TEORI HUKUM Prof Tatiek Tanggal : 24 Desember 2014

advertisement
1
TEORI HUKUM
Prof Tatiek
Tanggal : 24 Desember 2014
ARGUMENTASI HUKUM
PHILIPUS HADJON DAN TATIEK SRI DJATMIATI
BAB I
Ilmu Hukum sebagai Ilmu Sue Generis
Artinya ilmu hukum merupakan ilmu jenis sendiri karena sulit dikelompokkan kedalam salah satu cabang pohon
ilmu. Menelaah sifat khas ilmu hukum dalam tulisan ini, ada 4 hal yang menggambarkan ilmu hukum
kedalam Sue Generis, yaitu:
1.
2.
3.
4.
Karakter normatif ilmu hukum;
Terminologi ilmu hukum;
Jenis ilmu hukum; dan
Lapisan ilmu hukum.
1. Karakter Normatif Ilmu Hukum
Ilmu hukum memiliki ciri khas yaitu sifatnya yang normative, karenanya diragukan hakikat keilmuannya
yang bukan ilmu empiris.
Yuridis Indonesia ingin mengangkat derajat dengan berusaha mengempiriskan ilmu hukum melalui kajiankajian sosiologistik. Hal ini menyebabkan terjadinya berbagai kerancuan dalam usaha pengembangan ilmu
hukum.
Usaha yang diterapkan ialah menerapkan metode-metode penelitian social dalam kajian hukum normatif.
Metode Ilmu social dapat digunakan dalam fundamental research yang memandang hukum sebagai fenomena
social. Kajian hukum diempiriskan antara lain dengan merumuskan format-format penelitian hukum yang
dilatarbelakangi oleh metode penelitian ilmu social yang notabene adalah penelitian empiris.
Dengan demikian kejanggalan-kejanggalan yang ditemukan anatar lain memakai format penelitian
social dalam penelitian hukum normative, seperti:
- Rumusan masalah dalam kalimat Tanya (kata-kata bagaimana, seberapa jauh);
- Sumber data, teknik pengumpulan data dan analisis data;
- Populasi dan sampling, seorang peneliti hukum normative tidak boleh membatasi kajiannya hanya pada
satu undang-undang tersebut dengan perundang-undangan lainnya.
Kesalahpahaman terhadap penelitian hukum ialah karena penelitian hukum normative tidak
menggunakan analisis kualitatif (statistic), serta merta penelitian hukum dikualifikasikan sebagai penelitian
kualitatif.
Penelitian normative semestinya tidaklah diidentifikasikan dengan penelitian kualitatif.
Ada 2 pendekatan yang dapat dilakukan untuk menjelaskan hakikat keilmuan hukum dan dengan
sendirinya membawa konsekuensi pada metode kajiannya, yaitu:
a. Pendekatan dari sudut falsafah ilmu;
b. Pendekatan dari sudut pandang teori hukum
Pada satu sisi ilmu hukum dengan karakter aslinya sebagai ilmu normative dan pada sisi lainnya ilmu hukum
memiliki segi-segi empiris. Sisi empiris itulah yang menjadi kajian ilmi hukum empiris seperti sociological
jurisprudence dan sociolegal juripridence. Dengan demikian dari sudut pandang ini, ilmu hukum
dibedakan atas ilmu hukum normative dan ilmu hukum empiris.
Dari sudut pandang teori hukum, ilmu hukum dibagi atas 3 lapisan utama, yaitu Dogmatik hukum,
Teori hukum (dalam arti sempit) dan filsafat hukum.
Sikap yang mengunggulkan penelitian hukum empiris dan meremehkan penelitian hukum normative adalah
sikap yang tidak benar. Sikap demikian menutup pada pola kerja ilmu hukum dan hasil-hasil yang dicapai
oleh ilmu hukum normative. Adalah suatu temuan maha besar tentang bdan hukum sebagai subjek hukum.
Temuan lain dalam hukum pidana misalnya tentang tanggungjawab korporasi dan dalam hukum administrasi
tentang asas-asas umum pemerintahan yang baik, dll.
2
Kritik terhadap studi-studi hukum empiris, misalnya teknik dari Lord Lloyd O Hamstead dan M.D.A.
Friedman dalam “Lloyd’s Introduction to Jurisprudence” 1986. Mereka mengatakan bahwa studi-studi
socio legal menekankan arti penting menempatkan hukum dalam konteks sosialnya, tentang penggunaan
metode-metode penelitian tentang pengakuan bahwa banyak permasalahan hukum tradisional pada
hakekatnya bersifat empiris dan murni konseptual. Tema utamanya adalah kesenjangan (the gap) antara law
in the books and law in the action. Namun demikian, studi-studi tersebut hanya sampai pada tingkatantingkatan menggambarkan “kesenjangan” tetapi jarang menjelaskan, (The gap is described but is morally
explained)
Jadi, janganlah megempiriskan segi-segi normative ilmu hukumdan sebaliknya janganlah menormatifkan
segi-segi empiris dalam penelitian hukum.
2. Terminologi Hukum
Istilah Belanda rechtswetenschap dalam arti sempit adalah Dogmatik hukum (de rechtsker) ajaran hukum
yang tugasnya adalah dsekripsi hukum positif, sistematisasi hukum positif dan dalam hal tertentu juga
eksplanasi.
Rechtswetenschap dalam arti luas meliputi: dogmatik hukum, teori hukum (dalam arti sempit) dan
filsafat hukum.
Rechtstheorie adalah lapisan ilmu hukum yang berada diantara dogmatic hukum dan filasafat hukum. Teori
hukum dalam arti ini merupakan ilmu eksplanasi hukum (een verklarende wetenschap van het recht).
Dalam arti luas, rechtstheori digunakan dalam arti yang sama dengan rechtswetenschap dalam arti luas.
Istilah Inggris jurisprudence, legal science dan legal philosophy mempunyai makna yang berbeda
dengan istilah Belanda, Lord Lloyd O Hamstead, M.D.A. Friedman dalam bukunya:
- “Yurisprudence involves the study of general theoretical questions about the relationship of law to
justice and morality and about the social nature of law.( Yurisprudence melibatkan studi pertanyaan
teoritis umum tentang hubungan hukum dengan keadilan dan moralitas dan tentang sifat sosial
hukum)
- Science, however, is concerned with empirically observable facts and events (Ilmu, bagaimanapun,
berkaitan dengan fakta-fakta empiris yang dapat diamati dan peristiwa)
HPH, Visser Throft merumuskan bahwa semua disiplin yang objeknya hukum adalah ilmu hukum.
3. Jenis Ilmu Hukum
Dari segi objeknya, ilmu hukum dibedakan atas:
- Ilmu hukum normative; dan
- Ilmu hukum empiris
Tahapan studi ilmu hukum empiris sampai saat ini meliputi:
1. Realis = factual patterns of behavior
Misalnya perilaku hakim laki-laki dan perempuan dalam memutuskan kasus perkosaan.
2. Sociological Jurispridence = law in action #law in the books
Konfik : the gap is described but is rarely explained.
3. Socio-legal studies
Pengaruh timbal balik antara hukum dan masyarakat
3
Atas dasar itu kualitas sarjana hukum dibedakan:
1. Jurist  normative  menguasai ars
2. Legal Scientist---Empiris
Ilmu Hukum Empirik
Subyek - Obyek
Hubungan dasar
Penonton
Sikap Ilmuwan
ekstern
Perspektif
Korespondensi
Teori Kebenaran
Empiris
Proposisi
Pancaindera
Metode
Non Kognitif
Moral
Hubungan antar Moral dan Terpisah
hukum
Hanya sosilogi hukum dan
Ilmu
teori hukum empiris
Ilmu Hukum Normatif
Subyek – subyek
Partisipan
Interen
Pragmatik
Normatif dan Evaluative
Banyak metode
Kognitif
Tidak terpisah
Ilmu hukum dalam arti luas
4. Lapisan Ilmu Hukum
Filsafat Hukum
↓
Teori Hukum
↓
Dogmatik Hukum
↓
Praktik Hukum
Praktik hukum menyangkut 2 aspek utama yaitu Pembentukan Hukum dan Penerapan Hukum.
Permasalahan penerapan hukum antara lain mengenai: interpretasi hukum, kekosongan hukum,
antinomy dan norma yang kabur.
Filsafat Hukum (Skema)
Filsafat Hukum
Meta teori
Meta teori
Teori Hukum
Dogmatik Hukum
Teori
Teori
Teori
HUKUM POSITIF
4
Lapisan Ilmu Hukum
Filsafat Hukum
Teori Hukum
Dogmatik Hukum
Konsep
Grondbegrippen
Algemene begrippen
Technichjuridisch
Eksplanasi
Reflektif
Analisis
Teknis yuridis
Sifat
Spekulatif
Normatif Empiris
Normatif
Contoh: untuk menjelaskan unsur tindakan hukum Tata Usaha Negara haruslah pertama-tama
menjawab pertanyaan apakah yang dimaksud Hukum Tata Usaha Negara.
Fungsi ilmu praktis adalah problem solving.
Ars dibutuhkan para yuris hukum untuk menyusun legal opinion sebagai output dari langkah
legal problem solving.
Ars yang dimaksud adalah legal reasoning atau legal argumentation yang hakekatnya adalah
giving reason.
-6BAB II
Logika dan Argumentasi Hukum
1. Kesalahpahaman terhadap peran logika
Teori argumentasi mengkaji bagaimana menganalisis, merumuskan suatu argumentasi secara cepat. Suatu
tradisi yang sudah sangat lamadalam argumentasi hukum adalah pendekatan formal logis.
Untuk analisa penalaran dikembangkan Logika Diontis.
-
Kesalahpahaman terhadap peran logika terutama berkaitan dengan keberatan terhadap penggunaan logika
silogistik.
Kesalahpahaman yang kedua berkaitan dengan peran logika dalam proses pengambilan keputusan oleh
hakim dan pertimbangan-pertimbangan yang melandasi keputusan.
Kesalahpahaman yang ketiga berkaitan dengan alur logika formal dalam menarik suatu kesimpulan.
Kesalahpahpahaman yang keempat logika tidak berkaitan dengan aspek substansi dalam argumentasi
hukum.
Kesalahpahaman kelima menyangkut tidak adanya kriteria formal yang jelas tentang hakekat rasionalitas
nilai dalam hukum.
Hal yang sama juga dipaparkan oleh R.G. Soekadijo tentang logika. Tidak ada proposisi tanpa konsep dan
tidak ada penalaran tanpa proposisi.
II. Kesesatan (Fallacy)
Penalaran dapat sesat karena bentuknya tidak valid, hal itu terjadi karena pelanggaran terhadap kaedahkaedah logika.
R.G. Soekadijo memaparkan 5 model Kesesatan hukum, yaitu:
1. Argumentum ad Ignorantiam
Apabila orang mengargumentasikan suatu proposisi sebagai benar karena tidak terbukti salah atau suatu
proposisi salah karena tidak terbukti benar.
2. Argumentum ad Verecumdiam
Menolak atau menerima suatu argumentasi bukan karena nilai penalarannya, tetapi karena orang yang
mengemukakannya adalah orang yang berwibawa, berkuasa, ahli, dapat dipercaya.
-73. Argumentum ad Hominem
Menolak atau menerima suatu argumentasi atau usul bukan karena penalaran tetapi karena keadaan
orangnya.
4. Argumentum ad Misericordiam (Argumentum yang terkenal)
Suatu argumentasi yang bertujuan untuk menimbulkan belas kasihan.
5. Argumentum ad Baculum
Menerima atau menolak argumentasi hanya karena suatu ancaman.
5
III. Kekhususan Logika Hukum
Satu dalil yang kuat : satu argumentasi bermakna hanya dibangun atas dasar logika.
Apa kekhususan argumentasi hukum:
1. Argumentasi hukum selalu dimulai dari hukum positif
2. Argumentasi hukum berkaitan dengan kerangka procedural yang didalamnya berlangsung
argumentasi rasional dan diskusi rasional.
3 (Tiga) lapisan Argumentasi Hukum meliputi:
1. Lapisan logika
Lapisan ini untuk struktur intern dari suatu argumentasi
2. Lapisan Dialektik
Lapisan ini membandingkan argumentasi baik pro maupun kontra
3. Lapisan procedural (struktur acara penyelesaian sengketa)
Prosedur tidak hanya mengatur perdebatan, tetapi perdebatan itupun menentukan prosedur.
Pengertian legal Reasoning
Dalam arti luas berkaitan dengan aspek psikologi dan aspek biographi.
Dalam arti sempit berkaitan dengan argumentasi yang melandasi suatu keputusan.
Tipe Argumentasi dibedakan dengan 2 cara:
1. Dari bentuk/struktur
2. Dari jenis-jenis alasan yang digunakan untuk mendukung konklusi.
Bentuk-bentuk logika dalam Argumentasi dibedakan atas argumentasi deduksi dan non deduksi dan
beberapa karakteristik logic yang berkaitan dengan bentuk-bentuk tersebut.
PENEMUAN HUKUM
Oleh Prof. Dr. Sudikno M, SH
Tanggal : 12 Januari 2015
BAB I
Penemuan hukum pada dasarnya merupakan kegiatan dalam praktek hukum (hakim, pembentuk undang-undang
dan sebagainya).
Dalam praktek hukum diperlukan ilmu hukum. Mempelajari ilmu hukum untuk memperoleh gelar sarjana
hukum. Tujuan ilmu pada dasarnya adalah pemecahan masalah.
BAB II
Sasaran Studi Ilmu dan Penelitian Hukum
1. Sasaran Studi Ilmu Hukum
Pada hakekatnya sasaran studi ilmu hukum adalah kaedah, yamg lazimnya diartikan sebagai penalaran, baik
tertulis maupun lisan, yang mengatur bagaimana seyogyanya kita berbuat atau tidak berbuat agar kepentingan
kita terlindungi dari gangguan atau serangan.
Yang harus dipelajari di Fakultas Hukum adalah kaedah hukum yang meliputi asas-asas hukum, kaedah
hukum dalam arti sempit, dan peraturan hukum konkret, serta sistem hukum dan penemuan hukum.
a. Asas Hukum
Asas hukum bukan merupakan hukum konkrit, melainkan merupakan pikiran dasar yang umum dan
abstrak, atau merupakan latar belakang peraturan tersebut yang terdapat dalam dan dibelakang
setiapsistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang
merupakan hukum positif dan dapat ditemukan dengan mencari sifat-sifat atau ciri-ciri yang umum dalam
peraturan konkrit tersebut.
6
Asas hukum mempunyai 2 landasan:
1. Asas hukum itu berakar dalam kenyataan masyarakat
2. Nilai-nilai yang dipilih sebagai pedoman oleh kehidupan bersama.
-9Dalam kita mempelajari ilmu hulum, asas hukum mempermudah dan memberi ikhtisar. Asas hukum
dalam ilmu hukum hanya bersifat mengatur dan eksplikatif.
Karena sifatnya yang abstrak, maka asas hukum itu pada umumnya tidak dituangkan dalam
penalaran atau pasal yang konkrit, seperti:
- point d’interet point d’action
(siapa yang mempunyai kepentingan hukum dapat mengajukan gugatan)
- restitulio in integrum
(pengembalian kepada keadaan yang semula)
- in dubio pro reo
(dalam hal keragu-raguan hakim harus memutuskan sedemikian sehingga menguntungkan terdakwa)
- res judicata pro revitale habetur
(apa yang di putus oleh hakim harus dianggap benar)
- setiap orang dianggap tahu akan Undang-Undang
- perlindungan kepada pihak ketiga yang beritikad baik.
Contoh asas hukum yang dituangkan dalam bentuk peraturan konkrit atau pasal, seperti:
- nullum delictum nulla poena cine praevia lege poenali (Pasal 1 ayat (a) KUHP)
- praduga tak bersalah (Pasal 8 UU Nomor 4 Tahun 2004)—presumption of innocence
- exeptio non adimpkti contractus
(tangkisan bahwa pihak lawan dalam keadaan lalai juga, maka dengan demikian tidak dapat menuntut
pemenuhan prestasi). Pasal 1266 KUHPerdata.
- Pasal 1338, 1977 KUHPerdata dan 23 AB mengandung asas hukum juga.
- Lex specialis derogat legi generali
(jika terjadi konflik norma antara undang-undang yang khusus dan yang umum, maka yang khusus
yang berlaku) contoh: Pasal 1 KUHD.
- Lex Superior derogat legi inferiori
(jika terjadi konflik antara peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan yang lebih rendah,
maka yang tinggi yang didahulukan). Contoh: Pasal 4 ayat (1) TAP MPR Nomor 111/MPR/2000).
Dengan adanya kemungkinan penyimpangan atau pengecualian itu, maka sistem hukumnya tidak
kaku.
Di dalam PP Nomor 45 Tahun 1990 ada ketentuan yang bertentangan dengan UU Nomor 1 Tahun
1974, tetapi dalam praktiknya ternyata UU Nomor 1 Tahun 1974 dikalahkan oleh PP Nomor 45 Tahun
1990.
Tidak jarang terjadi konflik antara kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan.
Asas hukum itu pada umumnya merupakan suatu persangkaan (presumption) yang tidak
menggambarkan suatu kenyataan, tetapi suatu ideal atau harapan.
- “Setiap orang dianggap tahu akan Undang-Undang” kenyataannya tidak mustahil misalnya “jika
ada hakim di Papua belum tahu ada undang-undang baru karena Lembaran Negaranya belum sampai
di Papua.
- “res judicata pro veritate habetur” (putusan hakim harus dianggap benar, jika diajukan hakim palsu
dan hakim memutuskan berdasarkan perkara saksi palsu tersebut.
- Orang yang menguasai benda bergerak secara nyata harus dianggap sebagai pemiliknya.
Ada 5 (lima) asas hukum universal, yaitu:
1. Asas Kepribadian
2. Asas Persekutuan
3. Asas Kesamaan
4. Asas Kewibawaan
5. Asas Pemisahan antara yang baik dan buruk
7
Asas hukum dapat dibagi 2, yaitu:
1. Asas hukum umum dan
2. Asas hukum khusus
Asas hukum di satu pihak menyediakan material untuk penafsiran peraturan hukum, tetapi sebaliknya
baru memperoleh wujud di dalam dan oleh konfrontasi dengan peraturan-peraturan itu.
Realisasi hukum terjadi dalam 3 (tiga) Tahap: Asas, Peraturan dan Putusan.
b. Kaedah Hukum
Kaedah hukum lazimnya diartikan sebagai peraturan hidup yang menetukan bagaimana manusia itu
seyogyanya berperilaku, bersikap di dalam masyarakat agar kepentingannya dan kepentingan orang lain
terlindungi.
Fungsi kaedah hukum pada hakekatnya adalah untuk melindungi kepentingan manusia atau kelompok
manusia. Adapun tujuan kaedah hukum adalah ketertiban masyarakat.
Dalam arti sempit yang dimaksud dengan kaedah hukum adalah nilai yang terdapat dalam peraturan
konkrit.
Misalnya kaedah/nilai hukum yang terdapat dalam Pasal 362 KUHP (barangsiapa mengambil barang
orang lain dengan jalan melawan hukum, dihukum karena…”) ialah mencuri tiu tidak baik, seyogyanya
jangan mencuri (suatu penilaian).
Ada kaedah/nilai yang berubah sementara peraturan konkretnya tidak berubah. Contoh Pasal 365
KUHPerdata. Sebelum tahun 1919 “melawan hukum” diartikan sempit (HR 10 Juni 1910, Pipa Air
Zulphen, W 9038), sedangkan sejak 1919 diartikan luas (HR 31 Jan 1919, Lindebaum v Cohen W
10365) sementara redaksi Pasal 1365 KUHPerdata sampai sekarang (sudah kurang lebih 100 tahun) tidak
berubah.
c. Hukum Konkrit
Susunan kaedah hukum ini dimulai dari tingkat paling bawah, yaitu:
1. Kaedah individual dari badan-badan pelaksana hukum terutama peradi;an.
2. Kaedah umum, yaitu peraturan perundang-undangan atau hukum kebiasaan
3. Kaedah-kaedah dari konstitusi.
Ketiga kaedah ini disebut kaedah positif. Diatas konstitusi terdapat kaedah hipotesis yang lebih tinggi
yang bukan merupakan kaedah positif dan disebut GRUNDNORM.
Dilihat dari isinya, dikenal 3 jenis kaedah hukum, yaitu:
1. berisi suruhan atau perintah;
2. Larangan;
3. Perkenan (dibolehkan).
Sedangkan dilihat dari sifatnya kaedah dapat dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Kaedah Imperatif; yang bersifat memaksa; dan
2. Kaedah Fakultatif yang bersifat melengkapi.
Disamping itu, kaedah hukum dibedakan juga menjadi peraturan atributif dan normative.
Untuk memecahkan peristiwa konkrit atai konflik itu dicarikan norm atau hukumnya, dan hukumnya
terdapat dalam himpunan peraturan hukum.
Pada umumnya yang dimaksud dengan peraturan hukum konkrit adalah ketentuan yang bersifat umum
tentang perilaku manusia dalam situasi tertentu.
Ada 3 (tiga) unsur yang terdapat dalam peraturan konkrit:
1. Berhubungan dengan perilaku manusia, baik yang aktif maupun yang pasif.
2. Bersifat umum, yang mengatur satu tipe perilaku tertentu dalam tipe situasi tertentu.
Ketentuan untuk peristiwa yang khusus dalam hukum disebut Penetapan, bukan peraturan hukum.
3. Bersifat perskriptif yang berarti menetukan apa yang seharusnya.
8
Ada 4 (empat) aspek yang tidak terdapat dalam kadar yang sama dakam setiap peraturan hukum,
yaitu:
a. Sifat umum menurut waktu;
b. Sifat umum menurut tempat;
c. Sifat umum menurut norma;
d. Sifat umum menurut isinya.
Ada perbedaan antara Asas dan Peraturan hukum Konrit. Ada beberapa kriteria, yaitu:
1. Perbedaan dalam tingkat abstraksi (dapat diterapkan tidaknya)
Pada peraturan hukum sifat yang terlalu umum dilihat sebagai suatu kelemahan = peraturan menjadi
tidak jelas, maka diperlakukan penafsiran. Pada peraturan hukum kelebihannya terletak pada sifat
yang konkrit.
Bagi asas hukum menghindari pembatasan eksak lebih merupakan kekuatan daripada kelemahan.
Pada asas hukum kelebihannya terletak pada sifat yang abstrak.
2. Perbedaan dalam hal dapat tidaknya disistematisasi (mengenai akibat konflik).
3. Perbedaan tingkatan pikiran dasar
Asas hukum adalah pikiran yang terletak dalam atau dibelakang peraturan hukum atau putusan
pengadilan, sifatnya abstrak. Peraturan hukum sifatnya konkrit.
d. Sistem Hukum
Sistem hukum adalah suatu kumpulan unsur-unsur yang ada dalam interaksi satu sama lain yang
merupakan satu kesatuan yang terorganisasi dan kerjasama kea rah tujuan kesatuan.
Peraturan hukum itu terbuka untuk penafsiran yang berbeda, oleh karena itu selalu terjadi perkembangan.
e. Penemuan Hukum
2. Sasaran Penelitian Hukum
Yang menjadi sasaran penelitian hukum pada dasarnya adalah hukum atau kaedah (norm). Menelah pada
hakekatnya berarti mencari, dan yang dicari adalah kaedah, norm, bukan peristiwa, perilaku dalam arti fakta.
Pengertian kaedah disini meliputi asas hukum, kaedah hukum dalam arti nilai, peraturan hukum konkret dan
sistem hukum.
Ilmu hukum bukan semata-matameneliti kebenaran, kaedah, melainkan meneliti tentang berlaku tidaknya
kaedah hukum, tentang apa yang seyogyanya dilakukan (preskriptif).
Metode yang digunakan dalam penelitian hukum normative untuk mencari kaedah adalah metode penemuan
hukum, antara lain adalah metode penafsiran, argumentasi, dsb.
Download