BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Stres Kerja Stres kerja Menurut A.A. Anwar Prabu Mangkunegara (2008:157) adalah sebuah perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan. Stres kerja ini tampak dari simptom, antara lain emosi tidak stabil, perasaan tidak tenang, suka menyendiri, sulit tidur, merokok yang berlebihan, tidak bisa rileks, cemas, tegang, gugup, tekanan darah meningkat, dan mengalami gangguan pencernaan. Menurut Stephen P. Robbins dalam Benyamin Molan (2006:796) menyatakan stres kerja adalah kondisi yang muncul dari interaksi antara manusia dan pekerjaan serta dikarakteristikkan oleh perubahan manusia yang memaksa mereka untuk menyimpang dari fungsi normal mereka. Menurut Robbins (2006) menjelaskan konsekuensi stres yang muncul lewat berbagai stresor dapat dibagi menjadi 3 kategori umum yaitu: 1. Gejala Fisiologis Sebagian besar perhatian dini atas stres dirasakan pada gejala fisiologis. Hasil riset yang dilakukan memandu pada kesimpulan bahwa stres dapat menciptakan perubahan metabolisme, meningkatkan laju detak jantung 26 dan pernafasan, meningkatkan tekanan darah, menimbulkan sakit kepala, dan menyebabkan serangan jantung. Hubungan antara stres dan gejala fisiologis tertentu tidaklah jelas. Kalau memang ada, pasti hanya sedikit hubungan yang konsisten ini terkait dengan kerumitan gejala-gejala dan kesulitan untuk secara obyektif mengukurnya. Tetapi yang lebih relevan adalah fakta bahwa gejala fisiologis mempunyai relevansi langsung yang kecil sekali bagi perilaku organisasi. 2. Gejala Psikologis Stres dapa tmenyebabkan ketidakpuasan. Stres yang berakibat dengan pekerjaan dapat menimbulkan ketidakpuasan yang berkaitan dengan pekerjaan, dimana dampak ketidakpuasan memiliki dampak psikologis yang paling sederhana dan paling jelas dari stres. Menurut penelitian membuktikan bahwa orang ditempatkan dalam pekerjaan yang mempunyai tuntutan ganda, 8 9 konflik ditempat kerja, tidak adanya kejelasan dalam pekerjaan, wewenang, tanggung jawab, dan beban kerja sehingga Stres dan ketidakpuasan akan mengikat. 3. Gejala Perilaku Gejala stres yang terkait dengan perilaku mencakup perubahan produktivitas, absensi, dan tingkat keluar masuknya karyawan, perubahan kebiasaan makan, meningkatnya merokok dan konsumsi alkohol, bicara cepat, gelisah, dan gangguan tidur. Dari beberapa teori di atas, dapat disimpulkan bahwa stres kerja adalah perasaan negatif diakibatkan adanya tekanan dialami karyawan dikarenakan hal-hal yang berasal dari pekerjaan yang mereka jalankan. 2.1.1. Faktor-faktor yang memengaruhi stres kerja Menurut A.A. Anwar Prabu Mangkunegara (2008:157) terdapat beberapa penyebab stress kerja, antara lain beban kerja yang dirasakan terlalu berat, waktu kerja yang mendesak, kualitas pengawasan kerja yang rendah, iklim kerja yang tidak sehat, otoritas kerja yang tidak memadai yang berhubungan dengan tanggung jawab, konflik kerja, perbedaan nilai antara karyawan dengan pemimpin yang frustasi dalam kerja. Selanjutnya, Menurut (Robbin, 2003:794-798) penyebab stres itu ada 3 faktor yaitu: 1. Faktor Lingkungan Ada beberapa faktor yang mendukung faktor lingkungan, yaitu: Perubahan situasi bisnis yang menciptakan ketidakpastian ekonomi. Bila perekonomian itu menjadi menurun, orang menjadi semakin mencemaskan kesejahteraan mereka. Ketidakpastian politik. Situasi politik yang tidak menentu seperti yang terjadi di Indonesia, banyak sekali demonstrasi dari berbagai kalangan yang tidak puas dengan keadaan mereka. Kejadian semacam ini dapat membuat orang merasa tidak nyaman. Seperti penutupan jalan karena ada yang berdemo atau mogoknya angkutan umum dan membuat para karyawan terlambat masuk kerja. 10 Kemajuan teknologi. Dengan kemajuan teknologi yang pesat, maka hotel pun menambah peralatan baru atau membuat sistem baru. Yang membuat karyawan harus mempelajari dari awal dan menyesuaikan diri dengan itu. Terorisme adalah sumber stres yang disebabkan lingkungan yang semakin meningkat dalam abad ke 21, seperti dalam peristiwa penabrakan gedung WTC oleh para teroris, menyebabkan orangorang Amerika merasa terancam keamanannya dan merasa stres. 2. Faktor Organisasi Banyak sekali faktor di dalam organisasi yang dapat menimbulkan stres. Tekanan untuk menghindari kekeliruan atau menyelesaikan tugas dalam kurun waktu terbatas, beban kerja berlebihan, bos yang menuntut dan tidak peka, serta rekan kerja yang tidak menyenangkan. Dari beberapa contoh diatas, penulis mengategorikannya menjadi beberapa faktor dimana contohcontoh itu terkandung di dalamnya, yaitu: Tuntutan tugas merupakan faktor yang terkait dengan tuntutan atau tekanan untuk menunaikan tugasnya secara baik dan benar. Tuntutan peran berhubungan dengan tekanan yang diberikan pada seseorang sebagai fungsi dari peran tertentu yang dimainkan dalam organisasi itu. Konflik peran menciptakan harapan-harapan yang barangkali sulit dirujukkan atau dipuaskan. Kelebihan peran terjadi bila karyawan diharapkan untuk melakukan lebih daripada yang dimungkinkan oleh waktu. Ambiguitas peran tercipta bila harapan peran tidak dipahami dengan jelas dan karyawan tidak pasti mengenai apa yang harus dikerjakan. Tuntutan antar pribadi adalah tekanan yang diciptakan oleh karyawan lain. Kurangnya dukungan sosial dari rekan-rekan dan hubungan antar pribadi yang buruk dapat menimbulkan stres yang cukup besar, khususnya diantara para karyawan yang memiliki kebutuhan sosial yang tinggi. Struktur Organisasi menentukan tingkat diferensiasi dalam organisasi, tingkat aturan dan peraturan dan dimana keputusan itu diambil. Aturan yang berlebihan dan kurangnya berpartisipasi dalam 11 pengambilan keputusan yang berdampak pada karyawan merupakan potensi sumber stres. 3. Faktor Individu Faktor ini mencakup kehidupan pribadi karyawan terutama faktor-faktor persoalan keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik kepribadian bawaan. Faktor persoalan keluarga. Survei nasional secara konsisten menunjukkan bahwa orang menganggap bahwa hubungan pribadi dan keluarga sebagai sesuatu yang sangat berharga. Kesulitan pernikahan, pecahnya hubungan dan kesulitan disiplin anak-anak merupakan contoh masalah hubungan yang menciptakan stres bagi karyawan dan terbawa ke tempat kerja. Masalah Ekonomi. Diciptakan oleh individu yang tidak dapat mengelola sumber daya keuangan mereka merupakan satu contoh kesulitan pribadi yang dapat menciptakan stres bagi karyawan dan mengalihkan perhatian mereka dalam bekerja. Karakteristik kepribadian bawaan. Faktor individu yang penting mempengaruhi stres adalah kodrat kecenderungan dasar seseorang. Artinya gejala stres yang diungkapkan pada pekerjaan itu sebenarnya berasal dari dalam kepribadian orang itu. 4. Perbedaan Individu Perbedan-perbedaan individu dipengaruhi oleh adanya perbedaan presepsi, pengalaman kerja, dukungan sosial, keyakinan akan tempat kedudukan kendali, permusuhan. Disini kita akan mengulasnya secara seksama dengan mekanisme yang simpel. Persepsi, rasa takut seseorang bahwa ia akan kehilangan pekerjaan karena periusahaannya melakukan PHK massal dapat dipersepsikan oleh orang lain sebagai suatu kesempatan untuk memperoleh pesangon yang besar dan memulai bisnisnya sendiri. Adapun persepsi seseorang yang lainnya perihal suatu lingkungan kerja yang efisien dan menantang dapat dipandang oleh yang lain sebagai mengancam dan menuntun dirinya. Jadi potensial stres dalam faktor lingkungan, organisasional dan idividual tidaklah dalam kondisi obyektifnya tetapi 12 subyektifitasnya yang berbicara, tergantung tanggapan setiap individunya. Pengalaman kerja, dikatakan orang bahwa pengalaman merupakan guru terbaik. Pengalaman juga dapat merupakan pengurnag stres yang sangat baik. Bagi kebanyakan dari kita ketidakpastian akan situasi baru merupakan faktor pendorong terjadinya stres. Demikin bagi mereka yang ciri lebih tahan stres atau mereka yang lebih tahan terhadap karateristik organisasi mereka, pada akhirnya dapat mengembangkan mekanisme stres itu sendiri. Dukungan sosial, makin banyak yang menunjukan bahwa dukungan sosial yaitu, hubungan yang baik terhadap rekan kerja dapat menyangga terjadinya stres. Keyakinan akan tempat kedudukan kendali. Mereka dengan tempat kedudukan kendali internal yakin bahwa mereka mengendalikan tujuan akhir mereka sendiri. Mereka dengan tempat kedudukan eksternal yakin bahwa kehidupan mereka dikendalikan oleh kekuatan kekuatan luar. Bila kaum internal dan eksternal di posisikan pada permasalahan yang sama, kemungkinan besar kaum internal yakin bahwa mereka dapat berpengaruh besar pada kenyataannya. Lebih besar kemungkinan kaum eksternal lebih pasif dan defensif. Daripada melakukan sesuatu untuk mengurangi stres, mereka akan lebih diam mengalah dan lebih besar kemungkinan mengalami stres. Permusuhan. Contoh tipe A, sesorang yang bekerja atas keterdesakan waktu, dan suatu dorongan kompetitif yang berlebihan. Seorang tipe A lalu terlibat dalam suatu perjuangan yang tidak henti-hentinya dan kronis untuk mencapai lebih banyak dalam waktu yang lebih singkat. Dan kalau perlu melawan upaya-upaya dari suatu atau orang-orang lain yang menantang. menyebabkan timbulnya Kepribadaian tingkat sedemikian stres yang rupa berlebih dapat dan mengakibatkan serangan jantung. Orang yang secara kronis pemarah, suka curiga, dan tidak mempecayai orang lain termasuk orang yang mempunyai resiko tersebut. 13 Berbeda dengan orang yang gila berkerja atau workaholic, selalu bergegas, dan tidak sabar atau kompetitif tidak dapat diartikan bahwa mereka benar-benar rawan terhadap penyakit jantung. Sebaliknya orang yang cepat marah, pandangan yang senantiasa bermusuhan, dan ketidakpercayaan yang sinis itulah orang yang berbahaya. 2.1.2. Dimensi stres kerja Menurut Patterson dalam Nikos Kakkos (2010:218), terdapat empat hal yang menjadi dimensi stres kerja yaitu: 1. Demands Demands berpacu pada beban kerja yang diterima oleh pegawai, meliputi beban kerja itu sendiri, corak pekerjaan yang diterima oleh pegawai dan lingkungan pekerjaan yang harus dijalankan oleh pegawai atau individu. 2. Control Merupakan hak-hak yang didapat oleh pegawai dalam mengatur hal-hal yang dapat membantu pekerjaan mereka. Hak-hak tersebut lebih bersifat wewenang pegawai dalam menjalankan pekerjaan mereka. 3. Support Support atau dukungan meliputi dorongan secara spiritual, sumber daya yang disediakan oleh perusahaan, supervisor atau rekan kerja. 4. Inter-relationships Adalah tindakan-tindakan yang harus dilakukan guna meminimalisasi konflik yang mungkin terjadi antara pegawai meliputi norma, rasa pengertian, empati dan sebagainya. 5. Role Adalah bagaimana perusahaan dapat memperjelas peran pegawai dalam perusahaan baik peran yang tidak bertabrakan dengan pegawai lain ataupun memastikan pegawai mengerti akan peran yang mereka pegang. 2.2. Motivasi Kerja Menurut Munandar (2006:323), motivasi kerja adalah suatu proses dimana kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah ke tercapainya tujuan tertentu. Tujuan yang jika berhasil dicapai, akan memuaskan atau memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. 14 Menurut Wagner dan Hollenbeck (2009:81), seseorang yang termotivasi untuk bekerja akan terus ingin belajar mengetahui hal-hal baru untuk meningkatkan performa kerjanya. Menurut George dan Jones (2005:175), motivasi kerja adalah suatu kebutuhan psikologis di dalam diri seseorang yang menentukan arah perilaku seseorang di dalam organisasi yang menyebabkan pergerakan, arahan, usaha, dan kegigihan dalam menghadapi rintangan untuk mencapai suatu tujuan. Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja adalah segalah hal yang ada dalam diri manusia yang menjadikan dorongan seseorang dalam mendapatkan sesuatu yang lebih dalam perusahaan. 2.2.1. Indikasi penurunan motivasi kerja Indikasi turunnya motivasi kerja penting untuk diketahui oleh setiap perusahaan, karena dengan pengetahuan tentang indikasi ini akan dapat diketahui sebab turunnya motivasi kerja. Dengan demikian perusahaan dapat mengambil tindakan-tindakan pencegahan atau pemecahan masalah sedini mungkin. Indikasiindikasi turunnya motivasi kerja antara lain sebagai berikut: 1. Turunnya produtivitas kerja Turunnya produktivitas kerja ini dapat diukur atau dibandingkan dengan waktu sebelumnya. Produktivitas kerja yang turun ini dapat terjadi karena permasalahaan, penundaan pekerjaan dan sebagainya. Untuk dapat mengetahui tinggi atau rendahnya produktivitas kerja, maka perusahaan harus membuat standar kerja. 2. Tingkat absensi yang tinggi Pada umumnya apabila semangat kerja turun, maka karyawan akan malas untuk datang bekerja. Untuk melihat apakah naiknya tingkat absensi tersebut merupakan indkasi turunnya semangat kerja, maka perusahaan tidak boleh melihat tingkat absensi ini secara perorangan tapi harus secara merata. 3. Tingkat perpindahan karyawan yang tinggi Apabila di dalam perusahaan terjadi tingkat keluar masuk karyawan yang tinggi, maka hal ini merupakan indikasi turunnya semangat kerja. Keluar masuknya karyawan yang meningkat tersebut terutama disebabkan ketidaksenangan karyawan untuk bekerja pada perusahaan tersebut, sehingga karyawan berusaha mencari pekerjaan lain yang dianggap lebih sesuai. 15 Tingkat keluar masuknya karyawan yang tinggi selain dapat menurunkan produktivitas kerja, juga dapat mengganggu kelangsungan jalannya perusahaan. 4. Kegelisahan dimana-mana Kegelisahan akan terjadi apabila semangat kerja menurun. Seorang pemimpin harus dapat mengetahui adanya kegelisahan-kegelisahan yang timbul. Kegelisahan itu dapat terwujud dalam bentuk ketidaktenangan kerja, keluh kesah, serta hal-hal lain. 2.2.2. Bentuk – bentuk Motivasi Kerja Pada umumnya bentuk motivasi kerja yang sering dianut perusahaan meliputi empat unsur utama (Sastrohadiwiryo, 2003) yaitu : 1. Kompensasi bentuk uang Salah satu bentuk yang paling sering diberikan kepada tenaga kerja adalah berupa kompensasi dan kompensasi yang sering diberikan berbentuk uang. Pemberian kompensasi bentuk uang sebagai motivasi kerja para pegawai memiliki dua pengaruh perilaku. Keanggotaan adalah pengaruh yang paling luas, yang kedua adalah negatif dari sudut pandang perusahaa adalah dan cenderung terbatas dan hanya pada pekerja yang pendapatannya tidak lebih dari tingkat “standar kehidupan yang layak” dan cenderung menganggap kompensasi bentuk uang tidak seimbang. 2. Pengarahan dan pengendalian Pengarahan maksudnya menetukan apa yang harus mereka kerjakan atau tidak mereka kerjakan, sdangkan pengendalian maksudnya menentukan bahwa tenaga kerja harus mengerjakan hal – hal yang telah diinstruksikan. 3. Penetapan pola kerja yang efektif Pada umumna reaksi dari kebosanan kerja akan menghambat produktivitas kerja dan untuk menanggapinya digunakan beberapa teknik : Memperkaya pekerjaan yaitu penyesuaian tuntutan pekerjaan dengan kemampuan tenaga kerja. Manajemen partisipatif yaitu penggunaan berbagai cara untuk melibatkan pekerja dalam mengambil keputusan yang memengaruhi pekerjaan mereka. 16 Mengalihkan perhatian pekerja dari pekerjaan yang membosankan kepada instrumen (alat), waktu luang untuk istirahat atau sarana lain yang lebih fantastis. 4. Kebajikan Kebajikan dapat didefenisikan sebagai suatu tindakan yang diambil dengan sengaja oleh manajemen untuk mempengaruhi sikap atau perasaan tenaga kerja. 2.2.3. Dimensi motivasi kerja Menurut Abraham Maslow, dalam Munandar (2006:326), mengemukakan bahwa kondisi manusia berada dalam kondisi mengejar yang berkesinambung. Jika satu kebutuhan dipenuhi, langsung kebutuhan tersebut diganti oleh kebutuhan lain. Tingkat kebutuhan tersebut ditunjukkan dalam 5 tingkatan, dimulai dari kebutuhan biologis dasar sampai motif psikologis yang lebih kompleks, yang hanya akan penting setelah kebutuhan dasar terpenuhi. Kebutuhan pada suatu peringkat paling tidak harus terpenuhi sebagian sebelum kebutuhan pada peringkat berikutnya menjadi penentu tindakan yang penting. Berikut dimensi motivasi kerja yang akan digunakan dalam penelitian ini: 1. Physiological (kebutuhan psikologis), yaitu kebutuhan yang timbul berdasarkan kondisi psikologikal badan kita, seperti kebutuhan untuk makanan dan minuman, kebutuhan udara segar, pakaian dan tempat tinggal. 2. Safety (kebutuhan rasa aman), yaitu kebutuhan keamanan jiwa, raga, dan harta benda yang dimiliki. Jika dikaitkan dengan kerja maka kebutuhan akan keamanan sewaktu bekerja, perasaan aman yang menyangkut masa depan karyawan. 3. Social needs (kebutuhan sosial), yaitu kebutuhan untuk memiliki keluarga dan sanak saudara, rasa dihormati, status sosial, harga diri, dan kebutuhan pendidikan agama. 4. Self esteem (kebutuhan harga diri), yaitu keinginan untuk dipuji dan keinginan untuk diakui prestasi kerjanya. Keinginan untuk didengar dan dihargai pandangannya. 5. Self actualization (kebutuhan aktualisasi diri), yaitu kebutuhan untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Kebutuhan 17 ini mencakup kebutuhan untuk menjadi kreatif, kebutuhan untuk dapat merealisasikan potensinya secara penuh. 2.3. Kepuasan Kerja Menurut Luthans (2006:243), kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting. Sedangkan menurut Mathis dan Jackson (2006:121), kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang positif yang merupakan hasil dari evaluasi pengalaman kerja seseorang Kepuasan kerja menurut Wibowo (2012:502), mencoba mengungkapkan apa yang membuat sebagian orang lebih puas terhadap pekerjaannya daripada beberapa lainnya. Teori ini juga mencari landasan tentang proses perasaan orang terhadap kepuasan kerja. Di antara teori kepuasan kerja adalah Two-Factor Theory dan Value Theory: 1. Two – Factor Theory Teori dua faktor merupakan teori kepuasan kerja yang menganjurkan bahwa satisfaction (kepuasan) dan dissatisfaction (ketidakpuasan) merupakan bagian dari kelompok variabel yang berbeda, yaitu motivation dan hygiene factors. Pada teori ini, ketidakpuasan dihubungkan dengan kondisi di sekitar pekerjaan (seperti kondisi kerja, pengupahan, kemanan, kualitas pengawasan, dan hubungan dengan orang lain), dan bukannya dengan pekerjaan itu sendiri. Karena faktor ini mencegah reaksi negatif, dinamakan sebagai hygiene atau maintenance factors. Sebaliknya, kepuasan ditarik dari faktor yang terkait dengan pekerjaan itu sendiri atau hasil langsung daripadanya, seperti sifat pekerjaan, prestasi dalam pekerjaan, peluang promosi dan kesempatan untuk pengembangan diri dan pengakuan. Karena faktor ini berkaitan dengan tingkat kepuasan kerja tinggi, dinamakan motivator. 2. Value Theory Menurut konsep teori ini kepuasan kerja terjadi pada tingkatan dimana hasil pekerjaan diterima individu seperti yang diharapkan. Semakin banyak orang menerima hasil, akan semakin puas. Semakin sedikit mereka menerima hasil, akan kurang puas. Value theory memfokuskan pada hasil manapun yang menilai orang tanpa memerhatikan siapa mereka. Kunci menuju kepuasan dalam pendekatan ini adalah perbedaan antara aspek pekerjaan yang dimiliki 18 dan diinginkan seseorang. Semakin besar perbedaan, semakin rendah kepuasan seseorang. 2.3.1. Dampak ketidakpuasan kerja Robbins (2003:82), mengemukakan bahwa ada beberapa respon ketika karyawan menyukai pekerjaan mereka, dan ada respon ketika karyawan tidak menyukai pekerjaan mereka. Respon-respon ketidakpuasan kerja pegawai didefinisikan sebagai berikut: 1. Keluar (Exit): Perilaku ketidakpuasan yang ditujukan untuk meninggalkan organisasi termasuk mencari posisi baru dan mengundurkan diri. 2. Aspirasi (Voice): Secara aktif dan konstruksif berusaha memperbaiki kondisi, termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan, dan beberapa bentuk aktivitas serikat kerja. 3. Kesetiaan (Loyalty): Secara pasif tetapi optimis menunggu membaiknya kondisi, termasuk membela organisasi ketika berhadapan dengan kecaman eksternal dan mempercayai organisasi dan manajemennya untuk “melakukan hal yang benar”. 4. Pengabaian (Neglect): Secara pasif membiarkan kondisi menjadi lebih buruk, termasuk ketidakhadiran atau keterlambatan yang terus menerus, kurangnya usaha, dan meningkatnya angka kesalahan 2.3.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja Beberapa faktor penentu kepuasan kerja menurut Luthans (2005:212), adalah sebagai berikut: 1. The work it self (Pekerjaan itu Sendiri) Pekerjaan itu sendiri merupakan sumber utama dari kepuasan kerja. Ada beberapa unsur yang paling penting dari kepuasan kerja yang menyimpulkan bahwa pekerjaan yang menarik dan menantang, serta perkembangan karir merupakan hal penting untuk setiap karyawan. Menurut Munandar (2006:357), Berdasarkan survey diagnostik pekerjaan diperoleh hasil tentang lima ciri yang memperlihatkan kaitannya dengan kepuasan kerja, yaitu: a. Keragaman keterampilan. Banyak ragam keterampilan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan. Makin banyak ragam 19 keterampilan yang digunakan, makin kurang membosankan pekerjaan. b. Jati diri tugas (task identity). Sejauh mana tugas merupakan suatu kegiatan keseluruhan yang berarti. Tugas yang dirasakan sebagai bagian dari pekerjaan yang lebih besar dan yang dirasakan tidak merupakan satu kelengkapan tersendiri akan menimbulkan rasa tidak puas. c. Tugas yang penting (task significance). Rasa pentingnya tugas bagi seseorang. Jika tugas dirasakan penting dan berarti oleh karyawan, maka ia cenderung mempunyai kepuasan kerja. d. Otonomi. Pekerjaan memberikan kebebasan, ketidakgantungan dan peluang mengambil keputusan akan lebih cepat menimbulkan kepuasan kerja. e. Adanya timbal balik (feedback) pada pekerjaaan membantu meningkatkan tingkat kepuasan kerja. 2. Pay (Gaji) Kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolut dari gaji yang diterima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan-harapan tenaga kerja, dan bagaimana gaji diberikan. Yang penting ialah sejauh mana gaji yang diterima dirasakan adil. Jika gaji di persepsikan sebagai adil didasarkan tuntutan-tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar gaji yang berlaku untuk kelompok pekerjaan tertentu, maka akan ada kepuasan kerja. 3. Promotion Opportunity (Kesempatan Promosi) Kesempatan untuk dipromosikan nampaknya memiliki dampak dalam kepuasan kerja. Hal ini disebabkan promosi mengambil beberapa bentuk yang berbeda dan memiliki keanekaragaman dari yang menyertai kompensasi. Contohnya, apabila seorang karyawan naik jabatan, gaji karyawan tersebut juga naik sesuai dengan jabatannya dan kepuasan kerja karyawan tersebut juga meningkat. Menurut Hasibuan (2005:108), mengemukakan promosi berasaskan keadilan terhadap penilaian kejujuran, kemampuan dan kecakapan karyawan. Penilaian harus jujur dan objektif, tidak pilih kasih. Karyawan yang mempunyai peringkat terbaik hendaknya 20 mendapatkan kesempatan pertama untuk dipromosikan tanpa melihat suku, golongan, dan keturunannya. 4. Supervisor (Atasan) Hubungan antara atasan dan bawahan bisa disebut dengan hubungan fungsional dan keseluruhan (entity). Hubungan fungsional mencerminkan sejauh mana atasan membantu bawahan, untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi karyawan, misalnya dengan memberikan pekerjaan yang menantang. Hubungan keseluruhan didasarkan pada ketertarikan antarpribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang serupa. 5. Co-Worker (Rekan kerja) Hubungan yang ada antar pekerja adalah hubungan ketergantungan sepihak yang bercorak fungsional. Kepuasan kerja yang ada pada para pekerja timbul karena mereka, dalam jumlah tertentu, berada dalam satu ruangan, sehingga mereka dapat saling berinteraksi, dalam artian kebutuhan sosialnya terpenuhi. Rekan kerja memberikan sumber-sumber semangat, kenyamanan, nasihat dan bantuan kepada karyawan individu. Kelompok kerja yang baik dapat membuat pekerjaan menjadi menyenangkan. 6. Working Condition (Kondisi Kerja) Keadaan atau suasana di tempat kerja merupakan faktor lain yang memengaruhi kepuasan kerja. Bila kondisi kerjanya baik, bersih, atraktif, dan nyaman, maka karyawan akan merasa mudah dalam menjalankan pekerjaannya. Dalam kondisi kerja seperti itu kebutuhan-kebutuhan fisik dipenuhi dan memuaskan tenaga kerja. 21 2.4. Kerangka Pemikiran Stres Kerja Nikos Kakkos (2010:218) -Demands -Control -Support -Inter-relations -Role Motivasi Kerja Munandar (2006:326) Kepuasan Kerja Luthans (2005:212) -The Work itselfs -Pay -Promotion Opportunity -Supervisor -Working Condition -Physcological -Safety -Social Needs -Self Esteem -Self Actualization 2.5. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut: Untuk Tujuan 1 Ho: Secara partial, stres kerja tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai pada PT. Indomobil Trada Nasional Cabang Nissan Slipi Ha: Secara partial, stres kerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai pada PT. Indomobil Trada Nasional Cabang Nissan Slipi Untuk Tujuan 2 Ho: Secara partial motivasi kerja tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai pada PT. Indomobil Trada Nasional Cabang Nissan Slipi Ha: Secara partial motivasi kerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai pada PT. Indomobil Trada Nasional Cabang Nissan Slipi.