Laporan Studi Pustaka (KPM 403) RELASI GENDER DALAM

advertisement
Laporan Studi Pustaka (KPM 403)
RELASI GENDER DALAM RUMAHTANGGA NELAYAN MISKIN
Oleh:
ATIKAH DEWI UTAMI
I34110161
Dosen
Ir Siti Sugiah Mugniesyah, MS
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa studi pustaka yang berjudul “RELASI GENDER
DALAM RUMAHTANGGA MISKIN NELAYAN” benar-benar hasil karya saya sendiri
yang belum pernah diajukan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga
manapun dan tidak mengandung bahan-bahan yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh
pihak lain kecuali sebagai bahan rujukan yang dinyatakan dalam naskah. Demikian
pernyataan
ini
saya
buat
dengan
sesungguhnya
dan
saya
bersedia
mempertanggungjawabkan pernyataan ini.
Bogor, 14 Desember 2014
Atikah Dewi Utami
NIM. I34110161
ABSTRAK
ATIKAH DEWI UTAMI. Relasi Gender dalam Rumahtangga Nelayan Miskin. Dibawah
Bimbingan SITI SUGIAH MUGNIESYAH.
Gender masih menjadi isu penting dalam kehidupan masyarakat di beberapa Negara.
Membicarakan persoalan gender berarti berbicara mengenai relasi sosial antara laki-laki
dan perempuan yang berkaitan dengan berbagai ketimpangan dan ketidakadilan gender.
Munculnya berbagai ketimpangan dan ketidakadilan gender menjadi salah satu pemicu
gagasan kesetaraan gender di semua aspek kehidupan, baik ranah domestik maupun ranah
publik. Masyarakat nelayan selalu diidentikkan dengan tingkat kesahteraan paling rendah.
Penghasilan yang tidak stabil dan menggantungkan hidupnya dari hasil laut membuat
rumahtangga nelayan hidup dalam kemiskinan. Rumahtangga nelayan melakukan sistem
pembagian kerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tidak hanya suami yang bekerja
untuk mencari nafkah, istri juga bekerja untuk menambah pendapatan rumahtangga. Dalam
rumahtangga nelayan terjadi proses negoisasi pembagian peran yang seimbang antar
anggota yang terdiri dari ayah/suami, ibu/istri dan anak-anak. Oleh karenanya, pembagian
kerja yang dilakukan harus memperhatikan kesetaraan gender untuk mencapai
keharmonisan dalam rumahtangga
Kata kunci : kemiskinan, relasi gender, rumahtangga.
ABSTRACT
ATIKAH DEWI UTAMI. Gender Relation in Poor Fishery Households. Supervised by
SITI SUGIAH MUGNIESYAH
Gender is an important issue in people’s lives in some countries. Discuss gender issues
means talking about the social relations between men and women with regard to various
gender inequality and injustice. The emergence of gender inequality and injustice into one
triggered the idea of gender equality in all aspects of life, both the domestic sphere and the
public sphere. Fishing communities have always identified with the lowes levels of welfare.
Income unstable and dependent on the results of the household sea fishermen living in
poverty. Households fishermen do a system of division of labor to meet their daily needs.
Not only husband who works for a living, the wife also works to increase household fishing
occurs process of negotiating a balanced division of roles between members consisting of
father/husband, mother/wife and children. Therefore, the division of work done should pay
attention to gender equality to achieve harmony in the household.
Keywords: poverty, gender relations, household,
RELASI GENDER DALAM RUMAHTANGGA NELAYAN MISKIN
Oleh
ATIKAH DEWI UTAMI
I34110161
Laporan Studi Pustaka
sebagai syarat kelulusan KPM 403
pada
Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
LEMBAR PENGESAHAN
Dengan ini menyatakan bahwa Studi Pustaka yang disusun oleh:
Nama Mahasiswa
: Atikah Dewi Utami
NIM
: I34110161
Judul
: Relasi Gender dalam Rumahtangga Nelayan Miskin
dapat diterima sebagai syarat kelulusan mata kuliah Studi Pustaka (KPM 403) pada Mayor
Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Sains Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui
Dosen Pembimbing
Ir Siti Sugiah Mugniesyah, MS
NIP. 19511121 197903 2 003
Mengetahui,
Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
Dr Ir Siti Amanah, MSc
NIP. 19670903 199212 2001
Tanggal Pengesahan: ____________________
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan karunia dan
Ridho-Nya dalam proses penyusunan studi pustaka yang berjudul “Relasi Gender Dalam
Rumahtangga Nelayan”. Selain itu penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan
studi pustaka ini tidak lepas dari kontribusi dan dukungan semua pihak. Oleh karena itu
penulis ingin menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada pihak yang terlibat
hingga penyelesaian makalah studi pustaka ini, sebagai berikut:
1. Terima kasih kepada Ibu Ir Siti Sugiah Mugniesyah yang telah membimbing,
mendukung dan memberi masukan kepada penulis dalam menyelesaikan studi
pustaka ini.
2. Terima kasih kepada Ayahanda Drs. A. Huzarni Rani, Msi, Ibunda Brinawati
Bayuningrat dan Kakanda Muhammad Abi Febianto yang telah memberikan
dukungan dan doa yang tak terus-menerus tanpa batas kepada penulis hingga
mampu menjalani berbagai hal sampai saat ini.
3. Terima kasih kepada Mamah dan Teh Titah yang selalu mendoakan untuk
kelancaran dan kesehatan.
4. Terima kasih kepada Novi Anticka D.P, Destri Umbari, Venty, Agung, Yandi
Agustian, Indah Puspita Sari, Fefry Zahilatul, karena telah menjadi sahabat yang
selalu memberikan dukungan, do’a, dan bantuan kepada penulis. .
5. Terima kasih kepada Ega Defli Oktivan yang telah memberikan dukungan,
motivasi dan do’a kepada penulis.
6. Rekan-rekan KPM angkatan 48 yang tidak bisa penulis sebutkan semuanya, terima
kasih untuk kebersamaan yang telah diberikan.
7. Terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi, dukungan,
dan doa kepada penulis selama ini.
Harapan penulis semoga kajian mengenai Relasi Gender dalam Rumahtangga Miskin
Nelayan dapat bermanfaat bagi semua kalangan.
Bogor, 14 Desember 2014
Atikah Dewi Utami
NIM. I34110161
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................................... i
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................ i
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
Latar belakang .................................................................................................................... 1
Tujuan penulisan ................................................................................................................ 3
Metode penelitian ............................................................................................................... 3
RINGKASAN DAN ANALISIS PUSTAKA ..................................................................... 4
1. Peranan Gender dalam Rumahtangga Perikanan di Desa Tanjung Pasir, Kecamatan
Teluknaga, Kabupaten Tangerang.
(Siti M, Nuryani K, 2013) ................................................................................................... 4
2. Strategi Penguatan Perempuan dalam Pembangunan Perekonomian Subsektor
Perikanan Aceh.
(Safrida et al,2013) .............................................................................................................. 5
3. Analisis Peran Gender dalam Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Laut.
(Maulina Harahap, 2006)..................................................................................................... 7
4. Peranan Wanita Nelayan (Istri Nelayan) Jaring Insang dalam Meningkatkan
Pendapatan Keluarga Di Desa Bejalen, Perairan Rawa Pening, Kecamatan Ambarawa,
Kabupaten Semarang.
(Roma Y.F H, Abdul K, Abdul R, 2012) ............................................................................ 9
5. Peranan Wanita dalam Perekonomian RumahtanggaNelayan di Pantai Depok
Parangtritis Bantul.
(Salamah, 2005) ................................................................................................................. 11
6. Relasi Gender dalam Pengelolaan Hasil Perikanan Tangkap di Pesisir Desa Blanakan,
Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat
(Lidya Elisabeth Alverin, 2011) ........................................................................................ 11
7.Kehidupan Sosial Ekonomi Perempuan dalam Masyarakat Nelayan di Desa Panjang
Baru Kecamatan Pekalongan Utara
(Bahrain D et al, 2013) ...................................................................................................... 12
8. Relasi Kekuasaan Suami dan Istri pada Masyarakat Nelayan
(Retno A, 2010) ................................................................................................................. 14
9. Pola Kemiskinan Di Pemukiman Nelayan Kelurahan Dompak Kota Tanjung Pinang
(Gatot W, 2006) ................................................................................................................. 16
10. Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan Di Desa Lopana Kecamatan
Amurung Timur Provinsi Sulawesi Utara
(Nadia W et al, 2013) ........................................................................................................ 18
11.Faktor Dominan Penyebab Kemiskinan Rumahtangga Nelayan Motor Tempel
Di Wilayah Tangkap Lebih Jawa Timur
(Anas T, 2013) ................................................................................................................... 20
12.Peran Gender dalam Pengambilan Keputusan Rumahtangga Nelayan di Kota
Semarang Utara, Provinsi Jawa Tengah.
(Ahmad A, Hikmah, Sapto A P, 2012) .............................................................................. 19
13. Analisis Peran Gender dalam Kehidupan Keluarga Nelayan di Kecamatan
Pangandaran Kabupaten Ciamis
(Rani A B K, Anne C Gema W M, 2013) ............................................................................. 22
14. Produktivitas Istri Nelayan dalam Penguatan Ekonomi Rumahtangga Nelayan
(MahrainY, Zahri N, 2009) ............................................................................................... 22
15. Evaluasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir
(Neliyanto, Meyzi Heriyanto, 2013) ................................................................................. 22
ANALISIS DAN SINTESIS ............................................................................................ 25
Konsep, Peran dan Teori Gender ...................................................................................... 25
Pembagian Kerja Menurut Gender .................................................................................... 27
Karakteristik Rumahtangga Nelayan ............................................................................... 28
Pengertian dan Penggolongan Nelayan ............................................................................. 28
Kemiskinan dan Nelayan ................................................................................................. 29
SIMPULAN ..................................................................................................................... 31
Hasil analisis dan sintesis ................................................................................................. 31
Usulan kerangka pemikiran baru ...................................................................................... 33
Pertanyaan penelitian ....................................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 35
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................................... 37
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Klasifikasi tiga peran gender ...................................................................... 26
Tabel 2. Perbandingan Konsep-Konsep Gender Berdasarkan Pengertiannya ........... 26
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Usulan kerangka analisis baru ................................................................ 33
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara Kepulauan terbesar di dunia, yang terdiri dari pulaupulau besar dan pulau-pulau kecil. Indonesia memiliki kawasan pesisir dengan garis pantai
sepanjang lebih dari 81.000 km dan luas lautan sekitar 5,8 juta km² atau sekitar 70% dari
luas total wilayah Indonesia, dengan demikian potensi yang dimiliki Indonesia dalam
bidang kelautan sangat besar yaitu keanekaragaman hayati ekosistem laut. Sementara di
Indonesia sendiri ada sekitar 611 ribu rumahtangga nelayan atau sekitar 2,4 juta orang
(BPS, 2013). Aktivitas overfishing menjadi pangkal utama kelangkaan ikan yang terjadi,
selain pencemaran dan perubahan iklim, keadaan tersebut semakin membuat nelayan hidup
dalam kemiskinan. UU No. 32 tentang Kelautan yang didalamnya mengamanatkan
pembentukan Badan Keamanan Laut (Bakamla) untuk menjaga keamanan perairan
nusantara, termasuk menindak para pelanggar perikanan. Berdasarkan Sensus Penduduk
2010, jumlah penduduk Indonesia adalah sebesar 237.556.363 orang, yang terdiri dari
119.507.580 laki-laki dan 118.048.783 perempuan. Badan Pusat Statistik tahun 2014
melaporkan bahwa jumlah penduduk miskin Indonesia sebesar 28,28 juta jiwa.
Masyarakat yang berada pada daerah pesisir menghadapi berbagai permasalahan
kemiskinan. Pada umumnya mereka menggantungkan hidupnya pada sumberdaya laut dan
pantai. Sebagian dari mereka bekerja sebagai nelayan kecil, buruh nelayan, pengolah ikan
skala kecil dan pedagang kecil yang memiliki penghasilan kecil. Data KKP menunjukkan
bahwa terdapat sekitar 7,87 juta nelayan miskin yang tersebar di 10.640 desa nelayan di
pesisir. Jumlah nelayan miskin ini masih sekitar 25% dari total penduduk yang berada di
bawah garis kemiskinan di Indonesia, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2010.
Upaya-upaya pemerintah dalam untuk mengentaskan kemiskinan telah dilaksanakan sejak
PELITA V melalui program pemberdayaan masyarakat. Dimulai dari program Inpres Desa
Tertinggal (IDT) yang tertuang dalam Inpres No. 5 tahun 1993 dan program Jaring
Pengaman Sosial (JPS) yang mulai dilakukan pada tahun 1989/1999 setelah terjadi krisis
moneter dan krisis ekonomi melanda Indonesia.
Dalam rangka memberdayakan masyarakat pesisir pemerintah memberi perhatian
khusus melalui Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP). Program PEMP
bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir melalui pengembangan
kegiatan ekonomi, penguatan kelembagaan sosial ekonomi dan partisipasi masyarakat
dengan mendayagunakan sumberdaya pesisir dan laut secara berkelanjutan. Model
program PEMP dilakukan pada pengembangan aspek ekonomi, sosial, lingkungan dan
infrastruktur. Upaya pencapaian keberhasilan program PEMP diawali dengan sosialisasi
program pada semua pihak terkait yang meliputi dinas teknis, masyarakat sasaran program,
tokoh masyarakat dan stakeholder lainnya guna mendapatkan respon dan masukan untuk
menyempurnakan program yang telah disusun. Pada kondisi sosial (tingkat pendidikan,
mental, perilaku) masyarakat pesisir yang belum optimal, sementara itu program harus
dapat berjalan dengan baik dan berkesinambungan, maka sangat diperlukan tenaga
pendamping profesional. Monitoring dan evaluasi harus dilakukan agar program dapat
berjalan sesuai dengan harapan
Kemiskinan juga menyangkut dimensi gender. Laki-laki dan perempuan
mempunyai akses dan kontrol yang berbeda dalam pemanfaatan sumberdaya,
permasalahan yang sering terlihat adalah rendahnya partisipasi dan terbatasnya perempuan
dalam pengambilan keputusan. Kemiskinan pada masyarakat pesisir mendorong
perempuan untuk membantu suami dalam mencari tambahan nafkah guna memenuhi
kebutuhan keluarga nelayan. Perbedaan jenis kelamin telah mempengaruhi manusia untuk
memberi persepsi identitas peranan gender atau mengakibatkan perbedaan peranan gender
(Mugniesyah 2007). Perbedaan peranan gender akan mengakibatkan perbedaan dalam
pembagian kerja dalam rumahtangga. Rumahtangga merupakan unit terkecil dalam
masyarakat yang memiliki berbagai polemik kehidupan. Sampai saat ini, masih banyak
terdapat sebuah penelitian yang bisa gender dalam memandang rumahtangga nelayan.
Seringkali mereka memandang bahwa dalam rumahtangga nelayan, hanya laki-laki saja
yang mencari nafkah. Perempuan atau istri nelayan hanya mengurus rumahtangga dan
mengurus anak. Perempuan dipandang menjadi seorang kepala keluarga apabila telah
menjadi janda. Selain itu, laki-laki senantiasa dianggap sebagai satu-satunya pemilik atau
penguasa sumberdaya yang kemudian menyingkirkan peran perempuan dalam kegiatan
produktif. Perempuan hanya dianggap sebagai ibu rumahtangga yang bertanggung jawab
dalam kegiatan reproduktif.
Moser dalam Mugniesyah (2007) mengemukakan bahwa ada tiga kategori peranan
gender (triple roles), yaitu peranan produktif, peranan reproduktif, dan peranan
pengelolaan masyarakat dan politik. Peranan yang dilakukan berhubungan dengan apa
yang disebut Agarwal dalam Mugniesyah (2007) sebagai relasi gender, sebuah hubungan
kekuasaan antara laki-laki dan perempuan yang meliputi pembagian kerja, peranan dan
alokasi sumberdaya antara laki-laki dan perempuan. Sebagian perempuan tidak memiliki
waktu yang banyak atau bahkan tidak memiliki waktu luang, dan jika dibandingkan
dengan laki-laki, pada umumnya perempuan memiliki jam kerja yang lebih panjang
(Dharma Surya 2002).
Dalam sistem pembagian kerja secara seksual pada masyarakat nelayan, kaum
perempuan pesisir atau istri nelayan mengambil peranan penting yang besar dalam
kegiatan sosial-ekonomi di darat, sementara laki-laki berperan di laut untuk
mencari nafkah dengan menangkap ikan. Dengan kata lain, darat adalah ranah perempuan,
laut adalah ranah laki-laki (Kusnadi, 2001: 151-152). Sekalipun perempuan memiliki
peluang untuk terlibat dalam kegiatan publik, seperti bidang ekonomi, tidak semua
aktivitas ekonomi bisa dimasukinya. Dalam masyarakat nelayan, misalnya, kegiatan
penangkapan ikan di laut tetap menjadi tanggungjawab dan pekerjaan laki-laki, kaum
perempuan hanya terlibat aktif dalam kegiatan perdagangan, khususnya perdagangan ikan.
Sistem pembagian kerja secara sosial ini merupakan sistem gender yang berlaku pada suatu
masyarakat, namun bisa juga sistem tersebut berbeda polanya pada masyarakat nonnelayan (Arief Budiman, 1982 dalam Kusnadi dkk, 2006)
Pada masyarakat kelas bawah, tak jarang perempuan nelayan harus terlibat aktif
dalam kegiatan produktif, yaitu mencari nafkah sebagai antispasi jika suami mereka tidak
memperoleh penghasilan. Nelayan menangkap ikan bergantung pada musim, sehingga
nelayan tidak memiliki penghasilan tetap. Dalam hal ini, peran perempuan nelayan akan
sangat membantu kondisi ekonomi keluarga. Perempuan nelayan akan bekerja untuk
memenuhi kebutuhan rumahtangga. Pekerjaan yang biasa dilakukan oleh perempuan
nelayan adalah pedagang ikan eceran atau perantara, buruh upah pembuatan fillet, buruh
industri pengolahan hasil ikan dan masih banyak lainnya. Stereotype yang berkembang di
masyarakat pesisir adalah urusan melaut merupakan ranah laki-laki dan urusan daratan
merupakan ranah perempuan.
Konstruksi sosial dan kultural yang dipahami dan dianut masyarakat yang tidak
didasarkan pada kesetaraan gender menjadi persoalan dalam keluarga. Peran perempuan
nelayan dalam rumahtangga dianggap sebagai bentuk kepatuhan terhadap suami. Adanya
pemahamaman subyek-obyek, dominan-tidak dominan, superior-interior, serta pembagian
kerja dalam keluarga yang tidak seimbang antara laki-laki dan perempuan memposisikan
laki-laki sebagai yang berhak atas sumberdaya, perempuan sebagai kelas kedua. Relasi
yang dibangun antara perempuan dan laki-laki menjadi penting untuk diteliti, karena pada
sebagian besar masyarakat relasi yang seimbang antara laki-laki dan perempuan masih
memperlihatkan tidak adanya kesetaraan gender. Selain bekerja dalam sektor produktif,
perempuan juga harus bekerja dalam sektor reproduktif yaitu mengurus rumahtangga.
Dengan kata lain, curahan waktu dan pendapatan masih tidak sebanding. Hal ini
menyebabkan ketidaksetaraan gender antara laki-laki dan perempuan masih terjadi dalam
masyarakat. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui bagaimana Relasi Gender dalam
Rumahtangga Nelayan Miskin.
Berdasarkan penjelasan di atas, dipandang penting untuk mengkaji sejumlah
pustaka yang memuat hasil-hasil penelitian berkenaan dengan Relasi Gender dalam
Rumahtangga Miskin Nelayan. Pustaka-pustaka tersebut kemudian dijadikan sebagai
acuan untuk menganalisis konsep, teori, metode-metode yang digunakan, serta hasil
penelitian yang didapat. Studi Pustaka ini ditulis untuk mengidentifikasi sejauhmana peran
perempuan pesisir dalam meningkatkan ekonomi keluarga dan mengatasi kemiskinan, serta
seberapa besar pengambilan keputusan perempuan setelah mereka bekerja.
Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan Laporan Studi Pustaka dengan judul Relasi Gender dalam
Rumahtangga Miskin Nelayan ini adalah:
1. Menganalisis peran perempuan dalam meningkatkan ekonomi pada keluarga
nelayan.
2. Menganalisis pembagian kerja antara suami dan istri pada rumahtangga nelayan.
3. Menganalisis pengaruh perempuan bekerja terhadap pengambilan keputusan dalam
rumahtangga.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penulisan adalah dengan mengumpulkan dan
mengkaji berbagai kepustakaan yang terkait dengan peran perempuan nelayan dalam
rumahtangga miskin di daerah pesisir. Jenis kepustakaan yang dikumpulkan terdiri dari
jurnal ilmiah, laporan hasil penelitian, skripsi, tesis, disertasi dan dokumen resmi lainnya.
Berdasarkan kepustakaan yang dikumpulkan, teknik selanjutnya membaca, meringkas dan
menyimpulkan pustaka yang relevan dengan topik penulisan. Setelah meringkas dan
menyimpulkan pustaka tersebut, kemudian dianalisis dan disusun untuk menghasilkan
suatu kerangka berfikir.
RINGKASAN PUSTAKA
1. Judul
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
Nama Editor
Judul Buku
Kota dan Penerbit
Nama Jurnal
Volume (Edisi)
Alamat URL
Tanggal diunduh
: PERANAN GENDER DALAM RUMAHTANGGA
PERIKANAN DI DESA TANJUNG PASIR,
KECAMATAN TELUKNAGA, KABUPATEN
TANGERANG
: 2013
: Skripsi
: Elektronik
: Siti Maulina Nuryani Karnaen
:::::: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/63171
: 20 September 2014 pukul 21:54 WIB
Penulis mengacu pada RPJMN Periode 2010-2014 menyebutkan bahwa riset
teknologi kelautan dan penerapannya dilaksanakan untuk mendukung pembangunan
kelautan nasional, termasuk riset sumber daya kelautan di laut dalam. Kebijakan bidang
pendidikan, industri, dan IPTEK belum terintegrasi sehingga mengakibatkan kapasitas
yang tidak termanfaatkan pada sisi penyedia, tidak berjalannya sistem transaksi, dan belum
tumbuhnya permintaan dari sisi pengguna yaitu industri kelautan dan perikanan. Di
samping itu, kebijakan fiskal juga dirasakan belum kondusif bagi pengembangan
kemampuan IPTEK kelautan dan perikanan. Penulis menggunakan hasil kajian Hikmah et
al. (2008) yang mengemukakan bahwa relasi gender dalam masyarakat perikanan
menunjukkan kondisi yang masih timpang. Peran gender masih dipengaruhi oleh stereotipe
dan diskriminasi, yang berdampak terhadap semakin tingginya curahan waktu kerja
perempuan di ranah domestik dan publik. Keterlibatan perempuan di sektor publik erat
kaitannya dengan upaya peningkatan penghasilan rumahtangga. Pada kenyataannya sampai
saat ini kompetensi perempuan belum memperoleh penghargaan/pengakuan sebagaimana
mestinya. Penulis melakukan penelitian dengan tujuan mengetahui karakteristik
rumahtangga, kondisi sosial ekonomi yang berhubungan dengan peran gender dalam
rumahtangga perikanan, menganalisis hubungan faktor karakteristik rumahtangga, kondisi
sosial ekonomi dengan pengambilan keputusan dalam rumahtangga.
Penulis melaksanakan penelitiannya di Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga,
Kabupaten Tanggerang pada bulan Mei – Desember 2012. Populasi dalam penelitian ini
adalah rumahtangga perikanan, dengan menggunakan kerangka percontohan (sampling
frame) diperoleh tiga kelompok responden yaitu kelompok nelayan, pengolah dan
pembudidaya. Penulis menggunakan teknik pengambilan sampel gugus sederhana (cluster
sampling) untuk memperoleh responden dan jumlah responden disesuaikan dengan kondisi
tempat penelitian dengan mayoritas responden bermatapencaharian sebagai nelayan. Aspek
yang diidentifikasi dalam analisis gender adalah pembagian peran laki-laki dan perempuan
atau keduanya dalam rumahtangga, berdasarkan masing-masing bidang (produktif,
reproduktif, dan sosial kemasyarakatan) dan jenis usaha penangkapan (nelayan, pengolah
hasil perikanan, dan pembudidaya ikan). Seharusnya penulis mengemukakan teori atau
pendapat siapa yang diiacu dalam menganalisis pembagian peran yang terjadi di dalam
rumahtangga nelayan. Metode pengumpulan data berupa wawancara mendalam kepada
responden dengan menggunakan kuisioner dan observasi langsung yang dilakukan untuk
mendapatkan data primer yang diperoleh dari subjek peneliti: responden dan informan.
Selain itu penulis juga melakukan kajian literature dan sekunder, khususnya berupa data
monografi desa dan dokumen-dokumen yang relevan dengan judul penelitian.
Hasil penelitian penulis menunjukkan bahwa pembagian peran yang terjadi di
dalam rumahtangga nelayan di Desa Tanjung Pasir berdasarkan pandangan masyarakat
tentang gender. Pemahaman masyarakat tentang gender yang reltif tergolong masih rendah
memunculkan ketimpangan dan kesenjangan dalam rumahtangga perikanan di Desa
Tanjung Pasir. Namun, dalam hal kontrol, pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan
kinerja atau peran yang dilakukan oleh perempuan atau laki-laki. Selanjutnya, penulis
mengemukakan bahwa program-program pembangunan dalam bidang perikanan yang
telah berlangsung seperti PEMP, SKIB, dan PDPT belum memasukkan isu gender dalam
perencanaan, pelaksanaan, sampai evaluasinya. Penulis tidak menjelaskan secara rinci
mengenai program pembangunan dalam bidang perikanan, sehingga tidak dapat diketahui
penjelasan mengenai program tersebut. Analisis gender yang dilakukan hanya melihat
pembagian peran/aktivitas antara laki-laki dan perempuan didalam rumahtangga serta
pengambilan keputusan yang didasarkan pada kinerja atau peran yang dilakukan, penulis
tidak mengevaluasi program pembangunan perikanan yang mensejahterakan masyarakat
nelayan.
2. Judul
: Strategi Penguatan Perempuan Dalam Pembangunan
Perekonomian Subsektor Perikanan Aceh (Studi Kasus
Agroindustri Perikanan Di Desa Meunasah Keudee
Kecamatan Masjid Raya Kabupaten Aceh Besar)
Tahun
: 2013
Jenis Pustaka
: Jurnal
Bentuk Pustaka
: Elektronik
Nama Penulis
: Safrida, Agussabti, Sofyan
Nama Editor
:Judul Buku
:Nama dan Penerbit :
Nama Jurnal
: Jurnal Agrisep
Volume(Edisi)
: Volume 14, Nomor 1
Hal
:Alamat URL
: http://jurnal.unsyiah.ac.id/agrisep/article/download/
906/842
Tanggal diunduh
: 20 Oktober 2014 pukul 16:54 WIB
Dalam setiap kegiatannya, seperti kegiatan pemberian bantuan, setiap NGO
memasukkan isu gender, baik melalui pelatihan gender maupun berbagai kegiatan terkait
sosialisasi gender lainnya. Proses gender maisntreaming dalam kegiatan tersebut diduga
kuat telah membawa perubahan konsepsi gender dalam kegiatan ekonomi masyarakat
Aceh. Penulis memandang penting untuk meneliti mengenai bagaimana perubahan
konsepsi gender dalam kegiata ekonomi perikanan informal di Desa Meunasah Keudee
Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten Aceh Besar setelah adanya program gender
mainstreaming dari berbagai NGO. Pasca bencana tsunami, banyak NGO asing maupun
dalam negeri datang ke Aceh untuk melakukan proses rehabilitasi dan rekonstruksi. Dalam
setiap kegiatan pemulihan ekonomi masyarakat pesisir, NGO banyak memperhatikan
aspek kesetaraan gender terutama pada kegiatan peningkatan pengetahuan dan
keterampilan melalui pelatihan managemen usaha kecil dan pemberian modal kerja (Lisna,
2010). Pemahaman sebagian besar responden terhadap peran laki-laki dan peran
perempuan tidak terlalu berbeda antara sebelum dan sesudah tsunami. Mereka berpendapat
tugas-tugas pekerjaan rumahtangga masih menjadi tanggung jawab perempuan. Sementara
laki-laki lebih berperan pada pekerjaan-pekerjaan di luar rumahtangga, baik kegiatan
ekonomi maupun kegiatan publik. Namun secara praktek, ada beberapa indikasi yang
menunjukkan telah terjadi pergeseran peran antara laki-laki dan perempuan, baik dalam
kegiatan rumahtangga maupun di luar rumahtangga. Tujuan dari penelitian ini adalah
mendeskripsikan peran perempuan di subsektor perikanan Aceh sebelum dan sesudah
tsunami, mengkaji faktor- faktor yang menyebabkan perubahan peran perempuan di
subsektor perikanan pasca tsunami, dan merumuskan strategi penguatan peran perempuan
dalam perekonomian sektor perikanan Aceh pada masa mendatang.
Secara konsep, pemahaman sebagian besar responden terhadap peran laki-laki dan
peran perempuan tidak terlalu berbeda antara sebelum dan sesudah tsunami. Mereka
berpendapat tugas-tugas pekerjaan rumahtangga masih menjadi tanggung jawab
perempuan. Sementara laki-laki lebih berperan pada pekerjaan-pekerjaan di luar
rumahtangga, baik kegiatan ekonomi maupun kegiatan publik. Namun secara praktek, ada
beberapa indikasi yang menunjukkan telah terjadi pergeseran peran antara laki-laki dan
perempuan, baik dalam kegiatan rumahtangga maupun di luar rumahtangga. Penulis
melaporkan bahwa ditinjau dari pembagian peran dalam rumahtangga, terlihat bahwa sejak
sebelum tsunami, ada pembagian peran yang cukup jelas antara laki-laki dan perempuan
dalam rumahtangga masyarakat desa Meunasah Keudee. Berdasarkan hal itu, proses
gendermanstreaming yang terjadi tidak introdusir atau dilakukan secara eksplisit tetapi
dilakukan secara implisit dari setiap kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat di
wilayah penelitian. Sebagian perempuan mampu memanfaatkan bantuan NGO ke sektor
produktif sehingga jumlah ampaknya meningkat tajam, bahkan ada peningkatan yang
mencapai 100 persen. Hal ini terjadi karena banyaknya bantuan dari NGO (Seperti UNDP,
PMI Canada, Care, JRS, UNICEF, AMCROSS, FAO, BRR dan lainnya) untuk penguatan
ekonomi perempuan. Peningkatan akses perempuan terhadap sumberdaya ekonomi
memiliki konsekuensi berupa pergeseran pekerjaan rumahtangga antara suami dan istri,
begitu juga dalam akses sumberdaya ekonomi.
Penelitian ini dilakukan di Desa Meunasah Keudee Kecamatan Mesjid Raya
Kabupaten Aceh Besar pada bulan Maret 2010. Penulis menggunakan metode penelitian
dengan mengumpulkan informasi, studi literatur dengan fokus masalah gender dalam
aktivitas ekonomi masyarakat Aceh dan strategi penguatan partisipasi perempuan dalam
perekonomian sektor perikanan Aceh pada masa mendatang. Metode pengumpulan data
yang digunakan penulis adalah wawancara mendalam, FGD dan dianalisis melalui
pendekatan kualitatif. Dalam menganalisis akses dan kontrol perempuan dan laki-laki
terhadap sumberdaya, penulis tidak mengacu kepada teori yang berhubungan dengan judul
penleitian. Sehingga hasil
dan pembahasan yang dilakukan oleh penulis hanya
berdasarkan data lapangan dan pengamatan langsung. Selain itu, penelitian ini
menunjukkan adanya relasi gender dalam rumahtangga nelayan, dimana seorang istri ikut
mencari tambahan penghasilan lain untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga.
3. Judul
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
Nama Editor
Judul Buku
Kota dan Penerbit
Nama Jurnal
Volume (Edisi)
Alamat URL
Tanggal diunduh
: ANALISIS PERAN GENDER DALAM
PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN
LAUT (STUDI KASUS DI KECAMATAN PANAI
HILIR KABUPATEN LABUHANBATU PROPINSI
SUMATERA UTARA)
: 2006
: Tesis
: Elektronik
: Mailina Harahap
:::::: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/9688.
: 13 September 2014 pukul 18:51 WIB
Penulis memandang penting meneliti hubungan antara kapasitas perikanan tangkap
dengan dimensi peran gender yang terdapat pada rumahtangga nelayan dan dalam
memanfaatkan sumber daya perikanan dan laut Kecamatan Pantai Hilir. Pemanfaatan
sumber daya perikanan yang telah melebihi daya dukung maksimal lingkungan di tunjang
oleh kapasitas perikanan tangkap yang berlebihan (overcapacity) sangat sulit ditemukan
solusinya. Peran gender yang dipaparkan penulis adalah sebagaimana wilayah pesisir
umumnya, laut adalah ranah laki-laki dan darat adalah ranah perempuan dalam hal
pengolahan hasil perikanan. Uraian tersebut menjadi latar belakang penulis dalam
penelitiannya. Adapun tujuan dari penelitiannya adalah menganalisis karakteristik
individu, karakteristik rumahtangga, peran gender, dan mengidentifikasi relasi gender
dalam rumahtangga nelayan di Kecamatan Panai Hilir sebagai faktor berpengaruh terhadap
relasi gender dalam rumahtangga.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan konsep gender dengan merujuk
beberapa ahli yakni Handayani dan Sugiarti (2001) gender adalah sifat yang melekat pada
kaum laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh faktor-faktor sosial maupun budaya,
sehingga lahir beberapa anggapan tentang peran sosial dan budaya laki-laki dan
perempuan. Demikian pula Prijono dan Pranarka (1996) menyatakan konsep gender
merupakan konsep sosial-budaya yang digunakan untuk menggambarkan peran, fungsi,
dan perilaku laki-laki dan perempuan dalam suatu masyarakat yang merujuk pada
pemahaman bahwa identitas, peran, fungsi, pola prilaku, kegiatan dan persepsi baik
tentang perempuan maupun laki-laki ditentukan oleh masyarakat dan kebudayaan di mana
mereka dilahirkan dan dibesarkan. Amal (2002) gender bukan sinonim dari kata
perempuan. Gender adalah tentang apa artinya menjadi perempuan dan menjadi laki-laki
bukan perbedaan biologis antara perempuan dan laki-laki.
Gender and Development (GAD) mengandung makna adanya hubungan sosial
antara laki-laki dan perempuan yang dikontruksi secara sosial maupun budaya, bukan
perbedaan jenis kelamin laki-laki dan perempuan (Handayani dan Sugiarti, 2001). Lebih
jauh Handayani dan Sugiarti (2001) menyatakan bahwa GAD bukan hanya sekedar
menjawab kebutuhan praktis, untuk mengubah kondisi perempuan, melainkan juga
menjawab kebutuhan strategis kaum perempuan dengan peran aktif perempuan sebagai
agen perubahan yang bukan hanya sekedar objek pembangunan atau penerima program
pembangunan secara pasif. Sebagaimana yang dikemukakan Saruan (2000) apabila
pengelolaan pesisir dan laut dapat dilakukan dengan lebih memfokuskan kepada partisipasi
masyarakat, maka tujuan utama dari pemberdayaan laki-laki dan perempuan kemungkinan
akan tercapai bukan hanya akan mampu memenuhi kebutuhan gender tapi juga pemenuhan
strategis gender. Diakhir Vitayala (2000), mengemukakan peran gender untuk perempuan
dan laki-laki diklasifikasikan dalam tiga peran pokok yaitu peran reproduktif (domestik),
peran produktif dan peran sosial. Untuk konsep sumber daya perikanan penulis
menggunakan konsep dari Gordon dalam Fauzi (2004) menyatakan bahwa sumber daya
perikanan pada umumnya bersifat open access artinya siapa saja bisa berpartisipasi dan
memanfaatkan perikanan tanpa harus memiliki sumber daya tersebut sehingga tangkap
lebih secara ekonomi (economic overfishing) akan terjadi pada perikanan yang tidak
terkontrol tersebut.
Berdasarkan kerangka pemikiran, penulis mengajukan hipotesis adanya saling
keterkaitan antara over capacity pada aktivitas tangkap nelayan dengan dimensi peran
gender yang ada. Dimana aktivitas tangkap dan pengolahan tersebut memberikan dinamika
rumahtangga nelayan yang dapat dilihat dari berbagai aktivitas laki-laki dan perempuan
baik aktivitas produktif maupun aktivitas reproduktif, kepemilikan kontrol dalam aktivitas
tangkapan perikanan dan kepemilikan akses terhadap berbagai sumber daya. Kontrol yang
dimiliki perempuan terhadap aktivitas perikanan tangkap di duga memiliki hubungan
dengan akses, pendidikan dan status pekerjaan perempuan.
Metodologi penelitian yang digunakan penulis adalah menggunakan metode
kuantitatif (metode survei dengan menggunakan kuisioner) dan metode kualitatif
(melakukan wawancara mendalam pada responden, memperoleh informasi pengamatan
lokasi dan studi dokumen yang mendukung). Dalam menganalisis keterlibatan gender
dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan meliputi profil aktivitas, profil akses, dan profil
kontrol penulis menggunakan analisis gender dengan metode Harvard Analytical
Framework (HAF). Adapun data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder.
Metode penarikan sampel dilakukan dengan teknik pengambilan sampel Non –
Probabilitas (Non – Acak) dimana pengambilan sampel dilakukan berdasarkan
pertimbangan tertentu. Metode pengukuran yang digunakan adalah metode Skala Likert
dengan skor tertentu pada setiap jawaban pertanyaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya keterlibatan perempuan pada kerja
produktif maupun kerja reproduktif. Pada kerja produktif, laki-laki pergi melaut dan
perempuan mengolah hasil tangkapan seperti menjemur, mengayak, memisah hasil
tangkapan. Adapun curahan waktu kerja perempuan terbanyak terdapat pada rumahtangga
nelayan tidak pengolah dimana untuk satu hari menggunakan waktu kerja rata-rata 7,39
jam sementara rumahtangga nelayan pengolah dan buruh masing-masing 6,5 jam dan 6,85
jam. Menangkap ikan di laut dan mencari siput merupakan pekerjaan produktif yang secara
langsung bersentuhan dengan ranah laut. Pekerjaan mencari ikan di laut dominan
dilakukan oleh laki-laki dengan menggunakan alokasi curahan waktu lebih besar daripada
kerja produktif lain. Besarnya curahan waktu yang dialokasikan laki-laki untuk melaut
tersebut dikarenakan sumber mata pencaharian keluarga sepenuhnya masih bergantung
pada perikanan laut.
Tulisan ini mengacu pada penelitian-penelitian terdahulu tentang gender pada
wilayah pesisir dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan laut yakni penelitian dari
Saruan C, Wenni Wulansari, dan Mulyati Munaf. Dari hasil analisis terhadap curahan
waktu laki-laki dan perempuan pada kegiatan reproduktif dan produktif memiliki
hubungan terbalik, rumahtangga nelayan buruh curahan waktu kerja reproduktif laki-laki
sangat kecil sementara perempuan memiliki curahan kerja besar dan pada kerja produktif
laki- laki nelayan buruh memiliki curahan kerja yang besar perempuan memiliki curahan
kerja yang kecil. Namun, faktanya curahan waktu bekerja perempuan tetap lebih besar
dibandingkan dengan laki-laki karena perempuan harus melakukan kerja produktif dan
reproduktif. Hasil pembahasan dalam penelitian ini, penuli sudah membahas mengenai
konsep gender, teori gender, hubungan antara relasi gender dengan rumahtangga nelayan.
Didalam rumahtangga nelayan terdapat pembagian kerja yang jelas antara laki-laki (suami)
dan perempuan (istri). Penulis tidak membahas mengenai kebijakan-kebijakan
pembangunan yang berhubungan dengan masyarakat pesisir atau nelayan, faktanya daerah
pesisir merupakan daerah termarjinalisasikan yang sangat membutuhkan bantuan dari
pemerintah. Selama ini, penelitian yang sudah ada tidak mencantumkan adanya kebijakan
dari pemerintah yang mendukung pembangunan pada daerah pesisir.
4. Judul
: Peranan Wanita Nelayan (Istri Nelayan) Jaring Insang
Dalam Meningkatkan Pendapatan Keluarga Di Desa
Bejalen,
Perairan
Rawa
Pening,
Kecamatan
Ambarawa, Kabupaten Semarang
Tahun
: 2012
Jenis Pustaka
: Jurnal
Bentuk Pustaka
: Elektronik
Nama Penulis
: Roma Y.F Hutapea, Abdul Kohar, dan Abdul Rosyid
Nama Editor
:Judul Buku
:Nama dan Penerbit : Nama Jurnal
: Jurnal of Fisheries Resources Utilization Management
and Technology
Volume (Edisi)
: Vol. I, No. 1
Alamat URL
: http://download.portalgaruda/article.php?article
=741511&val=4715
Tanggal diunduh
: 16 September 2014 pukul 16:50 WIB
Penulis menganggap bahwa peran wanita nelayan tidak hanya sebagai ibu
rumahtangga tetapi juga sebagai pencari nafkah, wanita nelayan mempunyai peran ganda
dalam keluarganya. Wanita nelayan membantu suami mereka bekerja untuk dapat
memenuhi kebutuhan keluarga. Maka tujuan penelitian yang ingin dicapai oleh penulis
adalah mengetahui pendapatan yang diperoleh wanita nelayan jaring insang dalam
kontribusinya pada pendapatan keluarga dan mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap pendapatan wanita nelayan jaring insang di Desa Bejalen. Metodelogi penelitian
yang digunakan penulis adalah Metode deskriptif berdasarkan studi kasus digunakan pada
penelitian ini. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling,
dan jumlah sampel yang diambil sebanyak 25 sampel dari 60 wanita nelayan. Analisis data
yang digunakan yaitu uji korelasi Rank Spearman dan uji regresi linier berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran wanita nelayan dalam meningkatkan
pendapatan keluarga di Desa Bejalen yaitu dengan bekerja diberbagai sektor usaha dengan
penghasilan rata-rata Rp634.000,00 perbulan dengan kontribusi terhadap pendapatan keluarga
sebesar 37,11%. Pendapatan wanita nelayan terbesar per bulan Rp2.000.000,00 dengan kontribusi
sebesar 75,48% terhadap pendapatan keluarga, pendapatan terendah Rp300.000,00 dengan
kontribusi 26% terhadap pendapatan keluarga. Faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap
pendapatan wanita nelayan jaring insang adalah curahan waktu kerja, tetapi pendapatan nelayan,
umur, jumlah tanggungan keluarga, dan pendidikan tidak berpengaruh secara signifikan. Wanita
nelayan jaring insang yang berusia diatas 61 tahun yang masih tetap bekerja dengan
membuka usaha warung sembako untuk membantu mencukupi kebutuhan keluarga.
Rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki wanita nelayan dikarenakan keterbatasan
ekonomi keluarga, ketidakmampuan kedua orang tua mereka untuk menyekolahkan anakanak, mengharuskan wanita nelayan untuk berhenti sekolah dan lebih banyak
menghabiskan waktunya di rumah ataupun membantu kedua orangtua mereka di sawah.
Penulis mengacu kepada teori Hermanto (1998), semakin tinggi tingkat pendidikan maka
keputusanyang diambil akan lebih rasional dan lebih mengarah kepada peningkatan
kesejahteraan ekonomi keluarga. Penulis melaporkan hasil penelitian yang didapat semua
responden menyatakan alasan mereka bekerja atau motivasi mereka bekerja adalah
dorongan fisiologis untuk membantu suami dalam mencari nafkah, karena pendapatan
yang dihasilkan oleh suami mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup sehingga para
istri diharuskan untuk bekerja mencari nafkah agar dapat sedikit membantu memenuhi
kebutuhan hidup mereka.
Alasan lain yang membuat para wanita nelayan ini bekerja yaitu penghasilan dari
suami mereka sebagai nelayan jaring insang yang sangatlah tidak menentu karena hasil
yang didapat sesuai dengan banyaknya hasil tangkapan yang mereka daratkan, apabila
musim ikan sedang bagus otomatis penghasilan mereka tinggi, bila musim ikan sedang
tidak baik maka penghasilan yang mereka dapatkan rendah atau menurun, dan bila angin
kencang banyak nelayan yang tidak melakukan operasi penangkapan ikan, mereka lebih
memilih untuk berada di rumah, membersihkan atau memperbaiki jaring yang rusak di
rumah. Hal itu membuat para istri harus bersiap-siap menyiapkan uang simpanan untuk
berjaga-jaga apabila ada pengeluaran mendadak, para suami belum memberi uang untuk
keperluan sehari-hari sehingga jalan keluar dari hal ini para istri dituntut untuk bekerja agar
mempunyai uang simpanan dirumah. Curahan waktu wanita nelayan jaring insang Desa
Bejalen yang terbanyak dengan curahan waktu > 6 jam, yaitu mereka yang bekerja sebagai
bakul ikan, pembantu rumahtangga, TKI dan juga usaha warung, entah itu warung
sembako atau warung makanan. Diharapkan meski wanita nelayan juga sibuk untuk
membantu suami mereka bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, tetapi
juga harus tetap memperhatikan kondisi atau tetap dapat menjalankan peran wanita nelayan
sebagai ibu rumahtangga yang baik.
Penulis belum menggunakan teori berdasarkan para ahli yang berhubungan dengan
judul penelitian. Judul tulisan ini yang masih menggunakan “peranan perempuan’’ akan
lebih baik apabila diganti dengan menggunakan ‘’relasi gender’’, sehingga dalam
menentukan teori yang akan diacu dapat mengacu kepada teori-teori mengenai gender.
Tulisan ini menunjukkan bahwa istri nelayan bekerja ganda yaitu sebagai ibu rumahtangga
yang mengatur rumahtangga dan peran transisi mencakup peran sebagai tenaga kerja
pencari nafkah yang berfungsi menambah pendapatan keluarga. Para istri harus mampu
membagai waktu mereka untuk menjalankan tugas rumahtangga, waktu untuk mengurus
anak dan sebagai pencari nafkah. Melihat hal itu, jelas bahwa dalam keluarga nelayan
curahan waktu seorang perempuan lebih besar dari laki-laki. Karena selain mengurus
rumahtangga dan mengurus anak, perempuan harus mencari nafkah untuk menambah
pendapatan keluarga.
5. Judul
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
: Peranan Wanita dalam Perekonomian Rumahtangga
Nelayan Di Pantai Depok Parangtritis Bantul
: 2005
: Jurnal
: Elektronik
Nama Penulis
Nama Editor
Judul Buku
Kota dan Penerbit
Nama Jurnal
Volume (Edisi)
Alamat URL
Tanggal diunduh
: Salamah
:::: Jurnal PKS
: Vol. IV. No. 14
: http://www.upy.ac.id/digilib/journal/salamah/8_
PERANAN_WANITA_DALAM_PEREKONOMIAN_
RUMAH_TANGGA_
NELAYAN.pdf
: 16 September 2014 pukul 16:50 WIB
Keterbatasan penghasilan dalam masyarakat nelayan akan berpengaruh dalam
peranan wanita dalam menopang ekonomi rumahtangga. Penulis mengacu pada penelitianpenelitian terdahulu yakni peneliti studi wanita (Koento, 1999; Rahayu, 2002). Penelitian
di Baron Gunungkidul penelitian Sakdiyah (2000) menunjukkan bahwa isteri nelayan
sebagai golongan kecil dengan tingkat pendidikan rendah, temyata mereka sangat
produktif dalam mencari nafkah karena tuntutan ekonomi keluarga. Uraian tersebut
merupakan latar belakang penulis melakukan penelitian tentang Peranan Wanita dalam
Perekonomian Rumahtangga Nelayan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan
kehidupan masyarakat nelayan, khususnya nelayan pantai dan mendeskripsikan peranan
wanita dalam perekonomian rumahtangga nelayan. Penelitian ini dilakukan di pantai
Depok Parangtritis Kretek Bantul. Sampel penelitian yang dilakukan berjumlah 18 orang.
Penelitian ini dilaksanakan di pantai Depok Parangtritis Banrul, sumber datanya
adalah keluarga nelayan, sedangkan unit analisisnya adalah para isteri nelayan, nelayan dan
tokoh masyarakat di lokasi penelitian. Metode penelitian yang dipergunakan adalah
pendekatan deskriptif kualitatif, menggunakan metode penelitian survei dan studi kasus
(Brannen, 1997:85). Adapun yang menjadi subyek penelitian adalah keluarga nelayan.
Dalam penelitlan ini fokusnya adalah mengungkap peranan wanita (isteri) nelayan dalam
ekonomi rumahtangganya. Pandekatan penelitian yang dipergunakan untuk menganalisis
data adalah deskriptif kualitatif. Pengambilan sampel dilakukan dengan purposive
sampling, kriteria sampel yang diambil adalah keluarga nelayan yang lengkap, yaitu
keluarga yang beranggotakan suami, isteri dan anak, selain itu juga para nelayan pemilik
perahu, buruh nelayan dan pengepul ikan yang berjumlah 18 orang, teknik pengumpulan
data menggunakan teknik observasi dan wawancara secara mendalam. Penulis
menggunakan teori dari beberapa ahli dalam menganalisis masyarakat nelayan seperti
Acheson (2001), dalam kajiannya tentang hasii-hasil penelitian ahli antropologi mengenai
masyarakat nelayan, menemukan bahwa kendala yang dihadapi nelayan tidak hanya
menyangkut lingkungan alam saja, tetapi juga menyangkut lingkungan sosial. Studi Sarno
(2000) di Wantai Samas Bantul, menunjukkan isteri nelayan melakukan segala pekerjaan
darat, yaitu mengolah dan menjual ikan perolehan suami. Mereka juga mengerjakan
pekerjaan rumah, seperti mencuci, memasak dan membersihkan rumah. Studi Istiyanto
(2001) di Glagah Kulonprogo, menunjukkan bahwa pendapatan rata-rata nelayan yang
diperoleh untuk memenuhi kebutuhan minimal kduarganya. Isteri ikut membantu suami
dalam mencari nafkah ketika nelayan menghadapi musim paceklik (musim angin
kencang), pada musim ini membuat nelayan tidak bisa pergi melaut.
Hasil penelitian penulis menunjukkan bahwa ternyata, peranan wanita/isteri dalam
perekonomian rumahtangga nelayan pantai terbukti relatif besar, berdasar jenis kegiatan
yang dilakukan dan dominasi dalam memegang dan mengatur keuangan rumahtangga serta
bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan ekonomi rumahtangganya. Isteri nelayan
lebih banyak melakukan kegiatan, yaitu mereka mengolah ikan, mulai menimbang,
mencuci, memotong, menusuk potongan ikan dengan tusuk sate, memanggang, menata
ikan panggangan sampai menjualnya. Isteri nelayan yang bertanggungjawab mengolah dan
menjual ikan. Alasan mereka menjual ikan karena pekerjaan tersebut adalah kewajibannya
sebagai isteri dan merupakan kesepakatan bersama dengan suami. Suami/nelayan juga
menyatakan hal yang sama. Disamping itu isteri nelayan umumnya mengerjakan tugas
rumahtangga sendiri seperti mengasuh anak, membersihkan rumah, memasak, mencuci
pakaian anggota rumahtangga mereka juga membantu suami sebelum suami melaut.
Waktu kerja yang digunakan relatif lebih besar untuk kegiatan produktif dan tugas
domestik dibandingkan suami nelayan, karena bekerja hampir sepanjang hari dan mereka
istirahat hanya pada waktu tidur saja. Suami mereka tidak melakukan pekerjaan produktif
(menghasilkan uang) jika mereka tidak melaut dan ikut membantu mengerjakan tugas
domestik, seperti menjaga anak.
Nelayan menghadapi kendala yang timbul dari lingkungan alam yang tidak pasti
(berubah) karena itu nelayan harus menyesuaikan diri. Tanpa penyesuaian diri maka
nelayan kurang dapat mempertahankan diri dalam kehidupan (survive), Proses
menyesuaikan diri inilah yang disebut dengan adaptasi. Pada masyarakat nelayan, tidak
hanya nelayan yang melakukan adaptasi perilaku melainkan istri nelayan juga
melakukannya, karena istri nelayan berfungsi sebagai produsen kedua. Mereka memiliki
beberapa pilihan strategi yang berasal dari generasi sebelumnya maupun strategi baru pada
masyarakatnya. Kemudian mereka memilih beberapa strategi tertentu untuk mengatasi
masalah yang timbul dalam kehidupannya, agar mereka tetap survive. Kekurangan dari
penelitian ini adalah masih banyak terjadi kesalahan penulisan dalam tulisan ini, kurangnya
teori dan konsep yang mendukung penelitian ini, dan tulisan ini belum netral gender.
Berdasarkan judul penelitian tentang ‘’peranan wanita…’’ itu menunjukkan bahwa
penelitian ini hanya melihat dari segi perempuan saja, tidak melihat keduanya (suami dan
istri).
6. Judul
: Relasi Gender Dalam Pengolahan Hasil Perikanan
Tangkap Di Pesisir Desa Blanakan, Kecamatan
Blanakan, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat
Tahun
: 2011
Jenis Pustaka
: Skripsi
Bentuk Pustaka
: Elektronik
Nama Penulis
: Lidya Elisabeth Alverin
Nama Editor
:Judul Buku
:Kota dan Penerbit : Nama Jurnal
:Volume (Edisi)
:Alamat URL
:http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/
48192/I11lea.pdf?sequence=1
Tanggal diunduh: 16 September 2014 pukul 16:50 WIB
Latar belakang penulis melakukan penelitian ini adalah berdasarkan pandangan
bahwa ketimpangan gender di masyarakat peisir lebih parah dibandingkan dengan
lingkungan-lingkungan lainnya. Pada masyarakat pesisir masih terlihat budaya patriarki
yang jelas mengikat di dalam kehidupan masyarakat. Pembagian kerja di wilayah pesisir
dipengaruhi oleh jenis kelamin laki-laki dan perempuan, laki-laki bekerja di ranah
produktif dan perempuan bekerja di ranah reproduktif. Pentingnya pembangunan yang
tidak bias gender dilakukan pada wilayah pesisir. Berdasarkan latar belakang, tujuan
penelitian ini adalah menganalisis karakteristik individu, manifestasi ketidakadilan gender,
faktor lembaga terkait terhadap perempuan dan relasi gender pada pengolahan hasil
perikanan tangkap di Desa Blanakan sebagai faktor berpengaruh untuk menghasilkan relasi
gender yang lebih setara dalam pengolahan hasil perikanan tangkap. Penulis memilih
Kabupaten Subang sebagai lokasi penelitian.
Berdasarkan kerangka pemikiran hipotesis yang diajukan penulis adalah diduga
terdapat hubungan yang nyata antara persepsi adanya manifestasi ketidakadilan gender,
faktor individu, dan lembaga pendukung usaha dengan relasi gender dalam pengolahan
hasil perikanan tangkap. Lokasi penelitian berada di Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan,
Kabupaten Sorong, Provinsi Jawa Barat dan dilaksanakan pada bulan Desember 2010 dan
Januari 2011. Responden dalam penelitian ini merupakan buruh yang terdapat dalam usaha
pengolahan perikanan berjumlah 59 orang, terdiri atas 43 responden perempuan dan 16
responden laki-laki. Reponden dalam penelitian ini tergolong pada usia produktif, antara
15-64 tahun dan telah menikah. Subyek penelitian ini adalah pekerja laki-laki dan
perempuan pengolah hasil perikanan tangkap di Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan,
Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Untuk memperoleh gambaran rinci dari relasi
gender tersebut, maka survei juga dilakukan terhadap rumahtangga responden. Jenis data
yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan sekunder. Penulis memilih
Desa Blankan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Sorong, Provinsi Jawa Barat sebagai
lokasi penelitian berdasarkan pertimbangan mengenai intensitas keterlibatan perempuan
dalam pengolahan hasil perikanan tangkap yang tinggi terlihat pada daerah ini. Adapun
yang menjadi pertimbangan kedua, yaitu kemudahan akses penelitian, keterbatasan biaya,
tenaga, serta waktu dari penulis. Metode pengolahan dan analisis data yang digunakan
penulis adalah kerangka analisis Harvard untuk menganalisis gender dan data kuantitatif
diuji menggunkan Range Spearman yang dilakukan dengan menggunakan SPSS for
windows versi 15.0.
Teori gender yang digunakan penulis dalam penelitian antara lain pendekatan
Gender and Development (GAD) yang menempatkan perempuan sebagai ‘’agent of
change’’ atau sebagai agen perubahan. Tidak sekedar hanya sebagai objek pembangunan
atau penerima program secara pasif. Program pembangunan ini memfokuskan pada relasi
gender, ketimbang memfokuskan pada kaum perempuan saja. Pendekatan GAD secara
implementatif cenderung mengarah pada adanya komitmen pada perubahan structural.
GAD mengakui peningkatan kaum status perempuan memerlukan analisis mengenai
hubungan antara laki-laki dan perempuan, maupun menyamakan pendapat dan kerjasama
laki-laki (Moser 1993). Analisis gender yang dilakukan penulis difokuskan pada perbedaan
akses dan kontrol antara laki-laki dan perempuan terhadap kegiatan sumber daya dan
manfaat pembangunan. Tujuan dari analisis gender adalah mencapai keadilan, bukan
kesetaraan. Pada gender dan beban kerja terlihat perempuan memperoleh beban kerja
ganda meliputi peran reproduktif, produktif serta peran sosial.
Hasil penelitian menunjukkan upah buruh perempuan, perharinya dapat
menghasilkan Rp30.000,- sampai Rp75.000,- (setara dengan sekitar 60kg sampai 150 kg
ikan). Buruh laki- laki tidak dipengaruhi oleh ketersediaan bahan baku. Mereka
mendapatkan upah tetap Rp50.000,- /hari. Terlihat pembagian peran antara pengolah lakilaki dan perempuan. Jika diperhatikan, laki-laki lebih banyak melakukan kegiatan
dibandingkan perempuan. Kenyataan ini justru tidak sejalan dengan kajian-kajian
sebelumnya yang menyebutkan bahwa pengolahan perikanan tangkap merupakan kegiatan
yang dilakukan oleh perempuan nelayan (Safitri dan Ratna, 2003). Selain itu, terdapat
pembedaan pemberian upah yang dilakukan antara pekerja perempuan dan laki-laki.
Pekerja laki-laki pada sektor pengolahan pangasinan merupakan buruh tetap yang setiap
harinya diupah Rp 50.000,- dan pengolah perempuan adalah buruh harian tidak tetap yang
pemberian upahnya didasari oleh banyaknya ikan yang mereka olah.
Penelitian ini menggunakan metode pemilihan responden, dengan pengambilan
sampel berdasarkan tujuan. Penelti tidak memaparkan secara langsung metode penarikan
sampel yang diambil, sehingga tidak dapat diketahui metode apa yang digunakan penulis
dalam penarikan sampel. Dalam menganalisis gender, penulis tidak memaparkan teknik
analisis gender yang digunakan. Curahan waktu bekerja perempuan atau istri jauh lebih
banyak dibandingkan oleh laki-laki atau suami. Hal ini terlihat dari pemaparan penulis
pada pembahasan yang mengatakan bahwa seorang istri terkadang harus selalu memulai
aktifitas-aktifitas lebih pagi dari para suami-suami mereka. Ketika bekerja dalam
pengolahan seorang istri harus sesekali kembali kerumah untuk menyambi pekerjaan
rumah, perempuan atau istri nelayan selain melakukan kegiatan produktif juga melakukan
kegiatan reproduktif. Hal ini menunjukkan beban kerja perempuan terlihat berlebih.
Penulis mengatakan bahwa perempuan di dalam masyarakat Indonesia masih dianggap
kaum subordinat apabila dibandingkan dengan laki-laki. Peran produktif yang dilakukan
perempuan dalam mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sering tidak
dianggap, perempuan yang mencari nafkah adalah sebagai bentuk pengabdiannya terhadap
suami dan keluarga.
7. Judul
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
Penulis
Nama Editor
Judul Buku
Kota dan Penerbit
Nama Jurnal
Volume (Edisi)
Hal
Alamat URL
Tanggal diunduh
: Kehidupan Sosial Ekonomi Perempuan Dalam
Masyarakat Nelayan Di Desa Panjang Baru Kecamatan
Pekalongan Utara
: 2013
: Jurnal
: Elektronik
: Bahrain Dwi Masitho, Puji Lestari, Martien Herna
Susanti
:::: Unnes Civic Education Journal
: Vol. 2 No. 1
: 64-73
:http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ucej/article/
viewFile/2178/1993
: 04 Desember 2014 pukul 20:27 WIB
Kemiskinan yang terjadi pada masyarakat nelayan membuat seluruh anggota
keluarga pada masyarakat nelayan ikut ambil andil dalam mencari nafkah untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari, terutama perempuan nelayan. Keterlibatan perempuan nelayan
dalam mencari nafkah, tidak diimbangi dengan kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki
sehingga perlu adanya pemberdayaan untuk masyarakat nelayan, terutama untuk
perempuan nelayan agar mereka dapat meningkatkan kualitas hidup mereka. Uraian
tersebut menjadi latar belakang penulis dalam melakukan penelitian ini. Tujuan penelitian
ini adalah mengetahui kehidupan sosial ekonomi perempuan dalam masyarakat nelayan di
Desa Panjang Baru Kecamatan Pekalongan Utara dan untuk mengetahui kualitas hidup
perempuan dalam masyarakat nelayan di Desa Panjang Baru Kecamatan Pekalongan Utara.
Penulis melakukan penelitian di Desa Panjang Baru Kecamatan Pekalongan Utara.Metode
penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif untuk memaparkan kondisi nyata
berkaitan dengan penelitian mengenai kehidupan sosial ekonomi perempuan dalam
masyarakat nelayan. Jenis sumber data yang digunakan adalah data primer berupa
informasi dari pihak-pihak yang terkait dengan objek penelitian yaitu perempuan nelayan
sebagai ibu rumahtangga dan perempuan nelayan yang bekerja, suami dari perempuan
nelayan yang sebagai ibu rumahtangga dan suami dari perempuan nelayan yang bekerja,
dan kepala desa. Data sekunder berupa arsip dan dokumen yang berkaitan dengan objek
penelitian.
Penulis menggunakan metode pengumpulan data antara lain: 1) Metode wawancara
yang ditujukan kepada perempuan nelayan sebagai ibu rumahtangga dan perempuan
nelayan yang bekerja, suami dari perempuan nelayan yang sebagai ibu rumahtangga dan
suami dari perempuan nelayan yang bekerja, dan kepala desa, 2) Metode dokumentasi
untuk memperkuat data-data yang diperoleh dari wawancara, yang dilakukan yaitu dengan
mencari, menemukan dan mengumpulkan data- data yang berkaitan dengan permasalahan
penulis, 3) Metode observasi untuk dapat melihat secara langsung keadaan sesungguhnya
yang terjadi di lapangan. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan tahap-tahap
pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan verifikasi data.
Mengacu pada Kusnadi (2012:103), penulis melaporkan peran yang dilakukan oleh
perempuan nelayan meliputi 1) peran domestik peranan ini dilaksanakan perempuan
nelayan dalam kedudukannnya sebagai istri dari suami dan ibu dari anak-anaknya.
Pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya adalah pekerjaan-pekerjaan seputar rumah
tangga, seperti menagani pekerjaan dapur, membersihkan rumah, mengasuh dan mendidik
anak, menyediakan kebutuhan sekolah anak-anak, dan menyiapkan bekal suami melaut. 2)
Peran produktif, adalah peran perempuan nelayan untuk memperoleh penghasilan ekonomi
dalam upaya memenuhi kebutuhan rumahtangga sehari-hari. Usaha yang dilakukan
perempuan nelayan untuk mendapatkan pendapatan ekonomi ini adalah dengan jalan
menjual hasil tangkapan (ikan) suami, bekerja pada orang lain, seperti menjadi buruh pada
usaha pemindangan ikan; dan atau memiliki unit usaha sendiri, seperti membuka
toko/warung, pedagang perantara, dan memiliki usaha pengolahan hasil perikanan, dan 3)
Peran ketiga adalah ikut mengelola potensi komunitas, yang hasil akhirnya juga untuk
kepentingan ekonomi dan investasi sosial rumahtangga masyarakat nelayan. Peranan ini
diwujudkan dalam bentuk keterlibatan kaum perempuan dalam mengikuti arisan, simpanpinjam, simpanan, sumbangan timbal-balik hajatan, dan kegiatan gotong-royong lainnya.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perbedaan kehidupan sosial ekonomi
perempuan nelayan ibu rumahtangga dengan perempuan nelayan yang bekerja dapat dilihat
dari peran ganda yang dimiliki. Peran ganda yang dimaksud adalah bertanggung jawab
terhadap ranah publik. Adanya anggapan bahwa kaum perempuan memiliki sifat
memelihara dan rajin, serta tidak cocok untuk menjadi kepala rumahtangga, berakibat
bahwa semua pekerjaan domestik rumahtangga menjadi tanggung jawab kaum perempuan.
Di kalangan keluarga miskin seperti keluarga nelayan perempuan memiliki beban kerja
ganda untuk memenuhi kebutuhan keluarga, karena pekerjaan suami sebagai seorang
nelayan yang sangat bergantung pada kondisi alam yang tidak pasti. Ketika suami tidak
pergi menangkap ikan, maka istri akan bekerja sebagai pencari nafkah dan istri nelayan
memikul beban kerja ganda.
8. Judul
: Relasi Kekuasaan Suami dan Isteri Pada Masyarakat
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
Nama Editor
Judul Buku
Kota dan Penerbit
Nama Jurnal
Volume (Edisi)
Hal
Alamat URL
Tanggal diunduh
Nelayan
: 2010
: Jurnal
: Elektronik
: Retno Andriati
:::: Jurnal Masyarakat Kebudayaan dan Politik
: Vol 21, No. 1
: 50-58
: http://mkp.fisip.unair.ac.id/index.php?option=com_
content&view=article&id=60:relasi-kekuasaan-suamidan-isteri-pada-masyarakat
nelayan&catid=34:mkp&Itemid=61
: 04 Desember 2014 pukul 16:12 WIB
Keterlibatan isteri nelayan pada kegiatan ekonomi, ternyata tidak menjamin mereka
mempunyai legalitas atau status pekerjaan ini. Tidak hanya di Indonesia melainkan juga
pada negara-negara lain. Posisi isteri nelayan juga tak jelas, karena mereka tidak
mempunyai status pekerjaan. Status mereka lebih ditentukan oleh posisi atau status
pekerjaan suami/nelayan. Posisi struktural suami lebih menentukan posisi struktural isteri
pada masyarakat nelayan. Berbagai hasil penelitian pada masyarakat nelayan menunjukkan
bahwa posisi perempuan nelayan golongan menengah dan miskin cenderung rendah,
sekalipun kontribusi sosial-ekonomi mereka cenderung lebih besar. Bahkan curahan waktu
yang diberikan oleh isteri nelayan jauh lebih lama, dibandingkan dengan suami mereka dan
seringkali memiliki beban-ganda ( double-burden ) (Acheson, 1981; Mubyarto et al., 1984;
Andriati, 1990 dan 1993). Akibatnya muncul suatu sikap dimana istri nelayan tidak ingin
hidup anak-anaknya hanya berputar-putar pada kawasan nelayan, menikah dengan anak
nelayan, atau memilih untuk bekerja sebagai nelayan karena menganggap pekerjaan ini
sudah diturunkan ke mereka sejak dari kecil. Padahal ada pekerjaan yang lebih layak untuk
anak-anaknya selain menjadi seorang nelayan. Uraian tersebut menjadi latar belakang
penulis dalam melakukan penelitian ini. Tujuan penelitian yang dilakukan penulis adalah
tujuan untuk memahami dan menjawab permasalahan penelitian tentang bagaimana
konstruksi jender, yang berkembang dalam rumahtangga, baik oleh suami maupun isteri
nelayan, dan bagaimana implikasi konstruksi sosial ini terhadap relasi kekuasaan antara
suami dan isteri pada masyarakat nelayan.
Penulis menggunakan metode penelitian kualitatif, yang menempatkan peneliti
sebagai instrumen utama dalam proses penelitian. Teknik pengumpulan data primer
melalui wawancara mendalam berdasar pedoman wawancara mendalam kepada responden
dan informan suami dan isteri nelayan, baik secara individual maupun bersamaan.
Responden dalam penelitian ini adalah 64 pasangan suami-isteri, 24 pasangan juragan dan
40 pasangan buruh nelayan, diambil beberapa informan suami-isteri berbeda generasi dan
lebih memahami kegiatan nelayan. Pengumpulan data sekunder melalui studi pustaka dan
monografi kelurahan sebagai kelengkapan data. Lokasi penelitian dipilih penulis secara
purposive di wilayah Kelurahan Karangsari, Kingking dan Sidomulyo, Kecamatan Tuban
Kota. Alasan pemilihan lokasi ini, karena pernah ada penelitian di wilayah ini pada tahun
1982, ketika motorisasi memasuki kehidupan masyarakat nelayan, sehingga perubahan
sosial budaya dan ekonomi masyarakat nelayan dapat dipahami sesudah lebih dari dua
dekade.
Penulis menunjukkan hasil penelitian relasi kekuasaan suami-isteri nelayan
berdasar pada perbedaan musim dan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Jika musim
angin timur sebelumnya hasilnya memadai, maka isteri, khususnya isteri nelayan yang
memiliki perahu tidak perlu bekerja keras, hanya mengurus tugas domestik saja. Namun,
jika musim angin barat, isteri nelayan dan isteri buruh nelayan harus bekerja. Hal ini
berbeda sesudah krisis, isteri lebih berkuasa dan dominan sepanjang musim, karena mereka
harus bekerja keras, sementara suami mereka relatif tidak berpenghasilan. Latar belakang
pendidikan isteri nelayan dan buruh nelayan yang rendah ini tidak berperan dalam proses
pengambilan keputusan untuk melaksanakan kekuasaannya. Ada ketimpangan relasi
kekuasaan suami-isteri nelayan secara etic, isteri lebih berkuasa dalam rumahtangga.
Penulis mengutip erspektif Foucault tentang kekuasaan terbukti, bahwa penguasaan
pengetahuan yang lebih baik akan memberikan kekuasaan lebih dalam relasi jender suamiisteri pada masyarakat nelayan. Peran istri nelayan sangat terlihat pada musim angin barat
dalam mengambil keputusan.
Meskipun ada perubahan kondisi alam, seperti badai, ombak besar, hasil laut
menurun dan perubahan sosial budaya ini, konstruksi gender relatif tetap dari dua generasi,
baik pada musim angin timur maupun angin barat. Demikian juga konstruksi gender
sebelum dan sesudah krisis. Buktinya dalam proses pembagian kerja antara nelayan dan
isterinya, nelayan melaut dan istrinya menjual ikan pada musim along/ musim ikan datang.
Jika hasil melaut tidak mencukupi, maka isteri berkewajiban berusaha sendiri untuk
memenuhi kebutuhan rumahtangganya. Sementara isteri nelayan juga berpedoman pada
kebudayaannya, bahwa mereka harus menerima sikap dan perilaku suaminya. Mereka
relatif tidak pernah menuntut bahwa suami seharusnya bertanggungjawab memenuhi
kebutuhan rumahtangganya, baik secara sosial atau agama, seperti orang darat. Sikap dan
perilaku isteri nelayan yang bertanggung jawab terhadap rumahtangganya merupakan hasil
konstruksi sosial tentang peran gendernya.
Penulis melaporkan penelitian ini menunjukkan terbukti ada diskriminasi peran
gender pada masyarakat nelayan, melalui proses konstruksi sosial dari generasi ke
generasi. Ketimpangan gender ini karena pembagian kerja yang relatif tegas, yaitu tugas
nelayan sebagai laki-laki dan istri sebagai perempuan. Peran gender perempuan adalah
mengelola rumahtangga, maka banyak perempuan menanggung beban kerja domestik lebih
banyak dan lebih lama (burden). Dengan kata lain, peran gender perempuan mengelola,
menjaga dan memelihara kerapian tersebut, telah mengakibatkan tumbuhnya tradisi dan
keyakinan masyarakat bahwa mereka harus bertanggung jawab atas terlaksananya
keseluruhan pekerjaan domestik. Dalam menganalisis relasi kekuasaan antara suami-istri
nelayan, penulis tidak mengacu teori-teori tentang relasi gender.
9. Judul
: Pola Kemiskinan Di Pemukiman Nelayan Kelurahan
Dompak Kota TanjungPinang
: 2006
: Tesis
: Elektronik
: Gatot Winoto
::-
Tahun
Jenis Pustak
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
Nama Editor
Judul Buku
Kota dan Penerbit: Nama Jurnal
:-
Volume (Edisi)
Alamat URL
Tanggal diunduh
:: http://eprints.undip.ac.id/17453/1/GATOT_
WINOTO.pdf
: 04 Desember pukul 20:30 WIB
Kemiskinan perkotaan merupakan salah satu isu pembangunan yang kompleks dan
kontradiktif . Kemiskinan dipandang sebagai dampak ikutan dari pembangunan dan bagian
dari masalah dalam pembangunan. Tipologi kemiskinan perkotaan dicirikan oleh berbagai
dimensi baik dimensi sosial maupun ekonomi yang lebih beragam serta memiliki kebijakan
yang rumit. Hal tersebut membentuk pola kemiskinan yang berbeda-beda. Sehingga
apabila dibiarkan, dapat menyebabkan terjadinya keterbatasam akses menuju sarana dan
prasarana publik, tingkat pendidikan penduduk di permukiman nelayan di Kelurahan
Dompak tidak meningkat, dan lingkungan yang semakin buruk yang berdampak pada
ketidaklayakan huni permukiman nelayan di Kelurahan Dompak. Uraian tersebut menjadi
latar belakang penulis melakukan penelitian. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji
pola kemiskinan dan faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya kemiskinan di
permukiman nelayan Kelurahan Dompak Kota Tanjungpinang. Oleh karena itu, penelitian
ini akan mengkaji pola kemiskinan dan faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya
kemiskinan di pemukiman nelayan Kelurahan Dompak Kota Tanjungpinang.
Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah Penelitian deskriptif. Tujuan
penelitian deskriptif ini adalah untuk memuat gambaran atau lukisan secara sistematik,
faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang
diselidiki. (Suharto, 1993 : 35). Pengumpulan data dan informasi didapat penulis melalui
observasi/ pengamatan langsung situasi dan kondisi yang terjadi dalam wilayah penelitian,
serta konteks sosial lain yang terlibat. Data primer dieproleh dari wawancara/kuisioner dan
observasi/pengamatan langsung. Responden dalam penelitian ini adalah sejumlah keluarga
miskin yang terdapat di permukiman nelayan Kelurahan Dompak Kota Tanjungpinang.
Data sekunder diperoleh penulis dari iperoleh dari buku-buku kepustakaan dan beberapa
instansi yang terkait dan validitas datanya dapat dipertanggungjawabkan. Pengumpulan
data sekunder dilakukan melalui survei ke instansi-instansi untuk mendapatkan data yang
dikeluarkan oleh instansi tersebut dan telaah dokumen. Teknik analisis yang digunakan
adalah analisis deskriptif kualitatif, untuk menggambarkan pola kemiskinan suatu variabel,
mengetahui keterkaitan antar berbagai variabel. Populasi sampel yang akan diteliti adalah
masyarakat yang tinggal di daerah permukiman miskin nelayan di Kelurahan Dompak.
Menurut data yang diperoleh dari Kantor Kelurahan Dompak, jumlah penduduk miskin
yang tinggal di lingkungan permukiman nelayan adalah 147 kepala keluarga.
Konsep kemiskinan yang digunakan penulis mengacu kepada beberapa ahli seperti
Pengertian kemiskinan menurut Gunawan Sumodiningrat dkk (1999: 1) adalah sebuah
konsep ilmiah yang lahir sebagai dampak ikutan dari pembangunan dalam kehidupan.
Kemiskinan dipandang sebagai bagian dari masalah dalam pembangunan, yang
keberadaannya ditandai dengan adanya pengangguran, keterbelakangan, yang kemudian
meningkat menjadi ketimpangan. Sar A Levitan mendefinisikan bahwa kemiskinan adalah
kekurangan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai
suatu standard hidup yang layak. Oleh karena standard hidup itu berbeda-beda, maka tidak
ada definisi kemiskinan yang dapat diterima secara universal. (Levitan, 1980: 2). Hal ini
sesuai dengan definisi kemiskinan yang diungkapkan oleh Bradly R. Schiller bahwa
kemiskinan adalah ketidaksanggupan untuk mendapatkan barang-barang dan pelayananpelayanan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial yang terbatas
(Murin dkk, 1979: 214). Wolrd Bank mendefinisikan keadaan miskin sebagai: “Poverty is
concern with absolute standard of living of part of society the poor in equality refers to
relative living standards across the whole society” (World Bank, 1990; 26).
Hasil penelitian penulis menunjukkan bahwa masyarakat yang tinggal di
permukiman nelayan Kelurahan Dompak Kota Tanjungpinang merupakan salah satu
cerminan kondisi daerah pinggiran (hinterland) yang terletak jauh dari pusat kota. Adapun
temuan-temuan studi yang di dapat dari penelitian tentang pola kemiskinan di permukiman
nelayan Kelurahan Dompak Kota Tanjungpinang berdasarkan hasil observasi dan analisis
Adalah sebagian permukiman masyarakat setempat berada dalam kondisi kumuh, Saranaprasarana yang ada pada permukiman tersebut cukup minim, tidak ada saluran drainase,
tidak ada saluran pembuangan air kotor serta sedikitnya jumlah masyarakat setempat yang
memiliki tempat pembuangan sampah pribadi. Masyarakat mayoritas (90%) bekerja
sebagai nelayan. Adapun tingkat pendapatan, masyarakat 67,5 % berpendapatan hanya Rp
200.000 – Rp 500.000/per bulan sehingga tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehariHari. Tingkat pendidikan masyarakat sangat rendah yaitu hanya mencapai SD, tingkat
keterlibatan masyarakat dalam berorganisasi cukup tinggi. Dengan memperhatikan
indikator utama kemiskinan yang dibuat oleh BAPPENAS, maka sebagian besar
masyarakat yang tinggal di permukiman nelayan dapat dikategorikan kepada masyarakat
miskin ilmu pengetahuan, minim pelayanan kesehatan, miskin keahlian, minim sarana dan
prasarana lingkungan permukiman, miskin air bersih, minim pengelolaan sumber daya
alam, miskin keamanan, overquota anggota keluarga dalam rumah, dan terbatasnya akses
kepemilikan tanah.
10. Judul
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
Nama Editor
Judul Buku
Kota dan Penerbit
Nama Jurnal
Volume (Edisi)
Alamat URL
Tanggal diunduh
: Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan Di
Desa Lopana Kecamatan Amurang Timur Provinsi
Sulawesi Utara
: 2013
: Jurnal
: Elektronik
: Nadia Watung, Christian Dien dan Olvie Kotambunan
:::
: Jurnal Ilmiah PS. Agrobisnis Perikanan UNSRAT,
Manado
: Vol. 1. No. 1
: http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/akulturasi/
article/download/2762/2314
: 05 Desember 2014 pukul 18:04 WIB
Masyarakat nelayan dapat dipandang sebagai suatu lingkungan hidup dari satu
individu atau satu keluarga nelayan. Dengan kata lain masyarakat nelayan dibentuk oleh
sejumlah rumahtangga nelayan dan tiap rumahtangga merupakan lingkungan hidup bagi
yang lainnya (Mantjoro, 1995). Kehidupan masyarakat nelayan adalah keadaan nyata yang
dapat diungkapkan melalui usaha mereka yang dipengaruhi oleh musim penangkapan ikan,
kondisi alam tidak menunjang, terbatasnya modal dan tingkat pendidikan yang rendah
sehingga mengakibatkan keadaan sosial ekonomi lemah. Nelayan di desa Lopana
kebanyakan masih menggunakan alat tangkap soma dampar sebagai alat tangkap utama
yang dilakukan secara turun temurun.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keadaan umum desa Lopana dan
mempelajari aspek sosial dan aspek ekonomi dalam kehidupan masyarakat nelayan yang
ada, seperti pendidikan, ukuran keluarga, perumahan, modal usaha, sistem bagi hasil dan
pendapatan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yang bersifat deskriptif dengan
dasar studi kasus. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode observasi
langsung. Ukuran keluarga merupakan salah satu faktor yang penting untuk melihat
karakteristik sosial nelayan. Hal ini mengingat semakin banyak jumlah anggota keluarga
semakin bertambah juga kebutuhan. Tingkat pendidikan para nelayan pancing ulur dan
soma dampar di Desa Lopana tergolong rendah. Menyangkut kesehatan para nelayan
cukup baik dengan kondisi lingkungan pantai yang bersih terhindar dari sampah
berserakan hingga penggunaan KB dalam rumahtangga nelayan dan untuk makanan para
nelayan mengkonsumsi ikan setiap harinya.
Melalui penelitian ini, dapat diketahui bahwa karakteristik nelayan yang ada di
Desa Lopana cukup berbeda dengan nelayan yang hidup di pesisir perkotaan. Hal ini
terlihat dari tingkat kesadaran para nelayan dalam melestarikan sumberdaya alam yang ada
seperti pantai dan lingkungan pesisir di Desa Lopana. Nelayan di Desa Lopana sudah
banyak tidak mengkonsumsi alcohol saat beroperasi menangkap ikan, hal ini dikarenakan
kesadaran para nelayan akan keamanan mereka saat berada di laut. Nelayan di Desa
Lopana masih menggunakan alat tangkap tangkap tradisional dalam menangkap ikan,
padahal dengan menggunakan alat tangkap tradisional para nelayan harus menguras tenaga
dan mengkondisikan tubuh fisik mereka agar dapat terus bekerja. Penelitian ini tidak
mencantumkan rumusan masalah secara tersurat. Penelitian ini hanya memaparkan tujuan
dari penelitian tanpa adanya rumusan masalah. Selain itu, dalam penelitian ini tidak
digunakan acuan teori dalam hasil dan pembahasan. Sehingga perlu dilakukan penelitian
selanjutnya guna menyempurnakan penelitian ini.
11. Judul
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
Nama Editor
Judul Buku
Kota dan Penerbit
Nama Jurnal
Volume dan Edisi
Alamat URL
Tanggal diunduh
: Faktor Dominan Penyebab Kemiskinan Rumahtangga
Nelayan Motor Tempel Di Wilayah Tangkap Lebih
Jawa Timur
: 2013
: Jurnal
: Elektronik
: Anas Tain
:::: Sosiohumaniora
: Vol. 15, No. 1
: http://sosiohumaniora.unpad.ac.id/wp-content/uploads
/2014/01/15.anas-tain.pdf
: 05 Desember 2014 pukul 20:30
Kawasan pesisir merupakan kawasan yang kaya akan sumber daya perikanan dan
mayoritas masyarakatnya bekerja sebagai nelayan, namun masih banyak penduduknya
yang merupakan kantong-kantong kemiskinan. Untuk mencukupi kehidupan sehari-hari
rumahtangga nelayan melakukan pekerjaan lain di luar melaut (Tain, 2006). Kelompok
masyarakat yang bermukim di wilayah pesisir adalah yang paling menderita dengan taraf
kesejahteraan jauh di bawah kelompok masyarakat lainnya (Kusumastanto, 2002). Pada
rumahtangga nelayan miskin untuk bisa mempertahankan hidup, mereka tetap
mengeksploitasi sumber daya perikanan yang telah mengalami overfishing bahkan denga
cara yang destruktif sekalipun. Menurut Fauzi (2005), kemiskinan di wilayah pesisir
memicu destructive fishing yang kemudian mengacaukan mata rantai makanan. Penduduk
miskin adalah agen dan korban kerusakan lingkungan (Rusastra dan Napitupulu, 2007).
Kemiskinan pada rumahtangga nelayan dapat dikelompokkan menjadi tiga bentuk
kemiskinan berdasarkan faktor pembentuknya. Pertama, kemiskinan struktural.
Kemiskinan ini diderita oleh segolongan nelayan karena kondisi struktur sosial yang ada
menjadikan mereka tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang
sebenarnya tersedia, dan menguntungkan si pemilik modal (nelayan besar). Kedua,
kemiskinan kultural yang melihat kemiskinan terjadi karena faktor budaya seperti
kemalasan. Ketiga, kemiskinan alamiah terjadi di mana kondisi alam yang tidak
mendukung mereka melakukan kegiatan ekonomi produktif ataupun perilaku produksi
yang tidak produktif akibat sifat sumberdaya yang bersangkutan. Akhirnya terjadi sifat
saling mendahului dan berupaya untuk mendapatkan tangkapan sebanyak-banyaknya
dibandingkan dengan nelayan lain.
Terdapat 15 faktor dominan penyebab kemiskinan rumahtangga nelayan kecil di
wilayah tangkap lebih yaitu faktor : kelembagaan yang merugikan nelayan kecil, program
yang tidak memihak nelayan kecil, pandangan hidup yang berorientasi akhirat saja,
keterbatasan sumberdaya, ketidak sesuaian alat tangkap, rendahnya investasi, terikat utang,
perilaku boros, keterbatasan musim penangkapan, kerusakan ekosistem, penyerobotan
wilayah tangkap, lemahnya penegak hukum, kompetisi untuk mengungguli nelayan lain,
penggunaan alat/bahan terlarang serta perilaku penangkapan. Ke-15 faktor ini diketahui
bahwa pada hakekatnya kemiskinan yang membelenggu rumahtangga nelayan adalah
kemiskinan yang menyangkut multidimensi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
kemiskinan pada rumahtangga nelayan setidaknya dapat dikelompokkan menjadi tiga
bentuk kemiskinan berdasarkan faktor pembentuknya. Pertama, kemiskinan structural yang
menjadikan mereka tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang
sebenarnya tersedia, juga akibat tatanan kebijakan yang lebih menguntungkan golongan
pemilik modal (nelayan besar). Kedua, kemiskinan kultural yang melihat kemiskinan
terjadi karena faktor budaya seperti kemalasan yang bersumber pada nilai-nilai lokal yang
memang tidak kondusif bagi suatu kemajuan. Ketiga, kemiskinan alamiah yang terjadi
dimana kondisi alam yang tidak mendukung mereka melakukan kegiatan ekonomi
produktif ataupun perilaku produksi yang tidak produktif akibat sifat sumberdaya yang
bersangkutan. Nelayan dan kemiskinan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Bukan
hal yang tabu lagi apabila membicarakan mengenai kemiskinan pada rumahtangga nelayan.
Tingkat pendidikan yang rendah menjadi latarbelakang terbatasnya akses nelayan.
12. Judul
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
Nama Editor
Judul Buku
Kota dan Penerbit
Nama Jurnal
Volume (Edisi)
: Peran Gender dalam Pengambilan Keputusan
Rumahtangga Nelayan di Kota Semarang Utara,
Provinsi Jawa Tengah
: 2012
: Jurnal
: Elektronik
: Ahmad Azizi, Hikmah dan Sapto Adi Pranowo
:::: J. Sosek KP
: Vol. 7, No. 1
Alamat URL
Tanggal diunduh
: http://bppse.litbang.kkp.go.id/publikasi/jsosek/jurnal_
2012_v7_noI_(8)_full.pdf
: 06 Desember 2014 pukul 10:10 WIB
Gender dikonstruksikan masyarakat adalah perilaku-perilaku dan harapan-harapan
yang dikaitkan dengan laki-laki dan perempuan (Laporan Penelitian Bank Dunia, 2002).
Perwujudan gender pada suatu masyarakat tidak selalu sama, hal ini tergantung padda
nilai, norma yang dianut agama dan kepercayaan dan lain-lain dalam masyarakat. Sebagai
upaya peningkatan kesetaraan gender dan keadilan gender (laki-laki dan perempuan),
Pemerintah Indonesia telah meratirifikasi sejumlah konvensi internasional yang berkaitan
dengan hak perempuan, seperti CEDAW (Convention on the Elimination of All From
Discrimination Against Women), serta menandatangani strategi kedepan untuk kemajuan
perempuan (CIDA, Agritem dan LP3ES, 1999). Faktanya peran dan kontribusi perempuan
(istri) nelayan di Kota Semarang Utara terhadap ekonomi cukup memegang peranan
penting, namun peran tersebut belum didukung sepenuhnya oleh kebijakan pemerintah
yang memihak kepada wanita. Uraian tersebut merupakan latar belakang dari penelitian
ini. Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan gambaran tentang profil rumahtangga
nelayan, peran gender dalam pengambilan keputusan dan upaya peningkatan pendapatan
rumahtangga sehingga dapat dijadikan langkah awal untuk melakukan strategi kebijakan
yang mengarah kepada kebijakan pengembangan dan pemberdayaan perempuan.
Metode yang digunakan penulis berupa metode kuantitatif dan metode bersifat
kualitatif dengan mengambil studi kasus dan membatasi pada rumahtangga nelayan di
Kota Semarang Utara sebagai sasaran studi. Batasan unit analisis yang dilakukan penulis
adalah rumahtangga nelayan yang meliputi sejumlah orang atau kasus (peristiwa lokal),
sehingga membatasi peluang untuk generalisasi, namun memungkinkan pemahaman
mendalam mengenai suatu peristiwa. Penulis memilih Kota Semarang Utara sebagai lokasi
penelitian didasarkan beberapa pertimbangan yakni aktivitas masyarakat sebagai nelayan,
kegiatan pengolahan ikan dan peranan perempuan dalam aktivitas kegiatan perikanan
cukup besar terutama dalam bidang usaha pengolahan ikan. Waktu penelitian peran gender
dalam pengambilan keputusan rumahtangga nelayan di Kota Semarang Utara dilakukan
pada bulan Juli 2007. Jenis data yang digunakan berupa data primer dan sekunder. Jumlah
responden sebanyak 30 orang yang terdiri dari 18 orang pemilik kapal dan 12 orang
sebagai anak buah kapal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 60 persen atau 18 orang suami
berstatus nelayan pemilik kapal dan 40 persen atau 12 orang bukan pemilik kapal.
Responden istri yang bekerja di sektor perikanan hanya sebesar 3,33 persen atau 1 orang
dan sebagai pengolah ikan sebesar 30 persen atau 9 orang. Penulis tidak menemukan istri
yang berprofesi sebagai nelayan, kebanyakan istri tidak bekerja dan hanya melakukan
pekerjaan rumah saja. Disisi lain, masih adanya sebagian orang tua yang memiliki persepsi
bahwa anak perempuan tidak perlu berpendidikan tinggi dengan alasan wanita lebih
penting mengerjakan kegiatan domestik seperti mengurus anak, mengurus rumahtangga,
dan suami. Kegiatan produktif masih didominasi oleh suami 9,42 jam/hari dan kegiatan
reproduktif didominasi oleh istri 2,60 jam/hari. Pengambilan keputusan pada kegiatan
produktif pada umumnya dilakukan secara bersama-sama antara suami dan istri. Pada
kegiatan domestik peranan istri lebih besar dibandingkan suami.
Tulisan ini belum menggunakan teknik analisis gender dalam menganalisis akses,
kontrol dan manfaat gender. Selain itu, tulisan ini belum menjelaskan mengenai konsep
gender, teori gender dan perspektif gender. Hasil dan pembahasan yang dipaparkan penulis
hanya berupa penjelasan mengenai relasi gender yang terjadi dalam rumahtangga nelayan,
kegiatan ekonomi dan sosial dalam masyarakat nelayan tanpa mengacu pada konsep dan
teori gender. Penelitian ini membahas mengenai kehidupan ekonomi masyarakat nelayan,
peran istri menggantikan suami untuk mencari nafkah tanpa memperhatikan kesetaraan
gender antara laki-laki dan perempuan. Suami memiliki kontrol dalam pengambilan
keputusan pada kegiatan produktif dan istri memiliki kontrol dalam pengambilan
keputusan pada kegiatan domestik.
13. Judul
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
Nama Editor
Judul Buku
Kota dan Penerbit
Hal
Nama Jurnal
Volume (Edisi)
Alamat URL
Tanggal diunduh
: Analisis Gender dalam Kehidupan Keluarga Nelayan di
Kecamatan Pangandaran Kabupaten Ciamis
: 2013
: Jurnal
: Elektronik
: Rani Andriani Budi Kusomo, Anne Charina, Gema
Wibawa Mukti
:::: 42-53
: Jurnal Social Economic of Agriculture
: Vol. 2 , No. 1
: http://download.portalgaruda.org/article.php?article
=152635&val=5163&title=ANALISIS%20GENDER%2
0DALAM%20KEHIDUPAN%20KELUARGA%20NE
LAYAN%20DI%20KECAMATAM%20PANGANDA
RAN%20KABUPATEN%20CIAMIS
: 06 Desember 2014 pukul 10:24 WIB
Dalam menghadapi fenomena kemiskinan di masyarakat nelayan, keluarga nelayan
harus memiliki beragam strategi untuk mendapatkan peluang-peluang bertahan hidup
sesuai dengan keahlian yang dimiliki dan orientasi ekonomi masing-masing. Dalam hal ini,
tidak hanya suami yang dituntut untuk memaksimalkan perannya, tetapi juga istri. Istri
dituntut untuk berperan ganda, disamping sebagai pengurus rumahtangga, istri dituntut
pula untuk membantu suami sebagai pencari nafkah untuk menambah pendapatan. Dengan
demikian, dalam menghadapi kerentanan ekonomi dan kemiskinan masyarakat nelayan,
pihak yang paling terbebani dan bertanggungjawab untuk mengatasi dan menjaga
kelangsungan hidup rumahtangga adalah perempuan atau istri nelayan. Uraian tersebut
menjadi latarbelakang penulis dalam penelitian ini. Tujuan dari penelitian ini adalah
mengkaji karakteristik sosial ekonomi keluarga serta menganalisis pengambilan keputusan
dan pembagian kerja antara suami dan istri pada keluarga nelayan.
Metode pengumpulan data yang dilakukan penulis menggunakan metode survey
dengan populasi sebanyak 104 keluarga nelayan yang terdiri dari pasangan suami istri yang
memiliki minimal satu orang anak. Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan
sekunder yang diperoleh dengan cara pengamatan, wawancara dan dokumentasi. Analisis
data yang digunakan adalah analisis deskriptif untuk menggambarkan persepsi tentang
gender, pola pengambilan keputusan dan pembagian kerja berdasarkan gender yang
dilakukan oleh keluarga nelayan. Analisis perspektif gender menggunakan teknik analisis
Harvard dan Mosher dilakukan dengan pemberian re-skoring terhadap jawaban responden.
Hasil penelitian menggambarkan karakteristik keluarga yang terdiri dari umur,
lama pendidikan, besar keluarga. persepsi tentang gender yang digunakan adalah menurut
ahli William dan Best (1990), persepsi tentang gender merupakan kepercayaan normatif
tentang bagaimana seharusnya penampilan seorang laki-laki atau perempuan, apa yang
seharusnya dikerjakan oleh laki-laki atau perempuan, dan bagaimana keduanya
berinteraksi. Persepsi tentang gender diukur melalui 15 item pertanyaan untuk menilai
pandangan normatif responden tentang bagaimana pembagian peran dalam rumahtangga
antara suami dan istri, serta akses dan kontrol perempuan pada sektor domestik dan publik.
Sebagian besar responden menyatakan setuju dengan pernyataan perempuan tidak pantas
berperan sebagai pemimpin rumahtangga; istri menempati posisi yang lebih rendah
daripada suami sehingga wajar jika wewenang untuk mengambil keputusan ada di tangan
suami; istri harus meminta ijin pada suami untuk beraktivitas di luar rumah, suami dan istri
sama-sama berhak memiliki hak nama atas aset yang dimiliki; istri boleh membantu suami
dalam mencari nafkah; suami tidak hanya bertugas mencari nafkah tetapi harus mau
berbagi tugas memasak dengan istri; istri perlu terlibat dalam kegiatan atau organisasi
sosial; perempuan berhak terlibat dalam kegiatan politik; perempuan berhak menjadi
pemimpin dalam organisasi sosial; perempuan berhak memiliki akses terhadap lembaga
kredit.
Berdasarkan pandangan tersebut diketahui bahwa perempuan sebagai istri
memahami perannya secara tradisional dengan memandang bahwa kedudukan istri dalam
keluarga lebih rendah dari pada suami sehingga wajar jika wewenang untuk mengambil
keputusan ada di tangan suami. Sebagian besar responden tetap menilai bahwa suami lah
yang berkewajiban mencari nafkah dan istri bertanggung jawab dalam mengurus
rumahtangga, dan tidak ingin bertukar posisi meskipun secara ekonomis menguntungkan.
Namun di lain pihak istri juga ingin terlibat lebih jauh di sektor publik, hal tersebut terlihat
dari pernyataan bahwa istri boleh membantu suami dalam mencari nafkah, istri boleh
terlibat dalam organisasi sosial serta persepsi istri bahwa perempuan berhak mengakses
dan mengontrol sumberdaya yang ada.
Pengambilan keputusan keluarga menurut Deacon dan Firebough (1988)
mengemukakan bahwa pengambilan keputusan merupakan proses yang mendasari semua
fungsi manajemen sumberdaya keluarga. Hal ini berarti bahwa selama proses manajemen
sumberdaya berlangsung, maka proses pengambilan keputusan juga terjadi. Berdasarkan
pendapat tersebut, maka suami yang memiliki pengambilan keputusan terbesar didalam
keluarga dan istri harus menghormati setiap keputusan yang diambil oleh suami.
Pengambilan keputusan dalam aktivitas domestik di bidang pangan, pada keluarga nelayan
didominasi oleh istri. Dalam menagatur menu dan memasak dilakukan oleh istri saja tanpa
melibatkan suami, tidak adanya peran suami dalam pengambilan keputusan pada kegiatan
domestik karena dianggap ranah domestik adalah ranah perempuan dan cenderung hanya
dilakukan oleh perempuan atau istri saja. Pengambilan keputusan di bidang kesehatan pada
lebih dua per tiga responden dilakukan bersama-sama oleh suami dan istri. Peran istri
terlihat lebih dominan dalam mengatur pengeluaran di bidang kesehatan, meskipun untuk
menentukan tempat berobat keputusan tetap diambil bersama-sama antara suami dan istri.
Keputusan untuk membuat perencanaan keuangan keluarga, serta keputusan menabung
dilakukan secara bersama-sama antara suami dan istri tetapi keputusan untuk mengatur
pengeluaran keluarga tetap didominasi oleh istri. Pengambilan keputusan mengenai
pemeliharaan rumahtangga dilakukan bersama-sama oleh suami dan istri. Pada sebagian
besar keluarga responden, suami dan istri bersama-sama mengambil keputusan dalam
menentukan jumlah anak dan menentukan jarak kelahiran; sedangkan dalam menentukan
alat kontrasepsi yang digunakan keputusan diambil dominan oleh istri.
Pengambilan keputusan di sektor publik, khususnya pada aspek ekonomi lebih
banyak didominasi oleh suami. Pengambilan keputusan untuk usaha non perikanan juga
lebih banyak dibuat oleh suami. Pengambilan keputusan di bidang sosial kemasyarakatan
dibuat bersama-sama oleh suami dan istri. Pengambilan keputusan di sektor publik
memang cenderung didominasi oleh suami; istri lebih banyak terlibat dalam pengambilan
keputusan di bidang sosial kemasyarakatan dibandingkan pada aktivitas ekonomi di bidang
perikanan dan non perikanan.
Penulis menyimpulkan bahwa karakteristik keluarga menunjukkan tingkat
pendidikan sebagian besar keluarga nelayan yang masih tergolong rendah sehingga
membuat keluarga nelayan sulit untuk mengembangkan dirinya, persepsi tentang gender
yang menggambarkan tugas utama seorang istri adalah mengurus rumahtangga dan
tanggung jawab mencari nafkah utama tetap merupakan tugas suami, pengambilan
keputusan aktivitas domestik dan publik tidak terpusat pada suami tetapi dilakukan secara
bersama-sama antara suami dan istri. Analisis gender yang dilakukan oleh penulis adalah
analisis pembagian kerja antara suami dan istri dalam rumahtangga nelayan. Penulis
melaporkan secara rinci mengenai pengambilan keputusan dan pembagian kerja didalam
rumahtangga nelayan yakni aktivitas domestik dan publik.
14. Judul
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
Nama Editor
Judul Buku
Kota dan Penerbit
Hal
Nama Jurnal
Volume (Edisi)
Alamat URL
: Produktivitas Istri dalam Penguatan Ekonomi Rumah
Tangga Nelayan
: 2009
: Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan
Perikanan
: Cetak
: Maharani Yulisti, Zahri Nasution
:::: 9-17
:::-
Permasalahan ketidakmampuan nelayan untuk produktif sepanjang musim menjadi
salah satu penyebab daya tahan ekonomi rumah tangga nelayan rendah. Di musim
paceklik, nelayan tidak akan mendapatkan penghasilan apabila tidak memiliki mata
pencaharian alternatif, atau melibatkan keluarga untuk menghasilkan uang guna memenuhi
berbagai kebutuhan rumah tangga. Peran serta wanita dalam menghasilkan uang menjadi
salah satu alternatif untuk menyiasati kekosongan penghasilan nelayan di musim paceklik,
dan menambah daya tahan ekonomi rumah tangga nelayan di saat musim panen.
Kedudukan wanita yang semakin maju tidak membuat wanita menjadi istri yang tidak
patuh terhadap suami, wanita tetap menganggap pria sebagai kepala rumah tangga, dan
wanita tidak dapat melepaskan tugas-tugas kewanitaannya sehingga mereka harus
menambah peran dalam pola hidupnya. Uraian tersebut menjadi latarbelakang penulis
melakukan penelitian ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi
seberapa besar produktivitas wanita dalam berkontribusi terhadap ekonomi rumah tangga,
ekonomi, dan curahan waktu dalam kehidupan rumah tangga.
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa riset gender pada tahun 2007.
Jenis data yang digunakan data primer meliputi identitas responder, data pendapatan,
curahan waktu dan produktivitas. Data sekunder meliputi literatur-literatur. Analisis data
menggunakan metode deskriptif, penulis mengacu kepada Singarimbun dan Effendi (1989)
mengenai metode deskriptif yaitu melalui penafsiran data ada dengan tujuan
mendeskripsikan secara rinci suatu fenomena sosial disertai interpretasi rasional terhadap
kondisi yang ada dilapangan. Sumbangan pendapatan ibu rumah tangga terhadap
pendapatan rumah tangga dianalisis secara tabulasi tanpa uji statistik, diperoleh dari suatu
kegiatan ekonomi dan pendapatan total rumah tangga.
Penulis melaporkan tidak ditemukan istri bekerja sebagai nelayan, karena pekerjaan
sebagai nelayan membutuhkan tenaga serta waktu yang ekstra dan bermalam di laut,
sehingga tugas utama istri mengurus rumah tangga akan menghalangi seorang istri untuk
menjadi nelayan. Usia produktif istri sekitar 30 orang responden istri, kondisi ini
menunjukkan dengan usia produktif istri dapat melakukan usaha untuk memenuhi
kebutuhan yang diperlukan seperti penguatan ekonomi rumah tangga, dan kebutuhan yang
menyangkut aktivitas domestik, sosial dan kebutuhan dasar. Tingkat pendapatan yang
dianalisis dalam penelitian ini merupakan pendapatan yang diperoleh oleh suami maupun
istri dari usaha perikanan maupun usaha non perikanan per bulannya. Dari hasil analisis
diperoleh bahwa sebagian besar tingkat pendapatan suami berada di atas upah minimum
regional nasional (UMR) yaitu di atas Rp. 950.000,- dengan rata-rata pendapatan suami
sebesar Rp. 1.461.600,-. Pendapatan istri berada di bawah UMR dengan rata-rata
pendapatan istri sebesar Rp. 775.00,-. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan suami lebih
tinggi dibandingkan pendapatan istri.
Berdasarkan hasil penelitian, kontribusi produktivitas wanita yang bekerja secara
mandiri dapat mampu meningkatkan daya tahan ekonomi rumah tangga yang tergambar
dari meningkatnya rata-rata pendapatan rumah tangga. Perbandingan untuk curahan waktu
istri nelayan untuk kegiatan produktif adalah 4,97 jam per hari, suami untuk kegiatan
produktif adalah 9,6 jam per hari. Apabila dihitung rata-rata jam kerja per minggu untuk
kegiatan produktif adalah 34,79 jam, maka responden istri nelayan tergolong ke dalam jam
kerja setengah menganggur karena kurang dari 35 jam per minggu (BPS, 2007 dalam
Handayani dan Artini, 2009). Selanjutnya, Djajadiningrat (1987) dalam Ihromi (1995)
mengatakan bahwa kaum perempuan termasuk ke dalam ruang lingkup domestik sebagai
perpanjangan peranan reproduktif mereka. Pekerjaan rumah tangga yang dilakukan oleh
perempuan yaitu sebelum dan sesudah mencari nafkah. Sajogyo (1987) peran ganda inilah
yang menyebabkan mobilitas tenaga kerja perempuan terbatas.
15. Judul
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
Nama Editor
Judul Buku
Kota dan Penerbit
Nama Jurnal
Hal
Volume (Edisi)
Alamat URL
Tanggal diunduh
: Evaluasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
Pesisir
: 2013
: Jurnal
: Elektronik
: Neliyanti dan Meyzi Heriyanto
:::: Jurnal Kebijakan Publik
: 1-118
: Vol. 4, No. 1
: http://download.portalgaruda.org/article.php?article=
106054&val=2289
: 01 Januari 2015 pukul 09:54 WIB
Masyarakat pesisir yang terdiri dari nelayan, pembudidaya ikan, pengolah dan
pedagang hasil laut, merupakan segmen anak bangsa yang umumnya masih tergolong
miskin. Kesejahteraan mereka memerlukan program terobosan baru yang dapat
meningkatkan akses mereka terhadap modal, manajemen dan teknologi serta dapat
mentransformasikan struktur dan kultur masyarakat pesisir dan nelayan secara berkelanjutan. Citra kemiskinan nelayan sesungguhnya suatu ironi, mengingat Indonesia
memiliki wilayah laut yang sangat luas. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi
pelaksanaan kegiatan Pogram Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) pada
lebaga keuangan mikro di Kota Dumai. Jenis penelitian ini adalah adalah penelitian
deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Informan dalam penelitian ini adalah aktor-aktor
yang berperan dalam program PEMP, sesuai dengan organisasi pengelola program PEMP
di kota dumai.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pelaksanaan pengelolaan DEP oleh USP di
koperasi kerapu yang dlihat dari indikator efektifitas, efisiensi, kecukupan, pemerataan,
responsivitas dan ketepatan, masih banyak terdapat kekurangan. Program PEMP secara
umum bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui
pengembangan kultur kewira- usahaan, penguatan Lembaga Keuangan Mikro
(LKM)/Usaha Simpan Pinjam (USP), penggalangan partisipasi masyarakat dan kegiatan
usaha ekonomi produktif lainnya yang berbasis sumberdaya lokal dan berkelanjutan.
Pemberdayaan masyarakat dan pendayagunaan sumberdaya pesisir dan lautan secara
optimal dan berkelanjutan. Kegiatan pokok program PEMP mencakup LKM, SPDN (Solar
Pocked Dealer untuk Nelayan) dan Kedai Pesisir. Tiga program yang menjadi prioritas
kegiatan PEMP tersebut di atas telah dilaksanakan di kota Dumai. Kota Dumai mendapat
rekomendasi pelaksana PEMP mulai tahun 2002. Khusus program SPDN Kota Dumai,
sumber pendirian atau pelaksananya tidak menggunakan dana dari pusat tetapi telah berhasil menggaet pihak ketiga atau swasta dalam melaksanakan pendirian SPDN yakni oleh
PT. Komala. Hal ini menunjukkan peran partisipasi masyarakat maupun respon terhadap
program PEMP sangat baik.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang
bertujuan melukiskan atau menggambarkan keadaan atau status fenomena mengenai fakta
dan bagaimana sebenarnya pelaksanaan Program PEMP pada Lembaga Keuangan Mikro
di Kota Dumai. Peneliti mengevaluasi program berdasarkan efektivitas, efisiensi,
kecukupan, pemerataan, responsivitas dan ketetapan. Hasil penelitian menunjukkan
Masyarakat pesisir belum dapat meningkatkan pendapatan mereka, penguatan LKM/USP
melalui pengembalian pinjaman tunai DEP yang disalurkan kepada masyarakat tidak
tercapai karena rendahnya tingkat pengembalian pinjaman tunai DEP oleh masyarakat,
kurangnya penyaluran DEP melalui pemberdayaan sumber daya perikanan dan kurangnya
penyaluran DEP untuk kegiatan usaha ekonomi produktif lainnya, hanya terfokus kepada
pinjaman
tunai
kepada
nelayan.
ANALISIS DAN SINTESIS
Gender dan Pembangunan
Konsep
Sejak sepuluh tahun terakhir kata gender telah memasuki perbendaharaan di setiap
diskusi dan tulisan sekitar perubahan sosial dan pembangunan di Dunia Ketiga (Fakih,
1996). Konsep gender berbeda dengan jenis kelamin. Jenis kelamin (seks) adalah jenis
kelamin biologis atau seperangkat alat reproduksi yang secara biologis melekat pada
kelamin tertentu, seperangkat alat reproduksi tersebut kemudian membedakan antara lakilaki dan perempuan. Manusia berjenis kelamin laki-laki adalah yang memiliki penis dan
memproduksi sperma; perempuan adalah yang memiliki vagina, rahim, melahirkan, dan
menyusui. Membicarakan persoalan gender berarti membahas persoalan relasi sosial antara
perempuan dan laki-laki yang dipertautkan dengan pembagian kerja dan tanggungjawab
(Hubeis Aida 2012).Gender tidak akan bisa dipahami secara komprehensif tanpa melihat
konsep seks. Gender adalah jenis kelamin sosial, yaitu suatu sifat yang melekat/dilekatkan
pada laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Gender
adalah pandangan masyarakat tentang perbedaan fungsi, peran dan tanggungjawab antara
laki-laki dan perempuan. Seringkali masyarakat salah mengartikan konsep gender dengan
jenis kelamin (seks). Perbedaan gender melahirkan beberapa ketidakadilan gender, antara
lain (1) marjinalisasi/penyingkiran (penyingkiran perempuan dari bidang ekonomi yang
berdampak pada pemiskinan ekonomi), (2) suboridinasi/penomorduaan (terutama dalam
bidang politik), (3) stereotipe/penandaan (pelabelan negatif terhadap individu atau
kelompok), (4) beban kerja ( jumlah dan curahan waktu kerja), dan (5) tindak kekerasan
(pemerkosaan, pemukulan, penyiksaan alat kelamin, pelecehan seksual, dan sebagainya).
Masyarakat memandang gender sebagai perbedaan jenis kelamin antara laki-laki
dan perempuan, kemudian mucul perbedaan pandangan mengenai peran, fungsi dan
tanggungjawab antara laki-laki dan perempuan. Gender merupakan seperangkat peran yang
menyampaikan kepada orang lain bahwa ‘’kita’’ (diri sendiri) adalah feminim atau
maskulin. Berbicara mengenai peran gender, peran-peran itu berubah seiring waktu;
berbeda antar kultur; sangat dipengaruhi oleh kelas, usaha, dan latarbelakang etnis; dapat
menentukan akses seseorang terhadap sumberdaya, pendidikan dan lapangan pekerjaan;
serta menentukan seksualitas, hubungan, dan kemampuan membuat keputusan. Peran
gender diartikan sebagai ide-ide kultural yang menentukan harapan-harapan pada laki-laki
dan perempuan dalam berinteraksi dalam masyarakat. Peran gender berkembang mengikuti
perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat.
Mugniesyah (2007) mengemukakan perbedaan konsep antara gender dengan jenis
kelamin serta meluruskan kekeliruan yang selama ini terjadi di masyarakat mengenai
perempuan berdasarkan kromosom X dan Y. Kebanyakan laki-laki memiliki struktur
kromosom XY, karena mereka mewarisi kromosom X dari ibu mereka dan kromosom Y
dari ayah mereka. Adapun kebanyakan perempuan mempunyai kromosom XX karena
mereka mewarisi kromosom X dari kedua orang tuanya. Arliss dalam Mugniesyah (1994),
meskipun faktor-faktor yang berhubungan dnegan peranan gender dapat mempengaruhi
kondisi itu, para peneliti menyimpulkan kromosom X lebih banyak mengandung informasi
genetik daripada kromosom Y. Seperti dkutip dalam Mugniesyah (2007), pada 1996
dilaporkan bukti-bukti bahwa beberapa gen yang mengontrol intelegensia terletak hanya
pada kromosom X (Tanouye dalam Wood, 2001). Berdasarkan perbedaan kromosom lakilaki dan perempuan ini, sulit dipercaya bahwa laki-laki (secara genetik) lebih kuat dan
30
agresif daripada perempuan yang dianggap terlahir lemah dan lebih pasif. Dalam
Kamus Oxford (Mugniesyah, 2007), gender diartikan sebagai fakta menjadi laki-laki dan
perempuan serta isu-isu mengenai perbedaan relasi dan peranan gender.
Peranan gender adalah perilaku yang diajarkan pada setiap masyarakat, komunitas,
dan tanggung jawab tertentu dipersepsikan sebagai peranan perempuan dan laki-laki.
Dalam Mugniesyah (2007), Moser mengemukakan tiga peranan gender (triple roles), yaitu
(1) produktif (dikerjakan oleh laki-laki dan perempuan untuk memperoleh bayaran di
sektor formal dan informal), (2) reproduktif (tugas-tugas domestik, misalnya melahirkan,
mengasuh anak, memasak, dan mengurus rumahtangga), (3) peranan pengelolaan
masyarakat (kegiatan sosial/volunteer) dan politik (kekuasaan/status). Hubeis Aida (2012)
mengklasifikasikan peran gender, klasifikasi tiga peran gender dapat dilihat pada Tabel 1.
Sementara itu, relasi gender diartikan sebagai suatu hubungan kekuasaan antara perempuan
dan laki-laki yang terlihat pada lingkup gagasan, praktik dan representasi, yang meliputi
pembagian kerja, peranan, dan alokasi sumberdaya antara laki-laki dan perempuan.
Peranan yang dilakukan berhubungan dengan apa yang disebut Agarwal dalam
Mugniesyah (2007) sebagai relasi gender, yang diartikan sebagai suatu hubungan
kekuasaan antara perempuan dan laki-laki yang terlihat pada lingkup gagasan (ide),
praktek dan representasi yang meliputi pembagian kerja, peranan dan alokasi sumberdaya
antara laki-laki dan perempuan. Peranan dan relasi gender itu dinamis. Perubahan peranan
gender sering terjadi sebagai respon terhadap perubahan situasi ekonomi, sumberdaya
alam, dan atau politik termasuk perubahan berupa usaha-usaha pembangunan atau
penyesuaian program struktural oleh kekuatan-kekuatan di tingkat nasional dan global.
Dalam hal ini banyak terdapat perbedaan konsep-konsep mengenai gender yang
berkembang di dalam masyarakat. Perbedaan konsep-konsep gender tersebut memberikan
penjelasan mengenai peran gender. Berikut dijelaskan secara rinci oleh Hubeis Aida (2012)
mengenai perbandingan konsep-konsep gender berdasarkan pengertiannya, dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 1. Klasifikasi tiga peran gender
Gender
Produktif
Reproduktif
Perempuan Peran Umum:
1. Diasumsikan
Istri, Ibu, Ibu
tidak memiliki
Rumahtangga
peran
(keluarga)
produktif.
2. Pembantu
(turut) mencari
nafkah
keluarga.
Laki-laki
Bapak,
Kepala
keluarga
Peran Utama: Mencari
nafkah keluarga
Sosial
1. Manajemen,
jasa,
penyuluhan
terkait pada
aspek peran
reproduktif.
2. Pekerja tidak
dibayar
(informal)
1. Kepemimpinan
2. Politik
3. Ketahanan/milit
er
4. Pekerja
dibayar/formal
31
Tabel 2. Perbandingan Konsep-Konsep Gender Berdasarkan Pengertiannya
Klasifikasi
Pengertian
Gender Differences
Perbedaan atribut-atribut sosial, karakteristik,
perilaku, penampilan, cara berpakaian, harapan,
peranan dan lainnya yang dirumuskan untuk
perseorangan menurut jenis kelamin.
Gender Gap
Adanya perbedaan dalam hak berpolitik dan
bersikap antara laki-laki dan perempuan.
Genderization
Gender Identity
Gender Role
Perbedaan berdasarkan jenis kelamin (perempuan
atau laki-laki). Menempatkan jenis kelamin pada
pusat perhatian sebagai identitas diri dan pandangan
diri.
Perbedaan dalam memandang pencitraan perilaku
seseorang sebagai penyimpangan perilaku dari
norma berperilaku menurut jenis kelamin.
Perbedaan peran perempuan dan laki-laki
diaplikasikan dalam bentuk yang nyata menurut
kultur yang dianut dalam masyarakat.
Teori Gender
Pembahasan mengenai gender juga tidak dapat dipisahkan dari istilah feminsme.
Ada dua kelompok besar dalam diskursus feminisme mengenai konsep kesetaraan gender,
dan keduanya saling bertolak belakang Megawangi dalam Mugniesyah (2007), Pertama
adalah sekelompok feminis yang mengatakan bahwa konsep gender adalah konstruksi
sosial, sehingga perbedaan jenis kelamin tidak perlu mengakibatkan perbedaan peran dan
perilaku gender dalam tatanan sosial. Oleh karena itu, segala jenis pekerjaan yang berbau
gender, misalnya perempuan cocok untuk melakukan pekerjaan pengasuhan, dan pria
sebagai pencari nafkah keluarga harus dihilangkan dalam kehidupan sosial. Kalau tidak,
akan sulit menghilangkan kondisi ketidaksetaraan. Kedua adalah sekelompok feminis lain
yang menganggap perbedaan jenis kelamin akan selalu berdampak terhadap konstruksi
konsep gender dalam kehidupan sosial, sehingga akan selalu ada jenis-jenis pekerjaan
berstereotip gender. Padahal seharusnya, laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan
yang sama untuk berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan serta akses yang sama dalam
sumberdaya.
Teori-teori gender/feminisme terdiri atas dua klasifikasi menurut Megawangi dalam
Mugniesyah (2007) yaitu:
1. Menurut perubahan Nature Perempuan adalah perubahan yang menuntut perubahan
nature perempuan untuk terlaksananya transformasi sosial dengan mengajak
perempuan masuk ke dunia maskulin. Dunia maskulin dapat direbut apabila para
perempuan melepaskan kualitas feminimnya dan mengadopsi kualitas maskulin.
Teori-teori yang tergolong pada kelompok perubahan nature perempuan adalah (a)
Feminisme Eksistensialisme yang bergerak pada tatanan individu dengan
mengedepankan pentingnya sosialisasi sifat dan perilaku androgini; (b) Feminisme
Liberal yang bertujuan untuk terlaksananya transformasi sosial melalui perubahan
undang-undang dan hukum agar perempuan dapat mengubah nature sehingga dapat
32
mencapai kesetaraan dengan laki-laki; (c) Feminisme Sosial/Marxis yang bertujuan
untuk mencapai masyarakat sosialis yang dilakukan mulai dari keluarga dengan
pertimbangan apabila sistem egaliter dapat tercipta dalam keluarga, maka ini akan
tercermin pula dalam kehidupan sosial keluarga; dan (d) Teologi Femins yang
merupakan pendekatan Marxis yang telah dimodifikasi dengan memasukkan agama
untuk melegitimasi pembebasan golongan tertindas.
2. Menurut Pelestarian Nature Perempuan (Cultural Feminism)
Pelestarian nature perempuan ini tetap ingin meruntuhkan sistem patriarki tetapi
bukan dengan menghilangkan nature, melainkan dengan penonjolan kekuatan
kualitas feminis. Apabila perempuan masuk ke dunia maskulin dengan cara
memperthankan kualitas feminimnya, maka dunia dapat diubah dari struktur
hirarkis (petriarkis) menjadi egaliter (matriarkis). Teori-teori yang tergolong pada
kelompok pelestarian nature perempuan adalah (a) Feminisme Radikal yang
berkembang di US pada kurun 1960an-1970an yang sangat anti keluarga dan anti
laki-laki serta anti lembaga perkawinan karena dipandang sebagai lembaga
formalisasi untuk menindas perempuan; (b) Ekofeminisme yaitu gerakan yang
ingin mengembalikan kesadaran manusia akan pentingnya dihidupkan kembali
kualitas feminis dalam masyarakat dan mempunyai manifesto yang disebut ‘A
Declaration of Interdependence” dan mengajak para perempuan untuk bangkit
melestarikan kualitas feminis agar dominasi sistem maskulin dapat diimbangi
sehingga kerusakan alam dan degradasi moral yang semakin mengkhawatirkan
dapat dikurangi.
Teknik Analisis Gender
Teknik Analisis Harvard atau Gender Framework Analysis (GFA), suatu analisis
yang digunakan untuk melihat pembagian kerja gender (division of labour), peran dalam
pengambilan keputusan, tingkat kontrol, akses dan manfaat dari sumberdaya. Tujuan dari
analisis Harvard adalah mengetahui alokasi sumberdaya ekonomis terhadap laki-laki dan
perempuan, membantu perencana proyek untuk lebih efisien dan meningkatkan
produktivitas secara keseluruhan. Alat ini bertujuan untuk menolong para perencana
program mendisain program atau proyek lebih efisien dan meningkatkan produktivitas
secara keseluruhan yaitu dengan melakukan pemetaan peran dan sumber-sumber daya
yang dimiliki perempuan dan laki-laki dalam komunitas dan dengan memberikan perhatian
khusus pada perbedaan utamanya masing-masing. Kerangka Analisis Harvard memakai
matriks utuk pengumpulan data pada level mikro (level komunitas dan rumah tangga)
seperti:
1. Profil akses dan kontrol: sumberdaya dan keuntungan
Mengidentifikasikan dan menyusun daftar sumberdaya yang digunakan untuk
melakukan pekerjaan yang diidentifikasi dalam Profil Kegiatan. Profil ini memperlihatkan
siapa yang memiliki akses kepada sumberdaya dan kontrol atas penggunaannya.
Keuntungan yang diwujudkan dari produksi rumah tangga (dan komunitas) serta
penggunaan sumberdaya juga diidentifikasi dan disusun daftarnya. Kolom-kolom
menunjukkan apakah perempuan dan laki-laki mempunyai akses atau tidak kepada
sumberdaya dan kontrol atas penggunaannya. Orang yang mengontrol sumberdaya adalah
orang yang pada akhirnya dapat membuat keputusan mengenai penggunaan sumberdaya
tersebut: bagaimana sumberdaya itu akan digunakan, apakah sumberdaya itu dapat dijual
dan lain-lain.
33
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi
Memetakan faktor-faktor yang mempengaruhi pembedaan gender yang
diidentifikasi dalam kedua profil di atas tadi. Mengidentifikasi pengaruh yang lampau dan
sekarang dapat menyajikan suatu indikasi perubahan dan kecenderungan bagi masa depan.
Faktor-faktor ini juga dapat dipertimbangkan bagi kesempatan dan keterbatasan yang
mereka hadapi sekarang untuk meningkatkan keterlibatan perempuan dalam proyek dan
program pembangunan.. Faktor yang membentuk relasi gender, serta memberikan
kesempatan dan pembatasan yang berbeda kepada laki-laki dan perempuan, adalah luas
dan saling berkaitan serta mencakup faktor-faktor
Karakteristik Rumah Tangga Nelayan
Masyarakat nelayan merupakan golongan masyarakat yang paling miskin adalah
suatu ironi bagi sebuah Negara Maritim seperti Indonesia. Masyarakat yang tinggal di
daerah pemukiman nelayan merupakan cerminan daerah pinggiran yang letaknya jauh dari
pusat kota. Nelayan seringkali didefinisikan sebagai orang yang melakukan kegiatan
penangkapan ikan di laut dan menggantungkan hidupnya pada alam. Karena
menggantungkan hidupnya pada hasil laut, nelayan selalu diidentikkan dengan kondisi
pendapatan yang rendah dan rentan akan kemiskinan. Ketika perikanan sudah mengalami
berbagai perkembangan, pelaku-pelaku dalam penangkapan ikan semakin beragam
statusnya. Nelayan pemilik atau juragan adalah orang yang memiliki sarana penangkapan,
seperti kapal/perahu, jaring, dan alat tangkap lainnya (Satria Arif 2002). Menurut Ditjen
Perikanan dalam Satria Arif (2002) mendefinisikan nelayan sebagai orang yang secara
aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman
air. Adapun orang yang hanya melakukan pekerjaan seperti membuat jaring atau
mengangkut alat-alat perlengkapan ke dalam perahu/kapal tidak dikategorikan sebagai
nelayan. Berbagai pihak mengasosiasikan nelayan dengan kemiskinan atau marginalitas.
Keluarga nelayan pada umumnya lebih miskin daripada keluarga petani atau pengrajin
(Mubyarto, Soetrisna, dan Dove dalam Kinseng Rilus 2011).
Ditjen Perikanan dalam Satria Arif (2002) mengklasifikasikan nelayan berdasarkan
waktu yang digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan/pemeliharaan,
yaitu:
1. Nelayan/petani ikan penuh adalah orang yang seluruh waktu kerjanya digunakan
untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan/pemeliharaan ikan/binatang air
lainnya/tanaman air.
2. Nelayan/petani ikan sambilan utama adalah orang yang sebagian besar waktu
kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan/pemeliharaan
ikan/binatang air lainnya/tanaman air. Disamping melakukan pekerjaan
penangkapan/pemeliharaan, nelayan kategori ini memiliki pekerjaan lain.
Nelayan/petani ikan sambilan tambahan adalah orang yang sebagian kecil waktu kerjanya
digunakan untuk melakukan pekerjaan penangkapan ikan/pemeliharaan ikan/binatang air
lainnya/tanaman air.
34
Analisis Hasil Studi
Berdasarkan sejumlah konsep dan teori yang telah dikumpulkan pada bab ringkasan
pustaka terkait Rumahtangga Nelayan, Gender, dan Kemiskinan. Berikut merupakan
deskripsi analisis dari bab ringkasan.
Penelitian Peranan Gender Dalam Rumahtangga Perikanan Di Desa Tanjung
Pasir, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten. Skripsi ini menggunakan teknik pengambilan
sampel gugus sederhana (cluster sampling) untuk memperoleh responden dan jumlah
responden disesuaikan dengan kondisi tempat penelitian dengan mayoritas responden
bermatapencaharian sebagai nelayan. Aspek yang diidentifikasi dalam analisis gender
adalah pembagian peran laki-laki dan perempuan atau keduanya dalam rumahtangga,
berdasarkan masing-masing bidang (produktif, reproduktif, dan sosial kemasyarakatan)
dan jenis usaha penangkapan (nelayan, pengolah hasil perikanan, dan pembudidaya ikan).
Seharusnya penulis mengemukakan teori atau pendapat siapa yang diiacu dalam
menganalisis pembagian peran yang terjadi di dalam rumahtangga nelayan. Metode
pengumpulan data berupa wawancara mendalam kepada responden dengan menggunakan
kuisioner dan observasi langsung yang dilakukan untuk mendapatkan data primer yang
diperoleh dari subjek peneliti: responden dan informan. Selain itu penulis juga melakukan
kajian literature dan sekunder, khususnya berupa data monografi desa dan dokumendokumen yang relevan dengan judul penelitian.
Penelitian Strategi Penguatan Perempuan Dalam Pembangunan Perekonomian
Subsektor Perikanan Aceh (Studi Kasus Agroindustri Perikanan Di Desa Meunasah
Keudee Kecamatan Masjid Raya Kabupaten Aceh Besar). Dalam penelitian ini,
peneliti hanya melihat program-program bantuan dari pemerintah dan melihat akses
perempuan dalam memanfaatkan bantuan NGO ke sektor produktif sehingga jumlah
ampaknya meningkat tajam, bahkan ada peningkatan yang mencapai 100 persen. Hal ini
terjadi karena banyaknya bantuan dari NGO (Seperti UNDP, PMI Canada, Care, JRS,
UNICEF, AMCROSS, FAO, BRR dan lainnya) untuk penguatan ekonomi perempuan.
Peningkatan akses perempuan terhadap sumberdaya ekonomi memiliki konsekuensi berupa
pergeseran pekerjaan rumahtangga antara suami dan istri, begitu juga dalam akses
sumberdaya ekonomi. Penelitian ini menunjukkan adanya relasi gender dalam
rumahtangga nelayan, dimana seorang istri ikut mencari tambahan penghasilan lain untuk
memenuhi kebutuhan rumahtangga
Tesis Analisis Peran Gender Dalam Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan Laut
(Studi Kasus Di Kecamatan Panai Hilir Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera
Utara). Penelitian ini menggunakan konsep gender dengan merujuk beberapa ahli yakni
Handayani dan Sugiarti (2001) gender adalah sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan
perempuan yang dibentuk oleh faktor-faktor sosial maupun budaya, sehingga lahir
beberapa anggapan tentang peran sosial dan budaya laki-laki dan perempuan. Demikian
pula Prijono dan Pranarka (1996) menyatakan konsep gender merupakan konsep sosialbudaya yang digunakan untuk menggambarkan peran, fungsi, dan perilaku laki-laki dan
perempuan dalam suatu masyarakat yang merujuk pada pemahaman bahwa identitas,
peran, fungsi, pola prilaku, kegiatan dan persepsi baik tentang perempuan maupun laki-laki
ditentukan oleh masyarakat dan kebudayaan di mana mereka dilahirkan dan dibesarkan.
Amal (2002) gender bukan sinonim dari kata perempuan. Gender adalah tentang apa
artinya menjadi perempuan dan menjadi laki-laki bukan perbedaan biologis antara
35
perempuan dan laki-laki. Fokus penelitian ini pada keterlibatan perempuan pada kerja
produktif maupun kerja reproduktif. Peran gender yang dimaksud penulis adalah
pembagian peran antara laki-laki dan perempuan dalam kegiatan produktif dan reproduktif.
Penelitian mengenai Peranan Wanita Nelayan (Istri Nelayan) Jaring Insang
dalam Meningkatkan Pendapatan Keluarga Di Desa Bejalen, Perairan Rawa Pening,
Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang. Penelitian ini membahas mengenai peran
wanita nelayan dalam meningkatkan pendapatan keluarga di Desa Bejalen yaitu dengan bekerja
diberbagai sektor usaha. Wanita nelayan bekerja karena penghasilan dari suami mereka
sebagai nelayan jaring insang yang sangatlah tidak menentu karena hasil yang didapat
sesuai dengan banyaknya hasil tangkapan yang mereka daratkan, apabila musim ikan
sedang bagus otomatis penghasilan mereka tinggi, bila musim ikan sedang tidak baik maka
penghasilan yang mereka dapatkan rendah atau menurun, dan bila angin kencang banyak
nelayan yang tidak melakukan operasi penangkapan ikan, mereka lebih memilih untuk
berada di rumah, membersihkan atau memperbaiki jaring yang rusak di rumah. Hal itu
membuat para istri harus bersiap-siap menyiapkan uang simpanan untuk berjaga-jaga
apabila ada pengeluaran mendadak, para suami belum memberi uang untuk keperluan
sehari-hari sehingga jalan keluar dari hal ini para istri dituntut untuk bekerja agar
mempunyai uang simpanan dirumah. Penulis belum menggunakan teori berdasarkan para
ahli yang berhubungan dengan judul penelitian. Judul penelitian ini adalah Peranan Wanita
Nelayan, tetapi penulis tidak menggunakan teori-teori yang berhubungan dengan gender
atau mengenai studi-studi perempuan.
Penelitian Peranan Wanita dalam Perekonomian Rumahtangga Nelayan Di
Pantai Depok Parangtritis Bantul merupakan penelitian yang membahas kondisi
ekonomi wanita yang mengharuskan wanita untuk mencari nafkah untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Adapun yang menjadi subyek penelitian adalah keluarga nelayan.
Dalam penelitlan ini fokusnya adalah mengungkap peranan wanita (isteri) nelayan dalam
ekonomi rumahtangganya. Pandekatan penelitian yang dipergunakan untuk menganalisis
data adalah deskriptif kualitatif. Pengambilan sampel dilakukan dengan purposive
sampling, kriteria sampel yang diambil adalah keluarga nelayan yang lengkap, yaitu
keluarga yang beranggotakan suami, isteri dan anak, selain itu juga para nelayan pemilik
perahu, buruh nelayan dan pengepul ikan yang berjumlah 18 orang, teknik pengumpulan
data menggunakan teknik observasi dan wawancara secara mendalam. Penulis
menggunakan teori dari beberapa ahli dalam menganalisis masyarakat nelayan seperti
Acheson (2001), dalam kajiannya tentang hasii-hasil penelitian ahli antropologi mengenai
masyarakat nelayan, menemukan bahwa kendala yang dihadapi nelayan tidak hanya
menyangkut lingkungan alam saja, tetapi juga menyangkut lingkungan sosial. Studi Sarno
(2000) di Wantai Samas Bantul, menunjukkan isteri nelayan melakukan segala pekerjaan
darat, yaitu mengolah dan menjual ikan perolehan suami. Hasil penelitian penulis
menunjukkan bahwa ternyata, peranan wanita/isteri dalam perekonomian rumahtangga
nelayan pantai terbukti relatif besar, berdasar jenis kegiatan yang dilakukan dan dominasi
dalam memegang dan mengatur keuangan rumahtangga serta bertanggung jawab dalam
memenuhi kebutuhan ekonomi rumahtangganya. Isteri nelayan lebih banyak melakukan
kegiatan, yaitu mereka mengolah ikan, mulai menimbang, mencuci, memotong, menusuk
potongan ikan dengan tusuk sate, memanggang, menata ikan panggangan sampai
menjualnya.
36
Skripsi mengenai Relasi Gender Dalam Pengolahan Hasil Perikanan Tangkap
Di Pesisir Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa
Barat membahas mengenai ketimpangan gender yang terjadi di masyarakat pesisir.
Kerangka pemikiran hipotesis yang diajukan penulis adalah diduga terdapat hubungan
yang nyata antara persepsi adanya manifestasi ketidakadilan gender, faktor individu, dan
lembaga pendukung usaha dengan relasi gender dalam pengolahan hasil perikanan
tangkap. Lokasi penelitian berada di Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten
Sorong, Provinsi Jawa Barat dan dilaksanakan pada bulan Desember 2010 dan Januari
2011. Responden dalam penelitian ini merupakan buruh yang terdapat dalam usaha
pengolahan perikanan berjumlah 59 orang, terdiri atas 43 responden perempuan dan 16
responden laki-laki. Reponden dalam penelitian ini tergolong pada usia produktif, antara
15-64 tahun dan telah menikah. Subyek penelitian ini adalah pekerja laki-laki dan
perempuan pengolah hasil perikanan tangkap di Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan,
Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Untuk memperoleh gambaran rinci dari relasi
gender tersebut, maka survei juga dilakukan terhadap rumahtangga responden. Jenis data
yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan sekunder. Teori gender yang
digunakan penulis dalam penelitian antara lain pendekatan Gender and Development
(GAD) yang menempatkan perempuan sebagai ‘’agent of change’’ atau sebagai agen
perubahan. Hasil penelitian yang diperoleh penulis melaporkan bahwa terdapat pembagian
peran antara pengolah laki-laki dan perempuan. Jika diperhatikan, laki-laki lebih banyak
melakukan kegiatan dibandingkan perempuan. Kenyataan ini justru tidak sejalan dengan
kajian-kajian sebelumnya yang menyebutkan bahwa pengolahan perikanan tangkap
merupakan kegiatan yang dilakukan oleh perempuan nelayan (Safitri dan Ratna, 2003).
Penelitian Kehidupan Sosial Ekonomi Perempuan Dalam Masyarakat Nelayan
Di Desa Panjang Baru Kecamatan Pekalongan Utara. Tujuan penelitian ini adalah
mengetahui kehidupan sosial ekonomi perempuan dalam masyarakat nelayan di Desa
Panjang Baru Kecamatan Pekalongan Utara dan untuk mengetahui kualitas hidup
perempuan dalam masyarakat nelayan di Desa Panjang Baru Kecamatan Pekalongan Utara.
Penulis melakukan penelitian di Desa Panjang Baru Kecamatan Pekalongan Utara.Metode
penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif untuk memaparkan kondisi nyata
berkaitan dengan penelitian mengenai kehidupan sosial ekonomi perempuan dalam
masyarakat nelayan. Mengacu pada Kusnadi (2012:103), penulis melaporkan peran yang
dilakukan oleh perempuan nelayan meliputi 1) peran domestik peranan ini dilaksanakan
perempuan nelayan dalam kedudukannnya sebagai istri dari suami dan ibu dari anakanaknya. Pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya adalah pekerjaan-pekerjaan seputar
rumah tangga, seperti menagani pekerjaan dapur, membersihkan rumah, mengasuh dan
mendidik anak, menyediakan kebutuhan sekolah anak-anak, dan menyiapkan bekal suami
melaut. 2) Peran produktif, adalah peran perempuan nelayan untuk memperoleh
penghasilan ekonomi dalam upaya memenuhi kebutuhan rumahtangga sehari-hari. Usaha
yang dilakukan perempuan nelayan untuk mendapatkan pendapatan ekonomi ini adalah
dengan jalan menjual hasil tangkapan (ikan) suami, bekerja pada orang lain, seperti
menjadi buruh pada usaha pemindangan ikan; dan atau memiliki unit usaha sendiri, seperti
membuka toko/warung, pedagang perantara, dan memiliki usaha pengolahan hasil
perikanan, dan 3) Peran ketiga adalah ikut mengelola potensi komunitas, yang hasil
akhirnya juga untuk kepentingan ekonomi dan investasi sosial rumahtangga masyarakat
nelayan. Peranan ini diwujudkan dalam bentuk keterlibatan kaum perempuan dalam
mengikuti arisan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perbedaan kehidupan sosial
37
ekonomi perempuan nelayan ibu rumahtangga dengan perempuan nelayan yang bekerja
dapat dilihat dari peran ganda yang dimiliki. Peran ganda yang dimaksud adalah
bertanggung jawab terhadap ranah publik.
Penelitian Relasi Kekuasaan Suami dan Isteri Pada Masyarakat Nelayan
bertujuan untuk memahami dan menjawab permasalahan penelitian tentang bagaimana
konstruksi jender, yang berkembang dalam rumahtangga, baik oleh suami maupun isteri
nelayan, dan bagaimana implikasi konstruksi sosial ini terhadap relasi kekuasaan antara
suami dan isteri pada masyarakat nelayan. Penulis menunjukkan hasil penelitian relasi
kekuasaan suami-isteri nelayan berdasar pada perbedaan musim dan pemenuhan
kebutuhan hidup sehari-hari. Jika musim angin timur sebelumnya hasilnya memadai, maka
isteri, khususnya isteri nelayan yang memiliki perahu tidak perlu bekerja keras, hanya
mengurus tugas domestik saja. Namun, jika musim angin barat, isteri nelayan dan isteri
buruh nelayan harus bekerja. Hal ini berbeda sesudah krisis, isteri lebih berkuasa dan
dominan sepanjang musim, karena mereka harus bekerja keras, sementara suami mereka
relatif tidak berpenghasilan. Latar belakang pendidikan isteri nelayan dan buruh nelayan
yang rendah ini tidak berperan dalam proses pengambilan keputusan untuk melaksanakan
kekuasaannya. Ada ketimpangan relasi kekuasaan suami-isteri nelayan secara etic, isteri
lebih berkuasa dalam rumahtangga. Penulis mengutip erspektif Foucault tentang kekuasaan
terbukti, bahwa penguasaan pengetahuan yang lebih baik akan memberikan kekuasaan
lebih dalam relasi jender suami-isteri pada masyarakat nelayan. Peran istri nelayan sangat
terlihat pada musim angin barat dalam mengambil keputusan.
Penelitian Pola Kemiskinan Di Pemukiman Nelayan Kelurahan Dompak Kota
TanjungPinang bertujuan untuk mengkaji pola kemiskinan dan faktor-faktor yang
mempengaruhi timbulnya kemiskinan di permukiman nelayan Kelurahan Dompak Kota
Tanjungpinang. Oleh karena itu, penelitian ini akan mengkaji pola kemiskinan dan faktorfaktor yang mempengaruhi timbulnya kemiskinan di pemukiman nelayan Kelurahan
Dompak Kota Tanjungpinang. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif
kualitatif, untuk menggambarkan pola kemiskinan suatu variabel, mengetahui keterkaitan
antar berbagai variabel. Populasi sampel yang akan diteliti adalah masyarakat yang tinggal
di daerah permukiman miskin nelayan di Kelurahan Dompak. Menurut data yang diperoleh
dari Kantor Kelurahan Dompak, jumlah penduduk miskin yang tinggal di lingkungan
permukiman nelayan adalah 147 kepala keluarga.
Konsep kemiskinan yang digunakan penulis mengacu kepada beberapa ahli seperti
Pengertian kemiskinan menurut Gunawan Sumodiningrat dkk (1999: 1) adalah sebuah
konsep ilmiah yang lahir sebagai dampak ikutan dari pembangunan dalam kehidupan.
Kemiskinan dipandang sebagai bagian dari masalah dalam pembangunan, yang
keberadaannya ditandai dengan adanya pengangguran, keterbelakangan, yang kemudian
meningkat menjadi ketimpangan. Sar A Levitan mendefinisikan bahwa kemiskinan adalah
kekurangan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai
suatu standard hidup yang layak. Hasil penelitian penulis menunjukkan bahwa masyarakat
yang tinggal di permukiman nelayan Kelurahan Dompak Kota Tanjungpinang merupakan
salah satu cerminan kondisi daerah pinggiran (hinterland) yang terletak jauh dari pusat
kota. Adapun temuan-temuan studi yang di dapat dari penelitian tentang pola kemiskinan
di permukiman nelayan Kelurahan Dompak Kota Tanjungpinang berdasarkan hasil
observasi dan analisis Adalah sebagian permukiman masyarakat setempat berada dalam
kondisi kumuh, Sarana-prasarana yang ada pada permukiman tersebut cukup minim, tidak
38
ada saluran drainase, tidak ada saluran pembuangan air kotor serta sedikitnya jumlah
masyarakat setempat yang memiliki tempat pembuangan sampah pribadi.
Penelitian Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan Di Desa Lopana
Kecamatan Amurang Timur Provinsi Sulawesi Utara bertujuan untuk mengetahui
keadaan umum desa Lopana dan mempelajari aspek sosial dan aspek ekonomi dalam
kehidupan masyarakat nelayan yang ada, seperti pendidikan, ukuran keluarga, perumahan,
modal usaha, sistem bagi hasil dan pendapatan. Penelitian ini menggunakan metode
penelitian yang bersifat deskriptif dengan dasar studi kasus. Pengumpulan data dalam
penelitian ini menggunakan metode observasi langsung. Ukuran keluarga merupakan salah
satu faktor yang penting untuk melihat karakteristik sosial nelayan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa karakteristik nelayan yang ada di Desa Lopana cukup berbeda dengan
nelayan yang hidup di pesisir perkotaan. Hal ini terlihat dari tingkat kesadaran para
nelayan dalam melestarikan sumberdaya alam yang ada seperti pantai dan lingkungan
pesisir di Desa Lopana. Nelayan di Desa Lopana sudah banyak tidak mengkonsumsi
alcohol saat beroperasi menangkap ikan, hal ini dikarenakan kesadaran para nelayan akan
keamanan mereka saat berada di laut. Nelayan di Desa Lopana masih menggunakan alat
tangkap tangkap tradisional dalam menangkap ikan, padahal dengan menggunakan alat
tangkap tradisional para nelayan harus menguras tenaga dan mengkondisikan tubuh fisik
mereka agar dapat terus bekerja. Penelitian ini tidak mencantumkan rumusan masalah
secara tersurat. Penelitian ini hanya memaparkan tujuan dari penelitian tanpa adanya
rumusan masalah.
Penelitian Faktor Dominan Penyebab Kemiskinan Rumahtangga Nelayan
Motor Tempel Di Wilayah Tangkap Lebih Jawa Timur bertujuan untuk mengetahui
faktor-faktor yang menjadi penyebab dominan kemiskinan yang terjadi pada rumah tangga
nelayan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemiskinan pada rumahtangga nelayan
setidaknya dapat dikelompokkan menjadi tiga bentuk kemiskinan berdasarkan faktor
pembentuknya. Pertama, kemiskinan structural yang menjadikan mereka tidak dapat ikut
menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia, juga akibat tatanan
kebijakan yang lebih menguntungkan golongan pemilik modal (nelayan besar). Kedua,
kemiskinan kultural yang melihat kemiskinan terjadi karena faktor budaya seperti
kemalasan yang bersumber pada nilai-nilai lokal yang memang tidak kondusif bagi suatu
kemajuan. Ketiga, kemiskinan alamiah yang terjadi dimana kondisi alam yang tidak
mendukung mereka melakukan kegiatan ekonomi produktif ataupun perilaku produksi
yang tidak produktif akibat sifat sumberdaya yang bersangkutan. Nelayan dan kemiskinan
adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Bukan hal yang tabu lagi apabila
membicarakan mengenai kemiskinan pada rumahtangga nelayan. Tingkat pendidikan yang
rendah menjadi latarbelakang terbatasnya akses nelayan.
Penelitian Peran Gender dalam Pengambilan Keputusan Rumahtangga Nelayan
di Kota Semarang Utara, Provinsi Jawa Tengah bertujuan untuk memberikan gambaran
tentang profil rumahtangga nelayan, peran gender dalam pengambilan keputusan dan
upaya peningkatan pendapatan rumahtangga sehingga dapat dijadikan langkah awal untuk
melakukan strategi kebijakan yang mengarah kepada kebijakan pengembangan dan
pemberdayaan perempuan. Metode yang digunakan penulis berupa metode kuantitatif dan
metode bersifat kualitatif dengan mengambil studi kasus dan membatasi pada rumahtangga
nelayan di Kota Semarang Utara sebagai sasaran studi. Batasan unit analisis yang
39
dilakukan penulis adalah rumahtangga nelayan yang meliputi sejumlah orang atau kasus
(peristiwa lokal), sehingga membatasi peluang untuk generalisasi, namun memungkinkan
pemahaman mendalam mengenai suatu peristiwa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebanyak 60 persen atau 18 orang suami berstatus nelayan pemilik kapal dan 40 persen
atau 12 orang bukan pemilik kapal. Responden istri yang bekerja di sektor perikanan hanya
sebesar 3,33 persen atau 1 orang dan sebagai pengolah ikan sebesar 30 persen atau 9 orang.
Penulis tidak menemukan istri yang berprofesi sebagai nelayan, kebanyakan istri tidak
bekerja dan hanya melakukan pekerjaan rumah saja. Disisi lain, masih adanya sebagian
orang tua yang memiliki persepsi bahwa anak perempuan tidak perlu berpendidikan tinggi
dengan alasan wanita lebih penting mengerjakan kegiatan domestik seperti mengurus anak,
mengurus rumahtangga, dan suami. Kegiatan produktif masih didominasi oleh suami 9,42
jam/hari dan kegiatan reproduktif didominasi oleh istri 2,60 jam/hari. Pengambilan
keputusan pada kegiatan produktif pada umumnya dilakukan secara bersama-sama antara
suami dan istri. Pada kegiatan domestik peranan istri lebih besar dibandingkan suami.
Penelitian Analisis Gender dalam Kehidupan Keluarga Nelayan di
Kecamatan Pangandaran Kabupaten Ciamis bertujuan untuk mengkaji karakteristik
sosial ekonomi keluarga serta menganalisis pengambilan keputusan dan pembagian kerja
antara suami dan istri pada keluarga nelayan. Metode pengumpulan data yang dilakukan
penulis menggunakan metode survey dengan populasi sebanyak 104 keluarga nelayan yang
terdiri dari pasangan suami istri yang memiliki minimal satu orang anak. Jenis data yang
dikumpulkan adalah data primer dan sekunder yang diperoleh dengan cara pengamatan,
wawancara dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif untuk
menggambarkan persepsi tentang gender, pola pengambilan keputusan dan pembagian
kerja berdasarkan gender yang dilakukan oleh keluarga nelayan. Analisis perspektif gender
menggunakan teknik analisis Harvard dan Mosher dilakukan dengan pemberian re-skoring
terhadap jawaban responden. Penulis menyimpulkan bahwa karakteristik keluarga
menunjukkan tingkat pendidikan sebagian besar keluarga nelayan yang masih tergolong
rendah sehingga membuat keluarga nelayan sulit untuk mengembangkan dirinya, persepsi
tentang gender yang menggambarkan tugas utama seorang istri adalah mengurus
rumahtangga dan tanggung jawab mencari nafkah utama tetap merupakan tugas suami,
pengambilan keputusan aktivitas domestik dan publik tidak terpusat pada suami tetapi
dilakukan secara bersama-sama antara suami dan istri. Analisis gender yang dilakukan oleh
penulis adalah analisis pembagian kerja antara suami dan istri dalam rumahtangga nelayan.
Penulis melaporkan secara rinci mengenai pengambilan keputusan dan pembagian kerja
didalam rumahtangga nelayan yakni aktivitas domestik dan publik.
Penelitian Produktivitas Istri dalam Penguatan Ekonomi Rumah Tangga
Nelayan bertujuan untuk untuk mengidentifikasi seberapa besar produktivitas wanita
dalam berkontribusi terhadap ekonomi rumah tangga, ekonomi, dan curahan waktu dalam
kehidupan rumah tangga. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa riset gender
pada tahun 2007. Jenis data yang digunakan data primer meliputi identitas responder, data
pendapatan, curahan waktu dan produktivitas. Data sekunder meliputi literatur-literatur.
Analisis data menggunakan metode deskriptif, penulis mengacu kepada Singarimbun dan
Effendi (1989) mengenai metode deskriptif yaitu melalui penafsiran data ada dengan
tujuan mendeskripsikan secara rinci suatu fenomena sosial disertai interpretasi rasional
terhadap kondisi yang ada dilapangan. Sumbangan pendapatan ibu rumah tangga terhadap
pendapatan rumah tangga dianalisis secara tabulasi tanpa uji statistik, diperoleh dari suatu
40
kegiatan ekonomi dan pendapatan total rumah tangga. Berdasarkan hasil penelitian,
kontribusi produktivitas wanita yang bekerja secara mandiri dapat mampu meningkatkan
daya tahan ekonomi rumah tangga yang tergambar dari meningkatnya rata-rata pendapatan
rumah tangga. Perbandingan untuk curahan waktu istri nelayan untuk kegiatan produktif
adalah 4,97 jam per hari, suami untuk kegiatan produktif adalah 9,6 jam per hari. Apabila
dihitung rata-rata jam kerja per minggu untuk kegiatan produktif adalah 34,79 jam, maka
responden istri nelayan tergolong ke dalam jam kerja setengah menganggur karena kurang
dari 35 jam per minggu (BPS, 2007 dalam Handayani dan Artini, 2009). Selanjutnya,
Djajadiningrat (1987) dalam Ihromi (1995) mengatakan bahwa kaum perempuan termasuk
ke dalam ruang lingkup domestik sebagai perpanjangan peranan reproduktif mereka.
Pekerjaan rumah tangga yang dilakukan oleh perempuan yaitu sebelum dan sesudah
mencari nafkah. Sajogyo (1987) peran ganda inilah yang menyebabkan mobilitas tenaga
kerja perempuan terbatas.
Penelitian mengenai Evaluasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
Pesisir bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan Pogram Pemberdayaan
Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) pada lebaga keuangan mikro di Kota Dumai. Jenis
penelitian ini adalah adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Informan
dalam penelitian ini adalah aktor-aktor yang berperan dalam program PEMP, sesuai
dengan organisasi pengelola program PEMP di kota dumai. Hasil penelitian
menyimpulkan bahwa pelaksanaan pengelolaan DEP oleh USP di koperasi kerapu yang
dlihat dari indikator efektifitas, efisiensi, kecukupan, pemerataan, responsivitas dan
ketepatan, masih banyak terdapat kekurangan. Pedoman Umum PEMP 2006 merupakan
penjabaran dari Pasal 60 (1a) dan 62 Undang- undang No 31 Tahun 2004 tentang
Perikanan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan harus bersifat lebih operasional.
Pelaksanaan Pedoman Umum PEMP 2006 yang ditetapkan melalui surat keputusan
Menteri No.Kep.18/Men/2004 dan selanjutnya dengan Keputusan Dirjen KP3K
No.SK/07/KP3K/1/2006 tgl 26 Januari 2006 tentang Pedoman Umum Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir Tahun Anggaran 2006 disebut juga sebagai kebijakan PEMP.
Program PEMP secara umum bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
pesisir melalui pengembangan kultur kewira- usahaan, penguatan Lembaga Keuangan
Mikro (LKM)/Usaha Simpan Pinjam (USP), penggalangan partisipasi masyarakat dan
kegiatan usaha ekonomi produktif lainnya yang berbasis sumberdaya lokal dan
berkelanjutan.
Hasil penelitian ini menunjukkan efisiensi tidak terpenuhi dikarenakan pengelolaan
DEP belum tepat jumlah dan tepat tenaga. Masih banyaknya DEP yang tersisa tidak
tersalurkan menunjukkan kurang maksimalnya pengelolaan DEP untuk disalurkan kepada
masyarakat pesisir. Kurangnya tenaga/SDM yang mengelola DEP, sehingga menyebabkan
banyaknya tungakan pinjaman karena tidak adanya pem- binaan terhadap masyarakat.
Kecukupan tidak terpenuhi karena tidak berjalannya pembinaan dalam pengelolaan DEP.
Tidak adanya pem- binaan menyebabkan banyak masyarakat yang menggunakan bantuan
modal melalui pinjaman tunai DEP untuk keperluan lain dan juga tidak adanya pembinaan
terhadap pengembangan usaha bagi masyarakat yang mendapatkan bantuan ini.
41
Sintesis Hasil Studi
Kemiskinan
Definisi Kemiskinan
Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan di mana seseorang tidak sanggup
memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu
memanfaatkan tenaga mental, maupun fisiknya dalam kelompok tersebut (Soekanto
Soerjono 2012). BPS mendefinisikan kemiskinan dengan dua cara yaitu ukuran pendapatan
dan ukuran non pendapatan (Badan Pusat Statistik 2013). Menurut Badan Pusat Statistik
untuk mengukur kemiskinan, digunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar
(basic needs approach). Kemiskinan tidak lagi dianggap sebagai dimensi ekonomi, telah
meluas hingga dimensi sosial, pendidikan, kesehatan, dan politik. Kemiskinan dikaitkan
dengan kemampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan dasar atau kebutuhan pokok
yang memungkinkan seseorang untuk hidup layak, serta memperoleh jaminan kesehatan.
Kemiskinan diklasifikasikan sebagai kemiskinan relatif dan kemiskinan absolut.
Kemiskinan relatif merupakan kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan
yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan
ketimpangan pendapatan, sedangkan kemiskinan absolut adalah situasi rumahtangga yang
tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar dalam mempertahankan kelangsungan hidup.
Rumah tangga yang mengalami kemiskinan absolut berada dalam situasi kelaparan kronis,
tidak mampu mengakses sarana kesehatan, tidak memiliki sumber air bersih dan sanitasi
yang baik, tidak mampu menyekolahkan sebagian atau semua anak dalam rumahtangga,
dan mungkin tidak memiliki tempat perlindungan dasar. (BPS 2013).
Dewasa ini untuk patokan internasional, Bank Dunia menggunakan kriteria
pendapatan kurang dari US$ 2 per kapita per hari untuk digolongkan sebagai penduduk
miskin dan pendapatan kurang dari US$ 1 per kapita per hari sebagai penduduk sangat
miskin. Sajoygo dalam Rusli Said (2012) dalam mengukur kemiskinan menggunakan
tingkat pendapatan per kapita per tahun setara dengan 240 kg beras bagi penduduk
pedesaan dan 360 kg beras bagi penduduk perkotaan tergolong miskin sekali, dan
pengeluaran setara kurang dari 180 kg beras bagi penduduk pedesaan dan 270 kg beras
bagi penduduk perkotaan sebagai tergolong paling miskin. Tergolong miskin adalah
mereka yang mempunyai tingkat pengeluaran setara kurang dari 320 kg beras untuk
pedesaan dan 480 kg beras untuk penduduk perkotaan.
Nelayan dan Kemiskinan
Secara umum, kemiskinan yang dialami oleh masyarakat pesisir disebabkan oleh
tidak terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat, yaitu pangan, kesehatan, pendidikan,
infrastruktur dan pekerjaan. Tidak terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat disertai dengan
kurangnya kesempatan berusaha, kurangnya akses terhadap informasi, teknologi dan
permodalan, budaya dan gaya hidup yang cenderung boros. Disamping itu, pemerintah
selama ini kurang berpihak pada masyarakat pesisir sebagai salah satu pemangku
kepentingan di wilayah pesisir. Menurut Soekanto Soerjono (2012), pada masyarakat
modern yang rumit, kemiskinan menjadi suatu masalah sosial karena sikap yang membenci
kemiskinan.
Kemiskinan pada rumahtangga nelayan dapat dikelompokkan menjadi tiga bentuk
kemiskinan berdasarkan faktor pembentuknya. Pertama, kemiskinan struktural.
Kemiskinan ini diderita oleh segolongan nelayan karena kondisi struktur sosial yang ada
menjadikan mereka tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang
42
sebenarnya tersedia, dan menguntungkan si pemilik modal (nelayan besar). Kedua,
kemiskinan kultural yang melihat kemiskinan terjadi karena faktor budaya seperti
kemalasan. Ketiga, kemiskinan alamiah terjadi di mana kondisi alam yang tidak
mendukung mereka melakukan kegiatan ekonomi produktif ataupun perilaku produksi
yang tidak produktif akibat sifat sumberdaya yang bersangkutan. Akhirnya terjadi sifat
saling mendahului dan berupaya untuk mendapatkan tangkapan sebanyak-banyaknya
dibandingkan dengan nelayan lain. Pada musim paceklik yang datang setiap tahunnya,
nelayan akan melakukan berbagai strategi adaptasi untuk bertahan hidup. Strategi adaptasi
yang biasanya dilakukan adalah mobilisasi peran perempuan (istri) dan anak-anaknya
untuk mencari nafkah. Keterlibatan perempuan dalam mencari nafkah untuk keluarga di
wilayah pesisir atau desa-desa nelayan tidak terlepas dari sistem pembagian kerja secara
seksual (the division of labour by sex) yang dilakukan dalam keluarga. Kaum perempuan
biasanya terlibat penuh dalam ranah publik untuk menambah penghasilan keluarga dalam
konteks sosial, politik dan ekonomi. suami akan melakukan diversifikasi pekerjaan untuk
memperoleh penghasilan baru, seperti menjadi buruh di pasar, bertukang dan bertani
43
SIMPULAN
Kemiskinan merupakan suatu masalah yang sampai saat ini masih diperbincangkan
dan dicari tahu bagaimana cara mengatasinya. Fenomena kemiskinan di Indonesia telah
mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Perhatian tersebut tertuang dalam berbagai
kebijakan pemerintah melalui program-program pengentasan kemiskinan dan kebijakan
strategis gender melalui PUG. Kemiskinan yang seringkali menjadi perhatian pemerintah
adalah di daerah pedesaan sehingga menuntut anggota rumahtangga untuk pandai dalam
mengatur pengeluaran dan pendapatan keluarga. Daerah pesisir sering diidentikkan dengan
daerah terpinggirkan dan kemiskinan karena jauh dari pusat kota. Rumah tangga nelayan
yang tinggal di daerah pesisir memang hidup dalam kemiskinan. Indonesia merupakan
Negara kepulauan yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang berlimpah, akan tetapi
faktanya nelayan yang tinggal didekat sektor perikanan yang berlimpah tetap hidup
didalam kemiskinan. Salah satu program pengentasan kemiskinan yang dibentuk oleh
pemerintah untuk masyarakat pesisir adalah Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir
(PEMP). Program ini ditujukkan untuk masyarakat yang tinggal didaerah pesisir
khususnya nelayan, bantuan yang diberikan berupa bantuan modal, pendampingan
kegiatan melalui pengembangan kegiatan ekonomi, penguatan kelembagaan sosial
ekonomi dan partisipasi masyarakat dengan memanfaatkan sumberdaya pesisir dan laut
secara berkelanjutan.
Peran perempuan dalam kegiatan perekonomian keluarga selama ini tidak diakui
secara nyata. Perempuan sering dianggap tidak perlu memiliki tingkat pendidikan tinggi
karena nantinya akan berbakti kepada suami, sehingga tingkat pendidikan dan penguasaan
akan teknologi yang rendah mengakibatkan perempuan selalu di posisi nomor dua. Dalam
pengembangan diri, perempuan sulit berkembang dalam mengoptimalkan potensi usahanya
sebagai salah satu cara membantu perekonomian rumahtangga. Selama ini pandangan
masyarakat mengenai gender antara laki-laki dan perempuan menganggap bahwa laki-laki
sebagai kepala keluarga sekaligus pencari nafkah utama di dalam rumahtangg dan istri
mengurus rumahtangga serta keperluan suami. Kurangnya penelitian mengenai analisis
kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam hal akses, kontrol, partisipasi dan manfaat
dalam PEMP juga merupakan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Maka dari itu,
penting untuk mengidentifikasi kesetaraan dan keadilan gender didalamnya.
30
Pertanyaan Penelitian
Pada umumnya program-program pemberdayaan masyarakat pesisir bertujuan
untuk membantu masyarakat terbebas dari belenggu kemiskinan melalui upaya
pengembangan ekonomi secara mandiri. Pemerintah memberi bantuan modal (misalnya
uang, alat tangkap dan perahu), namun bantuan yang diberikan pemerintah melalui
prosedur yang berlaku. Peserta program harus dapat mengelola dan memanfaatkan bantuan
dengan baik karena jika tidak dikelola dan dimanfaatkan dengan baik, bantuan tersebut
akan ditarik kembali oleh pemerintah. analisis. Dari berbagai sumber rujukan dan literatur
yang ada maka penulis terlebih dahulu ingin mengetahui apa tujuan PEMP? Apa saja
kriteria rumah tangga miskin menurut pelaksana program da masyarakat yang menjadi
sasaran PEMP itu sendiri? Program ini menurut salah satu sumber tidak memberi
penjelasan apakah program ini menyebutkan ‘’kesetaraan gender’’ dalam tujuan yang
hendak dicapai. Sehubungan dengan itu, penulis mengajukan pertanyaan apakah
perempuan (istri) dan laki-laki (suami) dari rumahtangga miskin memiliki askes dan
kontrol terhadap program yang diintroduksikan melalui PEMP? Bagaimana partisipasi
suami, istri, anak-anak dari rumahtangga miskin yang menjadi sasaran terhadap PEMP
serta manfaat apa yang didapatkan dari kegiatan PEMP? Dari pertanyaan tersebut penulis
hendak meneliti relasi gender yang terjadi pada rumahtangga nelayan yang mendapat
program bantuan PEMP meliputi akses, kontrol, partisipasi, dan manfaat yang diterima
laki-laki dan perempuan.
31
Kerangka Pemikiran
Penulisan Studi Pustaka Relasi Gender dalam Rumah Tangga Nelayan Miskin, dalam hal
ini penulis akan meneliti gender relasi gender pada program Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat Pesisir (PEMP), mengacu kepada beragam konsep, teori dan pendekatanpendekatan yang berkenaan dengan gender dan pembangunan; konsep kemiskinan pada
rumah tangga nelayan; serta kebijakan pemerintah mengenai program pemberdayaan
masyarakar miskin khususnya pada daerah pesisir. Aspek-aspek yang diteliti dalam studi
gender terdiri atas empat point dimana keempatnya dapat dikatakan sebagai indikator
kesenjangan gender (faktor-faktor yang mempengaruhi kesenjangan gender). Keempat
faktor tersebut adalah akses (Y1), kontrol (Y2), partisipasi (Y3), dan manfaat (Y4), yang
masing-masing menunjukkan kesempatan seseorang/masyarakat dalam memanfaatkan
sumberdaya/program pembangunan, wewenang dalam pengambilan keputusan,
keikutsertaan dalam memanfaatkan sumberdaya/program pembangunan, dan dampak
positif yang dirasakan dari keikutsertaan dalam pemanfaatan sumberdaya/program
pembangunan. Individu PEMP dapat diklasifikasikan berdasarkan kategori umur (X1),
tingkat pendidikan formal (X2), dan status bekerja (X3). Sementara itu variabel (peubah)
yang mempengaruhi akses, kontrol, partisipasi dan manfaat RTM terhadap PEMP adalah
jumlah ARTM yang bekerja/berusaha (X4), serta curahan waku dalam bekerja/berusaha
(X5).
Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir sebagai program nasional dan
mendapat dukungan dari pemerintah berupa adanya fasilitator/pendampingan (X7) dan
sejumlah bantuan modal (X8) untuk RTM. Keberhasilan PEMP dapat diukur dari
terjadinya peningkatan produksi dan distribusi (X9), peningkatan pendapatan (X10),
menurunnya beban kerja perempuan (X11), serta pemenuhan kebutuhan praktis dan
strategis gender (X12).
5
Dukungan Pemerintah
Gambar 1. Usulan Kerangka Analisis Baru
Karakteristik Sumberdaya Individu
X1: umur
X2: tingkat pendidikan formal
X3: status bekerja
Karakteristik Sumberdaya Rumah
Tangga Nelayan Miskin
X4: Jumlah ARTM yang
Bekerja/Berusaha
X5: Curahan Waktu dalam Kegiatan
Domestik (Reproduktif)
X6: Curahan Waktu dalam Kegiatan
Publik (Produktif)
X7: Fasilitator/Pendampingan Program
Gender dalam Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat Pesisir (PEMP)
Y1: Tingkat akses RTM terhadap Bantuan
Modal, Kegiatan Pendampingan, Jaminan
Kesehatan dan Pendidikan
Y2: Tingkat Kontrol RTM terhadap terhadap
Bantuan Modal, Kegiatan Pendampingan,
Jaminan Kesehatan dan Pendidikan
Y3: Tingkat Partisipasi RTM terhadap terhadap
Bantuan Modal, Kegiatan Pendampingan,
Jaminan Kesehatan dan Pendidikan
Y4: Tingkat Pemanfaatan
(pemenuhan
kebutuhan)
X8: Jumlah Bantuan Modal
Keberhasilan PEMP
X9: Peningkatan Produksi dan
Distribusi
X10: Peningkatan Pendapatan
X11: Penurunan Beban Kerja
Perempuan
X12: Pemenuhan kebutuan praktis dan
strategis gender
DAFTAR PUSTAKA
Alverin E L, 2011. Relasi Gender Dalam Pengolahan Hasil Perikanan Tangkap di Pesisir
Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat.
[skripsi]. [internet]. [diunduh pada 2014 Sep 16]. Tersedia pada
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/48192/I11lea.pdf?seque
nce=1
Andriati R. 2010. Relasi Kekuasaan Suami dan Istri Pada Masyarakat Nelayan. Jurnal
Masyarakat Kebudayaan dan Politik. [internet]. [diunduh pada 2014 Dec 04];
21(1)
50-58.
Tersedia
pada
http://mkp.fisip.unair.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=60:r
elasi-kekuasaan-suami-dan-isteri-pada-masyarakat
nelayan&catid=34:mkp&Itemid=61
Azizi A, Hikmah, Pranowo S A. 2012. Peran Gender dalam Pengambilan Keputusan
Rumahtangga Nelayan di Kota Semarang Utara, Provinsi Jawa Tengah. Jurnal
Sosek KP. [internet].[diunduh pada 2014 Dec 06]. Tersedia pada
http://bppse.litbang.kkp.go.id/publikasi/jsosek/jurnal_2012_v7_noI(8)_full.pdf
Charina A, Mukti G M.2013. Analisis Gender dalam Kehidupan Keluarga Nelayan di
Kecamatan Pangandaran Kabupaten Ciamis. Jurnal Social Economic of
Agriculture. [internet].[diunduh pada 2014 Dec 06]; 2(1).Hal 42-53. Tersedia pada
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=152635&val=5163&titl
e=ANALISIS%20GENDER%20DALAM%20KEHIDUPAN%20KELUARG
A%20NELAYAN%20DI%20KECAMATAM%20PANGANDARAN%20KA
BUPATEN%20CIAMIS
Fakih M. 1996. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta (ID) : Pustaka
Pelajar.
Harahap M.2006. Analisis Peran Gender Dalam Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan
Laut (Studi Kasus Di Kecamatan Panai Hilir Kabupaten Labuhanbatu Propinsi
Sumatera Utara).[tesis].[internet].[diunduh pada 2014 Sep 13]. Tersedia pada
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/9688
Hubeis A V. 2010. Pemberdayaan Perempuan dari Masa ke Masa. Bogor (ID). IPB Press.
Hutapea R Y F, Kohar A, Rosyid A. 2012. Peranan Wanita Nelayan (Istri Nelayan) Jaring
Insang Dalam Meningkatkan Pendapatan Keluarga Di Desa Bejalen, Perairan Rawa
Pening, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang. Jurnal of Fisheries
Utilization Management and Technology. [internet]. [diunduh pada 2014 Sept 16];
1(1).
Tersedia
pada
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=741511&val=4715
Kusnadi, Sulistiyowati H, Sumarjono, Prasodjo A. 2006. Perempuan Pesisir. Yogyakarta
(ID) : LKiS.
Masitho B D, Lestari P, Susanti M H. 2013. Kehidupan Sosial Ekonomi Perempuan Dalam
Masyarakat Nelayan di Desa Panjang Baru Kecamata Pekalongan Utara. Jurnal
Unnes Civic Education Jurnal. [internet]. [diunduh pada 2014 Dec 04]; 2(1).
Tersedia
pada
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ucej/article/viewFile/2178/1993
Maulina S, Karmen N. 2013. Peranan Gender Dalam Rumahtangga Perikanan Di Desa
Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang. [Skripsi].
[internet].[diunduh
pada
2014
Sep
20].
Tersedia
pada
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/63171
6
Mugniesyah S S. Gender, Lingkungan Dan Pembangunan Berkelanjutan. Dalam
Adiwibowo S, editor. Ekologi Manusia. Bogor (ID): IPB. Hal 209-232.
Nadia W, Dien C, Kotambunan O.2013. Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan di
Desa Lopana Kecamatan Amurang Timur Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah PS.
Agrobisnis Perikanan UNSRAT, Manado. [internet]. [diunduh pada 2014 Dec 05]; 1(1).
Tersedia
pada
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/akulturasi/article/download/2762/2314
Neliyanti, Heriyanto M.2013. Evaluasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
Pesisir. Jurnal Kebijakan Publik.[internet].[diunduh pada 2015 Jan 01];7(1). Hal 1118. Tersedia pada
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=106054&val=2289
Safrida, Agussabi, Sofyan. 2013. Strategi Penguatan Perempuan Dalam Pembangunan
Perekonomian Subsektor Perikanan Aceh (studi kasus agroindustri Desa Meunasah
Keudee Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten Aceh. Jurnal Agrisep. [internet].
[diunduh
pada
2014
Okt
20];
14(1).
Tersedia
pada
http://jurnal.unsyiah.ac.id/agrisep/article/download/906/842
Salamah. 2005. Peran Wanita Dalam Perekonomian Rumahtangga Nelayan Di Pantai
Depok Pangritis Bantul. Jurnal PKS. [internet]. [diunduh pada 2014 Sept 16];
IV(14).
Tersedia
pada
http://www.upy.ac.id/digilib/joural/salamah/8_PERANAN_WANITA_DALAM_P
EREKONOMIAN_RUMAH_TANGGA_NELAYAN.pdf
Satria A. 2002. Sosiologi Masyarakat Pesisir. Jakarta (ID) : Pusaka Cidesindo
Soekanto S. 2013. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta (ID) : Raja Grafindo Persada.
Tain A. 2013. Faktor Dominan Penyebab Kemiskinan Rumahtangga Nelayan Motor
Tempel Di Wilayah Tangkap Lebih Jawa Timur. Jurnal Sosiohumaniora. [internet].
[diunduh pada 2014 05 Dec]; 15(1). Tersedia pada
http://sosiohumaniora.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/01/15.anas-tain.pdf
Yulisti M, Nasution Z. 2009. Produktivitas Istri dalam Penguatan Ekonomi Rumahtangga
Nelayan. Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Hal 9-17.
.
Wasak M. 2012. Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan di Desa Kinabuhutan
Kecamatan Likupang Barat. Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi. [internet].
[diunduh
pada
2014
Sept
16];
1(1).
Tersedia
pada
http://repo.unsrat.ac.id/280/1/KEADAAN_SOSIAL_EKONOMI_MASYARAKAT
_NELAYAN_DI_DESA_KINABUHUTAN_KECAMATAN_LIKUPANG_BARA
T_KABUPATEN_MINAHASA_UTARA,_SULAWESI_UTARA.pdf
Winoto G. 2006. Pola Kemiskinan Di Pemukiman Nelayan Kelurahan Dompak Kota
TanjungPinang, [Tesis]. Semarang [ID]: UNDIP. 124 Hal.
Watung N, Dien C, Kotambunan O. 2013. Karakteristik Sosial Ekonomi
Masyarakat Nelayan Di Desa Lopana Kecamatan Amurang Timur Provinsi
Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah PS/ Agribisnis Perikanan UNSRAT. [internet].
[diunduh
pada
2014
Dec
05];
1(1).
Tersedia
Pada
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/akulturasi/article/download/2762/2314
7
RIWAYAT HIDUP
Atikah Dewi Utami dilahirkan di Jakarta pada tanggal 28 Juli 1993 dari pasangan
Huzarni dan Brinawati, penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Pendidikan
formal yang pernah dijalani adalah TK Nurul Hidayah (1997-1999), SDN 1 Sungailiat
(1999-2000), SDN 19 Pangkal Pinang (2000-2005), SMPN 9 Pangkal Pinang (2005-2008)
dan SMAN 3 Pangkal Pinang (2008-2011). Penulis merupakan anggota Paskibra Tingkat
Kota pada tahun 2009. Pada tahun 2011 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut
Pertanian Bogor dengan Program Studi Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
sekaligus sebagai penerima Beasiswa Utusan Daerah Kota Pangkal Pinang.
Selain aktif dalam perkuliahan penulis juga aktif sebagai anggota OMDA ISBA,
Bina Desa BEM KM IPB divisi Public Relation (2012-2013), ISEE BEM KM IPB divisi
Public Relation (2013-2014), Staff anggota Green Ambassador divisi Green Guardian
(2013-2014). Penulis pernah ikut berpartisipasi dalam kegiatan GENUS sebagai Putri
Omda yang mewakili Bangka Belitung selama dua tahun berturut-turut. Selain itu, penulis
juga pernah mengikuti kepanitiaan Masa Perkenalan Departemen (MPD) dan Masa
Perkenalan fakultas (MPF).
Download