kajian pustaka, kerangka pemikiran dan hipotesis

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
Peninjauan kembali pustaka – pustaka yang terkait (review of related
literature) mengenai iklim organisasi, stress kerja, komitmen organisasi, dan
kepuasan kerja karyawan. Sesuai dengan arti tersebut, suatu tinjauan pustaka
berfungsi sebagai peninjauan kembali (review) pustaka (laporan penelitian, dan
sebagainya) tentang masalah yang berkaitan, tidak selalu harus tepat identik
dengan bidang permasalahan yang dihadapi tetapi termasuk pula yang sering dan
berkaitan (collateral).
2.2 Iklim Organisasi
Menurut Davis and Newstrom (2001:25) memandang iklim organisasi
sebagai kepribadian sebuah organisasi yang membedakan dengan organisasi
lainnya yang mengarah pada persepsi masing-masing anggota dalam memandang
organisasi.
Menurut Tagiuri dan Litwin (dalam Wirawan 2007) Iklim Organisasi
merupakan kualitas lingkungan Internal Organisasi yang secara relatif terus
berlangsung, dialami oleh anggota organisasi, mempengaruhi perilaku mereka dan
dapat dilukiskan dalam penegrtian satu set karakteristik atau sifat organisasi.
10
11
Menurut Amundson (dalam Martini & Rostiana, 2003) bahwa iklim
organisasi mencerminkan kondisi internal suatu organisasi karena iklim hanya
dapat dirasakan oleh anggota organisasi tersebut, dan iklim dapat menjadi sarana
untuk mencari penyebab perilaku negatif yang muncul pada karyawan.
Menurut Umstot, Steers (1989) dalam Muhammad Idrus (2006)
memandang iklim organisasi sebagai suatu kepribadian organisasi seperti apa
yang dilihat para anggotanya. Dengan demikian menurut steers, iklim organisasi
tertentu adalah iklim yang dilihat para pegawai dalam organisasi tersebut.
Pendapat steers ini tampaknya diperkuat oleh jewell dan Siegall (1989) yang
menyatakan bahwa konsep iklim organisasi didasarkan pada persepsi pribadi.
Menurut Elvira Sari (2009) dalam Jurnal Iklim organisasi adalah suatu
sistem sosial yang selalu dipengaruhi oleh lingkungan baik internal maupun
eksternal. Iklim organisasi yang baik penting untuk diciptakan karena merupakan
persepsi seorang karyawan tentang apa yang diberikan oleh organisasi dan
dijadikan dasar bagi penentuan tingkah laku karyawan selanjutnya. Pengertian
iklim organisasi atau suasana kerja dapat bersifat jelas secara fisik, tetapi dapat
pula bersifat tidak secara fisik atau emosional
Menurut Wirawan (2008:122) iklim organisasi adalah persepsi anggota
organisasi (secara individual atau kelompok) dan mereka yang secara tetap
berhubungan dengan organisasi mengenai apa yang ada atau terjadi dilingkungan
internal organisasi secara rutin, yang mempengaruhi sikap dan perilaku organisasi
dan kinerja anggota organisasi yang kemudian menentukan kinerja organisasi.
12
Berdasarkan definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa iklim organisasi
adalah karakteristik organisasi yang dipersepsikan kondisi internal suatu
organisasi yang dapat dirasakan oleh anggota organisasi untuk mencari penyebab
perilaku negative yang muncul pada organisasi.
2.2.1 Dimensi Iklim Organisasi
Dimensi iklim organisasi adalah unsur, faktor, sifat, atau karakteristik variable
iklim organisasi. Dimensi iklim organisasi terdiri atas beragam jenis dan beberapa
pada setiap organisasi.
Menurut Robert Stringer dalam Wirawan (2007:131-133) dimensi iklim
organisasi sebagai berikut :
1. Struktur (Structure)
Struktur organisasi merefleksikan perasaan diorganisasi secara baik dan
mempunyai peran dan tanggung jawab yang jelas dalam lingkungan
organisasi. Struktur tinggi jika anggota organisasi merasa pekerjaan
mereka didefinisikan secara baik. Struktur rendah jika mereka merasa
tidak ada kejelasan mengenai siapa yang melakukan tugas dan mempunyai
kewenangan mengambil keputusan.
2. Standar-standar (Standards)
Mengukur perasaan tekanan untuk meningkatkan kinerja dan derajat
kebanggaan yamg dimiliki oleh anggota organisasi dalam melakukan
pekerjaan dengan baik. Standar-standar yang tinggi artinya anggota
organisasi selalu berupaya mencari jalan untuk meningkatkan kinerja.
13
standar-standar rendah merefleksikan harapan yang lebih rendah untuk
kinerja.
3. Tanggung Jawab (Responsibility)
Merefleksikan perasaan karyawan bahwa mereka menjadi “bos untuk diri
sendiri” dan tidak memerlukan keputusannya dilegitimasi oleh anggota
organisasi lainnya. Persepsi tanggung jawab tinggi menunjukan bahwa
anggota organisasi merasa didorong untuk memecahkan masalah
problemnya sendiri. Tanggung jawab rendah menunjukkan bahwa
pengambilan resiko dan percobaan terhadap pendekatan baru tidak
diharapkan.
4. Penghargaan (Recognition)
Mengindikasikan bahwa anggota organisasi merasa dihargai jika mereka
dapat menyelesaikan tugas secara baik. Penghargaan merupakan ukuran
penghargaan dihadapkan dengan kritik dan hukuman atas penyelesaian
pekerjaan. Penghargaan yang rendah artinya penyelesaian pekerjaan
dengan baik diberi imbalan secara tidak konsisten.
5. Dukungan (Support)
Perasaan percaya dan saling mendukung yang terus berlangsung diantara
aggota kelompok kerja. Dukungan tinggi jika anggota organisasi merasa
bahwa mereka bagian tim yang berfungsi dengan baik dan merasa
memperoleh bantuan dari atasannya, jika mengalami kesulitan dalam
menjalankan tugas. Jika dukungan rendah, anggota organisasi merasa
terisolasi atau tersisih sendiri.
14
6. Komitmen (commitment)
Perasaan bangga anggota terhadap organisasinya dan derajat keloyalan
terhadap pencapaian tujuan organisasi.
Perasaan komitmen kuat
berasosiasi dengan loyalitas personal. Level rendah komitmen artinya
karyawan merasa apatis terhadap organisasi dan tujuannya.
2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi iklim organisasi
Robert Stringer (2002) mengemukakan bahwa terdapat lima faktor yang
mempengaruhi terjadinya iklim suatu organisasi, yaitu Lingkungan eksternal,
strategi, praktik kepemimpinan, pengaturan organisasi, dan sejarah organisasi.
Masing-masing faktor ini sangat menentukan, oleh karena itu orang yang ingin
mengubah iklim suatu organisasi harus mengevaluasi masing-masing faktor
tersebut.
Praktik
kepemimpinan
Strategi
organisasi
Pengaturan
organisasi
Iklim organisasi
Sejarah
organisasi
Lingkungan
eksternal
Sumber: Stringer (2002)
Gambar 2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi Iklim Organisasi
1. Lingkungan eksternal
15
Industry atau bisnis yang sama mempunyai iklim organisasi umum yang
sama. Misalnya, iklim organisasi umum perusahaan asuransi umumnya
sama, demikian juga dengan iklim organisasi pemerintah, sekolah dasar,
atau perusahaan industry minyak kelapa sawit di Indonesia, mempunyai
iklim umum yang sama. Kesamaan faktor umum tersebut disebabkan
pengaruh lingkungan eksternal organisasi.
2. Strategi organisasi
Kinerja suatu perusahaan bergantung pada strategi (apa yang diupayakan
untuk dilakukan), energi yang dimiliki oleh karyawan untuk melaksanakan
pekerjaan yang diperlukan oleh strategi, dan faktor-faktor lingkungan
penentu dari level organisasi yang berbeda. Strategi mempengaruhi iklim
organisasi secara tidak langsung.
a. Praktik kepemimpinan akan bervariasi, bergantung pada strategi
yang dilaksanakan
b. Pengarturan organisasi akan dikembangkan untuk memperkuat
strategi-strategi yang berbeda.
c. Strategi jangka panjang akan mempunyai dampak terhadap
kekuatan sejarah yang menentukan iklim organisasi.
3. Pengaturan organisasi
Pengaturan organisasi mempunyai pengaruh paling kuat terhadap iklim
organisasi.
4. Kekuatan sejarah
16
Semakin tua umur suatu organisasi semakin kuat pengaruh kekuatan
sejarahnya. Pengaruh tersebut dalam bentuk tradisi dan ingatan yang
membentuk harapan anggota organisasi dan mempunyai pengaruh
terhadapa iklim organisasinya.
5. Kepemimpinan
Perilaku pemimpin mempengaruhi iklim organisasi yang kemudian
mendorong motivasi karyawan. Motivasi karyawan merupakan pendorong
utama terjadinya kinerja.
2.3 Stres Kerja
Menurut Marihot Tua Efendi Hariandja (2002:303) dalam Peni
Tunjungsari (2011) Stres adalah ketegangan atau tekanan emosional yang dialami
seseorang yang sedang menghadapi tuntutan yang sangat besar, hambatanhambatan, dan adanya kesempatan yang sangat penting yang dapat mempengaruhi
emosi, pikiran, dan kondisi fisik seseorang
Menurut Hani, T Handoko (2011:200) stress adalah suatu kondisi
ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang.
Sondang Siagian (2008:300) menyatakan bahwa stres merupakan kondisi
ketegangan yang berpengaruh terhadap emosi, jalan pikiran, dan kondisi fisik
seseorang. Stres yang tidak bisa di atasi dengan baik biasanya berakibat pada
ketikmampuan orang beriteraksi secara positif dengan lingkungannya, baik dalam
lingkungan pekerjaan maupun lingkungan luarnya
17
Mangkunegara (2005:28) menyatakan bahwa stres kerja adalah perasaan
yang menekan atau merasa tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi
pekerjaan, Stres kerja ini dapat menimbulkan emosi tidak stabil, perasaan tidak
tenang, suka menyendiri, sulit tidur, merokok berlebihan, tidak bisa rileks, cemas,
tegang, gugup, tekanan darah meningkat dan mengalami gangguan pencernaan.
Menurut pendapat Veithzal Rivai dan Ella Jauvani dalam bukunya
“Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan” (2009:1008) stress kerja
adalah suatu kondisi ketegangan yang menciptakan adanya ketidakseimbangan
fisik dan psikis, yang mempengaruhi emosi, proses berfikir, dan kondisi seorang
karyawan. Stress yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang
untuk menghadapi lingkungan. Sebagai hasilnya, pada diri para karyawan
berkembang berbagai macam gejala stress yang dapat mengganggu pelaksanaan
kerja mereka.
Menurut Beehr dan Newman dalam Luthans (2006:441) Stres kerja
sebagai kondisi yang muncul dari interaksi antara manusia dan pekerjaannya, serta
dikarakterisasi
oleh
perubahan
manusia
yang memaksa
mereka
untuk
menyimpang dari fungsi normal mereka.
Menurut Robbins (2001:563) Stres juga dapat diartikan sebagai suatu
kondisi yang menekan keadaan psikis seseorang dalam mencapai suatu
kesempatan dimana untuk mencapai kesempatan tersebut terdapat batasan atau
penghalang.
18
Dari berbagai definisi menganai stres di atas, dapat dikutip simpulan
bahwa stres adalah suatu kondisi ketegangan yang diakibatkan adanya tekanantekanan sehingga menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis yang
mempengaruhi emosi, proses berfikir, dan kondisi seorang karyawan.
2.3.1 Dimensi Stres Kerja
Berdasarkan definisi-definisi diatas maka dapat dibuat simpulan mengenai
dimensi stress kerja, yaitu meliputi

Emosional :
Mudah
emosi/marah,
mudah
tersinggung,
depresi/tertekan,
bermusuhan dan sikap tidak bersahabat, cenderung menyalahkan
orang
lain,
cemas,
merasa
dirinya
tidak
berharga,
dan
mencurigakan.

Proses Berfikir :
Keterbatasan seseorang dalam mengatasi masalahnya dalam
menyelesaikan tugas dan kemampuannya dalam mengerjakan tugas
dirasakan tidak sesuai dengan tugas yang diberikan sehingga
memerlukan proses berpikir yang lebih keras.

Kondisi Fisik :
Meliputi tekanan darah tinggi, tensi otot meningkat, respirasi
meningkat atau denyut nadi meninggi, telapak tangan sering
berkeringat, tangan dan kaki dingin,sakit kepala, perut merasa tidak
19
enak, suara serak meninggi, perubahan nafsu makan menurun,
sering buang air kecil, gelisah, dan sulit tidur.

Sikap/perilaku :
Meliputi
menurunnya
produktivitas,
cenderung
membuat
kekeliruan, suka lupa, kurang perhatian terhadap segala sesuatu,
melamun,
suka
menyendiri,
tidak
berkonsentrasi
dalam
mengerjakan tugas, kreativitas berkurang, pengguna alcohol dan
obat-obat terlarang meningkat, absensi meningkat dan sakitsakitan, badan lemah, kehilangan kepentingan, dan cenderung
mengalami kecelakaan.
2.3.2 Faktor – Faktor Penyebab Stres Kerja
Kondisi-kondisi yang cenderung menyebabkan stress disebut stressors.
Meskipun stress dapat diakibatkan oleh hanya satu stressor, biasanya karyawan
mengalami stress karena kombinasi stressor.
Menurut Beehr & Newman dalam Luthans (2006:442) membagi sumber
stress dalam lingkungan kerja sebagai berikut:
1. Stress yang bersumber dari lingkungan fisik
Sumber stress ini mengacu pada kondisi ini fisik dalam lingkungan dimana
pekerjaan harus beradaptasi untuk memelihara keseimbangan dirinya.
Stress yang bersumber dari lingkungan fisik ini, diantaranya adalah :

Kondisi penerangan ditempat kerja

Tingkat kebisingan
20

Keluasan wilayah kerja
2. Stress yang bersumber dari tingkatan individu
Yang dimaksud dengan sumber ini adalah stress yang berkaitan dengan
peran yang dimainkan dan tugas-tugas yang harus diselesaikan
sehubungan dengan posisi seseorang dilingkungam kerjanya, yang
termasuk kedalam sumber stress ini adalah:

Konflik peran (role conflict)
Kombinasi dari harapan dan tuntutan yang diberikan kepada para
pegawai anggota lain dalam organisasi yang menimbulkan tekanan
disebut tekanan peran. Jika terdapat dua atau lebih tekanan peran,
maka timbullah konflik. Konflik peran ini dapat bersifat objektif
dan subjektif. Disebut objektif jika seseorang menghadapi dua atau
lebih tuntutan yang bertentangan. Diebut subjektif jika seseorang
menghadapi ketidaksesuaian antara keinginan ribadi dengan tujuan
serta nilai dirinya dengan tuntutan perannya.

Peran yang rancu / tidak jelas (role ambiguity)
Ketidakjelasan
seseorang
mengenai
peran
yang
harus
dilaksanaknnya,baik yang berkaitan dengan tugas yang harus ia
lakukan maupun dengan tanggung jawab sehubungan dengan
posisinya.
Hal
ini
juga
pada
saat
individu
mengalami
ketidakpastian mengenai tindakan apa untuk diambil dalam rangka
memenuhi suatu pekerjaan.

Beban kerja yang berlebihan (wok overload)
21
Beban kerja ini dapat bersifat kumulatif maupun kualitatif. Disebut
kuantitatif jika seseorang menghayati terlalu banyak pekerjaan
yang harus diselesaikan, atau karena keterbatasan waktu untuk
menyelesaikan pekerjaan yang diberikan. Disebut kuantitatif jika
seseorang menghayati kurangnya kemampuan dirinya untuk
menyelesaikan pekerjaannya atau pekerjaan yang ia hadapi
menuntut keahlian yang melebihi kemampuannya. Tingkat stress
yang optimal menghadirkan keseimbangan akan tantangan,
tanggung jawab, dan reward. Tanda – tanda beban berlebih
diantaranya mudah tersinggung kelelahan fisik dan mental.

Tanggung jawab terhadap orang lain (responsibility)
Tanggung jawab disini dapat meliputi tanggung jawab terhadap
orang lain/hal- hal lain. Dalam banyak kasus, tanggung jawab
terhadap orang lain lebih potensial sebagai sumber stress. Karena
tanggung jawab ini akan berkaitan dengan tanggung jawab
pengambilan keputusan yang dapat memberikan kepuasan bagi
berbagai pihak. Lebih jauh lagi tanggung jawab ini dapat
mengakibatkan berlebihnya beban kerja, konflik peran atau
keracunan peran.

Kesempatan untuk mengembangkan karir (career development)
Yang dimaksud dengan stress ini adalah aspek-aspek sebagai hasil
dari interaksi antara individu dengan lingkungan organisasi yang
mempengaruhi
persepsi
seseorang
terhadap
kualitas
dari
22
pengembangan karirnya. Stress ini dapat terjadi jika kerja
merasakan kehilangan akan rasa aman terhadap pekerjaannya.
Promosi yang dirasakan tidak sesuai yang secara umum disebabkan
karena adanya ketidaksesuaian antara karir yang diharapkan
dengan apa yang diperoleh selama ini, atau juga tidak ada juga
kejelasan perkembangan karir. Terbatasnya peluang karir tidak
akan menimbulkan stres pada tenaga kerja yang yang tidak
memiliki aspirasi karir.
3. Stress yang bersumber dari kelompok dan organisasi
a. Stress yang bersumber dari kelompok
Stress ini bersumber dari hasil interaksi individu-individu dalam
suatu kelompok yang disebabkan perbedaan-perbedaan diantara
mereka, baik perbedaan sosial maupun psikologi. Stress yang
bersumber dari kelompo antara lain :

Hilangnya kekompakan kelompok (lack of cohesiveness)
Kecenderungan untuk bersatu diantara anggota kelompok
disebut sebagai kekompakan. Hilangnya kekompakan ini
dapat mengakibatkan rendahnya moril kerja, tampilan kerja
yang buruk, serta perubahan fisik seperti tekanan dara yang
meningkat.

Tidak adanya dukungan yang memadai (group support)
Yaitu dukungan dari sesame anggota kelompok, misalnya
dalam membagi masalah. Dukungan kelompok dapat
23
dipandang sebagai sumber yang dapat membatu seseorang
dalam menghadapi stress.

Konflik intra dan inter kelompok
Yang dimaksud dengan intragroup conflict adalah jika
terdapat ketidaksesuaian antara anggota kelompok tentang
bagaimana pemecahan suatu masalah. Konflik ini dapat
disebabkan oleh adanya persepsi, pengalaman, nilai atau
sumber,
informasi
yang
berbeda
diantara
mereka.
interaction conflict timbul jika terdapat pertentangan
diantara anggota kelompok, sedangkan intergroup conflict
dapat terjadi apabila kurang adanya koordinasi yang baik
diantara beberapa kelompok, padahal kelompok-kelompok
tersebut didalam melaksanakan tugasnya tergantung dan
berkomunikasi satu dengan yang lainnya.
b. Stress yang bersumber dari organisasi
Macam-macam stress yang bersumber dari organisasi adalah

Iklim organisasi
Interaksi diantara individu, struktur kebijaksanaan dan
tujuan organisasi secara umum disebut iklim organisasi
yang bersangkutan. Iklim dapat mempengaruhi tingkah
laku
diantara
individu-individunya
atau
kelompoknya dan juga interaksi diantara mereka.

Struktur organisasi
diantara
24
Stress yang timbul oleh bentuk struktur organisasi yang
berlaku pada lembaga yang bersangkutan. Apabila bentuk
dan struktur organisasi kurang jelas dan dalam jangka
waktu yang lama tidak ada perubahan atau pembaharuan,
amak hal tersebut dapat menjadi sumber stress. Posisi
individu
dalam
struktur
organisasi
dapat
juga
menggambarkan bagaimana stress dialami.

Territorial organisasi
Menggambarkan ruang pribadi
atau arena kegiatan
seseorang, tempat dimana mereka bekerja, berfikir atau
bergurau. Setiap orang menggembangkan rasa memiliki
terhadap ruang pribadi mereka, antara lain ruang kerja,
territorial organisasi ini berkaitan dengan bagian-bagian
dirasakan akrab, diluar itu sebagai wilayah yang asing.
Sehubung dengan teritori organisasi ini dapat dikatakan
bahwa perubahan pada pola keakraban dapat menjadi
pemicu bagi timbulnya stress pada seseorang.

Teknologi
Sumber daya yang digunakan organisasi untuk mengubah
sumber input menjadi output yang diinginkan dapat melalui
individu yaitu kemampuan atau pengetahuan teknis yang
dimiliki atau melaui peralatan yang tersedia, dimana
nantinya akan mengahsilkan output yang diinginkan oleh
25
lembaga. Jika peralan yang diperlukan tersebut kurang
menunjang pekerjaaan maka hal tersebut bisa menimbulkan
stress.

Pengaruh pimpinan
Salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas pekerjaan,
iklim dan kelompok adalah bagaimana pimpinannya.
Seringkali pimpinan mempunyai pengaruh yang lebih kuat
dibandingkan dengan aspek-aspek lain dalam pekerjaan,
salah satu nya bersumber dari tingkat kewenangan dan
kekuasaan. Berkaitan dengan kewenangan yang dimilikinya
entah itu dalam memberikan reward atupun punishment
yang dilakukan pimpinan terhadap bawahannya, pada
dasarnya setiap pimpinan dibentuk sama.
2.3.3 Gejala Stres yang ada di Tempat Kerja
Sweeney dan Mcfarlin (2002:253) menyebutkan beberapa gejala stress
yang ada ditempat kerja, antara lain adalah :
1. Kepuasan kerja yang rendah
2. Kinerja yang menurun
3. Semangat dan energi menjadi hilang
4. Komunikasi yang tidak lancar
5. Pengambilan keputusan jelek
6. Kreatifitas dan inovasi kurang
7. Bergulat pada tugas-tugas yang tidak produktif
26
Terry Beehr dan John Newman (dalam rice,1999) mengkaji ulang
beberapa kasus stress pekerjaan dan menyimpulkan tiga gejala dari stress pada
individu, yaitu:
1. Gejala individu
Berikut ini adalah gejala-gejala psikologis yang sering ditemui pada
hasil penelitian mengenai stress pekerjaan :

Kecemasan,
ketegangan,
kebingungan
dan
mudah
tersinggung

Perusahaan frustasi, rasa marah, dan dendan (kebencian)

Sensitif dan hyperreactivity

Memendam perasaan, penarikan diri, dan depresi

Komunikasi yang tidak efektif

Perasaan terkucil dan terasing

Kebosanan dan ketidakpuasan kerja

Kelemahan mental, penurunan fungsi intelektual, dan
kehilangan konsentrasi

Kehilangan spontanitas dan kreativitas

Menurunnya rasa percaya diri
2. Gejala fisiologis
Gejala – gejala utama dari fisiologis dalam stress kerja adalah

Meningkatnya
denyut
jantung,
tekanan
darah,
kecenderunganmengalami penyakit kardiovaskular
dan
27

Meningkatnya sekresi dari hormone stess (contoh : adrenalin
dan nonadrenalin)

Gangguan gastrointestinal (misalnya gangguan lambung)

Meningkatnya frekuensi dari luka fisik dan kecelakaan

Kelelahan secara fisik dan kemungkinan mengalami sindrom
kelelahan yang kronis (chronic fatigue syndrome)

Gangguan pernafasan, termasuk gangguan dari kondisi yang
ada

Gangguan pada kulit

Sakit kepala, sakit pada punggung bagian bawah, ketegangan
otot

Gangguan tidur

Rusaknya
fungsi
imun
tubuh,
termasuk
resiko
tinggi
kemungkinan terkena kanker
3. Gejala perilaku
Gejala-gejala perilakuyang utama dari stress kerja adalah

Menunda, menghindari pekerjaan, dan absen dari pekerjaan

Menurunnya prestasi (performance) dan produktivitas

Meningkatnya gangguan minuman keras dan obat-obatan

Perilaku sabotase dalam pekerjaan

Perilaku makan yang tidak normal (kekurangan) sebgai bentuk
penarikan diri dan kehilangan berat badan secra tiba-tiba,
kemungkinan berkombinasi dengan tanda-tanda depresi
28

Meningkatnya kecenderungan perilaku yang beresiko tinggi,
seperti menyetir dengan tidak hati-hati dan berjudi

Meningkatnya agresivitas, vandalism, dan kriminalitas

Menurunnya kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga
dan teman

Kecenderungan untuk melakukan bunuh diri

Perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan) sebagai
pelampiasan, mengarah ke obesitas
2.3.4 Dampak Stres Kerja
Menurut Luthans (2006:456) berdasarkan penelitian diindikasi tingkat
kesulitan, sifat tugas yang dikerjakan, disposisi psikologis dan neurotisme
mungkin mepengaruhi hubungan anatara stress dan kinreja . masalah karena
tingkat stress yang tinggi dapat ditunjukan secara fisik, psikologis, dan atau
perilaku individu.
Stress kerja pada umumnya lebih banyak merugikan diri dari karaywan itu
sendiri maupun merugikan karyawan. Pada diri karyawan, konsekuensi tersebut
dapat berupa menurunnya gairah kerja, kecemasan yang tinggi, frustasi, dan
sebagainya. Konsekuensi pada karyawan tidak hanya berhubungan dengan
aktifitas kerja karyawan saja, tetapi dapat juga meluas ke aktivitas diluar
pekerjaan, seperti tidak dapat tidur dengan tenang, dan kurang mampu untuk
berkonsentrasi.
29
Dan bagi perusahaan, konsekuensi yang akan timbul adalah dan bersifat
tidak langsung adalah meningkatnya tingkat absensi, menurunnya tingkat
produktifitas, dan secara psikologis dapat menurunkan komitmen organisasi,
memicu perasaan teralienasi, hingga turnover.
2.3.5 Pendekatan Stres Kerja
Menurut Veithzal Rivai dan Ella Jauvani (2009:1008-1009) terdapat dua
pendekatan pada stress kerja yaitu pendekatan individu dan perusahaan. Bagi
individu penting dilakukan pendekatan karena stress dapat mempengaruhi
kehidupan , kesehatan, produktivitas, dan penghasilan. Bagi perusahaan bukan
saja hanya karena alasan kemanusiaan, tetapi juga karena pengaruhnya terhadap
prestasi semua aspek dan efektivitas dari perusahaan secara keseluruhan.
Perbedaan pendekatan individu dengan pendekatan perusahaan tidak
dibedakan secra tegas, pengurangan stress dapat dilakukan pada tingkat individu,
organisasi maupun kedua-duannya.
a) Pendekatan individu

Meningkatkan keimanan

Melakukan meditasi dan pernafasan

Melakukan kegiatan olah raga

Melakukan relaksasi

Dukungan sosial dari teman-teman dan keluarga

Menghindari kegiatan rutin yang membosankan
b) Pendekatan perusahaan
30

Melakukan perbaikan iklim organisasi

Melakukan perbaikan terhadap terhadap lingkungan fisik

Menyediakan sarana olahraga

Melakukan analisis dan kejelasan tugas

Meningkatkan
partisipasi
dalam
proses
pengambilan
keputusan

Melakukan restrukturisasi tugas

Menerapkan konsep manajemen berdasarkan sasaran
2.4 Komitmen Organisasi
Menurut Barlett & McKinney (2004) komitmen organisasi adalah sikap
ditempat kerja yang menggambarkan ikatan psikologis antara individu karyawan
dan organisasi yang mempekerjakannya.
Menurut Luthans (2006:249) komitmen organisasi merupakan sikap yang
merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan
dimana anggota organisasi mengekspresikan perhatiaannya terhadap organisasi
dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan.
Menurut Robbins & Timothy A. Judge (2008:100) adalah tingkat sampai
mana seseorang karyawan memihak sebuah organisasi serta tujuan-tujuan dan
keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut. Jadi
keterlibatan pekerjaan yang tinggi berarti memihak pada pekerjaan tertentu
seorang individu, sementara komitmen organisasi yang tinggi berarti memihak
organisasi yang merekrut individu tersebut.
31
Menurut Beverly Metcalf and Gavin Dick (2001:399-419) Komitmen
Organisasi merupakan tingkat kekerapan identifikasi dan keterkaitan individu
terhadap organisasi yang dimasukinya, dimana karekteristik komitmen organisasi
antara lain adalah :

Kesesuaian antara tujuan seseorang dengan tujuan organisasi (goal
congruence)

Kemauan untuk melakukan usaha atas nama organisasi (loyalitas)

Keinginan untuk menjadi anggota organisasi.
Dari definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi
merupakan tingkat sampai mana seorang karyawan dan keterlibatan seorang
karyawan memihak sebuah organisasi dengan tujuan-tujuan dan keinginan untuk
mempertahankan dirinya dalam organisasi tersebut.
2.4.1 Dimensi Komitmen Organisasi
Menurut Meyer dan Allen dalam Luthans (2006:249) ada tiga dimensi
komitmen organisasi adalah
1) Komitmen efektif (effective commitment)
Keterikatan emosional karyawan, identifikasi, dan keterlibatan karyawan
dalam organisasi. Keterikatan emosional ini terbentuk karena karyawan
setuju dengan tujuan dasar dan nilai-nilai organisasi tersebut, serta
mengerti untuk apa organisasi tersebut berdiri. Karyawan dengan tingkat
komitmen afektif yang tinggi akan memilih untuk tetap tinggal dalam
organisasi untuk menyokong organisasi dalam mencapai misinya.
32
2) Komitmen keberlanjutan (continuence commitment)
Komitmen berdasarkan kerugian berhubungan dengan keluarnya karyawan
dari organisasi. Semakin lama seseorang tinggal dalam sebuah organisasi,
ia akan semakin tidak rela kehilangan apa yang telah mereka investasikan
di organisasi tersebut selama bertahun-tahun, misalnya senioritas,
kesempatan, promosi, rencana pensiun, hubungan persahabatan dengan
rekan kerja. Karyawan dengan tingkat komitmen kelanjutan yang tinggi
akan memilih untuk tetap tinggal dalam organisasi hanya karena tidak
ingin mengambil resiko kehilangan hal-hal tersebut.
3) Komitmen normative (normative commitement)
Perasaan wajib untuk tetap berada dalam organisasi karena memang harus
begitu, tindakan tersebut merupakan hal yang benar yang harus dilakukan.
Keharusan untuk tetap tinggal dalam organisasi disebabkan karena tekanan
dari orang atau pihak lain. Karyawan dengan tingkat komitmen normative
yang tinggi sangat peduli pada apa yang akan dipikirkan orang lain bila ia
keluar dari organisasi tempatnya bekrja. Karyawan ini akan merasa enggan
untuk menegcewakan majikannya dan khawatir akan dicap buruk oleh
rekan sekerjanya bila ia keluar dari pekerjaan tersebut.
2.4.2 Manfaat Komitmen Organisasi
Seseorang yang memiliki suatu komitmen dalam hidupnya akan melihat
diri mereka sebagai anggota organisasi yang berdedikasi, mereka akan
mengabaikan sumber ketidakpuasan kerja dan memiliki masa jabatan yang
panjang dengan organisasi. Sedangkan seseorang yang tidak memiliki komitmen
33
dalam hidupnya akan mengekspresikan hal-hal tentang ketidakpuasannya dengan
lebih terbuka, dan akan memiliki masa pendek dengan organisasi.
Selain itu komitmen memiliki manfaat lainya. Karyawan yang memiliki
komitmen cenderung memiliki catatan kehadiran yang lebih baik dan masa kerja
yang lebih lama dari karyawan yang kurang memiliki komitmen. (Ivancevich,
Konopaske, & Matteson, 2007:169)
Komitmen organisasional yang kuat ditandai dengan :
a. Sebuah dukungan dan penerimaan tujuan dan nilai organisasi.
b. Sebuah keinginan untuk mengerahkan usaha yang cukup atas nama
organisasi
c. Sebuah keinginan untuk tetap dengan organisasi
2.4.3 Meningkatkan Komitmen Organisasi
Menurut Dessler dalam Luthans (2006:250) memberikan pedoman khusus
untuk mengimplementasikan sistem manajemen yang mungkin membantu
memecahkan masalah dan meningkatkan komitmen organisasi pada diri karyawan
:
1. Berkomitmen pada nilai utama manusia : membuat aturan tertulis,
mempekerjakan manajer yang baikdan tepat, dan mempertahankan
komunikasi.
2. Memperjelas dan megkomunikasikan misi anda : memperjelas misi dan
ideology; berkharisma; menggunakan praktik perekrutan berdasarkan
34
nilai; menekankan orientasi berdasarkan nilai dan pelatihan, membentuk
tradisi.
3. Menjamin keadilan sosial : memiliki prosedur penyampaian keluhan yang
komprehensif; menyediakan komunikasi dua arah yang ekstensif.
4. Menciptakan rasa komunitas : membangun homogenitas berdasarkan nilai;
keadilan, menekankan kerja sama, saling mendukung, dan kerja tim,
berkumpul bersama.
5. Mendukung
perkembangan
karyawan
:
melakukan
aktualisasi,
memberikan pekerjaan menantang pada tahun pertama, memajukan dan
memberdayakan, mempromosikan dari dalam, menyediakan aktivitas
perkembangan, meyediakan keamanan kepada karyawan tanpa jaminan.
2.5 Kepuasan Kerja Karyawan
Menurut Luthans (2006:243), kepuasan kerja adalah keadaan emosional
yang merupakan hasil dari evaluasi pengalaman kerja seseorang.
Menurut pendapat Robbins dan Judge (2007) mengatakan bahwa kepuasan
kerja adalah suatu sikap umum individu terhadap pekerjaanya dimana dalam
pekerjaan tersebut seseorang dituntut untuk berinteraksi dengan rekan kerja dan
atasan, mengikuti aturan dan kebijaksanaan organisasi memenuhi standar kinerja.
Hasibuan (2007:202) menyatakan bahwa kepuasan kerja karyawan adalah
sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini
dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja.
35
Gibson dalam Wibowo (2007:501) kepuasan kerja sebagai sikap yang
dimiliki pekerja tentang pekerjaan mereka. hal tersebut merupakan hasil dari
persepsi mereka tentang pekerjaan.
Menurut Wibowo (2008:299) kepuasan kerja merupakan sikap positif atau
negative yang dilakukan individual terhadap pekerjaan mereka.
Menurut Robbins (2003) dalam Wibowo (2007:75) Kepuasan kerja adalah
sikap umum terhadap pekerjaan seseorang, yang menunjukan perbedaan antar
jumlah penghargaan yang diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini
seharusnya mereka terima.
Menurut Handoko (1992:193) dalam soedjono (2005) Kepuasan kerja atau
job satisfaction adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaanya. Kepuasan
kerja merupakan cerminan dari perasaan pekerja terhadapa pekerjaannya. Hal ini
tampak dalam sikap positif pekerja terhadap pekerjaan yang dihadapi dan
lingkungannya. Sebaliknya, karyawan yang tidak puas akan bersikap negative
terhadap pekerjaan dan bentuk yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya.
Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja
adalah suatu sikap yang dimiliki oleh seseorang mengenai pekerjaan yang
dihasilkan dari persepsi mereka terhadap pekerjaannya dan merupakan keadaan
emosional yang dirasakan oleh seseorang terhadap hasil yang telah dia rasakan
dalam melakukan pekerjaan yang menyenangkan atau yang tidak menyenangkan.
36
2.5.1 Teori Kepuasan Kerja
Menurut Wibowo (2007:503-504) :
1) Teori Keadilan (Equity Theory)
Teori
menganjurkan
dua
faktor
bahwa
merupakan
satisfaction
teori
kepuasan
(kepuasan)
dan
kerja
yang
dissatisfaction
(ketidakpuasan) merupakan bagian dari kelompok variabel yang berbeda,
yaitu motivators dan hygiene factors.
Pada umumnya orang mengharapkan bahwa faktor tertentu
memberikan kepuasan apabila tersedia dan menimbulkan ketidakpuasan
apabila tidak ada. Pada teori ini, ketidakpuasan dihubungkan dengan
kondisi disekitar pekerjaan (seperti kondisi kerja, pengupahan, keamanan,
kualitas pengawasan, dan hubungan dengan orang lain), dan bukannya
dengan pekerjaan itu sendiri. Karena faktor ini mencegah reaksi negative,
dinamakan sebagai hygiene atau maintenance factors.
Sebaliknya, kepuasan kerja ditarik dari faktor yang terkait dengan
pekerjaan itu sendiri atau hasil langsung daripadanya, seperti sifat
pekerjaan, prestasi dalam pekerjaan, peluang promosi dan kesempatan
untuk mengembangkan diri dan pengakuan. Karena faktor ini berkaitan
dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi, dinamakan motivators.
2) Value Theory
Menurut konsep teori ini kepuasan kerja terjadi pada tingkatan
dimana hasil pekerjaan diterima individu seperti diharapkan. Semakin
banyak orang menerima hasil, akan semakin puas. Semakin dikit mereka
37
menerima hasil, akan kurang puas. Value theory memfokuskan pada hasil
mana pun yang menilai orang tanpa memperhatikan siapa mereka. kunci
menuju kepuasan dalam pendekatan ini adalah perbedaan antara aspek
pekerjaan yang di miliki dan di inginkan seseorang. Semakin besar
perbedaan, semakin rendah kepuasan orang.
Implikasi teori ini mengundang perhatian pada aspek pekerjaan
yang perlu diubah untuk mendapatkan kepuasan kerja. Secara khusus teori
ini menganjurkan bahwa aspek tersebut tidak harus sama berlaku untuk
semua orang, tetapi mungkin aspek niali dari pekerjaan tentang orangorang yang merasakan adanya pertentangan serius.
Dengan menekankan pada nilai-nilai, teori ini menganjurkan
bahwa kepuasan kerja dapat diperoleh dari banyak faktor. Oleh karena itu,
cara yang efektif untuk memuaskan pekerjaan adalah dengan menemukan
apa yang mereka inginkan dan apabila mungkin memberikannya.
2.5.2 Faktor-faktor Kepuasan Kerja
Menurut Kreitner dan Kinicki dalam Wibowo (2007:504-505) terdapat
lima faktor yang memengaruhi timbulnya kepuasan kerja, yaitu sebagai berikut.
a. Need fulfillment (pemenuhan kebutuhan)
Model ini dimaksudkan bahwa kepuasan ditentukan oleh tingkatan
karakteristik pekerjaan memberikan kesempatan pada individu
untuk memenuhi kebutuhannya.
b. Disprepancies (perbedaan)
38
Model ini menyatakan bahwa kepuasan merupakan suatu hasil
memenuhi harapan. Pemenuhan harapan mencerminkan perbedaan
antara apa yang diharapkan dan yang diperoleh individu dari
pekerjaan. Apabila harapan lebih besar daripada apa yang diterima,
orang akan tidak puas. Sebaliknya diperkirakan individu akan puas
apabila mereka menerima manfaat atas harapan.
c. Value attainment (pencapaian nilai)
Gagasan value attainment adalah bahwa kepuasan merupakan hasil
dari persepsi pekerjaan memberikan pemenuhan nilai kerja
individual yang penting.
d. Equity (keadilan)
Dalam model ini dimaksudkan bahwa kepuasan kerja merupakan
fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan ditempat kerja.
Kepuasan
merupakan
hasil
dari
persepsi
orang
bahwa
perbandingan antara hasil kerja dan inputnya relative lebih
menguntungkan dibangdingkan dengan perbandingan antara
keseluaran dan masukknya pekerjaan lainnya.
e. Dispositional/genetic components (komponen genetic)
Beberapa rekan kerja atau teman tampak puasn terhadap variasai
lingkungan kerja, sedangkan lainnya kelihatan tidak puas. Model
ini didasarkan pada keyakinan bahwa kepuasan kerja sebagian
merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. Model ini
menyiratkan perbedaan individu hanya mempunyai arti penting
39
untuk menjelaskan kepuasan kerja seperti halnya karakteristik
lingkungan pekerjaan.
Menurut Luthans (2006:243) ada beberapa faktor penentu kepuasan kerja
karyawan dalam perusahaan, yaitu sebagai berikut :
1. Pekerjaan itu sendiri (The Work it self)
Kepuasan terhadap kepuasan itu sendiri merupakan sumber utama
kepuasan, dimana pekerjaan memberikan tugas yang menarik,
kesempatan untuk belajar, dan kesempatan untuk menerima tanggung
jawab. Setiap pekerjaan memerlukan suatu keterampilan tertentu
sesuai dengan bidangnya masing-masing. Sukar atau tidaknya suatu
pekerjaan serta perasaan seseorang bahwa keahliannya dibutuhkan
dalam melakukan pekerjaan tersebut, akan meningkatkan atau
mengurangi kepuasan kerja.
2. Atasan (supervisor)
Atasan yang senantiasa memberiakn perintah atau petunjuk dalam
pelaksanaan kerja. Dengan cara-cara atasan dalam memperlakukan
bawahannya dapat menjadi menyenangkan atau tidak menyenangkan
bagi bawahannya tersebut. Dan hal ini mempengaruhi kepuasan kerja
kepemimpinan yang kosisten berkaitan dengan kepuasan kerja adalah
tenggang rasa. Hubungan fungsional sejauh mana atasan membantu
tenaga kerja untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi
tenaga kerja. Hubungan keseluruhan didasarkan pada keterkaitan antar
pribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang serupa.
40
Tingkat kepuasan kerja yang paling besar dengan atasan adalah jika
kedua hubungan positif.
3. Rekan Kerja (workers)
Kepuasan kerja yang ada pada para pekerja timbul karena mereka
dalam jumlah tertentu, berada dalam suatu ruangan kerja, sehingga
mereka dapat saling berbicara (kebutuhan social terpenuhi). Sifat alami
dari kelompok atau tim kerja akan mempengaruhi kepuasan kerja.
Pada
umumnya,
rekan
kerja
atau
anggota
tim
kerja
akan
mempengaruhi kepuasan kerja yang paling sederhana pada karyawan
secara individu.
4. Promosi (promotion)
Merupakan faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya kesempatan
untuk memperoleh peningkatan karir selama bekerja. Menyangkut
kemungkinan seseorang untuk maju dalam organisasi dan dapat
berkembang melalui kenaikan jabatan. Seseorang dapat merasakan
adanya kemungkinan yang besar untuk naik jabatan atau tidak, serta
proses kenaikan jabatan terbuka atau kurang terbuka. Ini juga dapat
mempengaruhi tingkat kepuasan kerja seseorang.
5. Gaji (pay)
Kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolute dari gaji yang
diterima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan-harapan tenaga
kerja, dan bagaimana gaji diberikan. Disamping memenuhi kebutuhan
tingkat rendah (sandang,pangan,dan papan), uang dapat merupakan
41
symbol,dari pencapaian (achievement), keberhasilan, dan pengakuan
atau penghargaan. Jumlah uang yang diperoleh dapat secara nyata
mewakili kebebasan untuk melakukan apa yang diinginkan.
6. Kondisi kerja (working conditions)
Bekerja dalam ruangan yang sempit, panas, yang cahaya lampunya
menyilaukan mata, kondisi kerja yang tidak mengenakan akan
menimbulkan keengnana untuk bekerja. Orang akan mencari alasan
untuk sering-sering keluar ruangan kerjanya. Dalam hal ini perusahaan
perlu menyediakan ruang kerja yang terang, sejuk, dengan peralatan
kerja yang nyaman untuk digunakan, dalam kondisi yang baik maka
kebutuhan-kebutuhan fisik yang terpenuhi akan memuaskan tenaga
kerja.
2.5.3 Korelasi Kepuasan Kerja
Menurut Kreitner dan Kinicki dalam Wibowo (2007:505) terdapat
hubungan antar kepuasan kerja dengan variabel lain dapat bersifat positif atau
negative. Kekuatan hubungan mempunyai rentang dari lemah sampai kuat.
Hubungan yang kuat menunjukkan bahwa manajer dapat memengaruhin dengan
signifikan variabel lainnya dengan meningkatkan kepuasan kerja.
Beberapa korelasi kepuasan kerja adalah sebagai berikut :
a. Organizational commitment (komitmen organisasi)
Komitmen organisasional mencerminkan tingkatan dimana individu
mengidentifikasi dengan organisasi dan mempunyai komitmen terhadap
42
tujuannya. Penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan
dan kuat antara komitmen organisasi dan kepuasan. Manajer disarankan
meningkatkan kepuasan kerja dengan maksud untuk menimbulkan tingkat
komitmen yang lebih tinggi. Selanjutnya, komitmen yang lebih tinggi
dapat memfasilitasi produktifitas lebih tinggi.
b. Absenteeism (kemangkiran)
Kemangkiran merupakan hal mahal dan manajer secara tetap mencari cara
untuk menguranginya. Satu rekomendasi telah meningkatkan kepuasan
kerja. Apabila rekomendasinya sah, akan terdapat korelasi negative yang
kuat antara kepuasan dan kemangkiran. Dengan kata lain, apabila
kepuasan meningkat, kemangkiran akan turun. Penelitian yang pernah
dilakukan menunjukkan terdapat hubungan negatif yang lemah antara
kepuasan dan kemangkiran. Oleh karena itu, manajer akan menyadari
setiap penurunan signifikan dalam kemangkiran akan meningkatkan
kepuasan kerja.
c. Turnover (perputaran)
Perputaran sangat penting bagi manajer karena mengganggu kontinuitas
organisasi dan sangat mahal. Penelitian menunjukan bahwa terdapat
hubungan negatif moderat antara kepuasan dan perputaran. Dengan
kekuatan hubungan tertentu, manajer disarankan untuk mengurangi
perputaran dengan meningkatkan kepuasan kerja pekerja.
d. Perceived stress (perasaan stress)
43
Stres dapat berpengaruh negatif terhadap perilaku organisasi dan kesehata
individu. Stres secara positif berhubungan dengan kemangkiran,
perputaran, sakit jantung koroner, dan pemeriksaan virus. Penelitian
menunjukkan adanya hubungan negatif kuat antara perasaan stres dengan
kepuasan kerja. Diharapkan manajer berusaha mengurangi dampak negatif
stres dengan memperbaiki kepuasan kerja.
e. Job performance (prestasi kerja)
Kontroversi terbesar dalam penelitian organisasi adalah tentang hubungan
antara kepuasan atau prestasi kerja atau kinerja. ada yang menyatakan
bahwa kepuasan memengaruhi prestasi kerja sangat tinggi, sedangkan
lainnya berpendapat bahwa prestasi kerja memengaruhi kepuasan.
Penelitian untuk menghapuskan kontroversi tersebut menunjukkan bahwa
terdapat hubungan positif rendah antara kepuasan dan kinerja.
2.5.4 Meningkatkan Kepuasan Kerja
Menurut Greenberg dan Baron (2003:159) ada beberapa cara yang
dilakukan untuk meningkatkan kepuasan kerja karyawannya yaitu :
1. Make jobs fun
Orang akan merasa lebih puas dengan pekerjaan yang mereka nikmati
daripada yang membosankan. Walaupun beberapa pekerjaan memang
bersifat membosankan, tetap ada cara untuk menyuntikan beberapa
level keasyikan ke dalam hamper setiap pekerjaan.
2. Pay People Fairly
44
Ketika orang merasa dibayar atau diberi imbalan secara adil, maka
kepuasan kerja mereka cenderung akan meningkat.
3. Match people to jobs that fit their interests
Semakin orang merasa bahwa mereka mampu memenuhi kesenangan
atau minat mereka saat bekerja, semakin mereka akan mendapatkan
kepuasan dari pekerjaan tersebut.
4. Avoid boring, repetitive jobs
Orang jauh lebih merasa puas terhadap pekerjaan yang memungkinkan
mereka untuk mencapai keberhasilan dengan control secara bebas
tentang bagaimana mereka melakukan tugas-tugas mereka.
45
2.2 Kerangka Pemikiran
Iklim Organisasi (X1)
-
Struktur
Standar-standar
Tanggung jawab
Penghargaan
Dukungan
Komitmen
Stress Kerja
Karyawan (X2)
-
Komitmen
Organisasi (Y)
- Komitmen efektif
- Komitmen
berkelanjutan
- Komitmen
normatif
Emosional
Proses Berfikir
Kondisi Fisik
Sikap/Perilaku
Kepuasan Kerja
Karyawan (Z)
-
Pekerjaan itu
sendiri
Atasan
Teman sekerja
Promosi
Gaji
Kondisi kerja
Sumber : Penulis
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
2.3 Hipotesis
Menurut Uma, Sekaran (2006:135) hipotesis bisa didefinisikan sebagai
hubungan yang diperkirakan secara logis diantara dua atau lebih variable yang
diungkapkan dalam bentuk pertanyaan yang dapat diuji. Hubungan tersebut dapat
diperkirakan berdasarkan jaringan sosisalisasi yang dapat ditetapkan
kerangka teoritis yang dirumuskan untuk studi penelitian.
dalam
46
Adapun hipotesis yang peneliti rancang adalah hipotesis yang bersifat asosiatif
yang menjelaskan bagaimana hubungan dan pengaruh antar variabelnya.
Berdasarkan permasalahan yang ada pada bab 1 dan kerangka pemikiran diatas,
maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
Untuk T-1 :
1. Hipotesis 1
Ho : Variabel iklim organisasi dan stres kerja tidak memiliki pengaruh
yang signifikan secara simultan terhadap variabel komitmen organisasi.
Ha : Variabel iklim organisasi dan stress kerja memiliki kontribusi yang
signifikan secara simultan terhadap variabel komitmen organisasi.
2. Hipotesis 2
Ho : Variabel iklim organisasi tidak berkontribusi secara parsial dan
signifikan terhadap variabel komitmen organisasi.
Ha : Variabel iklim organisasi berkontribusi secara parsial dan signifikan
terhadap variabel komitmen organisasi.
3. Hipotesis 3
Ho : Variabel Stres Kerja tidak berkontribusi secara parsial dan signifikan
terhadap variabel komitmen organisasi.
Ha : Variabel Stres Kerja berkontribusi secara parsial dan signifikan
terhadap variabel komitmen organisasi.
47
Untuk T-2 :
4. Hipotesis 4
Ho : Variabel iklim organisasi, stress kerja, dan komitmen organisasi tidak
memiliki kontribusi yang signifikan secara simultan terhadap variabel
kepuasan kerja karyawan.
Ha : Variabel iklim organisasi, stress kerja, dan komitmen organisasi
memiliki kontribusi yang signifikan secara simultan terhadap variabel
kepuasan kerja karyawan.
5. Hipotesis 5
Ho : Variabel iklim organisasi tidak berkontribusi secara parsial dan
signifikan terhadap variabel kepuasan kerja karyawan.
Ha : Variabel iklim organisasi berkontribusi secara parsial dan signifikan
terhadap variabel kepuasan kerja karyawan.
6. Hipotesis 6
Ho : Variabel stress kerja tidak berkontribusi secara parsial dan signifikan
terhadap variabel kepuasan kerja karyawan.
Ha : Variabel stress kerja berkontribusi secara parsial dan signifikan
terhadap variabel kepuasan kerja karyawan
7. Hipotesis 7
Ho : Variabel komitmen organisasi tidak berkontribusi secara parsial dan
signifikan terhadap variabel kepuasan kerja karyawan.
Ha : Variabel komitmen organisasi berkontribusi secara parsial dan
signifikan terhadap variabel kepuasan kerja karyawan.
Download