A. METABOLISME BILIRUBIN Bilirubin adalah pigmen kristal berbentuk jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme. Sekitar 80% hingga 85% bilirubin terbentuk dari pemecahan eritrosit tua dalam sistem monosit-makrofag. Masa hidup rata-rata eritrosit adalah 120 hari. Setiap hari dihancurkan sekitar 50 ml darah, dan menghasilkan 250 sampai 350 mg bilirubin. Kini diketahui bahwa sekitar 15% hingga 20% pigmen empedu total tidak tergantung pada mekanisme ini, tetapi berasal dari destruksi sel eritrosit matur dalam sumsum tulang (hematopoiesis tak efektif) dan dari hemoprotein lain, terutama dari hati. Pada katabolisme hemoglobin (terutama terjadi dalam limpa), globin mula-mula dipisahkan dari heme, setelah itu heme diubah menjadi biliverdin. Bilirubin tak terkonjugasi kemudian dibentuk dari biliverdin. Biliverdin adalah pigmen kehijauan yang dibentuk melalui oksidasi bilirubin. Bilirubin tak terkonjugasi larut dalam lemak, tidka larut dalam air, dan tidak dapat diekskresi dalam empedu atau urin. Bilirubin tak terkonjugasi berikatan dengan albumin dalam suatu kompleks larut-air, kemudian diangkut oleh darah ke sel-sel hati. Metabolism bilirubin di dalam hati berlangsung dalam tiga langkah : 1 1. Ambilan oleh sel hati memerlukan dua protein hati, yaitu yang diberi symbol sebagai protein Y dan Z. 2. Konjugasi bilirubin dengan asam glukuronat dikatalisis oleh enzim glukoronil transferase dalam retikulum endoplasma. Bilirubin terkonjugasi tidak larut dalam lemak, tetapi larut dalam air dan dapat diekskresi dalam empedu dan urine. 3. Transport bilirubin terkonjugasi melalui membrane sel ke dalam empedu melalui suatu proses aktif. Bilirubin tak terkonjugasi tidak diekskresi ke dalam empedu, kecuali setelah proses foto-oksidasi atau fotoisomerasi. Bakteri usus mereduksi bilirubin terkonjugasi menjadi serangkaian senyawa yang disebut sterkobilin atau urobilinogen. Zat-zat ini menyebabkan feses berwarna coklat. Sekitar 10% hingga 20% urobilinogen mengalami siklus enterohepatik, sedangkan sejumlah kecil diekskresi dalam urin. B. IKTERUS 2 Penimbunan pigmen empedu dalam tubuh menyebabkan perubahan warna jaringan menjadi kuning dan disebut sebagai ikterus. Ikterus biasanya dapat dideteksi pada sklera, kulit, atau urin yang menjadi gelap bila bilirubin serum mencapai 2 - 3 mg/dl. Bilirubin serum normal adalah 0,3 - 1,0 mg/dl. Jaringan permukaan yang kaya elastin, seperti sklera dan permukaan bawah lidah, biasanya menjadi kuning pertama kali. NILAI RUJUKAN Dewasa : Total: 0.1 – 1.2 mg/dl Direk: 0.1 – 0.3 mg/dl Indirek: 0.1 – 1.0 mg/dl Anak : Total: 0.2 – 0.8 mg/dl Indirek: sama dengan dewasa Bayi baru lahir : Total: 1-12 mg/dl (total) Indirek: sama dengan dewasa PATOFISIOLOGI DAN ETIOLOGI Empat mekanisme umum yang menyebabkan hiperbilirubinemia dan ikterus : 1. Pembentukan bilirubin yang berlebihan. Penyakit hemolitik atau peningkatan laju destruksi eritrosit merupakan penyebab tersering dari pembentukan bilirubin yang berlebihan. Ikterus yang timbul sering disebut sebagai ikterus hemolitik. Beberapa penyebab lazim ikterus hemolitik adalah hemoglobin abnormal (hemoglobin S pada anemia sel sabit), eritrosit abnormal (sferositosis herediter), antibodi dalam serum (inkompatibilitas Rh atau transfuse atau akibat penyakit hemolitik autoimun), pemberia beberapa obat, dan peningkatan hemolisis. Sebagian kasus ikterus hemolitik dapat disebabkan oleh suatu proses yang disebut sebagai eritropoiesis yang tidak efektif, proses ini 3 meningkatkan destruksi eritrosit atau prekursornya dalam sumsum tulang (talasemia, anemia pernisiosa, dan porfiria) Pada ikterus hemolitik konjugasi dan transfer pigmen empedu berlangsung normal, tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan hati. Hal ini mengakibatkan peningkatan kadar bilirubin tak terkonjugasi dalam darah. Meskipun demikian, pada penderita hemolitik berat, kadar bilirubin serum jarang melebihi 5 mg/dl dan ikterus yang timbul bersifat ringan serta berwarna kuning pucat. Bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air, sehingga tidak dapat diekskresi dalam urin dan tidak terjadi bilirubinuria. Namun demikinan terjadi peningkatan pembentukan urobilinogen akibat peningkatan beban bilirubin terhadap hati dan peningkatan konjugasi serta ekskresi, yang selanjutnya mengakibatkan peningkatan ekskresi dalam feses dan urin. Urin dan feses berwarna lebih gelap. 2. Gangguan pengambilan bilirubin. Ambilan bilirubin tak terkonjugasi terikat-albumin oleh sel hati dilakukan dengan memisahkan dan mengikatkan bilirubin terhadap protein penerima. Beberapa obat terbukti berpengaruh dalam ambilan bilirubin oleh hati, seperti asam flavaspidat, novobiosin dan beberap zat kolesistografik. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dan ikterus biasanya menghilang bila obat pencetus dihentikan. 3. Gangguan konjugasi bilirubin. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi ringan (< 12,9 mg/100 ml) yang timbul antara hari kedua dan kelima setelah lahir disebut sebagai ikterus fisiologis neonates. Ikterus neonatal yang normal ini disebabkan oleh imaturitas enzim glukoronil transferase. Aktivitas glukoronil transferase biasanya meningkat beberapa hari hingga minggu kedua setelah lahir, dan setelah itu ikterus akan menghilang. Apabila bilirubin tak terkonjugasi pada bayi baru lahir melampaui 20 mg/dl, terjadi suatu keadaan yang disebut sebagai kernikterus. Keadaan ini dapat timbul bila suatu proses hemolitik (eritroblastosis fetalis) terjadi pada bayi baru lahir dengan defisiensi glukoronil transferase normal. Kernikterus (bilirubin ensefalopati) timbul akibat penimbunan bilirubin tak terkonjugasi pada daerah ganglia basalis yang banyak mengandung lemak. Tiga gangguan herediter yang menyebabkan defisiensi progresif enzim glukoronil transferase adalah sinrom Gillbert dan sindrom Crigler-Najjar tipe I dan tipe II. 4. Penurunan ekskresi bilirubin. 4 Gangguan ekskresi bilirubin, baik yang disebabkan oleh faktor fungsional maupun obstruktif, terutama menyebabkan hiperbilirubinemia terkonjugasi. Bilirubin terkonjugasi larut dalam air, sehingga dapat diekskesi dalam urin dan menimbulkan bilirubinuria serta urin yang gelap. Urobilinogen feses dan urobilinogen urin sering menurun sehingga feses terlihat pucat. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disetari bukti-bukti kegagalan ekskresi hati lainnya, seperti peningkatan kadar fosfatase alkali, AST, kolesterol, dan garam empedu dalam serum. Kadar garam empedu yang meningkat dalam darah menimbulkan gatal-gatal pada ikterus. Kolestasis dapat bersifat intrahepatik (mengenai sel hati, kanalikuli atau kolangiola) atau ekstrahepatik (mengenai saluran empedu diluar hati). Pada kedua keadaaan ini terdapat gangguan biokimia yang serupa. Penyebab tersering kolestasis intrahepatik adalah penyakit hepatoseluler dengan kerusakan sel parenkim hati akibat hepatitis virus, hepatoma atau sirosis. Penyebab kolestasis ekstrahepatik adalah sumbatan batu empedu atau kolelitiasis, kolesistitis, atresia bilier, kista dukus kholedokus, karsinoma kaput pankreas, karsinoma ampula Vateri, striktur pasca peradangan atau setelah operasi, dan pembesaran kelenjar limfe pada porta hepatis. MANIFESTASI KLINIS Gambaran khas ikterus hemolitik, hepatoseluler dan obstruktif : GAMBARAN Warna kulit HEMOLITIK Kuning pucat HEPATOSELULAR OBSTRUKTIF Oranye-kuning muda Kuning-hijau atau tua gelap atau tua gelap muda Warna urin Normal atau gelap Gelap Gelap Warna feses Normal atau gelap Pucat Warna dempul Pruritus Tidak ada Tidak menetap Biasanya menetap Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Bilirubin indirek serum Meningkat / tak terkonjugasi Bilirubin serum Normal 5 direk / terkonjugasi Bilirubin urin Tidak ada Meningkat Meningkat Urobilinogen serum Meningkat Sedikit meningkat Menurun DIAGNOSIS Riwayat penyakit yang rinci dan pemeriksaan fisik sangat penting dalam diagnosis. Tes laboratorium : Nilai bilirubin dapat mencerminkan berat bukan penyebab kolestasisnya. Nilai fosfatase alkali yang meningkat akibat peningkatan sinsesis daripada gangguan ekskresi. Nilai aminotransferase bergantung penyakit dasarnya seringkali meningkat tidak tinggi, jika tinggi kemungkinan kelainan hepatoseluler. Peningkatan amilase serum menunjukkan sumbatan ekstrahepatik. Pencitraan : pemeriksaan ultrasonografi, CT scan dan MRI dapat memperlihatkan adanya pelebaran saluran bilier, sumbatan mekanik, dan lain-lain. Algoritme pendekatan diagnostik : Anamnesis, pemeriksaan fisik, tes darah rutin ↓ Fosfatase alkali / transaminase abnormal ↓ Pemeriksaan USG abdomen Pelebaran saluran empedu saluran empedu tak melebar ↓ MRCP, ERCP, EUS/PTC ↓ Obstruksi bilier ↓ Terapi intervensi Kemungkinan obstruksi bilier Kemungkinan kecil obstruksi bilier ↓ Tak ada obstruksi bilier ↓ Tes spesifik untuk penyakit hati ↓ Observasi, pertimbangan biopsi hati 6 PENATALAKSANAAN Pengobatan ikterik atau jaundice sangat tergantung penyakit dasar penyebabnya. Jika penyebabnya adalah penyakit hati misalnya hepatitis virus biasanya jaundice akan menghilang sejalan dengan perbaikan penyakitnya. Beberapa gejala yang cukup mengganggu seperti gatal (pruritus) biasanya responsive terhadap kolestiramin 4-16 gram/hari yang akan mengikat garam empedu di usus. Pemberian suplemen kalsium dan vitamin D dalam keadaan kolestasis yang ireversibel. Jika penyebabnya adalah sumbatan bilier ekstra-hepatik biasanya membutuhkan tindakan pembedahan, ekstraksi batu empedu di duktus atau insersi stent dan drainase bilier paliatip. C. KOLESISTITIS AKUT Radang kandung empedu atau kolesistitis akut adalah reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan, dan demam (Pridady, 2009). Kolesistitis adalah Inflamasi kandung empedu akut atau kronik (Ovedoff, 2002). Pada kepustakaan barat sering dilaporkan bahwa pasien kolesistitis akut umumnya perempuan, gemuk dan berusia diatas 40 tahun. ETIOLOGI Pikiran pertama dalam penentuan penyakit kholesistitis akut ialah menyelidiki adanya obstruksi pada duktus sebagai akibat adanya batu empedu yang biasa ditemukan pada 90% penderita dengan kolesistitis, sedangkan sebagian kecil kasus timbul tanpa adanya batu empedu (kolesistitis akut akalkukulus). Enzim pankreas mungkin dapat menyebabkan timbulnya kolesistitis akut sebagai akibat regurgitasi yang disebabkan adanya obstruksi fungsional pada duktus kholedokus dan duktus pankreatikus. Inflamasi oleh bakteri mungkin saja merupakan bagian integral dari kolesistitis akut. 7 PATOGENESIS Bagaimana stasis di duktus sistikus dapat menyebabkan kolesistitis akut masih belum jelas. Dipekirakan banyak faktor yang berpengaruh, seperti kepekatan cairan empedu, kolesterol, lisolestin dan prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi. MANIFESTASI KLINIS Serangan yang akut sering merupakan eksaserbasi dari kolesistitis kronik yang mendahuluinya. Insidensi terdapat pada orang gemuk, kebanyakan pada wanita berumur lebih dari 40 tahun. Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah nyeri kolik perut di sebelah kanan atas epigastrium dan nyeri tekan serta kenaikan suhu tubuh. Kadang kadang rasa sakit menjalar ke pundak atau scapula kanan dan dapat berlangsung selam 60 menit tanpa reda. Berat ringannya keluhan sangat bervariasi tergantung dari adanya kelainan inflamasi yang ringan sampai dengan gangren atau perforasi kandung empedu. Kelainan yang timbul pada gastrointestinal yaitu timbulnya flatus, rasa mual dan kadang-kadang timbul muntah-muntah. Dapat disertai demam, ikterus dan pruritus. Ikterus dijumpai pada 20% kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4 mg/dl). Apabila konsentrasi bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstrahepatik. DIAGNOSIS Pada pemeriksaan fisik dapat dilihat tanda-tanda ikterus, terdapat nyeri tekan, tapi tidak selalu kandung empedu dapat teraba, tanda Murphy sebagain tanda peritonitis lokal dapat positif ataupun negatif. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan nilai bilirubin, leukositosis serta kemungkinan peninggian serum transaminase dan fosfatase alkali. 8 Pemeriksaan ultrasonografi (usg) bermanfaat untuk memperlihatkan besar, bentuk, penebalan dindingkandung empedu, batu dan saluran empedu ekstrahepatik. Nilai kepekaan dan ketepatan usg mencapai 90 - 95%. Pada kolesisititis akut ditemukan adanya penebalan dinding kandung empedu > 3 mm, terdapat double rim sign akibat edema, ukuran kandung empedu > 4 cm, kemungkinan batu dapat terlihat. Sedangkan kolesistitis kronik menunjukkan adanya fibrosis dan dinding kandung empedu menebal, retraksi, ukuran mengecil, terdapat sludge (pasir) atau batu. Foto polos abdomen tidak dapat memperlihatkan gambaran kolesistitis akut. Hanya pada 15% pasien kemungkinan dapat telihat batu tidak tembus pandang (radioopak) oleh karena mengandung kalsium cukup banyak. Pemeriksaan CT scan abdomen kurang sensitive dan mahal tapi mampu memperlihatkan adanya abses perikolesistik. Skintigrafi saluran empedu mempergunakan zat radioaktif HIDA atau 99n Tc6 iminodiacetic acid mempunyai nilai sedikit lebih rendah dari usg tapi teknik ini tidak mudah. DIAGNOSIS DIFERENSIAL Diagnosis banding untuk nyeri perut kanan atas yang tiba-tiba perlu dipikirkan seperti penjalaran nyeri saraf spinal, kelainan organ di bawah diafragma seperti apendisitis akut retrosekal, obstruksi intestinal, perforasi dari ulkus peptikum atau pankreatitis akut. KOMPLIKASI Komplikasi yang sering timbul pada kolesistitis akut yaitu : 1. Perforasi, dapat bebas kedalam rongga peritoneum, terbatas sehingga terbentuk abses, dan terbentuknya fistula dengan rongga organ sekitarnya misalnya dengan kolon, intestin. 2. Empiema dari kandung empedu, ditemukan 1/9 penderita kolesistitis akut. 3. Pankreatitis akut, timbul sekitar 30% penderita yang umumnya memberikan keluhan ringan. 4. Kolangitis bila batu empedu masuk ke dalam duktus koledokus. 5. Hemobilia, komplikasi ini jarang ditemukan. 9 PENATALAKSANAAN Pengobatan umum termasuk istirahat total, pemberian nutrisi parenteral, diet ringan, obat penghilang rasa nyeri seperti petidin dan antispasmodik. Saat sedang ada serangan sebaiknya penderita berpuasa untuk memberikan istirahat usus dan kandung empedu. Penderita yang mempunyai keluhan sering muntah perlu diberi infus elektrolit, bergantian dextrose, apalagi bagi penderita yang sudah menunjukkan dehidrasi. Pemberian antibiotik pada fase awal sangat penting untuk mencegah komplikasi peritonitis, kolangitis, dan septisemia. Golongan ampisilin, sefalosporin dan metronidazol cukup memadai untuk mematikan kuman-kuman yang umum terdapat pada kolesistitis akut seperti E.coli, Strep.faecalis dan Klebsiella. Saat kapan dilaksanakan tindakan kolesistektomi masih diperdebatkan, apakah sebaiknya dilakukan secepatnya (3 hari) atau ditunggu 6 - 8 minggu setelah terapi konservatif dan keadaan umum pasien lebih baik. Sebanyak 50% kasus akan membaik tanpa tindakan bedah. PROGNOSIS Penderita kolesistitis akut yang mempunyai respon baik terhadap terapi konservatif mempunyai prognosis baik. Umumnya penderita yang perlu segera dilakukan tindakan pembedahan diperkirakan angka kematiannya ± 0,5%. Berbeda bila terlambat tindakan pembedahan, maka angka kematiannya akan meningkat dapat mencapai ± 5%. Dengan makin banyak dimanfaatkan antibiotik serta makin cepat pengelolaan yang dilakukan makin sedikit komplikasi yang akan terjadi, antara lain kemungkinan timbulnya gangren atau empiema kandung empedu, terbentuknya fistula, abses, peritonitis,dan lain-lainnya. D. KOLESISTITIS KRONIK 10 Kolesistitis kronik lebih sering dijumpai di klinis, dan sangat erat hubungannya dengan litiasis dan lebih sering timbul secara perlahan-lahan. GEJALA KLINIS Diagnosis kolesistitis kronik sering sulit ditegakkan oleh karena gejalanya sangat minimal dan tidak menonjol seperti dyspepsia, rasa penuh di epigastrium, dan nausea khususnya setelah makan makanan berlemak tinggi, yang kadang-kadang hilang setelah bersendawa. Riwayat penyakit batu empedu di keluarga, ikterus dan kolik berulang, nyeri lokal di daerah kandung empedu disertai tanda Murphy positiuf, dapat menyokong menegakkan diagnosis. DIAGNOSIS Pemeriksaan kolesistografi oral, ultrasonografi dan kolangiografi dapat memperlihatkan kolelitiasis dan afungsi kandung empedu. Endoscopic retrograde choledochopancreaticography (ERCP) sangat bermanfaat untuk memperlihatkan adanya batu di kandung empedu dan duktus koledokus. PENATALAKSANAAN Pada sebagian besar pasien kolesistitis kronik dengan atau tanpa batu kandung empedu yang simtomatik, dianjurkan untuk kolesistektomi. Keputusan untuk kolesistektomi agak sulit untuk pasien dengan keluhan minimal atau disertai penyakit lain yang mempertinggi risiko operasi. E. HEPATITIS 11 Hepatitis adalah suatu proses peradangan difus pada jaringan hati yang memberikan gejala klinis yang khas yaitu badan lemah, kencing berwarna seperti air teh pekat, mata dan seluruh badan menjadi kuning. KALSIFIKASI 1. Hepatitis viral Hepatitis viral yang disebabkan oleh virus hepatitis A, B, C, D, E. 2. Hepatitis non virus Hepatitis yang disebabkan oleh drug induced, agen bakteri, cedera oleh fisik atau kimia. ETIOLOGI Hepatitis oleh virus : disebabkan oleh virus hepatitis A, B, C, D, dan E Hepatitis oleh bakteri : disebabkan oleh sbakteri salmonella thypii, pneumokokus dan lainlain. Hepatitis oleh obat-obatan : disebabkan obat yang menyebabkan kerusakan langsung terhadap sel-sel hati (tetracycline, carbon tetrachloride, acetaminophen, isoniazid, rifampycin, methyldopa, methotrexate, halothane) dan berdasarkan reaksi hipersensitivitas (chlorpromazine, phenotiazin, sulphonamide, nitrofurantin, erythromycin estolat, obat antithyroid, diphenylhidantoin, phenylbutazon). MANIFESTASI KLINIS Gejala klinis yang ditimbulkan berupa : - Right upper quadrant discomfort : Riwayat nyeri perut kanan atas yang nyata, atau nyeri setelah makan Mengarahkan diagnosa ke cholelithiasis, cholecystitis. 12 Sedangkan nyeri perut kanan atas yang tidak nyata, rasa tidak nyaman Mengarahkan ke kecurigaan penyakit hepatocelular atau infiltrative diseases. - Pruritus - Anorexia - Kehilangan berat badan - Jaundice - Abdominal distention atau ascites - Hematemesis (muntah darah) - Hematoschezia - Oedema Tanda klinis yang ditimbulkan berupa : - Jaundice , pada sclera dan kulit. - Anemia , pallor. - Spleenomegali - Hepatomegali - Ascites - Edema DIAGNOSIS 1. Anamnesa dan pemeriksaan fisik 2. Pemeriksaan laboratorium - Urin : warna gelap, bilirubin ↑ - Darah : serum bilirubin ↑, SGOT ↑ dan SGPT ↑ dapat sampai 10 kali nilai normal, serum asam empedu puasa (SAEP) ↑ > 0,6 μmol/L 3. USG abdomen : ditemukan hepatomegali 4. Biopsi hati 13 PENATALAKSANAAN 1. Tirah baring. 2. Diet : makanan harus mudah dicerna, diet tinggi protein 50 gram/hari – 125 gram/hari, cairan infus dextrose 5-10 % atau ringer laktat. 3. Medikamentosa : tergantung penyebab - Virus : interferon, ribavirin - Bakteri : antibiotika - Vitamin B kompleks, vitamin E atau alfatokoferol, vitamin B12 dan biotin, vitamin K - Asam amino 4. Obat anti hepatotoksik : - Essential phospholipid (EPL) : untuk memperbaiki fungsi hati - Curcuma kompleks : 20 mg kurkuminoid dari curcuma domestica val dan 5 mg minyak atsiri dari curcuma xanthorhiza roxb 5. Kortikosteroid F. ENSEFALOPATI HEPATIK Ensefalopati hepatik merupakan sindrom neuropsikiatri pada penderita penyakit hati berat. Dalam arti sederhana, ensefalopati hepatik dapat dijelaskan sebagai suatu bentuk intoksikasi otak yang disebabkan oleh isi usus yang tidak mengalami metabolisme dalam hati. Sindrom ini ditandai oleh kekacauan mental, tremor otot dan flapping tremor yang disebut sebagai asteriksis. Perubahan mental diawali dengan perubahan kepribadian, hilang ingatan, dan iritabilitas yang dapat berlanjut hingga kematian akibat koma dalam. PATOGENESIS Ensefalopati hepatik dapat terjadi bila terdapat kerusakan hati akibat nekrosis, atau terdapat pirau yang memungkinkan darah portal mencapai sirkulasi sistemik dalam jumlah besar tanpa melewati hati. Metabolit yang menyebabkan timbulnya ensefalopati belum diketahui pasti. Mekanisme dasar tampaknya adalah karena intoksikasi otak oleh produk pemecahan 14 metabolisme protein oleh kerja bakteri dalam usus. Hasil metabolisme ini dapat merusak hati karena terdapat penyakit pada sel hati atau karena terdapat pirau. NH3 (yang dalam keadaan normal diubah menjadi urea oleh hati) merupakan salah satu zat yang diketahui bersifat toksik dan diyakini dapat mengganggu metabolism otak. Ensefalopati hepatik biasanya dipercepat oleh keadaan seperti perdarahan saluran cerna, asupan protein berlebihan, obat diuretik, parasentesis, hipokalemia, infeksi akut, pembedahan, azotemia, pemberian morfin, sedatif atau obat mengandung NH3. 15 MANIFESTASI KLINIS Gejala dan tanda klinis ensefalopati hepatik dapat timbul sangat cepat dan berkembang menjadi koma bila terjadi gagal hati pada penderita hepatitis fulminan. Perkembangan ensefalopati hepatik menjadi koma biasanya dibagi dalam 4 stadium : 1. Stadium I Tanda-tanda tidak begitu jelas dan mungkin sukar diketahui. Tanda yang berbahaya adalah sedikit perubahan kepribadian dan tingkah laku, termasuk penampilan yang tidak terawat baik, termasuk penampilan yang tidak terawatt baik, pandangan mata kosong, bicara tidak jelas, tertawa sembarangan, pelupa,dan tidak mampu memusatkan pikiran. Penderita mungkin cukup rasional, hanya terkadang tidak kooperatif. Penderita lebih letargi atau tidur lebih lama dari biasa atau irama tidurnya terbalik. 2. Stadium II Terjadi perubahan perilaku dan pengendalian sfingter tidak dapat terus dipertahankan. Kedutan otot generalisata dan asteriksis (flapping tremor) dapat dicetuskan bila penderita disuruh mengangkat kedua lengannya dengan lengan atas difiksasi, pergelangan tangan hiperekstensi dan jari-jri terpisah. Perasat ini menyebabkan gerakan fleksi dan ekstensi involuntary cepat dari pergelangan tangan dan sendi metakarpofalang. Asteriksis merupakan 16 suatu manifestasi perifer gangguan metabolisme otak. Dapat disertai apraksia konstitusional yaitu penderita tidak dapat menulis atau menggambar dengan baik. Pada tahap ini perubahan sifat dan kepribadian menjadi lebih jelas terlihat. 3. Stadium III Penderita dapat mengalami kebingungan yang nyata, dengan perubahan perilaku. Selama stadium ini, penderita dapat tidur sepanjang waktu. Elektroensefalogram mulai berubah pada stadium II dan menjadi abnormal pada stadium II dan menjadi abnormal pada stadium III dan IV. 4. Stadium IV Penderita masuk dalam keadaan koma yang tidak dapat dibangunkan, sehingga timbul reflekshiperaktif dan tanda Babinsky. Pada saat ini bau apek yang yang manis (fetor hepatikum) dapat tercium pada napas penderita, atau bahkan waktu masuk ke dalam kamarnya. Hasil pemeriksaan laboratorium tambahan adalah kadar ammonia darah yang meningkat, dan hal ini dapat membantu mendeteksi ensefalopati. PENGOBATAN Langkah pengobatan ensefalopati hepatik dipusatkan pada mekanisme penyebabnya. Dan yang paling penting adalah mencari faktor pencetus, seperti perdarahan saluran cerna atau terapi diuretik yang berlebihan, dan memberikan pengobatan korektif. Pengobatan awal adalah menyingkirkan semua protein dari diet dan menghambat kerja bakteri terhadap protein usus karena pemecahan protein dalam usus adalah sumber NH3 zat nitrogen lain. Neomisin biasanya merupakan obat terpilih untuk penghambatan bakteri usus. Dosis yang lazim diberikan 4-12 gram/hari untuk dewasa. Bakteri usus juga dapat diturunkan dengan penggunaan laktulosa. Koreksi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit penting dilakukan, terutama hipokalemia yang dapat mencetuskan ensefalopati. Pemberian obat sedative dan tranquilizier dan diuretic dihindari, dan penggunaan diuretik dihindari, dan penggunaan diuretik diminimalkan, terutama diuretik yang menurunkan kalium. Makanan yang diberikan berbentuk jus buah manis atau glukosa IV. 17 Beberapa tindakan dapat dilakukan untuk mencegah ensefalopati pada pasien yang memiliki pirau portakaval atau yang sembuh dari ensefalopati. Tindakan ini mencakup diet dengan protein dalam jumlah sedang, dosis rumatan neomisisin, tidak memberikan obat diuretik pendeplesi kalium dan yang mengandung NH3, tidak memberikan obat sedatif dan narkotika, menghindari konstipasi, dan membatasi semua makanan mengandung protein bila gejala muncul kembali 18 BAB III PEMBAHASAN Ikterus adalah penimbunan pigmen empedu dalam tubuh yang menyebabkan perubahan warna jaringan menjadi kuning. Ikterus biasanya dapat dideteksi pada sklera, kulit, atau urin yang menjadi gelap. Beberapa penyebab ikterus yaitu hepatitis dan kolestasis. Hepatitis adalah suatu proses peradangan difus pada jaringan hati yang memberikan gejala klinis yang khas yaitu badan lemah, kencing berwarna seperti air teh pekat, mata dan seluruh badan menjadi kuning. Sedangkan kolesistitis dapat menyebabkan kondisi kolestasis. Kolesistitis merupakan reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan, dan demam dapat bersifat akut atau kronik. ANAMNESA Pasien bernama Ny. Sri Lestari datang dengan keluhan : GEJALA KLINIS Seluruh badan kuning ± 1 minggu, terus menerus KETERANGAN Manifestasi dari ikterus yang terjadi akibat penimbunan bilirubin pada jaringan tubuh termasuk di kulit yang membuat kulit penderita terlihat kuning. Seluruh badan terasa gatal ± 1 minggu Kadar garam empedu yang meningkat dalam darah menimbulkan gatal-gatal pada penderita ikterus. Riwayat demam ± 1 minggu yang lalu, hilang Mengarah proses inflamasi di dalam tubuh. timbul Nyeri perut ± 1 minggu, hilang timbul Mengarah adanya gangguan pada saluran cerna atau hepatobilier atau saluran kemih atau sistem reproduksi, perlu observasi lebih lanjut. 19 Mukosa mulut dan lidah sariawan dan nyeri ± 1 Mengarah proses inflamasi. Dan bulan merupakan bagian dari sindrom dispepsia. Nyeri telan ± 1 bulan Karena adanya lesi/gangguan pada saluran cerna dalam kasus ini yaitu lesi dimulutnya. Dan merupakan bagian dari sindrom dispepsia. Nyeri pergelangan kaki ke bawah dan pergelangan Mengarah proses inflamasi. tangan ke bawah ± 10 hari Diare, cair (+), ampas (+), lendir (-), darah (-), Diare dapat disebabkan oleh infeksi dan kuning (+) non-infeksi. Feses yang berwarna kuning merupakan tanda kelainan hepatoseluler. Riwayat tuberculosis ± 3 bulan yang lalu Mengarah proses spesifik yang kemungkinan masih dalam keadaan aktif dengan melihat onset waktu penyakit tuberculosis yang dialami pasien selama 3 bulan. 20 PATOGENESIS : Riwayat tuberculosis ↓ Melakukan pengobatan anti-tuberculosis ↓ Reaksi simpang obat : isoniazid, rifampisin ↓ Kerusakan sel hati Hepatitis drug induced Kolesistitis ↓ Kolestasis hepatal Infeksi ↓ SGOT ↑, SGPT↑ ↓ Kolestasis posthepatal ↓ Gangguan pengambilan bilirubin Penurunan ekskresi bilirubin Gangguan konjugasi bilirubin Penurunan ekskresi bilirubin ↓ Bilirubin tak terkonjugasi (indirek) ↑ Bilirubin terkonjugasi (direk) ↑ Bilirubin terkonjugasi (direk) ↑ Bilirubin total ↑ 21 ↓ Penimbunan pigmen empedu dalam tubuh Kulit ↓ Kulit ikterik Mata Saluran cerna ↓ ↓ Sterkobilinogen ↓ Sclera ikterik ↓ Gatal Feses pucat Saluran kemih ↓ Urobilinogen ↑ ↓ Urin kecoklatan Hepatitis ↓ Gangguan fungsi hati ↓ Protein NH3 Urea ↓ NH3 dalam darah ↑ ↓ Melewati sawar darah otak ↓ Efek toksik pada otak ↓ Ensefalopati hepatik 22 PEMERIKSAAN FISIK TANDA KLINIS Kepala & Leher : KETERANGAN Sklera dan kulit yang ikterik terjadi karena - Konjungtiva anemis : (-/-) penimbunan bilirubin pada jaringan tubuh. - Sklera ikterik : (+/+) Mukosa mulut dan lidah mengarah proses - Kulit : ikterik inflamasi yang dapat disebabkan karena - Mukosa mulut : ulser, hiperemis infeksi dan lain-lain. - Lidah : ulser, hiperemis Thorax : kulit ikterik Kulit yang ikterik terjadi karena penimbunan bilirubin pada jaringan tubuh. Abdomen : kulit ikterik, nyeri tekan (-), hepar Kulit yang ikterik terjadi karena dan lien tidak teraba penimbunan bilirubin pada jaringan tubuh. Ekstremitas : kulit ikterik (+) Kulit yang ikterik terjadi karena penimbunan bilirubin pada jaringan tubuh. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM : 13 Desember 2012 WBC : 6.8 x 10³ /mm3 %LYM : 34.2 % RBC : 5.11 x 106 /mm3 %MON : 5.6 % HGB : 12.0 g/dl %GRA : 60.2% HCT : 36.2 % #LYM : 2.3 x 10³ /mm3 PLT : 273 x 10³ /mm3 #MON : 0.3 x 10³ /mm3 PCT : 0.252 % #GRA : 4.2 x 10³ /mm3 MCV : 71 μm3 GLUCOSE : 91 mg/dl MCH : 23.4 pg UREUM : 23 mg/dl MCHC : 33.0 g/dl CREATININE : 0.8 mg/dl RDW : 26.5 % SGOT : 65 U/I (↑) 23 MPV : 9.2 μm3 SGPT : 168 U/I (↑) PDW : 7.1 % BILIRUBIN DIRECT : 9.47 mg/dl (↑) BILIRUBIN TOTAL : 24.1 mg/dl (↑) Pada hasil pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan SGOT yang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi yaitu : 1. Peningkatan ringan yaitu peningkatan < 3 kali normal. Kondisi ini dapat disebabkan oleh perikarditis, sirosis hepatis, infark paru, cerebrovascular accident (cva). 2. Peningkatan sedang yaitu peningkatan 3-5 kali normal. Kondisi ini dapat disebabkan oleh obstruksi saluran empedu, aritmia jantung, gagal jantung kongestif, tumor hati. 3. Peningkatan tinggi yaitu peningkatan > 5 kali normal. Kondisi ini dapat disebabkan oleh kerusakan hepatoseluler, infark jantung, kolaps sirkulasi. Pada pasien terdapat peningkatan SGOT > 5 kali normal dan mengarah kerusakan hepatoseluler dengan melihat kepada hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lainnya. Selain SGOT didapatkan meningkat, SGPT juga mengalami peningkatan. Kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan peningkatan tersebut yaitu : 1. Peningkatan SGOT/SGPT > 20 kali nilai normal Penyebab : hepatitis virus, hepatitis toksik. 2. Peningkatan SGOT/SGPT 3-10 kali nilai normal Penyebab : infeksi mononuclear, hepatitis kronik aktif, obstruksi empedu ekstra hepatik, sindrom reye, infark miokard. 3. Peningkatan SGOT/SGPT 1-3 kali nilai normal Penyebab : pankreatitis, perlemakan hati, sirosis Laennec, sirosis biliar. Terdapat peningkatan bilirubin direk dan total, dimana pada kasus disebabkan oleh gangguan hepatoseluler dan obstruktif yang dapat menyebabkan gangguan pengambilan bilirubin, gangguan konjugasi bilirubin dan penurunan ekskresi bilirubin. 24 15 Desember 2012 HBsAg : negative (-) HBsAg (-) maka adanya penyakit hepatitis B dapat ditapis. 18 Desember 2012 SGOT : 1008 U/I (↑) SGPT : 177 U/I (↑) Terdapat peningkatan SGOT dan SGPT. Kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan peningkatan tersebut yaitu : 4. Peningkatan SGOT/SGPT > 20 kali nilai normal Penyebab : hepatitis virus, hepatitis toksik. 5. Peningkatan SGOT/SGPT 3-10 kali nilai normal Penyebab : infeksi mononuclear, hepatitis kronik aktif, obstruksi empedu ekstra hepatik, sindrom reye, infark miokard. 6. Peningkatan SGOT/SGPT 1-3 kali nilai normal Penyebab : pankreatitis, perlemakan hati, sirosis Laennec, sirosis biliar. 19 Desember 2012 HIV : non reaktif HIV (-) maka adanya penyakit HIV-AIDS dapat ditapis. 21 Desember 2012 SGOT : 18 U/I SGPT : 184 U/I (↑) 25 BILIRUBIN DIRECT : 34.65 mg/dl (↑) BILIRUBIN TOTAL : 41.8 mg/dl (↑) Terdapat peningkatan bilirubin direk dan total, dimana pada kasus disebabkan oleh gangguan hepatoseluler dan obstruktif yang dapat menyebabkan gangguan pengambilan bilirubin, gangguan konjugasi bilirubin dan penurunan ekskresi bilirubin. 2. HASIL PEMERIKSAAN ULTRASONOGRAFI : 17 Desember 2012 - Tanda-tanda cholecystitis dengan sludge (+) - Tak tampak gambaran khas diffuse liver disease - Sonography tak tampak kelainan pada hepar, kedua ren, lien, pancreas, vesica urinaria, dan uterus - Tak tampak lymphadenopathy pra-aortici PENATALAKSANAAN 1. Infus Dextrose 5% 20 tpm - Komposisi : Dextrose monohydrate 55 g. - Indikasi : Memenuhi kebutuhan kalori dan mengatasi hipoglikemia. - Kontraindikasi : Status hiperglikemia, hiperhidrasi hipotonik, status hiperosmotik, sindrom malabsorpsi glukosa-galaktosa. - Efek samping : Tromboflebitis, oliguria, kolaps sirkulasi darah. - Dosis pemakaian : Dosis bersifat individual. - Sediaan : Larutan infus 55 mg dalam 500 ml. 2. Infus Aminofusin hepar 1 fl 1 hari - Komposisi : Kadar tinggi dari rantai cabang aminoacids (isoleucin, leucine, valine) dan kadar rendah dari methionine, phenylalanine dan tryptophan, amino acid lainnya, sorbitol, xylitol, dan elektrolit. 26 - Indikasi : Nutrisi parenteral esensial untuk pasien dengan insufisiensi hati kronik yang berat. - Kontraindikasi : Koma hepatik endogen, atrofi hepatik akut, hiperkalemia, syok, dekompensasi kordis, intoleransi fruktosa atau sorbitol, xylitol, elektrolit. - Dosis pemakaian : 1000 – 1500 ml/hari dengan kecepatan infus 2 ml/kgBB/jam atau 40 tetes/menit. - Sediaan : Larutan infus 500 ml. 3. Infus Aminofluid 500 1 fl 1 hari - Komposisi : Glucose 75 gr, total free amino acids 30 gr, total nitrogen 4.7 gr, essential/non-essential amino acids 1.44 gr, branched-chain amino acids 30%. Energi: 420 kkal. - Indikasi : Suplai elektrolit, glukosa dan asam amino pada kondisi dimana asupan oral tidak adekuat, sebelum dan sesudah operasi. - Kontraindikasi : Koma hepatik atau resiko koma hepatik, gangguan ginjal berat atau azotemia, gagal jantung kongestif, asidosis berat, metabolisme elektrolit yang abnormal, metabolisme asam amino yang abnormal, hiperkalemia, hiperfosfatemia, hiperkalsemia, hipermagnesemia. - Efek samping : Ruam kulit, edema serebral, pulmoner dan perifer, hiperkalemia, asidosis, nyeri vaskuler, flebitis, menggigil, demam, sakit kepala. - Dosis pemakaian : Dewasa dosis lazim 500 ml secara infuse melalui vena perifer, maksimal 500 ml/120menit, diberikan secara lambat pada pasien lanjut usia, dan yang mengalami sakit kritis. - Sediaan : Larutan infus 500 ml. 4. Injeksi Cefotaxim 2x1 gr / i.v - Komposisi : Cefotaxime Na. - Indikasi : Infeksi saluran nafas bagian bawah, infeksi saluran kemih kelamin, infeksi ginekologi, bakteremia, septicemia, infeksi SSP, infeksi kulit dan jaringan lunak, infeksi intra abdominal, infeksi tulang dan sendi, infeksi pasca operasi. - Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap sefalosporin. - Efek samping : Ruam, pruritus, demam, eosinofilia, mual, muntah, diare, trombositopenia, agranulositosis, sakit kepala,peningkatan sementara SGOT dan SGPT. 27 - Interaksi obat : Aminoglikosida. - Dosis pemakaian : Dewasa 1gr IM/IV tiap 12 jam. - Sediaan : Vial 1 gr. 5. Injeksi Ceftriaxone 2x1 gr / i.v - Komposisi : Ceftriaxone disodium atau ceftriaxone Na. - Indikasi : Sepsis, meningitis, infeksi saluran nafas bawah, saluran kemih, infeksi kulit dan jaringan lunak, infeksi tulang, infeksi intra-abdominal, septicemia, GO, pencegahan infeksi peri-operasi. - Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap sefalosporin. - Efek samping : Gangguan gastrointestinal, reaksi kulit, kelainan hematologi. - Dosis pemakaian : Dewasa 1-2 gr/hari dapat ditingkatkan sampai 4 gr/hari. - Sediaan : Vial 1 gr. 6. Injeksi Metoclopramide 2x1 / i.v - Komposisi : Metoclopramide HCL. - Indikasi : Gangguan gastrointestinal, mabuk perjalanan, mual dan muntah, anoreksia, aerofagi, ulkus peptic, stenosis pilorik, dispepsia, epigastralgia, gastroduodenitis, endoskopi dan intubasi. - Kontraindikasi : Obstruksi intestinal, feokromositoma, epilepsi. - Efek samping : Reaksi extrapiramidal, pusing, leleah, mengantuk, sakit kepala, depresi, gelisah, ganggua gastrointestinal. - Interaksi obat : Bersifat antagonis dengan antikolinergik dan analgesic narkotik. Depresan SSP meningkatkan sedasi. Menghambat absopsi digoksin, simetidin, dan meningkatkan absopsi paracetamol, tetrasiklin, levodopa di usus. - Dosis pemakaian : Dewasa 10 mg 4 x/hari selama hingga 10 hari. - Sediaan : Ampul 10mg / 2ml. 7. Injeksi Metilprednisolone 2x1 / i.v - Komposisi : Metilprednisolone. - Mekanisme kerja : Metilprednisolon merupakan kortikosteroid dengan kerja intermediate yang termasuk kategori adrenokortikoid, antiinflamasi dan imunosupresan. 28 - Indikasi : Keadaan alergi dan peradangan pada kulit dan saluran pernapasan tertentu, kondisi peradangan pada mata, penyakit reumatik, syok, penyakit kolagen, inflamasi kolon, dll. - Kontraindikasi : Tuberculosis, infeksi jamur sistemik, ulkus peptic, herpes, DM dan varisela. - Efek samping : Gangguan elektrolit dan cairan tubuh, penurunan resistensi terhadap infeksi, sindroma Cushing, osteoporosis, tukak lambung, meningkatnya tekanan darah. - Interaksi obat : Glikosida, diuretik, barbirut, fenitoin, rifampisin, anti koagulan, anti DM. Dosis pemakaian : Dewasa 10 – 40 mg IM/IV. Bayi dan anak 0,117 mg/kgBB/hari. - Sediaan : Vial 125 mg. 8. Hepamax 3x1 tab / p.o - Komposisi : PPC 95% 150mg, silyramin phytosome 100mg, schizandra extr 37.5mg, dαtocopherol 5 iu. - Indikasi : Suplemen untuk memelihara dan memperbaiki fungsi hati. Mencegah dan mengobati penyakit hati. - Kontraindikasi : Epilepsi, hipertensi kronik, TIK tinggi. - Interaksi obat : Acetaminophen. - Dosis pemakaian : Awal 1 kapsul 3-4 x/hari. Pemeliharaan 1 kapsul 1-2 x/hari. - Sediaan : Kapsul lunak. 9. Paracetamol 3x1 tab / p.o - Komposisi : Paracetamol. - Indikasi : Meredakan nyeri seperti sakit kepala, sakit gigi, nyeri otot. Menghilangkan demam. - Kontraindikasi : Gangguan fungsi hati berat. - Efek samping : Mual, muntah, diare, diaphoresis, wajah pucat, nyeri perut. Gangguan fungsi hati. - Interaksi obat : Alkohol, vasopressin, polisorbat, antihipertensi, metoclopramide. - Dosis pemakaian : Dewasa 1-2 tablet diberikan 3-4 x/hari. - Sediaan : Tablet 500mg. 10. Vitamin B complex 2x1 tab / p.o - Komposisi : Vitsmin B1 100mg, vitamin B6 100mg, vitamin B12 5000mcg. 29 - Indikasi : Terapi defisiensi vitamin B1, B6, dan B12 misalnya beri-beri, neuritis perifer dan neuralgia. - Efek samping : Sindroma neuropati. - Dosis pemakaian : 1 tab/hari - Sediaan : Tablet salut selaput. 11. Kaolin+pectin 3x2 tab / p.o - Komposisi : Kaolin 550 mg, pectin 20mg. - Indikasi : Simptomatik diare non-spesifik. - Kontraindikasi : Obstruksi intestinal, hipersensitivitas. - Efek samping : Konstipasi. - Dosis pemakaian : Dewasa 2.5 tablet/diare, maksimal 15 tablet/24 jam - Sediaan : Tablet. 12. Alprazolam 1x1 tab / p.o - Komposisi : Alprazolam. - Indikasi : Ansietas, gangguan panik. - Kontraindikasi : Glaukoma akut sudut sempit, miastenia gravis, insufisiensi paru akut, kondisi fobia, obsesi psikosis kronik. - Efek samping : Mengantuk dan pusing. - Interaksi obat : Efek ditingkatkan oleh alcohol dan barbiturate. - Dosis pemakaian : Dewasa 0.25-0.5 mg 3 x/hari, dapat ditingkatkan bertahap dengan interval 3-4 hari. Maksimal 4mg/hari. - Sediaan : Tablet. 13. Lacto B 3x1 sachet / p.o - Komposisi : Viable cell counts 1x107 CFU/g (Lactobacillus acidophilus, Bifidobacterium longun, Streptococcus thermophillus), vitamin C 10mg, Vitamin B1 0.5mg, vitamin B2 0.5mg, vitamin B6 0.5mg, niacin 2mg, protein 0.02gr, fat 0.1gr, energi 3.4 kal. - Indikasi : Pengobatan diare dan pencegahan intoleransi laktosa. - Dosis pemakaian : 3 sachet/hari. - Sediaan : Sachet. 14. Ursodeoxycholic acid 3x1 tab / p.o - Komposisi :Ursodeoxycholic acid. 30 - Indikasi : Batu empedu tembus sinar X dengan diameter ≤ 20 mm. - Kontraindikasi : Batu kolesterol yang mengalami kalsifikasi, batu pigmen empedu radioopak atau radiolusen. Kolesistitis akut yang tidak mengalami remisi, kolangitis, obstruksi bilier. - Efek samping : Diare, ruam, pruritus. - Interaksi obat : Absorpsi dihambat oleh kolestiramin dan Al(OH)3. - Dosis pemakaian : 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2-3 dosis. - Sediaan : Tablet. 15. Ketoconazole 1x1 tab / p.o - Komposisi : Ketoconazole. - Indikasi : Terapi infeksi sistemik atau superficial yang tidak responsive dengan terapi topical atau nistatin/griseofulvin, kandidiasis, histoplasmosis, parakoksidiodomikosis. - Kontraindikasi : Penyakit hati, fase penyembuhan hepatitis, hipersensitif. - Efek samping : Gangguan gastroinstestinal, pruritus, peningkatan hasil tes fungsi hati, reaksi alergi akut, hepatitis. - Interaksi obat : Alkohol, rifampisin, INH. - Dosis pemakaian : 1 tablet/hari. - Sediaan : Tablet. 16. Cefixime 2x100mg tab / p.o - Komposisi : Cefixime. - Indikasi : ISK tak terkomplikasi, otitis media, faringitis, tonsillitis, bronchitis akut dan kronik. - Kontraindikasi : Hipersensitifitas terhadap sefiksim. - Efek samping : Syok, reaksi hipersensitifitas, kelainan hematologi, peningkatan hasil tes fungsi hati, gangguan gastrointestinal. - Dosis pemakaian : Dewasa 50-100 mg 2 x/hari. - Sediaan : Kapsul. 17. Curcuma 3x1 tab / p.o - Komposisi : Bubuk dari akar curcuma. - Indikasi : Anoreksia, ikterus karena obstruksi, amenore. 31 - Dosis pemakaian : Ikterus 1-2 tab/drag, jika gejala berlanjut, ilanjutkan dengan ½ -1 tab/drag. - Sediaan : Tablet 200mg. 18. Phenolphthalein+liquid paraffin+glycerin 2 x 1 C / p.o - Komposisi : Per 5ml mengandung phenolphthalein 55 mg, liquid paraffin 1200 mg, glycerin 378 mg. - Indikasi : Konstipasi, bilas usus. - Kontraindikasi : Ileus obstruktif, nyeri perut yang tidak diketahui penyebabnya. - Efek samping : Ruam kulit, pruritus, rasa panas terbakar, kolik, diare, mual, muntah. - Interaksi obat : Minyak mineral dapat mengganggu absorpsi vitamin yang larut dalam lemak. - Dosis pemakaian : 1-2 sdm (15-30 mL) 1x/hari sebelum tidur. - Sediaan : Emulsi 30ml, 60ml, 110ml. 32 DAFTAR PUSTAKA Anonym. 2012. Ikterus Obstruktif. Didapat dari : http://id.scribd.com/doc/88994257/46584039IKTERUS-OBSTRUKTIF diakses pada tanggal 20 Desember 2012 Corwin,E.J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC,. p. 437-8 Djauzi,S., Sundaru,H., Mahdi,D. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Hadi,S. 2002. Gastroenterologi. Bandung : PT. Alumni Bandung Mansjoer,A., Suprohaita, Wardhani. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Nugraheni,E.,S. 2010. Macam Penyakit Hepar dan Pemeriksaannya. Didapat dari : http://fk.uwks.ac.id/archieve/jurnal/Vol1.no2.Juli2008/MACAM%20%20PENYAKIT%2 0HEPAR%20DAN%20PEMERIKSAANNYA.pdf diakses pada tanggal 20 Desember 2012 Price,S.A., Lorraine,M.W. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed. 6. Jakarta: EGC Santoso,A., dkk. 2012. MIMS. Vol.13. Jakarta : Bhuana Ilmu Populer Tendean,M. 2012. Hepatitis Imbas Obat. Didapat dari : http://www.ukrida.ac.id/jkunukr/jou/ fkedd/2009/jkunukr-ns-jou-2009-2097-1848-hepatitis-resource1.pdf diakses pada tanggal 25 Desember 2012 33