1 TRANSGENIC MICE DARI SUATU KONSEP MENJADI CARA UNTUK MEMPELAJARI DASAR-DASAR PATOGENESIS PENYAKIT PADA MANUSIA** dr. Ahmad Aulia Jusuf, PhD Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2007 PENDAHULUAN Berbagai penelitian untuk menyingkap fungsi suatu gen telah banyak dilakukan. Walaupun para ahli telah dapat menginsersikan fragmen DNA atau gen yang ingin dipelajari dengan metode transfeksi pada sel-sel tertentu yang dikultur di media kultur tertentu, tetapi mereka belum puas karena sering hasil yang diperoleh secara invitro berbeda dengan hasil yang diperoleh secara invivo. Para ahli ingin mempelajarinya langsung pada mahluk hidup yang utuh (invivo). Ada 2 cara untuk mempelajari fungsi gen tertentu secara langsung pada mahluk hidup yaitu dengan cara transgenik dan penginaktifan gen (gene disruption / gene knock out)1. Pada organisma transgenik, gen atau fragmen DNA yang dimasukkan bisa merupakan gen atau fragmen DNA yang memang terdapat didalam organisme tersebut (endogen) dengan tujuan untuk mendapatkan ekspresi yang lebih kuat (overekspresi gen) dan bisa pula gen atau fragmen DNA yang tidak terdapat pada organisma tersebut (eksogen). Pada tehnik gene disruption atau knock out gene, gen tertentu yang akan dipelajari yang terdapat di dalam organisma tersebut dibuat menjadi tidak aktif. Tikus transgenik telah banyak digunakan secara luas di dalam penelitian biomedik. Riwayat tikus transgenik dimulai ketika Palmitter pada tahun 1981 memasukan gen thymidine kinase dari virus herpes ke dalam sel telur tikus yang telah dibuahi (zygot).2,3 Beberapa makalah tentang tikus transgenik telah dipublikasikan oleh Palmitter (1986)4, Jaenisch (1988)5 dan Hanahan (1989)6. Gordon dkk pada tahun 1983 ** Disampaikan pada Seminar Patologi Eksperimental, R. Pratista, Depart Patologi Anatomi FKUI, Jakarta 1 Maret 2009 2 telah mengembangkan tehnik yang lebih baik dan fleksibel yaitu dengan menyuntikkan gen yang akan diamati secara langsung ke dalam pronucleus telur tikus yang telah dibuahi (zigot)7. Metode untuk membuat tikus transgenik makin disempurnakan oleh Hogan dkk pada tahun 1994.8 Makalah ini akan membicarakan metoda yang terakhir dikembangkan oleh Hogan dkk untuk memasukkan fragmen DNA atau gene secara langsung ke dalam pronukleus zigot tikus dan cara untuk memproduksi tikus transgenik. DEFINISI Tikus transgenik adalah tikus yang mempunyai genom (susunan gen) yang telah dimodifikasi secara artifisial melalui rekayasa genetik (genetic engineering) dan dapat diteruskan kepada turunannya.1,2 Fragmen DNA atau gen yang dimasukkan kedalam suatu sel akan diligasikan secara ujung ke ujung (end to end) kesuatu tempat tertentu di dalam suatu kromosom secara acak oleh ensim ligasi intraselular sehingga gen atau fragmen DNA itu akan tersusun secara tandem2,9 (Gb-1). Telur tikus yang telah dibuahi (fertilized eggs) atau zigot yang pronukleusnya disuntikkan fragmen DNA akan berkembang menjadi tikus dengan banyak sel-sel tubuhnya mengandung fragmen DNA atau gen yang dimasukkan tersebut. Fragmen DNA atau gen yang dimasukkan ini akan menempel dan tersusun secara tandem pada tempat tertentu di dalam suatu kromosom individu transgenik (host) tersebut secara random.2,3 Bila kromosom yang telah dimodifikasi ini hadir pada sel-sel kelamin (sel telur dan sperma) maka tikus tersebut akan meneruskan kromosom yang telah dimodifikasi ini ke tikus turunannya. Tikus yang susunan gennya telah berubah secara permanen ini dikenal sebagai tikus transgenik (transgenic mice), sedangkan gen yang dimasukkan tersebut disebut sebagai transgen.3 gen gen gen gen Gen yang tersusun secara tandem Gambar 1- Susunan tandem dari gen yang diinsersikan secara acak pada suatu kromosom tertentu pada setiap sel tubuh tikus 3 KEGUNAAN TIKUS TRANSGENIK Tikus transgenik secara umum digunakan untuk (1) mempelajari regulasi gen-gen yang terkait dengan perkembangan jaringan tubuh dan gen-gen yang spesifik pada jaringan tertentu dan (2) untuk mempelajari fenotif dari gen pada jaringan.10 PERSIAPAN PEMBUATAN TIKUS TRANSGENIK Pembuatan tikus transgenik merupakan proses yang sulit dan membutuhkan waktu yang lama. Sebelum membuat tikus transgenik serangkaian perisapan yang harus dilakukan adalah (1) persiapan gen (transgen) yang akan dimasukkan ke dalam pronukleus telur tikus yang telah dibuahi (zigot), (2) persiapan tikus yang akan digunakan, (3) persiapan alat dan bahan, (4) persiapan sistem deteksi ada tidaknya transgen dalam susunan genom ”calon” tikus transgenik (tikus yang berkembang dari zigot yang disuntikkan transgen). 1. Persiapan Transgen Fragmen DNA atau gen yang akan dimasukkan ke dalam pronukleus zigot harus mengandung promoter, complete protein coding region, sedikitnya satu intron dan polyadenylation site.11 Transgen ini didapatkan dan di amplifikasi dari suatu genom organisme tertentu dengan menggunakan Polymerase Chain Reaction (PCR). Produk PCR kemudian ditanam pada daerah kloning (cloning site) vector plasmid dengan menggunakan ensim ligase. Vector yang mengandung transgen ini kemudian ditransfeksikan kedalam bakteri tertentu dengan tehnik heat shock. Bakteri kemudian ditanam dan ditumbuhkan pada media agar (agar plate). Setelah tumbuh, bakteri kemudian diperbanyak (dibiakkan) pada media agar yang cair. Plasmid yang mengandung transgen kemudian diisolasi dari bakteri yang telah dilisiskan dengan tehnik tertentu. Fragmen transgen ini kemudian diisolasi dari plasmid dengan menggunakan ensim restriksi (restriction enzyme) dikuti dengan pemisahan dan pemurnian pada gel agarosa dan electroelution (Gb-2) Walaupun sekuens (fragmen DNA) dari vector prokariotik tampaknya tidak mengganggu integrasi transgen pada hostnya tetapi sekuens tersebut dapat menghambat ekspresi dari transgen tersebut.10,12 Karenanya konstruksi gen yang akan ditransfer 4 Gambar-2 Tahapan pembuatan transgen (transgen) tersebut harus dipurifikasi dahulu sebelum diinsersikan ke dalam pronukleus zigot untuk menghindari hal tersebut. Tak diketahui apakah hambatan ekspresi transgen ini akibat adanya susunan nukleotida tertentu dalam sekuens vector prokariotik tersebut atau merupakan sifat umum dari sekuens DNA vektor prokariotik tersebut.10,12 Panjang DNA pada transgen tidak dibatasi, bisa dari beberapa kilo base pair (Kbp) hingga 1000 kb (Lamb et 1999)13. Hal yang harus dipertimbangkan adalah vector yang digunakan dan cara konstruksinya. Transgen yang dimasukkan kedalam host dapat satu macam atau lebih dari satu macam yang dicampur dalam satu pelarut dan disuntikkan secara bersamaan. Bila lebih dari satu transgen yang diinsersikan konsentrasi dari masing-masing transgen harus sama. Bila gen yang diinsersikan merupakan gen yang memang sudah ada pada tikus (endogenous transgene), untuk membedakan produk dari transgen tersebut dengan RNA atau protein dari gen endogennya dapat dilakukan penyisipan oligonucleotida pada 5 daerah yang transgen yang tidak ditranslasikan (untranslated region)14,15 atau menginsersikan gen kecil yang mengkode RNA yang pendek pada transgen tersebut16. Akan tetapi harus diingat adanya protein kecil yang ”mendompleng” pada protein yang dikode oleh transgen tersebut mungkin berpengaruh terhadap fungsi protein yang dikode oleh transgen. Fusi dari sebuah epitope/peptida yang pendek dengan protein dari transgen dapat dapat mempermudah pengenalan adanya protein yang dikode oleh transgen pada tikus host tersebut dengan menggunakan epitope-specific antibodi, atau fusi antara protein yang dikode oleh transgen dengan protein ”green fluorescent Protein (GFP)” yang dikode oleh gen reporter alkaline phosphatase akan mempermudah pendeteksian adanya ekspresi transgen pada tikus host tersebut17. Efisiensi dari trangen yang ditransfer dipengaruhi oleh beberapa faktor8 yaitu 1. bentuk DNA Bentuk linier dari DNA transgen akan meningkatkan efisiensi integrasi transgen tersebut pada genom tikus hostnya 2. konsentrasi DNA Konsentrasi DNA yang rendah akan menurunkan efisiensi pengintegrasian transgen. Sebaliknya konsentrasi yang terlalu tinggi bersifat toksik bagi zigot. Konsentrasi DNA yang dianjurkan adalah 1.5-2 nanogram/mikroliter 3. kemurnia DNA DNA yang diinseriskan harus bebas dari semua kontaminasi termasuk sisa phenol, etanol atau ensim) 4. buffer DNA Buffer yang dipakai untuk melartkan DNA juga berperan dalam meningkatkan efisiensi pengintegrasian transgen pada hostnya. Pelarut yang sering dipakai adalah TE buffer yang mengandung 1mM EDTA. 2. Persiapan tikus yang akan dipakai Tikus yang akan dipakai untuk membuat tikus transgenik dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu 1. Kelompok tikus betina yang dibuat superovulasi (superovulated female mice) 6 Pada kelompok ini tikus betina dibuat menjadi superovulasi untuk mendapatkan telur yang dibuahi (zigot) dalam jumlah banyak. Untuk membuat superovulated female mice, tikus betina disuntik dengan Pregnant Mare’s Serum Gonadotrophin (PMSG) yang mempunyai efek yang serupa dengan hormone FSH untuk menstimulasi perkembangan dan pematangan telur tikus dalam jumlah banyak. Dua hari setelah penyuntikan PMSG tikus ini disuntik dengan Human Chorionic Gonadotrophin (HCG) untuk menstimulasi ovulasi. Baik hormone PMSG maupun HCG disuntikan secara intraperitoneal. Tikus yang dipakai adalah yang sudah dewasa dengan umur 4-8 minggu tergantung pada strain yang dipakai. Tikus ini kemudian dikawinkan dengan tikus jantan kelompok fertile stud male mice dan diperiksa ada tidaknya plu kopulasi (copulation plug) besok paginya. 2. Kelompok tikus jantan pengawin (fertile stud male mice) Tikus ini dipakai untuk mengawini tikus betina untuk mendapatkan zigot. Tikus yang dipakai berumur 6-8 minggu dan mempunyai penampilan reproduksi yang baik. Setelah dipakai mengawini superovulated female mice tikus jantan ini diistirahatkan beberapa hari. 3. Kelompok tikus betina yang dibuat hamil palsu (pseudopregnant female mice) Kelompok ini adalah tikus betina yang akan menerima zigot yang telah diinsersikan transgen kedalam pronukleusnya. Tikus ini dikawinkan dengan tikus dari kelompok sterile male mice dan dicek ada tidaknya plug kopulasi (copulation plug) besok paginya. Tikus yang dipakai berumur 6-8 minggu dengan berat badan antara 25-35 gram. Untuk mempermudah transfer zigot disarankan untuk menggunakan tikus yang mempunyai infundibulum yang besar agar mempermudah proses transfer, misalnya strain ICR. 4. Kelompok tikus jantan yang disteril (sterile male mice) Kelompok ini adalah kelompok tikus jantan yang telah disterilkan dengan cara vasektomi (Gb-3). Tikus ini akan dikawinkan dengan tikus betina pseudopregnant female mice. Tikus yang dipakai berumur sediktinya 2 bulan. Sebelum dipakai sebaiknya tikus ini dicek ke ”steril” annya. 7 Gambar-3 Vasektomi pada tikus kelompok sterile stud male mice 3. Persiapan alat dan bahan Peralatan dan bahan yang harus dipersiapkan untuk membuat tikus transgenik meliputi A. Alat dan bahan untuk mengumpulkan telur tikus yang dibuahi (zigot) 8 1. Spuit disposible 2. Hormon Pregnant Mare’s Serum Gonadotrophin (PMSG) 3. Hormon Human Chorionic Gonadotrophin (HCG) 4. Larutan kultur yaitu larutan D-PBS atau larutan lainnya yang ditambahkan bovine serum albumin (BSA), asam piruvat dan antibiotik (penisilin dan streptomisin) 5. Larutan kultur yang mengandung ensim hyaluronidase 6. Inkubator (temperatur 37C, dengan kelembaban 95% dan mengandung 5% CO2) 7. Surgical set termasuk watchmaker’s forceps 8. Alkohol 70% 9. Stereomikroskop 10. Mouth controlled pipette (Gb-4) 11. 35 mm petri dish Gambar-4 Mouth controlled pipette B. Alat dan bahan yang dipakai untuk menginsersikan transgen ke pronukleus zigot 1. Holding pipette (Gb-5) yaitu pipet yang dipakai untuk “memegang” zigot selama proses penyuntikan transgen ke dalam pronukleus zigot. Untuk ini diperlukan Borosilicate glass capilary dan mechanical pipette puller 9 2. Injection pipette (Gb-5) yaitu pipet yang dipakai untuk memasukkan transgen kedalam pronukleus zigot. Untuk ini diperlukan glass capillary tubing dengan internal glass filament dan mechanical pipette puller. Gambar-5 Holding dan injection pipette 3. Mikroskop yang mempunyai mikromanipulator. 4. Paraffin oil 5. Petri dish injection chamber 6. Transgen yang dilarutkan dalam buffer TAE C. Alat dan bahan yang dipakai untuk identifikasi ada tidaknya transgen pada tikus host Analisa ada tidaknya transgen di dalam ”calon” tikus transgenik (tikus yang berkembang dari zigot yang diinsersikan transgen) dapat dilakukan menggunakan Southern blot, Northern blot dan Western Blot. TAHAPAN (PROSEDUR) PEMBUATAN TIKUS TRANSGENIK Pembuatan tikus transgenik memerlukan banyak tahapan dan proses yang panjang. Adapun tahap-tahap kegiatan terdiri atas 1. Penyuntikan hormone PMSG intraperitoneal pada tikus superovulated female mice, dilanjutkan dengan penyuntikan hormon HCG 48 jam kemudian. Setelah disuntik HCG superovulated female mice dikawinkan dengan fertile stud male mice dan diperiksa ada tidaknya plug kopulasi keesokan harinya. Pada saat yang bersamaan tikus pseudopregnant mice dikawinkan dengan sterile stud male mice 10 dan diperiksa ada tidaknya pulg kopulasi keesokan harinya. Tikus dengan plug positif dipisahkan dari tikus dengan plug negatif. Gambar-6. Cara memegang tikus (kiri) dan cara penyuntikan hormon intraperitoneal (kanan) 2. Isolasi dan pengumpulan telur tikus yang dibuahi (zigot) dari superovulated female mice dengan plug kopulasi positif. Superovulated female mice dengan plug positif dimatikan dengan cara cervical dislocation (Gb-7). Setelah disemprot dengan alkohol 70% rongga perut dibuka dan saluran telur (oviduct) diangkat (Gb-8) dan diletakkan dalam medium kultur. Gambar-7 Cervical dislocation Telur tikus yang telah dibuahi (zigot) diisolasi dari saluran telur (oviduct) dengan cara merobek saluran telur tersebut di bawah mikroskop. Saluran telur yang 11 Gambar-8 Isolasi saluran telur (oviduct) pada superovulated female mice 12 banyak mengandung zigot akan tampak menggelembung (Gb-9). Zigot yang telah dibebaskan dari saluran telur kemudian diletakkan dalam medium kultur yang mengandung ensim hyaluronidase di dalam 35mm petri dish selama beberapa Gambar-9 Pembebasan zigot dari saluran telur (oviduct) menit (1-2 menit). Ensim hyaluronidase ini berfungsi untuk menghilangkan selsel kumulus yang menempel pada permukaan zigot. Setelah dicuci dalam media kultur yang tidak mengandung hyaluronidase telur-telur tikus yang telah dibuahi (zigot) (Gb-10) dikumpulkan dalam 35mm petri dish yang mengandung media 13 kultur dan diinkubasi dalam inkubator 37C dengan kelembaban 95% dan mengandung 5% CO2. Gambar-10 Telur tikus di dalam media kultur pada 35mm petri dish 3. Penyuntikan transgen kedalam pronukleus telur tikus yang dibuahi (zigot) Sebelum dilakukan penyuntikan transgen kedalam zigot, holding pipette diisi terlebih dahulu dengan mineral oil dan dipasang pada tempatnya pada micromanipulator. Injection pipette diisi dengan larutan yang mengandung transgen dengan menggunakan daya isap kapiler. Injection pipette dipasang pada tempatnya pada micromanipulator (Gb-11). Gambar-11 Holding dan injection pipette serta micromanipulator 14 Petri dish injection chamber diisi dengan sedikit media kultur dan ditutup dengan paraffin oil (Gb-12). Gambar-12 Petri dish injection chamber yang mengandung media kultur dan ditutup dengan paraffin oil Telur tikus yang dibuahi (zigot) ditransfer dari 35mm petri dish ke petri dish injection chamber dengan menggunakan mouth controlled pipette. Zigot yang ditransfer haruslah normal yang ditandai oleh adanya 2 pronukleus dan 2 polar bodi (Gb-13). Gambar-13 Zigot yang normal mengandung 2 pronukleus (kiri) dan zigot dalam ”genggaman” holding pipette, sementara injection pipette tampak dibawah zigot (kanan) 15 Zigot tanpa pronukleus atau pronukelus lebih dari 2 adalah tidak normal dan tidak dapat digunakan. Pada saat hendak disuntik zigot di ”pegang” oleh holding pipette. Setelah injection pipette ditusukan ke dalam pronukleus zigot, transgen kemudian dipompakan ke dalam pronukleus (Gb-14). Gambar-14 Proses Penginsersian transgen kedalam pronukleus zigot Masuknya transgen kedalam pronukleus zigot ditandai oleh adanya gelembung kecil (small bubble) dan pembesaran pronukleus. Setelah penyuntikan injection pipette segera ditarik dari zigot dan zigot dilepaskan dari genggaman holding pipette. Satu demi satu zigot kemudian akan disuntikkan dengan transgen. Zigot yang telah disuntik kemudian dikumpulkan didalam 35mm petri dish selama beberapa saat sebelum ditransfer ke dalam saluran telur (oviduct) pseudopregnant mice. 16 4. Transfer zigot yang telah disuntikkan transgen ke saluran telur (oviduct) pseudopregnant female mice (Gb-15) Gambar-15 transfer zigot kedalam infundibulum pseudopregnant mice 17 Organ reproduksi pseudopregnant female mouse dikeluarkan dari tubuh dengan membuat sayatan pada daerah punggung. Fimbrie dan infundibulum saluran telur tikus dikenali. Setelah itu zigot yang telah disuntik dengan transgen ditransfer kedalam infundibulum pseudopregnant mice dengan menggunakan mouth controlled pipette. 5. Zigot yang ditransfer kedalam pseudopregnant mice kemudian akan tumbuh dan berkembang selama 21 hari. Setelah 21 hari ”calon” tikus transgenik ini akan lahir. Anak tikus ini keudian ditunggu hingga besar dan mencapai umur 3minggu. Setelah itu dilakukan pemeriksaan ada tidaknya transgen yang terintegrasi di dalam genom anak tikus tersebut dengan menggunakan metoda Southern blot. Gambar-16 Pendeteksian Transgen dan ekspresinya dengan menggunakan motoda Southern blot dan Northern blot Ekspresi transgen diperiksa dengan metoda Northern blot. Tikus transgenik yang berkembang dari zigot tersebut dikenal sebagai ”Founders” dan bersifat hemizygote. Untuk perbanyakan tikus transgenik, founders mice ini kemudian dikawinkan dengan tikus non transgenik. Untuk mendapatkan tikus transgenik yang homozygote, tikus transgenik hemizygote dikawinkan antar sesamanya. 18 Tikus transgenik yang homozygote ini kemudian dipelajari fenotifnya dengan mengamati ada tidaknya kelainan pada organ atau jaringan tertentu selama proses tumbuh kembangnya. PENUTUP Telah diuraikan tentang pengertian tikus transgenik, penggunaan dan tahap kegiatan yang harus dilakukan untuk membuat tikus transgenik. Pembuatan tikus transgenik memerlukan proses yang panjang dan waktu, biaya serta tenaga yang cukup banyak. Sebagai suatu metoda penelitian invivo tehnik ini sekarang telah banyak digunakan dibanyak tempat di dunia. RUJUKAN 1. Aguzzi A, Brandner S, Isenmann S, Steinbach JP, and Sure U : Transgenic and gene disruption techniques in the study of neurocarcinogenesis. Glia 1995: 15: 348-364 2. Jusuf, A.A : Transgenic and gene disruption techniques from a concept to a tool in studying the basic pathogenesis of various human disease. Medical Journal Of Indonesia. 1998: 7; 2 : 55-64 3. Brinster R, Chen H, Trumbauer M et al : Somatic expression of herpes thymidine kinase in mice following injection of a fusion gene into eggs. Cell 1981: 27: 223231 4. Palmitter R.D and Brinster R.L: Germ-line transformation of mice. Annu. Rev. Genet 1986: 20; 465-499 5. Jaenisch R : Transgenic animals. Science 1988: 240; 14681474 6. Hanahan D. : Transgenic mice as probes into complex system. Science 1989: 246; 1265-1275 7. Gordon J, Ruddle F : Gene transfer into mouse embryos: production of transgenic mice by pronuclear injection. Methods Enzymol. 1983: 102: 411-433 8. Hogan B, ConstantiniF, Lacy E. : Manipulating the mouse embryos: A laboratory manual.2nd Ed .New York : Cold Spring Harbor: 1994 9. Albert, B., Bray, D., Lewis, J., Raff, M., Roberts, K., Watson, J.D. (1994), Cellular Mechaninsm of development in Molecular Biology of The Cell., 3rd Ed., Garland Publishing, New York and London, pp. 10. Nagy A, Gertsenstein M, Vintersen K, Behringer R, Manipulating the mouse embryo: A laboratory manual. 3rd Ed New York: Cold Spring Harbor: 2003 11. Brinster R, Allen J, BehringerR, Gelimas R et al.: Intron s increase transcriptional efficiency in transgenic mice. Proc Natl. Acad.Sci.USA. 1988: 85; 836-40 12. Chada K, Magram J, Raphael K, Radice G, Lacy E and Constantini F. Spesific expression of a foreign beta globin gene in eryrthroid cells of transgenic mice. Nature.1985: 314: 377-380 19 13. Lamb B.T, Bardel K.A, Kulnane L.S. Anderson J.J, Holtz G, Wagner S.L, Sisodia S.S, and Hoeger E.J. Amyloid production and deposition in mutant amyloid precursor protein and presenilin-1 yeast artificial chromosome transgenic mice. Natl. Neurosci. 1999: 2; 695-697 14. Peschon J.J, Behringer R.R, Brinster R.L, and Palmiter R.D. Spermatide-specific expression of protamine 1 in transgenic mice. Proc Natl.Acad.Sci.USA. 1987:84; 5316-5319 15. Shi Y, Son H.J, Shahan K, Rodriguez M, Constantini F and Derman E. Silent genes in the mouse major urinary protein gene family. Proc Natl.Acad.Sci.USA. 1989:86; 4584-4588 16. Krumlauf R, Hammer R.E, Tilghman S.M, and Brinster R.L Developmental regulation of alpha-fetoprotein genes in transgenic mice. Mol. Cell. Biol. 1985:5; 1639-1648. 17. van Roessel P and Brand A.H. Imaging into the future: visualizing gene expression and protein interactions with fluorescent proteins.Nat.Cell.Biol. 2002:4; 15-20