Laporan Studi Pustaka (KPM 403) RELASI GENDER DALAM RUMAHTANGGA NELAYAN MISKIN Oleh: ATIKAH DEWI UTAMI I34110161 Dosen Ir Siti Sugiah Mugniesyah, MS DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa studi pustaka yang berjudul “RELASI GENDER DALAM RUMAHTANGGA MISKIN NELAYAN” benar-benar hasil karya saya sendiri yang belum pernah diajukan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun dan tidak mengandung bahan-bahan yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain kecuali sebagai bahan rujukan yang dinyatakan dalam naskah. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya bersedia mempertanggungjawabkan pernyataan ini. Bogor, 14 Desember 2014 Atikah Dewi Utami NIM. I34110161 ABSTRAK ATIKAH DEWI UTAMI. Relasi Gender dalam Rumahtangga Nelayan Miskin. Dibawah Bimbingan SITI SUGIAH MUGNIESYAH. Gender masih menjadi isu penting dalam kehidupan masyarakat di beberapa Negara. Membicarakan persoalan gender berarti berbicara mengenai relasi sosial antara laki-laki dan perempuan yang berkaitan dengan berbagai ketimpangan dan ketidakadilan gender. Munculnya berbagai ketimpangan dan ketidakadilan gender menjadi salah satu pemicu gagasan kesetaraan gender di semua aspek kehidupan, baik ranah domestik maupun ranah publik. Masyarakat nelayan selalu diidentikkan dengan tingkat kesahteraan paling rendah. Penghasilan yang tidak stabil dan menggantungkan hidupnya dari hasil laut membuat rumahtangga nelayan hidup dalam kemiskinan. Rumahtangga nelayan melakukan sistem pembagian kerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tidak hanya suami yang bekerja untuk mencari nafkah, istri juga bekerja untuk menambah pendapatan rumahtangga. Dalam rumahtangga nelayan terjadi proses negoisasi pembagian peran yang seimbang antar anggota yang terdiri dari ayah/suami, ibu/istri dan anak-anak. Oleh karenanya, pembagian kerja yang dilakukan harus memperhatikan kesetaraan gender untuk mencapai keharmonisan dalam rumahtangga Kata kunci : kemiskinan, relasi gender, rumahtangga. ABSTRACT ATIKAH DEWI UTAMI. Gender Relation in Poor Fishery Households. Supervised by SITI SUGIAH MUGNIESYAH Gender is an important issue in people’s lives in some countries. Discuss gender issues means talking about the social relations between men and women with regard to various gender inequality and injustice. The emergence of gender inequality and injustice into one triggered the idea of gender equality in all aspects of life, both the domestic sphere and the public sphere. Fishing communities have always identified with the lowes levels of welfare. Income unstable and dependent on the results of the household sea fishermen living in poverty. Households fishermen do a system of division of labor to meet their daily needs. Not only husband who works for a living, the wife also works to increase household fishing occurs process of negotiating a balanced division of roles between members consisting of father/husband, mother/wife and children. Therefore, the division of work done should pay attention to gender equality to achieve harmony in the household. Keywords: poverty, gender relations, household, RELASI GENDER DALAM RUMAHTANGGA NELAYAN MISKIN Oleh ATIKAH DEWI UTAMI I34110161 Laporan Studi Pustaka sebagai syarat kelulusan KPM 403 pada Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014 LEMBAR PENGESAHAN Dengan ini menyatakan bahwa Studi Pustaka yang disusun oleh: Nama Mahasiswa : Atikah Dewi Utami NIM : I34110161 Judul : Relasi Gender dalam Rumahtangga Nelayan Miskin dapat diterima sebagai syarat kelulusan mata kuliah Studi Pustaka (KPM 403) pada Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui Dosen Pembimbing Ir Siti Sugiah Mugniesyah, MS NIP. 19511121 197903 2 003 Mengetahui, Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor Dr Ir Siti Amanah, MSc NIP. 19670903 199212 2001 Tanggal Pengesahan: ____________________ PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan karunia dan Ridho-Nya dalam proses penyusunan studi pustaka yang berjudul “Relasi Gender Dalam Rumahtangga Nelayan”. Selain itu penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan studi pustaka ini tidak lepas dari kontribusi dan dukungan semua pihak. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada pihak yang terlibat hingga penyelesaian makalah studi pustaka ini, sebagai berikut: 1. Terima kasih kepada Ibu Ir Siti Sugiah Mugniesyah yang telah membimbing, mendukung dan memberi masukan kepada penulis dalam menyelesaikan studi pustaka ini. 2. Terima kasih kepada Ayahanda Drs. A. Huzarni Rani, Msi, Ibunda Brinawati Bayuningrat dan Kakanda Muhammad Abi Febianto yang telah memberikan dukungan dan doa yang tak terus-menerus tanpa batas kepada penulis hingga mampu menjalani berbagai hal sampai saat ini. 3. Terima kasih kepada Mamah dan Teh Titah yang selalu mendoakan untuk kelancaran dan kesehatan. 4. Terima kasih kepada Novi Anticka D.P, Destri Umbari, Venty, Agung, Yandi Agustian, Indah Puspita Sari, Fefry Zahilatul, karena telah menjadi sahabat yang selalu memberikan dukungan, do’a, dan bantuan kepada penulis. . 5. Terima kasih kepada Ega Defli Oktivan yang telah memberikan dukungan, motivasi dan do’a kepada penulis. 6. Rekan-rekan KPM angkatan 48 yang tidak bisa penulis sebutkan semuanya, terima kasih untuk kebersamaan yang telah diberikan. 7. Terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi, dukungan, dan doa kepada penulis selama ini. Harapan penulis semoga kajian mengenai Relasi Gender dalam Rumahtangga Miskin Nelayan dapat bermanfaat bagi semua kalangan. Bogor, 14 Desember 2014 Atikah Dewi Utami NIM. I34110161 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................................... i DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................ i PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1 Latar belakang .................................................................................................................... 1 Tujuan penulisan ................................................................................................................ 3 Metode penelitian ............................................................................................................... 3 RINGKASAN DAN ANALISIS PUSTAKA ..................................................................... 4 1. Peranan Gender dalam Rumahtangga Perikanan di Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang. (Siti M, Nuryani K, 2013) ................................................................................................... 4 2. Strategi Penguatan Perempuan dalam Pembangunan Perekonomian Subsektor Perikanan Aceh. (Safrida et al,2013) .............................................................................................................. 5 3. Analisis Peran Gender dalam Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Laut. (Maulina Harahap, 2006)..................................................................................................... 7 4. Peranan Wanita Nelayan (Istri Nelayan) Jaring Insang dalam Meningkatkan Pendapatan Keluarga Di Desa Bejalen, Perairan Rawa Pening, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang. (Roma Y.F H, Abdul K, Abdul R, 2012) ............................................................................ 9 5. Peranan Wanita dalam Perekonomian RumahtanggaNelayan di Pantai Depok Parangtritis Bantul. (Salamah, 2005) ................................................................................................................. 11 6. Relasi Gender dalam Pengelolaan Hasil Perikanan Tangkap di Pesisir Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat (Lidya Elisabeth Alverin, 2011) ........................................................................................ 11 7.Kehidupan Sosial Ekonomi Perempuan dalam Masyarakat Nelayan di Desa Panjang Baru Kecamatan Pekalongan Utara (Bahrain D et al, 2013) ...................................................................................................... 12 8. Relasi Kekuasaan Suami dan Istri pada Masyarakat Nelayan (Retno A, 2010) ................................................................................................................. 14 9. Pola Kemiskinan Di Pemukiman Nelayan Kelurahan Dompak Kota Tanjung Pinang (Gatot W, 2006) ................................................................................................................. 16 10. Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan Di Desa Lopana Kecamatan Amurung Timur Provinsi Sulawesi Utara (Nadia W et al, 2013) ........................................................................................................ 18 11.Faktor Dominan Penyebab Kemiskinan Rumahtangga Nelayan Motor Tempel Di Wilayah Tangkap Lebih Jawa Timur (Anas T, 2013) ................................................................................................................... 20 12.Peran Gender dalam Pengambilan Keputusan Rumahtangga Nelayan di Kota Semarang Utara, Provinsi Jawa Tengah. (Ahmad A, Hikmah, Sapto A P, 2012) .............................................................................. 19 13. Analisis Peran Gender dalam Kehidupan Keluarga Nelayan di Kecamatan Pangandaran Kabupaten Ciamis (Rani A B K, Anne C Gema W M, 2013) ............................................................................. 22 14. Produktivitas Istri Nelayan dalam Penguatan Ekonomi Rumahtangga Nelayan (MahrainY, Zahri N, 2009) ............................................................................................... 22 15. Evaluasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (Neliyanto, Meyzi Heriyanto, 2013) ................................................................................. 22 ANALISIS DAN SINTESIS ............................................................................................ 25 Konsep, Peran dan Teori Gender ...................................................................................... 25 Pembagian Kerja Menurut Gender .................................................................................... 27 Karakteristik Rumahtangga Nelayan ............................................................................... 28 Pengertian dan Penggolongan Nelayan ............................................................................. 28 Kemiskinan dan Nelayan ................................................................................................. 29 SIMPULAN ..................................................................................................................... 31 Hasil analisis dan sintesis ................................................................................................. 31 Usulan kerangka pemikiran baru ...................................................................................... 33 Pertanyaan penelitian ....................................................................................................... 34 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 35 RIWAYAT HIDUP .......................................................................................................... 37 DAFTAR TABEL Tabel 1. Klasifikasi tiga peran gender ...................................................................... 26 Tabel 2. Perbandingan Konsep-Konsep Gender Berdasarkan Pengertiannya ........... 26 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Usulan kerangka analisis baru ................................................................ 33 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara Kepulauan terbesar di dunia, yang terdiri dari pulaupulau besar dan pulau-pulau kecil. Indonesia memiliki kawasan pesisir dengan garis pantai sepanjang lebih dari 81.000 km dan luas lautan sekitar 5,8 juta km² atau sekitar 70% dari luas total wilayah Indonesia, dengan demikian potensi yang dimiliki Indonesia dalam bidang kelautan sangat besar yaitu keanekaragaman hayati ekosistem laut. Sementara di Indonesia sendiri ada sekitar 611 ribu rumahtangga nelayan atau sekitar 2,4 juta orang (BPS, 2013). Aktivitas overfishing menjadi pangkal utama kelangkaan ikan yang terjadi, selain pencemaran dan perubahan iklim, keadaan tersebut semakin membuat nelayan hidup dalam kemiskinan. UU No. 32 tentang Kelautan yang didalamnya mengamanatkan pembentukan Badan Keamanan Laut (Bakamla) untuk menjaga keamanan perairan nusantara, termasuk menindak para pelanggar perikanan. Berdasarkan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Indonesia adalah sebesar 237.556.363 orang, yang terdiri dari 119.507.580 laki-laki dan 118.048.783 perempuan. Badan Pusat Statistik tahun 2014 melaporkan bahwa jumlah penduduk miskin Indonesia sebesar 28,28 juta jiwa. Masyarakat yang berada pada daerah pesisir menghadapi berbagai permasalahan kemiskinan. Pada umumnya mereka menggantungkan hidupnya pada sumberdaya laut dan pantai. Sebagian dari mereka bekerja sebagai nelayan kecil, buruh nelayan, pengolah ikan skala kecil dan pedagang kecil yang memiliki penghasilan kecil. Data KKP menunjukkan bahwa terdapat sekitar 7,87 juta nelayan miskin yang tersebar di 10.640 desa nelayan di pesisir. Jumlah nelayan miskin ini masih sekitar 25% dari total penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan di Indonesia, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2010. Upaya-upaya pemerintah dalam untuk mengentaskan kemiskinan telah dilaksanakan sejak PELITA V melalui program pemberdayaan masyarakat. Dimulai dari program Inpres Desa Tertinggal (IDT) yang tertuang dalam Inpres No. 5 tahun 1993 dan program Jaring Pengaman Sosial (JPS) yang mulai dilakukan pada tahun 1989/1999 setelah terjadi krisis moneter dan krisis ekonomi melanda Indonesia. Dalam rangka memberdayakan masyarakat pesisir pemerintah memberi perhatian khusus melalui Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP). Program PEMP bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir melalui pengembangan kegiatan ekonomi, penguatan kelembagaan sosial ekonomi dan partisipasi masyarakat dengan mendayagunakan sumberdaya pesisir dan laut secara berkelanjutan. Model program PEMP dilakukan pada pengembangan aspek ekonomi, sosial, lingkungan dan infrastruktur. Upaya pencapaian keberhasilan program PEMP diawali dengan sosialisasi program pada semua pihak terkait yang meliputi dinas teknis, masyarakat sasaran program, tokoh masyarakat dan stakeholder lainnya guna mendapatkan respon dan masukan untuk menyempurnakan program yang telah disusun. Pada kondisi sosial (tingkat pendidikan, mental, perilaku) masyarakat pesisir yang belum optimal, sementara itu program harus dapat berjalan dengan baik dan berkesinambungan, maka sangat diperlukan tenaga pendamping profesional. Monitoring dan evaluasi harus dilakukan agar program dapat berjalan sesuai dengan harapan Kemiskinan juga menyangkut dimensi gender. Laki-laki dan perempuan mempunyai akses dan kontrol yang berbeda dalam pemanfaatan sumberdaya, permasalahan yang sering terlihat adalah rendahnya partisipasi dan terbatasnya perempuan dalam pengambilan keputusan. Kemiskinan pada masyarakat pesisir mendorong perempuan untuk membantu suami dalam mencari tambahan nafkah guna memenuhi kebutuhan keluarga nelayan. Perbedaan jenis kelamin telah mempengaruhi manusia untuk memberi persepsi identitas peranan gender atau mengakibatkan perbedaan peranan gender (Mugniesyah 2007). Perbedaan peranan gender akan mengakibatkan perbedaan dalam pembagian kerja dalam rumahtangga. Rumahtangga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang memiliki berbagai polemik kehidupan. Sampai saat ini, masih banyak terdapat sebuah penelitian yang bisa gender dalam memandang rumahtangga nelayan. Seringkali mereka memandang bahwa dalam rumahtangga nelayan, hanya laki-laki saja yang mencari nafkah. Perempuan atau istri nelayan hanya mengurus rumahtangga dan mengurus anak. Perempuan dipandang menjadi seorang kepala keluarga apabila telah menjadi janda. Selain itu, laki-laki senantiasa dianggap sebagai satu-satunya pemilik atau penguasa sumberdaya yang kemudian menyingkirkan peran perempuan dalam kegiatan produktif. Perempuan hanya dianggap sebagai ibu rumahtangga yang bertanggung jawab dalam kegiatan reproduktif. Moser dalam Mugniesyah (2007) mengemukakan bahwa ada tiga kategori peranan gender (triple roles), yaitu peranan produktif, peranan reproduktif, dan peranan pengelolaan masyarakat dan politik. Peranan yang dilakukan berhubungan dengan apa yang disebut Agarwal dalam Mugniesyah (2007) sebagai relasi gender, sebuah hubungan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan yang meliputi pembagian kerja, peranan dan alokasi sumberdaya antara laki-laki dan perempuan. Sebagian perempuan tidak memiliki waktu yang banyak atau bahkan tidak memiliki waktu luang, dan jika dibandingkan dengan laki-laki, pada umumnya perempuan memiliki jam kerja yang lebih panjang (Dharma Surya 2002). Dalam sistem pembagian kerja secara seksual pada masyarakat nelayan, kaum perempuan pesisir atau istri nelayan mengambil peranan penting yang besar dalam kegiatan sosial-ekonomi di darat, sementara laki-laki berperan di laut untuk mencari nafkah dengan menangkap ikan. Dengan kata lain, darat adalah ranah perempuan, laut adalah ranah laki-laki (Kusnadi, 2001: 151-152). Sekalipun perempuan memiliki peluang untuk terlibat dalam kegiatan publik, seperti bidang ekonomi, tidak semua aktivitas ekonomi bisa dimasukinya. Dalam masyarakat nelayan, misalnya, kegiatan penangkapan ikan di laut tetap menjadi tanggungjawab dan pekerjaan laki-laki, kaum perempuan hanya terlibat aktif dalam kegiatan perdagangan, khususnya perdagangan ikan. Sistem pembagian kerja secara sosial ini merupakan sistem gender yang berlaku pada suatu masyarakat, namun bisa juga sistem tersebut berbeda polanya pada masyarakat nonnelayan (Arief Budiman, 1982 dalam Kusnadi dkk, 2006) Pada masyarakat kelas bawah, tak jarang perempuan nelayan harus terlibat aktif dalam kegiatan produktif, yaitu mencari nafkah sebagai antispasi jika suami mereka tidak memperoleh penghasilan. Nelayan menangkap ikan bergantung pada musim, sehingga nelayan tidak memiliki penghasilan tetap. Dalam hal ini, peran perempuan nelayan akan sangat membantu kondisi ekonomi keluarga. Perempuan nelayan akan bekerja untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga. Pekerjaan yang biasa dilakukan oleh perempuan nelayan adalah pedagang ikan eceran atau perantara, buruh upah pembuatan fillet, buruh industri pengolahan hasil ikan dan masih banyak lainnya. Stereotype yang berkembang di masyarakat pesisir adalah urusan melaut merupakan ranah laki-laki dan urusan daratan merupakan ranah perempuan. Konstruksi sosial dan kultural yang dipahami dan dianut masyarakat yang tidak didasarkan pada kesetaraan gender menjadi persoalan dalam keluarga. Peran perempuan nelayan dalam rumahtangga dianggap sebagai bentuk kepatuhan terhadap suami. Adanya pemahamaman subyek-obyek, dominan-tidak dominan, superior-interior, serta pembagian kerja dalam keluarga yang tidak seimbang antara laki-laki dan perempuan memposisikan laki-laki sebagai yang berhak atas sumberdaya, perempuan sebagai kelas kedua. Relasi yang dibangun antara perempuan dan laki-laki menjadi penting untuk diteliti, karena pada sebagian besar masyarakat relasi yang seimbang antara laki-laki dan perempuan masih memperlihatkan tidak adanya kesetaraan gender. Selain bekerja dalam sektor produktif, perempuan juga harus bekerja dalam sektor reproduktif yaitu mengurus rumahtangga. Dengan kata lain, curahan waktu dan pendapatan masih tidak sebanding. Hal ini menyebabkan ketidaksetaraan gender antara laki-laki dan perempuan masih terjadi dalam masyarakat. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui bagaimana Relasi Gender dalam Rumahtangga Nelayan Miskin. Berdasarkan penjelasan di atas, dipandang penting untuk mengkaji sejumlah pustaka yang memuat hasil-hasil penelitian berkenaan dengan Relasi Gender dalam Rumahtangga Miskin Nelayan. Pustaka-pustaka tersebut kemudian dijadikan sebagai acuan untuk menganalisis konsep, teori, metode-metode yang digunakan, serta hasil penelitian yang didapat. Studi Pustaka ini ditulis untuk mengidentifikasi sejauhmana peran perempuan pesisir dalam meningkatkan ekonomi keluarga dan mengatasi kemiskinan, serta seberapa besar pengambilan keputusan perempuan setelah mereka bekerja. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan Laporan Studi Pustaka dengan judul Relasi Gender dalam Rumahtangga Miskin Nelayan ini adalah: 1. Menganalisis peran perempuan dalam meningkatkan ekonomi pada keluarga nelayan. 2. Menganalisis pembagian kerja antara suami dan istri pada rumahtangga nelayan. 3. Menganalisis pengaruh perempuan bekerja terhadap pengambilan keputusan dalam rumahtangga. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penulisan adalah dengan mengumpulkan dan mengkaji berbagai kepustakaan yang terkait dengan peran perempuan nelayan dalam rumahtangga miskin di daerah pesisir. Jenis kepustakaan yang dikumpulkan terdiri dari jurnal ilmiah, laporan hasil penelitian, skripsi, tesis, disertasi dan dokumen resmi lainnya. Berdasarkan kepustakaan yang dikumpulkan, teknik selanjutnya membaca, meringkas dan menyimpulkan pustaka yang relevan dengan topik penulisan. Setelah meringkas dan menyimpulkan pustaka tersebut, kemudian dianalisis dan disusun untuk menghasilkan suatu kerangka berfikir. RINGKASAN PUSTAKA 1. Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan Penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi) Alamat URL Tanggal diunduh : PERANAN GENDER DALAM RUMAHTANGGA PERIKANAN DI DESA TANJUNG PASIR, KECAMATAN TELUKNAGA, KABUPATEN TANGERANG : 2013 : Skripsi : Elektronik : Siti Maulina Nuryani Karnaen :::::: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/63171 : 20 September 2014 pukul 21:54 WIB Penulis mengacu pada RPJMN Periode 2010-2014 menyebutkan bahwa riset teknologi kelautan dan penerapannya dilaksanakan untuk mendukung pembangunan kelautan nasional, termasuk riset sumber daya kelautan di laut dalam. Kebijakan bidang pendidikan, industri, dan IPTEK belum terintegrasi sehingga mengakibatkan kapasitas yang tidak termanfaatkan pada sisi penyedia, tidak berjalannya sistem transaksi, dan belum tumbuhnya permintaan dari sisi pengguna yaitu industri kelautan dan perikanan. Di samping itu, kebijakan fiskal juga dirasakan belum kondusif bagi pengembangan kemampuan IPTEK kelautan dan perikanan. Penulis menggunakan hasil kajian Hikmah et al. (2008) yang mengemukakan bahwa relasi gender dalam masyarakat perikanan menunjukkan kondisi yang masih timpang. Peran gender masih dipengaruhi oleh stereotipe dan diskriminasi, yang berdampak terhadap semakin tingginya curahan waktu kerja perempuan di ranah domestik dan publik. Keterlibatan perempuan di sektor publik erat kaitannya dengan upaya peningkatan penghasilan rumahtangga. Pada kenyataannya sampai saat ini kompetensi perempuan belum memperoleh penghargaan/pengakuan sebagaimana mestinya. Penulis melakukan penelitian dengan tujuan mengetahui karakteristik rumahtangga, kondisi sosial ekonomi yang berhubungan dengan peran gender dalam rumahtangga perikanan, menganalisis hubungan faktor karakteristik rumahtangga, kondisi sosial ekonomi dengan pengambilan keputusan dalam rumahtangga. Penulis melaksanakan penelitiannya di Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tanggerang pada bulan Mei – Desember 2012. Populasi dalam penelitian ini adalah rumahtangga perikanan, dengan menggunakan kerangka percontohan (sampling frame) diperoleh tiga kelompok responden yaitu kelompok nelayan, pengolah dan pembudidaya. Penulis menggunakan teknik pengambilan sampel gugus sederhana (cluster sampling) untuk memperoleh responden dan jumlah responden disesuaikan dengan kondisi tempat penelitian dengan mayoritas responden bermatapencaharian sebagai nelayan. Aspek yang diidentifikasi dalam analisis gender adalah pembagian peran laki-laki dan perempuan atau keduanya dalam rumahtangga, berdasarkan masing-masing bidang (produktif, reproduktif, dan sosial kemasyarakatan) dan jenis usaha penangkapan (nelayan, pengolah hasil perikanan, dan pembudidaya ikan). Seharusnya penulis mengemukakan teori atau pendapat siapa yang diiacu dalam menganalisis pembagian peran yang terjadi di dalam rumahtangga nelayan. Metode pengumpulan data berupa wawancara mendalam kepada responden dengan menggunakan kuisioner dan observasi langsung yang dilakukan untuk mendapatkan data primer yang diperoleh dari subjek peneliti: responden dan informan. Selain itu penulis juga melakukan kajian literature dan sekunder, khususnya berupa data monografi desa dan dokumen-dokumen yang relevan dengan judul penelitian. Hasil penelitian penulis menunjukkan bahwa pembagian peran yang terjadi di dalam rumahtangga nelayan di Desa Tanjung Pasir berdasarkan pandangan masyarakat tentang gender. Pemahaman masyarakat tentang gender yang reltif tergolong masih rendah memunculkan ketimpangan dan kesenjangan dalam rumahtangga perikanan di Desa Tanjung Pasir. Namun, dalam hal kontrol, pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan kinerja atau peran yang dilakukan oleh perempuan atau laki-laki. Selanjutnya, penulis mengemukakan bahwa program-program pembangunan dalam bidang perikanan yang telah berlangsung seperti PEMP, SKIB, dan PDPT belum memasukkan isu gender dalam perencanaan, pelaksanaan, sampai evaluasinya. Penulis tidak menjelaskan secara rinci mengenai program pembangunan dalam bidang perikanan, sehingga tidak dapat diketahui penjelasan mengenai program tersebut. Analisis gender yang dilakukan hanya melihat pembagian peran/aktivitas antara laki-laki dan perempuan didalam rumahtangga serta pengambilan keputusan yang didasarkan pada kinerja atau peran yang dilakukan, penulis tidak mengevaluasi program pembangunan perikanan yang mensejahterakan masyarakat nelayan. 2. Judul : Strategi Penguatan Perempuan Dalam Pembangunan Perekonomian Subsektor Perikanan Aceh (Studi Kasus Agroindustri Perikanan Di Desa Meunasah Keudee Kecamatan Masjid Raya Kabupaten Aceh Besar) Tahun : 2013 Jenis Pustaka : Jurnal Bentuk Pustaka : Elektronik Nama Penulis : Safrida, Agussabti, Sofyan Nama Editor :Judul Buku :Nama dan Penerbit : Nama Jurnal : Jurnal Agrisep Volume(Edisi) : Volume 14, Nomor 1 Hal :Alamat URL : http://jurnal.unsyiah.ac.id/agrisep/article/download/ 906/842 Tanggal diunduh : 20 Oktober 2014 pukul 16:54 WIB Dalam setiap kegiatannya, seperti kegiatan pemberian bantuan, setiap NGO memasukkan isu gender, baik melalui pelatihan gender maupun berbagai kegiatan terkait sosialisasi gender lainnya. Proses gender maisntreaming dalam kegiatan tersebut diduga kuat telah membawa perubahan konsepsi gender dalam kegiatan ekonomi masyarakat Aceh. Penulis memandang penting untuk meneliti mengenai bagaimana perubahan konsepsi gender dalam kegiata ekonomi perikanan informal di Desa Meunasah Keudee Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten Aceh Besar setelah adanya program gender mainstreaming dari berbagai NGO. Pasca bencana tsunami, banyak NGO asing maupun dalam negeri datang ke Aceh untuk melakukan proses rehabilitasi dan rekonstruksi. Dalam setiap kegiatan pemulihan ekonomi masyarakat pesisir, NGO banyak memperhatikan aspek kesetaraan gender terutama pada kegiatan peningkatan pengetahuan dan keterampilan melalui pelatihan managemen usaha kecil dan pemberian modal kerja (Lisna, 2010). Pemahaman sebagian besar responden terhadap peran laki-laki dan peran perempuan tidak terlalu berbeda antara sebelum dan sesudah tsunami. Mereka berpendapat tugas-tugas pekerjaan rumahtangga masih menjadi tanggung jawab perempuan. Sementara laki-laki lebih berperan pada pekerjaan-pekerjaan di luar rumahtangga, baik kegiatan ekonomi maupun kegiatan publik. Namun secara praktek, ada beberapa indikasi yang menunjukkan telah terjadi pergeseran peran antara laki-laki dan perempuan, baik dalam kegiatan rumahtangga maupun di luar rumahtangga. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan peran perempuan di subsektor perikanan Aceh sebelum dan sesudah tsunami, mengkaji faktor- faktor yang menyebabkan perubahan peran perempuan di subsektor perikanan pasca tsunami, dan merumuskan strategi penguatan peran perempuan dalam perekonomian sektor perikanan Aceh pada masa mendatang. Secara konsep, pemahaman sebagian besar responden terhadap peran laki-laki dan peran perempuan tidak terlalu berbeda antara sebelum dan sesudah tsunami. Mereka berpendapat tugas-tugas pekerjaan rumahtangga masih menjadi tanggung jawab perempuan. Sementara laki-laki lebih berperan pada pekerjaan-pekerjaan di luar rumahtangga, baik kegiatan ekonomi maupun kegiatan publik. Namun secara praktek, ada beberapa indikasi yang menunjukkan telah terjadi pergeseran peran antara laki-laki dan perempuan, baik dalam kegiatan rumahtangga maupun di luar rumahtangga. Penulis melaporkan bahwa ditinjau dari pembagian peran dalam rumahtangga, terlihat bahwa sejak sebelum tsunami, ada pembagian peran yang cukup jelas antara laki-laki dan perempuan dalam rumahtangga masyarakat desa Meunasah Keudee. Berdasarkan hal itu, proses gendermanstreaming yang terjadi tidak introdusir atau dilakukan secara eksplisit tetapi dilakukan secara implisit dari setiap kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat di wilayah penelitian. Sebagian perempuan mampu memanfaatkan bantuan NGO ke sektor produktif sehingga jumlah ampaknya meningkat tajam, bahkan ada peningkatan yang mencapai 100 persen. Hal ini terjadi karena banyaknya bantuan dari NGO (Seperti UNDP, PMI Canada, Care, JRS, UNICEF, AMCROSS, FAO, BRR dan lainnya) untuk penguatan ekonomi perempuan. Peningkatan akses perempuan terhadap sumberdaya ekonomi memiliki konsekuensi berupa pergeseran pekerjaan rumahtangga antara suami dan istri, begitu juga dalam akses sumberdaya ekonomi. Penelitian ini dilakukan di Desa Meunasah Keudee Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten Aceh Besar pada bulan Maret 2010. Penulis menggunakan metode penelitian dengan mengumpulkan informasi, studi literatur dengan fokus masalah gender dalam aktivitas ekonomi masyarakat Aceh dan strategi penguatan partisipasi perempuan dalam perekonomian sektor perikanan Aceh pada masa mendatang. Metode pengumpulan data yang digunakan penulis adalah wawancara mendalam, FGD dan dianalisis melalui pendekatan kualitatif. Dalam menganalisis akses dan kontrol perempuan dan laki-laki terhadap sumberdaya, penulis tidak mengacu kepada teori yang berhubungan dengan judul penleitian. Sehingga hasil dan pembahasan yang dilakukan oleh penulis hanya berdasarkan data lapangan dan pengamatan langsung. Selain itu, penelitian ini menunjukkan adanya relasi gender dalam rumahtangga nelayan, dimana seorang istri ikut mencari tambahan penghasilan lain untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga. 3. Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan Penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi) Alamat URL Tanggal diunduh : ANALISIS PERAN GENDER DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN LAUT (STUDI KASUS DI KECAMATAN PANAI HILIR KABUPATEN LABUHANBATU PROPINSI SUMATERA UTARA) : 2006 : Tesis : Elektronik : Mailina Harahap :::::: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/9688. : 13 September 2014 pukul 18:51 WIB Penulis memandang penting meneliti hubungan antara kapasitas perikanan tangkap dengan dimensi peran gender yang terdapat pada rumahtangga nelayan dan dalam memanfaatkan sumber daya perikanan dan laut Kecamatan Pantai Hilir. Pemanfaatan sumber daya perikanan yang telah melebihi daya dukung maksimal lingkungan di tunjang oleh kapasitas perikanan tangkap yang berlebihan (overcapacity) sangat sulit ditemukan solusinya. Peran gender yang dipaparkan penulis adalah sebagaimana wilayah pesisir umumnya, laut adalah ranah laki-laki dan darat adalah ranah perempuan dalam hal pengolahan hasil perikanan. Uraian tersebut menjadi latar belakang penulis dalam penelitiannya. Adapun tujuan dari penelitiannya adalah menganalisis karakteristik individu, karakteristik rumahtangga, peran gender, dan mengidentifikasi relasi gender dalam rumahtangga nelayan di Kecamatan Panai Hilir sebagai faktor berpengaruh terhadap relasi gender dalam rumahtangga. Dalam penelitian ini penulis menggunakan konsep gender dengan merujuk beberapa ahli yakni Handayani dan Sugiarti (2001) gender adalah sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh faktor-faktor sosial maupun budaya, sehingga lahir beberapa anggapan tentang peran sosial dan budaya laki-laki dan perempuan. Demikian pula Prijono dan Pranarka (1996) menyatakan konsep gender merupakan konsep sosial-budaya yang digunakan untuk menggambarkan peran, fungsi, dan perilaku laki-laki dan perempuan dalam suatu masyarakat yang merujuk pada pemahaman bahwa identitas, peran, fungsi, pola prilaku, kegiatan dan persepsi baik tentang perempuan maupun laki-laki ditentukan oleh masyarakat dan kebudayaan di mana mereka dilahirkan dan dibesarkan. Amal (2002) gender bukan sinonim dari kata perempuan. Gender adalah tentang apa artinya menjadi perempuan dan menjadi laki-laki bukan perbedaan biologis antara perempuan dan laki-laki. Gender and Development (GAD) mengandung makna adanya hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan yang dikontruksi secara sosial maupun budaya, bukan perbedaan jenis kelamin laki-laki dan perempuan (Handayani dan Sugiarti, 2001). Lebih jauh Handayani dan Sugiarti (2001) menyatakan bahwa GAD bukan hanya sekedar menjawab kebutuhan praktis, untuk mengubah kondisi perempuan, melainkan juga menjawab kebutuhan strategis kaum perempuan dengan peran aktif perempuan sebagai agen perubahan yang bukan hanya sekedar objek pembangunan atau penerima program pembangunan secara pasif. Sebagaimana yang dikemukakan Saruan (2000) apabila pengelolaan pesisir dan laut dapat dilakukan dengan lebih memfokuskan kepada partisipasi masyarakat, maka tujuan utama dari pemberdayaan laki-laki dan perempuan kemungkinan akan tercapai bukan hanya akan mampu memenuhi kebutuhan gender tapi juga pemenuhan strategis gender. Diakhir Vitayala (2000), mengemukakan peran gender untuk perempuan dan laki-laki diklasifikasikan dalam tiga peran pokok yaitu peran reproduktif (domestik), peran produktif dan peran sosial. Untuk konsep sumber daya perikanan penulis menggunakan konsep dari Gordon dalam Fauzi (2004) menyatakan bahwa sumber daya perikanan pada umumnya bersifat open access artinya siapa saja bisa berpartisipasi dan memanfaatkan perikanan tanpa harus memiliki sumber daya tersebut sehingga tangkap lebih secara ekonomi (economic overfishing) akan terjadi pada perikanan yang tidak terkontrol tersebut. Berdasarkan kerangka pemikiran, penulis mengajukan hipotesis adanya saling keterkaitan antara over capacity pada aktivitas tangkap nelayan dengan dimensi peran gender yang ada. Dimana aktivitas tangkap dan pengolahan tersebut memberikan dinamika rumahtangga nelayan yang dapat dilihat dari berbagai aktivitas laki-laki dan perempuan baik aktivitas produktif maupun aktivitas reproduktif, kepemilikan kontrol dalam aktivitas tangkapan perikanan dan kepemilikan akses terhadap berbagai sumber daya. Kontrol yang dimiliki perempuan terhadap aktivitas perikanan tangkap di duga memiliki hubungan dengan akses, pendidikan dan status pekerjaan perempuan. Metodologi penelitian yang digunakan penulis adalah menggunakan metode kuantitatif (metode survei dengan menggunakan kuisioner) dan metode kualitatif (melakukan wawancara mendalam pada responden, memperoleh informasi pengamatan lokasi dan studi dokumen yang mendukung). Dalam menganalisis keterlibatan gender dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan meliputi profil aktivitas, profil akses, dan profil kontrol penulis menggunakan analisis gender dengan metode Harvard Analytical Framework (HAF). Adapun data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Metode penarikan sampel dilakukan dengan teknik pengambilan sampel Non – Probabilitas (Non – Acak) dimana pengambilan sampel dilakukan berdasarkan pertimbangan tertentu. Metode pengukuran yang digunakan adalah metode Skala Likert dengan skor tertentu pada setiap jawaban pertanyaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya keterlibatan perempuan pada kerja produktif maupun kerja reproduktif. Pada kerja produktif, laki-laki pergi melaut dan perempuan mengolah hasil tangkapan seperti menjemur, mengayak, memisah hasil tangkapan. Adapun curahan waktu kerja perempuan terbanyak terdapat pada rumahtangga nelayan tidak pengolah dimana untuk satu hari menggunakan waktu kerja rata-rata 7,39 jam sementara rumahtangga nelayan pengolah dan buruh masing-masing 6,5 jam dan 6,85 jam. Menangkap ikan di laut dan mencari siput merupakan pekerjaan produktif yang secara langsung bersentuhan dengan ranah laut. Pekerjaan mencari ikan di laut dominan dilakukan oleh laki-laki dengan menggunakan alokasi curahan waktu lebih besar daripada kerja produktif lain. Besarnya curahan waktu yang dialokasikan laki-laki untuk melaut tersebut dikarenakan sumber mata pencaharian keluarga sepenuhnya masih bergantung pada perikanan laut. Tulisan ini mengacu pada penelitian-penelitian terdahulu tentang gender pada wilayah pesisir dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan laut yakni penelitian dari Saruan C, Wenni Wulansari, dan Mulyati Munaf. Dari hasil analisis terhadap curahan waktu laki-laki dan perempuan pada kegiatan reproduktif dan produktif memiliki hubungan terbalik, rumahtangga nelayan buruh curahan waktu kerja reproduktif laki-laki sangat kecil sementara perempuan memiliki curahan kerja besar dan pada kerja produktif laki- laki nelayan buruh memiliki curahan kerja yang besar perempuan memiliki curahan kerja yang kecil. Namun, faktanya curahan waktu bekerja perempuan tetap lebih besar dibandingkan dengan laki-laki karena perempuan harus melakukan kerja produktif dan reproduktif. Hasil pembahasan dalam penelitian ini, penuli sudah membahas mengenai konsep gender, teori gender, hubungan antara relasi gender dengan rumahtangga nelayan. Didalam rumahtangga nelayan terdapat pembagian kerja yang jelas antara laki-laki (suami) dan perempuan (istri). Penulis tidak membahas mengenai kebijakan-kebijakan pembangunan yang berhubungan dengan masyarakat pesisir atau nelayan, faktanya daerah pesisir merupakan daerah termarjinalisasikan yang sangat membutuhkan bantuan dari pemerintah. Selama ini, penelitian yang sudah ada tidak mencantumkan adanya kebijakan dari pemerintah yang mendukung pembangunan pada daerah pesisir. 4. Judul : Peranan Wanita Nelayan (Istri Nelayan) Jaring Insang Dalam Meningkatkan Pendapatan Keluarga Di Desa Bejalen, Perairan Rawa Pening, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang Tahun : 2012 Jenis Pustaka : Jurnal Bentuk Pustaka : Elektronik Nama Penulis : Roma Y.F Hutapea, Abdul Kohar, dan Abdul Rosyid Nama Editor :Judul Buku :Nama dan Penerbit : Nama Jurnal : Jurnal of Fisheries Resources Utilization Management and Technology Volume (Edisi) : Vol. I, No. 1 Alamat URL : http://download.portalgaruda/article.php?article =741511&val=4715 Tanggal diunduh : 16 September 2014 pukul 16:50 WIB Penulis menganggap bahwa peran wanita nelayan tidak hanya sebagai ibu rumahtangga tetapi juga sebagai pencari nafkah, wanita nelayan mempunyai peran ganda dalam keluarganya. Wanita nelayan membantu suami mereka bekerja untuk dapat memenuhi kebutuhan keluarga. Maka tujuan penelitian yang ingin dicapai oleh penulis adalah mengetahui pendapatan yang diperoleh wanita nelayan jaring insang dalam kontribusinya pada pendapatan keluarga dan mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan wanita nelayan jaring insang di Desa Bejalen. Metodelogi penelitian yang digunakan penulis adalah Metode deskriptif berdasarkan studi kasus digunakan pada penelitian ini. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling, dan jumlah sampel yang diambil sebanyak 25 sampel dari 60 wanita nelayan. Analisis data yang digunakan yaitu uji korelasi Rank Spearman dan uji regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran wanita nelayan dalam meningkatkan pendapatan keluarga di Desa Bejalen yaitu dengan bekerja diberbagai sektor usaha dengan penghasilan rata-rata Rp634.000,00 perbulan dengan kontribusi terhadap pendapatan keluarga sebesar 37,11%. Pendapatan wanita nelayan terbesar per bulan Rp2.000.000,00 dengan kontribusi sebesar 75,48% terhadap pendapatan keluarga, pendapatan terendah Rp300.000,00 dengan kontribusi 26% terhadap pendapatan keluarga. Faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap pendapatan wanita nelayan jaring insang adalah curahan waktu kerja, tetapi pendapatan nelayan, umur, jumlah tanggungan keluarga, dan pendidikan tidak berpengaruh secara signifikan. Wanita nelayan jaring insang yang berusia diatas 61 tahun yang masih tetap bekerja dengan membuka usaha warung sembako untuk membantu mencukupi kebutuhan keluarga. Rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki wanita nelayan dikarenakan keterbatasan ekonomi keluarga, ketidakmampuan kedua orang tua mereka untuk menyekolahkan anakanak, mengharuskan wanita nelayan untuk berhenti sekolah dan lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah ataupun membantu kedua orangtua mereka di sawah. Penulis mengacu kepada teori Hermanto (1998), semakin tinggi tingkat pendidikan maka keputusanyang diambil akan lebih rasional dan lebih mengarah kepada peningkatan kesejahteraan ekonomi keluarga. Penulis melaporkan hasil penelitian yang didapat semua responden menyatakan alasan mereka bekerja atau motivasi mereka bekerja adalah dorongan fisiologis untuk membantu suami dalam mencari nafkah, karena pendapatan yang dihasilkan oleh suami mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup sehingga para istri diharuskan untuk bekerja mencari nafkah agar dapat sedikit membantu memenuhi kebutuhan hidup mereka. Alasan lain yang membuat para wanita nelayan ini bekerja yaitu penghasilan dari suami mereka sebagai nelayan jaring insang yang sangatlah tidak menentu karena hasil yang didapat sesuai dengan banyaknya hasil tangkapan yang mereka daratkan, apabila musim ikan sedang bagus otomatis penghasilan mereka tinggi, bila musim ikan sedang tidak baik maka penghasilan yang mereka dapatkan rendah atau menurun, dan bila angin kencang banyak nelayan yang tidak melakukan operasi penangkapan ikan, mereka lebih memilih untuk berada di rumah, membersihkan atau memperbaiki jaring yang rusak di rumah. Hal itu membuat para istri harus bersiap-siap menyiapkan uang simpanan untuk berjaga-jaga apabila ada pengeluaran mendadak, para suami belum memberi uang untuk keperluan sehari-hari sehingga jalan keluar dari hal ini para istri dituntut untuk bekerja agar mempunyai uang simpanan dirumah. Curahan waktu wanita nelayan jaring insang Desa Bejalen yang terbanyak dengan curahan waktu > 6 jam, yaitu mereka yang bekerja sebagai bakul ikan, pembantu rumahtangga, TKI dan juga usaha warung, entah itu warung sembako atau warung makanan. Diharapkan meski wanita nelayan juga sibuk untuk membantu suami mereka bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, tetapi juga harus tetap memperhatikan kondisi atau tetap dapat menjalankan peran wanita nelayan sebagai ibu rumahtangga yang baik. Penulis belum menggunakan teori berdasarkan para ahli yang berhubungan dengan judul penelitian. Judul tulisan ini yang masih menggunakan “peranan perempuan’’ akan lebih baik apabila diganti dengan menggunakan ‘’relasi gender’’, sehingga dalam menentukan teori yang akan diacu dapat mengacu kepada teori-teori mengenai gender. Tulisan ini menunjukkan bahwa istri nelayan bekerja ganda yaitu sebagai ibu rumahtangga yang mengatur rumahtangga dan peran transisi mencakup peran sebagai tenaga kerja pencari nafkah yang berfungsi menambah pendapatan keluarga. Para istri harus mampu membagai waktu mereka untuk menjalankan tugas rumahtangga, waktu untuk mengurus anak dan sebagai pencari nafkah. Melihat hal itu, jelas bahwa dalam keluarga nelayan curahan waktu seorang perempuan lebih besar dari laki-laki. Karena selain mengurus rumahtangga dan mengurus anak, perempuan harus mencari nafkah untuk menambah pendapatan keluarga. 5. Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka : Peranan Wanita dalam Perekonomian Rumahtangga Nelayan Di Pantai Depok Parangtritis Bantul : 2005 : Jurnal : Elektronik Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan Penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi) Alamat URL Tanggal diunduh : Salamah :::: Jurnal PKS : Vol. IV. No. 14 : http://www.upy.ac.id/digilib/journal/salamah/8_ PERANAN_WANITA_DALAM_PEREKONOMIAN_ RUMAH_TANGGA_ NELAYAN.pdf : 16 September 2014 pukul 16:50 WIB Keterbatasan penghasilan dalam masyarakat nelayan akan berpengaruh dalam peranan wanita dalam menopang ekonomi rumahtangga. Penulis mengacu pada penelitianpenelitian terdahulu yakni peneliti studi wanita (Koento, 1999; Rahayu, 2002). Penelitian di Baron Gunungkidul penelitian Sakdiyah (2000) menunjukkan bahwa isteri nelayan sebagai golongan kecil dengan tingkat pendidikan rendah, temyata mereka sangat produktif dalam mencari nafkah karena tuntutan ekonomi keluarga. Uraian tersebut merupakan latar belakang penulis melakukan penelitian tentang Peranan Wanita dalam Perekonomian Rumahtangga Nelayan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kehidupan masyarakat nelayan, khususnya nelayan pantai dan mendeskripsikan peranan wanita dalam perekonomian rumahtangga nelayan. Penelitian ini dilakukan di pantai Depok Parangtritis Kretek Bantul. Sampel penelitian yang dilakukan berjumlah 18 orang. Penelitian ini dilaksanakan di pantai Depok Parangtritis Banrul, sumber datanya adalah keluarga nelayan, sedangkan unit analisisnya adalah para isteri nelayan, nelayan dan tokoh masyarakat di lokasi penelitian. Metode penelitian yang dipergunakan adalah pendekatan deskriptif kualitatif, menggunakan metode penelitian survei dan studi kasus (Brannen, 1997:85). Adapun yang menjadi subyek penelitian adalah keluarga nelayan. Dalam penelitlan ini fokusnya adalah mengungkap peranan wanita (isteri) nelayan dalam ekonomi rumahtangganya. Pandekatan penelitian yang dipergunakan untuk menganalisis data adalah deskriptif kualitatif. Pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling, kriteria sampel yang diambil adalah keluarga nelayan yang lengkap, yaitu keluarga yang beranggotakan suami, isteri dan anak, selain itu juga para nelayan pemilik perahu, buruh nelayan dan pengepul ikan yang berjumlah 18 orang, teknik pengumpulan data menggunakan teknik observasi dan wawancara secara mendalam. Penulis menggunakan teori dari beberapa ahli dalam menganalisis masyarakat nelayan seperti Acheson (2001), dalam kajiannya tentang hasii-hasil penelitian ahli antropologi mengenai masyarakat nelayan, menemukan bahwa kendala yang dihadapi nelayan tidak hanya menyangkut lingkungan alam saja, tetapi juga menyangkut lingkungan sosial. Studi Sarno (2000) di Wantai Samas Bantul, menunjukkan isteri nelayan melakukan segala pekerjaan darat, yaitu mengolah dan menjual ikan perolehan suami. Mereka juga mengerjakan pekerjaan rumah, seperti mencuci, memasak dan membersihkan rumah. Studi Istiyanto (2001) di Glagah Kulonprogo, menunjukkan bahwa pendapatan rata-rata nelayan yang diperoleh untuk memenuhi kebutuhan minimal kduarganya. Isteri ikut membantu suami dalam mencari nafkah ketika nelayan menghadapi musim paceklik (musim angin kencang), pada musim ini membuat nelayan tidak bisa pergi melaut. Hasil penelitian penulis menunjukkan bahwa ternyata, peranan wanita/isteri dalam perekonomian rumahtangga nelayan pantai terbukti relatif besar, berdasar jenis kegiatan yang dilakukan dan dominasi dalam memegang dan mengatur keuangan rumahtangga serta bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan ekonomi rumahtangganya. Isteri nelayan lebih banyak melakukan kegiatan, yaitu mereka mengolah ikan, mulai menimbang, mencuci, memotong, menusuk potongan ikan dengan tusuk sate, memanggang, menata ikan panggangan sampai menjualnya. Isteri nelayan yang bertanggungjawab mengolah dan menjual ikan. Alasan mereka menjual ikan karena pekerjaan tersebut adalah kewajibannya sebagai isteri dan merupakan kesepakatan bersama dengan suami. Suami/nelayan juga menyatakan hal yang sama. Disamping itu isteri nelayan umumnya mengerjakan tugas rumahtangga sendiri seperti mengasuh anak, membersihkan rumah, memasak, mencuci pakaian anggota rumahtangga mereka juga membantu suami sebelum suami melaut. Waktu kerja yang digunakan relatif lebih besar untuk kegiatan produktif dan tugas domestik dibandingkan suami nelayan, karena bekerja hampir sepanjang hari dan mereka istirahat hanya pada waktu tidur saja. Suami mereka tidak melakukan pekerjaan produktif (menghasilkan uang) jika mereka tidak melaut dan ikut membantu mengerjakan tugas domestik, seperti menjaga anak. Nelayan menghadapi kendala yang timbul dari lingkungan alam yang tidak pasti (berubah) karena itu nelayan harus menyesuaikan diri. Tanpa penyesuaian diri maka nelayan kurang dapat mempertahankan diri dalam kehidupan (survive), Proses menyesuaikan diri inilah yang disebut dengan adaptasi. Pada masyarakat nelayan, tidak hanya nelayan yang melakukan adaptasi perilaku melainkan istri nelayan juga melakukannya, karena istri nelayan berfungsi sebagai produsen kedua. Mereka memiliki beberapa pilihan strategi yang berasal dari generasi sebelumnya maupun strategi baru pada masyarakatnya. Kemudian mereka memilih beberapa strategi tertentu untuk mengatasi masalah yang timbul dalam kehidupannya, agar mereka tetap survive. Kekurangan dari penelitian ini adalah masih banyak terjadi kesalahan penulisan dalam tulisan ini, kurangnya teori dan konsep yang mendukung penelitian ini, dan tulisan ini belum netral gender. Berdasarkan judul penelitian tentang ‘’peranan wanita…’’ itu menunjukkan bahwa penelitian ini hanya melihat dari segi perempuan saja, tidak melihat keduanya (suami dan istri). 6. Judul : Relasi Gender Dalam Pengolahan Hasil Perikanan Tangkap Di Pesisir Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat Tahun : 2011 Jenis Pustaka : Skripsi Bentuk Pustaka : Elektronik Nama Penulis : Lidya Elisabeth Alverin Nama Editor :Judul Buku :Kota dan Penerbit : Nama Jurnal :Volume (Edisi) :Alamat URL :http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/ 48192/I11lea.pdf?sequence=1 Tanggal diunduh: 16 September 2014 pukul 16:50 WIB Latar belakang penulis melakukan penelitian ini adalah berdasarkan pandangan bahwa ketimpangan gender di masyarakat peisir lebih parah dibandingkan dengan lingkungan-lingkungan lainnya. Pada masyarakat pesisir masih terlihat budaya patriarki yang jelas mengikat di dalam kehidupan masyarakat. Pembagian kerja di wilayah pesisir dipengaruhi oleh jenis kelamin laki-laki dan perempuan, laki-laki bekerja di ranah produktif dan perempuan bekerja di ranah reproduktif. Pentingnya pembangunan yang tidak bias gender dilakukan pada wilayah pesisir. Berdasarkan latar belakang, tujuan penelitian ini adalah menganalisis karakteristik individu, manifestasi ketidakadilan gender, faktor lembaga terkait terhadap perempuan dan relasi gender pada pengolahan hasil perikanan tangkap di Desa Blanakan sebagai faktor berpengaruh untuk menghasilkan relasi gender yang lebih setara dalam pengolahan hasil perikanan tangkap. Penulis memilih Kabupaten Subang sebagai lokasi penelitian. Berdasarkan kerangka pemikiran hipotesis yang diajukan penulis adalah diduga terdapat hubungan yang nyata antara persepsi adanya manifestasi ketidakadilan gender, faktor individu, dan lembaga pendukung usaha dengan relasi gender dalam pengolahan hasil perikanan tangkap. Lokasi penelitian berada di Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Sorong, Provinsi Jawa Barat dan dilaksanakan pada bulan Desember 2010 dan Januari 2011. Responden dalam penelitian ini merupakan buruh yang terdapat dalam usaha pengolahan perikanan berjumlah 59 orang, terdiri atas 43 responden perempuan dan 16 responden laki-laki. Reponden dalam penelitian ini tergolong pada usia produktif, antara 15-64 tahun dan telah menikah. Subyek penelitian ini adalah pekerja laki-laki dan perempuan pengolah hasil perikanan tangkap di Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Untuk memperoleh gambaran rinci dari relasi gender tersebut, maka survei juga dilakukan terhadap rumahtangga responden. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan sekunder. Penulis memilih Desa Blankan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Sorong, Provinsi Jawa Barat sebagai lokasi penelitian berdasarkan pertimbangan mengenai intensitas keterlibatan perempuan dalam pengolahan hasil perikanan tangkap yang tinggi terlihat pada daerah ini. Adapun yang menjadi pertimbangan kedua, yaitu kemudahan akses penelitian, keterbatasan biaya, tenaga, serta waktu dari penulis. Metode pengolahan dan analisis data yang digunakan penulis adalah kerangka analisis Harvard untuk menganalisis gender dan data kuantitatif diuji menggunkan Range Spearman yang dilakukan dengan menggunakan SPSS for windows versi 15.0. Teori gender yang digunakan penulis dalam penelitian antara lain pendekatan Gender and Development (GAD) yang menempatkan perempuan sebagai ‘’agent of change’’ atau sebagai agen perubahan. Tidak sekedar hanya sebagai objek pembangunan atau penerima program secara pasif. Program pembangunan ini memfokuskan pada relasi gender, ketimbang memfokuskan pada kaum perempuan saja. Pendekatan GAD secara implementatif cenderung mengarah pada adanya komitmen pada perubahan structural. GAD mengakui peningkatan kaum status perempuan memerlukan analisis mengenai hubungan antara laki-laki dan perempuan, maupun menyamakan pendapat dan kerjasama laki-laki (Moser 1993). Analisis gender yang dilakukan penulis difokuskan pada perbedaan akses dan kontrol antara laki-laki dan perempuan terhadap kegiatan sumber daya dan manfaat pembangunan. Tujuan dari analisis gender adalah mencapai keadilan, bukan kesetaraan. Pada gender dan beban kerja terlihat perempuan memperoleh beban kerja ganda meliputi peran reproduktif, produktif serta peran sosial. Hasil penelitian menunjukkan upah buruh perempuan, perharinya dapat menghasilkan Rp30.000,- sampai Rp75.000,- (setara dengan sekitar 60kg sampai 150 kg ikan). Buruh laki- laki tidak dipengaruhi oleh ketersediaan bahan baku. Mereka mendapatkan upah tetap Rp50.000,- /hari. Terlihat pembagian peran antara pengolah lakilaki dan perempuan. Jika diperhatikan, laki-laki lebih banyak melakukan kegiatan dibandingkan perempuan. Kenyataan ini justru tidak sejalan dengan kajian-kajian sebelumnya yang menyebutkan bahwa pengolahan perikanan tangkap merupakan kegiatan yang dilakukan oleh perempuan nelayan (Safitri dan Ratna, 2003). Selain itu, terdapat pembedaan pemberian upah yang dilakukan antara pekerja perempuan dan laki-laki. Pekerja laki-laki pada sektor pengolahan pangasinan merupakan buruh tetap yang setiap harinya diupah Rp 50.000,- dan pengolah perempuan adalah buruh harian tidak tetap yang pemberian upahnya didasari oleh banyaknya ikan yang mereka olah. Penelitian ini menggunakan metode pemilihan responden, dengan pengambilan sampel berdasarkan tujuan. Penelti tidak memaparkan secara langsung metode penarikan sampel yang diambil, sehingga tidak dapat diketahui metode apa yang digunakan penulis dalam penarikan sampel. Dalam menganalisis gender, penulis tidak memaparkan teknik analisis gender yang digunakan. Curahan waktu bekerja perempuan atau istri jauh lebih banyak dibandingkan oleh laki-laki atau suami. Hal ini terlihat dari pemaparan penulis pada pembahasan yang mengatakan bahwa seorang istri terkadang harus selalu memulai aktifitas-aktifitas lebih pagi dari para suami-suami mereka. Ketika bekerja dalam pengolahan seorang istri harus sesekali kembali kerumah untuk menyambi pekerjaan rumah, perempuan atau istri nelayan selain melakukan kegiatan produktif juga melakukan kegiatan reproduktif. Hal ini menunjukkan beban kerja perempuan terlihat berlebih. Penulis mengatakan bahwa perempuan di dalam masyarakat Indonesia masih dianggap kaum subordinat apabila dibandingkan dengan laki-laki. Peran produktif yang dilakukan perempuan dalam mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sering tidak dianggap, perempuan yang mencari nafkah adalah sebagai bentuk pengabdiannya terhadap suami dan keluarga. 7. Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan Penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi) Hal Alamat URL Tanggal diunduh : Kehidupan Sosial Ekonomi Perempuan Dalam Masyarakat Nelayan Di Desa Panjang Baru Kecamatan Pekalongan Utara : 2013 : Jurnal : Elektronik : Bahrain Dwi Masitho, Puji Lestari, Martien Herna Susanti :::: Unnes Civic Education Journal : Vol. 2 No. 1 : 64-73 :http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ucej/article/ viewFile/2178/1993 : 04 Desember 2014 pukul 20:27 WIB Kemiskinan yang terjadi pada masyarakat nelayan membuat seluruh anggota keluarga pada masyarakat nelayan ikut ambil andil dalam mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, terutama perempuan nelayan. Keterlibatan perempuan nelayan dalam mencari nafkah, tidak diimbangi dengan kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki sehingga perlu adanya pemberdayaan untuk masyarakat nelayan, terutama untuk perempuan nelayan agar mereka dapat meningkatkan kualitas hidup mereka. Uraian tersebut menjadi latar belakang penulis dalam melakukan penelitian ini. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kehidupan sosial ekonomi perempuan dalam masyarakat nelayan di Desa Panjang Baru Kecamatan Pekalongan Utara dan untuk mengetahui kualitas hidup perempuan dalam masyarakat nelayan di Desa Panjang Baru Kecamatan Pekalongan Utara. Penulis melakukan penelitian di Desa Panjang Baru Kecamatan Pekalongan Utara.Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif untuk memaparkan kondisi nyata berkaitan dengan penelitian mengenai kehidupan sosial ekonomi perempuan dalam masyarakat nelayan. Jenis sumber data yang digunakan adalah data primer berupa informasi dari pihak-pihak yang terkait dengan objek penelitian yaitu perempuan nelayan sebagai ibu rumahtangga dan perempuan nelayan yang bekerja, suami dari perempuan nelayan yang sebagai ibu rumahtangga dan suami dari perempuan nelayan yang bekerja, dan kepala desa. Data sekunder berupa arsip dan dokumen yang berkaitan dengan objek penelitian. Penulis menggunakan metode pengumpulan data antara lain: 1) Metode wawancara yang ditujukan kepada perempuan nelayan sebagai ibu rumahtangga dan perempuan nelayan yang bekerja, suami dari perempuan nelayan yang sebagai ibu rumahtangga dan suami dari perempuan nelayan yang bekerja, dan kepala desa, 2) Metode dokumentasi untuk memperkuat data-data yang diperoleh dari wawancara, yang dilakukan yaitu dengan mencari, menemukan dan mengumpulkan data- data yang berkaitan dengan permasalahan penulis, 3) Metode observasi untuk dapat melihat secara langsung keadaan sesungguhnya yang terjadi di lapangan. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan tahap-tahap pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan verifikasi data. Mengacu pada Kusnadi (2012:103), penulis melaporkan peran yang dilakukan oleh perempuan nelayan meliputi 1) peran domestik peranan ini dilaksanakan perempuan nelayan dalam kedudukannnya sebagai istri dari suami dan ibu dari anak-anaknya. Pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya adalah pekerjaan-pekerjaan seputar rumah tangga, seperti menagani pekerjaan dapur, membersihkan rumah, mengasuh dan mendidik anak, menyediakan kebutuhan sekolah anak-anak, dan menyiapkan bekal suami melaut. 2) Peran produktif, adalah peran perempuan nelayan untuk memperoleh penghasilan ekonomi dalam upaya memenuhi kebutuhan rumahtangga sehari-hari. Usaha yang dilakukan perempuan nelayan untuk mendapatkan pendapatan ekonomi ini adalah dengan jalan menjual hasil tangkapan (ikan) suami, bekerja pada orang lain, seperti menjadi buruh pada usaha pemindangan ikan; dan atau memiliki unit usaha sendiri, seperti membuka toko/warung, pedagang perantara, dan memiliki usaha pengolahan hasil perikanan, dan 3) Peran ketiga adalah ikut mengelola potensi komunitas, yang hasil akhirnya juga untuk kepentingan ekonomi dan investasi sosial rumahtangga masyarakat nelayan. Peranan ini diwujudkan dalam bentuk keterlibatan kaum perempuan dalam mengikuti arisan, simpanpinjam, simpanan, sumbangan timbal-balik hajatan, dan kegiatan gotong-royong lainnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perbedaan kehidupan sosial ekonomi perempuan nelayan ibu rumahtangga dengan perempuan nelayan yang bekerja dapat dilihat dari peran ganda yang dimiliki. Peran ganda yang dimaksud adalah bertanggung jawab terhadap ranah publik. Adanya anggapan bahwa kaum perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin, serta tidak cocok untuk menjadi kepala rumahtangga, berakibat bahwa semua pekerjaan domestik rumahtangga menjadi tanggung jawab kaum perempuan. Di kalangan keluarga miskin seperti keluarga nelayan perempuan memiliki beban kerja ganda untuk memenuhi kebutuhan keluarga, karena pekerjaan suami sebagai seorang nelayan yang sangat bergantung pada kondisi alam yang tidak pasti. Ketika suami tidak pergi menangkap ikan, maka istri akan bekerja sebagai pencari nafkah dan istri nelayan memikul beban kerja ganda. 8. Judul : Relasi Kekuasaan Suami dan Isteri Pada Masyarakat Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan Penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi) Hal Alamat URL Tanggal diunduh Nelayan : 2010 : Jurnal : Elektronik : Retno Andriati :::: Jurnal Masyarakat Kebudayaan dan Politik : Vol 21, No. 1 : 50-58 : http://mkp.fisip.unair.ac.id/index.php?option=com_ content&view=article&id=60:relasi-kekuasaan-suamidan-isteri-pada-masyarakat nelayan&catid=34:mkp&Itemid=61 : 04 Desember 2014 pukul 16:12 WIB Keterlibatan isteri nelayan pada kegiatan ekonomi, ternyata tidak menjamin mereka mempunyai legalitas atau status pekerjaan ini. Tidak hanya di Indonesia melainkan juga pada negara-negara lain. Posisi isteri nelayan juga tak jelas, karena mereka tidak mempunyai status pekerjaan. Status mereka lebih ditentukan oleh posisi atau status pekerjaan suami/nelayan. Posisi struktural suami lebih menentukan posisi struktural isteri pada masyarakat nelayan. Berbagai hasil penelitian pada masyarakat nelayan menunjukkan bahwa posisi perempuan nelayan golongan menengah dan miskin cenderung rendah, sekalipun kontribusi sosial-ekonomi mereka cenderung lebih besar. Bahkan curahan waktu yang diberikan oleh isteri nelayan jauh lebih lama, dibandingkan dengan suami mereka dan seringkali memiliki beban-ganda ( double-burden ) (Acheson, 1981; Mubyarto et al., 1984; Andriati, 1990 dan 1993). Akibatnya muncul suatu sikap dimana istri nelayan tidak ingin hidup anak-anaknya hanya berputar-putar pada kawasan nelayan, menikah dengan anak nelayan, atau memilih untuk bekerja sebagai nelayan karena menganggap pekerjaan ini sudah diturunkan ke mereka sejak dari kecil. Padahal ada pekerjaan yang lebih layak untuk anak-anaknya selain menjadi seorang nelayan. Uraian tersebut menjadi latar belakang penulis dalam melakukan penelitian ini. Tujuan penelitian yang dilakukan penulis adalah tujuan untuk memahami dan menjawab permasalahan penelitian tentang bagaimana konstruksi jender, yang berkembang dalam rumahtangga, baik oleh suami maupun isteri nelayan, dan bagaimana implikasi konstruksi sosial ini terhadap relasi kekuasaan antara suami dan isteri pada masyarakat nelayan. Penulis menggunakan metode penelitian kualitatif, yang menempatkan peneliti sebagai instrumen utama dalam proses penelitian. Teknik pengumpulan data primer melalui wawancara mendalam berdasar pedoman wawancara mendalam kepada responden dan informan suami dan isteri nelayan, baik secara individual maupun bersamaan. Responden dalam penelitian ini adalah 64 pasangan suami-isteri, 24 pasangan juragan dan 40 pasangan buruh nelayan, diambil beberapa informan suami-isteri berbeda generasi dan lebih memahami kegiatan nelayan. Pengumpulan data sekunder melalui studi pustaka dan monografi kelurahan sebagai kelengkapan data. Lokasi penelitian dipilih penulis secara purposive di wilayah Kelurahan Karangsari, Kingking dan Sidomulyo, Kecamatan Tuban Kota. Alasan pemilihan lokasi ini, karena pernah ada penelitian di wilayah ini pada tahun 1982, ketika motorisasi memasuki kehidupan masyarakat nelayan, sehingga perubahan sosial budaya dan ekonomi masyarakat nelayan dapat dipahami sesudah lebih dari dua dekade. Penulis menunjukkan hasil penelitian relasi kekuasaan suami-isteri nelayan berdasar pada perbedaan musim dan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Jika musim angin timur sebelumnya hasilnya memadai, maka isteri, khususnya isteri nelayan yang memiliki perahu tidak perlu bekerja keras, hanya mengurus tugas domestik saja. Namun, jika musim angin barat, isteri nelayan dan isteri buruh nelayan harus bekerja. Hal ini berbeda sesudah krisis, isteri lebih berkuasa dan dominan sepanjang musim, karena mereka harus bekerja keras, sementara suami mereka relatif tidak berpenghasilan. Latar belakang pendidikan isteri nelayan dan buruh nelayan yang rendah ini tidak berperan dalam proses pengambilan keputusan untuk melaksanakan kekuasaannya. Ada ketimpangan relasi kekuasaan suami-isteri nelayan secara etic, isteri lebih berkuasa dalam rumahtangga. Penulis mengutip erspektif Foucault tentang kekuasaan terbukti, bahwa penguasaan pengetahuan yang lebih baik akan memberikan kekuasaan lebih dalam relasi jender suamiisteri pada masyarakat nelayan. Peran istri nelayan sangat terlihat pada musim angin barat dalam mengambil keputusan. Meskipun ada perubahan kondisi alam, seperti badai, ombak besar, hasil laut menurun dan perubahan sosial budaya ini, konstruksi gender relatif tetap dari dua generasi, baik pada musim angin timur maupun angin barat. Demikian juga konstruksi gender sebelum dan sesudah krisis. Buktinya dalam proses pembagian kerja antara nelayan dan isterinya, nelayan melaut dan istrinya menjual ikan pada musim along/ musim ikan datang. Jika hasil melaut tidak mencukupi, maka isteri berkewajiban berusaha sendiri untuk memenuhi kebutuhan rumahtangganya. Sementara isteri nelayan juga berpedoman pada kebudayaannya, bahwa mereka harus menerima sikap dan perilaku suaminya. Mereka relatif tidak pernah menuntut bahwa suami seharusnya bertanggungjawab memenuhi kebutuhan rumahtangganya, baik secara sosial atau agama, seperti orang darat. Sikap dan perilaku isteri nelayan yang bertanggung jawab terhadap rumahtangganya merupakan hasil konstruksi sosial tentang peran gendernya. Penulis melaporkan penelitian ini menunjukkan terbukti ada diskriminasi peran gender pada masyarakat nelayan, melalui proses konstruksi sosial dari generasi ke generasi. Ketimpangan gender ini karena pembagian kerja yang relatif tegas, yaitu tugas nelayan sebagai laki-laki dan istri sebagai perempuan. Peran gender perempuan adalah mengelola rumahtangga, maka banyak perempuan menanggung beban kerja domestik lebih banyak dan lebih lama (burden). Dengan kata lain, peran gender perempuan mengelola, menjaga dan memelihara kerapian tersebut, telah mengakibatkan tumbuhnya tradisi dan keyakinan masyarakat bahwa mereka harus bertanggung jawab atas terlaksananya keseluruhan pekerjaan domestik. Dalam menganalisis relasi kekuasaan antara suami-istri nelayan, penulis tidak mengacu teori-teori tentang relasi gender. 9. Judul : Pola Kemiskinan Di Pemukiman Nelayan Kelurahan Dompak Kota TanjungPinang : 2006 : Tesis : Elektronik : Gatot Winoto ::- Tahun Jenis Pustak Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan Penerbit: Nama Jurnal :- Volume (Edisi) Alamat URL Tanggal diunduh :: http://eprints.undip.ac.id/17453/1/GATOT_ WINOTO.pdf : 04 Desember pukul 20:30 WIB Kemiskinan perkotaan merupakan salah satu isu pembangunan yang kompleks dan kontradiktif . Kemiskinan dipandang sebagai dampak ikutan dari pembangunan dan bagian dari masalah dalam pembangunan. Tipologi kemiskinan perkotaan dicirikan oleh berbagai dimensi baik dimensi sosial maupun ekonomi yang lebih beragam serta memiliki kebijakan yang rumit. Hal tersebut membentuk pola kemiskinan yang berbeda-beda. Sehingga apabila dibiarkan, dapat menyebabkan terjadinya keterbatasam akses menuju sarana dan prasarana publik, tingkat pendidikan penduduk di permukiman nelayan di Kelurahan Dompak tidak meningkat, dan lingkungan yang semakin buruk yang berdampak pada ketidaklayakan huni permukiman nelayan di Kelurahan Dompak. Uraian tersebut menjadi latar belakang penulis melakukan penelitian. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji pola kemiskinan dan faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya kemiskinan di permukiman nelayan Kelurahan Dompak Kota Tanjungpinang. Oleh karena itu, penelitian ini akan mengkaji pola kemiskinan dan faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya kemiskinan di pemukiman nelayan Kelurahan Dompak Kota Tanjungpinang. Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah Penelitian deskriptif. Tujuan penelitian deskriptif ini adalah untuk memuat gambaran atau lukisan secara sistematik, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. (Suharto, 1993 : 35). Pengumpulan data dan informasi didapat penulis melalui observasi/ pengamatan langsung situasi dan kondisi yang terjadi dalam wilayah penelitian, serta konteks sosial lain yang terlibat. Data primer dieproleh dari wawancara/kuisioner dan observasi/pengamatan langsung. Responden dalam penelitian ini adalah sejumlah keluarga miskin yang terdapat di permukiman nelayan Kelurahan Dompak Kota Tanjungpinang. Data sekunder diperoleh penulis dari iperoleh dari buku-buku kepustakaan dan beberapa instansi yang terkait dan validitas datanya dapat dipertanggungjawabkan. Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui survei ke instansi-instansi untuk mendapatkan data yang dikeluarkan oleh instansi tersebut dan telaah dokumen. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif, untuk menggambarkan pola kemiskinan suatu variabel, mengetahui keterkaitan antar berbagai variabel. Populasi sampel yang akan diteliti adalah masyarakat yang tinggal di daerah permukiman miskin nelayan di Kelurahan Dompak. Menurut data yang diperoleh dari Kantor Kelurahan Dompak, jumlah penduduk miskin yang tinggal di lingkungan permukiman nelayan adalah 147 kepala keluarga. Konsep kemiskinan yang digunakan penulis mengacu kepada beberapa ahli seperti Pengertian kemiskinan menurut Gunawan Sumodiningrat dkk (1999: 1) adalah sebuah konsep ilmiah yang lahir sebagai dampak ikutan dari pembangunan dalam kehidupan. Kemiskinan dipandang sebagai bagian dari masalah dalam pembangunan, yang keberadaannya ditandai dengan adanya pengangguran, keterbelakangan, yang kemudian meningkat menjadi ketimpangan. Sar A Levitan mendefinisikan bahwa kemiskinan adalah kekurangan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu standard hidup yang layak. Oleh karena standard hidup itu berbeda-beda, maka tidak ada definisi kemiskinan yang dapat diterima secara universal. (Levitan, 1980: 2). Hal ini sesuai dengan definisi kemiskinan yang diungkapkan oleh Bradly R. Schiller bahwa kemiskinan adalah ketidaksanggupan untuk mendapatkan barang-barang dan pelayananpelayanan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial yang terbatas (Murin dkk, 1979: 214). Wolrd Bank mendefinisikan keadaan miskin sebagai: “Poverty is concern with absolute standard of living of part of society the poor in equality refers to relative living standards across the whole society” (World Bank, 1990; 26). Hasil penelitian penulis menunjukkan bahwa masyarakat yang tinggal di permukiman nelayan Kelurahan Dompak Kota Tanjungpinang merupakan salah satu cerminan kondisi daerah pinggiran (hinterland) yang terletak jauh dari pusat kota. Adapun temuan-temuan studi yang di dapat dari penelitian tentang pola kemiskinan di permukiman nelayan Kelurahan Dompak Kota Tanjungpinang berdasarkan hasil observasi dan analisis Adalah sebagian permukiman masyarakat setempat berada dalam kondisi kumuh, Saranaprasarana yang ada pada permukiman tersebut cukup minim, tidak ada saluran drainase, tidak ada saluran pembuangan air kotor serta sedikitnya jumlah masyarakat setempat yang memiliki tempat pembuangan sampah pribadi. Masyarakat mayoritas (90%) bekerja sebagai nelayan. Adapun tingkat pendapatan, masyarakat 67,5 % berpendapatan hanya Rp 200.000 – Rp 500.000/per bulan sehingga tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehariHari. Tingkat pendidikan masyarakat sangat rendah yaitu hanya mencapai SD, tingkat keterlibatan masyarakat dalam berorganisasi cukup tinggi. Dengan memperhatikan indikator utama kemiskinan yang dibuat oleh BAPPENAS, maka sebagian besar masyarakat yang tinggal di permukiman nelayan dapat dikategorikan kepada masyarakat miskin ilmu pengetahuan, minim pelayanan kesehatan, miskin keahlian, minim sarana dan prasarana lingkungan permukiman, miskin air bersih, minim pengelolaan sumber daya alam, miskin keamanan, overquota anggota keluarga dalam rumah, dan terbatasnya akses kepemilikan tanah. 10. Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan Penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi) Alamat URL Tanggal diunduh : Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan Di Desa Lopana Kecamatan Amurang Timur Provinsi Sulawesi Utara : 2013 : Jurnal : Elektronik : Nadia Watung, Christian Dien dan Olvie Kotambunan ::: : Jurnal Ilmiah PS. Agrobisnis Perikanan UNSRAT, Manado : Vol. 1. No. 1 : http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/akulturasi/ article/download/2762/2314 : 05 Desember 2014 pukul 18:04 WIB Masyarakat nelayan dapat dipandang sebagai suatu lingkungan hidup dari satu individu atau satu keluarga nelayan. Dengan kata lain masyarakat nelayan dibentuk oleh sejumlah rumahtangga nelayan dan tiap rumahtangga merupakan lingkungan hidup bagi yang lainnya (Mantjoro, 1995). Kehidupan masyarakat nelayan adalah keadaan nyata yang dapat diungkapkan melalui usaha mereka yang dipengaruhi oleh musim penangkapan ikan, kondisi alam tidak menunjang, terbatasnya modal dan tingkat pendidikan yang rendah sehingga mengakibatkan keadaan sosial ekonomi lemah. Nelayan di desa Lopana kebanyakan masih menggunakan alat tangkap soma dampar sebagai alat tangkap utama yang dilakukan secara turun temurun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keadaan umum desa Lopana dan mempelajari aspek sosial dan aspek ekonomi dalam kehidupan masyarakat nelayan yang ada, seperti pendidikan, ukuran keluarga, perumahan, modal usaha, sistem bagi hasil dan pendapatan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yang bersifat deskriptif dengan dasar studi kasus. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode observasi langsung. Ukuran keluarga merupakan salah satu faktor yang penting untuk melihat karakteristik sosial nelayan. Hal ini mengingat semakin banyak jumlah anggota keluarga semakin bertambah juga kebutuhan. Tingkat pendidikan para nelayan pancing ulur dan soma dampar di Desa Lopana tergolong rendah. Menyangkut kesehatan para nelayan cukup baik dengan kondisi lingkungan pantai yang bersih terhindar dari sampah berserakan hingga penggunaan KB dalam rumahtangga nelayan dan untuk makanan para nelayan mengkonsumsi ikan setiap harinya. Melalui penelitian ini, dapat diketahui bahwa karakteristik nelayan yang ada di Desa Lopana cukup berbeda dengan nelayan yang hidup di pesisir perkotaan. Hal ini terlihat dari tingkat kesadaran para nelayan dalam melestarikan sumberdaya alam yang ada seperti pantai dan lingkungan pesisir di Desa Lopana. Nelayan di Desa Lopana sudah banyak tidak mengkonsumsi alcohol saat beroperasi menangkap ikan, hal ini dikarenakan kesadaran para nelayan akan keamanan mereka saat berada di laut. Nelayan di Desa Lopana masih menggunakan alat tangkap tangkap tradisional dalam menangkap ikan, padahal dengan menggunakan alat tangkap tradisional para nelayan harus menguras tenaga dan mengkondisikan tubuh fisik mereka agar dapat terus bekerja. Penelitian ini tidak mencantumkan rumusan masalah secara tersurat. Penelitian ini hanya memaparkan tujuan dari penelitian tanpa adanya rumusan masalah. Selain itu, dalam penelitian ini tidak digunakan acuan teori dalam hasil dan pembahasan. Sehingga perlu dilakukan penelitian selanjutnya guna menyempurnakan penelitian ini. 11. Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan Penerbit Nama Jurnal Volume dan Edisi Alamat URL Tanggal diunduh : Faktor Dominan Penyebab Kemiskinan Rumahtangga Nelayan Motor Tempel Di Wilayah Tangkap Lebih Jawa Timur : 2013 : Jurnal : Elektronik : Anas Tain :::: Sosiohumaniora : Vol. 15, No. 1 : http://sosiohumaniora.unpad.ac.id/wp-content/uploads /2014/01/15.anas-tain.pdf : 05 Desember 2014 pukul 20:30 Kawasan pesisir merupakan kawasan yang kaya akan sumber daya perikanan dan mayoritas masyarakatnya bekerja sebagai nelayan, namun masih banyak penduduknya yang merupakan kantong-kantong kemiskinan. Untuk mencukupi kehidupan sehari-hari rumahtangga nelayan melakukan pekerjaan lain di luar melaut (Tain, 2006). Kelompok masyarakat yang bermukim di wilayah pesisir adalah yang paling menderita dengan taraf kesejahteraan jauh di bawah kelompok masyarakat lainnya (Kusumastanto, 2002). Pada rumahtangga nelayan miskin untuk bisa mempertahankan hidup, mereka tetap mengeksploitasi sumber daya perikanan yang telah mengalami overfishing bahkan denga cara yang destruktif sekalipun. Menurut Fauzi (2005), kemiskinan di wilayah pesisir memicu destructive fishing yang kemudian mengacaukan mata rantai makanan. Penduduk miskin adalah agen dan korban kerusakan lingkungan (Rusastra dan Napitupulu, 2007). Kemiskinan pada rumahtangga nelayan dapat dikelompokkan menjadi tiga bentuk kemiskinan berdasarkan faktor pembentuknya. Pertama, kemiskinan struktural. Kemiskinan ini diderita oleh segolongan nelayan karena kondisi struktur sosial yang ada menjadikan mereka tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia, dan menguntungkan si pemilik modal (nelayan besar). Kedua, kemiskinan kultural yang melihat kemiskinan terjadi karena faktor budaya seperti kemalasan. Ketiga, kemiskinan alamiah terjadi di mana kondisi alam yang tidak mendukung mereka melakukan kegiatan ekonomi produktif ataupun perilaku produksi yang tidak produktif akibat sifat sumberdaya yang bersangkutan. Akhirnya terjadi sifat saling mendahului dan berupaya untuk mendapatkan tangkapan sebanyak-banyaknya dibandingkan dengan nelayan lain. Terdapat 15 faktor dominan penyebab kemiskinan rumahtangga nelayan kecil di wilayah tangkap lebih yaitu faktor : kelembagaan yang merugikan nelayan kecil, program yang tidak memihak nelayan kecil, pandangan hidup yang berorientasi akhirat saja, keterbatasan sumberdaya, ketidak sesuaian alat tangkap, rendahnya investasi, terikat utang, perilaku boros, keterbatasan musim penangkapan, kerusakan ekosistem, penyerobotan wilayah tangkap, lemahnya penegak hukum, kompetisi untuk mengungguli nelayan lain, penggunaan alat/bahan terlarang serta perilaku penangkapan. Ke-15 faktor ini diketahui bahwa pada hakekatnya kemiskinan yang membelenggu rumahtangga nelayan adalah kemiskinan yang menyangkut multidimensi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemiskinan pada rumahtangga nelayan setidaknya dapat dikelompokkan menjadi tiga bentuk kemiskinan berdasarkan faktor pembentuknya. Pertama, kemiskinan structural yang menjadikan mereka tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia, juga akibat tatanan kebijakan yang lebih menguntungkan golongan pemilik modal (nelayan besar). Kedua, kemiskinan kultural yang melihat kemiskinan terjadi karena faktor budaya seperti kemalasan yang bersumber pada nilai-nilai lokal yang memang tidak kondusif bagi suatu kemajuan. Ketiga, kemiskinan alamiah yang terjadi dimana kondisi alam yang tidak mendukung mereka melakukan kegiatan ekonomi produktif ataupun perilaku produksi yang tidak produktif akibat sifat sumberdaya yang bersangkutan. Nelayan dan kemiskinan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Bukan hal yang tabu lagi apabila membicarakan mengenai kemiskinan pada rumahtangga nelayan. Tingkat pendidikan yang rendah menjadi latarbelakang terbatasnya akses nelayan. 12. Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan Penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi) : Peran Gender dalam Pengambilan Keputusan Rumahtangga Nelayan di Kota Semarang Utara, Provinsi Jawa Tengah : 2012 : Jurnal : Elektronik : Ahmad Azizi, Hikmah dan Sapto Adi Pranowo :::: J. Sosek KP : Vol. 7, No. 1 Alamat URL Tanggal diunduh : http://bppse.litbang.kkp.go.id/publikasi/jsosek/jurnal_ 2012_v7_noI_(8)_full.pdf : 06 Desember 2014 pukul 10:10 WIB Gender dikonstruksikan masyarakat adalah perilaku-perilaku dan harapan-harapan yang dikaitkan dengan laki-laki dan perempuan (Laporan Penelitian Bank Dunia, 2002). Perwujudan gender pada suatu masyarakat tidak selalu sama, hal ini tergantung padda nilai, norma yang dianut agama dan kepercayaan dan lain-lain dalam masyarakat. Sebagai upaya peningkatan kesetaraan gender dan keadilan gender (laki-laki dan perempuan), Pemerintah Indonesia telah meratirifikasi sejumlah konvensi internasional yang berkaitan dengan hak perempuan, seperti CEDAW (Convention on the Elimination of All From Discrimination Against Women), serta menandatangani strategi kedepan untuk kemajuan perempuan (CIDA, Agritem dan LP3ES, 1999). Faktanya peran dan kontribusi perempuan (istri) nelayan di Kota Semarang Utara terhadap ekonomi cukup memegang peranan penting, namun peran tersebut belum didukung sepenuhnya oleh kebijakan pemerintah yang memihak kepada wanita. Uraian tersebut merupakan latar belakang dari penelitian ini. Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan gambaran tentang profil rumahtangga nelayan, peran gender dalam pengambilan keputusan dan upaya peningkatan pendapatan rumahtangga sehingga dapat dijadikan langkah awal untuk melakukan strategi kebijakan yang mengarah kepada kebijakan pengembangan dan pemberdayaan perempuan. Metode yang digunakan penulis berupa metode kuantitatif dan metode bersifat kualitatif dengan mengambil studi kasus dan membatasi pada rumahtangga nelayan di Kota Semarang Utara sebagai sasaran studi. Batasan unit analisis yang dilakukan penulis adalah rumahtangga nelayan yang meliputi sejumlah orang atau kasus (peristiwa lokal), sehingga membatasi peluang untuk generalisasi, namun memungkinkan pemahaman mendalam mengenai suatu peristiwa. Penulis memilih Kota Semarang Utara sebagai lokasi penelitian didasarkan beberapa pertimbangan yakni aktivitas masyarakat sebagai nelayan, kegiatan pengolahan ikan dan peranan perempuan dalam aktivitas kegiatan perikanan cukup besar terutama dalam bidang usaha pengolahan ikan. Waktu penelitian peran gender dalam pengambilan keputusan rumahtangga nelayan di Kota Semarang Utara dilakukan pada bulan Juli 2007. Jenis data yang digunakan berupa data primer dan sekunder. Jumlah responden sebanyak 30 orang yang terdiri dari 18 orang pemilik kapal dan 12 orang sebagai anak buah kapal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 60 persen atau 18 orang suami berstatus nelayan pemilik kapal dan 40 persen atau 12 orang bukan pemilik kapal. Responden istri yang bekerja di sektor perikanan hanya sebesar 3,33 persen atau 1 orang dan sebagai pengolah ikan sebesar 30 persen atau 9 orang. Penulis tidak menemukan istri yang berprofesi sebagai nelayan, kebanyakan istri tidak bekerja dan hanya melakukan pekerjaan rumah saja. Disisi lain, masih adanya sebagian orang tua yang memiliki persepsi bahwa anak perempuan tidak perlu berpendidikan tinggi dengan alasan wanita lebih penting mengerjakan kegiatan domestik seperti mengurus anak, mengurus rumahtangga, dan suami. Kegiatan produktif masih didominasi oleh suami 9,42 jam/hari dan kegiatan reproduktif didominasi oleh istri 2,60 jam/hari. Pengambilan keputusan pada kegiatan produktif pada umumnya dilakukan secara bersama-sama antara suami dan istri. Pada kegiatan domestik peranan istri lebih besar dibandingkan suami. Tulisan ini belum menggunakan teknik analisis gender dalam menganalisis akses, kontrol dan manfaat gender. Selain itu, tulisan ini belum menjelaskan mengenai konsep gender, teori gender dan perspektif gender. Hasil dan pembahasan yang dipaparkan penulis hanya berupa penjelasan mengenai relasi gender yang terjadi dalam rumahtangga nelayan, kegiatan ekonomi dan sosial dalam masyarakat nelayan tanpa mengacu pada konsep dan teori gender. Penelitian ini membahas mengenai kehidupan ekonomi masyarakat nelayan, peran istri menggantikan suami untuk mencari nafkah tanpa memperhatikan kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan. Suami memiliki kontrol dalam pengambilan keputusan pada kegiatan produktif dan istri memiliki kontrol dalam pengambilan keputusan pada kegiatan domestik. 13. Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan Penerbit Hal Nama Jurnal Volume (Edisi) Alamat URL Tanggal diunduh : Analisis Gender dalam Kehidupan Keluarga Nelayan di Kecamatan Pangandaran Kabupaten Ciamis : 2013 : Jurnal : Elektronik : Rani Andriani Budi Kusomo, Anne Charina, Gema Wibawa Mukti :::: 42-53 : Jurnal Social Economic of Agriculture : Vol. 2 , No. 1 : http://download.portalgaruda.org/article.php?article =152635&val=5163&title=ANALISIS%20GENDER%2 0DALAM%20KEHIDUPAN%20KELUARGA%20NE LAYAN%20DI%20KECAMATAM%20PANGANDA RAN%20KABUPATEN%20CIAMIS : 06 Desember 2014 pukul 10:24 WIB Dalam menghadapi fenomena kemiskinan di masyarakat nelayan, keluarga nelayan harus memiliki beragam strategi untuk mendapatkan peluang-peluang bertahan hidup sesuai dengan keahlian yang dimiliki dan orientasi ekonomi masing-masing. Dalam hal ini, tidak hanya suami yang dituntut untuk memaksimalkan perannya, tetapi juga istri. Istri dituntut untuk berperan ganda, disamping sebagai pengurus rumahtangga, istri dituntut pula untuk membantu suami sebagai pencari nafkah untuk menambah pendapatan. Dengan demikian, dalam menghadapi kerentanan ekonomi dan kemiskinan masyarakat nelayan, pihak yang paling terbebani dan bertanggungjawab untuk mengatasi dan menjaga kelangsungan hidup rumahtangga adalah perempuan atau istri nelayan. Uraian tersebut menjadi latarbelakang penulis dalam penelitian ini. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji karakteristik sosial ekonomi keluarga serta menganalisis pengambilan keputusan dan pembagian kerja antara suami dan istri pada keluarga nelayan. Metode pengumpulan data yang dilakukan penulis menggunakan metode survey dengan populasi sebanyak 104 keluarga nelayan yang terdiri dari pasangan suami istri yang memiliki minimal satu orang anak. Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder yang diperoleh dengan cara pengamatan, wawancara dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif untuk menggambarkan persepsi tentang gender, pola pengambilan keputusan dan pembagian kerja berdasarkan gender yang dilakukan oleh keluarga nelayan. Analisis perspektif gender menggunakan teknik analisis Harvard dan Mosher dilakukan dengan pemberian re-skoring terhadap jawaban responden. Hasil penelitian menggambarkan karakteristik keluarga yang terdiri dari umur, lama pendidikan, besar keluarga. persepsi tentang gender yang digunakan adalah menurut ahli William dan Best (1990), persepsi tentang gender merupakan kepercayaan normatif tentang bagaimana seharusnya penampilan seorang laki-laki atau perempuan, apa yang seharusnya dikerjakan oleh laki-laki atau perempuan, dan bagaimana keduanya berinteraksi. Persepsi tentang gender diukur melalui 15 item pertanyaan untuk menilai pandangan normatif responden tentang bagaimana pembagian peran dalam rumahtangga antara suami dan istri, serta akses dan kontrol perempuan pada sektor domestik dan publik. Sebagian besar responden menyatakan setuju dengan pernyataan perempuan tidak pantas berperan sebagai pemimpin rumahtangga; istri menempati posisi yang lebih rendah daripada suami sehingga wajar jika wewenang untuk mengambil keputusan ada di tangan suami; istri harus meminta ijin pada suami untuk beraktivitas di luar rumah, suami dan istri sama-sama berhak memiliki hak nama atas aset yang dimiliki; istri boleh membantu suami dalam mencari nafkah; suami tidak hanya bertugas mencari nafkah tetapi harus mau berbagi tugas memasak dengan istri; istri perlu terlibat dalam kegiatan atau organisasi sosial; perempuan berhak terlibat dalam kegiatan politik; perempuan berhak menjadi pemimpin dalam organisasi sosial; perempuan berhak memiliki akses terhadap lembaga kredit. Berdasarkan pandangan tersebut diketahui bahwa perempuan sebagai istri memahami perannya secara tradisional dengan memandang bahwa kedudukan istri dalam keluarga lebih rendah dari pada suami sehingga wajar jika wewenang untuk mengambil keputusan ada di tangan suami. Sebagian besar responden tetap menilai bahwa suami lah yang berkewajiban mencari nafkah dan istri bertanggung jawab dalam mengurus rumahtangga, dan tidak ingin bertukar posisi meskipun secara ekonomis menguntungkan. Namun di lain pihak istri juga ingin terlibat lebih jauh di sektor publik, hal tersebut terlihat dari pernyataan bahwa istri boleh membantu suami dalam mencari nafkah, istri boleh terlibat dalam organisasi sosial serta persepsi istri bahwa perempuan berhak mengakses dan mengontrol sumberdaya yang ada. Pengambilan keputusan keluarga menurut Deacon dan Firebough (1988) mengemukakan bahwa pengambilan keputusan merupakan proses yang mendasari semua fungsi manajemen sumberdaya keluarga. Hal ini berarti bahwa selama proses manajemen sumberdaya berlangsung, maka proses pengambilan keputusan juga terjadi. Berdasarkan pendapat tersebut, maka suami yang memiliki pengambilan keputusan terbesar didalam keluarga dan istri harus menghormati setiap keputusan yang diambil oleh suami. Pengambilan keputusan dalam aktivitas domestik di bidang pangan, pada keluarga nelayan didominasi oleh istri. Dalam menagatur menu dan memasak dilakukan oleh istri saja tanpa melibatkan suami, tidak adanya peran suami dalam pengambilan keputusan pada kegiatan domestik karena dianggap ranah domestik adalah ranah perempuan dan cenderung hanya dilakukan oleh perempuan atau istri saja. Pengambilan keputusan di bidang kesehatan pada lebih dua per tiga responden dilakukan bersama-sama oleh suami dan istri. Peran istri terlihat lebih dominan dalam mengatur pengeluaran di bidang kesehatan, meskipun untuk menentukan tempat berobat keputusan tetap diambil bersama-sama antara suami dan istri. Keputusan untuk membuat perencanaan keuangan keluarga, serta keputusan menabung dilakukan secara bersama-sama antara suami dan istri tetapi keputusan untuk mengatur pengeluaran keluarga tetap didominasi oleh istri. Pengambilan keputusan mengenai pemeliharaan rumahtangga dilakukan bersama-sama oleh suami dan istri. Pada sebagian besar keluarga responden, suami dan istri bersama-sama mengambil keputusan dalam menentukan jumlah anak dan menentukan jarak kelahiran; sedangkan dalam menentukan alat kontrasepsi yang digunakan keputusan diambil dominan oleh istri. Pengambilan keputusan di sektor publik, khususnya pada aspek ekonomi lebih banyak didominasi oleh suami. Pengambilan keputusan untuk usaha non perikanan juga lebih banyak dibuat oleh suami. Pengambilan keputusan di bidang sosial kemasyarakatan dibuat bersama-sama oleh suami dan istri. Pengambilan keputusan di sektor publik memang cenderung didominasi oleh suami; istri lebih banyak terlibat dalam pengambilan keputusan di bidang sosial kemasyarakatan dibandingkan pada aktivitas ekonomi di bidang perikanan dan non perikanan. Penulis menyimpulkan bahwa karakteristik keluarga menunjukkan tingkat pendidikan sebagian besar keluarga nelayan yang masih tergolong rendah sehingga membuat keluarga nelayan sulit untuk mengembangkan dirinya, persepsi tentang gender yang menggambarkan tugas utama seorang istri adalah mengurus rumahtangga dan tanggung jawab mencari nafkah utama tetap merupakan tugas suami, pengambilan keputusan aktivitas domestik dan publik tidak terpusat pada suami tetapi dilakukan secara bersama-sama antara suami dan istri. Analisis gender yang dilakukan oleh penulis adalah analisis pembagian kerja antara suami dan istri dalam rumahtangga nelayan. Penulis melaporkan secara rinci mengenai pengambilan keputusan dan pembagian kerja didalam rumahtangga nelayan yakni aktivitas domestik dan publik. 14. Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan Penerbit Hal Nama Jurnal Volume (Edisi) Alamat URL : Produktivitas Istri dalam Penguatan Ekonomi Rumah Tangga Nelayan : 2009 : Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan : Cetak : Maharani Yulisti, Zahri Nasution :::: 9-17 :::- Permasalahan ketidakmampuan nelayan untuk produktif sepanjang musim menjadi salah satu penyebab daya tahan ekonomi rumah tangga nelayan rendah. Di musim paceklik, nelayan tidak akan mendapatkan penghasilan apabila tidak memiliki mata pencaharian alternatif, atau melibatkan keluarga untuk menghasilkan uang guna memenuhi berbagai kebutuhan rumah tangga. Peran serta wanita dalam menghasilkan uang menjadi salah satu alternatif untuk menyiasati kekosongan penghasilan nelayan di musim paceklik, dan menambah daya tahan ekonomi rumah tangga nelayan di saat musim panen. Kedudukan wanita yang semakin maju tidak membuat wanita menjadi istri yang tidak patuh terhadap suami, wanita tetap menganggap pria sebagai kepala rumah tangga, dan wanita tidak dapat melepaskan tugas-tugas kewanitaannya sehingga mereka harus menambah peran dalam pola hidupnya. Uraian tersebut menjadi latarbelakang penulis melakukan penelitian ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi seberapa besar produktivitas wanita dalam berkontribusi terhadap ekonomi rumah tangga, ekonomi, dan curahan waktu dalam kehidupan rumah tangga. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa riset gender pada tahun 2007. Jenis data yang digunakan data primer meliputi identitas responder, data pendapatan, curahan waktu dan produktivitas. Data sekunder meliputi literatur-literatur. Analisis data menggunakan metode deskriptif, penulis mengacu kepada Singarimbun dan Effendi (1989) mengenai metode deskriptif yaitu melalui penafsiran data ada dengan tujuan mendeskripsikan secara rinci suatu fenomena sosial disertai interpretasi rasional terhadap kondisi yang ada dilapangan. Sumbangan pendapatan ibu rumah tangga terhadap pendapatan rumah tangga dianalisis secara tabulasi tanpa uji statistik, diperoleh dari suatu kegiatan ekonomi dan pendapatan total rumah tangga. Penulis melaporkan tidak ditemukan istri bekerja sebagai nelayan, karena pekerjaan sebagai nelayan membutuhkan tenaga serta waktu yang ekstra dan bermalam di laut, sehingga tugas utama istri mengurus rumah tangga akan menghalangi seorang istri untuk menjadi nelayan. Usia produktif istri sekitar 30 orang responden istri, kondisi ini menunjukkan dengan usia produktif istri dapat melakukan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan seperti penguatan ekonomi rumah tangga, dan kebutuhan yang menyangkut aktivitas domestik, sosial dan kebutuhan dasar. Tingkat pendapatan yang dianalisis dalam penelitian ini merupakan pendapatan yang diperoleh oleh suami maupun istri dari usaha perikanan maupun usaha non perikanan per bulannya. Dari hasil analisis diperoleh bahwa sebagian besar tingkat pendapatan suami berada di atas upah minimum regional nasional (UMR) yaitu di atas Rp. 950.000,- dengan rata-rata pendapatan suami sebesar Rp. 1.461.600,-. Pendapatan istri berada di bawah UMR dengan rata-rata pendapatan istri sebesar Rp. 775.00,-. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan suami lebih tinggi dibandingkan pendapatan istri. Berdasarkan hasil penelitian, kontribusi produktivitas wanita yang bekerja secara mandiri dapat mampu meningkatkan daya tahan ekonomi rumah tangga yang tergambar dari meningkatnya rata-rata pendapatan rumah tangga. Perbandingan untuk curahan waktu istri nelayan untuk kegiatan produktif adalah 4,97 jam per hari, suami untuk kegiatan produktif adalah 9,6 jam per hari. Apabila dihitung rata-rata jam kerja per minggu untuk kegiatan produktif adalah 34,79 jam, maka responden istri nelayan tergolong ke dalam jam kerja setengah menganggur karena kurang dari 35 jam per minggu (BPS, 2007 dalam Handayani dan Artini, 2009). Selanjutnya, Djajadiningrat (1987) dalam Ihromi (1995) mengatakan bahwa kaum perempuan termasuk ke dalam ruang lingkup domestik sebagai perpanjangan peranan reproduktif mereka. Pekerjaan rumah tangga yang dilakukan oleh perempuan yaitu sebelum dan sesudah mencari nafkah. Sajogyo (1987) peran ganda inilah yang menyebabkan mobilitas tenaga kerja perempuan terbatas. 15. Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan Penerbit Nama Jurnal Hal Volume (Edisi) Alamat URL Tanggal diunduh : Evaluasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir : 2013 : Jurnal : Elektronik : Neliyanti dan Meyzi Heriyanto :::: Jurnal Kebijakan Publik : 1-118 : Vol. 4, No. 1 : http://download.portalgaruda.org/article.php?article= 106054&val=2289 : 01 Januari 2015 pukul 09:54 WIB Masyarakat pesisir yang terdiri dari nelayan, pembudidaya ikan, pengolah dan pedagang hasil laut, merupakan segmen anak bangsa yang umumnya masih tergolong miskin. Kesejahteraan mereka memerlukan program terobosan baru yang dapat meningkatkan akses mereka terhadap modal, manajemen dan teknologi serta dapat mentransformasikan struktur dan kultur masyarakat pesisir dan nelayan secara berkelanjutan. Citra kemiskinan nelayan sesungguhnya suatu ironi, mengingat Indonesia memiliki wilayah laut yang sangat luas. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan Pogram Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) pada lebaga keuangan mikro di Kota Dumai. Jenis penelitian ini adalah adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Informan dalam penelitian ini adalah aktor-aktor yang berperan dalam program PEMP, sesuai dengan organisasi pengelola program PEMP di kota dumai. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pelaksanaan pengelolaan DEP oleh USP di koperasi kerapu yang dlihat dari indikator efektifitas, efisiensi, kecukupan, pemerataan, responsivitas dan ketepatan, masih banyak terdapat kekurangan. Program PEMP secara umum bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui pengembangan kultur kewira- usahaan, penguatan Lembaga Keuangan Mikro (LKM)/Usaha Simpan Pinjam (USP), penggalangan partisipasi masyarakat dan kegiatan usaha ekonomi produktif lainnya yang berbasis sumberdaya lokal dan berkelanjutan. Pemberdayaan masyarakat dan pendayagunaan sumberdaya pesisir dan lautan secara optimal dan berkelanjutan. Kegiatan pokok program PEMP mencakup LKM, SPDN (Solar Pocked Dealer untuk Nelayan) dan Kedai Pesisir. Tiga program yang menjadi prioritas kegiatan PEMP tersebut di atas telah dilaksanakan di kota Dumai. Kota Dumai mendapat rekomendasi pelaksana PEMP mulai tahun 2002. Khusus program SPDN Kota Dumai, sumber pendirian atau pelaksananya tidak menggunakan dana dari pusat tetapi telah berhasil menggaet pihak ketiga atau swasta dalam melaksanakan pendirian SPDN yakni oleh PT. Komala. Hal ini menunjukkan peran partisipasi masyarakat maupun respon terhadap program PEMP sangat baik. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang bertujuan melukiskan atau menggambarkan keadaan atau status fenomena mengenai fakta dan bagaimana sebenarnya pelaksanaan Program PEMP pada Lembaga Keuangan Mikro di Kota Dumai. Peneliti mengevaluasi program berdasarkan efektivitas, efisiensi, kecukupan, pemerataan, responsivitas dan ketetapan. Hasil penelitian menunjukkan Masyarakat pesisir belum dapat meningkatkan pendapatan mereka, penguatan LKM/USP melalui pengembalian pinjaman tunai DEP yang disalurkan kepada masyarakat tidak tercapai karena rendahnya tingkat pengembalian pinjaman tunai DEP oleh masyarakat, kurangnya penyaluran DEP melalui pemberdayaan sumber daya perikanan dan kurangnya penyaluran DEP untuk kegiatan usaha ekonomi produktif lainnya, hanya terfokus kepada pinjaman tunai kepada nelayan. ANALISIS DAN SINTESIS Gender dan Pembangunan Konsep Sejak sepuluh tahun terakhir kata gender telah memasuki perbendaharaan di setiap diskusi dan tulisan sekitar perubahan sosial dan pembangunan di Dunia Ketiga (Fakih, 1996). Konsep gender berbeda dengan jenis kelamin. Jenis kelamin (seks) adalah jenis kelamin biologis atau seperangkat alat reproduksi yang secara biologis melekat pada kelamin tertentu, seperangkat alat reproduksi tersebut kemudian membedakan antara lakilaki dan perempuan. Manusia berjenis kelamin laki-laki adalah yang memiliki penis dan memproduksi sperma; perempuan adalah yang memiliki vagina, rahim, melahirkan, dan menyusui. Membicarakan persoalan gender berarti membahas persoalan relasi sosial antara perempuan dan laki-laki yang dipertautkan dengan pembagian kerja dan tanggungjawab (Hubeis Aida 2012).Gender tidak akan bisa dipahami secara komprehensif tanpa melihat konsep seks. Gender adalah jenis kelamin sosial, yaitu suatu sifat yang melekat/dilekatkan pada laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Gender adalah pandangan masyarakat tentang perbedaan fungsi, peran dan tanggungjawab antara laki-laki dan perempuan. Seringkali masyarakat salah mengartikan konsep gender dengan jenis kelamin (seks). Perbedaan gender melahirkan beberapa ketidakadilan gender, antara lain (1) marjinalisasi/penyingkiran (penyingkiran perempuan dari bidang ekonomi yang berdampak pada pemiskinan ekonomi), (2) suboridinasi/penomorduaan (terutama dalam bidang politik), (3) stereotipe/penandaan (pelabelan negatif terhadap individu atau kelompok), (4) beban kerja ( jumlah dan curahan waktu kerja), dan (5) tindak kekerasan (pemerkosaan, pemukulan, penyiksaan alat kelamin, pelecehan seksual, dan sebagainya). Masyarakat memandang gender sebagai perbedaan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan, kemudian mucul perbedaan pandangan mengenai peran, fungsi dan tanggungjawab antara laki-laki dan perempuan. Gender merupakan seperangkat peran yang menyampaikan kepada orang lain bahwa ‘’kita’’ (diri sendiri) adalah feminim atau maskulin. Berbicara mengenai peran gender, peran-peran itu berubah seiring waktu; berbeda antar kultur; sangat dipengaruhi oleh kelas, usaha, dan latarbelakang etnis; dapat menentukan akses seseorang terhadap sumberdaya, pendidikan dan lapangan pekerjaan; serta menentukan seksualitas, hubungan, dan kemampuan membuat keputusan. Peran gender diartikan sebagai ide-ide kultural yang menentukan harapan-harapan pada laki-laki dan perempuan dalam berinteraksi dalam masyarakat. Peran gender berkembang mengikuti perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat. Mugniesyah (2007) mengemukakan perbedaan konsep antara gender dengan jenis kelamin serta meluruskan kekeliruan yang selama ini terjadi di masyarakat mengenai perempuan berdasarkan kromosom X dan Y. Kebanyakan laki-laki memiliki struktur kromosom XY, karena mereka mewarisi kromosom X dari ibu mereka dan kromosom Y dari ayah mereka. Adapun kebanyakan perempuan mempunyai kromosom XX karena mereka mewarisi kromosom X dari kedua orang tuanya. Arliss dalam Mugniesyah (1994), meskipun faktor-faktor yang berhubungan dnegan peranan gender dapat mempengaruhi kondisi itu, para peneliti menyimpulkan kromosom X lebih banyak mengandung informasi genetik daripada kromosom Y. Seperti dkutip dalam Mugniesyah (2007), pada 1996 dilaporkan bukti-bukti bahwa beberapa gen yang mengontrol intelegensia terletak hanya pada kromosom X (Tanouye dalam Wood, 2001). Berdasarkan perbedaan kromosom lakilaki dan perempuan ini, sulit dipercaya bahwa laki-laki (secara genetik) lebih kuat dan 30 agresif daripada perempuan yang dianggap terlahir lemah dan lebih pasif. Dalam Kamus Oxford (Mugniesyah, 2007), gender diartikan sebagai fakta menjadi laki-laki dan perempuan serta isu-isu mengenai perbedaan relasi dan peranan gender. Peranan gender adalah perilaku yang diajarkan pada setiap masyarakat, komunitas, dan tanggung jawab tertentu dipersepsikan sebagai peranan perempuan dan laki-laki. Dalam Mugniesyah (2007), Moser mengemukakan tiga peranan gender (triple roles), yaitu (1) produktif (dikerjakan oleh laki-laki dan perempuan untuk memperoleh bayaran di sektor formal dan informal), (2) reproduktif (tugas-tugas domestik, misalnya melahirkan, mengasuh anak, memasak, dan mengurus rumahtangga), (3) peranan pengelolaan masyarakat (kegiatan sosial/volunteer) dan politik (kekuasaan/status). Hubeis Aida (2012) mengklasifikasikan peran gender, klasifikasi tiga peran gender dapat dilihat pada Tabel 1. Sementara itu, relasi gender diartikan sebagai suatu hubungan kekuasaan antara perempuan dan laki-laki yang terlihat pada lingkup gagasan, praktik dan representasi, yang meliputi pembagian kerja, peranan, dan alokasi sumberdaya antara laki-laki dan perempuan. Peranan yang dilakukan berhubungan dengan apa yang disebut Agarwal dalam Mugniesyah (2007) sebagai relasi gender, yang diartikan sebagai suatu hubungan kekuasaan antara perempuan dan laki-laki yang terlihat pada lingkup gagasan (ide), praktek dan representasi yang meliputi pembagian kerja, peranan dan alokasi sumberdaya antara laki-laki dan perempuan. Peranan dan relasi gender itu dinamis. Perubahan peranan gender sering terjadi sebagai respon terhadap perubahan situasi ekonomi, sumberdaya alam, dan atau politik termasuk perubahan berupa usaha-usaha pembangunan atau penyesuaian program struktural oleh kekuatan-kekuatan di tingkat nasional dan global. Dalam hal ini banyak terdapat perbedaan konsep-konsep mengenai gender yang berkembang di dalam masyarakat. Perbedaan konsep-konsep gender tersebut memberikan penjelasan mengenai peran gender. Berikut dijelaskan secara rinci oleh Hubeis Aida (2012) mengenai perbandingan konsep-konsep gender berdasarkan pengertiannya, dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 1. Klasifikasi tiga peran gender Gender Produktif Reproduktif Perempuan Peran Umum: 1. Diasumsikan Istri, Ibu, Ibu tidak memiliki Rumahtangga peran (keluarga) produktif. 2. Pembantu (turut) mencari nafkah keluarga. Laki-laki Bapak, Kepala keluarga Peran Utama: Mencari nafkah keluarga Sosial 1. Manajemen, jasa, penyuluhan terkait pada aspek peran reproduktif. 2. Pekerja tidak dibayar (informal) 1. Kepemimpinan 2. Politik 3. Ketahanan/milit er 4. Pekerja dibayar/formal 31 Tabel 2. Perbandingan Konsep-Konsep Gender Berdasarkan Pengertiannya Klasifikasi Pengertian Gender Differences Perbedaan atribut-atribut sosial, karakteristik, perilaku, penampilan, cara berpakaian, harapan, peranan dan lainnya yang dirumuskan untuk perseorangan menurut jenis kelamin. Gender Gap Adanya perbedaan dalam hak berpolitik dan bersikap antara laki-laki dan perempuan. Genderization Gender Identity Gender Role Perbedaan berdasarkan jenis kelamin (perempuan atau laki-laki). Menempatkan jenis kelamin pada pusat perhatian sebagai identitas diri dan pandangan diri. Perbedaan dalam memandang pencitraan perilaku seseorang sebagai penyimpangan perilaku dari norma berperilaku menurut jenis kelamin. Perbedaan peran perempuan dan laki-laki diaplikasikan dalam bentuk yang nyata menurut kultur yang dianut dalam masyarakat. Teori Gender Pembahasan mengenai gender juga tidak dapat dipisahkan dari istilah feminsme. Ada dua kelompok besar dalam diskursus feminisme mengenai konsep kesetaraan gender, dan keduanya saling bertolak belakang Megawangi dalam Mugniesyah (2007), Pertama adalah sekelompok feminis yang mengatakan bahwa konsep gender adalah konstruksi sosial, sehingga perbedaan jenis kelamin tidak perlu mengakibatkan perbedaan peran dan perilaku gender dalam tatanan sosial. Oleh karena itu, segala jenis pekerjaan yang berbau gender, misalnya perempuan cocok untuk melakukan pekerjaan pengasuhan, dan pria sebagai pencari nafkah keluarga harus dihilangkan dalam kehidupan sosial. Kalau tidak, akan sulit menghilangkan kondisi ketidaksetaraan. Kedua adalah sekelompok feminis lain yang menganggap perbedaan jenis kelamin akan selalu berdampak terhadap konstruksi konsep gender dalam kehidupan sosial, sehingga akan selalu ada jenis-jenis pekerjaan berstereotip gender. Padahal seharusnya, laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan serta akses yang sama dalam sumberdaya. Teori-teori gender/feminisme terdiri atas dua klasifikasi menurut Megawangi dalam Mugniesyah (2007) yaitu: 1. Menurut perubahan Nature Perempuan adalah perubahan yang menuntut perubahan nature perempuan untuk terlaksananya transformasi sosial dengan mengajak perempuan masuk ke dunia maskulin. Dunia maskulin dapat direbut apabila para perempuan melepaskan kualitas feminimnya dan mengadopsi kualitas maskulin. Teori-teori yang tergolong pada kelompok perubahan nature perempuan adalah (a) Feminisme Eksistensialisme yang bergerak pada tatanan individu dengan mengedepankan pentingnya sosialisasi sifat dan perilaku androgini; (b) Feminisme Liberal yang bertujuan untuk terlaksananya transformasi sosial melalui perubahan undang-undang dan hukum agar perempuan dapat mengubah nature sehingga dapat 32 mencapai kesetaraan dengan laki-laki; (c) Feminisme Sosial/Marxis yang bertujuan untuk mencapai masyarakat sosialis yang dilakukan mulai dari keluarga dengan pertimbangan apabila sistem egaliter dapat tercipta dalam keluarga, maka ini akan tercermin pula dalam kehidupan sosial keluarga; dan (d) Teologi Femins yang merupakan pendekatan Marxis yang telah dimodifikasi dengan memasukkan agama untuk melegitimasi pembebasan golongan tertindas. 2. Menurut Pelestarian Nature Perempuan (Cultural Feminism) Pelestarian nature perempuan ini tetap ingin meruntuhkan sistem patriarki tetapi bukan dengan menghilangkan nature, melainkan dengan penonjolan kekuatan kualitas feminis. Apabila perempuan masuk ke dunia maskulin dengan cara memperthankan kualitas feminimnya, maka dunia dapat diubah dari struktur hirarkis (petriarkis) menjadi egaliter (matriarkis). Teori-teori yang tergolong pada kelompok pelestarian nature perempuan adalah (a) Feminisme Radikal yang berkembang di US pada kurun 1960an-1970an yang sangat anti keluarga dan anti laki-laki serta anti lembaga perkawinan karena dipandang sebagai lembaga formalisasi untuk menindas perempuan; (b) Ekofeminisme yaitu gerakan yang ingin mengembalikan kesadaran manusia akan pentingnya dihidupkan kembali kualitas feminis dalam masyarakat dan mempunyai manifesto yang disebut ‘A Declaration of Interdependence” dan mengajak para perempuan untuk bangkit melestarikan kualitas feminis agar dominasi sistem maskulin dapat diimbangi sehingga kerusakan alam dan degradasi moral yang semakin mengkhawatirkan dapat dikurangi. Teknik Analisis Gender Teknik Analisis Harvard atau Gender Framework Analysis (GFA), suatu analisis yang digunakan untuk melihat pembagian kerja gender (division of labour), peran dalam pengambilan keputusan, tingkat kontrol, akses dan manfaat dari sumberdaya. Tujuan dari analisis Harvard adalah mengetahui alokasi sumberdaya ekonomis terhadap laki-laki dan perempuan, membantu perencana proyek untuk lebih efisien dan meningkatkan produktivitas secara keseluruhan. Alat ini bertujuan untuk menolong para perencana program mendisain program atau proyek lebih efisien dan meningkatkan produktivitas secara keseluruhan yaitu dengan melakukan pemetaan peran dan sumber-sumber daya yang dimiliki perempuan dan laki-laki dalam komunitas dan dengan memberikan perhatian khusus pada perbedaan utamanya masing-masing. Kerangka Analisis Harvard memakai matriks utuk pengumpulan data pada level mikro (level komunitas dan rumah tangga) seperti: 1. Profil akses dan kontrol: sumberdaya dan keuntungan Mengidentifikasikan dan menyusun daftar sumberdaya yang digunakan untuk melakukan pekerjaan yang diidentifikasi dalam Profil Kegiatan. Profil ini memperlihatkan siapa yang memiliki akses kepada sumberdaya dan kontrol atas penggunaannya. Keuntungan yang diwujudkan dari produksi rumah tangga (dan komunitas) serta penggunaan sumberdaya juga diidentifikasi dan disusun daftarnya. Kolom-kolom menunjukkan apakah perempuan dan laki-laki mempunyai akses atau tidak kepada sumberdaya dan kontrol atas penggunaannya. Orang yang mengontrol sumberdaya adalah orang yang pada akhirnya dapat membuat keputusan mengenai penggunaan sumberdaya tersebut: bagaimana sumberdaya itu akan digunakan, apakah sumberdaya itu dapat dijual dan lain-lain. 33 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Memetakan faktor-faktor yang mempengaruhi pembedaan gender yang diidentifikasi dalam kedua profil di atas tadi. Mengidentifikasi pengaruh yang lampau dan sekarang dapat menyajikan suatu indikasi perubahan dan kecenderungan bagi masa depan. Faktor-faktor ini juga dapat dipertimbangkan bagi kesempatan dan keterbatasan yang mereka hadapi sekarang untuk meningkatkan keterlibatan perempuan dalam proyek dan program pembangunan.. Faktor yang membentuk relasi gender, serta memberikan kesempatan dan pembatasan yang berbeda kepada laki-laki dan perempuan, adalah luas dan saling berkaitan serta mencakup faktor-faktor Karakteristik Rumah Tangga Nelayan Masyarakat nelayan merupakan golongan masyarakat yang paling miskin adalah suatu ironi bagi sebuah Negara Maritim seperti Indonesia. Masyarakat yang tinggal di daerah pemukiman nelayan merupakan cerminan daerah pinggiran yang letaknya jauh dari pusat kota. Nelayan seringkali didefinisikan sebagai orang yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di laut dan menggantungkan hidupnya pada alam. Karena menggantungkan hidupnya pada hasil laut, nelayan selalu diidentikkan dengan kondisi pendapatan yang rendah dan rentan akan kemiskinan. Ketika perikanan sudah mengalami berbagai perkembangan, pelaku-pelaku dalam penangkapan ikan semakin beragam statusnya. Nelayan pemilik atau juragan adalah orang yang memiliki sarana penangkapan, seperti kapal/perahu, jaring, dan alat tangkap lainnya (Satria Arif 2002). Menurut Ditjen Perikanan dalam Satria Arif (2002) mendefinisikan nelayan sebagai orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air. Adapun orang yang hanya melakukan pekerjaan seperti membuat jaring atau mengangkut alat-alat perlengkapan ke dalam perahu/kapal tidak dikategorikan sebagai nelayan. Berbagai pihak mengasosiasikan nelayan dengan kemiskinan atau marginalitas. Keluarga nelayan pada umumnya lebih miskin daripada keluarga petani atau pengrajin (Mubyarto, Soetrisna, dan Dove dalam Kinseng Rilus 2011). Ditjen Perikanan dalam Satria Arif (2002) mengklasifikasikan nelayan berdasarkan waktu yang digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan/pemeliharaan, yaitu: 1. Nelayan/petani ikan penuh adalah orang yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan/pemeliharaan ikan/binatang air lainnya/tanaman air. 2. Nelayan/petani ikan sambilan utama adalah orang yang sebagian besar waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan/pemeliharaan ikan/binatang air lainnya/tanaman air. Disamping melakukan pekerjaan penangkapan/pemeliharaan, nelayan kategori ini memiliki pekerjaan lain. Nelayan/petani ikan sambilan tambahan adalah orang yang sebagian kecil waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan penangkapan ikan/pemeliharaan ikan/binatang air lainnya/tanaman air. 34 Analisis Hasil Studi Berdasarkan sejumlah konsep dan teori yang telah dikumpulkan pada bab ringkasan pustaka terkait Rumahtangga Nelayan, Gender, dan Kemiskinan. Berikut merupakan deskripsi analisis dari bab ringkasan. Penelitian Peranan Gender Dalam Rumahtangga Perikanan Di Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten. Skripsi ini menggunakan teknik pengambilan sampel gugus sederhana (cluster sampling) untuk memperoleh responden dan jumlah responden disesuaikan dengan kondisi tempat penelitian dengan mayoritas responden bermatapencaharian sebagai nelayan. Aspek yang diidentifikasi dalam analisis gender adalah pembagian peran laki-laki dan perempuan atau keduanya dalam rumahtangga, berdasarkan masing-masing bidang (produktif, reproduktif, dan sosial kemasyarakatan) dan jenis usaha penangkapan (nelayan, pengolah hasil perikanan, dan pembudidaya ikan). Seharusnya penulis mengemukakan teori atau pendapat siapa yang diiacu dalam menganalisis pembagian peran yang terjadi di dalam rumahtangga nelayan. Metode pengumpulan data berupa wawancara mendalam kepada responden dengan menggunakan kuisioner dan observasi langsung yang dilakukan untuk mendapatkan data primer yang diperoleh dari subjek peneliti: responden dan informan. Selain itu penulis juga melakukan kajian literature dan sekunder, khususnya berupa data monografi desa dan dokumendokumen yang relevan dengan judul penelitian. Penelitian Strategi Penguatan Perempuan Dalam Pembangunan Perekonomian Subsektor Perikanan Aceh (Studi Kasus Agroindustri Perikanan Di Desa Meunasah Keudee Kecamatan Masjid Raya Kabupaten Aceh Besar). Dalam penelitian ini, peneliti hanya melihat program-program bantuan dari pemerintah dan melihat akses perempuan dalam memanfaatkan bantuan NGO ke sektor produktif sehingga jumlah ampaknya meningkat tajam, bahkan ada peningkatan yang mencapai 100 persen. Hal ini terjadi karena banyaknya bantuan dari NGO (Seperti UNDP, PMI Canada, Care, JRS, UNICEF, AMCROSS, FAO, BRR dan lainnya) untuk penguatan ekonomi perempuan. Peningkatan akses perempuan terhadap sumberdaya ekonomi memiliki konsekuensi berupa pergeseran pekerjaan rumahtangga antara suami dan istri, begitu juga dalam akses sumberdaya ekonomi. Penelitian ini menunjukkan adanya relasi gender dalam rumahtangga nelayan, dimana seorang istri ikut mencari tambahan penghasilan lain untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga Tesis Analisis Peran Gender Dalam Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan Laut (Studi Kasus Di Kecamatan Panai Hilir Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara). Penelitian ini menggunakan konsep gender dengan merujuk beberapa ahli yakni Handayani dan Sugiarti (2001) gender adalah sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh faktor-faktor sosial maupun budaya, sehingga lahir beberapa anggapan tentang peran sosial dan budaya laki-laki dan perempuan. Demikian pula Prijono dan Pranarka (1996) menyatakan konsep gender merupakan konsep sosialbudaya yang digunakan untuk menggambarkan peran, fungsi, dan perilaku laki-laki dan perempuan dalam suatu masyarakat yang merujuk pada pemahaman bahwa identitas, peran, fungsi, pola prilaku, kegiatan dan persepsi baik tentang perempuan maupun laki-laki ditentukan oleh masyarakat dan kebudayaan di mana mereka dilahirkan dan dibesarkan. Amal (2002) gender bukan sinonim dari kata perempuan. Gender adalah tentang apa artinya menjadi perempuan dan menjadi laki-laki bukan perbedaan biologis antara 35 perempuan dan laki-laki. Fokus penelitian ini pada keterlibatan perempuan pada kerja produktif maupun kerja reproduktif. Peran gender yang dimaksud penulis adalah pembagian peran antara laki-laki dan perempuan dalam kegiatan produktif dan reproduktif. Penelitian mengenai Peranan Wanita Nelayan (Istri Nelayan) Jaring Insang dalam Meningkatkan Pendapatan Keluarga Di Desa Bejalen, Perairan Rawa Pening, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang. Penelitian ini membahas mengenai peran wanita nelayan dalam meningkatkan pendapatan keluarga di Desa Bejalen yaitu dengan bekerja diberbagai sektor usaha. Wanita nelayan bekerja karena penghasilan dari suami mereka sebagai nelayan jaring insang yang sangatlah tidak menentu karena hasil yang didapat sesuai dengan banyaknya hasil tangkapan yang mereka daratkan, apabila musim ikan sedang bagus otomatis penghasilan mereka tinggi, bila musim ikan sedang tidak baik maka penghasilan yang mereka dapatkan rendah atau menurun, dan bila angin kencang banyak nelayan yang tidak melakukan operasi penangkapan ikan, mereka lebih memilih untuk berada di rumah, membersihkan atau memperbaiki jaring yang rusak di rumah. Hal itu membuat para istri harus bersiap-siap menyiapkan uang simpanan untuk berjaga-jaga apabila ada pengeluaran mendadak, para suami belum memberi uang untuk keperluan sehari-hari sehingga jalan keluar dari hal ini para istri dituntut untuk bekerja agar mempunyai uang simpanan dirumah. Penulis belum menggunakan teori berdasarkan para ahli yang berhubungan dengan judul penelitian. Judul penelitian ini adalah Peranan Wanita Nelayan, tetapi penulis tidak menggunakan teori-teori yang berhubungan dengan gender atau mengenai studi-studi perempuan. Penelitian Peranan Wanita dalam Perekonomian Rumahtangga Nelayan Di Pantai Depok Parangtritis Bantul merupakan penelitian yang membahas kondisi ekonomi wanita yang mengharuskan wanita untuk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Adapun yang menjadi subyek penelitian adalah keluarga nelayan. Dalam penelitlan ini fokusnya adalah mengungkap peranan wanita (isteri) nelayan dalam ekonomi rumahtangganya. Pandekatan penelitian yang dipergunakan untuk menganalisis data adalah deskriptif kualitatif. Pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling, kriteria sampel yang diambil adalah keluarga nelayan yang lengkap, yaitu keluarga yang beranggotakan suami, isteri dan anak, selain itu juga para nelayan pemilik perahu, buruh nelayan dan pengepul ikan yang berjumlah 18 orang, teknik pengumpulan data menggunakan teknik observasi dan wawancara secara mendalam. Penulis menggunakan teori dari beberapa ahli dalam menganalisis masyarakat nelayan seperti Acheson (2001), dalam kajiannya tentang hasii-hasil penelitian ahli antropologi mengenai masyarakat nelayan, menemukan bahwa kendala yang dihadapi nelayan tidak hanya menyangkut lingkungan alam saja, tetapi juga menyangkut lingkungan sosial. Studi Sarno (2000) di Wantai Samas Bantul, menunjukkan isteri nelayan melakukan segala pekerjaan darat, yaitu mengolah dan menjual ikan perolehan suami. Hasil penelitian penulis menunjukkan bahwa ternyata, peranan wanita/isteri dalam perekonomian rumahtangga nelayan pantai terbukti relatif besar, berdasar jenis kegiatan yang dilakukan dan dominasi dalam memegang dan mengatur keuangan rumahtangga serta bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan ekonomi rumahtangganya. Isteri nelayan lebih banyak melakukan kegiatan, yaitu mereka mengolah ikan, mulai menimbang, mencuci, memotong, menusuk potongan ikan dengan tusuk sate, memanggang, menata ikan panggangan sampai menjualnya. 36 Skripsi mengenai Relasi Gender Dalam Pengolahan Hasil Perikanan Tangkap Di Pesisir Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat membahas mengenai ketimpangan gender yang terjadi di masyarakat pesisir. Kerangka pemikiran hipotesis yang diajukan penulis adalah diduga terdapat hubungan yang nyata antara persepsi adanya manifestasi ketidakadilan gender, faktor individu, dan lembaga pendukung usaha dengan relasi gender dalam pengolahan hasil perikanan tangkap. Lokasi penelitian berada di Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Sorong, Provinsi Jawa Barat dan dilaksanakan pada bulan Desember 2010 dan Januari 2011. Responden dalam penelitian ini merupakan buruh yang terdapat dalam usaha pengolahan perikanan berjumlah 59 orang, terdiri atas 43 responden perempuan dan 16 responden laki-laki. Reponden dalam penelitian ini tergolong pada usia produktif, antara 15-64 tahun dan telah menikah. Subyek penelitian ini adalah pekerja laki-laki dan perempuan pengolah hasil perikanan tangkap di Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Untuk memperoleh gambaran rinci dari relasi gender tersebut, maka survei juga dilakukan terhadap rumahtangga responden. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan sekunder. Teori gender yang digunakan penulis dalam penelitian antara lain pendekatan Gender and Development (GAD) yang menempatkan perempuan sebagai ‘’agent of change’’ atau sebagai agen perubahan. Hasil penelitian yang diperoleh penulis melaporkan bahwa terdapat pembagian peran antara pengolah laki-laki dan perempuan. Jika diperhatikan, laki-laki lebih banyak melakukan kegiatan dibandingkan perempuan. Kenyataan ini justru tidak sejalan dengan kajian-kajian sebelumnya yang menyebutkan bahwa pengolahan perikanan tangkap merupakan kegiatan yang dilakukan oleh perempuan nelayan (Safitri dan Ratna, 2003). Penelitian Kehidupan Sosial Ekonomi Perempuan Dalam Masyarakat Nelayan Di Desa Panjang Baru Kecamatan Pekalongan Utara. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kehidupan sosial ekonomi perempuan dalam masyarakat nelayan di Desa Panjang Baru Kecamatan Pekalongan Utara dan untuk mengetahui kualitas hidup perempuan dalam masyarakat nelayan di Desa Panjang Baru Kecamatan Pekalongan Utara. Penulis melakukan penelitian di Desa Panjang Baru Kecamatan Pekalongan Utara.Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif untuk memaparkan kondisi nyata berkaitan dengan penelitian mengenai kehidupan sosial ekonomi perempuan dalam masyarakat nelayan. Mengacu pada Kusnadi (2012:103), penulis melaporkan peran yang dilakukan oleh perempuan nelayan meliputi 1) peran domestik peranan ini dilaksanakan perempuan nelayan dalam kedudukannnya sebagai istri dari suami dan ibu dari anakanaknya. Pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya adalah pekerjaan-pekerjaan seputar rumah tangga, seperti menagani pekerjaan dapur, membersihkan rumah, mengasuh dan mendidik anak, menyediakan kebutuhan sekolah anak-anak, dan menyiapkan bekal suami melaut. 2) Peran produktif, adalah peran perempuan nelayan untuk memperoleh penghasilan ekonomi dalam upaya memenuhi kebutuhan rumahtangga sehari-hari. Usaha yang dilakukan perempuan nelayan untuk mendapatkan pendapatan ekonomi ini adalah dengan jalan menjual hasil tangkapan (ikan) suami, bekerja pada orang lain, seperti menjadi buruh pada usaha pemindangan ikan; dan atau memiliki unit usaha sendiri, seperti membuka toko/warung, pedagang perantara, dan memiliki usaha pengolahan hasil perikanan, dan 3) Peran ketiga adalah ikut mengelola potensi komunitas, yang hasil akhirnya juga untuk kepentingan ekonomi dan investasi sosial rumahtangga masyarakat nelayan. Peranan ini diwujudkan dalam bentuk keterlibatan kaum perempuan dalam mengikuti arisan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perbedaan kehidupan sosial 37 ekonomi perempuan nelayan ibu rumahtangga dengan perempuan nelayan yang bekerja dapat dilihat dari peran ganda yang dimiliki. Peran ganda yang dimaksud adalah bertanggung jawab terhadap ranah publik. Penelitian Relasi Kekuasaan Suami dan Isteri Pada Masyarakat Nelayan bertujuan untuk memahami dan menjawab permasalahan penelitian tentang bagaimana konstruksi jender, yang berkembang dalam rumahtangga, baik oleh suami maupun isteri nelayan, dan bagaimana implikasi konstruksi sosial ini terhadap relasi kekuasaan antara suami dan isteri pada masyarakat nelayan. Penulis menunjukkan hasil penelitian relasi kekuasaan suami-isteri nelayan berdasar pada perbedaan musim dan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Jika musim angin timur sebelumnya hasilnya memadai, maka isteri, khususnya isteri nelayan yang memiliki perahu tidak perlu bekerja keras, hanya mengurus tugas domestik saja. Namun, jika musim angin barat, isteri nelayan dan isteri buruh nelayan harus bekerja. Hal ini berbeda sesudah krisis, isteri lebih berkuasa dan dominan sepanjang musim, karena mereka harus bekerja keras, sementara suami mereka relatif tidak berpenghasilan. Latar belakang pendidikan isteri nelayan dan buruh nelayan yang rendah ini tidak berperan dalam proses pengambilan keputusan untuk melaksanakan kekuasaannya. Ada ketimpangan relasi kekuasaan suami-isteri nelayan secara etic, isteri lebih berkuasa dalam rumahtangga. Penulis mengutip erspektif Foucault tentang kekuasaan terbukti, bahwa penguasaan pengetahuan yang lebih baik akan memberikan kekuasaan lebih dalam relasi jender suami-isteri pada masyarakat nelayan. Peran istri nelayan sangat terlihat pada musim angin barat dalam mengambil keputusan. Penelitian Pola Kemiskinan Di Pemukiman Nelayan Kelurahan Dompak Kota TanjungPinang bertujuan untuk mengkaji pola kemiskinan dan faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya kemiskinan di permukiman nelayan Kelurahan Dompak Kota Tanjungpinang. Oleh karena itu, penelitian ini akan mengkaji pola kemiskinan dan faktorfaktor yang mempengaruhi timbulnya kemiskinan di pemukiman nelayan Kelurahan Dompak Kota Tanjungpinang. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif, untuk menggambarkan pola kemiskinan suatu variabel, mengetahui keterkaitan antar berbagai variabel. Populasi sampel yang akan diteliti adalah masyarakat yang tinggal di daerah permukiman miskin nelayan di Kelurahan Dompak. Menurut data yang diperoleh dari Kantor Kelurahan Dompak, jumlah penduduk miskin yang tinggal di lingkungan permukiman nelayan adalah 147 kepala keluarga. Konsep kemiskinan yang digunakan penulis mengacu kepada beberapa ahli seperti Pengertian kemiskinan menurut Gunawan Sumodiningrat dkk (1999: 1) adalah sebuah konsep ilmiah yang lahir sebagai dampak ikutan dari pembangunan dalam kehidupan. Kemiskinan dipandang sebagai bagian dari masalah dalam pembangunan, yang keberadaannya ditandai dengan adanya pengangguran, keterbelakangan, yang kemudian meningkat menjadi ketimpangan. Sar A Levitan mendefinisikan bahwa kemiskinan adalah kekurangan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu standard hidup yang layak. Hasil penelitian penulis menunjukkan bahwa masyarakat yang tinggal di permukiman nelayan Kelurahan Dompak Kota Tanjungpinang merupakan salah satu cerminan kondisi daerah pinggiran (hinterland) yang terletak jauh dari pusat kota. Adapun temuan-temuan studi yang di dapat dari penelitian tentang pola kemiskinan di permukiman nelayan Kelurahan Dompak Kota Tanjungpinang berdasarkan hasil observasi dan analisis Adalah sebagian permukiman masyarakat setempat berada dalam kondisi kumuh, Sarana-prasarana yang ada pada permukiman tersebut cukup minim, tidak 38 ada saluran drainase, tidak ada saluran pembuangan air kotor serta sedikitnya jumlah masyarakat setempat yang memiliki tempat pembuangan sampah pribadi. Penelitian Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan Di Desa Lopana Kecamatan Amurang Timur Provinsi Sulawesi Utara bertujuan untuk mengetahui keadaan umum desa Lopana dan mempelajari aspek sosial dan aspek ekonomi dalam kehidupan masyarakat nelayan yang ada, seperti pendidikan, ukuran keluarga, perumahan, modal usaha, sistem bagi hasil dan pendapatan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yang bersifat deskriptif dengan dasar studi kasus. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode observasi langsung. Ukuran keluarga merupakan salah satu faktor yang penting untuk melihat karakteristik sosial nelayan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik nelayan yang ada di Desa Lopana cukup berbeda dengan nelayan yang hidup di pesisir perkotaan. Hal ini terlihat dari tingkat kesadaran para nelayan dalam melestarikan sumberdaya alam yang ada seperti pantai dan lingkungan pesisir di Desa Lopana. Nelayan di Desa Lopana sudah banyak tidak mengkonsumsi alcohol saat beroperasi menangkap ikan, hal ini dikarenakan kesadaran para nelayan akan keamanan mereka saat berada di laut. Nelayan di Desa Lopana masih menggunakan alat tangkap tangkap tradisional dalam menangkap ikan, padahal dengan menggunakan alat tangkap tradisional para nelayan harus menguras tenaga dan mengkondisikan tubuh fisik mereka agar dapat terus bekerja. Penelitian ini tidak mencantumkan rumusan masalah secara tersurat. Penelitian ini hanya memaparkan tujuan dari penelitian tanpa adanya rumusan masalah. Penelitian Faktor Dominan Penyebab Kemiskinan Rumahtangga Nelayan Motor Tempel Di Wilayah Tangkap Lebih Jawa Timur bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi penyebab dominan kemiskinan yang terjadi pada rumah tangga nelayan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemiskinan pada rumahtangga nelayan setidaknya dapat dikelompokkan menjadi tiga bentuk kemiskinan berdasarkan faktor pembentuknya. Pertama, kemiskinan structural yang menjadikan mereka tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia, juga akibat tatanan kebijakan yang lebih menguntungkan golongan pemilik modal (nelayan besar). Kedua, kemiskinan kultural yang melihat kemiskinan terjadi karena faktor budaya seperti kemalasan yang bersumber pada nilai-nilai lokal yang memang tidak kondusif bagi suatu kemajuan. Ketiga, kemiskinan alamiah yang terjadi dimana kondisi alam yang tidak mendukung mereka melakukan kegiatan ekonomi produktif ataupun perilaku produksi yang tidak produktif akibat sifat sumberdaya yang bersangkutan. Nelayan dan kemiskinan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Bukan hal yang tabu lagi apabila membicarakan mengenai kemiskinan pada rumahtangga nelayan. Tingkat pendidikan yang rendah menjadi latarbelakang terbatasnya akses nelayan. Penelitian Peran Gender dalam Pengambilan Keputusan Rumahtangga Nelayan di Kota Semarang Utara, Provinsi Jawa Tengah bertujuan untuk memberikan gambaran tentang profil rumahtangga nelayan, peran gender dalam pengambilan keputusan dan upaya peningkatan pendapatan rumahtangga sehingga dapat dijadikan langkah awal untuk melakukan strategi kebijakan yang mengarah kepada kebijakan pengembangan dan pemberdayaan perempuan. Metode yang digunakan penulis berupa metode kuantitatif dan metode bersifat kualitatif dengan mengambil studi kasus dan membatasi pada rumahtangga nelayan di Kota Semarang Utara sebagai sasaran studi. Batasan unit analisis yang 39 dilakukan penulis adalah rumahtangga nelayan yang meliputi sejumlah orang atau kasus (peristiwa lokal), sehingga membatasi peluang untuk generalisasi, namun memungkinkan pemahaman mendalam mengenai suatu peristiwa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 60 persen atau 18 orang suami berstatus nelayan pemilik kapal dan 40 persen atau 12 orang bukan pemilik kapal. Responden istri yang bekerja di sektor perikanan hanya sebesar 3,33 persen atau 1 orang dan sebagai pengolah ikan sebesar 30 persen atau 9 orang. Penulis tidak menemukan istri yang berprofesi sebagai nelayan, kebanyakan istri tidak bekerja dan hanya melakukan pekerjaan rumah saja. Disisi lain, masih adanya sebagian orang tua yang memiliki persepsi bahwa anak perempuan tidak perlu berpendidikan tinggi dengan alasan wanita lebih penting mengerjakan kegiatan domestik seperti mengurus anak, mengurus rumahtangga, dan suami. Kegiatan produktif masih didominasi oleh suami 9,42 jam/hari dan kegiatan reproduktif didominasi oleh istri 2,60 jam/hari. Pengambilan keputusan pada kegiatan produktif pada umumnya dilakukan secara bersama-sama antara suami dan istri. Pada kegiatan domestik peranan istri lebih besar dibandingkan suami. Penelitian Analisis Gender dalam Kehidupan Keluarga Nelayan di Kecamatan Pangandaran Kabupaten Ciamis bertujuan untuk mengkaji karakteristik sosial ekonomi keluarga serta menganalisis pengambilan keputusan dan pembagian kerja antara suami dan istri pada keluarga nelayan. Metode pengumpulan data yang dilakukan penulis menggunakan metode survey dengan populasi sebanyak 104 keluarga nelayan yang terdiri dari pasangan suami istri yang memiliki minimal satu orang anak. Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder yang diperoleh dengan cara pengamatan, wawancara dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif untuk menggambarkan persepsi tentang gender, pola pengambilan keputusan dan pembagian kerja berdasarkan gender yang dilakukan oleh keluarga nelayan. Analisis perspektif gender menggunakan teknik analisis Harvard dan Mosher dilakukan dengan pemberian re-skoring terhadap jawaban responden. Penulis menyimpulkan bahwa karakteristik keluarga menunjukkan tingkat pendidikan sebagian besar keluarga nelayan yang masih tergolong rendah sehingga membuat keluarga nelayan sulit untuk mengembangkan dirinya, persepsi tentang gender yang menggambarkan tugas utama seorang istri adalah mengurus rumahtangga dan tanggung jawab mencari nafkah utama tetap merupakan tugas suami, pengambilan keputusan aktivitas domestik dan publik tidak terpusat pada suami tetapi dilakukan secara bersama-sama antara suami dan istri. Analisis gender yang dilakukan oleh penulis adalah analisis pembagian kerja antara suami dan istri dalam rumahtangga nelayan. Penulis melaporkan secara rinci mengenai pengambilan keputusan dan pembagian kerja didalam rumahtangga nelayan yakni aktivitas domestik dan publik. Penelitian Produktivitas Istri dalam Penguatan Ekonomi Rumah Tangga Nelayan bertujuan untuk untuk mengidentifikasi seberapa besar produktivitas wanita dalam berkontribusi terhadap ekonomi rumah tangga, ekonomi, dan curahan waktu dalam kehidupan rumah tangga. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa riset gender pada tahun 2007. Jenis data yang digunakan data primer meliputi identitas responder, data pendapatan, curahan waktu dan produktivitas. Data sekunder meliputi literatur-literatur. Analisis data menggunakan metode deskriptif, penulis mengacu kepada Singarimbun dan Effendi (1989) mengenai metode deskriptif yaitu melalui penafsiran data ada dengan tujuan mendeskripsikan secara rinci suatu fenomena sosial disertai interpretasi rasional terhadap kondisi yang ada dilapangan. Sumbangan pendapatan ibu rumah tangga terhadap pendapatan rumah tangga dianalisis secara tabulasi tanpa uji statistik, diperoleh dari suatu 40 kegiatan ekonomi dan pendapatan total rumah tangga. Berdasarkan hasil penelitian, kontribusi produktivitas wanita yang bekerja secara mandiri dapat mampu meningkatkan daya tahan ekonomi rumah tangga yang tergambar dari meningkatnya rata-rata pendapatan rumah tangga. Perbandingan untuk curahan waktu istri nelayan untuk kegiatan produktif adalah 4,97 jam per hari, suami untuk kegiatan produktif adalah 9,6 jam per hari. Apabila dihitung rata-rata jam kerja per minggu untuk kegiatan produktif adalah 34,79 jam, maka responden istri nelayan tergolong ke dalam jam kerja setengah menganggur karena kurang dari 35 jam per minggu (BPS, 2007 dalam Handayani dan Artini, 2009). Selanjutnya, Djajadiningrat (1987) dalam Ihromi (1995) mengatakan bahwa kaum perempuan termasuk ke dalam ruang lingkup domestik sebagai perpanjangan peranan reproduktif mereka. Pekerjaan rumah tangga yang dilakukan oleh perempuan yaitu sebelum dan sesudah mencari nafkah. Sajogyo (1987) peran ganda inilah yang menyebabkan mobilitas tenaga kerja perempuan terbatas. Penelitian mengenai Evaluasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan Pogram Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) pada lebaga keuangan mikro di Kota Dumai. Jenis penelitian ini adalah adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Informan dalam penelitian ini adalah aktor-aktor yang berperan dalam program PEMP, sesuai dengan organisasi pengelola program PEMP di kota dumai. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pelaksanaan pengelolaan DEP oleh USP di koperasi kerapu yang dlihat dari indikator efektifitas, efisiensi, kecukupan, pemerataan, responsivitas dan ketepatan, masih banyak terdapat kekurangan. Pedoman Umum PEMP 2006 merupakan penjabaran dari Pasal 60 (1a) dan 62 Undang- undang No 31 Tahun 2004 tentang Perikanan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan harus bersifat lebih operasional. Pelaksanaan Pedoman Umum PEMP 2006 yang ditetapkan melalui surat keputusan Menteri No.Kep.18/Men/2004 dan selanjutnya dengan Keputusan Dirjen KP3K No.SK/07/KP3K/1/2006 tgl 26 Januari 2006 tentang Pedoman Umum Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir Tahun Anggaran 2006 disebut juga sebagai kebijakan PEMP. Program PEMP secara umum bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui pengembangan kultur kewira- usahaan, penguatan Lembaga Keuangan Mikro (LKM)/Usaha Simpan Pinjam (USP), penggalangan partisipasi masyarakat dan kegiatan usaha ekonomi produktif lainnya yang berbasis sumberdaya lokal dan berkelanjutan. Hasil penelitian ini menunjukkan efisiensi tidak terpenuhi dikarenakan pengelolaan DEP belum tepat jumlah dan tepat tenaga. Masih banyaknya DEP yang tersisa tidak tersalurkan menunjukkan kurang maksimalnya pengelolaan DEP untuk disalurkan kepada masyarakat pesisir. Kurangnya tenaga/SDM yang mengelola DEP, sehingga menyebabkan banyaknya tungakan pinjaman karena tidak adanya pem- binaan terhadap masyarakat. Kecukupan tidak terpenuhi karena tidak berjalannya pembinaan dalam pengelolaan DEP. Tidak adanya pem- binaan menyebabkan banyak masyarakat yang menggunakan bantuan modal melalui pinjaman tunai DEP untuk keperluan lain dan juga tidak adanya pembinaan terhadap pengembangan usaha bagi masyarakat yang mendapatkan bantuan ini. 41 Sintesis Hasil Studi Kemiskinan Definisi Kemiskinan Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan di mana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental, maupun fisiknya dalam kelompok tersebut (Soekanto Soerjono 2012). BPS mendefinisikan kemiskinan dengan dua cara yaitu ukuran pendapatan dan ukuran non pendapatan (Badan Pusat Statistik 2013). Menurut Badan Pusat Statistik untuk mengukur kemiskinan, digunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Kemiskinan tidak lagi dianggap sebagai dimensi ekonomi, telah meluas hingga dimensi sosial, pendidikan, kesehatan, dan politik. Kemiskinan dikaitkan dengan kemampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan dasar atau kebutuhan pokok yang memungkinkan seseorang untuk hidup layak, serta memperoleh jaminan kesehatan. Kemiskinan diklasifikasikan sebagai kemiskinan relatif dan kemiskinan absolut. Kemiskinan relatif merupakan kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan pendapatan, sedangkan kemiskinan absolut adalah situasi rumahtangga yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar dalam mempertahankan kelangsungan hidup. Rumah tangga yang mengalami kemiskinan absolut berada dalam situasi kelaparan kronis, tidak mampu mengakses sarana kesehatan, tidak memiliki sumber air bersih dan sanitasi yang baik, tidak mampu menyekolahkan sebagian atau semua anak dalam rumahtangga, dan mungkin tidak memiliki tempat perlindungan dasar. (BPS 2013). Dewasa ini untuk patokan internasional, Bank Dunia menggunakan kriteria pendapatan kurang dari US$ 2 per kapita per hari untuk digolongkan sebagai penduduk miskin dan pendapatan kurang dari US$ 1 per kapita per hari sebagai penduduk sangat miskin. Sajoygo dalam Rusli Said (2012) dalam mengukur kemiskinan menggunakan tingkat pendapatan per kapita per tahun setara dengan 240 kg beras bagi penduduk pedesaan dan 360 kg beras bagi penduduk perkotaan tergolong miskin sekali, dan pengeluaran setara kurang dari 180 kg beras bagi penduduk pedesaan dan 270 kg beras bagi penduduk perkotaan sebagai tergolong paling miskin. Tergolong miskin adalah mereka yang mempunyai tingkat pengeluaran setara kurang dari 320 kg beras untuk pedesaan dan 480 kg beras untuk penduduk perkotaan. Nelayan dan Kemiskinan Secara umum, kemiskinan yang dialami oleh masyarakat pesisir disebabkan oleh tidak terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat, yaitu pangan, kesehatan, pendidikan, infrastruktur dan pekerjaan. Tidak terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat disertai dengan kurangnya kesempatan berusaha, kurangnya akses terhadap informasi, teknologi dan permodalan, budaya dan gaya hidup yang cenderung boros. Disamping itu, pemerintah selama ini kurang berpihak pada masyarakat pesisir sebagai salah satu pemangku kepentingan di wilayah pesisir. Menurut Soekanto Soerjono (2012), pada masyarakat modern yang rumit, kemiskinan menjadi suatu masalah sosial karena sikap yang membenci kemiskinan. Kemiskinan pada rumahtangga nelayan dapat dikelompokkan menjadi tiga bentuk kemiskinan berdasarkan faktor pembentuknya. Pertama, kemiskinan struktural. Kemiskinan ini diderita oleh segolongan nelayan karena kondisi struktur sosial yang ada menjadikan mereka tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang 42 sebenarnya tersedia, dan menguntungkan si pemilik modal (nelayan besar). Kedua, kemiskinan kultural yang melihat kemiskinan terjadi karena faktor budaya seperti kemalasan. Ketiga, kemiskinan alamiah terjadi di mana kondisi alam yang tidak mendukung mereka melakukan kegiatan ekonomi produktif ataupun perilaku produksi yang tidak produktif akibat sifat sumberdaya yang bersangkutan. Akhirnya terjadi sifat saling mendahului dan berupaya untuk mendapatkan tangkapan sebanyak-banyaknya dibandingkan dengan nelayan lain. Pada musim paceklik yang datang setiap tahunnya, nelayan akan melakukan berbagai strategi adaptasi untuk bertahan hidup. Strategi adaptasi yang biasanya dilakukan adalah mobilisasi peran perempuan (istri) dan anak-anaknya untuk mencari nafkah. Keterlibatan perempuan dalam mencari nafkah untuk keluarga di wilayah pesisir atau desa-desa nelayan tidak terlepas dari sistem pembagian kerja secara seksual (the division of labour by sex) yang dilakukan dalam keluarga. Kaum perempuan biasanya terlibat penuh dalam ranah publik untuk menambah penghasilan keluarga dalam konteks sosial, politik dan ekonomi. suami akan melakukan diversifikasi pekerjaan untuk memperoleh penghasilan baru, seperti menjadi buruh di pasar, bertukang dan bertani 43 SIMPULAN Kemiskinan merupakan suatu masalah yang sampai saat ini masih diperbincangkan dan dicari tahu bagaimana cara mengatasinya. Fenomena kemiskinan di Indonesia telah mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Perhatian tersebut tertuang dalam berbagai kebijakan pemerintah melalui program-program pengentasan kemiskinan dan kebijakan strategis gender melalui PUG. Kemiskinan yang seringkali menjadi perhatian pemerintah adalah di daerah pedesaan sehingga menuntut anggota rumahtangga untuk pandai dalam mengatur pengeluaran dan pendapatan keluarga. Daerah pesisir sering diidentikkan dengan daerah terpinggirkan dan kemiskinan karena jauh dari pusat kota. Rumah tangga nelayan yang tinggal di daerah pesisir memang hidup dalam kemiskinan. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang berlimpah, akan tetapi faktanya nelayan yang tinggal didekat sektor perikanan yang berlimpah tetap hidup didalam kemiskinan. Salah satu program pengentasan kemiskinan yang dibentuk oleh pemerintah untuk masyarakat pesisir adalah Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP). Program ini ditujukkan untuk masyarakat yang tinggal didaerah pesisir khususnya nelayan, bantuan yang diberikan berupa bantuan modal, pendampingan kegiatan melalui pengembangan kegiatan ekonomi, penguatan kelembagaan sosial ekonomi dan partisipasi masyarakat dengan memanfaatkan sumberdaya pesisir dan laut secara berkelanjutan. Peran perempuan dalam kegiatan perekonomian keluarga selama ini tidak diakui secara nyata. Perempuan sering dianggap tidak perlu memiliki tingkat pendidikan tinggi karena nantinya akan berbakti kepada suami, sehingga tingkat pendidikan dan penguasaan akan teknologi yang rendah mengakibatkan perempuan selalu di posisi nomor dua. Dalam pengembangan diri, perempuan sulit berkembang dalam mengoptimalkan potensi usahanya sebagai salah satu cara membantu perekonomian rumahtangga. Selama ini pandangan masyarakat mengenai gender antara laki-laki dan perempuan menganggap bahwa laki-laki sebagai kepala keluarga sekaligus pencari nafkah utama di dalam rumahtangg dan istri mengurus rumahtangga serta keperluan suami. Kurangnya penelitian mengenai analisis kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam hal akses, kontrol, partisipasi dan manfaat dalam PEMP juga merupakan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Maka dari itu, penting untuk mengidentifikasi kesetaraan dan keadilan gender didalamnya. 30 Pertanyaan Penelitian Pada umumnya program-program pemberdayaan masyarakat pesisir bertujuan untuk membantu masyarakat terbebas dari belenggu kemiskinan melalui upaya pengembangan ekonomi secara mandiri. Pemerintah memberi bantuan modal (misalnya uang, alat tangkap dan perahu), namun bantuan yang diberikan pemerintah melalui prosedur yang berlaku. Peserta program harus dapat mengelola dan memanfaatkan bantuan dengan baik karena jika tidak dikelola dan dimanfaatkan dengan baik, bantuan tersebut akan ditarik kembali oleh pemerintah. analisis. Dari berbagai sumber rujukan dan literatur yang ada maka penulis terlebih dahulu ingin mengetahui apa tujuan PEMP? Apa saja kriteria rumah tangga miskin menurut pelaksana program da masyarakat yang menjadi sasaran PEMP itu sendiri? Program ini menurut salah satu sumber tidak memberi penjelasan apakah program ini menyebutkan ‘’kesetaraan gender’’ dalam tujuan yang hendak dicapai. Sehubungan dengan itu, penulis mengajukan pertanyaan apakah perempuan (istri) dan laki-laki (suami) dari rumahtangga miskin memiliki askes dan kontrol terhadap program yang diintroduksikan melalui PEMP? Bagaimana partisipasi suami, istri, anak-anak dari rumahtangga miskin yang menjadi sasaran terhadap PEMP serta manfaat apa yang didapatkan dari kegiatan PEMP? Dari pertanyaan tersebut penulis hendak meneliti relasi gender yang terjadi pada rumahtangga nelayan yang mendapat program bantuan PEMP meliputi akses, kontrol, partisipasi, dan manfaat yang diterima laki-laki dan perempuan. 31 Kerangka Pemikiran Penulisan Studi Pustaka Relasi Gender dalam Rumah Tangga Nelayan Miskin, dalam hal ini penulis akan meneliti gender relasi gender pada program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP), mengacu kepada beragam konsep, teori dan pendekatanpendekatan yang berkenaan dengan gender dan pembangunan; konsep kemiskinan pada rumah tangga nelayan; serta kebijakan pemerintah mengenai program pemberdayaan masyarakar miskin khususnya pada daerah pesisir. Aspek-aspek yang diteliti dalam studi gender terdiri atas empat point dimana keempatnya dapat dikatakan sebagai indikator kesenjangan gender (faktor-faktor yang mempengaruhi kesenjangan gender). Keempat faktor tersebut adalah akses (Y1), kontrol (Y2), partisipasi (Y3), dan manfaat (Y4), yang masing-masing menunjukkan kesempatan seseorang/masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya/program pembangunan, wewenang dalam pengambilan keputusan, keikutsertaan dalam memanfaatkan sumberdaya/program pembangunan, dan dampak positif yang dirasakan dari keikutsertaan dalam pemanfaatan sumberdaya/program pembangunan. Individu PEMP dapat diklasifikasikan berdasarkan kategori umur (X1), tingkat pendidikan formal (X2), dan status bekerja (X3). Sementara itu variabel (peubah) yang mempengaruhi akses, kontrol, partisipasi dan manfaat RTM terhadap PEMP adalah jumlah ARTM yang bekerja/berusaha (X4), serta curahan waku dalam bekerja/berusaha (X5). Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir sebagai program nasional dan mendapat dukungan dari pemerintah berupa adanya fasilitator/pendampingan (X7) dan sejumlah bantuan modal (X8) untuk RTM. Keberhasilan PEMP dapat diukur dari terjadinya peningkatan produksi dan distribusi (X9), peningkatan pendapatan (X10), menurunnya beban kerja perempuan (X11), serta pemenuhan kebutuhan praktis dan strategis gender (X12). 5 Dukungan Pemerintah Gambar 1. Usulan Kerangka Analisis Baru Karakteristik Sumberdaya Individu X1: umur X2: tingkat pendidikan formal X3: status bekerja Karakteristik Sumberdaya Rumah Tangga Nelayan Miskin X4: Jumlah ARTM yang Bekerja/Berusaha X5: Curahan Waktu dalam Kegiatan Domestik (Reproduktif) X6: Curahan Waktu dalam Kegiatan Publik (Produktif) X7: Fasilitator/Pendampingan Program Gender dalam Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Y1: Tingkat akses RTM terhadap Bantuan Modal, Kegiatan Pendampingan, Jaminan Kesehatan dan Pendidikan Y2: Tingkat Kontrol RTM terhadap terhadap Bantuan Modal, Kegiatan Pendampingan, Jaminan Kesehatan dan Pendidikan Y3: Tingkat Partisipasi RTM terhadap terhadap Bantuan Modal, Kegiatan Pendampingan, Jaminan Kesehatan dan Pendidikan Y4: Tingkat Pemanfaatan (pemenuhan kebutuhan) X8: Jumlah Bantuan Modal Keberhasilan PEMP X9: Peningkatan Produksi dan Distribusi X10: Peningkatan Pendapatan X11: Penurunan Beban Kerja Perempuan X12: Pemenuhan kebutuan praktis dan strategis gender DAFTAR PUSTAKA Alverin E L, 2011. Relasi Gender Dalam Pengolahan Hasil Perikanan Tangkap di Pesisir Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. [skripsi]. [internet]. [diunduh pada 2014 Sep 16]. Tersedia pada http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/48192/I11lea.pdf?seque nce=1 Andriati R. 2010. Relasi Kekuasaan Suami dan Istri Pada Masyarakat Nelayan. Jurnal Masyarakat Kebudayaan dan Politik. [internet]. [diunduh pada 2014 Dec 04]; 21(1) 50-58. Tersedia pada http://mkp.fisip.unair.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=60:r elasi-kekuasaan-suami-dan-isteri-pada-masyarakat nelayan&catid=34:mkp&Itemid=61 Azizi A, Hikmah, Pranowo S A. 2012. Peran Gender dalam Pengambilan Keputusan Rumahtangga Nelayan di Kota Semarang Utara, Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Sosek KP. [internet].[diunduh pada 2014 Dec 06]. Tersedia pada http://bppse.litbang.kkp.go.id/publikasi/jsosek/jurnal_2012_v7_noI(8)_full.pdf Charina A, Mukti G M.2013. Analisis Gender dalam Kehidupan Keluarga Nelayan di Kecamatan Pangandaran Kabupaten Ciamis. Jurnal Social Economic of Agriculture. [internet].[diunduh pada 2014 Dec 06]; 2(1).Hal 42-53. Tersedia pada http://download.portalgaruda.org/article.php?article=152635&val=5163&titl e=ANALISIS%20GENDER%20DALAM%20KEHIDUPAN%20KELUARG A%20NELAYAN%20DI%20KECAMATAM%20PANGANDARAN%20KA BUPATEN%20CIAMIS Fakih M. 1996. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta (ID) : Pustaka Pelajar. Harahap M.2006. Analisis Peran Gender Dalam Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan Laut (Studi Kasus Di Kecamatan Panai Hilir Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara).[tesis].[internet].[diunduh pada 2014 Sep 13]. Tersedia pada http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/9688 Hubeis A V. 2010. Pemberdayaan Perempuan dari Masa ke Masa. Bogor (ID). IPB Press. Hutapea R Y F, Kohar A, Rosyid A. 2012. Peranan Wanita Nelayan (Istri Nelayan) Jaring Insang Dalam Meningkatkan Pendapatan Keluarga Di Desa Bejalen, Perairan Rawa Pening, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang. Jurnal of Fisheries Utilization Management and Technology. [internet]. [diunduh pada 2014 Sept 16]; 1(1). Tersedia pada http://download.portalgaruda.org/article.php?article=741511&val=4715 Kusnadi, Sulistiyowati H, Sumarjono, Prasodjo A. 2006. Perempuan Pesisir. Yogyakarta (ID) : LKiS. Masitho B D, Lestari P, Susanti M H. 2013. Kehidupan Sosial Ekonomi Perempuan Dalam Masyarakat Nelayan di Desa Panjang Baru Kecamata Pekalongan Utara. Jurnal Unnes Civic Education Jurnal. [internet]. [diunduh pada 2014 Dec 04]; 2(1). Tersedia pada http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ucej/article/viewFile/2178/1993 Maulina S, Karmen N. 2013. Peranan Gender Dalam Rumahtangga Perikanan Di Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang. [Skripsi]. [internet].[diunduh pada 2014 Sep 20]. Tersedia pada http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/63171 6 Mugniesyah S S. Gender, Lingkungan Dan Pembangunan Berkelanjutan. Dalam Adiwibowo S, editor. Ekologi Manusia. Bogor (ID): IPB. Hal 209-232. Nadia W, Dien C, Kotambunan O.2013. Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan di Desa Lopana Kecamatan Amurang Timur Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah PS. Agrobisnis Perikanan UNSRAT, Manado. [internet]. [diunduh pada 2014 Dec 05]; 1(1). Tersedia pada http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/akulturasi/article/download/2762/2314 Neliyanti, Heriyanto M.2013. Evaluasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir. Jurnal Kebijakan Publik.[internet].[diunduh pada 2015 Jan 01];7(1). Hal 1118. Tersedia pada http://download.portalgaruda.org/article.php?article=106054&val=2289 Safrida, Agussabi, Sofyan. 2013. Strategi Penguatan Perempuan Dalam Pembangunan Perekonomian Subsektor Perikanan Aceh (studi kasus agroindustri Desa Meunasah Keudee Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten Aceh. Jurnal Agrisep. [internet]. [diunduh pada 2014 Okt 20]; 14(1). Tersedia pada http://jurnal.unsyiah.ac.id/agrisep/article/download/906/842 Salamah. 2005. Peran Wanita Dalam Perekonomian Rumahtangga Nelayan Di Pantai Depok Pangritis Bantul. Jurnal PKS. [internet]. [diunduh pada 2014 Sept 16]; IV(14). Tersedia pada http://www.upy.ac.id/digilib/joural/salamah/8_PERANAN_WANITA_DALAM_P EREKONOMIAN_RUMAH_TANGGA_NELAYAN.pdf Satria A. 2002. Sosiologi Masyarakat Pesisir. Jakarta (ID) : Pusaka Cidesindo Soekanto S. 2013. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta (ID) : Raja Grafindo Persada. Tain A. 2013. Faktor Dominan Penyebab Kemiskinan Rumahtangga Nelayan Motor Tempel Di Wilayah Tangkap Lebih Jawa Timur. Jurnal Sosiohumaniora. [internet]. [diunduh pada 2014 05 Dec]; 15(1). Tersedia pada http://sosiohumaniora.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/01/15.anas-tain.pdf Yulisti M, Nasution Z. 2009. Produktivitas Istri dalam Penguatan Ekonomi Rumahtangga Nelayan. Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Hal 9-17. . Wasak M. 2012. Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan di Desa Kinabuhutan Kecamatan Likupang Barat. Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi. [internet]. [diunduh pada 2014 Sept 16]; 1(1). Tersedia pada http://repo.unsrat.ac.id/280/1/KEADAAN_SOSIAL_EKONOMI_MASYARAKAT _NELAYAN_DI_DESA_KINABUHUTAN_KECAMATAN_LIKUPANG_BARA T_KABUPATEN_MINAHASA_UTARA,_SULAWESI_UTARA.pdf Winoto G. 2006. Pola Kemiskinan Di Pemukiman Nelayan Kelurahan Dompak Kota TanjungPinang, [Tesis]. Semarang [ID]: UNDIP. 124 Hal. Watung N, Dien C, Kotambunan O. 2013. Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan Di Desa Lopana Kecamatan Amurang Timur Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah PS/ Agribisnis Perikanan UNSRAT. [internet]. [diunduh pada 2014 Dec 05]; 1(1). Tersedia Pada http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/akulturasi/article/download/2762/2314 7 RIWAYAT HIDUP Atikah Dewi Utami dilahirkan di Jakarta pada tanggal 28 Juli 1993 dari pasangan Huzarni dan Brinawati, penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Pendidikan formal yang pernah dijalani adalah TK Nurul Hidayah (1997-1999), SDN 1 Sungailiat (1999-2000), SDN 19 Pangkal Pinang (2000-2005), SMPN 9 Pangkal Pinang (2005-2008) dan SMAN 3 Pangkal Pinang (2008-2011). Penulis merupakan anggota Paskibra Tingkat Kota pada tahun 2009. Pada tahun 2011 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor dengan Program Studi Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat sekaligus sebagai penerima Beasiswa Utusan Daerah Kota Pangkal Pinang. Selain aktif dalam perkuliahan penulis juga aktif sebagai anggota OMDA ISBA, Bina Desa BEM KM IPB divisi Public Relation (2012-2013), ISEE BEM KM IPB divisi Public Relation (2013-2014), Staff anggota Green Ambassador divisi Green Guardian (2013-2014). Penulis pernah ikut berpartisipasi dalam kegiatan GENUS sebagai Putri Omda yang mewakili Bangka Belitung selama dua tahun berturut-turut. Selain itu, penulis juga pernah mengikuti kepanitiaan Masa Perkenalan Departemen (MPD) dan Masa Perkenalan fakultas (MPF).