial P1 dan P2. Adapun konfigurasi posisi elektroda yang umum digunakan yakni konfigurasi Schlumberger, sedangkan metode-metode lain sangatlah jarang digunakan. 1.7.3.1. Konfigurasi Schlumberger Penggunaan geolistrik pertama kali dilakukan oleh Conrad Schlumberger pada tahun 1912. Metoda geolistrik konfigurasi Schlumberger merupakan metoda favorit yang banyak digunakan untuk mengetahui karakteristik lapisan batuan bawah permukaan dengan biaya survei yang relatif murah. Kelemahannya adalah tidak bisa mendeteksi homogenitas batuan di dekat permukaan yang bisa berpengaruh terhadap hasil perhitungan. Pada konfigurasi Schlumberger idealnya jarak MN dibuat sekecil-kecilnya, sehingga jarak MN secara teoritis tidak berubah. Tetapi karena keterbatasan kepekaan alat ukur, maka ketika jarak AB sudah relatif besar maka jarak MN hendaknya dirubah. Perubahan jarak MN hendaknya tidak lebih besar dari 1/5 jarak AB. Kelemahan dari konfigurasi Schlumberger ini adalah pembacaan tegangan pada elektroda MN adalah lebih kecil terutama ketika jarak AB yang relatif jauh, sehingga diperlukan alat ukur multimeter yang mempunyai karakteristik ‘high impedance’ dengan akurasi tinggi yaitu yang bisa mendisplay tegangan minimal 4 digit atau 2 digit di belakang koma. Atau dengan cara lain diperlukan peralatan pengirim arus yang mempunyai tegangan listrik DC yang sangat tinggi. Sedangkan keunggulan konfigurasi Schlumberger ini adalah kemampuan untuk mendeteksi adanya non-homogenitas lapisan batuan pada permukaan, yaitu dengan membandingkan nilai resistivitas semu ketika terjadi perubahan jarak elektroda MN/2. a. Posisi Elektroda Pada pendugaan geolistrik Schlumberger, elektroda ditempatkan dalam satu garis lurus, simetris terhadap tititk pusat, seperti terlihat dalam Gambar 2.10. Jarak elektorda C1 dan C2 (AB) dibuat lebih besar dari jarak antara dua elektroda potensial P1 dan P2 (MN). Biasanya dalam praktek di lapangan digunakan jarak AB = 5 MN dan hasilnya cukup baik. Titik duga 0 terletak ditengah-tengah sebagai titik duga. Arus listrik I dialirkan dan diukur antara kutub-kutub arus listrik C1 dan C2 sedangkan tegangan listrik V diukur antara kutub-kutub P1 dan P2. b. Analisa Nilai Tahanan Jenis Semu Kalau bumi bersifat homogen isotropic, maka tahanan jenis yang diperoleh tahanan jenis yang sebenarnya. Tahanan jenis sebenarnya ini dihitung dengan menggunakan Persamaan (2-6): (2-6) dengan : ρ ∆V I A L = tahanan jenis sebenarnya (Ohm meter) = beda potensial (volt) = kuat arus yang material (ampere) = luas penampang material (m2) = Panjang jarak pengukuran (m) 14 Karena di bumi tidak ada lapisan batuan yang homogen isotropic, maka tahanan jenis yang diperoleh adalah tahanan jenis semu. Tahanan jenis semu ini dinyatakan dengan Persamaan (2-7): (2-7) dimana: ρa = tahanan jenis semu (Ohm meter) k = factor geometri yang tergantung dari kedudukan elektroda Dengan mengunakan konfigurasi Schlumberger, maka factor koreksi geometri dihitung dengan persamaan (2-8): (2-8) dimana: a = Jarak dari penempatan dua elektroda potensial (m) L = Jarak dari penempatan dua elektroda arus listrik (m π = 3.14 Pendugaan geolistrik yang terdiri dari satu seri tahanan jenis semu (Ra) yang diplot terhadap jarak (1/2) pada kertas logaritma akan menghasilkan penampang tahanan jenis bahwa permukaan. Untuk memperoleh hasil interpretasi yang baik menggunakan program komputer yang memiliki kriteria sebagai berikut: Konfigurasi lapisan Koreksi vertikal kurva lapangan dengan mengeser percabangan dan koreksi harga tahanan jenis dan kedalaman yang benar. Penyimpangan dan penyajian kurva tahanan jenis dengan interpretasi tahanan jenis. Program yang memiliki kriteria di atas adalah program Res2Dinv, IP2WIN dan Progres3. I V C1 M A P2 P1 MN ≤ 1/5AB C2 N L = AB B Gambar 2.10. Konfigurasi Schlumberger 1.7.3.2. Konfigurasi Wenner Konfigurasi Wenner dikembangkan oleh Wenner di Amerika yang ke-empat buah elektroda-nya terletak dalam satu garis dan simetris terhadap titik tengah. Jarak 15 MN pada konfigurasi Wenner selalu sepertiga (1/3) dari jarak AB. Bila jarak AB diperlebar, maka jarak MN juga harus diubah sehingga jarak MN tetap sepertiga jarak AB. Keunggulan dari konfigurasi Wenner ini adalah ketelitian pembacaan tegangan pada elektroda MN lebih baik dengan angka yang relatif besar karena elektroda MN yang relatif dekat dengan elektroda AB. Disini bisa digunakan alat ukur multimeter dengan impedansi yang relatif lebih kecil. Data yang didapat dari cara konfigurasi Wenner, sangat sulit untuk menghilangkan faktor non homogenitas batuan, sehingga hasil perhitungan menjadi kurang akurat. a. Posisi elektroda Penyusunan titik ukur mengunakan mengunakan system grid, sehingga lokasi tersebut dapat terukur dari berbagai arah. Jarak antara grid dan intervalnya diatur sesuai luas lokasi. Pada gambar 2.11. memperlihatkan empat buah kutub listrik yang ditancapkan dengan interval yang sama pada sebuah garis lurus. Cara rangkaian seperti ini disebut konfigurasi Wenner. Jarak elektroda C1 dan C2 (AB) dibuat tiga kali dari jarak antara dua elektroda potensial (MN). Titik duga no 0 terletak di tengah-tengah. Arus listrik I dihubungkan antara arus listrik C1 dan C2 lalu dialirkan secara bertahap. Kemudian hasil pembacaan tegangan V diukur selisihnya antara kutub tegangan P1 dan P2. Tahap demi tahap interval kutup AB diperpanjang dengan titik duga sebagai pusat untuk memperoleh hasil pengukuran yang baik. b. Analisa Nilai Tahanan Jenis Semu Rumus untuk tahanan jenis sebenarnya dan tahanan jenis semu pada konfigurasi Wenner tidak terlalu jauh berbeda dengan konfigurasi Schlumberger, perbedaannya hanya terletak pada faktor koreksi geometri. K=2πa Dimana: K = Faktor koreksi geometri a = jarak dari penempatan elektroda potensial (m) Π = 3.14 I V C1 M A P2 P1 MN = 1/3AB N L = AB Gambar 2.11. Konfigurasi Wenner c. Analisa Nilai Tahanan Jenis Semu Setelah mendapat nilai tahanan jenis semu dari hasil analisis tahanan jenis batuan hasil pengukuran, kemudian dilanjutkan dengan perhitungan tahanan jenis 16 C2 B sebenarnya dan interpretasi geologi. Biasanya perhitungan tahanan jenis sebenarnya dilakukan cara kurva karateristik dan kurva matching (Bisri, 2008 :57). Langka-langkah pengerjaan dengan cara Macthing Curve adalah sebagai berikut: 1. Plot nilai a dan ρa pada kertas kalkir dengan skala logaritma, hasil pengeplotan ini merupakan kurva lapangan. 2. Tarik garis horizontal pada titik pertama, pada perpotongan ini merupakan ketebalan lapisan pertama dan besar tahanan jenis sebenarnya lapisan pertama. 3. Mencocokan kurva lapangan dengan kurva standar sehingga diperoleh nilai ρ2/ ρ1 4. Perpotongan kurva standar dengan garis horisontal merupakan ketebalan lapisan kedua dan besar tahanan jenis sebenarnya lapisan kedua dan begitu seterusnya. 5. Tentukan jenis lapisan tanah berdasarkan nilai tahanan jenis berdasrkan tabel tahanan jenis batuan. Selain cara kurva karateristik kurva matching nilai tahanan jenis dapat dianalisis dengan cepat menggunakan komputer. 1.7.3.3. Analisis Tahanan Jenis sebenarnya dengan Program IPI2WIN dan Progres3 Penyelesaian dengan program aplikasi komputer akan lebih cepat dan mudah. Program untuk penentuan tahanan jenis yang sebenarnya ini adalah program IPI2WIN dan Progres3. Dengan program ini kita tinggal memasukan besarnya nilai tahanan jenis semu dari perhitungan sebelumnya, kemudian akan menampilkan besarnya nilai tahanan jenis yang sebenarnya dan jumlah lapisan bantuan. Pada awal program ini di buka, tampilan menu utama dengan sub-sub menu pilihan, dijelaskan sebagai berikut : 1. Buka Aplikasi IPI2WIN.exe. dari aplikasi tersebut akan muncul tampilan seperti gambar 2.12. Gambar 2.12. Menu utama 2. Kemudian buat VES point baru dengan mengklik icon atau menekan tombol Ctrl+Alt+N untuk memulai proses input data tahanan jenis seperti gambar 2.13 17 Gambar 2.13. membuat VES point baru 3. 4. Setelah itu pilih jenis konfigurasi yang dipakai, misalnya Schlumberger. Kemudian nilai AB/2, MN, dan nilai Rho-a. Secara otomatis perangkat lunak akan menghitung nilai K dan Resistivitas semunya. Kemudian klik OK dan simpan dengan memberikan nama yang mudah diingat. Gambar 2.14. Pemilihan Konfigurasi Dari input data tersebut selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan mengklik icon inversi . Program IPI2WIN akan menghitung nilai resistivitas serta menampilkan bentuk kurva log dari perhitungan tersebut seperti gambar 2.15 dibawah. 18 Gambar 2.15. Input dan Inversi data 5. Setelah mendapat nilai Resistivity, data hasil analisis akan menampilkan tingkat kesalahan yang mungkin dilakukan oleh peneliti, pada saat pengolahan data atau pada saat pengambilan data dilapangan. Pengolahan data yang baik disarangkan agar nilai error ≤ 15%. Apabila melebihi batas tersebut diperlukan editing data. 6. Editing data dilakukan dengan mengklik icon , kemudian mengeser kurva data lapangan seperlunya mendekati kurva standard sehingga perbedaan nilai error tidak terlalu ekstrim. Kemudian klik OK dan lakukan inversi, dengan demikian nilai errornya dapat diperkecil. Gambar 2.16. Editing error data 7. Kemudian simpan data, dan eksport ke dalam bentuk gambar. Klik file menu kemudian sorot export dan pilih dalam bentuk BMP. 19 Gambar 2.17. Save data dalam bentuk gambar 8. Exit. Untuk keluar dari paket program IPI2WIN pilih menu Exit. 9. Untuk memudahkan interpertasi susunan geologi, data tahanan jenis ditransfer ke Program Progress untuk memudahkan interpretasi lapisan geologi dengan menampilkkan gambar borlog persumur dari analisis data tahanan jenis yang sebenarnya. Gambar 2.18. Contoh interpertasi dari program Progres Untuk lebih jelasnya berikut adalah uraian langkah-langkah kerja Software Progress: 1. 2. 3. 4. Buka Aplikasi Progress. Input data data AB/2, ρa dan ρ dari Ipi2Win. Klik Forward modeling untuk menampilkan trend dari kurva data pengukuran atau data tahanan jenis semu. Klik Processing Modeling untuk memasukan data tahanan jenis sebenarnya dari IPI2Win. 20 5. 6. Klik Invers Modeling untuk menganalisa data tahanan jenis yang sebenarnya, kemudian klik Invers Processing sampai mendapatkan nilai error kecil. Kalau bisa mendekati nilai error pada IPI2Win. Untuk melihat hasil Interpretasi lapisan batuan, klik Interpreted Data Gambar Litologi batuan akan tampil dengan nilai tahanan jenisnya pada masingmasing lapisan batuan. 1.7.3.4. Penentuan Lapisan Batuan Penentuan lapisan batuan diperoleh dari hasil tahanan jenis yang sebenarnya dengan melihat tabel harga tahanan batauan. Harga-harga tahanan spesifisk bantuan banyak dikeluarkan oleh beberapa instalasi, akan tetapi harga tersebut bersifat hanya melengkapi (lihat tabel 2.5, 2.6, 2.7, 2.8). Secara umum harga tahanan spesifik disajikan dalam Tabel 2.3. dan Selain cara di atas penentuan lapisan bantuan bisa membandingkan harga tahanan jenis sebenarnya dengan hasil dari log, sehingga dari pembandingan itu kita bisa mengetahui tahanan jenis sebenarnya dari bantuan tersebut, harga tahanan jenis bantuannya itu kita jadikan pedoman interprestasi di kawasan daerah itu. Tabel 2.5.Harga tahan jenis spesifik bantuan Harga Tahanan Spesifik (Ohm meter) 80-200 30-100 10-200 100-600 100-1000 20-200 50-500 100-500 20-200 100-2000 1000-10000 200-2000 Material Air pemasuan Airtanah Silt–lempung Pasir Pasir dan keripik Batu Lumpur Batu pasir Konglomerat Tufa Kelompok adesit Kelompok granit Kelompok chert, state Sumber Suara:Suyono, 1978 Tabel 2.6.Harga tahan jenis spesifik bantuan Jenis Material Harga Resistivitas (ohm.meter) Tanah lempung Lempung Lemauan Tanah lanau pasiran Batuan dasar lembab Pasi kerikil kelanauan Batuan dasar tak lapuk Kelompok cheret 1.5 – 3 3 – 15 15 – 150 150 – 300 300 2400 2400 20 – 200 21 Shale 0.18 – 0.24 Sumber Roy E. Hunt, 1984 Tabel 2.7. Nilai Resistivitas Batuan Jenis Material Harga Resistivitas (ohm.meter) Silt – lempung Pasir Pasir dan kerikil Batu pasir Konglomerat Tufa Kelompok andesit Kelompok granit Kelompok chart Shale Sumber : Suyono, 1999 10 – 200 100 – 600 100 – 1000 20 – 200 50 – 500 100 – 500 20 – 200 100 – 200 1000 – 10000 200 – 2000 Tabel.2.8. Nilai Resistivitas Batuan Rock Type Resistivity Range (Ω.m) 2 3 x 10 - 10 Igneous and Metamorphic Rocks Granite Andesite Lavas Basalt Tuffs Slates various Marble Quartzites various Sediments Rocks Consolidates Shales Argilites Conglomerates Sandstones Limestones Dolomite Unconsolidates wet clay Marls Clays Alluvium and sands Oil sands Soils and water 6 2 1.7 x 10 – 4.5 x 10 2 10 – 5 x 10 4 10 – 1.3 x 10 3 2 x 10 - 10 7 5 2 6 x 10 – 4 x 10 2 10 – 2.5 x 10 10 – 2 x 10 20 – 2 x 10 10 – 8 x 10 8 8 3 2 3 2 x 10 - 10 1 – 6.4 x 10 50 – 10 7 4 8 7 2 3.5 x 10 – 5 x 10 20 3 – 70 1 – 100 10 – 800 22 3 4 Groundwater Brackish water Sea water 4 – 800 0.1 – 10 0.2 – 1 0.3 0.2 Sumber : Blaricom, 1988 23 3 Mulai Data Peta Lokasi, Peta Topografi dan Peta Geologi dan Hidrogeologi Penentuan Titik pendugaan Geolistrik Pengukuran Geolistrik Konfigurasi Schlumberger Perhitungan Tahanan Jenis Semu Model Konfigurasi Schlumberger dan Wenner Analisa Data Tahanan Jenis Sebenarnya dengan Program IPI2Win dan Progres Interpretasi dan Korelasi Hasil Pendugaan dengan Peta Geologi dan Tabel Resistivity Menentukan Target Pemboran Selesai Gambar 3.2. Diagram alir penelitian pendugaan susunan lapisan geologi bawah permukaan. 24 PROGRAM IPI2WIN PROGRAM PROGRESS Mulai Buka Aplikasi exe. Buat VES point baru (Ctrl+Alt+N) Pilih konfigurasi yang dipakai Analisa Data Tahanan Jenis Semu Mulai Analisa Data Tahanan Jenis Sebenarnya Input Observasi Data ρa dan AB/2 Pilih OK: Simpang data dalam bentuk Forward Modeling IPI-format Input Data ρ dan Depth Lapisan Tanah Pilih inversi: Menghitung Procesing Modeling nilai Resistivitas Invers Editing Data tahanan Modeling dan Prosesing jenis (ρ) nilai error > 15% Tidak Gambar 3.3. Diagram alir langkah-langkah kerja SoftwareInterpretasi Data IPI2Win dan Progress. Nilai error ≤ 15% Data Sudah Benar Litologi Batuan Ya Simpang data dalam bentuk file BMP Resistivity Log Print Out Selesai 25 PROGRAM IPI2WIN PROGRAM PROGRESS Mulai Buka Aplikasi exe. Buat VES point baru (Ctrl+Alt+N) Pilih konfigurasi yang dipakai Analisa Data Tahanan Jenis Semu Mulai Analisa Data Tahanan Jenis Sebenarnya Input Observasi Data ρa dan AB/2 Pilih OK: Simpang data dalam bentuk IPI-format Forward Modeling Input Data ρ dan Depth Lapisan Tanah Pilih inversi: Menghitung nilai Resistivitas Procesing Modeling Editing Data tahanan Invers Modeling dan Prosesing jenis (ρ) nilai error > 15% Tidak Interpretasi Data Nilai error ≤ 15% Data Sudah Benar Litologi Batuan Ya Simpang data dalam bentuk file BMP Resistivity Log Print Out Selesai Gambar 3.3. Diagram alir langkah-langkah kerja Software IPI2Win dan Progress. 26 DAFTAR PUSTAKA Asmaranto,R., Soemitro,R.A.A., Anwar, N (2012) http://jurnalpengairan.ub.ac.id/index.php/jtp/article/download/150/148 Anderson, M. P., and Woessner, W. W., 1992, Applied Groundwater Modeling, Simulation of Flow and Adventive Transport, San Diego, Academic. Press., www.csun.edu/~hcgeo008/geol578.pdf Asdak, C., 1995, Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Bisri, M. 1991. Aliran Airtanah. Malang : UPT. Penerbit Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Boonstra, J., 1999, Well Hydraulic and Aquifer Test, International Institute for Land Reclamation and Improvement The Netherlands. Bruin, Jack and Hudson, Jr, HE, 1961, Selected Methods for Pumping Test Analysis, State of Illionis, USA. DeFosset, Kevin L. and Richards Christopher J., 2003, Analysis of Sand and Gravel Aquifer Pump Test, Wright Landfill, Okaloosa County, Florida. Dingman, SL., 2002, Physical Hydrology, 2nd Edition, Upper Saddler River, New Jersey, Prentice Hall. Duffield, Glenn M., 2010, Pumping Test (Pump Test), HydroSOLVE, Inc. Gregg, Neil, 1996, Water Resources Management¸ Principles, Regulation and Cases, MC Graw Hill. Hendrayana, Heru, DR., 2002, Dampak Pemanfaatan Airtanah, Modul Kuliah Teknik Geologi, UGM. Herrera, Ismael, 1970., Theory of Multiple Leaky Aquifer, Water Resources Research, vol 6, no. 1. Irianto, S.G., 2007, Pedoman Teknis Pengembangan Irigasi Airtanah Dangkal, Jakarta, Direktorat Pengelolaan Air, Dirjen Pengelolaan Lahan dan Air, Departemen Pertanian. Kodoatie, Riobert J, Sjarief, Rustam,2010, Tata Ruang Air, ANDI Offset, Yogyakarta. Kruseman G.P, de Ridder N.A, Verweij J.M, 1994, Analysis and Evaluation of Pumping Test Data (Second Edition; completely revised), ILRI (International Institute for Land Reclamation and Improvement, Wageningen, The Netherlands Suharyadi. 1984. Geohidrologi. Yogyakarta : Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada 27