transgenic mice - Website Staff UI

advertisement
1
TRANSGENIC MICE
DARI SUATU KONSEP MENJADI CARA UNTUK MEMPELAJARI
DASAR-DASAR PATOGENESIS PENYAKIT PADA MANUSIA**
dr. Ahmad Aulia Jusuf, PhD
Bagian Histologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
2007
PENDAHULUAN
Berbagai penelitian untuk menyingkap fungsi suatu gen telah banyak dilakukan.
Walaupun para ahli telah dapat menginsersikan fragmen DNA atau gen yang ingin
dipelajari dengan metode transfeksi pada sel-sel tertentu yang dikultur di media kultur
tertentu, tetapi mereka belum puas karena sering hasil yang diperoleh secara invitro
berbeda dengan hasil yang diperoleh secara invivo. Para ahli ingin mempelajarinya
langsung pada mahluk hidup yang utuh (invivo).
Ada 2 cara untuk mempelajari fungsi gen tertentu secara langsung pada mahluk
hidup yaitu dengan cara transgenik dan penginaktifan gen (gene disruption / gene knock
out)1. Pada organisma transgenik, gen atau fragmen DNA yang dimasukkan bisa
merupakan gen atau fragmen DNA yang memang terdapat didalam organisme tersebut
(endogen) dengan tujuan untuk mendapatkan ekspresi yang lebih kuat (overekspresi gen)
dan bisa pula gen atau fragmen DNA yang tidak terdapat pada organisma tersebut
(eksogen). Pada tehnik gene disruption atau knock out gene, gen tertentu yang akan
dipelajari yang terdapat di dalam organisma tersebut dibuat menjadi tidak aktif.
Tikus transgenik telah banyak digunakan secara luas di dalam penelitian
biomedik. Riwayat tikus transgenik dimulai ketika Palmitter pada tahun 1981
memasukan gen thymidine kinase dari virus herpes ke dalam sel telur tikus yang telah
dibuahi (zygot).2,3 Beberapa makalah tentang tikus transgenik telah dipublikasikan oleh
Palmitter (1986)4, Jaenisch (1988)5 dan Hanahan (1989)6. Gordon dkk pada tahun 1983
** Disampaikan pada Seminar Patologi Eksperimental, R. Pratista, Depart Patologi Anatomi
FKUI, Jakarta 1 Maret 2009
2
telah mengembangkan tehnik yang lebih baik dan fleksibel yaitu dengan menyuntikkan
gen yang akan diamati secara langsung ke dalam pronucleus telur tikus yang telah
dibuahi (zigot)7. Metode untuk membuat tikus transgenik makin disempurnakan oleh
Hogan dkk pada tahun 1994.8
Makalah ini akan membicarakan metoda yang terakhir dikembangkan oleh Hogan
dkk untuk memasukkan fragmen DNA atau gene secara langsung ke dalam pronukleus
zigot tikus dan cara untuk memproduksi tikus transgenik.
DEFINISI
Tikus transgenik adalah tikus yang mempunyai genom (susunan gen) yang telah
dimodifikasi secara artifisial melalui rekayasa genetik (genetic engineering) dan dapat
diteruskan kepada turunannya.1,2
Fragmen DNA atau gen yang dimasukkan kedalam suatu sel akan diligasikan
secara ujung ke ujung (end to end) kesuatu tempat tertentu di dalam suatu kromosom
secara acak oleh ensim ligasi intraselular sehingga gen atau fragmen DNA itu akan
tersusun secara tandem2,9 (Gb-1). Telur tikus yang telah dibuahi (fertilized eggs) atau
zigot yang pronukleusnya disuntikkan fragmen DNA akan berkembang menjadi tikus
dengan banyak sel-sel tubuhnya mengandung fragmen DNA atau gen yang dimasukkan
tersebut. Fragmen DNA atau gen yang dimasukkan ini akan menempel dan tersusun
secara tandem pada tempat tertentu di dalam suatu kromosom individu transgenik (host)
tersebut secara random.2,3 Bila kromosom yang telah dimodifikasi ini hadir pada sel-sel
kelamin (sel telur dan sperma) maka tikus tersebut akan meneruskan kromosom yang
telah dimodifikasi ini ke tikus turunannya. Tikus yang susunan gennya telah berubah
secara permanen ini dikenal sebagai tikus transgenik (transgenic mice), sedangkan gen
yang dimasukkan tersebut disebut sebagai transgen.3
gen
gen
gen
gen
Gen yang tersusun secara tandem
Gambar 1- Susunan tandem dari gen yang diinsersikan secara acak pada
suatu kromosom tertentu pada setiap sel tubuh tikus
3
KEGUNAAN TIKUS TRANSGENIK
Tikus transgenik secara umum digunakan untuk (1) mempelajari regulasi gen-gen
yang terkait dengan perkembangan jaringan tubuh dan gen-gen yang spesifik pada
jaringan tertentu dan (2) untuk mempelajari fenotif dari gen pada jaringan.10
PERSIAPAN PEMBUATAN TIKUS TRANSGENIK
Pembuatan tikus transgenik merupakan proses yang sulit dan membutuhkan
waktu yang lama. Sebelum membuat tikus transgenik serangkaian perisapan yang harus
dilakukan adalah (1) persiapan gen (transgen) yang akan dimasukkan ke dalam
pronukleus telur tikus yang telah dibuahi (zigot), (2) persiapan tikus yang akan
digunakan, (3) persiapan alat dan bahan, (4) persiapan sistem deteksi ada tidaknya
transgen dalam susunan genom ”calon” tikus transgenik (tikus yang berkembang dari
zigot yang disuntikkan transgen).
1. Persiapan Transgen
Fragmen DNA atau gen yang akan dimasukkan ke dalam pronukleus zigot harus
mengandung promoter, complete protein coding region, sedikitnya satu intron dan
polyadenylation site.11
Transgen ini didapatkan dan di amplifikasi dari suatu genom organisme tertentu
dengan menggunakan Polymerase Chain Reaction (PCR). Produk PCR kemudian
ditanam pada daerah kloning (cloning site) vector plasmid dengan menggunakan ensim
ligase. Vector yang mengandung transgen ini kemudian ditransfeksikan kedalam bakteri
tertentu dengan tehnik heat shock. Bakteri kemudian ditanam dan ditumbuhkan pada
media agar (agar plate). Setelah tumbuh, bakteri kemudian diperbanyak (dibiakkan) pada
media agar yang cair. Plasmid yang mengandung transgen kemudian diisolasi dari bakteri
yang telah dilisiskan dengan tehnik tertentu. Fragmen transgen ini kemudian diisolasi dari
plasmid dengan menggunakan ensim restriksi (restriction enzyme) dikuti dengan
pemisahan dan pemurnian pada gel agarosa dan electroelution (Gb-2)
Walaupun sekuens (fragmen DNA) dari vector prokariotik tampaknya tidak
mengganggu integrasi transgen pada hostnya tetapi sekuens tersebut dapat menghambat
ekspresi dari transgen tersebut.10,12 Karenanya konstruksi gen yang akan ditransfer
4
Gambar-2 Tahapan pembuatan transgen
(transgen) tersebut harus dipurifikasi dahulu sebelum diinsersikan ke dalam pronukleus
zigot untuk menghindari hal tersebut. Tak diketahui apakah hambatan ekspresi transgen
ini akibat adanya susunan nukleotida tertentu dalam sekuens vector prokariotik tersebut
atau merupakan sifat umum dari sekuens DNA vektor prokariotik tersebut.10,12
Panjang DNA pada transgen tidak dibatasi, bisa dari beberapa kilo base pair
(Kbp) hingga 1000 kb (Lamb et 1999)13. Hal yang harus dipertimbangkan adalah vector
yang digunakan dan cara konstruksinya.
Transgen yang dimasukkan kedalam host dapat satu macam atau lebih dari satu
macam yang dicampur dalam satu pelarut dan disuntikkan secara bersamaan. Bila lebih
dari satu transgen yang diinsersikan konsentrasi dari masing-masing transgen harus sama.
Bila gen yang diinsersikan merupakan gen yang memang sudah ada pada tikus
(endogenous transgene), untuk membedakan produk dari transgen tersebut dengan RNA
atau protein dari gen endogennya dapat dilakukan penyisipan oligonucleotida pada
5
daerah yang transgen yang tidak ditranslasikan (untranslated region)14,15 atau
menginsersikan gen kecil yang mengkode RNA yang pendek pada transgen tersebut16.
Akan tetapi harus diingat adanya protein kecil yang ”mendompleng” pada protein yang
dikode oleh transgen tersebut mungkin berpengaruh terhadap fungsi protein yang dikode
oleh transgen. Fusi dari sebuah epitope/peptida yang pendek dengan protein dari transgen
dapat dapat mempermudah pengenalan adanya protein yang dikode oleh transgen pada
tikus host tersebut dengan menggunakan epitope-specific antibodi, atau fusi antara
protein yang dikode oleh transgen dengan protein ”green fluorescent Protein (GFP)” yang
dikode oleh gen reporter alkaline phosphatase akan mempermudah pendeteksian adanya
ekspresi transgen pada tikus host tersebut17.
Efisiensi dari trangen yang ditransfer dipengaruhi oleh beberapa faktor8 yaitu
1. bentuk DNA
Bentuk linier dari DNA transgen akan meningkatkan efisiensi integrasi transgen
tersebut pada genom tikus hostnya
2. konsentrasi DNA
Konsentrasi DNA yang rendah akan menurunkan efisiensi pengintegrasian
transgen. Sebaliknya konsentrasi yang terlalu tinggi bersifat toksik bagi zigot.
Konsentrasi DNA yang dianjurkan adalah 1.5-2 nanogram/mikroliter
3. kemurnia DNA
DNA yang diinseriskan harus bebas dari semua kontaminasi termasuk sisa
phenol, etanol atau ensim)
4. buffer DNA
Buffer yang dipakai untuk melartkan DNA juga berperan dalam meningkatkan
efisiensi pengintegrasian transgen pada hostnya. Pelarut yang sering dipakai
adalah TE buffer yang mengandung 1mM EDTA.
2. Persiapan tikus yang akan dipakai
Tikus yang akan dipakai untuk membuat tikus transgenik dikelompokkan menjadi
4 kelompok yaitu
1. Kelompok tikus betina yang dibuat superovulasi (superovulated female mice)
6
Pada kelompok ini tikus betina dibuat menjadi superovulasi untuk mendapatkan
telur yang dibuahi (zigot) dalam jumlah banyak. Untuk membuat superovulated
female mice, tikus betina disuntik dengan Pregnant Mare’s Serum Gonadotrophin
(PMSG) yang mempunyai efek yang serupa dengan hormone FSH untuk
menstimulasi perkembangan dan pematangan telur tikus dalam jumlah banyak.
Dua hari setelah penyuntikan PMSG tikus ini disuntik dengan Human Chorionic
Gonadotrophin (HCG) untuk menstimulasi ovulasi.
Baik hormone PMSG
maupun HCG disuntikan secara intraperitoneal. Tikus yang dipakai adalah yang
sudah dewasa dengan umur 4-8 minggu tergantung pada strain yang dipakai.
Tikus ini kemudian dikawinkan dengan tikus jantan kelompok fertile stud male
mice dan diperiksa ada tidaknya plu kopulasi (copulation plug) besok paginya.
2. Kelompok tikus jantan pengawin (fertile stud male mice)
Tikus ini dipakai untuk mengawini tikus betina untuk mendapatkan zigot. Tikus
yang dipakai berumur 6-8 minggu dan mempunyai penampilan reproduksi yang
baik.
Setelah dipakai mengawini superovulated female mice tikus jantan ini
diistirahatkan beberapa hari.
3. Kelompok tikus betina yang dibuat hamil palsu (pseudopregnant female mice)
Kelompok ini adalah tikus betina yang akan menerima zigot yang telah
diinsersikan transgen kedalam pronukleusnya. Tikus ini dikawinkan dengan tikus
dari kelompok sterile male mice dan dicek ada tidaknya plug kopulasi (copulation
plug) besok paginya. Tikus yang dipakai berumur 6-8 minggu dengan berat badan
antara 25-35 gram. Untuk mempermudah transfer zigot disarankan untuk
menggunakan
tikus
yang
mempunyai
infundibulum
yang
besar
agar
mempermudah proses transfer, misalnya strain ICR.
4. Kelompok tikus jantan yang disteril (sterile male mice)
Kelompok ini adalah kelompok tikus jantan yang telah disterilkan dengan cara
vasektomi (Gb-3). Tikus ini akan dikawinkan dengan tikus betina pseudopregnant
female mice. Tikus yang dipakai berumur sediktinya 2 bulan. Sebelum dipakai
sebaiknya tikus ini dicek ke ”steril” annya.
7
Gambar-3 Vasektomi pada tikus kelompok sterile stud male mice
3. Persiapan alat dan bahan
Peralatan dan bahan yang harus dipersiapkan untuk membuat tikus transgenik
meliputi
A. Alat dan bahan untuk mengumpulkan telur tikus yang dibuahi (zigot)
8
1. Spuit disposible
2. Hormon Pregnant Mare’s Serum Gonadotrophin (PMSG)
3. Hormon Human Chorionic Gonadotrophin (HCG)
4. Larutan kultur yaitu larutan D-PBS atau larutan lainnya yang ditambahkan
bovine serum albumin (BSA), asam piruvat dan antibiotik (penisilin dan
streptomisin)
5. Larutan kultur yang mengandung ensim hyaluronidase
6. Inkubator (temperatur 37C, dengan kelembaban 95% dan mengandung
5% CO2)
7. Surgical set termasuk watchmaker’s forceps
8. Alkohol 70%
9. Stereomikroskop
10. Mouth controlled pipette (Gb-4)
11. 35 mm petri dish
Gambar-4 Mouth controlled pipette
B. Alat dan bahan yang dipakai untuk menginsersikan transgen ke pronukleus zigot
1. Holding pipette (Gb-5) yaitu pipet yang dipakai untuk “memegang” zigot
selama proses penyuntikan transgen ke dalam pronukleus zigot. Untuk ini
diperlukan Borosilicate glass capilary dan mechanical pipette puller
9
2. Injection pipette (Gb-5) yaitu pipet yang dipakai untuk memasukkan
transgen kedalam pronukleus zigot. Untuk ini diperlukan glass capillary
tubing dengan internal glass filament dan mechanical pipette puller.
Gambar-5 Holding dan injection pipette
3. Mikroskop yang mempunyai mikromanipulator.
4. Paraffin oil
5. Petri dish injection chamber
6. Transgen yang dilarutkan dalam buffer TAE
C. Alat dan bahan yang dipakai untuk identifikasi ada tidaknya transgen pada tikus
host
Analisa ada tidaknya transgen di dalam ”calon” tikus transgenik (tikus yang
berkembang dari zigot yang diinsersikan transgen) dapat dilakukan menggunakan
Southern blot, Northern blot dan Western Blot.
TAHAPAN (PROSEDUR) PEMBUATAN TIKUS TRANSGENIK
Pembuatan tikus transgenik memerlukan
banyak tahapan dan proses yang
panjang. Adapun tahap-tahap kegiatan terdiri atas
1. Penyuntikan hormone PMSG intraperitoneal pada tikus superovulated female
mice, dilanjutkan dengan penyuntikan hormon HCG 48 jam kemudian. Setelah
disuntik HCG superovulated female mice dikawinkan dengan fertile stud male
mice dan diperiksa ada tidaknya plug kopulasi keesokan harinya. Pada saat yang
bersamaan tikus pseudopregnant mice dikawinkan dengan sterile stud male mice
10
dan diperiksa ada tidaknya pulg kopulasi keesokan harinya. Tikus dengan plug
positif dipisahkan dari tikus dengan plug negatif.
Gambar-6. Cara memegang tikus (kiri) dan cara penyuntikan hormon intraperitoneal (kanan)
2. Isolasi dan pengumpulan telur tikus yang dibuahi (zigot) dari superovulated
female mice dengan plug kopulasi positif.
Superovulated female mice dengan plug positif dimatikan dengan cara cervical
dislocation (Gb-7). Setelah disemprot dengan alkohol 70% rongga perut dibuka
dan saluran telur (oviduct) diangkat (Gb-8) dan diletakkan dalam medium kultur.
Gambar-7 Cervical dislocation
Telur tikus yang telah dibuahi (zigot) diisolasi dari saluran telur (oviduct) dengan
cara merobek saluran telur tersebut di bawah mikroskop. Saluran telur yang
11
Gambar-8 Isolasi saluran telur (oviduct) pada superovulated female mice
12
banyak mengandung zigot akan tampak menggelembung (Gb-9). Zigot yang telah
dibebaskan dari saluran telur kemudian diletakkan dalam medium kultur yang
mengandung ensim hyaluronidase di dalam 35mm petri dish selama beberapa
Gambar-9 Pembebasan zigot dari saluran telur (oviduct)
menit (1-2 menit). Ensim hyaluronidase ini berfungsi untuk menghilangkan selsel kumulus yang menempel pada permukaan zigot. Setelah dicuci dalam media
kultur yang tidak mengandung hyaluronidase telur-telur tikus yang telah dibuahi
(zigot) (Gb-10) dikumpulkan dalam 35mm petri dish yang mengandung media
13
kultur dan diinkubasi dalam inkubator 37C dengan kelembaban 95% dan
mengandung 5% CO2.
Gambar-10 Telur tikus di dalam media kultur pada 35mm petri dish
3. Penyuntikan transgen kedalam pronukleus telur tikus yang dibuahi (zigot)
Sebelum dilakukan penyuntikan transgen kedalam zigot, holding pipette diisi
terlebih dahulu dengan mineral oil dan dipasang pada tempatnya pada
micromanipulator. Injection pipette diisi dengan larutan yang mengandung
transgen dengan menggunakan daya isap kapiler. Injection pipette dipasang pada
tempatnya pada micromanipulator (Gb-11).
Gambar-11 Holding dan injection pipette serta micromanipulator
14
Petri dish injection chamber diisi dengan sedikit media kultur dan ditutup dengan
paraffin oil (Gb-12).
Gambar-12 Petri dish injection chamber yang mengandung media kultur dan
ditutup dengan paraffin oil
Telur tikus yang dibuahi (zigot) ditransfer dari 35mm petri dish ke petri dish
injection chamber dengan menggunakan mouth controlled pipette. Zigot yang
ditransfer haruslah normal yang ditandai oleh adanya 2 pronukleus dan 2 polar
bodi (Gb-13).
Gambar-13 Zigot yang normal mengandung 2 pronukleus (kiri) dan zigot dalam ”genggaman”
holding pipette, sementara injection pipette tampak dibawah zigot (kanan)
15
Zigot tanpa pronukleus atau pronukelus lebih dari 2 adalah tidak normal dan tidak
dapat digunakan. Pada saat hendak disuntik zigot di ”pegang” oleh holding
pipette. Setelah injection pipette ditusukan ke dalam pronukleus zigot, transgen
kemudian dipompakan ke dalam pronukleus (Gb-14).
Gambar-14 Proses Penginsersian transgen kedalam pronukleus zigot
Masuknya transgen kedalam pronukleus zigot ditandai oleh adanya gelembung
kecil (small bubble) dan pembesaran pronukleus. Setelah penyuntikan injection
pipette segera ditarik dari zigot dan zigot dilepaskan dari genggaman holding
pipette. Satu demi satu zigot kemudian akan disuntikkan dengan transgen. Zigot
yang telah disuntik kemudian dikumpulkan didalam 35mm petri dish selama
beberapa saat sebelum ditransfer ke dalam saluran telur (oviduct) pseudopregnant
mice.
16
4. Transfer zigot yang telah disuntikkan transgen ke saluran telur (oviduct)
pseudopregnant female mice (Gb-15)
Gambar-15 transfer zigot kedalam infundibulum pseudopregnant mice
17
Organ reproduksi pseudopregnant female mouse dikeluarkan dari tubuh dengan
membuat sayatan pada daerah punggung. Fimbrie dan infundibulum saluran telur
tikus dikenali. Setelah itu zigot yang telah disuntik dengan transgen ditransfer
kedalam infundibulum pseudopregnant mice dengan menggunakan mouth
controlled pipette.
5. Zigot yang ditransfer kedalam pseudopregnant mice kemudian akan tumbuh dan
berkembang selama 21 hari. Setelah 21 hari ”calon” tikus transgenik ini akan
lahir. Anak tikus ini keudian ditunggu hingga besar dan mencapai umur 3minggu.
Setelah itu dilakukan pemeriksaan ada tidaknya transgen yang terintegrasi di
dalam genom anak tikus tersebut dengan menggunakan metoda Southern blot.
Gambar-16 Pendeteksian Transgen dan ekspresinya dengan menggunakan motoda
Southern blot dan Northern blot
Ekspresi transgen diperiksa dengan metoda Northern blot. Tikus transgenik yang
berkembang dari zigot tersebut dikenal sebagai ”Founders” dan bersifat
hemizygote. Untuk perbanyakan tikus transgenik, founders mice ini kemudian
dikawinkan dengan tikus non transgenik. Untuk mendapatkan tikus transgenik
yang homozygote, tikus transgenik hemizygote dikawinkan antar sesamanya.
18
Tikus transgenik yang homozygote ini kemudian dipelajari fenotifnya dengan
mengamati ada tidaknya kelainan pada organ atau jaringan tertentu selama proses
tumbuh kembangnya.
PENUTUP
Telah diuraikan tentang pengertian tikus transgenik, penggunaan dan tahap
kegiatan yang harus dilakukan untuk membuat tikus transgenik. Pembuatan tikus
transgenik memerlukan proses yang panjang dan waktu, biaya serta tenaga yang cukup
banyak. Sebagai suatu metoda penelitian invivo tehnik ini sekarang telah banyak
digunakan dibanyak tempat di dunia.
RUJUKAN
1. Aguzzi A, Brandner S, Isenmann S, Steinbach JP, and Sure U : Transgenic and
gene disruption techniques in the study of neurocarcinogenesis. Glia 1995: 15:
348-364
2. Jusuf, A.A : Transgenic and gene disruption techniques from a concept to a tool in
studying the basic pathogenesis of various human disease. Medical Journal Of
Indonesia. 1998: 7; 2 : 55-64
3. Brinster R, Chen H, Trumbauer M et al : Somatic expression of herpes thymidine
kinase in mice following injection of a fusion gene into eggs. Cell 1981: 27: 223231
4. Palmitter R.D and Brinster R.L: Germ-line transformation of mice. Annu. Rev.
Genet 1986: 20; 465-499
5. Jaenisch R : Transgenic animals. Science 1988: 240; 14681474
6. Hanahan D. : Transgenic mice as probes into complex system. Science 1989: 246;
1265-1275
7. Gordon J, Ruddle F : Gene transfer into mouse embryos: production of transgenic
mice by pronuclear injection. Methods Enzymol. 1983: 102: 411-433
8. Hogan B, ConstantiniF, Lacy E. : Manipulating the mouse embryos: A laboratory
manual.2nd Ed .New York : Cold Spring Harbor: 1994
9. Albert, B., Bray, D., Lewis, J., Raff, M., Roberts, K., Watson, J.D. (1994),
Cellular Mechaninsm of development in Molecular Biology of The Cell., 3rd Ed.,
Garland Publishing, New York and London, pp.
10. Nagy A, Gertsenstein M, Vintersen K, Behringer R, Manipulating the mouse
embryo: A laboratory manual. 3rd Ed New York: Cold Spring Harbor: 2003
11. Brinster R, Allen J, BehringerR, Gelimas R et al.: Intron s increase transcriptional
efficiency in transgenic mice. Proc Natl. Acad.Sci.USA. 1988: 85; 836-40
12. Chada K, Magram J, Raphael K, Radice G, Lacy E and Constantini F. Spesific
expression of a foreign beta globin gene in eryrthroid cells of transgenic mice.
Nature.1985: 314: 377-380
19
13. Lamb B.T, Bardel K.A, Kulnane L.S. Anderson J.J, Holtz G, Wagner S.L, Sisodia
S.S, and Hoeger E.J. Amyloid production and deposition in mutant amyloid
precursor protein and presenilin-1 yeast artificial chromosome transgenic mice.
Natl. Neurosci. 1999: 2; 695-697
14. Peschon J.J, Behringer R.R, Brinster R.L, and Palmiter R.D. Spermatide-specific
expression of protamine 1 in transgenic mice. Proc Natl.Acad.Sci.USA. 1987:84;
5316-5319
15. Shi Y, Son H.J, Shahan K, Rodriguez M, Constantini F and Derman E. Silent
genes in the mouse major urinary protein gene family. Proc Natl.Acad.Sci.USA.
1989:86; 4584-4588
16. Krumlauf R, Hammer R.E, Tilghman S.M, and Brinster R.L Developmental
regulation of alpha-fetoprotein genes in transgenic mice. Mol. Cell. Biol. 1985:5;
1639-1648.
17. van Roessel P and Brand A.H. Imaging into the future: visualizing gene
expression and protein interactions with fluorescent proteins.Nat.Cell.Biol.
2002:4; 15-20
Download