Kumpulan Abstrak Tesis Semester Gasal 2010/2011 Pendidikan Bahasa Indonesia (IND) 118 KUMPULAN ABSTRAK TESIS & DISERTASI 2010/2011 Program Studi S2 IND 119 Peningkatan Kemampuan Membaca Ekstensif melalui Strategi Metakognitif Siswa Kelas VII SMP Ma’arif 1 Jatinegara Tegal Edi Puryanto Puryanto, Edi. 2010. Peningkatan Kemampuan Membaca Ekstensif melalui Strategi Metakognitif Siswa Kelas VII SMP Ma’arif 1 Jatinegara Tegal. Tesis. Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Pembimbing: (I) Prof. Dr. H. Suparno, (II) Prof. Dr. H. Imam Syafi’ie. Abstrak Sebagai salah satu keterampilan berbahasa, membaca ekstensif merupakan hal yang penting untuk dipelajari dan dikuasai oleh siswa. Keterampilan membaca ekstensif dibutuhkan untuk meningkatkan keberhasilan siswa dalam belajar. Siswa akan memperoleh pengetahuan dan pemahaman umum secara luas dari teks yang dibaca. Kenyataanya, ada permasalahan dalam kegiatan membaca ekstensif di SMP Ma’arif 1 Jatinegara Tegal. Permasalahan tersebut dapat dilihat dari pembelajaran membaca ekstensif yang belum optimal. Pada pelaksanaan pembelajaran membaca ekstensif, guru menggunakan strategi yang kurang bervariasi dan kurang inovatif. Guru mengajarkan membaca ekstensif dengan menyuruh siswa secara langsung membaca teks bacaan yang tersedia dalam buku paket. Guru tidak mengajak siswa melakukan perencanaan diri secara matang sebelum membaca ekstensif. Pada saat pelaksanaan membaca ekstensif, guru tidak mengajak siswa melakukan monitoring pemahaman isi bacaan. Guru tidak melakukan pemantauan terhadap siswa dalam memahami isi bacaan. Pada pascabaca guru langsung menyuruh siswa menjawab pertanyaan yang tersedia di bawah teks bacaan. Guru tidak memberi kesempatan pada siswa untuk mengevaluasi diri terhadap pemahaman isi bacaan atau mengadakan remedial dengan mengulang kembali membaca ekstensif. Hasil kemampuan siswa membaca ektensif masih rendah, nilai rata-rata hanya mencapai 62,05. Apabila dihubungkan dengan Kriteria Ketuntasan Belajar (KKM) mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas I di sekolah tersebut dengan angka minimal 70 hanya ada 3 atau 7,69% dari 39 siswa yang dinyatakan tuntas belajar. Salah satu strategi yang efektif untuk mengatasi permasalahan pembelajaran membaca ekstensif adalah strategi metakognitif. Penggunaan strategi ini dapat efektif karena akan melibatkan rencana-rencana atau aktivitas mental siswa yang digunakan untuk memperoleh, mengingat, dan memperbaiki berbagai macam pengetahuan yang diperoleh dari kegiatan membaca ekstensif. Strategi metakognitif dalam membaca ekstensif merupakan strategi membaca ekstensif yang berkaitan dengan kesadaran siswa untuk mengatur, mengarahkan, dan mengontrol aktivitas kognitifnya melalui tiga tahap, yaitu (1) tahap perencanaan membaca ekstensif, (2) tahap pelaksanaan membaca ekstensif dengan pemonitoran, dan (3) tahap penilaian/remedial membaca ekstensif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan membaca ekstensif siswa kelas VII SMP Maarif 1 Jatinegara Tegal melalui strategi metakognitif yang mencakup tahap perencanaan membaca ekstensif, tahap pelaksanaan membaca ekstensif dengan pemonitoran, dan tahap penilaian/ remidial membaca ekstensif. Pelaksanaan penelitian tindakan dalam dua siklus, masing-masing tiga pertemuan. Subjek penelitian seorang guru dan siswa kelas VII di SMP Maarif 1 Jatinegara Tegal yang berjumlah 39 siswa. Istrumen kunci adalah peneliti yang dibantu dengan menggunakan lembar pengamatan, pedoman wawancara, lembar penilaian proses dan penilaian hasil kemampuan membaca ekstensif, serta lembar catatan lapangan. Data penelitian ini berupa hasil pengamatan aktivitas guru dan aktivitas siswa, hasil wawancara dengan guru dan siswa, kumpulan catatan lapangan, dan dokumentasi hasil kerja siswa dari setiap tindakan. Adapun analisis data dilakukan melalui reduksi data, penyajian data, dan pengambilan simpulan. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa proses dan hasil tindakan peningkatan kemampuan membaca ekstensif melalui strategi metakognitif pada siklus I belum berhasil. Proses pembelajaran membaca ekstensif pada setiap tahap belum maksimal. Pada tahap perencanaan siswa masih mengalami kesulitan dalam merumuskan tujuan, membuat prediksi cerita, dan merumuskan pertanyaan. Pada tahap pelaksanaan membaca ekstensif, sebagai siswa tidak melaksanakan membaca ekstensif sampai tuntas sehingga siswa mengalami kesulitan menemukan pokok-pokok cerita. Pada tahap evaluasi/remidial membaca ekstensif siswa melakukan evaluasi diri, mengorganisasi pemahaman terhadap isi cerita yang telah dibaca. Remidial membaca dilakukan setelah siswa menyadari bahwa ada kesulitan dalam memahami cerita yang dibaca. Hasil pembelajaran membaca ekstensif siklus I belum dinyatakan berhasil. Berdasarkan penilaian hasil dari proses pembelajaran secara kelompok kemampuan menemukan pokok-pokok isi cerita hanya memperoleh nilai ratarata 62,50, membuat ringkasan isi cerita memperoleh nilai rata-rata 66,67, dan memberi tanggapan terhadap isi cerita memperoleh nilai rata-rata 67,36. Sedangkan hasil laporan secara individu membuat ringkasan teks 120 KUMPULAN ABSTRAK TESIS & DISERTASI 2010/2011 cerita memperoleh nilai rata-rata 69,59. Siswa yang dinyatakan tuntas sebanyak 23 orang atau 58,98% dan siswa yang dinyatakan belum tuntas sebanyak 16 orang atau 48,72%. Pada siklus II proses dan hasil tindakan peningkatan kemampuan membaca ekstensif melalui strategi metakognitif pada siklus I dinyatakan berhasil. Proses pembelajaran membaca ekstensif pada setiap tahap dilaksanakan dengan baik. Pada tahap perencanaan, siswa berekplorasi melakukan peninjauan secara luas teks cerita sehingga tidak lagi menemui kesulitan dalam merumuskan tujuan, membuat prediksi cerita, dan merumuskan pertanyaan. Pada tahap pelaksanaan, siswa melakukan pemonitoran untuk memahami isi teks dengan dengan menerapkan teknik-teknik membaca ekstensif, menjawab pertanyaan isi cerita, dan menemukan pokok-pokok isi cerita. Pada tahap evaluasi/remidial, siswa melakukan evaluasi diri dan mengorganisasi kembali pemahaman terhadap isi cerita yang telah dibaca. Hasil pembelajaran membaca ekstensif siklus II telah menunjukkan keberhasilan. Berdasarkan penilaian hasil dari proses pembelajaran secara kelompok kemampuan menemukan pokok-pokok isi cerita memperoleh nilai rata-rata nilai rata-rata 79,17, membuat ringkasan isi cerita memperoleh nilai rata-rata 78,47, dan memberi tanggapan terhadap isi cerita memperoleh nilai rata-rata 80,55. Sedangan hasil laporan secara individu membuat ringkasan teks cerita memperoleh nilai rata-rata 75,64. Siswa yang dinyatakan tuntas sebanyak 39 orang atau 100%. Dari hasil temuan tersebut dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan yang cukup signifikan dari siklus I ke siklus II sehingga dapat disimpulkan pembelajaran membaca ekstensif dapat ditingkatkan dengan strategi metakognitif. Kata kunci: strategi metakognitif, kemampuan, membaca ekstensif Improving the Extensive Reading Ability through Metacognitive Strategy of the Seventh Graders of SMP Ma'arif I Jatinegara Tegal Edi Puryanto Puryanto, Edi. 2010. Improving the Extensive Reading Ability through Metacognitive Strategy of the Seventh Graders of SMP Ma'arif I Jatinegara Tegal. Thesis. Graduate Program of Indonesian Language Teaching State University of Malang. Advisors: (I) Prof. Dr. H. Suparno, (II) Prof. Dr. H. Imam Syafi'ie. Abstract As one of the language skills, extensive reading is important to be learned and mastered by students. Extensive reading skills needed to improve student success in learning. Students will obtain knowledge and broad public understanding of the text being read. In fact, there are problems in reading the extensive activity in SMP Ma'arif 1 Jatinegara-Tegal. These problems can be seen from reading the extensive learning that has not been optimal. In the implementation of extensive reading lessons, teachers use strategies that are less varied and less innovative. Teachers teach students to read extensively by asking directly read the text readings are available in textbooks. Teachers do not encourage students to do the planning yourself carefully before reading extensive. At the time of the implementation of extensive reading teachers do not encourage students to conduct monitoring in understanding the content of reading. Teachers did not monitor the students in understanding the content of reading. In read post direct teacher ordered students to answer questions that are available under teks.Teacher does not give opportunity to the students to evaluate themselves on understanding the content or remedial reading by repeating back to read extensive. The ability of the extensive reading of students remains low, the average score reached was only 62,05. It was still below the minimum passing grade (KKM) of Indonesian language subject which is 70 as the minimum passing grade. There were only three students (7,69%) of 39 students who passed the study. One effective strategy to overcome the problems of learning to read extensive is metacognitive strategy. Use of this strategy can be effective because it would involve the plans or mental activity of students who used fatherly acquire, remember and improve various maacam knowledge gained from extensive reading activities. Metacognitive strategies in reading extensive reading strategies relating to the awareness of students to organize, direct, and control the cognitive activities through three stages, namely (1) stage of read the extensive planning stages, (2) stage of implementation extensive reading with monitoring, (3) stage of evaluations/remedial reading extensive. This study was aimed to determine the improvement of extensive reading of the seventh graders of SMP Ma'arif I Jatinegara Tegal through metacognitive strategy that include planning stage, implementation stage, and evaluation/ remedial stage. The implementation of this action research consists of two cycles Program Studi S2 IND 121 within three meetings in each cycle. The subjects of the study are a teacher and 39 students of the seventh grade of SMP Ma'arif I Jatinegara Tegal. The key instruments of this study are observation sheet, interview guide, process assessment and evaluation of extensive reading ability, and field notes. The data of this study are the result of observation to the teacher and students' activity, the result of interview with teacher and students, the field notes, and the documentation of students' work from each action. The data analysis was done through data reduction, data presentation, making conclusion. From the research found that the process and outcome of the improvement of the extensive reading ability through meta-cognitive strategy in the first cycle was not successful. The learning process of extensive reading in every stage was not maximized. In the planning stage, students still having problems. In the implementation stage of extensive reading, some students didn't do the extensive reading completely so that the students having difficulties in finding the main points of the story. In the evaluation/remedial stage of extensive reading, the students did self-evaluation, organized their understanding of the content of the story they have read. Remedial reading was done after students realize that there were difficulties in understanding the story they have read. The result of the extensive reading cycle I was not successful yet. Based on the average of the result of learning process evaluation in groups was 62,50, summarizing the story was 66,67, and giving responds to the story was 67,36. While the result of summarizing the story individually was 69,59. The students who passed the minimum passing grade were 23 students or 58,98% and the students who didn't pass the minimum passing grade were 16 students or 48,72%. In the second cycle, the process and the outcome of extensive reading ability through metacognitive strategy was successful in the first step. The learning process of extensive reading in every stage was done properly. In the planning stage, the students explore the story widely so that they didn't find any problems in organizing the goal, predicting the story, and making questions. In the implementation stage, the students performed monitoring in understanding the text by using the extensive reading techniques so that they can comprehend the story and finding the main points of the story. In the evaluation/remedial stage, the students did self-evaluation and re-organized their understanding about the text that has been read. The result of extensive reading learning cycle II has shown success. Based on the assessment result of the learning process doing in groups, the average score of understanding the main points of story was 79,17, summarizing the story was 78,47, and respond the story was 80,55. While the average score of summarizing the story individually was 75,64. The students who passed the minimum passing grade was 39 students or 100%. From the research finding, it can be seen that there is a significant improvement from cycle I to cycle II that can be concluded that the extensive reading learning can be improved by using metacognitive strategy. Keywords: metacognitive Strategy, ability, extensive reading Mitos Etnik Kembaran Papua Lefaan, Adolina Velomena Lefaan, Adolina Velomena. 2008. Mitos Etnik Kembaran Papua. Tesis, Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Malang. Pembimbing: (I) Prof.Dr. Abdul Syukur Ibrahim, dan (II) Dr. Djoko Saryono, M.Pd. Abstrak Mitos Kembaran merupakan warisan turun temurun yang menjadi produk budaya Kembaran. Semua amanah, petuah, adat istiadat, norna-norma, nilai-nilai serta hukum adat terpatri di dalam mitos Kembaran. Penuturan yang masih terkemas dalam bentuk oral menunjukkan, bahwa mitos Kembaran terggolong jenis sastra lisan. Sebagai karya sastra, tentu saja akan tepat jika karya tersebut dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Khususnya di dalam pembelajaran sastra di sekolah, terutama sekolah di Papua, agar dapat memanfaatkan sebagai bentuk pembelajaran lokal. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan budaya Kembaran yang terpatri di dalam mitos kembaran. Secara substansial, penelitian ini mengambarkan mengenai tiga hal pokok yakni, (1) tipe mitos Kembaran yang mencakup, (a) mitos human endogonik, (b) mitos Kosmogonik, (c) mitos asal-usul, dan (d) mitos transformasi. (2) makna mitos yang mencakup persepsi Kembaran tentang (a) hubungan manusia dengan manusia, dan (b) hubungan manusia dengan alam. (3) fungsi mitos Kembaran yang mencakup, (a) fungsi mistis, (b) fungsi kosmologis, (c) fungsi pedagogis. Pedekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan ancangan hermeneutika,yang merujuk pada ilmu interpretasi. Dalam kaitannya dengan interpretasi pada teks mitos 122 KUMPULAN ABSTRAK TESIS & DISERTASI 2010/2011 Kembaran, digunakan hermeneutika objektif (Overmann dkk., 1979:368). Hermeneutika objektif dianggap sebagai perspektif metodologois yang cocok bagi kebutuhan kajian mitos Kembaran, karena teks mitos itu sendiri mengandung tanda-tanda budaya. Tanda-tanda itu memerlukan pemahaman secara total di dalam konteks masyarakat pemiliknya. Selain itu digunakan pula hermeneutika Ricoeur dan Dilthey sebagai pelengkap dan bandingan guna kelengkapan interpretasi terhadap mitos Kembaran. Berdasarkan temuan lapangan, terdapat 13 teks mitos Kembaran. Pengklasifikasian itu terdiri atas, empat tipe, yang meliputi (1) mitos human endogonik, (2) mitos kosmogonik, (3) mitos asal-usul, dan (4) mitos transformasi. Hasil analisis menunjukkan bahwa makna mitos kembaran mengacu pada dua pola hubungan yaitu, (1) hubungan manusia dengan manusia, dan (2) hubungan manusia dengan alam. Mitos Kembaran memiliki potensi yang dapat mempengaruhi, dan mengarahkan pikiran, perasaan, serta perilaku personal maupun kolektif masyarakat Kembaran. Penuturan cerita mitos ini pada hakikatnya mempunyai peran sebagai ungkapan dan rumusan kepercayaan terhadap agama suku, norma, adat-istiadat,dan memberi pendidikan praktis kepada orang kembaran agar dapat menghargai dan melestarikan relasi dengan alam sekitarnya, serta memperkokoh relasi dengan kosmologis Kembaran. Temuan ini menghasilkan 4 fungsi penting dalam mitos Kembaran, yakni fungsi mistis, kosmologis, sosiologis, dan pedagogis. Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini, bahwa mitos Kembaran merupakan sastra lisan kembaran yang tercermin dalam sikap, perilaku, dan tindakan berpola orang Kembaran, merupakan produk budaya kembaran. Mitos Kembaran merangkum, dan merumuskan semua pengetahuan Kembaran yang terkemas rapih dengan bahasa sebagai media penyampaian, serta norma, dan hukum adat sebagai fungsi kontrol terhadap sejumlah aturan yang terstruktur berdasarkan konvensi kolektifitas Kembaran. Secara holistis teks mitos Kembaran memiliki satu tema sentral yaitu, tema asal-usul. Berdasarkan perspektif sastra lisan, mitos kembaran mengacu pada dua relasi, yakni hubungan manusia dengan manusia dan relasi hubungan manusia dengan alamnya. Secara esensial relasi hubungan tersebut terjalin sejak nenek moyang Kembaran memulai segala kehidupan mereka di atas bumi. Orang Kembaran tidak hanya menjalin hubungan diantara mereka yang masih hidup, tetapi juga dengan para leluhur yang telah berada di alam sana. Fenomena ini di buktikan melalui berbagai ungkapan amanah di dalam cerita mitos, dan tindakan bermakna kembaran dalam keseharian mereka. Secara koherensif pengetahuan kembaran dalam kehidupan sangat erat dengan ekologi Kembaran. Mereka menghargai dan menghormati setiap perjuangan nenek moyang yang telah mewarisi tanah sebagai pusaka. ”Tanah begitu sakral,” sehingga disimbolkan sebagai ”rahim seorang perempuan,” artinya sebagai kandungan seorang Ibu yang melahirkan manusia Kembaran di atas bumi. Makna tanah menjadi hakikat yang mendasari kebijakan positif dalam kolektifitas Kembaran. Sebagai tendensi dalam kolektivitas komunal Kembaran, maka motif tadi mengkosntruksikan pikiran, perasaan, perilaku serta karateristik Kembaran dalam menjalani hidup. Dalam perspektif fungsional, peranan mitos Kembaran sangat memengaruhi sistem yang berada di dalam keseharian Kembaran. Kata kunci: mitos kembaran, tipe, makna, dan fungsi Myths of Ethnic Kembaran Papua Lefaan, Adolina Velomena Lefaan, Adolina Velomena. 2008. Myths of Ethnic Kembaran Papua. Thesis. Post-Graduate School, State University of Malang. Supervisor: (I) Prof. Dr. Abdul Syukur Ibrahim, and (II) Dr. Djoko Saryono, M.Pd. Abstract The myths of Kembaran is a heritage from previous generations that has become a cultural product. All wisdom and knowloedge, tradition, norms, values and traditional laws are contained within the myths of Kembaran. The oral tradition by which these myths are passed on shows that myths of Kembaran are part of the oral literature. As works of literature, it would be appropriate when these myths are used properly, especially for literature classes in schools, especially those in Papua, so that it can be used for local learning. This research aims to describe the culture of Kembaran as inscribed in the myths of twins. Substantially, this research describes three main points, that is: (1) the types of myths of Kembaran, which includes: (a) the myth of endogenous human, (b) cosmogonic myths, (c) myths of origin, and (d) myths of transformation; (2) the meaning of myths, which includes: (a) the relation among human beings and (b) the relation between human beings and nature; and (3) the function of myths of twins, which includes: (a) the mystical function, (b) the cosmological function, and (c) pedagogical function. Program Studi S2 IND 123 The approach used in this research is qualitative approach with hermeneutics design, which refers to the science of interpretation. For the interpretation of the text of Kembaran myths, objective hermeneutics is used here (Overman et. al., 1979:368). Objective hermeneutics is considered as the proper methodological perspective for the study of Kembaran myths because the text of the myths itself contains cultural signs. The signs require total understanding of the context of its speakers. This research also uses the hermeneutics of Ricoeur and Dilthey as supplementary and comparative analysis in order to have a complete interpretation of the myths of Kembaran. Based on field findings, there are 13 texts of twin myths, which can be classified into 4 types, that is: (1) the myth of endogenous human, (2) the cosmogonic myth, (3) myths of origin, and (4) myths of transformation. The result of the analysis shows that the meaning of twin myths refers to two kinds of relation, that is: (1) relation among human beings, and (2) relation between human beings and nature. The myths of twins has the potential to influence and direct thoughts, feelings and behavior, both personal and collective, of the society of Kembaran. The utterance of the myths plays a fundamental role as the expression and formulation of the belief on tribal religion, norms, and tradition and also as practical education for the people of Kembaran so that they can appreciate and preserve their relation with their surroundings, and also as a means to fortify the cosmology of Kembaran. The result shows that there are 4 important functions of the myths of Kembaran, that is: mystical function, cosmological function, sociological function and pedagogical function. The conclusion of this research is that the myths of Kembaran is the oral tradition of the Kembaran people and it is reflected in the attitude, behavior, and patterned action of the Kembaran people, which is the product of the culture of Kembaran. The myths of Kembaran summarizes and formulate all knowledge of the Kembaran people as found in their language as medium of expression, and the norms and traditional law as the control function for the rules which are structured based on the conventions of the Kembaran collective. In holistic terms, the text of Kembaran myths has one central theme, that is the theme of origin. According to the perspective of oral literature, the myths of Kembaran refers to two relations, that is the relation among human beings and the relation between human beings and nature. Essentially, the relation has been formed since the ancestors of Kembaran people began their life on the face of the earth. The people of Kembaran maintain their relation not only with the living, but also with their ancestors in the Afterlife. The phenomenon is evident from the various expression in the myths, and also from the actions of the Kembaran people in their daily lives. Comprehensively, the knowledge of the Kembaran people in their life is strongly related with the ecology of the Kembaran people. They value and respect the effort of their ancestors who have passed on to them the land as heritage. “The land is sacred”, and hence it is symbolized as “the womb of a woman”, meaning that land is the womb of a mother who gives birth to Kembaran people on earth. Therefore, land is the principle that serves as the foundation for the positive wisdom in the Kembaran collective. As a tendency in the collective of Kembaran, the motive can be said to characterize the thoughts, feelings, behavior and characteristics of the Kembaran people in living their lives. In functional perspective, the role of Kembaran myths is very strong in the system of the daily lives of the Kembaran people. Keywords: myths of Kembaran, type, meaning and function. Peningkatan Kemampuan Menulis Cerpen dengan Menggunakan Strategi Webbing Siswa Kelas X SMA Muhammadiyah 2 Kertosono Effendi, Puji Astuti Rahayu Effendi, Puji Astuti Rahayu. 2010. Peningkatan Kemampuan Menulis Cerpen dengan Menggunakan Strategi Webbing Siswa Kelas X SMA Muhammadiyah 2 Kertosono.Tesis. Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia, Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Pembimbing: (I) Prof. Dr. Imam Syafi’ie, (II) Prof. Dr. A. Syukur Ghazali. Abstrak Menulis cerpen merupakan salah satu kompetensi dasar menulis sastra yang wajib dikuasai oleh siswa di kelas X. Tujuannya agar siswa mampu mengekspresikan pikiran, ide, gagasan, pengalaman, dan imajinasinya melalui menulis cerpen. Kenyataannya, ditemukan permasalahan dalam pembelajaran menulis cerpen di kelas X SMA Muhammadiyah 2 Kertosono. Beberapa permasalahan tersebut adalah, siswa sulit menemukan ide yang kreatif dan segar, sulit mengaplikasikan unsur-unsur pembangun cerpen, sulit menggunakan pilihan kata, dan mengaplikasikan pengalaman pribadi siswa ke dalam cerpen. Dalam proses 124 KUMPULAN ABSTRAK TESIS & DISERTASI 2010/2011 pembelajaran, guru tidak memberikan materi yang cukup tentang menulis cerpen dan belum membimbing siswa selama proses menulis. Akibatnya, siswa mengalami kesulitan ketika menulis cerpen dan isi ceritanya kurang hidup. Untuk mengatasi masalah tersebut, dirancang penelitian tindakan kelas dengan menggunakan strategi webbing. Dipilihnya strategi webbing karena: pertama, strategi webbing didasari pada teori yang memudahkan dan menyenangkan anak untuk mengembangkan pengetahuan dan pengalaman yang ada di pikirannya dalam bentuk visualisasi gambar dan tulisan; dan kedua, webbing merupakan alat untuk membantu siswa berpikir secara sistematis dan terorganisasi dengan baik karena ide-ide di otak yang sifatnya masih abstrak dapat divisualisasikan secara konkrit dalam bentuk kata-kata kunci yang diletakkan dalam bulatan-bulatan webbing sehingga siswa dengan mudah dapat mengembangkan kata-kata kunci tersebut menjadi kalimat, paragraf, dan akhirnya menjadi sebuah cerpen yang utuh. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus, masing-masing tiga pertemuan. Tujuannya adalah meningkatnya kemampuan siswa menulis cerpen dengan menggunakan strategi webbing pada tahap pemunculan ide, pengembangan ide, penulisan draf awal cerpen, dan penyempurnaan cerpen. Sumber data berasal dari pelaksanaan pembelajaran menulis cerpen siswa kelas X SMA Muhammadiyah 2 Kertosono dengan menggunakan strategi webbing. Data penelitian meliputi data kuantitatif berupa nilai tes awal kemampuan siswa menulis cerpen, nilai kemampuan siswa menulis cerpen setelah diterapkan tindakan, dan data penilaian proses aktivitas guru dan siswa selama pelaksanaan tindakan. Selain itu, juga data kualitatif berupa data hasil observasi dan wawancara tahap studi pendahuluan, catatan pengamatan aktivitas guru dan siswa selama pelaksanaan tindakan, serta data hasil wawancara dengan guru dan siswa pada setiap akhir tindakan. Pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan studi dokumen. Adapun analisis data dilakukan melalui reduksi data, penyajian data, dan pengambilan simpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan siswa pada tahap pemunculan ide, pengembangan ide, penulisan draf awal cerpen, dan penyempurnaan cerpen. Pada tahap pemunculan ide siklus I, guru menampilkan gambar-gambar peristiwa dan aktivitas siswa. Hal ini mengakibatkan pemunculan ide yang banyak namun kurang beragam, yaitu hanya mengangkat seputar peristiwa dan aktivitas siswa di sekolah. Pada siklus II, guru menampilkan gambar-gambar peristiwa yang tidak hanya berisi peristiwa dan aktivitas siswa di sekolah, tapi juga menampilkan gambar-gambar peristiwa dan kejadian dalam masyarakat yang lebih luas. Hasilnya, ide-ide yang diangkat siswa semakin beragam, tidak hanya seputar dunia remaja namun juga mengangkat masalah-masalah dalam kehidupan masyarakat secara luas, seperti kemiskinan, bencana alam, pengemis tua, dan sebagainya. Pada tahap pengembangan ide, yaitu pengembangan webbing tema, sub-subtema yang merupakan rincian dari tema semakin mendukung atau mencerminkan tema utama, serta rumusan subtema tidak lagi hanya sekedar penjabaran cerita saja dari tema yang diangkat, namun sudah menunjukkan perincian ide dasar tambahan. Pada pengembangan webbing alur, sudah adanya konsistensi antara peristiwa dalam tahapan dengan rincian peristiwa-peristiwanya, adanya ketepatan dalam penentuan peristiwa tiap tahapan, pengembangan alur dan tahapan alur lebih dirinci dalam unit-unit peristiwa, dan adanya perincian pada tahap konflik. Pada tahap pengembangan webbing tokoh, siswa sudah menentukan tokoh-tokohnya, baik tokoh utama protagonis, antagonis, dan tokoh tambahan. Keadaan fisik dan sifat tokoh pun semakin dapat dideskripsikan secara detail. Pada tahap pengembangan webbing latar, baik latar tempat, waktu, maupun suasana sudah dirinci, lengkap dengan karakteristik dan sifat khasnya. Pada tahap pengembangan webbing sudut pandang, siswa telah merinci dengan masing-masing jenis sudut pandang dengan ciri khasnya, serta sudah menentukan sudut pandang yang dipakai dalam pengisahan cerpennya. Pada tahap penulisan draf awal cerpen, siswa menunjukkan kemampuan dalam menulis pembuka cerpen, pendeskripsian karakter tokoh, pendeskripsian latar, pemunculan konflik, pemberian peleraian, dan penutup cerpen, yang secara umum tulisan siswa semakin baik dan menarik, sehingga kualifikasinya meningkat dari kualifikasi cukup pada siklus I ke kualifikasi baik pada siklus II. Pada tahap penyempurnaan cerpen siklus I, siswa menunjukkan kemampuan dalam menyunting dan merevisi cerpen, yang secara umum siswa dapat menyunting pembuka cerpen, pendeskripsian tokoh, pendeskripsian latar, pengembangan alur, penutup cerpen, pemilihan kata, penggunaan bahasa, dan penggunaan ejaan dan tanda baca, sehingga kualifikasinya meningkat dari kualifikasi cukup pada siklus I ke kualifikasi baik pada siklus II. Berdasarkan peningkatan hasil dan produk tersebut, kemampuan siswa dalam menulis draf akhir cerpen mengalami peningkatan, baik dari segi pemilihan tema, pengembangan alur, penggambaran karakter tokoh, penggambaran latar, penggunaan gaya bahasa, maupun ejaan dn tanda baca, sehingga dapat disimpulkan pembelajaran menulis cerpen dapat ditingkatkan dengan strategi webbing. Kata kunci: peningkatan kemampuan, pembelajaran, menulis cerpen, strategi webbing Program Studi S2 IND 125 Short Story Writing Skills Improvement Through The Use Of Webbing Strategy for Tenth Grade Students of SMA Muhammadiyah 2 Kertosono Effendi, Puji Astuti Rahayu Effendi, Puji Astuti Rahayu. 2010. Short Story Writing Skills Improvement Through The Use Of Webbing Strategy for Tenth Grade Students of SMA Muhammadiyah 2 Kertosono. Thesis. Study Program of Indonesian Language Education. Post-Graduate Program of State University of Malang. Advisors: (1) Prof. Dr. Imam Syafi'ie, (II) Prof. Dr. A. Syukur Ghazali. Abstract In the specific curriculum for educational level (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, KTSP), the course of Indonesian Language for the tenth grade of general high schools (SMA) and Islamic high schools (MA) has stated that skills in writing short story based on personal experience should be acquired by students. It is intended that students can be aware of, understand and be capable of writing short story. Writing short story requires a development of students' creativity through stages with intensive and continuous training, which requires active participation from the students in writing process. However, in practice, the result of initial study on the short story writing skill conducted on the tenth grade students in SMA Muhammadiyah 2 Kertosono shows that students are faced with several problems, that is: finding fresh and creative ideas, applying the building blocks of a short story, diction, correct punctuation, and description of students' own personal experience into the short story. In the learning process, it is found that teachers do not give sufficient material on short story writing and do not provide sufficient guidence to the students during the writing process. It is no wonder that students seem to be lacking in motivation and less active in the learning process. This condition can be overcome when teachers are capable of creating a creative and fun learning. One of the means to do so is by planning an interesting, creative, innovative and fun learning strategy using the webbing strategy. This research aims to improve the students' capability in writing short stories using webbing strategy through the stages of idea generation, idea development, writing early draft of the short story and finalizing the short story. Webbing strategy is chosen due to several reasons, the first being that webbing strategy is based on a theory that facilitates and brings fun for the children in the development of knowledge and experience in their minds in the form of visualization and verbal description. The second is that webbing is a means to assist the students to think in a systematic and well-organized manner so that students can make better plan for their short story. This research uses qualitative approach, with the design of class action research (penelitian tindakan kelas, PTK). This research is implemented in two cycles, where each cycle is carried out in three meetings that is designed to be sequential and continuous. This research consists of several stages, that is: initial study, action planning, action implementation, observation, evaluation and reflection. The research for the first cycle was carried out on 18 March 2010, 19 March 2010 and 1 April 2010, while the second cycle was carried out on 8 April 2010, 9 April 2010 and 15 April 2010. The subject of this research is the tenth grade students (class X-3) of SMA Muhammadiyah 2 Kertosono, comprised of 29 students. Data for the study is grouped in accordance with the formulation of research question, that is: (1) data for the stage of idea generation, (2) data for the stage of idea development, (3) data for the stage of early draft writing, and (4) data for the stage of finalizing the short story. This research was carried out by (1) data collection instruments in the form of researcher as primary instrument, aided by observation guidelines, interview guidelines, documentation guidelines, LKS; (2) instruments for data processing, in the form of: (a) guidelines for analyzing the process and result of teacher focus, (b) guidelines for the analysis of the process and result of student focus, and (c) guidelines on the short story writing capability. Data was analyzed by flow model (model alir) analytical techniques, which is comprised of four activities, that is data collection, data reduction, data presentation and conclusion. Validity of the data is tested by the technique of observation intensity, triangulation with sources and peer review. In general, the result of learning how to write short story using webbing strategy is quite well and has gone in proper stages. In the stage of ide generation, students showed the ability to generate ideas in the idea list. In average, the ideas presented by students have varying theme, ranging from teenage life to the problems in social life, and in general the students achieve the same qualification, that is “good”, but the average score has improved from the first to the second cycle. In the stage of idea development, students showed their capability in developing a webbing for themes, plot, characters, setting and points of view, and in general the webbing has been developed and elaborated in many detailed branches and sub-branches, so that their qualification improves from “sufficient” in the first cycle into “good” in the second cycle. In the 126 KUMPULAN ABSTRAK TESIS & DISERTASI 2010/2011 stage of writing early/initial draft of the short story, students show their capability in writing the opening part of the short story, presenting the characters, describing the settings, presenting the conflict, presenting the solution and providing the conclusion for the short story. In general, the students' work is getting better and more interesting, resulting in the improvement of qualification from “sufficient” in the first cycle into “good” in the second cycle. For the stage of finalizing the short story, in the first cycle, the students showed their capability in editing and revising the short story, and in general students can edit the opening, character description, setting description, plot development, closing, diction, usage, and punctuation and spelling, so that their qualification improves from “sufficient” in the first cycle into “good” in the second cycle. Based on the improvement of the product of writing, the capability of students in writing the final draft of the short story has improved, both in terms of the selection of themes, plot development, character description, setting description, language style, and punctuation and spelling, so it can be concluded that learning in short story writing can be improved by webbing strategy. Keywords: skill improvement, learning, short story writing, webbing strategy Program Studi S2 IND 127 ABSTRAK Badrih, Moh. Struktur Retorik Tragedi Cinta Retno Wulan. Tesis Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Pembimbing: (I) Prof. Dr. H. Imam Syafi’ie, (II) Prof. Dr. Maryaeni, M.Pd. Kata Kunci: struktur, retorika, ludruk, Retno Wulan. Retorika yang digunakan pada pertunjukan ludruk telah merebak dan menggeser retorika verbal atau oral yang hanya berfokus pada ceramah dan pidato. Konsep ini merupakan salah satu rute pemekaran bakatbakat tertinggi manusia, yakni rasio dan cita rasa lewat bahasa selaku kemampuan untuk berdialog yang ditampilkan dalam ludruk. Selain itu, sebagai suatu upaya persuasi khalayak retorika yang digunakan tidak hanya hidup dalam ranah produksi tetapi juga dalam ranah konsumsi. Retorika pementasan ludruk ditujukan supaya pendengar tergerak mengkonsumsi apa yang disampaikan oleh para pemeran dalam setiap dialognya ataupun panampilannya. Sebagai persuasi, menurut Kenneth Burke rutenya adalah identifikasi, menurut Rene Girard adalah mimesis atau peniruan terhadap ‘model’. Kaitannya dengan hal di muka, retorika mempunyai subtansi yang bertujuan fungsional. Barrett mengatakan bahwa “setidaknya pemakai retorika berusaha agar efektif, untuk mendapatkan jawaban, menjadi orang, dikenali, didengarkan, dishahihkan, dimengerti dan diterima”. Dengan demikian tujuan interaksi retoris merupakan dasar bersama tempat menjalin hubungan secara sukses. Berdasarkan deskripsi di atas penelitian ini merumuskan masalah sebagai berikut, (1) bagaimanakah struktur gagasan ludruk tragedi cinta Retno Wulan?, (2) bagaimanakah struktur paparan ludruk tragedi cinta Retno Wulan?, dan (3) bagaimanakah struktur bahasa ludruk tragedi cinta Retno Wulan? Untuk menjawab pertanyaan di atas penelitian ini memakai pendekatan kualitatif karena data yang diperoleh berdasarkan deskripsi yang terdapat dalam ludruk tragedi cinta Retno Wulan bersifat kualitatif, yaitu lirik diksi dan bukan angka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam ludruk tragedi cinta Retno Wulan (1) terdapat struktur gagasan yang meliputi (a) proposisi, yaitu proposisi tunggal proposisi majemuk, proposisi universal afirmatif, proposisi universal negatif, proposisi partikular afirmatif, dan partikular negatif, (b) argumen, dan (c) penalaran; (2) berdasarkan kebertalian antar kalimat terdapat struktur paparan, yaitu (a) kohesi yang berbentuk referensi, deiksis, subtitusi, elepsis, konjungsi, dan hubungan leksikal, dan (b) koherensi yang dapat dilihat berdasarkan prinsip interpretasi, dan analogi; (3) di samping struktur paparan juga terdapat struktur bahasa, meliputi (a) diksi berupa nomina, verba, adjektiva, pronomina, (b) kalimat berupa kalimat imperatif tak transitif, kalimat imperatif transitif, kalimat imperatif halus, kalimat imperatif permintaan, kalimat imperatif permintaan dan harapan, kalimat imperatif larangan, kalimat imperatif pembiaran, kalimat interogatif, dan kalimat ekslamatif, (c) gaya bahasa retorik berupa aliterasi, asonansi, anastrof, apafasis, apostrof, polisindeton, kiasmus, eufemismus, litotes, histeron proteron, pleonasme, prolepsis atau antipasis, aroteris, hiperbol. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam ludruk tragedi cinta Retno Wulan terdapat struktur gagasan berupa proposisi, argumen, dan penalaran, sedangkan dalam bentuk struktur paparan terdapat kebertalian kohesi dan koherensi. Selain itu, dalam struktur bahasa terdapat pilihan kata (diksi), kalimat, dan gaya bahasa. Bertitik tolak dari temuan penelitian ini, beberapa saran yang diperkirakan dapat meningkatkan persentase dan kualitas struktur retorik. Saran yang diajukan tersebut ialah (1) dapat dijadikan referen untuk menambah wawasan dalam bidang retorika dan sastra; (2) dapat dijadikan referensi untuk memperkaya khasanah keilmuan dan menyelesaikan berbagai persoalan retorika komunikasi khususnya yang berbahasa Madura; (3) dapat dijadikan rujukan untuk meneliti kebudayaan (bahasa lisan) pada bidang dan kebudayaan yang lain; (4) hendaknya menjadi pegangan untuk mengajarkan kajian retorika secara komprehensif. Sehingga kajian retorika tidak hanya terfokus pada contoh ceramah dan pidato saja, melainkan juga pada sastra lisan seperti ludruk. ABSTRACT Badrih, Moh. Love Tragedy rhetorical structure Retno Wulan. Thesis Study Program Indonesian Language and Literature Education, Graduate Program, State University of Malang. Advisors: (I) Prof. Dr. H. Imam Syafi'ie, (II) Prof. Dr. Maryeni, M.Pd. Keywords: structure, rhetoric, ludruk, Retno Wulan. 128 KUMPULAN ABSTRAK TESIS & DISERTASI 2010/2011 The rhetoric used on the show has spread and shift ludruk verbal or oral rhetoric which only focuses on lectures and speeches. This concept is one route expansion supreme talents of man, namely the ratio and tastes through language as the ability to dialogue that is displayed in ludruk. In addition, as an effort to persuade the public rhetoric is used not only live in the realm of production but also in the sphere of consumption. Ludruk staging rhetoric aimed at hearing moved to consume what is conveyed by the cast in any dialogue or panampilannya. As persuasion, according to Kenneth Burke route is identified, according to Rene Girard is mimesis or imitation of the 'model'. Relation to the matter in advance, the rhetoric has a substance which aims functional. Barrett said that "at least trying to be effective users of rhetoric, to get answers, be a man, recognized, heard, dishahihkan, understood and accepted ". Thus the purpose of rhetorical interaction is the basis of common place in a successful relationship. Based on the above description of this study to formulate the problem as follows, (1) how the structure of the idea of love Retno Wulan ludruk tragedy?, (2) how the structure of exposure to the tragedy of love Retno Wulan ludruk?, and (3) How language structures Retno Wulan ludruk tragedy of love? To answer the above questions this study uses a qualitative approach because the data obtained based on the description contained in the tragedy of love Retno Wulan ludruk is qualitative, namely lyric diction and not a number. The results showed that in the love tragedy ludruk Retno Wulan (1) there are structures of ideas that include (a) propositions, namely propositions single compound proposition, the proposition of universal affirmative, universal negative proposition, particular affirmative proposition, and particular negative, (b) argument, and (c) reasoning, (2) based on inter-sentence kebertalian there is exposure to the structure, namely (a) cohesion in the form of reference, deiksis, substitution, elepsis, conjunctions, and lexical relations, and (b) coherence which can be viewed on the principle of interpretation, and analogy, (3) in addition to the structure there is also exposure to language structure, covering (a) the diction in the form of nouns, verbs, adjectives, pronouns, (b) sentences in the form of imperative sentences intransitive, transitive imperative sentences, imperative sentences fine, sentence imperatively demand , imperative sentences demand and expectations, imperative sentences ban, omission imperative sentence, interrogative sentences, and sentences ekslamatif, (c) the style of rhetorical language in the form of alliteration, asonansi, anastrof, apafasis, apostrophes, polisindeton, kiasmus, eufemismus, litotes, histeron proteron, redundance, prolepsis or antipasis, aroteris, hyperbole. It can be concluded that the tragedy ludruk Retno Wulan love the idea of propositions contained structure, arguments, and reasoning, whereas exposure in the form of structural cohesion and coherence are kebertalian. In addition, there is language in the structure of word choice (diction), sentence, and style of language. Based on the findings of this study, some suggestions are expected to increase the percentage and quality of rhetorical structure. Suggestion that is (1) can be used as the referent to broaden the field of rhetoric and literature, (2) can be used as a reference to enrich the knowledge and solve various problems, especially the language of communication rhetoric Madura, (3) can be a reference to examine the culture (spoken language) in the field and other cultures, (4) should be a handle to teach in a comprehensive study of rhetoric. So the study of rhetoric is not only focused on the sample lectures and speeches, but also on oral literature such as ludruk. Program Studi S2 IND 129 ABSTRAK Murahim, 2010. Ekspresi Nilai-Nilai Budaya Sasak Kemidi Rudat Lombok: Perspektif Hermeneutika. Tesis, Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Malang. Pembimbing: (1) Prof. Dr. H. Abdul Syukur Ibrahim, (II) Dr. Djoko Saryono, M. Pd. Kata kunci: nilai budaya, Sasak, Kemidi Rudat. Setiap daerah memiliki satu bentuk kesenian yang menjadi simbol dan identitas daerah tersebut. Pulau Lombok yang didiami suku Sasak juga memiliki satu bentuk kesenian yang merupakan warisan budaya dan memiliki sejumlah nilai yang menjadi pedoman perilaku dalam kehidupan sehari-hari sehingga layak untuk dipertahankan keberadaannya. Kesenian tersebut adalah seni teater tradisional Kemidi Rudat Lombok. Upaya pemertahanan Kemidi Rudat Lombok sebagai seni khas daerah juga merupakan upaya pemertahanan kandungan nilai-nilai yang berada di dalamnya. Penelitian ini merumuskan masalah nilai-nilai budaya apa saja yang diekspresikan melalui pementasan Kemidi Rudat Lombok yang meliputi (1) nilai-nilai religius apa saja yang diekspresikan melalui pementasan Kemidi Rudat Lombok?, (2) nilai-nilai filosofis apa saja yang diekspresikan melalui pementasan Kemidi Rudat Lombok?, (3) nilai-nilai etis apa saja yang diekspresikan melalui pementasan Kemidi Rudat Lombok?, dan (4) nilai-nilai estetis apa saja yang diekspresikan melalui pementasan Kemidi Rudat Lombok? Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai-nilai budaya sasak dalam seni teater tradisional Kemidi Rudat Lombok. Nilai-nilai budaya yang dimaksud adalah (1) nilai religius, yang meliputi (a) nilai akidah, (b) nilai ibadah, dan (c) nilai muamallah; (2) nilai filosofis, yang meliputi filosofi (a) epe-aik (sang pemilik),(b) gumi-paer (bumi-tanah/tanah air), dan (c) budi-kaye (kekayaan budi pekerti); (3) nilai etis, yang meliputi (a) kepatutan dan kerja keras, (b) kepatuhan dan disiplin, (c) kepacuan atau ketekunan; (4) nilai estetis, yang meliputi (a) wujud atau rupa, (b) bobot atau isi, (c) penampilan atau penyajian. Penelitian ini menggunakan pendekatan hermeneutika, yaitu penafsiran secara mendalam terhadap sebuah fenomena budaya. Pendekatan ini memiliki kaidah: (1) dibutuhkan keterlibatan dan atau partisipasi, (2) setiap usaha penafsiran, tidak bisa dihindari adanya akibat ikutan dari partisipasi dan latar belakang penafsir, (3) upaya penafsiran harus dilihat sebagai proses pendekatan kepada makna sejati, (4) walaupun ada wilayah perbedaan karena partisipasi dan latar belakang penafsir, niscaya ada pula wilayah yang mempertemukan antar penafsir, pemahaman bersama terhadap suatu masalah. Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa Kemidi Rudat terdiri dari dua bagian penting yaitu bagian rudat, sebagai bagian pembuka, dan kemidi sebagai bagian inti yang merupakan bagian pementasan yang menyajikan cerita tentang perjalanan dua kerajaan yaitu kerajaan Ginter Baya dengan Raja Indra Bumaya sebagai rajanya dan kerajaan Puspasari dengan Sultan Ahmad Mansyur sebagai rajanya. Cerita tersebut diberi judul ”Prahara di Ginter Baya”. Nilai-nilai budaya yang berupa nilai religius, filosofis, etis, dan estetis ditemukan dalam dialog-dialog antar tokoh, perilaku tokoh, dan sikap tubuh para pemain. Semua nilai budaya yang ditemukan dihubungkan dengan sistem nilai dasar dalam masyarakat Sasak, hukum adat dan kitab tembang suluk berbahasa Sasak ”Tapel Adam” yang banyak berisi nilai-nilai kebijaksanaan hidup manusia Sasak. Bertitik tolak dari temuan penelitian ini, diajukan saran agar penelitian ini dapat dijadikan salah satu media untuk melakukan penelitian lanjutan tentang Kemidi Rudat Lombok. Temuan penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai media pengajaran tentang kearifan lokal masyarakat Sasak di pendidikan dasar dan menengah sehingga budaya luhur masyarakat Sasak lebih dikenal dan dihayati. Dalam aspek implikasi, teori hermeneutika dapat dijadikan alternatif untuk menggali khasanah kebudayaan dengan tafsir yang dalam dan akurat. Selain itu, penelitian ini dapat dijadikan titik tolak pelambagaan nilai dalam masyarakat Sasak sehingga lebih dikenal dan diaplikasikan dalam kehidupan. ABSTRACT Murahim, 2010. Expression of Cultural Values Kemidi Rudat Sasak Lombok: Perspectives Hermeneutics. Thesis, Indonesian Education Study Program, Graduate Program, State University of Malang. Advisors: (1) Prof. Dr. H. Abdul Syukur Ibrahim, (II) Dr. Djoko Saryono, M. Pd. Keywords: cultural values, Sasak, Kemidi Rudat. Each region has one art form as the symbol and the identity of the area. Inhabited the island of Lombok Sasak tribe also a form of art that represents the cultural heritage and a number of values that guide behavior in everyday life so worthy to be protected. Art is a traditional theater art Kemidi Rudat Lombok. Preservation efforts Kemidi Rudat Lombok as typical of the region is also an art preservation efforts content values in it. This study formulates the problem of cultural values whatever Kemidi Rudat expressed through the staging of Lombok include (1) religious values whatever Kemidi Rudat expressed through the staging of 130 KUMPULAN ABSTRAK TESIS & DISERTASI 2010/2011 Lombok?, (2) the values of what is expressed philosophically through staging Rudat Kemidi Lombok?, (3) what ethical values are expressed through staging Kemidi Rudat Lombok?, and (4) what aesthetic values are expressed through staging Kemidi Rudat Lombok? This study aimed to describe the cultural values of traditional theater arts Sasak in Kemidi Rudat Lombok. Cultural values in question are (1) religious values, which include (a) the value of faith, (b) the value of worship, and (c) muamallah value, (2) philosophical values, which include philosophy (a) the epeaik ( the owner), (b) gumi-paer (bumi-tanah/tanah air), and (c) mind-kaye (wealth of character), (3) ethical values, which include (a) decency and hard work, (b ) obedience and discipline, (c) kepacuan or persistence, (4) aesthetic value, which includes (a) the form or manner, (b) the weight or contents, (c) the appearance or presentation. This study used hermeneutic approach, namely in-depth interpretation of a cultural phenomenon. This approach has a rule: (1) required the involvement and or participation, (2) any attempt of interpretation, could not avoid the effect of participation and follow-up background interpreter, (3) the effort of interpretation should be seen as a process approach to the true meaning, (4 ) although there are differences in the region because of the participation and background interpreter, surely there is also the region joining between the interpreter, shared understanding of a problem. The research found that Kemidi Rudat consists of two important parts of the Rudat, as the opener, and Kemidi as part of the core which is part of staging that presents a story about the journey of two kingdoms namely Ginter Baya kingdom by King Indra Bumaya as its king and royal Puspasari by Sultan Ahmad Mansour as its king. The story is entitled "Prahara in Ginter Baya". Cultural values that form of religious values, philosophical, ethical, and aesthetic found in the dialogues between characters, character behaviors, and gestures of the players. All the cultural values that are found associated with the basic value system in society Sasak, customary law and the book of songs Sasak language mysticism "Tapel Adam" which many contain the values of human life wisdom Sasak. Based on the findings of the study, submitted suggestions are forwarded that study can be used as a medium to conduct advanced research on Kemidi Rudat Lombok. The findings of this study can also be used as a medium for teaching about indigenous Sasak people in primary and secondary education so that the noble society Sasak culture better known and internalized. In the aspect of the implications, the theory of hermeneutics can be an alternative to explore cultural treasures with a deep and accurate interpretation. In addition, this study can be used as a starting point pelambagaan Sasak community values in making it more known and applied in life. Program Studi S2 IND 131 ABSTRAK Hariyati, Nuria Reny. 2010. Pengaruh Pola 3—Per terhadap Kemampuan Membaca Cepat Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Ngoro-Jombang. Tesis, Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Pembimbing (I) Dr. Nurhadi, M.Pd. dan (II) Dr. Sumadi, M.Pd. Kata kunci: pola 3—per, kemampuan membaca cepat Membaca cepat merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang perlu dikuasai untuk memahami isi bacaan secara cepat sehingga sudah seharusnya menjadi salah satu kegiatan yang penting dalam pembelajaran. Untuk meningkatkan pembelajaran membaca cepat di kelas XI diperlukan perlakuan yang tepat dan efektif. Perlakuan yang diduga dapat mengoptimalkan pembelajaran membaca cepat adalah pola 3—per, yaitu pola perluasan jangkauan mata, pola percepatan gerak mata, dan pola pengecilan regresi mata. Tujuan penelitian ini meliputi (1) mengetahui pengaruh pola perluasan jangkauan mata terhadap kecepatan dan pemahaman membaca, (2) mengetahui pengaruh pola percepatan gerak mata terhadap kecepatan dan pemahaman membaca, dan (3) mengetahui pengaruh pola pengecilan regresi mata terhadap kecepatan dan pemahaman membaca. Hipotesis penelitian ini adalah pola 3—per berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan membaca cepat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini menggunakan rancangan kuasi eksperimen dengan model rancangan Times-Series Design with Control Group. Data penelitian ini berupa skor kecepatan dan skor pemahaman membaca siswa. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA Negeri 1 Ngoro-Jombang. Penetapan siswa menggunakan teknik sampling bertujuan. Dari penetapan tersebut, dapat diketahui bahwa kelompok kontrol adalah kelas XI IPA 1 dan kelompok eksperimen adalah kelas XI IPA 2. Instrumen penelitian ini berupa dua hal, yakni (1) bentuk instrumen dan (2) uji coba instrumen. Pelaksanaan penelitian ini melalui tiga tahap, yakni (1) persiapan, (2) pemberian perlakuan, dan (3) pengumpulan data. Analisis data penelitian ini memakai analisis Ancova. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis diterima, yakni pola 3—per berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan membaca cepat pada taraf signifikansi 0,05. Secara khusus hasil penelitian dijabarkan menjadi enam analisis. Pertama, pola perluasan jangkauan mata berpengaruh secara signifikan terhadap kecepatan membaca pada taraf signifikansi 0,025. Hal tersebut berarti bahwa kecepatan membaca siswa yang mendapatkan perlakuan pola perluasan jangkauan mata lebih baik daripada kecepatan membaca siswa yang tidak mendapatkan perlakuan pola perluasan jangkauan mata. Kedua, pola perluasan jangkauan mata berpengaruh secara signifikan terhadap pemahaman membaca pada taraf signifikansi 0,031. Hal tersebut berarti bahwa pemahaman membaca siswa yang mendapatkan perlakuan pola perluasan jangkauan mata lebih baik daripada pemahaman membaca siswa yang tidak mendapatkan perlakuan pola perluasan jangkauan mata. Ketiga, pola percepatan gerak mata berpengaruh secara signifikan terhadap kecepatan membaca pada taraf signifikansi 0,045. Hal tersebut berarti bahwa kecepatan membaca siswa yang mendapatkan perlakuan pola percepatan gerak mata lebih baik daripada kecepatan membaca siswa yang tidak mendapatkan perlakuan pola percepatan gerak mata. Keempat, pola percepatan gerak mata berpengaruh secara signifikan terhadap pemahaman membaca pada taraf signifikansi 0,036. Hal tersebut berarti bahwa pemahaman membaca siswa yang mendapatkan perlakuan pola percepatan gerak mata lebih baik daripada pemahaman membaca siswa yang tidak mendapatkan perlakuan pola percepatan gerak mata. Kelima, pola pengecilan regresi mata berpengaruh secara signifikan terhadap kecepatan membaca pada taraf signifikansi 0,000. Hal tersebut berarti bahwa kecepatan membaca siswa yang mendapatkan perlakuan pola pengecilan regresi mata lebih baik daripada kecepatan membaca siswa yang tidak mendapatkan perlakuan pola pengecilan regresi mata. Keenam, pola pengecilan regresi mata berpengaruh secara signifikan terhadap pemahaman membaca pada taraf signifikansi 0,019. Hal tersebut juga berarti bahwa pemahaman membaca siswa yang mendapatkan perlakuan pola pengecilan regresi mata lebih baik daripada pemahaman membaca siswa yang tidak mendapatkan perlakuan pola pengecilan regresi mata. Berdasarkan simpulan tersebut disarankan (1) guru bahasa Indonesia di kelas menengah ke atas dapat menerapkan pola 3—per dalam perencaanaan pembelajaran membaca, (2) guru dapat memberikan perlakuan pola 3—per dalam pembelajaran membaca cepat karena penerapan pola 3—per dapat membantu siswa meningkatkan kemampuan memperluas jangkauan mata, mempercepat gerak mata, dan memperkecil regresi mata, dan (3) perlakuan pola 3—per dapat meningkatkan konsentrasi siswa yang secara otomatis mengurangi hambatan-hambatan membaca. 132 KUMPULAN ABSTRAK TESIS & DISERTASI 2010/2011 Program Studi S2 IND 133 ABSTRACT Hariyati, Nuria Reny. 2010. The Influence of 3—Per Pattern on Quick Reading Capability of Eleventh Grade Students at State Senior High School of SMAN 1 Ngoro-Jombang. Thesis, A Study Program of Indonesian, Postgraduate Program of State University of Malang. Supervisors: (I) Dr. Nurhadi, M.Pd, and (II) Dr. Sumadi, M. Pd. Keywords: pattern 3—per, quick reading capability Quick reading was one of skill of language could be needed to dominated for understanding reading quickly, it went without saying could be one of important activity the learning. For increase the learning of quick reading of the eleventh grade needed goog ang efectif treadment. Optimal treadment the learning quick reading was 3—per pattern, the expanded view of the eyes, the acceleration of the eyeball movement, and the reduction of eye regression patterns. Objective of this research included (1) find out the influence of the expanded view of the eyes on quick and understanding reading capability, (2) find out the influence of the acceleration of the eyeball movement on quick and understanding reading capability, (3) find out the influence of the reduction of eye regression patterns on quick and understanding reading capability. Hypothesis of this research is that 3—per pattern has significant influence on quick reading capability. This research used quantitative approach. This research used quasi-experimental design with Times-Series Design with Control Group. Data of this research are both scores for quick reading and understanding the reading material during learning of quick reading. Population data of the research was the eleventh grade students of State Senior High School of SMAN 1 Ngoro-Jombang in the academic year of 2007/2008. The determination of students used sampling technique. The control group was the eleventh grade of science department 1 and the experimental group was the eleventh grade of science department 2. Instruments of the research included (1) the instrument form and (2) instrument testing. Implementation of the research included (1) preparation, (2) give treatment, and (3) collecting data. Data analysis of the research used Ancova test. Result of the research showed that the hypothesis was accepted, in which 3—per pattern has significant influence on quick reading capability of the eleventh grade students at State Senior High School of SMAN 1 Ngoro-Jombang under the significance level of 0.05. Specifically, results of the research are six analysis. First, the expanded view of the eyes has significant influence on quickness of reading under significance level of 0.025. It means that quickness of reading of the students who got the treatment of expanded view pattern is better than the students who did not get it. Second, the expanded view of the eyes has significant influence on understanding the reading material under significance level of 0.031. It means that understanding the reading material of the students who got the treatment of expanded view pattern is better than the students who did not get it. Thrith, the acceleration of the eyeball movement has significant influence on quickness of reading under significance level of 0.045. It means that quickness of reading of the students who got the acceleration of the eyeball movement treatment is better than the students who did not get it. Fourth, the acceleration of the eyeball movement has significant influence on understanding the reading material under significance level of 0.036. It means that understanding in reading of the students who got the acceleration of the eyeball movement treatment is better than the students who did not get it. Fiveth, the reduction of eye regression patterns has significant influence on quickness of reading under significance level of 0.000. It means that quickness of reading of the students who got the reduction of eye regression pattern is better than the students who did not get it. Sixth, the reduction of eye regression pattern has significant influence on understanding the reading material under significance level of 0.019. It means that understanding in reading of the students who got the reduction of eye regression treatment is better than the students who did not get it. Based on conclusions above, it is suggested to (1) the Indonesian teachers at the Senior High Schools to apply 3—per pattern in designing the learning of reading, (2) The teachers could give treatment of 3—per pattern in learning, and (3) the treatment of 3—per pattern could increase the students to concentrate, which automatically reduce obstacle in reading. 134 KUMPULAN ABSTRAK TESIS & DISERTASI 2010/2011 ABSTRAK Ikawati, Nur Anisa. 2010. Kesantunan Menolak dalam Interaksi Percakapan Keluarga AD di Kompleks Asmil Yonif 514 Kabupaten Bondowoso (Kajian Etnografi Komunikasi). Tesis. Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Pembimbing: (I) Prof. Dr. H. Abdul Syukur Ibrahim, dan (II) Prof. Dr. Maryaeni, M.Pd. Kata Kunci: Kesantunan Menolak, Wujud, Fungsi dan Makna Studi tentang kesantunan menolak dalam interaksi percakapan keluarga AD (Angkatan Darat) menarik dilakukan. Hal itu disebabkan, keluarga AD merupakan komunitas yang tergolong spesifik. Penelitian yang menggunakan pendekatan pragmatik dan etnografi komunikasi ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan wujud kesantunan menolak dalam interaksi percakapan keluarga AD di Kompleks Asmil Yonif 514 Kabupaten Bondowoso, (2) mendeskripsikan fungsi kesantunan menolak dalam interaksi percakapan keluarga AD di Kompleks Asmil Yonif 514 Kabupaten Bondowoso, dan (3) mendeskripsikan strategi kesantunan menolak dalam interaksi percakapan keluarga AD di Kompleks Asmil Yonif 514 Kabupaten Bondowoso. Penelitian berupa kesantunan menolak dalam interaksi percakapan keluarga AD ini merupakan penelitian kualitatif dengan ancangan teori tindak tutur, pragmatik, dan etnografi komunikasi. Data yang berupa tuturan kesantunan menolak dalam interaksi keluarga militer dikumpulkan dengan menggunakan teknik observasi (mengamati, mencatat, dan merekam) dan wawancara. Intrumennya adalah peneliti sendiri. Sebagai intrumen kunci, peneliti dibantu pedoman pengumpulan data. Analisis data dilakukan dengan menggunakan model interaktif yang meliputi empat tahapan, yakni pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penyimpulan temuan penelitian. Hasil penelitian meliputi wujud, fungsi dan strategi kesantunan menolak dalam interaksi percakapan keluarga AD di kompleks Asmil Yonif 514 Kabupaten Bondowoso. Pertama, wujud kesantunan menolak yang ditemukan berupa (1) kalimat deklaratif, (2) kalimat interogatif, dan (3) kalimat imperatif. Wujud verbal kesantunan menolak berupa kalimat deklaratif yang ditemukan dalam penelitian ini ada Empat, yaitu wujud verbal deklaratif ajakan, tawaran, perintah, dan pinjaman. Wujud verbal interogatif, dalam penelitian ini terdapat dua, yaitu wujud verbal interogatif ajakan dan wujud verbal interogatif tawaran. Sedangkan wujud verbal imperatif terdapat dua jenis yaitu wujud verbal imperatif ajakan dan wujud verbal tawaran. Kedua, fungsi kesantunan menolak dalam interaksi percakapan keluarga AD di kompleks Asmil Yonif 514 Kabupaten Bondowoso ditemukan tiga fungsi, yaitu (1) fungsi ekspresif, (2) fungsi informatif, dan (3) fungsi argumentatif. Fungsi ekspresif kesantunan menolak terdapat tiga yaitu fungsi ekspresi tutur penolakan terhadap tuturan ajakan, perintah dan permintaan. Fungsi informatif kesantunan menolak terdapat tiga yaitu fungsi informatif ajakan, perintah dan permintaan. Selanjutnya Fungsi argumentatif kesantunan menolak terdapat tiga yaitu fungsi argumentatif ajakan, perintah dan permintaan. Ketiga, strategi kesantunan menolak dalam interaksi percakapan keluarga AD kesantunan penolakan langsung, dan (2) strategi kesantunan penolakan tidak langsung. Strategi kesantunan penolakan langsung terdapat pada sasaran tuturannya. Sedangkan Strategi kesantunan penolakan tidak langsung terdapat tiga strategi yakni, Streategi memberi alasan dan penjelasan, Streategi memberikan ancaman, dan Strategi menerima tapi tak ada kepastian. Ditinjau dari segi wujud kesantunannya, dapat disimpulkan bahwa kesantunan tutur penggunaan penolakan mitra tutur terhadap penutur pada tingkat kesopanan, terdapat perbedaan penolakan yang dilakukan oleh keluarga AD. Perbedaan penolakan antara laki-laki dengan penolakan yang dilakukan dengan perempuan sangat berbeda sekali. Penutur antara laki-laki dan perempuan cenderung menggunakan penolakan tidak langsung. Sedangkan penutur laki-laki dengan laki-laki cenderung menggunakan penolakan langsung. Selanjutnya, antara penutur anak dengan orang tua ada yang menggunakan penolakan langsung dan ada pula menggunakan penolakan tidak langsung, tergantung konteks tuturannya. Sementara itu, penolakan kepada sesama perempuan, secara tidak langsung sehingga tampak bahwa ujaran yang dituturkan menunjukkan penolakan yang diekspresikan melalui tuturan samar-samar/terselubung. Selanjutnya fungsi dari kesantunan menolak dalam keluarga AD khususnya di Asmil Yonif 514 ini baik berfungsi sebagai ekpresif, informatif dan argumentatif dalam tuturannya antara yang lebih tua dan yang muda tuturannya tetap diproduksi tetap santun. Berdasarkan temuan hasil penelitian dikemukakan beberapa saran yang berkaitan dengan kesantunan menolak dalam lingkup keluarga. Saran tersebut ditujukan kepada keluarga AD di Kompleks Asmil Yonif 514 Kabupaten Bondowoso, guru bahasa Indonesia, dan peneliti. (1) Bagi keluarga AD di Kompleks Asmil Yonif 514 Kabupaten Bondowoso, disarankan agar selalu membiasakan diri menggunakan kesantunan menolak dalam berkomunikasi sehari-hari. Hal ini dimaksudkan agar dengan menggunakan Program Studi S2 IND 135 kesantunan menolak di antara keluarga, baik dari kalangan atasan dan dari kalangan bawahan tetap memiliki kesantunan tuturan dalam berkomunikasi, khususnya kesantunan menolak. (2) Bagi guru bahasa Indonesia disarankan agar melalui penelitian ini dapat mempertimbangkan dan dijadikan sebagai bahan masukan untuk pembelajaran bahasa pada umumnya dan khususnya pembelajaran pragmatik. Hal ini dimaksudkan agar guru dalam mengajar menggunakan kesantunan menolak sebagai motivasi siswa dalam belajar.(3) Para peneliti dalam “bahasa dalam konteks sosial” disarankan untuk mengkaji tuturan suatu masyarakat secara komperhensif. Kajian tentang bahasa dalm konteks sosial, akan banyak memberi sumbangan dalam memperkaya khasanah pembelajaran bahasa spesifik yaitu bahasa dalam konteks sosial pada domain dan konteks kultur yang berbeda. ABSTRACT Ikawati, Nur Anisa. 2010. The Refusing Politeness in the Conversational Interaction among the Army Families in the Complex Asmil Yonif 514 Bondowoso Regency (An Ethnographic Study of Communication). Thesis. Indonesian Study Department, Graduate Program, State University of Malang. Advisors: (I) Prof. Dr. H. Abdul Syukur Ibrahim, and (II) Prof. Dr. Maryaeni, MPd. Key Words: refuse politeness, realization, function and meaning. It is interesting to study on the refusing politeness in the conversational interaction among the army families covering shape, function and strategy, since families, especially army families are a specific community.The research employed pragmatic and communication ethnographic approach aims at describing (1) the shape of refusing politeness in the conversational interaction amoing the army families in the Conplex Asmil Yonif 514 Bondowoso Regency, (2) the function of refusing politeness in the conversational interaction amoing the army families in the Conplex Asmil Yonif 514 Bondowoso Regency, and (3) the strategy of refusing politeness in the conversational interaction amoing the army families in the Conplex Asmil Yonif 514 Bondowoso Regency. This study was intended to investigate refusing politeness obtained from conversational interactions among the army families. It is a qualitative research in nature with theoretical design of speech act, pragmatics and communication etnography. The data were collected through observations (observation, note taking and recording) and interviews. The instrument is the researcher herself as a key instrument with the help of data collection manual. The data analysis was made using an interactive model through four stages namely data collection, reduction, presentation and conclusion drawing. The results covered realization, function and strategies of the refusing strategies in the conversational interaction among the army families in the complex Asmil Yonif 514, Bondowoso regency. First, the realization of the refusing politeness found includes (10) declarative, (2) interrogative, and (3) imperative sentences. There are five realizations of the refusing politeness in the form of declarative sentences namely verbal realization of declarative invitation, offering, order, request, and loan.The interrogative verbal realization consists of two namely invitation and offering. Then there are three argumentative functions of the refusing politeness namely invitation, order and request. Second, dealing with the function of the refusing politeness in the conversational interaction among the army families in the complex Asmil Yonif 514, Bondowoso regency, there are three functions found: (1) expressive, (2) informative and (3) argumentative. In the expressive, informative and argumentative functions, all of them consist of three namely invitation, order and request. Third, the strategies of the refusing politeness in in the conversational interaction among the army families in the complex Asmil Yonif 514, Bondowoso regency, two strategies were found namely direct and indirect. The direct strategy may be found in the target of the speeches, while the indirect strategy consists of three namely giving reasons and explanation, giving threat, and accepting without certainty. Viewed from the shape of politeness, it can be concluded that dealing with speech politeness in using interlocutor’s refusal to the speaker at the level of politeness , there are some differences in refusals used by the army families. The refusals are really different between men dan women. Indirect refusals are used in the conversation between men and women; meanwhile in the conversation between young and old speakers, some made use of direct; and some indirect, depending on the contexts of the speeches. And, refusal in the conversation between women and women, indirect strategies are used, so that the speeches spoken showed refusals expressed through vague/latent speeches. Moreover, the functions of refusing politeness in the army families are expressive, informative and argumentative, and the conversation between the older and the younger is politely made. Based on the findings, some suggestions related to the refusing politeness among the army families are offered to the families, teachers of Indonesian, and researchers. (1) For the army families in the complex Asmil Yonif 514 Bondowoso regency, it is suggested that the families are used to using refusing politeness in their daily communications. It is intended to use politeness in their interactions among the 136 KUMPULAN ABSTRAK TESIS & DISERTASI 2010/2011 members of the families, between superiors and subordinates. (2) For teachers of Indonesian, it is suggested that they consider these research findings as inputs for their language teaching in general and especially pragmatic teaching. It means that teachers should use refusing polinetess as a motivation for students in their learning and (3) For researchers on “language in a social context”, it is suggested that they study speeches of a community comprehensively. The study on language in a social context will give much contribution to enrich the field of specific language learning namely language in the social contexts in the different cultural domains and contexts. Program Studi S2 IND 137 ABSTRAK Kadir, Herson. Pandangan Dunia Pengarang tentang Persoalan Pendidikan dan Sosial Budaya dalam Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata (Kajian Strukturalisme Genetik). Tesis. Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia. Program Pascasarjana, Universitas Negeri Malang. Pembimbing: (I) Prof.Dr.H.Ahmad Rofi’uddin, M.Pd (II) Prof.Dr.Maryaeni, M.Pd Kata kunci: pandangan dunia pengarang, persoalan pendidikan dan sosial budaya, strukturalisme genetik Laskar Pelangi karya Andrea Hirata merupakan salah satu novel yang merepresentasikan persoalan sosial masyarakat. Novel ini menceritakan dimensi kehidupan yang cukup kompleks menyangkut persoalan ketimpangan pendidikan, kemiskinan, dan kesenjangan sosial masyarakat Belitong dalam kurun waktu tertentu. Persoalan-persoalan tersebut merupakan masalah pokok yang menjadi genetik novel Laskar Pelangi itu sendiri. Persoalan sosial yang terjadi di masyarakat, ketika diangkat oleh pengarang melalui karya sastra sebagai dokumen sosiobudaya, akan memberikan makna yang kompleks dan mengandung misi tertentu. Sehubungan dengan hal itu, novel Laskar Pelangi penting diteliti karena dianggap sebagai sebuah dokumen sosiobudaya yang mengandung makna. Setiap makna yang terkandung pada sebuah novel tentunya dapat diperoleh dari kajian berbagai aspek dan unsur yang membangunnya. Pada konteks penelitian ini novel Laskar Pelangi dikaji dari aspek pandangan dunia pengarangnya. Masalah yang dianalisis adalah (1) bagaimana pandangan dunia pengarang tentang persoalan pendidikan dan (2) bagaimana pandangan dunia pengarang tentang persoalan sosial budaya dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode dialektik berdasarkan perspektif teori strukturalisme genetik. Metode ini dilakukan dengan cara menganalisis hubungan timbal balik antara karya sastra dengan masyarakat melalui analisis latar dan para tokoh problematik. Sumber data penelitian adalah novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata, cetakan ketujuhbelas tahun 2008. Data penelitian berbentuk kutipan teks dan paparan kebahasaan berupa paragraf, kalimat dan kata-kata mengenai deskripsi performance tokoh seperti; nama, pikiran, sikap tindakan tokoh; dan deskripsi latar tempat, ruang, dan waktu dalam cerita Laskar Pelangi yang mendukung ditemukannya pandangan dunia Andrea Hirata tentang persoalan pendidikan dan persoalan sosial budaya. Hasil penelitian menunjukan; (1) representasi pandangan dunia pengarang tentang persoalan pendidikan secara umum adalah (a) keinginan masyarakat untuk memperoleh pemerataan pendidikan dengan meniadakan diskriminatif terhadap masyarakat miskin dalam hal memperoleh pendidikan yang layak, (b) gagasan mengenai perlunya kebijakan pendidikan yang propublik dan tuntutan untuk menghindari komersialisasi pendidikan, dan (c) perlunya keikhlasan, fakta integritas, dan tanggung jawab para guru dalam dunia pendidikan meskipun dalam berbagai keadaan yang kurang menunjang baik secara internal maupun eksternal, serta pentingnya semangat dan motivasi belajar yang tinggi untuk ditanamkan dalam diri setiap siswa guna meningkatkan kecerdasan diri, tanpa harus bergantung pada fasilitas dan sumber belajar yang memadai; (2) representasi pandangan dunia pengarang tentang persoalan sosial budaya secara umum adalah (a) menunjukan keinginan masyarakat yang tidak mau terbelenggu dalam lingkaran kemiskinan terstruktur dan keinginan masyarakat yang tidak mau dilabeli oleh perbedaan status yang dapat menimbulkan konflik, (b) gagasan penting mengenai penghargaan tehadap simbol-simbol budaya setiap daerah untuk mencapai harmoni kehidupan, keinginan masyarakat yang tidak mau adanya budaya yang bersifat power distance, serta (c) menyodorkan sebuah gagasan penting mengenai pembauran sosial yang sangat mengedepankan sikap saling menghargai antarsesama suku, sehingga dapat menumbuhkan rasa persatuan, persaudaraan, dan solidaritas yang tinggi. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa gagasan, perasaan, dan aspirasi pengarang yang tertuang di dalam novel Laskar Pelangi disampaikan oleh Andrea begitu banyak dan sangat berimplikasi terhadap perubahan sosial. Persoalan sosial budaya yang terjadi di Belitong, merupakan sebuah hipogram potret sosial dari kondisi yang masih terjadi pula di Indonesia selama ini. Untuk itu, disarankan kepada semua pihak seperti guru, dosen, pemerhati sastra, dan peneliti sastra agar memanfaatkan penelitian ini sebagai referensi dalam kegiatan pembelajaran dan bahan pembanding dalam diskusi kesastraan. Mengkaji pandangan dunia pengarang dalam sebuah novel cukup penting, karena pandangan dunia ini bukan hanya sebuah fakta empiris yang bersifat langsung, tetapi merupakan suatu gagasan, aspirasi, dan perasaan yang dapat menyatukan kelompok sosial masyarakat. ABSTRACT Kadir, Herson. The Author’s World View on Education and Socio-Cultural Issue in the Andrea Hirata’s Laskar Pelangi Novel (A Genetic Structuralism Review). Thesis, Study Program of Indonesian 138 KUMPULAN ABSTRAK TESIS & DISERTASI 2010/2011 Language, Postgraduate Program State University of Malang. Advisor:(I) Prof.Dr.H.Ahmad Rofi'uddin, M.Pd (II) Prof.Dr.Maryaeni,M.Pd Keywords: the author’s word view, education and socio-cultrural issue, genetic structuralism Andrea Hirata’s Laskar Pelangi is a novel with community social issue representation. It gives us a complex life dimension highlighting the education gap, poverty, and social discrepancy in the Belitong community at certain time interval. The issue becomes a main genetic problem of Laskar Pelangi novel. The author attempts to lift this issue through literature work as a document of social and cultural which is giving an impression of complex meaning and certain mission content. It is important to learn Laskar Pelangi as a meaning-contained social-cultural document. Every meaning in this novel has been developed from a review on the builder aspects and substances. In this context, Laskar Pelangi is reviewed from the author’s world view. Some problems are analyzed such as: (1) what is the author’s word view about education issue, and (2) what is the author’s world view about social and cultural issues in Andrea Hirata’s Laskar Pelangi. Dialectic method is used as research method based on genetic structuralism theory perspective. This method analyzes the reciprocate relationship between literature work and community through the analysis over the background and the problematic character. Research data source is Andrea Hirata’s Laskar Pelangi novel, seventeenth edition published in 2008. Research data involves text quotes and linguistic explanations, which are formed as paragraph, sentence, and word describing the performance of characters. This description may be name, thought, and attitude of characters, or be place, room, and time. These descriptions underscore Andrea Hirata’s world view on educational, social, and cultural issues. Result of research indicates that (1) the author’s word view representation on general education issue is (a) the desire of community to obtain education by eliminating discrimination against the poor for reliable education, (b) the idea of pro-public education policy and the demand to avoid education commercialization, and (c) the need of sincerity, integrity, and responsibility among the teacher in the world wide despite unfavorable internal or external facility; or the significance of higher learning enthusiasm and motivation of each student to build up their self-intelligence without greater reliance on reliable facility and learning source; and (2) the author’s word view representation on general social and cultural issues is (a) the desire of community to free from the structured poverty circle and to reject of the status discrimination which is causing the conflict, (b) an idea about the recognition of cultural symbol in each area to achieve a life harmony, reflecting community interest to deny power distance, and (c) the proposition of an important insight about social mix underlining the ethical respect to produce coherency, kinship, and solidarity. Research concludes that the author’s idea, feeling, and aspiration expressed in Laskar Pelangi novel are vary and implicating the social change. The social and cultural issues occurred in Belitong are really a social picture hypogram from a condition generally occurred in Indonesia. It is suggested to teachers, lectures, researchers literature and literary observers to use this research as a reference and comparative material in the learning activities and literary discussions. Analyze the author's world view in a novel is quite important, because this worldview is not only a direct empirical fact, but also an ide, aspiration and feeling to unify of the social community.