Pendidikan Bahasa Indonesia (IND)

advertisement
Kumpulan Abstrak Tesis
Semester Gasal 2010/2011
Pendidikan Bahasa Indonesia (IND)
118 KUMPULAN ABSTRAK TESIS & DISERTASI 2010/2011
Program Studi S2 IND 119
Peningkatan Kemampuan Membaca Ekstensif melalui Strategi Metakognitif Siswa Kelas VII
SMP Ma’arif 1 Jatinegara Tegal
Edi Puryanto
Puryanto, Edi. 2010. Peningkatan Kemampuan Membaca Ekstensif melalui Strategi Metakognitif Siswa
Kelas VII SMP Ma’arif 1 Jatinegara Tegal. Tesis. Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia
Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Pembimbing: (I) Prof. Dr. H. Suparno, (II) Prof.
Dr. H. Imam Syafi’ie.
Abstrak
Sebagai salah satu keterampilan berbahasa, membaca ekstensif merupakan hal yang penting untuk
dipelajari dan dikuasai oleh siswa. Keterampilan membaca ekstensif dibutuhkan untuk meningkatkan
keberhasilan siswa dalam belajar. Siswa akan memperoleh pengetahuan dan pemahaman umum secara luas
dari teks yang dibaca. Kenyataanya, ada permasalahan dalam kegiatan membaca ekstensif di SMP Ma’arif 1
Jatinegara Tegal. Permasalahan tersebut dapat dilihat dari pembelajaran membaca ekstensif yang belum
optimal. Pada pelaksanaan pembelajaran membaca ekstensif, guru menggunakan strategi yang kurang
bervariasi dan kurang inovatif. Guru mengajarkan membaca ekstensif dengan menyuruh siswa secara
langsung membaca teks bacaan yang tersedia dalam buku paket. Guru tidak mengajak siswa melakukan
perencanaan diri secara matang sebelum membaca ekstensif. Pada saat pelaksanaan membaca ekstensif, guru
tidak mengajak siswa melakukan monitoring pemahaman isi bacaan. Guru tidak melakukan pemantauan
terhadap siswa dalam memahami isi bacaan. Pada pascabaca guru langsung menyuruh siswa menjawab
pertanyaan yang tersedia di bawah teks bacaan. Guru tidak memberi kesempatan pada siswa untuk
mengevaluasi diri terhadap pemahaman isi bacaan atau mengadakan remedial dengan mengulang kembali
membaca ekstensif. Hasil kemampuan siswa membaca ektensif masih rendah, nilai rata-rata hanya mencapai
62,05. Apabila dihubungkan dengan Kriteria Ketuntasan Belajar (KKM) mata pelajaran Bahasa Indonesia
kelas I di sekolah tersebut dengan angka minimal 70 hanya ada 3 atau 7,69% dari 39 siswa yang dinyatakan
tuntas belajar.
Salah satu strategi yang efektif untuk mengatasi permasalahan pembelajaran membaca ekstensif
adalah strategi metakognitif. Penggunaan strategi ini dapat efektif karena akan melibatkan rencana-rencana
atau aktivitas mental siswa yang digunakan untuk memperoleh, mengingat, dan memperbaiki berbagai
macam pengetahuan yang diperoleh dari kegiatan membaca ekstensif. Strategi metakognitif dalam membaca
ekstensif merupakan strategi membaca ekstensif yang berkaitan dengan kesadaran siswa untuk mengatur,
mengarahkan, dan mengontrol aktivitas kognitifnya melalui tiga tahap, yaitu (1) tahap perencanaan membaca
ekstensif, (2) tahap pelaksanaan membaca ekstensif dengan pemonitoran, dan (3) tahap penilaian/remedial
membaca ekstensif.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan membaca ekstensif siswa kelas
VII SMP Maarif 1 Jatinegara Tegal melalui strategi metakognitif yang mencakup tahap perencanaan
membaca ekstensif, tahap pelaksanaan membaca ekstensif dengan pemonitoran, dan tahap penilaian/ remidial
membaca ekstensif. Pelaksanaan penelitian tindakan dalam dua siklus, masing-masing tiga pertemuan.
Subjek penelitian seorang guru dan siswa kelas VII di SMP Maarif 1 Jatinegara Tegal yang berjumlah 39
siswa. Istrumen kunci adalah peneliti yang dibantu dengan menggunakan lembar pengamatan, pedoman
wawancara, lembar penilaian proses dan penilaian hasil kemampuan membaca ekstensif, serta lembar catatan
lapangan. Data penelitian ini berupa hasil pengamatan aktivitas guru dan aktivitas siswa, hasil wawancara
dengan guru dan siswa, kumpulan catatan lapangan, dan dokumentasi hasil kerja siswa dari setiap tindakan.
Adapun analisis data dilakukan melalui reduksi data, penyajian data, dan pengambilan simpulan.
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa proses dan hasil tindakan peningkatan kemampuan membaca
ekstensif melalui strategi metakognitif pada siklus I belum berhasil. Proses pembelajaran membaca ekstensif
pada setiap tahap belum maksimal. Pada tahap perencanaan siswa masih mengalami kesulitan dalam
merumuskan tujuan, membuat prediksi cerita, dan merumuskan pertanyaan. Pada tahap pelaksanaan
membaca ekstensif, sebagai siswa tidak melaksanakan membaca ekstensif sampai tuntas sehingga siswa
mengalami kesulitan menemukan pokok-pokok cerita. Pada tahap evaluasi/remidial membaca ekstensif siswa
melakukan evaluasi diri, mengorganisasi pemahaman terhadap isi cerita yang telah dibaca. Remidial
membaca dilakukan setelah siswa menyadari bahwa ada kesulitan dalam memahami cerita yang dibaca. Hasil
pembelajaran membaca ekstensif siklus I belum dinyatakan berhasil. Berdasarkan penilaian hasil dari proses
pembelajaran secara kelompok kemampuan menemukan pokok-pokok isi cerita hanya memperoleh nilai ratarata 62,50, membuat ringkasan isi cerita memperoleh nilai rata-rata 66,67, dan memberi tanggapan terhadap
isi cerita memperoleh nilai rata-rata 67,36. Sedangkan hasil laporan secara individu membuat ringkasan teks
120 KUMPULAN ABSTRAK TESIS & DISERTASI 2010/2011
cerita memperoleh nilai rata-rata 69,59. Siswa yang dinyatakan tuntas sebanyak 23 orang atau 58,98% dan
siswa yang dinyatakan belum tuntas sebanyak 16 orang atau 48,72%.
Pada siklus II proses dan hasil tindakan peningkatan kemampuan membaca ekstensif melalui
strategi metakognitif pada siklus I dinyatakan berhasil. Proses pembelajaran membaca ekstensif pada setiap
tahap dilaksanakan dengan baik. Pada tahap perencanaan, siswa berekplorasi melakukan peninjauan secara
luas teks cerita sehingga tidak lagi menemui kesulitan dalam merumuskan tujuan, membuat prediksi cerita,
dan merumuskan pertanyaan. Pada tahap pelaksanaan, siswa melakukan pemonitoran untuk memahami isi
teks dengan dengan menerapkan teknik-teknik membaca ekstensif, menjawab pertanyaan isi cerita, dan
menemukan pokok-pokok isi cerita. Pada tahap evaluasi/remidial, siswa melakukan evaluasi diri dan
mengorganisasi kembali pemahaman terhadap isi cerita yang telah dibaca. Hasil pembelajaran membaca
ekstensif siklus II telah menunjukkan keberhasilan. Berdasarkan penilaian hasil dari proses pembelajaran
secara kelompok kemampuan menemukan pokok-pokok isi cerita memperoleh nilai rata-rata nilai rata-rata
79,17, membuat ringkasan isi cerita memperoleh nilai rata-rata 78,47, dan memberi tanggapan terhadap isi
cerita memperoleh nilai rata-rata 80,55. Sedangan hasil laporan secara individu membuat ringkasan teks
cerita memperoleh nilai rata-rata 75,64. Siswa yang dinyatakan tuntas sebanyak 39 orang atau 100%. Dari
hasil temuan tersebut dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan yang cukup signifikan dari siklus I ke siklus
II sehingga dapat disimpulkan pembelajaran membaca ekstensif dapat ditingkatkan dengan strategi
metakognitif.
Kata kunci: strategi metakognitif, kemampuan, membaca ekstensif
Improving the Extensive Reading Ability through Metacognitive Strategy of the Seventh
Graders of SMP Ma'arif I Jatinegara Tegal
Edi Puryanto
Puryanto, Edi. 2010. Improving the Extensive Reading Ability through Metacognitive Strategy of the
Seventh Graders of SMP Ma'arif I Jatinegara Tegal. Thesis. Graduate Program of Indonesian
Language Teaching State University of Malang. Advisors: (I) Prof. Dr. H. Suparno, (II) Prof. Dr. H.
Imam Syafi'ie.
Abstract
As one of the language skills, extensive reading is important to be learned and mastered by students.
Extensive reading skills needed to improve student success in learning. Students will obtain knowledge and
broad public understanding of the text being read. In fact, there are problems in reading the extensive activity
in SMP Ma'arif 1 Jatinegara-Tegal. These problems can be seen from reading the extensive learning that has
not been optimal. In the implementation of extensive reading lessons, teachers use strategies that are less
varied and less innovative. Teachers teach students to read extensively by asking directly read the text
readings are available in textbooks. Teachers do not encourage students to do the planning yourself carefully
before reading extensive. At the time of the implementation of extensive reading teachers do not encourage
students to conduct monitoring in understanding the content of reading. Teachers did not monitor the students
in understanding the content of reading. In read post direct teacher ordered students to answer questions that
are available under teks.Teacher does not give opportunity to the students to evaluate themselves on
understanding the content or remedial reading by repeating back to read extensive. The ability of the
extensive reading of students remains low, the average score reached was only 62,05. It was still below the
minimum passing grade (KKM) of Indonesian language subject which is 70 as the minimum passing grade.
There were only three students (7,69%) of 39 students who passed the study.
One effective strategy to overcome the problems of learning to read extensive is metacognitive
strategy. Use of this strategy can be effective because it would involve the plans or mental activity of
students who used fatherly acquire, remember and improve various maacam knowledge gained from
extensive reading activities. Metacognitive strategies in reading extensive reading strategies relating to the
awareness of students to organize, direct, and control the cognitive activities through three stages, namely (1)
stage of read the extensive planning stages, (2) stage of implementation extensive reading with monitoring,
(3) stage of evaluations/remedial reading extensive.
This study was aimed to determine the improvement of extensive reading of the seventh graders of
SMP Ma'arif I Jatinegara Tegal through metacognitive strategy that include planning stage, implementation
stage, and evaluation/ remedial stage. The implementation of this action research consists of two cycles
Program Studi S2 IND 121
within three meetings in each cycle. The subjects of the study are a teacher and 39 students of the seventh
grade of SMP Ma'arif I Jatinegara Tegal. The key instruments of this study are observation sheet, interview
guide, process assessment and evaluation of extensive reading ability, and field notes. The data of this study
are the result of observation to the teacher and students' activity, the result of interview with teacher and
students, the field notes, and the documentation of students' work from each action. The data analysis was
done through data reduction, data presentation, making conclusion.
From the research found that the process and outcome of the improvement of the extensive reading
ability through meta-cognitive strategy in the first cycle was not successful. The learning process of extensive
reading in every stage was not maximized. In the planning stage, students still having problems. In the
implementation stage of extensive reading, some students didn't do the extensive reading completely so that
the students having difficulties in finding the main points of the story. In the evaluation/remedial stage of
extensive reading, the students did self-evaluation, organized their understanding of the content of the story
they have read. Remedial reading was done after students realize that there were difficulties in understanding
the story they have read. The result of the extensive reading cycle I was not successful yet. Based on the
average of the result of learning process evaluation in groups was 62,50, summarizing the story was 66,67,
and giving responds to the story was 67,36. While the result of summarizing the story individually was 69,59.
The students who passed the minimum passing grade were 23 students or 58,98% and the students who didn't
pass the minimum passing grade were 16 students or 48,72%.
In the second cycle, the process and the outcome of extensive reading ability through metacognitive
strategy was successful in the first step. The learning process of extensive reading in every stage was done
properly. In the planning stage, the students explore the story widely so that they didn't find any problems in
organizing the goal, predicting the story, and making questions. In the implementation stage, the students
performed monitoring in understanding the text by using the extensive reading techniques so that they can
comprehend the story and finding the main points of the story. In the evaluation/remedial stage, the students
did self-evaluation and re-organized their understanding about the text that has been read. The result of
extensive reading learning cycle II has shown success. Based on the assessment result of the learning process
doing in groups, the average score of understanding the main points of story was 79,17, summarizing the
story was 78,47, and respond the story was 80,55. While the average score of summarizing the story
individually was 75,64. The students who passed the minimum passing grade was 39 students or 100%. From
the research finding, it can be seen that there is a significant improvement from cycle I to cycle II that can be
concluded that the extensive reading learning can be improved by using metacognitive strategy.
Keywords: metacognitive Strategy, ability, extensive reading
Mitos Etnik Kembaran Papua
Lefaan, Adolina Velomena
Lefaan, Adolina Velomena. 2008. Mitos Etnik Kembaran Papua. Tesis, Program Studi Pendidikan Bahasa
Indonesia, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Malang. Pembimbing: (I) Prof.Dr. Abdul
Syukur Ibrahim, dan (II) Dr. Djoko Saryono, M.Pd.
Abstrak
Mitos Kembaran merupakan warisan turun temurun yang menjadi produk budaya Kembaran. Semua
amanah, petuah, adat istiadat, norna-norma, nilai-nilai serta hukum adat terpatri di dalam mitos Kembaran.
Penuturan yang masih terkemas dalam bentuk oral menunjukkan, bahwa mitos Kembaran terggolong jenis
sastra lisan. Sebagai karya sastra, tentu saja akan tepat jika karya tersebut dimanfaatkan sebagaimana
mestinya. Khususnya di dalam pembelajaran sastra di sekolah, terutama sekolah di Papua, agar dapat
memanfaatkan sebagai bentuk pembelajaran lokal.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan budaya Kembaran yang terpatri di dalam mitos
kembaran. Secara substansial, penelitian ini mengambarkan mengenai tiga hal pokok yakni, (1) tipe mitos
Kembaran yang mencakup, (a) mitos human endogonik, (b) mitos Kosmogonik, (c) mitos asal-usul, dan (d)
mitos transformasi. (2) makna mitos yang mencakup persepsi Kembaran tentang (a) hubungan manusia
dengan manusia, dan (b) hubungan manusia dengan alam. (3) fungsi mitos Kembaran yang mencakup, (a)
fungsi mistis, (b) fungsi kosmologis, (c) fungsi pedagogis.
Pedekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan ancangan
hermeneutika,yang merujuk pada ilmu interpretasi. Dalam kaitannya dengan interpretasi pada teks mitos
122 KUMPULAN ABSTRAK TESIS & DISERTASI 2010/2011
Kembaran, digunakan hermeneutika objektif (Overmann dkk., 1979:368). Hermeneutika objektif dianggap
sebagai perspektif metodologois yang cocok bagi kebutuhan kajian mitos Kembaran, karena teks mitos itu
sendiri mengandung tanda-tanda budaya. Tanda-tanda itu memerlukan pemahaman secara total di dalam
konteks masyarakat pemiliknya. Selain itu digunakan pula hermeneutika Ricoeur dan Dilthey sebagai
pelengkap dan bandingan guna kelengkapan interpretasi terhadap mitos Kembaran. Berdasarkan temuan
lapangan, terdapat 13 teks mitos Kembaran. Pengklasifikasian itu terdiri atas, empat tipe, yang meliputi (1)
mitos human endogonik, (2) mitos kosmogonik, (3) mitos asal-usul, dan (4) mitos transformasi.
Hasil analisis menunjukkan bahwa makna mitos kembaran mengacu pada dua pola hubungan yaitu,
(1) hubungan manusia dengan manusia, dan (2) hubungan manusia dengan alam. Mitos Kembaran memiliki
potensi yang dapat mempengaruhi, dan mengarahkan pikiran, perasaan, serta perilaku personal maupun
kolektif masyarakat Kembaran. Penuturan cerita mitos ini pada hakikatnya mempunyai peran sebagai
ungkapan dan rumusan kepercayaan terhadap agama suku, norma, adat-istiadat,dan memberi pendidikan
praktis kepada orang kembaran agar dapat menghargai dan melestarikan relasi dengan alam sekitarnya, serta
memperkokoh relasi dengan kosmologis Kembaran. Temuan ini menghasilkan 4 fungsi penting dalam mitos
Kembaran, yakni fungsi mistis, kosmologis, sosiologis, dan pedagogis.
Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini, bahwa mitos Kembaran merupakan sastra lisan
kembaran yang tercermin dalam sikap, perilaku, dan tindakan berpola orang Kembaran, merupakan produk
budaya kembaran. Mitos Kembaran merangkum, dan merumuskan semua pengetahuan Kembaran yang
terkemas rapih dengan bahasa sebagai media penyampaian, serta norma, dan hukum adat sebagai fungsi
kontrol terhadap sejumlah aturan yang terstruktur berdasarkan konvensi kolektifitas Kembaran.
Secara holistis teks mitos Kembaran memiliki satu tema sentral yaitu, tema asal-usul. Berdasarkan
perspektif sastra lisan, mitos kembaran mengacu pada dua relasi, yakni hubungan manusia dengan manusia
dan relasi hubungan manusia dengan alamnya. Secara esensial relasi hubungan tersebut terjalin sejak nenek
moyang Kembaran memulai segala kehidupan mereka di atas bumi. Orang Kembaran tidak hanya menjalin
hubungan diantara mereka yang masih hidup, tetapi juga dengan para leluhur yang telah berada di alam sana.
Fenomena ini di buktikan melalui berbagai ungkapan amanah di dalam cerita mitos, dan tindakan
bermakna kembaran dalam keseharian mereka. Secara koherensif pengetahuan kembaran dalam kehidupan
sangat erat dengan ekologi Kembaran. Mereka menghargai dan menghormati setiap perjuangan nenek
moyang yang telah mewarisi tanah sebagai pusaka. ”Tanah begitu sakral,” sehingga disimbolkan sebagai
”rahim seorang perempuan,” artinya sebagai kandungan seorang Ibu yang melahirkan manusia Kembaran di
atas bumi. Makna tanah menjadi hakikat yang mendasari kebijakan positif dalam kolektifitas Kembaran.
Sebagai tendensi dalam kolektivitas komunal Kembaran, maka motif tadi mengkosntruksikan pikiran,
perasaan, perilaku serta karateristik Kembaran dalam menjalani hidup. Dalam perspektif fungsional, peranan
mitos Kembaran sangat memengaruhi sistem yang berada di dalam keseharian Kembaran.
Kata kunci: mitos kembaran, tipe, makna, dan fungsi
Myths of Ethnic Kembaran Papua
Lefaan, Adolina Velomena
Lefaan, Adolina Velomena. 2008. Myths of Ethnic Kembaran Papua. Thesis. Post-Graduate School, State
University of Malang. Supervisor: (I) Prof. Dr. Abdul Syukur Ibrahim, and (II) Dr. Djoko Saryono,
M.Pd.
Abstract
The myths of Kembaran is a heritage from previous generations that has become a cultural product.
All wisdom and knowloedge, tradition, norms, values and traditional laws are contained within the myths of
Kembaran. The oral tradition by which these myths are passed on shows that myths of Kembaran are part of
the oral literature. As works of literature, it would be appropriate when these myths are used properly,
especially for literature classes in schools, especially those in Papua, so that it can be used for local learning.
This research aims to describe the culture of Kembaran as inscribed in the myths of twins.
Substantially, this research describes three main points, that is: (1) the types of myths of Kembaran, which
includes: (a) the myth of endogenous human, (b) cosmogonic myths, (c) myths of origin, and (d) myths of
transformation; (2) the meaning of myths, which includes: (a) the relation among human beings and (b) the
relation between human beings and nature; and (3) the function of myths of twins, which includes: (a) the
mystical function, (b) the cosmological function, and (c) pedagogical function.
Program Studi S2 IND 123
The approach used in this research is qualitative approach with hermeneutics design, which refers to
the science of interpretation. For the interpretation of the text of Kembaran myths, objective hermeneutics is
used here (Overman et. al., 1979:368). Objective hermeneutics is considered as the proper methodological
perspective for the study of Kembaran myths because the text of the myths itself contains cultural signs. The
signs require total understanding of the context of its speakers. This research also uses the hermeneutics of
Ricoeur and Dilthey as supplementary and comparative analysis in order to have a complete interpretation of
the myths of Kembaran. Based on field findings, there are 13 texts of twin myths, which can be classified
into 4 types, that is: (1) the myth of endogenous human, (2) the cosmogonic myth, (3) myths of origin, and
(4) myths of transformation.
The result of the analysis shows that the meaning of twin myths refers to two kinds of relation, that
is: (1) relation among human beings, and (2) relation between human beings and nature. The myths of twins
has the potential to influence and direct thoughts, feelings and behavior, both personal and collective, of the
society of Kembaran. The utterance of the myths plays a fundamental role as the expression and formulation
of the belief on tribal religion, norms, and tradition and also as practical education for the people of
Kembaran so that they can appreciate and preserve their relation with their surroundings, and also as a means
to fortify the cosmology of Kembaran. The result shows that there are 4 important functions of the myths of
Kembaran, that is: mystical function, cosmological function, sociological function and pedagogical function.
The conclusion of this research is that the myths of Kembaran is the oral tradition of the Kembaran
people and it is reflected in the attitude, behavior, and patterned action of the Kembaran people, which is the
product of the culture of Kembaran. The myths of Kembaran summarizes and formulate all knowledge of the
Kembaran people as found in their language as medium of expression, and the norms and traditional law as
the control function for the rules which are structured based on the conventions of the Kembaran collective.
In holistic terms, the text of Kembaran myths has one central theme, that is the theme of origin.
According to the perspective of oral literature, the myths of Kembaran refers to two relations, that is the
relation among human beings and the relation between human beings and nature. Essentially, the relation has
been formed since the ancestors of Kembaran people began their life on the face of the earth. The people of
Kembaran maintain their relation not only with the living, but also with their ancestors in the Afterlife.
The phenomenon is evident from the various expression in the myths, and also from the actions of
the Kembaran people in their daily lives. Comprehensively, the knowledge of the Kembaran people in their
life is strongly related with the ecology of the Kembaran people. They value and respect the effort of their
ancestors who have passed on to them the land as heritage. “The land is sacred”, and hence it is symbolized
as “the womb of a woman”, meaning that land is the womb of a mother who gives birth to Kembaran people
on earth. Therefore, land is the principle that serves as the foundation for the positive wisdom in the
Kembaran collective. As a tendency in the collective of Kembaran, the motive can be said to characterize the
thoughts, feelings, behavior and characteristics of the Kembaran people in living their lives. In functional
perspective, the role of Kembaran myths is very strong in the system of the daily lives of the Kembaran
people.
Keywords: myths of Kembaran, type, meaning and function.
Peningkatan Kemampuan Menulis Cerpen dengan Menggunakan Strategi Webbing Siswa
Kelas X SMA Muhammadiyah 2 Kertosono
Effendi, Puji Astuti Rahayu
Effendi, Puji Astuti Rahayu. 2010. Peningkatan Kemampuan Menulis Cerpen dengan Menggunakan Strategi
Webbing Siswa Kelas X SMA Muhammadiyah 2 Kertosono.Tesis. Jurusan Pendidikan Bahasa
Indonesia, Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Pembimbing: (I) Prof. Dr. Imam
Syafi’ie, (II) Prof. Dr. A. Syukur Ghazali.
Abstrak
Menulis cerpen merupakan salah satu kompetensi dasar menulis sastra yang wajib dikuasai oleh
siswa di kelas X. Tujuannya agar siswa mampu mengekspresikan pikiran, ide, gagasan, pengalaman, dan
imajinasinya melalui menulis cerpen. Kenyataannya, ditemukan permasalahan dalam pembelajaran menulis
cerpen di kelas X SMA Muhammadiyah 2 Kertosono. Beberapa permasalahan tersebut adalah, siswa sulit
menemukan ide yang kreatif dan segar, sulit mengaplikasikan unsur-unsur pembangun cerpen, sulit
menggunakan pilihan kata, dan mengaplikasikan pengalaman pribadi siswa ke dalam cerpen. Dalam proses
124 KUMPULAN ABSTRAK TESIS & DISERTASI 2010/2011
pembelajaran, guru tidak memberikan materi yang cukup tentang menulis cerpen dan belum membimbing
siswa selama proses menulis. Akibatnya, siswa mengalami kesulitan ketika menulis cerpen dan isi ceritanya
kurang hidup.
Untuk mengatasi masalah tersebut, dirancang penelitian tindakan kelas dengan menggunakan
strategi webbing. Dipilihnya strategi webbing karena: pertama, strategi webbing didasari pada teori yang
memudahkan dan menyenangkan anak untuk mengembangkan pengetahuan dan pengalaman yang ada di
pikirannya dalam bentuk visualisasi gambar dan tulisan; dan kedua, webbing merupakan alat untuk
membantu siswa berpikir secara sistematis dan terorganisasi dengan baik karena ide-ide di otak yang sifatnya
masih abstrak dapat divisualisasikan secara konkrit dalam bentuk kata-kata kunci yang diletakkan dalam
bulatan-bulatan webbing sehingga siswa dengan mudah dapat mengembangkan kata-kata kunci tersebut
menjadi kalimat, paragraf, dan akhirnya menjadi sebuah cerpen yang utuh. Penelitian ini dilaksanakan dalam
dua siklus, masing-masing tiga pertemuan. Tujuannya adalah meningkatnya kemampuan siswa menulis
cerpen dengan menggunakan strategi webbing pada tahap pemunculan ide, pengembangan ide, penulisan draf
awal cerpen, dan penyempurnaan cerpen.
Sumber data berasal dari pelaksanaan pembelajaran menulis cerpen siswa kelas X SMA
Muhammadiyah 2 Kertosono dengan menggunakan strategi webbing. Data penelitian meliputi data
kuantitatif berupa nilai tes awal kemampuan siswa menulis cerpen, nilai kemampuan siswa menulis cerpen
setelah diterapkan tindakan, dan data penilaian proses aktivitas guru dan siswa selama pelaksanaan tindakan.
Selain itu, juga data kualitatif berupa data hasil observasi dan wawancara tahap studi pendahuluan, catatan
pengamatan aktivitas guru dan siswa selama pelaksanaan tindakan, serta data hasil wawancara dengan guru
dan siswa pada setiap akhir tindakan. Pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan studi dokumen.
Adapun analisis data dilakukan melalui reduksi data, penyajian data, dan pengambilan simpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan siswa pada tahap pemunculan
ide, pengembangan ide, penulisan draf awal cerpen, dan penyempurnaan cerpen. Pada tahap pemunculan ide
siklus I, guru menampilkan gambar-gambar peristiwa dan aktivitas siswa. Hal ini mengakibatkan
pemunculan ide yang banyak namun kurang beragam, yaitu hanya mengangkat seputar peristiwa dan
aktivitas siswa di sekolah. Pada siklus II, guru menampilkan gambar-gambar peristiwa yang tidak hanya
berisi peristiwa dan aktivitas siswa di sekolah, tapi juga menampilkan gambar-gambar peristiwa dan kejadian
dalam masyarakat yang lebih luas. Hasilnya, ide-ide yang diangkat siswa semakin beragam, tidak hanya
seputar dunia remaja namun juga mengangkat masalah-masalah dalam kehidupan masyarakat secara luas,
seperti kemiskinan, bencana alam, pengemis tua, dan sebagainya.
Pada tahap pengembangan ide, yaitu pengembangan webbing tema, sub-subtema yang merupakan
rincian dari tema semakin mendukung atau mencerminkan tema utama, serta rumusan subtema tidak lagi
hanya sekedar penjabaran cerita saja dari tema yang diangkat, namun sudah menunjukkan perincian ide dasar
tambahan. Pada pengembangan webbing alur, sudah adanya konsistensi antara peristiwa dalam tahapan
dengan rincian peristiwa-peristiwanya, adanya ketepatan dalam penentuan peristiwa tiap tahapan,
pengembangan alur dan tahapan alur lebih dirinci dalam unit-unit peristiwa, dan adanya perincian pada tahap
konflik. Pada tahap pengembangan webbing tokoh, siswa sudah menentukan tokoh-tokohnya, baik tokoh
utama protagonis, antagonis, dan tokoh tambahan. Keadaan fisik dan sifat tokoh pun semakin dapat
dideskripsikan secara detail. Pada tahap pengembangan webbing latar, baik latar tempat, waktu, maupun
suasana sudah dirinci, lengkap dengan karakteristik dan sifat khasnya. Pada tahap pengembangan webbing
sudut pandang, siswa telah merinci dengan masing-masing jenis sudut pandang dengan ciri khasnya, serta
sudah menentukan sudut pandang yang dipakai dalam pengisahan cerpennya.
Pada tahap penulisan draf awal cerpen, siswa menunjukkan kemampuan dalam menulis pembuka
cerpen, pendeskripsian karakter tokoh, pendeskripsian latar, pemunculan konflik, pemberian peleraian, dan
penutup cerpen, yang secara umum tulisan siswa semakin baik dan menarik, sehingga kualifikasinya
meningkat dari kualifikasi cukup pada siklus I ke kualifikasi baik pada siklus II. Pada tahap penyempurnaan
cerpen siklus I, siswa menunjukkan kemampuan dalam menyunting dan merevisi cerpen, yang secara umum
siswa dapat menyunting pembuka cerpen, pendeskripsian tokoh, pendeskripsian latar, pengembangan alur,
penutup cerpen, pemilihan kata, penggunaan bahasa, dan penggunaan ejaan dan tanda baca, sehingga
kualifikasinya meningkat dari kualifikasi cukup pada siklus I ke kualifikasi baik pada siklus II.
Berdasarkan peningkatan hasil dan produk tersebut, kemampuan siswa dalam menulis draf akhir
cerpen mengalami peningkatan, baik dari segi pemilihan tema, pengembangan alur, penggambaran karakter
tokoh, penggambaran latar, penggunaan gaya bahasa, maupun ejaan dn tanda baca, sehingga dapat
disimpulkan pembelajaran menulis cerpen dapat ditingkatkan dengan strategi webbing.
Kata kunci: peningkatan kemampuan, pembelajaran, menulis cerpen, strategi webbing
Program Studi S2 IND 125
Short Story Writing Skills Improvement Through The Use Of Webbing Strategy for Tenth
Grade Students of SMA Muhammadiyah 2 Kertosono
Effendi, Puji Astuti Rahayu
Effendi, Puji Astuti Rahayu. 2010. Short Story Writing Skills Improvement Through The Use Of Webbing
Strategy for Tenth Grade Students of SMA Muhammadiyah 2 Kertosono. Thesis. Study Program of
Indonesian Language Education. Post-Graduate Program of State University of Malang. Advisors:
(1) Prof. Dr. Imam Syafi'ie, (II) Prof. Dr. A. Syukur Ghazali.
Abstract
In the specific curriculum for educational level (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, KTSP), the
course of Indonesian Language for the tenth grade of general high schools (SMA) and Islamic high schools
(MA) has stated that skills in writing short story based on personal experience should be acquired by
students. It is intended that students can be aware of, understand and be capable of writing short story.
Writing short story requires a development of students' creativity through stages with intensive and
continuous training, which requires active participation from the students in writing process. However, in
practice, the result of initial study on the short story writing skill conducted on the tenth grade students in
SMA Muhammadiyah 2 Kertosono shows that students are faced with several problems, that is: finding fresh
and creative ideas, applying the building blocks of a short story, diction, correct punctuation, and description
of students' own personal experience into the short story. In the learning process, it is found that teachers do
not give sufficient material on short story writing and do not provide sufficient guidence to the students
during the writing process. It is no wonder that students seem to be lacking in motivation and less active in
the learning process.
This condition can be overcome when teachers are capable of creating a creative and fun learning.
One of the means to do so is by planning an interesting, creative, innovative and fun learning strategy using
the webbing strategy. This research aims to improve the students' capability in writing short stories using
webbing strategy through the stages of idea generation, idea development, writing early draft of the short
story and finalizing the short story. Webbing strategy is chosen due to several reasons, the first being that
webbing strategy is based on a theory that facilitates and brings fun for the children in the development of
knowledge and experience in their minds in the form of visualization and verbal description. The second is
that webbing is a means to assist the students to think in a systematic and well-organized manner so that
students can make better plan for their short story.
This research uses qualitative approach, with the design of class action research (penelitian tindakan
kelas, PTK). This research is implemented in two cycles, where each cycle is carried out in three meetings
that is designed to be sequential and continuous. This research consists of several stages, that is: initial study,
action planning, action implementation, observation, evaluation and reflection. The research for the first
cycle was carried out on 18 March 2010, 19 March 2010 and 1 April 2010, while the second cycle was
carried out on 8 April 2010, 9 April 2010 and 15 April 2010. The subject of this research is the tenth grade
students (class X-3) of SMA Muhammadiyah 2 Kertosono, comprised of 29 students.
Data for the study is grouped in accordance with the formulation of research question, that is: (1)
data for the stage of idea generation, (2) data for the stage of idea development, (3) data for the stage of early
draft writing, and (4) data for the stage of finalizing the short story. This research was carried out by (1) data
collection instruments in the form of researcher as primary instrument, aided by observation guidelines,
interview guidelines, documentation guidelines, LKS; (2) instruments for data processing, in the form of: (a)
guidelines for analyzing the process and result of teacher focus, (b) guidelines for the analysis of the process
and result of student focus, and (c) guidelines on the short story writing capability. Data was analyzed by
flow model (model alir) analytical techniques, which is comprised of four activities, that is data collection,
data reduction, data presentation and conclusion. Validity of the data is tested by the technique of observation
intensity, triangulation with sources and peer review.
In general, the result of learning how to write short story using webbing strategy is quite well and
has gone in proper stages. In the stage of ide generation, students showed the ability to generate ideas in the
idea list. In average, the ideas presented by students have varying theme, ranging from teenage life to the
problems in social life, and in general the students achieve the same qualification, that is “good”, but the
average score has improved from the first to the second cycle. In the stage of idea development, students
showed their capability in developing a webbing for themes, plot, characters, setting and points of view, and
in general the webbing has been developed and elaborated in many detailed branches and sub-branches, so
that their qualification improves from “sufficient” in the first cycle into “good” in the second cycle. In the
126 KUMPULAN ABSTRAK TESIS & DISERTASI 2010/2011
stage of writing early/initial draft of the short story, students show their capability in writing the opening part
of the short story, presenting the characters, describing the settings, presenting the conflict, presenting the
solution and providing the conclusion for the short story. In general, the students' work is getting better and
more interesting, resulting in the improvement of qualification from “sufficient” in the first cycle into “good”
in the second cycle. For the stage of finalizing the short story, in the first cycle, the students showed their
capability in editing and revising the short story, and in general students can edit the opening, character
description, setting description, plot development, closing, diction, usage, and punctuation and spelling, so
that their qualification improves from “sufficient” in the first cycle into “good” in the second cycle.
Based on the improvement of the product of writing, the capability of students in writing the final
draft of the short story has improved, both in terms of the selection of themes, plot development, character
description, setting description, language style, and punctuation and spelling, so it can be concluded that
learning in short story writing can be improved by webbing strategy.
Keywords: skill improvement, learning, short story writing, webbing strategy
Program Studi S2 IND 127
ABSTRAK
Badrih, Moh. Struktur Retorik Tragedi Cinta Retno Wulan. Tesis Program Studi Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia, Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Pembimbing: (I) Prof. Dr. H. Imam
Syafi’ie, (II) Prof. Dr. Maryaeni, M.Pd.
Kata Kunci: struktur, retorika, ludruk, Retno Wulan.
Retorika yang digunakan pada pertunjukan ludruk telah merebak dan menggeser retorika verbal atau
oral yang hanya berfokus pada ceramah dan pidato. Konsep ini merupakan salah satu rute pemekaran bakatbakat tertinggi manusia, yakni rasio dan cita rasa lewat bahasa selaku kemampuan untuk berdialog yang
ditampilkan dalam ludruk.
Selain itu, sebagai suatu upaya persuasi khalayak retorika yang digunakan tidak hanya hidup dalam
ranah produksi tetapi juga dalam ranah konsumsi. Retorika pementasan ludruk ditujukan supaya pendengar
tergerak mengkonsumsi apa yang disampaikan oleh para pemeran dalam setiap dialognya ataupun
panampilannya. Sebagai persuasi, menurut Kenneth Burke rutenya adalah identifikasi, menurut Rene Girard
adalah mimesis atau peniruan terhadap ‘model’.
Kaitannya dengan hal di muka, retorika mempunyai subtansi yang bertujuan fungsional. Barrett
mengatakan bahwa “setidaknya pemakai retorika berusaha agar efektif, untuk mendapatkan jawaban,
menjadi orang, dikenali, didengarkan, dishahihkan, dimengerti dan diterima”. Dengan demikian tujuan
interaksi retoris merupakan dasar bersama tempat menjalin hubungan secara sukses.
Berdasarkan deskripsi di atas penelitian ini merumuskan masalah sebagai berikut, (1) bagaimanakah
struktur gagasan ludruk tragedi cinta Retno Wulan?, (2) bagaimanakah struktur paparan ludruk tragedi cinta
Retno Wulan?, dan (3) bagaimanakah struktur bahasa ludruk tragedi cinta Retno Wulan? Untuk menjawab
pertanyaan di atas penelitian ini memakai pendekatan kualitatif karena data yang diperoleh berdasarkan
deskripsi yang terdapat dalam ludruk tragedi cinta Retno Wulan bersifat kualitatif, yaitu lirik diksi dan bukan
angka.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam ludruk tragedi cinta Retno Wulan (1) terdapat struktur
gagasan yang meliputi (a) proposisi, yaitu proposisi tunggal proposisi majemuk, proposisi universal afirmatif,
proposisi universal negatif, proposisi partikular afirmatif, dan partikular negatif, (b) argumen, dan (c)
penalaran; (2) berdasarkan kebertalian antar kalimat terdapat struktur paparan, yaitu (a) kohesi yang
berbentuk referensi, deiksis, subtitusi, elepsis, konjungsi, dan hubungan leksikal, dan (b) koherensi yang
dapat dilihat berdasarkan prinsip interpretasi, dan analogi; (3) di samping struktur paparan juga terdapat
struktur bahasa, meliputi (a) diksi berupa nomina, verba, adjektiva, pronomina, (b) kalimat berupa kalimat
imperatif tak transitif, kalimat imperatif transitif, kalimat imperatif halus, kalimat imperatif permintaan,
kalimat imperatif permintaan dan harapan, kalimat imperatif larangan, kalimat imperatif pembiaran, kalimat
interogatif, dan kalimat ekslamatif, (c) gaya bahasa retorik berupa aliterasi, asonansi, anastrof, apafasis,
apostrof, polisindeton, kiasmus, eufemismus, litotes, histeron proteron, pleonasme, prolepsis atau antipasis,
aroteris, hiperbol.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam ludruk tragedi cinta Retno Wulan terdapat
struktur gagasan berupa proposisi, argumen, dan penalaran, sedangkan dalam bentuk struktur paparan
terdapat kebertalian kohesi dan koherensi. Selain itu, dalam struktur bahasa terdapat pilihan kata (diksi),
kalimat, dan gaya bahasa.
Bertitik tolak dari temuan penelitian ini, beberapa saran yang diperkirakan dapat meningkatkan
persentase dan kualitas struktur retorik. Saran yang diajukan tersebut ialah (1) dapat dijadikan referen untuk
menambah wawasan dalam bidang retorika dan sastra; (2) dapat dijadikan referensi untuk memperkaya
khasanah keilmuan dan menyelesaikan berbagai persoalan retorika komunikasi khususnya yang berbahasa
Madura; (3) dapat dijadikan rujukan untuk meneliti kebudayaan (bahasa lisan) pada bidang dan kebudayaan
yang lain; (4) hendaknya menjadi pegangan untuk mengajarkan kajian retorika secara komprehensif.
Sehingga kajian retorika tidak hanya terfokus pada contoh ceramah dan pidato saja, melainkan juga pada
sastra lisan seperti ludruk.
ABSTRACT
Badrih, Moh. Love Tragedy rhetorical structure Retno Wulan. Thesis Study Program Indonesian
Language and Literature Education, Graduate Program, State University of Malang. Advisors: (I) Prof. Dr.
H. Imam Syafi'ie, (II) Prof. Dr. Maryeni, M.Pd.
Keywords: structure, rhetoric, ludruk, Retno Wulan.
128 KUMPULAN ABSTRAK TESIS & DISERTASI 2010/2011
The rhetoric used on the show has spread and shift ludruk verbal or oral rhetoric which only focuses
on lectures and speeches. This concept is one route expansion supreme talents of man, namely the ratio and
tastes through language as the ability to dialogue that is displayed in ludruk.
In addition, as an effort to persuade the public rhetoric is used not only live in the realm of
production but also in the sphere of consumption. Ludruk staging rhetoric aimed at hearing moved to
consume what is conveyed by the cast in any dialogue or panampilannya. As persuasion, according to
Kenneth Burke route is identified, according to Rene Girard is mimesis or imitation of the 'model'.
Relation to the matter in advance, the rhetoric has a substance which aims functional. Barrett said
that "at least trying to be effective users of rhetoric, to get answers, be a man, recognized, heard, dishahihkan,
understood and accepted ". Thus the purpose of rhetorical interaction is the basis of common place in a
successful relationship.
Based on the above description of this study to formulate the problem as follows, (1) how the
structure of the idea of love Retno Wulan ludruk tragedy?, (2) how the structure of exposure to the tragedy of
love Retno Wulan ludruk?, and (3) How language structures Retno Wulan ludruk tragedy of love? To answer
the above questions this study uses a qualitative approach because the data obtained based on the description
contained in the tragedy of love Retno Wulan ludruk is qualitative, namely lyric diction and not a number.
The results showed that in the love tragedy ludruk Retno Wulan (1) there are structures of ideas that
include (a) propositions, namely propositions single compound proposition, the proposition of universal
affirmative, universal negative proposition, particular affirmative proposition, and particular negative, (b)
argument, and (c) reasoning, (2) based on inter-sentence kebertalian there is exposure to the structure, namely
(a) cohesion in the form of reference, deiksis, substitution, elepsis, conjunctions, and lexical relations, and (b)
coherence which can be viewed on the principle of interpretation, and analogy, (3) in addition to the structure
there is also exposure to language structure, covering (a) the diction in the form of nouns, verbs, adjectives,
pronouns, (b) sentences in the form of imperative sentences intransitive, transitive imperative sentences,
imperative sentences fine, sentence imperatively demand , imperative sentences demand and expectations,
imperative sentences ban, omission imperative sentence, interrogative sentences, and sentences ekslamatif,
(c) the style of rhetorical language in the form of alliteration, asonansi, anastrof, apafasis, apostrophes,
polisindeton, kiasmus, eufemismus, litotes, histeron proteron, redundance, prolepsis or antipasis, aroteris,
hyperbole.
It can be concluded that the tragedy ludruk Retno Wulan love the idea of propositions contained
structure, arguments, and reasoning, whereas exposure in the form of structural cohesion and coherence are
kebertalian. In addition, there is language in the structure of word choice (diction), sentence, and style of
language.
Based on the findings of this study, some suggestions are expected to increase the percentage and
quality of rhetorical structure. Suggestion that is (1) can be used as the referent to broaden the field of
rhetoric and literature, (2) can be used as a reference to enrich the knowledge and solve various problems,
especially the language of communication rhetoric Madura, (3) can be a reference to examine the culture
(spoken language) in the field and other cultures, (4) should be a handle to teach in a comprehensive study of
rhetoric. So the study of rhetoric is not only focused on the sample lectures and speeches, but also on oral
literature such as ludruk.
Program Studi S2 IND 129
ABSTRAK
Murahim, 2010. Ekspresi Nilai-Nilai Budaya Sasak Kemidi Rudat Lombok: Perspektif
Hermeneutika. Tesis, Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Program Pascasarjana, Universitas Negeri
Malang. Pembimbing: (1) Prof. Dr. H. Abdul Syukur Ibrahim, (II) Dr. Djoko Saryono, M. Pd.
Kata kunci: nilai budaya, Sasak, Kemidi Rudat.
Setiap daerah memiliki satu bentuk kesenian yang menjadi simbol dan identitas daerah tersebut.
Pulau Lombok yang didiami suku Sasak juga memiliki satu bentuk kesenian yang merupakan warisan budaya
dan memiliki sejumlah nilai yang menjadi pedoman perilaku dalam kehidupan sehari-hari sehingga layak
untuk dipertahankan keberadaannya. Kesenian tersebut adalah seni teater tradisional Kemidi Rudat Lombok.
Upaya pemertahanan Kemidi Rudat Lombok sebagai seni khas daerah juga merupakan upaya pemertahanan
kandungan nilai-nilai yang berada di dalamnya. Penelitian ini merumuskan masalah nilai-nilai budaya apa
saja yang diekspresikan melalui pementasan Kemidi Rudat Lombok yang meliputi (1) nilai-nilai religius apa
saja yang diekspresikan melalui pementasan Kemidi Rudat Lombok?, (2) nilai-nilai filosofis apa saja yang
diekspresikan melalui pementasan Kemidi Rudat Lombok?, (3) nilai-nilai etis apa saja yang diekspresikan
melalui pementasan Kemidi Rudat Lombok?, dan (4) nilai-nilai estetis apa saja yang diekspresikan melalui
pementasan Kemidi Rudat Lombok?
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai-nilai budaya sasak dalam seni teater tradisional
Kemidi Rudat Lombok. Nilai-nilai budaya yang dimaksud adalah (1) nilai religius, yang meliputi (a) nilai
akidah, (b) nilai ibadah, dan (c) nilai muamallah; (2) nilai filosofis, yang meliputi filosofi (a) epe-aik (sang
pemilik),(b) gumi-paer (bumi-tanah/tanah air), dan (c) budi-kaye (kekayaan budi pekerti); (3) nilai etis, yang
meliputi (a) kepatutan dan kerja keras, (b) kepatuhan dan disiplin, (c) kepacuan atau ketekunan; (4) nilai
estetis, yang meliputi (a) wujud atau rupa, (b) bobot atau isi, (c) penampilan atau penyajian.
Penelitian ini menggunakan pendekatan hermeneutika, yaitu penafsiran secara mendalam terhadap
sebuah fenomena budaya. Pendekatan ini memiliki kaidah: (1) dibutuhkan keterlibatan dan atau partisipasi,
(2) setiap usaha penafsiran, tidak bisa dihindari adanya akibat ikutan dari partisipasi dan latar belakang
penafsir, (3) upaya penafsiran harus dilihat sebagai proses pendekatan kepada makna sejati, (4) walaupun ada
wilayah perbedaan karena partisipasi dan latar belakang penafsir, niscaya ada pula wilayah yang
mempertemukan antar penafsir, pemahaman bersama terhadap suatu masalah.
Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa Kemidi Rudat terdiri dari dua bagian penting yaitu bagian
rudat, sebagai bagian pembuka, dan kemidi sebagai bagian inti yang merupakan bagian pementasan yang
menyajikan cerita tentang perjalanan dua kerajaan yaitu kerajaan Ginter Baya dengan Raja Indra Bumaya
sebagai rajanya dan kerajaan Puspasari dengan Sultan Ahmad Mansyur sebagai rajanya. Cerita tersebut diberi
judul ”Prahara di Ginter Baya”. Nilai-nilai budaya yang berupa nilai religius, filosofis, etis, dan estetis
ditemukan dalam dialog-dialog antar tokoh, perilaku tokoh, dan sikap tubuh para pemain. Semua nilai
budaya yang ditemukan dihubungkan dengan sistem nilai dasar dalam masyarakat Sasak, hukum adat dan
kitab tembang suluk berbahasa Sasak ”Tapel Adam” yang banyak berisi nilai-nilai kebijaksanaan hidup
manusia Sasak.
Bertitik tolak dari temuan penelitian ini, diajukan saran agar penelitian ini dapat dijadikan salah satu
media untuk melakukan penelitian lanjutan tentang Kemidi Rudat Lombok. Temuan penelitian ini juga dapat
dijadikan sebagai media pengajaran tentang kearifan lokal masyarakat Sasak di pendidikan dasar dan
menengah sehingga budaya luhur masyarakat Sasak lebih dikenal dan dihayati. Dalam aspek implikasi, teori
hermeneutika dapat dijadikan alternatif untuk menggali khasanah kebudayaan dengan tafsir yang dalam dan
akurat. Selain itu, penelitian ini dapat dijadikan titik tolak pelambagaan nilai dalam masyarakat Sasak
sehingga lebih dikenal dan diaplikasikan dalam kehidupan.
ABSTRACT
Murahim, 2010. Expression of Cultural Values Kemidi Rudat Sasak Lombok: Perspectives
Hermeneutics. Thesis, Indonesian Education Study Program, Graduate Program, State University of Malang.
Advisors: (1) Prof. Dr. H. Abdul Syukur Ibrahim, (II) Dr. Djoko Saryono, M. Pd.
Keywords: cultural values, Sasak, Kemidi Rudat.
Each region has one art form as the symbol and the identity of the area. Inhabited the island of
Lombok Sasak tribe also a form of art that represents the cultural heritage and a number of values that guide
behavior in everyday life so worthy to be protected. Art is a traditional theater art Kemidi Rudat Lombok.
Preservation efforts Kemidi Rudat Lombok as typical of the region is also an art preservation efforts content
values in it. This study formulates the problem of cultural values whatever Kemidi Rudat expressed through
the staging of Lombok include (1) religious values whatever Kemidi Rudat expressed through the staging of
130 KUMPULAN ABSTRAK TESIS & DISERTASI 2010/2011
Lombok?, (2) the values of what is expressed philosophically through staging Rudat Kemidi Lombok?, (3)
what ethical values are expressed through staging Kemidi Rudat Lombok?, and (4) what aesthetic values are
expressed through staging Kemidi Rudat Lombok?
This study aimed to describe the cultural values of traditional theater arts Sasak in Kemidi Rudat
Lombok. Cultural values in question are (1) religious values, which include (a) the value of faith, (b) the
value of worship, and (c) muamallah value, (2) philosophical values, which include philosophy (a) the epeaik ( the owner), (b) gumi-paer (bumi-tanah/tanah air), and (c) mind-kaye (wealth of character), (3) ethical
values, which include (a) decency and hard work, (b ) obedience and discipline, (c) kepacuan or persistence,
(4) aesthetic value, which includes (a) the form or manner, (b) the weight or contents, (c) the appearance or
presentation.
This study used hermeneutic approach, namely in-depth interpretation of a cultural phenomenon.
This approach has a rule: (1) required the involvement and or participation, (2) any attempt of interpretation,
could not avoid the effect of participation and follow-up background interpreter, (3) the effort of
interpretation should be seen as a process approach to the true meaning, (4 ) although there are differences in
the region because of the participation and background interpreter, surely there is also the region joining
between the interpreter, shared understanding of a problem.
The research found that Kemidi Rudat consists of two important parts of the Rudat, as the opener,
and Kemidi as part of the core which is part of staging that presents a story about the journey of two
kingdoms namely Ginter Baya kingdom by King Indra Bumaya as its king and royal Puspasari by Sultan
Ahmad Mansour as its king. The story is entitled "Prahara in Ginter Baya". Cultural values that form of
religious values, philosophical, ethical, and aesthetic found in the dialogues between characters, character
behaviors, and gestures of the players. All the cultural values that are found associated with the basic value
system in society Sasak, customary law and the book of songs Sasak language mysticism "Tapel Adam"
which many contain the values of human life wisdom Sasak.
Based on the findings of the study, submitted suggestions are forwarded that study can be used as a
medium to conduct advanced research on Kemidi Rudat Lombok. The findings of this study can also be used
as a medium for teaching about indigenous Sasak people in primary and secondary education so that the
noble society Sasak culture better known and internalized. In the aspect of the implications, the theory of
hermeneutics can be an alternative to explore cultural treasures with a deep and accurate interpretation. In
addition, this study can be used as a starting point pelambagaan Sasak community values in making it more
known and applied in life.
Program Studi S2 IND 131
ABSTRAK
Hariyati, Nuria Reny. 2010. Pengaruh Pola 3—Per terhadap Kemampuan Membaca Cepat Siswa
Kelas XI SMA Negeri 1 Ngoro-Jombang. Tesis, Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Program
Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Pembimbing (I) Dr. Nurhadi, M.Pd. dan (II) Dr. Sumadi, M.Pd.
Kata kunci: pola 3—per, kemampuan membaca cepat
Membaca cepat merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang perlu dikuasai untuk
memahami isi bacaan secara cepat sehingga sudah seharusnya menjadi salah satu kegiatan yang penting
dalam pembelajaran. Untuk meningkatkan pembelajaran membaca cepat di kelas XI diperlukan perlakuan
yang tepat dan efektif. Perlakuan yang diduga dapat mengoptimalkan pembelajaran membaca cepat adalah
pola 3—per, yaitu pola perluasan jangkauan mata, pola percepatan gerak mata, dan pola pengecilan regresi
mata.
Tujuan penelitian ini meliputi (1) mengetahui pengaruh pola perluasan jangkauan mata terhadap
kecepatan dan pemahaman membaca, (2) mengetahui pengaruh pola percepatan gerak mata terhadap
kecepatan dan pemahaman membaca, dan (3) mengetahui pengaruh pola pengecilan regresi mata terhadap
kecepatan dan pemahaman membaca. Hipotesis penelitian ini adalah pola 3—per berpengaruh secara
signifikan terhadap kemampuan membaca cepat.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini menggunakan rancangan kuasi
eksperimen dengan model rancangan Times-Series Design with Control Group. Data penelitian ini berupa
skor kecepatan dan skor pemahaman membaca siswa. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA
Negeri 1 Ngoro-Jombang. Penetapan siswa menggunakan teknik sampling bertujuan. Dari penetapan
tersebut, dapat diketahui bahwa kelompok kontrol adalah kelas XI IPA 1 dan kelompok eksperimen adalah
kelas XI IPA 2. Instrumen penelitian ini berupa dua hal, yakni (1) bentuk instrumen dan (2) uji coba
instrumen. Pelaksanaan penelitian ini melalui tiga tahap, yakni (1) persiapan, (2) pemberian perlakuan, dan
(3) pengumpulan data. Analisis data penelitian ini memakai analisis Ancova.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis diterima, yakni pola 3—per berpengaruh secara
signifikan terhadap kemampuan membaca cepat pada taraf signifikansi 0,05. Secara khusus hasil penelitian
dijabarkan menjadi enam analisis. Pertama, pola perluasan jangkauan mata berpengaruh secara signifikan
terhadap kecepatan membaca pada taraf signifikansi 0,025. Hal tersebut berarti bahwa kecepatan membaca
siswa yang mendapatkan perlakuan pola perluasan jangkauan mata lebih baik daripada kecepatan membaca
siswa yang tidak mendapatkan perlakuan pola perluasan jangkauan mata. Kedua, pola perluasan jangkauan
mata berpengaruh secara signifikan terhadap pemahaman membaca pada taraf signifikansi 0,031. Hal
tersebut berarti bahwa pemahaman membaca siswa yang mendapatkan perlakuan pola perluasan jangkauan
mata lebih baik daripada pemahaman membaca siswa yang tidak mendapatkan perlakuan pola perluasan
jangkauan mata. Ketiga, pola percepatan gerak mata berpengaruh secara signifikan terhadap kecepatan
membaca pada taraf signifikansi 0,045. Hal tersebut berarti bahwa kecepatan membaca siswa yang
mendapatkan perlakuan pola percepatan gerak mata lebih baik daripada kecepatan membaca siswa yang
tidak mendapatkan perlakuan pola percepatan gerak mata. Keempat, pola percepatan gerak mata
berpengaruh secara signifikan terhadap pemahaman membaca pada taraf signifikansi 0,036. Hal tersebut
berarti bahwa pemahaman membaca siswa yang mendapatkan perlakuan pola percepatan gerak mata lebih
baik daripada pemahaman membaca siswa yang tidak mendapatkan perlakuan pola percepatan gerak mata.
Kelima, pola pengecilan regresi mata berpengaruh secara signifikan terhadap kecepatan membaca pada taraf
signifikansi 0,000. Hal tersebut berarti bahwa kecepatan membaca siswa yang mendapatkan perlakuan pola
pengecilan regresi mata lebih baik daripada kecepatan membaca siswa yang tidak mendapatkan perlakuan
pola pengecilan regresi mata. Keenam, pola pengecilan regresi mata berpengaruh secara signifikan terhadap
pemahaman membaca pada taraf signifikansi 0,019. Hal tersebut juga berarti bahwa pemahaman membaca
siswa yang mendapatkan perlakuan pola pengecilan regresi mata lebih baik daripada pemahaman membaca
siswa yang tidak mendapatkan perlakuan pola pengecilan regresi mata.
Berdasarkan simpulan tersebut disarankan (1) guru bahasa Indonesia di kelas menengah ke atas
dapat menerapkan pola 3—per dalam perencaanaan pembelajaran membaca, (2) guru dapat memberikan
perlakuan pola 3—per dalam pembelajaran membaca cepat karena penerapan pola 3—per dapat membantu
siswa meningkatkan kemampuan memperluas jangkauan mata, mempercepat gerak mata, dan memperkecil
regresi mata, dan (3) perlakuan pola 3—per dapat meningkatkan konsentrasi siswa yang secara otomatis
mengurangi hambatan-hambatan membaca.
132 KUMPULAN ABSTRAK TESIS & DISERTASI 2010/2011
Program Studi S2 IND 133
ABSTRACT
Hariyati, Nuria Reny. 2010. The Influence of 3—Per Pattern on Quick Reading Capability of
Eleventh Grade Students at State Senior High School of SMAN 1 Ngoro-Jombang. Thesis, A Study Program
of Indonesian, Postgraduate Program of State University of Malang. Supervisors: (I) Dr. Nurhadi, M.Pd, and
(II) Dr. Sumadi, M. Pd.
Keywords: pattern 3—per, quick reading capability
Quick reading was one of skill of language could be needed to dominated for
understanding reading quickly, it went without saying could be one of important activity the learning. For
increase the learning of quick reading of the eleventh grade needed goog ang efectif treadment. Optimal
treadment the learning quick reading was 3—per pattern, the expanded view of the eyes, the acceleration of
the eyeball movement, and the reduction of eye regression patterns.
Objective of this research included (1) find out the influence of the expanded view of the eyes on
quick and understanding reading capability, (2) find out the influence of the acceleration of the eyeball
movement on quick and understanding reading capability, (3) find out the influence of the reduction of eye
regression patterns on quick and understanding reading capability. Hypothesis of this research is that 3—per
pattern has significant influence on quick reading capability.
This research used quantitative approach. This research used quasi-experimental design
with Times-Series Design with Control Group. Data of this research are both scores for quick reading and
understanding the reading material during learning of quick reading. Population data of the research was the
eleventh grade students of State Senior High School of SMAN 1 Ngoro-Jombang in the academic year of
2007/2008. The determination of students used sampling technique. The control group was the eleventh
grade of science department 1 and the experimental group was the eleventh grade of science department 2.
Instruments of the research included (1) the instrument form and (2) instrument testing. Implementation of
the research included (1) preparation, (2) give treatment, and (3) collecting data. Data analysis of the research
used Ancova test.
Result of the research showed that the hypothesis was accepted, in which 3—per pattern has
significant influence on quick reading capability of the eleventh grade students at State Senior High School
of SMAN 1 Ngoro-Jombang under the significance level of 0.05. Specifically, results of the research are six
analysis. First,
the expanded view of the eyes has significant influence on quickness of reading under significance
level of 0.025. It means that quickness of reading of the students who got the treatment of expanded view
pattern is better than the students who did not get it. Second, the expanded view of the eyes has significant
influence on understanding the reading material under significance level of 0.031. It means that
understanding the reading material of the students who got the treatment of expanded view pattern is better
than the students who did not get it. Thrith, the acceleration of the eyeball movement has significant
influence on quickness of reading under significance level of 0.045. It means that quickness of reading of the
students who got the acceleration of the eyeball movement treatment is better than the students who did not
get it. Fourth, the acceleration of the eyeball movement has significant influence on understanding the
reading material under significance level of 0.036. It means that understanding in reading of the students who
got the acceleration of the eyeball movement treatment is better than the students who did not get it. Fiveth,
the reduction of eye regression patterns has significant influence on quickness of reading under significance
level of 0.000. It means that quickness of reading of the students who got the reduction of eye regression
pattern is better than the students who did not get it. Sixth, the reduction of eye regression pattern has
significant influence on understanding the reading material under significance level of 0.019. It means that
understanding in reading of the students who got the reduction of eye regression treatment is better than the
students who did not get it.
Based on conclusions above, it is suggested to (1) the Indonesian teachers at the Senior High
Schools to apply 3—per pattern in designing the learning of reading, (2) The teachers could give treatment of
3—per pattern in learning, and (3) the treatment of 3—per pattern could increase the students to concentrate,
which automatically reduce obstacle in reading.
134 KUMPULAN ABSTRAK TESIS & DISERTASI 2010/2011
ABSTRAK
Ikawati, Nur Anisa. 2010. Kesantunan Menolak dalam Interaksi Percakapan Keluarga AD di
Kompleks Asmil Yonif 514 Kabupaten Bondowoso (Kajian Etnografi Komunikasi). Tesis. Program Studi
Pendidikan Bahasa Indonesia, Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Pembimbing: (I) Prof. Dr.
H. Abdul Syukur Ibrahim, dan (II) Prof. Dr. Maryaeni, M.Pd.
Kata Kunci: Kesantunan Menolak, Wujud, Fungsi dan Makna
Studi tentang kesantunan menolak dalam interaksi percakapan keluarga AD (Angkatan
Darat) menarik dilakukan. Hal itu disebabkan, keluarga AD merupakan komunitas yang tergolong spesifik.
Penelitian yang menggunakan pendekatan pragmatik dan etnografi komunikasi ini bertujuan untuk (1)
mendeskripsikan wujud kesantunan menolak dalam interaksi percakapan keluarga AD di Kompleks Asmil
Yonif 514 Kabupaten Bondowoso, (2) mendeskripsikan fungsi kesantunan menolak dalam interaksi
percakapan keluarga AD di Kompleks Asmil Yonif 514 Kabupaten Bondowoso, dan (3) mendeskripsikan
strategi kesantunan menolak dalam interaksi percakapan keluarga AD di Kompleks Asmil Yonif 514
Kabupaten Bondowoso.
Penelitian berupa kesantunan menolak dalam interaksi percakapan keluarga AD ini
merupakan penelitian kualitatif dengan ancangan teori tindak tutur, pragmatik, dan etnografi komunikasi.
Data yang berupa tuturan kesantunan menolak dalam interaksi keluarga militer dikumpulkan dengan
menggunakan teknik observasi (mengamati, mencatat, dan merekam) dan wawancara. Intrumennya adalah
peneliti sendiri. Sebagai intrumen kunci, peneliti dibantu pedoman pengumpulan data. Analisis data
dilakukan dengan menggunakan model interaktif yang meliputi empat tahapan, yakni pengumpulan data,
reduksi data, penyajian data, dan penyimpulan temuan penelitian.
Hasil penelitian meliputi wujud, fungsi dan strategi kesantunan menolak dalam interaksi
percakapan keluarga AD di kompleks Asmil Yonif 514 Kabupaten Bondowoso. Pertama, wujud kesantunan
menolak yang ditemukan berupa (1) kalimat deklaratif, (2) kalimat interogatif, dan (3) kalimat imperatif.
Wujud verbal kesantunan menolak berupa kalimat deklaratif yang ditemukan dalam penelitian ini ada Empat,
yaitu wujud verbal deklaratif ajakan, tawaran, perintah, dan pinjaman. Wujud verbal interogatif, dalam
penelitian ini terdapat dua, yaitu wujud verbal interogatif ajakan dan wujud verbal interogatif tawaran.
Sedangkan wujud verbal imperatif terdapat dua jenis yaitu wujud verbal imperatif ajakan dan wujud verbal
tawaran.
Kedua, fungsi kesantunan menolak dalam interaksi percakapan keluarga AD di kompleks
Asmil Yonif 514 Kabupaten Bondowoso ditemukan tiga fungsi, yaitu (1) fungsi ekspresif, (2) fungsi
informatif, dan (3) fungsi argumentatif. Fungsi ekspresif kesantunan menolak terdapat tiga yaitu fungsi
ekspresi tutur penolakan terhadap tuturan ajakan, perintah dan permintaan. Fungsi informatif kesantunan
menolak terdapat tiga yaitu fungsi informatif ajakan, perintah dan permintaan. Selanjutnya Fungsi
argumentatif kesantunan menolak terdapat tiga yaitu fungsi argumentatif ajakan, perintah dan permintaan.
Ketiga, strategi kesantunan menolak dalam interaksi percakapan keluarga AD kesantunan
penolakan langsung, dan (2) strategi kesantunan penolakan tidak langsung. Strategi kesantunan penolakan
langsung terdapat pada sasaran tuturannya. Sedangkan Strategi kesantunan penolakan tidak langsung terdapat
tiga strategi yakni, Streategi memberi alasan dan penjelasan, Streategi memberikan ancaman, dan Strategi
menerima tapi tak ada kepastian.
Ditinjau dari segi wujud kesantunannya, dapat disimpulkan bahwa kesantunan tutur
penggunaan penolakan mitra tutur terhadap penutur pada tingkat kesopanan, terdapat perbedaan penolakan
yang dilakukan oleh keluarga AD. Perbedaan penolakan antara laki-laki dengan penolakan yang dilakukan
dengan perempuan sangat berbeda sekali. Penutur antara laki-laki dan perempuan cenderung menggunakan
penolakan tidak langsung. Sedangkan penutur laki-laki dengan laki-laki cenderung menggunakan penolakan
langsung. Selanjutnya, antara penutur anak dengan orang tua ada yang menggunakan penolakan langsung
dan ada pula menggunakan penolakan tidak langsung, tergantung konteks tuturannya. Sementara itu,
penolakan kepada sesama perempuan, secara tidak langsung sehingga tampak bahwa ujaran yang dituturkan
menunjukkan penolakan yang diekspresikan melalui tuturan samar-samar/terselubung. Selanjutnya fungsi
dari kesantunan menolak dalam keluarga AD khususnya di Asmil Yonif 514 ini baik berfungsi sebagai
ekpresif, informatif dan argumentatif dalam tuturannya antara yang lebih tua dan yang muda tuturannya tetap
diproduksi tetap santun.
Berdasarkan temuan hasil penelitian dikemukakan beberapa saran yang berkaitan dengan
kesantunan menolak dalam lingkup keluarga. Saran tersebut ditujukan kepada keluarga AD di Kompleks
Asmil Yonif 514 Kabupaten Bondowoso, guru bahasa Indonesia, dan peneliti. (1) Bagi keluarga AD di
Kompleks Asmil Yonif 514 Kabupaten Bondowoso, disarankan agar selalu membiasakan diri menggunakan
kesantunan menolak dalam berkomunikasi sehari-hari. Hal ini dimaksudkan agar dengan menggunakan
Program Studi S2 IND 135
kesantunan menolak di antara keluarga, baik dari kalangan atasan dan dari kalangan bawahan tetap memiliki
kesantunan tuturan dalam berkomunikasi, khususnya kesantunan menolak. (2) Bagi guru bahasa Indonesia
disarankan agar melalui penelitian ini dapat mempertimbangkan dan dijadikan sebagai bahan masukan untuk
pembelajaran bahasa pada umumnya dan khususnya pembelajaran pragmatik. Hal ini dimaksudkan agar guru
dalam mengajar menggunakan kesantunan menolak sebagai motivasi siswa dalam belajar.(3) Para peneliti
dalam “bahasa dalam konteks sosial” disarankan untuk mengkaji tuturan suatu masyarakat secara
komperhensif. Kajian tentang bahasa dalm konteks sosial, akan banyak memberi sumbangan dalam
memperkaya khasanah pembelajaran bahasa spesifik yaitu bahasa dalam konteks sosial pada domain dan
konteks kultur yang berbeda.
ABSTRACT
Ikawati, Nur Anisa. 2010. The Refusing Politeness in the Conversational Interaction among the
Army Families in the Complex Asmil Yonif 514 Bondowoso Regency (An Ethnographic Study of
Communication). Thesis. Indonesian Study Department, Graduate Program, State University of Malang.
Advisors: (I) Prof. Dr. H. Abdul Syukur Ibrahim, and (II) Prof. Dr. Maryaeni, MPd.
Key Words: refuse politeness, realization, function and meaning.
It is interesting to study on the refusing politeness in the conversational interaction among
the army families covering shape, function and strategy, since families, especially army families are a
specific community.The research employed pragmatic and communication ethnographic approach aims at
describing (1) the shape of refusing politeness in the conversational interaction amoing the army families in
the Conplex Asmil Yonif 514 Bondowoso Regency, (2) the function of refusing politeness in the
conversational interaction amoing the army families in the Conplex Asmil Yonif 514 Bondowoso Regency,
and (3) the strategy of refusing politeness in the conversational interaction amoing the army families in the
Conplex Asmil Yonif 514 Bondowoso Regency.
This study was intended to investigate refusing politeness obtained from conversational
interactions among the army families. It is a qualitative research in nature with theoretical design of speech
act, pragmatics and communication etnography. The data were collected through observations (observation,
note taking and recording) and interviews. The instrument is the researcher herself as a key instrument with
the help of data collection manual. The data analysis was made using an interactive model through four
stages namely data collection, reduction, presentation and conclusion drawing.
The results covered realization, function and strategies of the refusing strategies in the
conversational interaction among the army families in the complex Asmil Yonif 514, Bondowoso regency.
First, the realization of the refusing politeness found includes (10) declarative, (2) interrogative, and (3)
imperative sentences. There are five realizations of the refusing politeness in the form of declarative
sentences namely verbal realization of declarative invitation, offering, order, request, and loan.The
interrogative verbal realization consists of two namely invitation and offering. Then there are three
argumentative functions of the refusing politeness namely invitation, order and request.
Second, dealing with the function of the refusing politeness in the conversational
interaction among the army families in the complex Asmil Yonif 514, Bondowoso regency, there are three
functions found: (1) expressive, (2) informative and (3) argumentative. In the expressive, informative and
argumentative functions, all of them consist of three namely invitation, order and request.
Third, the strategies of the refusing politeness in in the conversational interaction among
the army families in the complex Asmil Yonif 514, Bondowoso regency, two strategies were found namely
direct and indirect. The direct strategy may be found in the target of the speeches, while the indirect strategy
consists of three namely giving reasons and explanation, giving threat, and accepting without certainty.
Viewed from the shape of politeness, it can be concluded that dealing with speech
politeness in using interlocutor’s refusal to the speaker at the level of politeness , there are some differences
in refusals used by the army families. The refusals are really different between men dan women. Indirect
refusals are used in the conversation between men and women; meanwhile in the conversation between
young and old speakers, some made use of direct; and some indirect, depending on the contexts of the
speeches. And, refusal in the conversation between women and women, indirect strategies are used, so that
the speeches spoken showed refusals expressed through vague/latent speeches. Moreover, the functions of
refusing politeness in the army families are expressive, informative and argumentative, and the conversation
between the older and the younger is politely made.
Based on the findings, some suggestions related to the refusing politeness among the army
families are offered to the families, teachers of Indonesian, and researchers. (1) For the army families in the
complex Asmil Yonif 514 Bondowoso regency, it is suggested that the families are used to using refusing
politeness in their daily communications. It is intended to use politeness in their interactions among the
136 KUMPULAN ABSTRAK TESIS & DISERTASI 2010/2011
members of the families, between superiors and subordinates. (2) For teachers of Indonesian, it is suggested
that they consider these research findings as inputs for their language teaching in general and especially
pragmatic teaching. It means that teachers should use refusing polinetess as a motivation for students in their
learning and (3) For researchers on “language in a social context”, it is suggested that they study speeches of
a community comprehensively. The study on language in a social context will give much contribution to
enrich the field of specific language learning namely language in the social contexts in the different cultural
domains and contexts.
Program Studi S2 IND 137
ABSTRAK
Kadir, Herson. Pandangan Dunia Pengarang tentang Persoalan Pendidikan dan Sosial Budaya
dalam Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata (Kajian Strukturalisme Genetik). Tesis. Program Studi
Pendidikan Bahasa Indonesia. Program Pascasarjana, Universitas Negeri Malang. Pembimbing: (I)
Prof.Dr.H.Ahmad Rofi’uddin, M.Pd (II) Prof.Dr.Maryaeni, M.Pd
Kata kunci: pandangan dunia pengarang, persoalan pendidikan dan sosial budaya, strukturalisme
genetik
Laskar Pelangi karya Andrea Hirata merupakan salah satu novel yang merepresentasikan persoalan
sosial masyarakat. Novel ini menceritakan dimensi kehidupan yang cukup kompleks menyangkut persoalan
ketimpangan pendidikan, kemiskinan, dan kesenjangan sosial masyarakat Belitong dalam kurun waktu
tertentu. Persoalan-persoalan tersebut merupakan masalah pokok yang menjadi genetik novel Laskar Pelangi
itu sendiri. Persoalan sosial yang terjadi di masyarakat, ketika diangkat oleh pengarang melalui karya sastra
sebagai dokumen sosiobudaya, akan memberikan makna yang kompleks dan mengandung misi tertentu.
Sehubungan dengan hal itu, novel Laskar Pelangi penting diteliti karena dianggap sebagai sebuah
dokumen sosiobudaya yang mengandung makna. Setiap makna yang terkandung pada sebuah novel tentunya
dapat diperoleh dari kajian berbagai aspek dan unsur yang membangunnya. Pada konteks penelitian ini novel
Laskar Pelangi dikaji dari aspek pandangan dunia pengarangnya. Masalah yang dianalisis adalah (1)
bagaimana pandangan dunia pengarang tentang persoalan pendidikan dan (2) bagaimana pandangan dunia
pengarang tentang persoalan sosial budaya dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata.
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode dialektik berdasarkan perspektif teori
strukturalisme genetik. Metode ini dilakukan dengan cara menganalisis hubungan timbal balik antara karya
sastra dengan masyarakat melalui analisis latar dan para tokoh problematik. Sumber data penelitian adalah
novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata, cetakan ketujuhbelas tahun 2008. Data penelitian berbentuk
kutipan teks dan paparan kebahasaan berupa paragraf, kalimat dan kata-kata mengenai deskripsi performance
tokoh seperti; nama, pikiran, sikap tindakan tokoh; dan deskripsi latar tempat, ruang, dan waktu dalam cerita
Laskar Pelangi yang mendukung ditemukannya pandangan dunia Andrea Hirata tentang persoalan
pendidikan dan persoalan sosial budaya.
Hasil penelitian menunjukan; (1) representasi pandangan dunia pengarang tentang persoalan
pendidikan secara umum adalah (a) keinginan masyarakat untuk memperoleh pemerataan pendidikan dengan
meniadakan diskriminatif terhadap masyarakat miskin dalam hal memperoleh pendidikan yang layak, (b)
gagasan mengenai perlunya kebijakan pendidikan yang propublik dan tuntutan untuk menghindari
komersialisasi pendidikan, dan (c) perlunya keikhlasan, fakta
integritas, dan tanggung jawab para guru dalam dunia pendidikan meskipun dalam berbagai keadaan
yang kurang menunjang baik secara internal maupun eksternal, serta pentingnya semangat dan motivasi
belajar yang tinggi untuk ditanamkan dalam diri setiap siswa guna meningkatkan kecerdasan diri, tanpa harus
bergantung pada fasilitas dan sumber belajar yang memadai; (2) representasi pandangan dunia pengarang
tentang persoalan sosial budaya secara umum adalah (a) menunjukan keinginan masyarakat yang tidak mau
terbelenggu dalam lingkaran kemiskinan terstruktur dan keinginan masyarakat yang tidak mau dilabeli oleh
perbedaan status yang dapat menimbulkan konflik, (b) gagasan penting mengenai penghargaan tehadap
simbol-simbol budaya setiap daerah untuk mencapai harmoni kehidupan, keinginan masyarakat yang tidak
mau adanya budaya yang bersifat power distance, serta (c) menyodorkan sebuah gagasan penting mengenai
pembauran sosial yang sangat mengedepankan sikap saling menghargai antarsesama suku, sehingga dapat
menumbuhkan rasa persatuan, persaudaraan, dan solidaritas yang tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa gagasan, perasaan, dan aspirasi
pengarang yang tertuang di dalam novel Laskar Pelangi disampaikan oleh Andrea begitu banyak dan sangat
berimplikasi terhadap perubahan sosial. Persoalan sosial budaya yang terjadi di Belitong, merupakan sebuah
hipogram potret sosial dari kondisi yang masih terjadi pula di Indonesia selama ini. Untuk itu, disarankan
kepada semua pihak seperti guru, dosen, pemerhati sastra, dan peneliti sastra agar memanfaatkan penelitian
ini sebagai referensi dalam kegiatan pembelajaran dan bahan pembanding dalam diskusi kesastraan.
Mengkaji pandangan dunia pengarang dalam sebuah novel cukup penting, karena pandangan dunia ini bukan
hanya sebuah fakta empiris yang bersifat langsung, tetapi merupakan suatu gagasan, aspirasi, dan perasaan
yang dapat menyatukan kelompok sosial masyarakat.
ABSTRACT
Kadir, Herson. The Author’s World View on Education and Socio-Cultural Issue in the Andrea
Hirata’s Laskar Pelangi Novel (A Genetic Structuralism Review). Thesis, Study Program of Indonesian
138 KUMPULAN ABSTRAK TESIS & DISERTASI 2010/2011
Language, Postgraduate Program State University of Malang. Advisor:(I) Prof.Dr.H.Ahmad Rofi'uddin,
M.Pd (II) Prof.Dr.Maryaeni,M.Pd
Keywords: the author’s word view, education and socio-cultrural issue, genetic structuralism
Andrea Hirata’s Laskar Pelangi is a novel with community social issue representation. It gives us a
complex life dimension highlighting the education gap, poverty, and social discrepancy in the Belitong
community at certain time interval. The issue becomes a main genetic problem of Laskar Pelangi novel. The
author attempts to lift this issue through literature work as a document of social and cultural which is giving
an impression of complex meaning and certain mission content.
It is important to learn Laskar Pelangi as a meaning-contained social-cultural document.
Every meaning in this novel has been developed from a review on the builder aspects and substances. In this
context, Laskar Pelangi is reviewed from the author’s world view. Some problems are analyzed such as: (1)
what is the author’s word view about education issue, and (2) what is the author’s world view about social
and cultural issues in Andrea Hirata’s Laskar Pelangi.
Dialectic method is used as research method based on genetic structuralism theory
perspective. This method analyzes the reciprocate relationship between literature work and community
through the analysis over the background and the problematic character. Research data source is Andrea
Hirata’s Laskar Pelangi novel, seventeenth edition published in 2008. Research data involves text quotes and
linguistic explanations, which are formed as paragraph, sentence, and word describing the performance of
characters. This description may be name, thought, and attitude of characters, or be place, room, and time.
These descriptions underscore Andrea Hirata’s world view on educational, social, and cultural issues.
Result of research indicates that (1) the author’s word view representation on general
education issue is (a) the desire of community to obtain education by eliminating discrimination against the
poor for reliable education, (b) the idea of pro-public education policy and the demand to avoid education
commercialization, and (c) the need of sincerity, integrity, and responsibility among the teacher in the world
wide despite unfavorable internal or external facility; or the significance of higher learning enthusiasm and
motivation of each student to build up their self-intelligence without greater reliance on reliable facility and
learning source; and (2) the author’s word view representation on general social and cultural issues is (a) the
desire of community to free from the structured poverty circle and to reject of the status discrimination which
is causing the conflict, (b) an idea about the recognition of cultural symbol in each area to achieve a life
harmony, reflecting community interest to deny power distance, and (c) the proposition of an important
insight about social mix underlining the ethical respect to produce coherency, kinship, and solidarity.
Research concludes that the author’s idea, feeling, and aspiration expressed in Laskar
Pelangi novel are vary and implicating the social change. The social and cultural issues occurred in Belitong
are really a social picture hypogram from a condition generally occurred in Indonesia. It is suggested to
teachers, lectures, researchers literature and literary observers to use this research as a reference and
comparative material in the learning activities and literary discussions. Analyze the author's world view in a
novel is quite important, because this worldview is not only a direct empirical fact, but also an ide, aspiration
and feeling to unify of the social community.
Download