bab 2 landasan teori

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Stres Kerja
Stres kerja Menurut A.A. Anwar Prabu Mangkunegara (2008:157) adalah
sebuah perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan.Stres
kerja ini tampak dari simptom, antara lain emosi tidak stabil, perasaan tidak tenang,
suka menyendiri, sulit tidur, merokok yang berlebihan, tidak bisa rileks, cemas,
tegang, gugup, tekanan darah meningkat, dan mengalami gangguan pencernaan.
Menurut Stephen P. Robbins dalam Benyamin Molan (2006:796)menyatakan
stres kerja adalah kondisi yang muncul dari interaksi antara manusia dan pekerjaan
sertadikarakteristikkan
oleh
perubahan
manusia
yang
memaksa
mereka
untukmenyimpang dari fungsi normal mereka.
Menurut Robbins (2006) menjelaskan konsekuensi stres yang muncul lewat
berbagai stresor dapat dibagi menjadi 3 kategori umum yaitu:
1. Gejala Fisiologis
Sebagian besar perhatian dini atas stres dirasakan pada gejala fisiologis. Hasil
riset yang dilakukan memandu pada kesimpulan bahwa stres dapat
menciptakan perubahan metabolisme, meningkatkan laju detak jantung 26
dan pernafasan, meningkatkan tekanan darah, menimbulkan sakit kepala, dan
menyebabkan serangan jantung. Hubungan antara stres dan gejala fisiologis
tertentu tidaklah jelas. Kalau memang ada, pasti hanya sedikit hubungan
yang konsisten ini terkait dengan kerumitan gejala-gejala dan kesulitan untuk
secara obyektif mengukurnya. Tetapi yang lebih relevan adalah fakta bahwa
gejala fisiologis mempunyai relevansi langsung yang kecil sekali bagi
perilaku organisasi.
2. Gejala Psikologis
Stres dapa tmenyebabkan ketidakpuasan. Stres yang berakibat dengan
pekerjaan dapat menimbulkan ketidakpuasan yang berkaitan dengan
pekerjaan, dimana dampak ketidakpuasan memiliki dampak psikologis yang
paling sederhana dan paling jelas dari stres. Menurut penelitian membuktikan
bahwa orang ditempatkan dalam pekerjaan yang mempunyai tuntutan ganda,
8
9
konflik ditempat kerja, tidak adanya kejelasan dalam pekerjaan, wewenang,
tanggung jawab, dan beban kerja sehingga Stres dan ketidakpuasan akan
mengikat.
3. Gejala Perilaku
Gejala stres yang terkait dengan perilaku mencakup perubahan produktivitas,
absensi, dan tingkat keluar masuknya karyawan, perubahan kebiasaan makan,
meningkatnya merokok dan konsumsi alkohol, bicara cepat, gelisah, dan
gangguan tidur.
Dari beberapa teori di atas, dapat disimpulkan bahwa stres kerja adalah
perasaan negatif diakibatkan adanya tekanan dialami karyawan dikarenakan hal-hal
yang berasal dari pekerjaan yang mereka jalankan.
2.1.1. Faktor-faktor yang memengaruhi stres kerja
Menurut A.A. Anwar Prabu Mangkunegara (2008:157) terdapat beberapa
penyebab stress kerja, antara lain beban kerja yang dirasakan terlalu berat,waktu
kerja yang mendesak, kualitas pengawasan kerja yang rendah, iklimkerja yang tidak
sehat, otoritas kerja yang tidak memadai yangberhubungan dengan tanggung jawab,
konflik kerja, perbedaan nilai antarakaryawan dengan pemimpin yang frustasi dalam
kerja.
Selanjutnya, Menurut (Robbin, 2003:794-798) penyebab stres itu ada 3 faktor
yaitu:
1. Faktor Lingkungan
Ada beberapa faktor yang mendukung faktor lingkungan, yaitu:
•
Perubahan situasi bisnis yang menciptakan ketidakpastian ekonomi.
Bila perekonomian itu menjadi menurun, orang menjadi semakin
mencemaskan kesejahteraan mereka.
•
Ketidakpastian politik. Situasi politik yang tidak menentu seperti
yang terjadi di Indonesia, banyak sekali demonstrasi dari berbagai
kalangan yang tidak puas dengan keadaan mereka. Kejadian semacam
ini dapat membuat orang merasa tidak nyaman. Seperti penutupan
jalan karena ada yang berdemo atau mogoknya angkutan umum dan
membuat para karyawan terlambat masuk kerja.
10
•
Kemajuan teknologi. Dengan kemajuan teknologi yang pesat, maka
hotel pun menambah peralatan baru atau membuat sistem baru. Yang
membuat karyawan harus mempelajari dari awal dan menyesuaikan
diri dengan itu.
•
Terorisme adalah sumber stres yang disebabkan lingkungan yang
semakin meningkat dalam abad ke 21, seperti dalam peristiwa
penabrakan gedung WTC oleh para teroris, menyebabkan orangorang Amerika merasa terancam keamanannya dan merasa stres.
2. Faktor Organisasi
Banyak sekali faktor di dalam organisasi yang dapat menimbulkan stres.
Tekanan untuk menghindari kekeliruan atau menyelesaikan tugas dalam
kurun waktu terbatas, beban kerja berlebihan, bos yang menuntut dan tidak
peka, serta rekan kerja yang tidak menyenangkan. Dari beberapa contoh
diatas, penulis mengategorikannya menjadi beberapa faktor dimana contohcontoh itu terkandung di dalamnya, yaitu:
•
Tuntutan tugas merupakan faktor yang terkait dengan tuntutan atau
tekanan untuk menunaikan tugasnya secara baik dan benar.
•
Tuntutan peran berhubungan dengan tekanan yang diberikan pada
seseorang sebagai fungsi dari peran tertentu yang dimainkan dalam
organisasi itu. Konflik peran menciptakan harapan-harapan yang
barangkali sulit dirujukkan atau dipuaskan. Kelebihan peran terjadi
bila karyawan diharapkan untuk melakukan lebih daripada yang
dimungkinkan oleh waktu. Ambiguitas peran tercipta bila harapan
peran tidak dipahami dengan jelas dan karyawan tidak pasti mengenai
apa yang harus dikerjakan.
•
Tuntutan antar pribadi adalah tekanan yang diciptakan oleh karyawan
lain. Kurangnya dukungan sosial dari rekan-rekan dan hubungan antar
pribadi yang buruk dapat menimbulkan stres yang cukup besar,
khususnya diantara para karyawan yang memiliki kebutuhan sosial
yang tinggi.
•
Struktur Organisasi menentukan tingkat diferensiasi dalam organisasi,
tingkat aturan dan peraturan dan dimana keputusan itu diambil.
Aturan yang berlebihan dan kurangnya berpartisipasi dalam
11
pengambilan keputusan yang berdampak pada karyawan merupakan
potensi sumber stres.
3. Faktor Individu
Faktor ini mencakup kehidupan pribadi karyawan terutama faktor-faktor
persoalan keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik kepribadian
bawaan.
•
Faktor persoalan keluarga. Survei nasional secara konsisten
menunjukkan bahwa orang menganggap bahwa hubungan pribadi dan
keluarga sebagai sesuatu yang sangat berharga. Kesulitan pernikahan,
pecahnya hubungan dan kesulitan disiplin anak-anak merupakan
contoh masalah hubungan yang menciptakan stres bagi karyawan dan
terbawa ke tempat kerja.
•
Masalah Ekonomi. Diciptakan oleh individu yang tidak dapat
mengelola sumber daya keuangan mereka merupakan satu contoh
kesulitan pribadi yang dapat menciptakan stres bagi karyawan dan
mengalihkan perhatian mereka dalam bekerja.
•
Karakteristik kepribadian bawaan. Faktor individu yang penting
mempengaruhi stres adalah kodrat kecenderungan dasar seseorang.
Artinya gejala stres yang diungkapkan pada pekerjaan itu sebenarnya
berasal dari dalam kepribadian orang itu.
4. Perbedaan Individu
Perbedan-perbedaan individu dipengaruhi oleh adanya perbedaan presepsi,
pengalaman kerja, dukungan sosial, keyakinan akan tempat kedudukan
kendali, permusuhan. Disini kita akan mengulasnya secara seksama dengan
mekanisme yang simpel.
•
Persepsi, rasa takut seseorang bahwa ia akan kehilangan pekerjaan
karena periusahaannya melakukan PHK massal dapat dipersepsikan
oleh orang lain sebagai suatu kesempatan untuk memperoleh
pesangon yang besar dan memulai bisnisnya sendiri. Adapun persepsi
seseorang yang lainnya perihal suatu lingkungan kerja yang efisien
dan menantang dapat dipandang oleh yang lain sebagai mengancam
dan menuntun dirinya. Jadi potensial stres dalam faktor lingkungan,
organisasional dan idividual tidaklah dalam kondisi obyektifnya tetapi
12
subyektifitasnya
yang
berbicara,
tergantung
tanggapan
setiap
individunya.
•
Pengalaman kerja, dikatakan orang bahwa pengalaman merupakan
guru terbaik. Pengalaman juga dapat merupakan pengurnag stres yang
sangat baik. Bagi kebanyakan dari kita ketidakpastian akan situasi
baru merupakan faktor pendorong terjadinya stres. Demikin bagi
mereka yang ciri lebih tahan stres atau mereka yang lebih tahan
terhadap karateristik organisasi mereka, pada akhirnya dapat
mengembangkan mekanisme stres itu sendiri.
•
Dukungan sosial, makin banyak yang menunjukan bahwa dukungan
sosial yaitu, hubungan yang baik terhadap rekan kerja dapat
menyangga terjadinya stres.
•
Keyakinan akan tempat kedudukan kendali. Mereka dengan tempat
kedudukan kendali internal yakin bahwa mereka mengendalikan
tujuan akhir mereka sendiri. Mereka dengan tempat kedudukan
eksternal yakin bahwa kehidupan mereka dikendalikan oleh kekuatan
kekuatan luar. Bila kaum internal dan eksternal di posisikan pada
permasalahan yang sama, kemungkinan besar kaum internal yakin
bahwa mereka dapat berpengaruh besar pada kenyataannya. Lebih
besar kemungkinan kaum eksternal lebih pasif dan defensif. Daripada
melakukan sesuatu untuk mengurangi stres, mereka akan lebih diam
mengalah dan lebih besar kemungkinan mengalami stres.
•
Permusuhan. Contoh tipe A, sesorang yang bekerja atas keterdesakan
waktu, dan suatu dorongan kompetitif yang berlebihan. Seorang tipe
A lalu terlibat dalam suatu perjuanganyang tidak henti-hentinya dan
kronis untuk mencapai lebih banyak dalam waktu yang lebih singkat.
Dan kalau perlu melawan upaya-upaya dari suatu atau orang-orang
lain
yang
menantang.
menyebabkan
timbulnya
Kepribadaian
tingkat
sedemikian
stres
yang
rupa
berlebih
dapat
dan
mengakibatkan serangan jantung. Orang yang secara kronis pemarah,
suka curiga, dan tidak mempecayai orang lain termasuk orang yang
mempunyai resiko tersebut.
13
•
Berbeda dengan orang yang gila berkerja atau workaholic, selalu
bergegas, dan tidak sabar atau kompetitif tidak dapat diartikan bahwa
mereka benar-benar rawan terhadap penyakit jantung. Sebaliknya
orang yang cepat marah, pandangan yang senantiasa bermusuhan, dan
ketidakpercayaan yang sinis itulah orang yang berbahaya.
2.1.2. Dimensi stres kerja
Menurut Patterson dalam Nikos Kakkos (2010:218), terdapat empat hal yang
menjadi dimensi stres kerja yaitu:
1. Demands
Demands berpacu pada beban kerja yang diterima oleh pegawai, meliputi
beban kerja itu sendiri, corak pekerjaan yang diterima oleh pegawai dan
lingkungan pekerjaan yang harus dijalankan oleh pegawai atau individu.
2. Control
Merupakan hak-hak yang didapat oleh pegawai dalam mengatur hal-hal yang
dapat membantu pekerjaan mereka. Hak-hak tersebut lebih bersifat
wewenang pegawai dalam menjalankan pekerjaan mereka.
3. Support
Support atau dukungan meliputi dorongan secara spiritual, sumber daya yang
disediakan oleh perusahaan, supervisor atau rekan kerja.
4. Inter-relationships
Adalah tindakan-tindakan yang harus dilakukan guna meminimalisasi konflik
yang mungkin terjadi antara pegawai meliputi norma, rasa pengertian, empati
dan sebagainya.
5. Role
Adalah bagaimana perusahaan dapat memperjelas peran pegawai dalam
perusahaan baik peran yang tidak bertabrakan dengan pegawai lain ataupun
memastikan pegawai mengerti akan peran yang mereka pegang.
2.2. Motivasi Kerja
Menurut Munandar (2006:323), motivasi kerja adalah suatu proses dimana
kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan
yang mengarah ke tercapainya tujuan tertentu.Tujuan yang jika berhasil dicapai,
akanmemuaskan atau memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut.
14
Menurut Wagner dan Hollenbeck (2009:81), seseorang yang termotivasi untuk
bekerja akan terus ingin belajar mengetahui hal-hal baru untuk meningkatkan
performa kerjanya.
Menurut George dan Jones (2005:175), motivasi kerja adalah suatu kebutuhan
psikologis didalam diri seseorang yang menentukan arah perilaku seseorang didalam
organisasi yang menyebabkan pergerakan, arahan, usaha, dan kegigihan dalam
menghadapi rintangan untuk mencapai suatu tujuan.
Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja adalah
segalah hal yang ada dalam diri manusia yang menjadikan dorongan seseorang
dalam mendapatkan sesuatu yang lebih dalam perusahaan.
2.2.1. Indikasi penurunan motivasi kerja
Indikasi turunnya motivasi kerja penting untuk diketahui oleh setiap
perusahaan, karena dengan pengetahuan tentang indikasi ini akan dapat diketahui
sebab turunnya motivasi kerja. Dengan demikian perusahaan dapat mengambil
tindakan-tindakan pencegahan atau pemecahan masalah sedini mungkin. Indikasiindikasi turunnya motivasi kerja antara lain sebagai berikut:
1. Turunnya produtivitas kerja
Turunnya produktivitas kerja ini dapat diukur atau dibandingkan dengan
waktu sebelumnya. Produktivitas kerja yang turun ini dapat terjadi karena
permasalahaan,
penundaan pekerjaan dan sebagainya. Untuk dapat
mengetahui tinggi atau rendahnya produktivitas kerja, maka perusahaan
harus membuat standar kerja.
2. Tingkat absensi yang tinggi
Pada umumnya apabila semangat kerja turun, maka karyawan akan malas
untuk datang bekerja. Untuk melihat apakah naiknya tingkat absensi tersebut
merupakan indkasi turunnya semangat kerja, maka perusahaan tidak boleh
melihat tingkat absensi ini secara perorangan tapi harus secara merata.
3. Tingkat perpindahan karyawan yang tinggi
Apabila di dalam perusahaan terjadi tingkat keluar masuk karyawan yang
tinggi, maka hal ini merupakan indikasi turunnya semangat kerja. Keluar
masuknya karyawan yang meningkat tersebut terutama disebabkan
ketidaksenangan karyawan untuk bekerja pada perusahaan tersebut, sehingga
karyawan berusaha mencari pekerjaan lain yang dianggap lebih sesuai.
15
Tingkat keluar masuknya karyawan yang tinggi selain dapat menurunkan
produktivitas kerja, juga dapat mengganggu kelangsungan jalannya
perusahaan.
4. Kegelisahan dimana-mana
Kegelisahan akan terjadi apabila semangat kerja menurun. Seorang
pemimpin harus dapat mengetahui adanya kegelisahan-kegelisahan yang
timbul. Kegelisahan itu dapat terwujud dalam bentuk ketidaktenangan kerja,
keluh kesah, serta hal-hal lain.
2.2.2. Bentuk – bentuk Motivasi Kerja
Pada umumnya bentuk motivasi kerja yang sering dianut perusahaan meliputi
empat unsur utama (Sastrohadiwiryo, 2003) yaitu :
1. Kompensasi bentuk uang
Salah satu bentuk yang paling sering diberikan kepada tenaga kerja adalah
berupa kompensasi dan kompensasi yang sering diberikan berbentuk uang.
Pemberian kompensasi bentuk uang sebagai motivasi kerja para pegawai
memiliki dua pengaruh perilaku. Keanggotaan adalah pengaruh yang paling
luas, yang kedua adalah negatif dari sudut pandang perusahaa adalah dan
cenderung terbatas dan hanya pada pekerja yang pendapatannya tidak lebih
dari tingkat “standar kehidupan yang layak” dan cenderung menganggap
kompensasi bentuk uang tidak seimbang.
2. Pengarahan dan pengendalian
Pengarahan maksudnya menetukan apa yang harus mereka kerjakan atau
tidak mereka kerjakan, sdangkan pengendalian maksudnya menentukan
bahwa tenaga kerja harus mengerjakan hal – hal yang telah diinstruksikan.
3. Penetapan pola kerja yang efektif
Pada umumna reaksi dari kebosanan kerja akan menghambat produktivitas
kerja dan untuk menanggapinya digunakan beberapa teknik :
•
Memperkaya pekerjaan yaitu penyesuaian tuntutan pekerjaan dengan
kemampuan tenaga kerja.
•
Manajemen partisipatif yaitu penggunaan berbagai cara untuk
melibatkan pekerja dalam mengambil keputusan yang memengaruhi
pekerjaan mereka.
16
•
Mengalihkan perhatian pekerja dari pekerjaan yang membosankan
kepada instrumen (alat), waktu luang untuk istirahat atau sarana lain
yang lebih fantastis.
4. Kebajikan
Kebajikan dapat didefenisikan sebagai suatu tindakan yang diambil
dengansengaja oleh manajemen untuk mempengaruhi sikap atau perasaan
tenaga kerja.
2.2.3. Dimensi motivasi kerja
Menurut Abraham Maslow, dalam Munandar (2006:326), mengemukakan
bahwa kondisi manusia berada dalam kondisi mengejar yang berkesinambung. Jika
satu kebutuhan dipenuhi, langsung kebutuhan tersebut diganti oleh kebutuhan lain.
Tingkat kebutuhan tersebut ditunjukkan dalam 5 tingkatan, dimulai dari kebutuhan
biologis dasar sampai motif psikologis yang lebih kompleks, yang hanya akan
penting setelah kebutuhan dasar terpenuhi. Kebutuhan pada suatu peringkat paling
tidak harus terpenuhi sebagian sebelum kebutuhan pada peringkat berikutnya
menjadi penentu tindakan yang penting. Berikut dimensi motivasi kerja yang akan
digunakan dalam penelitian ini:
1. Physiological (kebutuhan psikologis), yaitu kebutuhan yang timbul
berdasarkan kondisi psikologikal badan kita, seperti kebutuhan untuk
makanan dan minuman, kebutuhan udara segar, pakaian dan tempat tinggal.
2. Safety (kebutuhan rasa aman), yaitu kebutuhan keamanan jiwa, raga, dan
harta benda yang dimiliki. Jika dikaitkan dengan kerja maka kebutuhan akan
keamanan sewaktu bekerja, perasaan aman yang menyangkut masa depan
karyawan.
3. Social needs (kebutuhan sosial), yaitu kebutuhan untuk memiliki keluarga
dan sanak saudara, rasa dihormati, status sosial, harga diri, dan kebutuhan
pendidikan agama.
4. Self esteem (kebutuhan harga diri), yaitu keinginan untuk dipuji dan
keinginan untuk diakui prestasi kerjanya. Keinginan untuk didengar dan
dihargai pandangannya.
5. Self actualization (kebutuhan aktualisasi diri), yaitu kebutuhan untuk
melakukan pekerjaan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Kebutuhan
17
ini mencakup kebutuhan untuk menjadi kreatif, kebutuhan untuk dapat
merealisasikan potensinya secara penuh.
2.3. Kepuasan Kerja
Menurut Luthans (2006:243), kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi
karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai
penting. Sedangkan menurut Mathis dan Jackson (2006:121), kepuasan kerja adalah
keadaan emosional yang positif yang merupakan hasil dari evaluasi pengalaman
kerja seseorang
Kepuasan kerja menurut Wibowo (2012:502), mencoba mengungkapkan apa
yang membuat sebagian orang lebih puas terhadap pekerjaannya daripada beberapa
lainnya. Teori ini juga mencari landasan tentang proses perasaan orang terhadap
kepuasan kerja. Di antara teori kepuasan kerja adalah Two-Factor Theory dan Value
Theory:
1. Two – Factor Theory
Teori dua faktor merupakan teori kepuasan kerja yang menganjurkan bahwa
satisfaction (kepuasan) dan dissatisfaction (ketidakpuasan) merupakan
bagian dari kelompok variabel yang berbeda, yaitu motivation dan hygiene
factors. Pada teori ini, ketidakpuasan dihubungkan dengan kondisi di sekitar
pekerjaan (seperti kondisi kerja, pengupahan, kemanan, kualitas pengawasan,
dan hubungan dengan orang lain), dan bukannya dengan pekerjaan itu
sendiri. Karena faktor ini mencegah reaksi negatif, dinamakan sebagai
hygiene atau maintenance factors. Sebaliknya, kepuasan ditarik dari faktor
yang terkait dengan pekerjaan itu sendiri atau hasil langsung daripadanya,
seperti sifat pekerjaan, prestasi dalam pekerjaan, peluang promosi dan
kesempatan untuk pengembangan diri dan pengakuan. Karena faktor ini
berkaitan dengan tingkat kepuasan kerja tinggi, dinamakan motivator.
2. Value Theory
Menurut konsep teori ini kepuasan kerja terjadi pada tingkatan dimana hasil
pekerjaan diterima individu seperti yang diharapkan. Semakin banyak orang
menerima hasil, akan semakin puas. Semakin sedikit mereka menerima hasil,
akan kurang puas. Value theory memfokuskan pada hasil manapun yang
menilai orang tanpa memerhatikan siapa mereka. Kunci menuju kepuasan
dalam pendekatan ini adalah perbedaan antara aspek pekerjaan yang dimiliki
18
dan diinginkan seseorang. Semakin besar perbedaan, semakin rendah
kepuasan seseorang.
2.3.1. Dampak ketidakpuasan kerja
Robbins (2003:82), mengemukakan bahwa ada beberapa respon ketika
karyawan menyukai pekerjaan mereka, dan ada respon ketika karyawan tidak
menyukai
pekerjaan
mereka.
Respon-respon
ketidakpuasan
kerja
pegawai
didefinisikan sebagai berikut:
1. Keluar (Exit): Perilaku ketidakpuasan yang ditujukan untuk meninggalkan
organisasi termasuk mencari posisi baru dan mengundurkan diri.
2. Aspirasi (Voice): Secara aktif dan konstruksif berusaha memperbaiki kondisi,
termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan,
dan beberapa bentuk aktivitas serikat kerja.
3. Kesetiaan (Loyalty): Secara pasif tetapi optimis menunggu membaiknya
kondisi, termasuk membela organisasi ketika berhadapan dengan kecaman
eksternal dan mempercayai organisasi dan manajemennya untuk “melakukan
hal yang benar”.
4. Pengabaian (Neglect): Secara pasif membiarkan kondisi menjadi lebih buruk,
termasuk ketidakhadiran atau keterlambatan yang terus menerus, kurangnya
usaha, dan meningkatnya angka kesalahan
2.3.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
Beberapa faktor penentu kepuasan kerja menurut Luthans (2005:212), adalah
sebagai berikut:
1. The work it self (Pekerjaan itu Sendiri) Pekerjaan itu sendiri merupakan
sumber utama dari kepuasan kerja. Ada beberapa unsur yang paling penting
dari kepuasan kerja yang menyimpulkan bahwa pekerjaan yang menarik dan
menantang, serta perkembangan karir merupakan hal penting untuk setiap
karyawan. Menurut Munandar (2006:357), Berdasarkan survey diagnostik
pekerjaan diperoleh hasil tentang lima ciri yang memperlihatkan kaitannya
dengan kepuasan kerja, yaitu:
a. Keragaman
keterampilan.
Banyak
ragam
keterampilan
yang
diperlukan untuk melakukan pekerjaan. Makin banyak ragam
19
keterampilan
yang
digunakan,
makin
kurang
membosankan
pekerjaan.
b. Jati diri tugas (task identity). Sejauh mana tugas merupakan suatu
kegiatan keseluruhan yang berarti. Tugas yang dirasakan sebagai
bagian dari pekerjaan yang lebih besar dan yang dirasakan tidak
merupakan satu kelengkapan tersendiri akan menimbulkan rasa tidak
puas.
c. Tugas yang penting (task significance). Rasa pentingnya tugas bagi
seseorang. Jika tugas dirasakan penting dan berarti oleh karyawan,
maka ia cenderung mempunyai kepuasan kerja.
d. Otonomi. Pekerjaan memberikan kebebasan, ketidakgantungan dan
peluang mengambil keputusan akan lebih cepat menimbulkan
kepuasan kerja.
e. Adanya timbal balik (feedback) pada pekerjaaan membantu
meningkatkan tingkat kepuasan kerja.
2. Pay (Gaji)
Kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolut dari gaji yang
diterima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan-harapan tenaga kerja,
dan bagaimana gaji diberikan. Yang penting ialah sejauh mana gaji yang
diterima dirasakan adil. Jika gaji di persepsikan sebagai adil didasarkan
tuntutan-tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar gaji
yang berlaku untuk kelompok pekerjaan tertentu, maka akan ada kepuasan
kerja.
3. Promotion Opportunity (Kesempatan Promosi)
Kesempatan untuk dipromosikan nampaknya memiliki dampak dalam
kepuasan kerja. Hal ini disebabkan promosi mengambil beberapa bentuk
yang berbeda dan memiliki keanekaragaman dari yang menyertai
kompensasi. Contohnya, apabila seorang karyawan naik jabatan, gaji
karyawan tersebut juga naik sesuai dengan jabatannya dan kepuasan kerja
karyawan
tersebut juga
meningkat.
Menurut Hasibuan
(2005:108),
mengemukakan promosi berasaskan keadilan terhadap penilaian kejujuran,
kemampuan dan kecakapan karyawan. Penilaian harus jujur dan objektif,
tidak pilih kasih. Karyawan yang mempunyai peringkat terbaik hendaknya
20
mendapatkan kesempatan pertama untuk dipromosikan tanpa melihat suku,
golongan, dan keturunannya.
4. Supervisor (Atasan)
Hubungan antara atasan dan bawahan bisa disebut dengan hubungan
fungsional dan keseluruhan (entity). Hubungan fungsional mencerminkan
sejauh mana atasan membantu bawahan, untuk memuaskan nilai-nilai
pekerjaan yang penting bagi karyawan, misalnya dengan memberikan
pekerjaan yang menantang. Hubungan keseluruhan didasarkan pada
ketertarikan antarpribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang
serupa.
5. Co-Worker (Rekan kerja)
Hubungan yang ada antar pekerja adalah hubungan ketergantungan sepihak
yang bercorak fungsional. Kepuasan kerja yang ada pada para pekerja timbul
karena mereka, dalam jumlah tertentu, berada dalam satu ruangan, sehingga
mereka dapat saling berinteraksi, dalam artian kebutuhan sosialnya terpenuhi.
Rekan kerja memberikan sumber-sumber semangat, kenyamanan, nasihat dan
bantuan kepada karyawan individu. Kelompok kerja yang baik dapat
membuat pekerjaan menjadi menyenangkan.
6. Working Condition (Kondisi Kerja)
Keadaan atau suasana di tempat kerja merupakan faktor lain yang
memengaruhi kepuasan kerja. Bila kondisi kerjanya baik, bersih, atraktif, dan
nyaman, maka karyawan akan merasa mudah dalam menjalankan
pekerjaannya. Dalam kondisi kerja seperti itu kebutuhan-kebutuhan fisik
dipenuhi dan memuaskan tenaga kerja.
21
2.4. Kerangka Pemikiran
Stres Kerja
Nikos Kakkos
(2010:218)
-Demands
-Control
-Support
-Inter-relations
-Role
Motivasi Kerja
Munandar (2006:326)
Kepuasan Kerja
Luthans (2005:212)
-The Work itselfs
-Pay
-Promotion
Opportunity
-Supervisor
-Working Condition
-Physcological
-Safety
-Social Needs
-Self Esteem
-Self Actualization
2.5. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
Untuk Tujuan 1
Ho:Secara partial, stres kerjatidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
kepuasan kerja pegawai pada PT. Indomobil Trada Nasional Cabang Nissan Slipi
Ha: Secara partial, stres kerjamemiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan
kerja pegawai pada PT. Indomobil Trada Nasional Cabang Nissan Slipi
Untuk Tujuan 2
Ho:Secara partial motivasi kerja tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
kepuasan kerja pegawai pada PT. Indomobil Trada Nasional Cabang Nissan Slipi
Ha: Secara partial motivasi kerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
kepuasan kerja pegawai pada PT. Indomobil Trada Nasional Cabang Nissan Slipi.
Download