Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
Perkembangan
Sepanjang
Hayat
Tahapan Perkembangan Manusia dari
Masa Remaja sampai dalam Masa
Menghadapi Kematian
Fakultas
Program Studi
Psikologi
Psikologi
Tatap Muka
03
Kode MK
Disusun Oleh
MK61095
Hanifah, M.Psi, Psikolog
Abstract
Kompetensi
Bidang Psikologi yang perlu dikuasai
oleh mahasiswa Psikologi tingkat S1
sebagai bekal untuk melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi
dalam bidang Psikologi
Mahasiswa menguasai teori dari tokohtokoh Psikologi perkembangan dan
menguasai materi mengenai tahapan
perkembangan manusia
Memahami Masa Perkembangan
dalam Aspek Psikososial
Remaja
Masa Remaja
Masa remaja sesungguhnya menjadi waktu bagi remaja untuk menemukan siapa
dirinya, bagaimana konsep diri, penghargaan diri dan bagaimana formasi untuk mencari
identitas dirinya. Terdapat perbedaan yang nyata bagaimana perubahan deskripsi diri yang
terjadi pada masa anak-anak dengan remaja. Pertama, pada remaja deskripsi diri menjadi
lebih bersifat psikologis bukan lagi sekedar fisik. Kedua, gambaran diri dapat lebih bersifat
abstrak dan tidak lagi berfikir konkret. Ketiga, remaja merefleksikan dirinya seperti apa yang
terlihat ; remaja memiliki kesadaran diri yang lebih baik dibandingkan dengan anak-anak.
Remaja memiliki kemampuan untuk memikirkan isi pikiran mereka sendiri dan pemikiran
serta perasaan orang lain yang dapat membuat mereka menyadari perasaan sakit yang
dialami oleh seseorang. Keempat, remaja memiliki konsep diri yang jelas berbeda dengan
anak-anak. Berdasarkan kondisi yang dialami pada masa remaja, dapat ditarik kesimpulan
bahwa dari masa anak-anak menuju masa remaja atau bahkan pada masa perkembangan
berikutnya, pemahaman atas diri sendiri menjadi lebih bersifat psikologis, abstrak,
terdiferensiasi dengan jelas, dan terintegrasi serta mengalami peningkatan dalam kesadaran
dirinya sendiri.
Peningkatan pemikiran abstrak dan idealis pada masa remaja menjadi dasar untuk
mencari identitas diri sendiri. Ada beberapa perubahan yang menandai perkembangan
psikososial pada remaja dan banyak aspek dari perkembangan sosial-emosional seperti
hubungan dengan orangtua, interaksi dengan teman sebaya dan persahabatan, serta nilainilai budaya dan etnis yang berkontribusi terhadap perkembangan identitas remaja.
Perubahan ini juga mencakup meningkatnya usaha remaja untuk memahami diri sendiri
serta pencarian identitas. Terdapat beberapa hal yang diketahui menjadi persoalan dalam
remaja terkait dengan perkembangan psikososial mereka, yaitu :

Membangun
identitas
sebagai
seorang
remaja.
Remaja
akan
mulai
mengintegrasikan berbagai opini dari orang-orang yang memiliki pengaruh dalam
kehidupannya (orangtua, orang dewasa yang peduli terhadap mereka dan temanteman) baik opini yang disukai maupun yang tidak disukai. Pada akhirnya, remaja
yang mampu membangun identitasnya dapat memiliki nilai-nilai kehidupan dan
keyakinan, tujuan profesi, dan harapan dalam hubungannya dengan orang lain
dengan jelas
2016
2
Perkembangan Sepanjang Hayat
Hanifah, M.Psi, Psikolog
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id

Membangun otonomi yang berarti remaja dapat menjadi pribadi yang mandiri dan
mampu mengendalikan dirinya sendiri maupun dalam menjalin hubungan dengan
orang lain. Otonomi pada masa remaja dapat diperoleh melalui kemampuan untuk
membuat dan mengambil keputusan sendiri, hidup dengan prinsip pemikiran yang
benar maupun salah serta berkurangnya ketergantungan secara emosional dengan
orang tua

Membangun keintiman. Keintiman merujuk pada pengertian bahwa remaja memiliki
hubungan dekat dengan orang lan yang memiliki keterbukaan, kejujuran, kepedulian
dan kepercayaan satu sama lain. Persahabatan dapat melatih ketrampilan sosial
remaja dengan teman sebayanya. Hal ini berarti melalui teman sebayanya, remaja
dapat belajar bagaimana untuk memulai, menjaga ataupun mengakhiri hubungan ;
mempraktekkan ketrampilan sosialnya ; dan memiliki hubungan lebih dekat dengan
orang lain

Merasa nyaman dengan orang lain yang berjenis kelamin sama dengan dirinya
maupun dengan lawan jenisnya. Masa remaja menandai pertama kalinya seseorang
memiliki kematangan secara fisik dan berkembangnya kemampuan kognitif untuk
berfikir. Pada tahap ini, remaja memiliki perkembangan dalam pengetahuannya
mengenai seksualitas.

Pencapaian prestasi. Remaja dapat melihat hubungan antara kemampuan yang
dimilikinya saat ini dan rencana-rencana serta aspirasi karirnya di masa depan.
Mereka perlu mencari jalan keluar mengenai pilihan dalam pencapaian prestasi –
mereka cukup bagus dalam bidang apa dan area mana mereka harus berjuang
untuk mencapai kesuksesan.
Pembahasan
berikut
ini
akan
mengulas
bagaimana
perkembangan
psikososial yang terjadi pada masa remaja yang meliputi penghargaan diri dan
pencarian identitas diri.
Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial
Penghargaan Diri
Perkembangan fisik dan sosio-emosional pada masa remaja memiliki keterkaitan
satu sama lain. Kaitan tersebut terlihat paling jelas pada masa pubertas yang dialami oleh
remaja. Remaja laki-laki yang matang terlebih dahulu dibandingkan dengan teman
sebayanya cenderung menunjukkan hasil sosial-emosional yang lebih positif seperti lebih
populer dengan teman sebayanya dan memiliki harga diri yang lebih tinggi. Masa remaja
merupakan masa bergolak yang diwarnai oleh konflik dan perubahan suasana hati (mood).
2016
3
Perkembangan Sepanjang Hayat
Hanifah, M.Psi, Psikolog
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Berdasarkan hasil studi, diketahui bahwa laki-laki maupun perempuan memiliki
penghargaan diri yang tinggi di masa kanak-kanak, namun harga diri mereka cenderung
menurun drastis selama masa remaja. Hal ini dikarenakan remaja memiiki wawasan
pengetahuan yang lebih luas dan realistis mengenai kelebihan dan kekurangan diri mereka
sendiri. Terkadang remaja juga tidak memiliki kepastian ketika mereka harus pindah dari
sekolah dasar menuju sekolah menengah pertama walau ini hanya bersifat sementara.
Selain itu, remaja menjadi kurang bahagia karena mereka mengalami perubahan dalam
bentuk tubuhnya. Namun, alasan-alasan dalam penghargaan diri ini hanya memengaruhi
beberapa remaja, terutama bagi remaja yang menghadapi berbagai tekanan. Tekanantekanan ini dapat berupa masa transisi dari sekolah dasar menuju sekolah menengah
pertama, menghadapi situasi perubahan-perubahan dalam masa pubertas, memulai suatu
hubungan dengan lawan jenis dan kemungkinan untuk beradaptasi dengan keluarga yang
harus berpindah-pindah tempat tinggal. Perubahan dalam bentuk tubuh mungkin dapat
menjelaskan lebih banyak, terutama untuk remaja perempuan yang berfikir bahwa mereka
harus terihat lebih menarik. Hasil observasi dari penghargaan diri yang dimiliki oleh remaja
ternyata menunjukkan bahwa remaja laki-laki dan perempuan merasa tidak puas dengan
perubahan bentuk tubuhnya.
Penurunan penghargaan diri pada anak perempuan lebih besar dibandingkan anak
laki-laki, paling tidak di awal masa remaja. Meskipun, beberapa remaja mengalami
penurunan dalam penghargaan dirinya di awal masa remaja, sebagian besar remaja lainnya
memiliki penghargaan diri yang tinggi pada periode perkembangannya. Hal ini dapat terjadi
dikarenakan salah satu alasan yaitu di masa pubertas, remaja perempuan memiliki
pencitraan tubuh yang negatif. Penjelasan lainnya menyatakan bahwa remaja perempuan
memiliki minat yang lebih besar di dalam relasi sosial namun masyarakat tidak dapat
mengantisipasi minat mereka tersebut. Penghargaan diri memang dapat dipengaruhi oleh
konteks sosial dan perbandingan sosial yang diciptakan oleh remaja itu sendiri. Berpegang
pada beberapa faktor seperti kesetaraan dalam kompetensi akademik, konsep diri pelajar
terkait dengan nilai akademiknya menjadi kurang positif ketika remaja hanya mencapai
prestasi yaitu nilai rata-rata sedangkan teman-teman sekelasnya memiliki nilai cukup tinggi.
Berbeda situasinya apabila pencapaian nilai rata-rata di kelasnya adalah nilai yang rendah
sehingga nilai rata-rata yang dimiliki oleh remaja ini dianggap cukup bagus dalam
kompetensi akademiknya. Secara keseluruhan, remaja tidak memiliki penghargaan diri yang
ekstrem pada masa perkembangannya.
Penghargaan diri mencerminkan persepsi yang tidak selalu sesuai dengan
realitasnya. Penghargaan diri yang tinggi dapat mengacu pada persepsi yang akurat
mengenai nilai seseorang sebagai manusia serta keberhasilan dan pencapaian seseorang,
namun juga dapat mengindikasikan kesombongan, berlebihan dan merasa superior dari
2016
4
Perkembangan Sepanjang Hayat
Hanifah, M.Psi, Psikolog
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
yang lain. Penghargaan diri yang rendah mengindikasikan persepsi mengenai kekurangan
atau penyimpangan seseorang, atau bahkan rasa inferior dan ketidaknyamanan patologis.
Terlihat pada remaja bahwa mereka mampu untuk mengubah konsep diri yang dimiliki
secara wajar, dengan cara berada dalam kelompok remaja yang sama-sama melewati
perubahan-perubahan dalam aspek fisik, kognitif dan sosial. Kondisi ini juga diduga dapat
memberikan kesempatan bagi remaja untuk merasakan bahwa dirinya memiliki kompetensi
dalam berbagai aspek penting dalam kehidupan terutama ketika mendapatkan persetujuan
serta dukungan dari orangtua, teman sebaya maupun orang-orang penting dalam
kehidupannya. Hasilnya, remaja akan memiliki pandangan yang positif mengenai dirinya
sendiri. Pemaknaan lainnya adalah sebagai individu yang akan memasuki masa dewasa,
remaja dengan penghargaan diri yang rendah cenderung memiliki kondisi fisik dan mental
yang kurang baik, karir dan prospek keuangan yang tidak baik juga, serta tingginya perilaku
kriminal dibandingkan dengan remaja yang memiliki penghargaan diri yang tinggi. Terkait
dengan karir, di awal masa remaja, mereka akan mengekspresikan ketertarikan mereka
terhadap karir tertentu dalam kondisi yang lebih stabil, minimal dalam karakter kepribadian,
dan mulai dapat memprediksi karir yang menarik dalam masa dewasa awal dan dewasa
tengah yang terkesan lebih baik.
Pada masa perkembangannya, remaja juga mengalami fase narsisme. Narsisme
yang mengacu pada pendekatan terhadap orang lain yang berpusat pada diri sendiri (selfcentered) dan memikirkan diri sendiri (self-concerned). Biasanya, pelaku narsisme tidak
menyadari keadaan aktual diri sendiri dan bagaimana orang lain memandangnya. Pelaku
narsisme sangat berpusat pada dirinya, selalu menekankan bahwa dirinya sempurna (self
congratulatory) serta memandang keinginan dan harapannya adalah hal terpenting.
Identitas Diri
Erik Erikson adalah tokoh pertama yang memahami betapa pentingnya pertanyaanpertanyaan mengenai identitas untuk memahami perkembangan remaja. Pada teori
sepanjang hayat terutama perkembangan psikososial, Erik Erikson menyatakan bahwa
seseorang melewati delapan tahap perkembangan psikososial. Dalam delapan tahap yang
dikemukakan Erikson, gagasan tentang pembentukan identitas selama masa remaja
merupakan sumbangan terbesarnya bagi ilmu Psikologi. Erikson memaparkan bahwa masa
kritis dalam proses kehidupan dalam membentuk identitas seseorang dan yang terlihat pada
pengalaman remaja adalah konflik psikososial yaitu identity versus role confusion. Adapun
beberapa tahapan lainnya yang termasuk dalam perkembangan psikososial yang
dikemukakan oleh Erikson. Tabel di bawah ini merupakan 8 tahap perkembangan
psikososial yang dirumuskan oleh Erik Erikson.
2016
5
Perkembangan Sepanjang Hayat
Hanifah, M.Psi, Psikolog
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Tabel 1.1
Teori Perkembangan Psikososial Erikson
Tahapan
Usia
Trust vs Mistrust
Kelahiran - 1
tahun
Autonomy vs
Shame
1 hingga 3
tahun
Initiative vs Guilt
3 hingga 6
tahun
Industry vs
Inferiority
6 hingga 12
tahun
Identity vs Role
Confusion
12 hingga 20
tahun
2016
6
Perkembangan Sepanjang Hayat
Hanifah, M.Psi, Psikolog
Deskripsi
Mengembangkan kemampuan untuk mengenal
dan percaya bahwa dunia sebagai tempat yang
aman dan baik. Hal ini diperoleh dari kehangatan
dan
tanggung
jawab
yang
diberikan.
Ketidakpercayaan terjadi ketika bayi menunggu
terlalu lama untuk merasa nyaman kemudian
mendapatkan perawatan yang kurang baik
Menyadari bahwa diri sendiri adalah pribadi yang
mandiri dan dapat membuat keputusan.
Menggunakan ketrampilan psikomotorik, anakanak ingin menentukan dan mengambil
keputusan untuk dirinya sendiri. Otonomi
diperoleh ketika anak-anak dirawat / dididik oleh
orangtua yang mengizinkan mereka untuk bebas
membuat keputusan tanpa adanya paksaan atau
membuat
mereka
merasa
malu
atas
keputusannya
Mengembangkan kemampuan untuk mencoba
hal-hal baru dan mengatasi kegagalan. Inisiatif
yang ditunjukkan dengan ambisi dan tanggung
jawab, berkembang ketika orang tua mendukung
anak-anak mereka dalam mencapai tujuan. Ketika
orangtua
lebih
banyak
menuntut
dan
mengendalikan, anak-anak menjadi lebih mudah
memiliki rasa bersalah yang berlebihan
Mengembangkan rasa percaya dan bangga atas
kemampuan diri untuk mencapai keberhasilan.
Anak-anak mengembangkan kapasitasnya dalam
bekerja dan bekerjasama dengan orang lain.
Inferioritas berkembang ketika mereka memiliki
pengalaman negatif di rumah, sekolah atau
dengan teman sebaya yang mengarahkan dirinya
untuk merasakan tidak memiliki kompetensi
apapun
Mengeksplorasi
kemandirian
dan
mengembangkan kesadaran atas diri sendiri.
Remaja mencoba untuk menjawab berbagai
pertanyaan dengan mengeksplorasi nilai-nilai dan
tujuan profesi yang dipilihnya bagi yang telah
terbentuk identitas personalnya. Sebaliknya,
mereka yang belum mampu melewati tahapan ini
akan merasa kebingungan mengenai perannya di
masa depan.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Intimacy vs
Isolation
20 hingga 40
tahun
Generativity vs
Stagnation
40 hingga 65
tahun
Integrity vs
Despair
65 tahun ke
atas
Mengeksplorasi hubungan secara personal dan
siap berkomitmen dengan orang lain. Dewasa
muda akan membangun keintiman dengan
dengan orang lain. Namun, apabila mengalami
kekecewaan, individu tidak dapat menjalin
hubungan dekat dengan orang lain bahkan
merasa terisolasi
Membangun kehidupan dengan fokus pada karir
dan keluarga. Pada usia dewasa tengah, mereka
dapat berkontribusi pada generasi berikutnya
dengan membesarkan/mengasuh anak-anak,
peduli terhadap orang lain atau bekerja dengan
produktif. Seseorang yang gagal pada tahapan ini
akan merasa tidak mampu untuk mencapai
keberhasilan apapun
Memahami kepuasan hidup dan kehidupan yang
berharga. Pada usia dewasa akhir, seseorang
akan merefleksikan setiap hal yang mereka miliki.
Integritas dihasilkan dari adanya perasaan bahwa
ia memiliki kehidupan yang bermakna. Seseorang
yang merasa tidak puas dengan hidupnya akan
merasa takut pada kematian
Menurut Erikson, tahap kelima dari perkembangan sosial yang dikemukakannya
adalah identity vs role confusion. Pada tahap kelima ini, dalam mencari identitas (identity),
remaja menghadapi tantangan untuk menemukan siapa mereka atau memutuskan siapakah
dirinya, apa peran mereka dan apakah yang hendak diraihnya. Pada tahap ini, Erikson
mencirikan remaja yang memasuki masa ‘krisis identitas’, dimana mereka akan berupaya
untuk menjelaskan siapa mereka (dalam hal karir, agama, identitas seksual, dan yang
lainnya). Remaja juga dihadapkan dengan banyaknya peranan baru maupun status orang
dewasa yang akan dicapainya. Untuk memperoleh makna dari identitas, remaja harus dapat
mengintegrasikan banyaknya persepsi yang terpisah-pisah, yang sebenarnya merupakan
bagian dari konsep diri ke dalam pemaknaan diri sendiri kemudian harus dapat merasakan
siapa dirinya, apakah menjadi orang yang sama pada hari kemarin, hari ini atau esok hari, di
rumah, di sekolah ataupun di tempat kerja. Apabila remaja tidak mencari identitas mereka
dengan cukup pada tahap ini, maka mereka akan mengalami kebingungan mengenai siapa
diri mereka. Dengan demikian, menurut Erikson, orangtua harus mengizinkan remaja untuk
menggali beragam peran dan jalan serta tidak memaksakan identitas tertentu pada mereka.
Erikson menjelaskan masa remaja sebagai masa penangguhan. Masa penangguhan adalah
celah pada waktu dan pada perkembangan pikiran antara keamanan pada masa kanakkanak dengan kemandirian pada masa dewasa. Remaja yang menggunakan masa
2016
7
Perkembangan Sepanjang Hayat
Hanifah, M.Psi, Psikolog
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
penangguhan ini untuk mencari alternatif-alternatif, akan dapat mencapai beberapa resolusi
dari krisis identitas, dan muncul dengan pengertian akan dirinya sendiri yang baru dan dapat
diterima. Mereka yang tidak berhasil menyelesaikan krisis ini akan mengalami kebingungan,
rasa tersiksa yang disebut Erikson sebagai role confusion. Kebingungan ini diekspresikan
dalam satu dari dua cara yaitu individu menarik diri, mengisolir diri mereka dari teman
sebaya dan keluarga atau meleburkan diri dengan orang kebanyakan.
Penjelasan tersebut di atas juga ditambahkan oleh Erikson sebagai pencarian
identitas yang berlangsung pada masa remaja ini, yang disertai dengan berlangsungnya
moratorium psikososial (psychosocial moratorium). Istilah yang digunakan oleh Erikson
untuk merujuk pada kesenjangan antara keamanan kanak-kanak dan otonomi orang
dewasa. Selama periode ini, masyarakat secara relatif membiarkan masa remaja bebas dari
tanggung jawab dan bebas mencoba berbagai identitas. Remaja bereksperimen dengan
berbagai peran dan kepribadian. Pada suatu waktu remaja memiliki keinginan untuk
mengejar sebuah karier dan karier lain di waktu lainnya. Remaja mungkin akan berpakaian
rapi di suatu hari, namun tidak rapi di hari berikutnya. Eksperimen ini merupakan usaha
yang dilakukan dengan sengaja oleh remaja untuk menemukan kesesuaian mereka di
dunia. Sebagian besar remaja bahkan membuang peran yang tidak disukai. Remaja yang
berhasil mengatasi konflik identitas akan tumbuh dengan penghayatan mengenai dirinya
yang dapat diterima. Remaja yang tidak berhasil mengatasi krisis identitas mengalami rasa
tersiksa atau menderita, seperti apa yang telah disebut oleh Erikson dengan ‘kebingungan
identitas’. Resolusi masalah identitas di masa remaja dan beranjak dewasa tidak berarti
identitas mereka akan stabil sepanjang hidupnya.
Mengembangkan identitas pada remaja akan menjadi sebuah tantangan terutama
bagi individu yang berasal dari kelompok etnis minoritas. Identitas etnik (ethnic identity)
adalah aspek yang menetap dari diri yang mencakup penghayatan sebagai anggota dari
sebuah kelompok etnik, bersama dengan berbagai sikap dan perasaan yang berkaitan
dengan keanggotaan itu. Seiring dengan kematangan mereka secara kognitif, banyak
remaja semakin sadar akan penilaian atas kelompok etnis mereka dari sebagian besar
budaya. Baik pada remaja minoritas atau mayoritas, mengembangkan identitas positif
merupakan tema kehidupan yang penting. Jadi, untuk remaja dari kelompok etnis minoritas,
proses sumber identifikasi – kelompok etnik mereka sendiri dan kelompok arus utamanya
atau budaya yang dominan. Banyak remaja yang mengatasinya dengan mengembangkan
identitas bikultural (bicultural identity). Dengan begitu, di satu pihak mereka beridentifikasi
dengan kelompok etnik mereka serta dengan budaya utama di pihak lainnya.
Bagi individu di etnik minoritas, masa remaja dan dewasa awal seringkali menjadi
persimpangan khusus dalam perkembangan hidupnya. Meskipun anak-anak telah
menyadari adanya perbedaan etnik dan budaya, individu akan terbuka terhadap etnisitasnya
2016
8
Perkembangan Sepanjang Hayat
Hanifah, M.Psi, Psikolog
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
pertama kali ketika remaja atau beranjak dewasa. Tidak seperti anak-anak, remaja dan
dewasa awal mampu menginterpretasikan informasi etnik dan budaya, merefleksikan
kembali masa lalu dan memperkirakan masa depan. Identitas etnik yang positif juga
berdampak positif pada remaja minoritas etnik. Identitas etnis yang dipandang secara positif
oleh remaja juga dapat melindungi konsep diri mereka dari dampak yang merugikan apabila
ada diskriminasi yang bersifat ras, dapat meningkatkan penghargaan diri dan nilai prestasi
akademik serta penyesuaian diri yang baik.
Orangtua dan teman sebaya merupakan pengaruh terbesar pada perkembangan
remaja. Seperti halnya yang terjadi pada masa bayi yang harus memiliki rasa aman ketika
mereka ingin bereksplorasi, remaja juga membutuhkan rasa aman, keberanian untuk
bereksplorasi, disediakan bekal maupun dukungan dari orangtua untuk menjadi pribadi yang
mandiri dan memiliki otonomi. Salah satu tugas perkembangan yang penting bagi remaja
adalah kemampuan untuk membuat keputusan yang kompeten dengan cara yang semakin
mandiri. Peranan orangtua adalah yang paling penting untuk membantu remaja mencapai
potensi penuh mereka. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mampu menemukan informasi,
melakukan kontak dan memberikan pengarahan. Pada akhirnya, orangtua dapat membantu
remaja untuk melewati berbagai pilihan hidup dan keputusan yang mereka hadapi. Masa
remaja adalah masa untuk melakukan evaluasi, saatnya mengambil keputusan dan waktu
untuk komitmen bagi orang muda dalam menetapkan tempatnya di dunia. Mencari identitas
membutuhkan waktu dimana remaja belajar menerima daripada menolak nilai-nilai dari
orangtua dan masyarakat. Selain itu, remaja memerlukan lebih banyak kesempatan untuk
mengembangkan kapasitas mereka dalam inisiatif yang akan menjadikan mereka lebih
termotivasi dan memperbesar usaha dalam mencapai tujuan yang menantang.
Penelitian terbaru mengenai pengawasan orangtua telah bergeser dari penekanan
eksklusif terhadap peran orangtua dalam mengawasi keberadaan dan aktivitas remaja
kepada peran aktif remaja dalam mengelola akses orangtua mereka terhadap informasi.
Sebagai contoh, minat terbaru yang melibatkan pengawasan orangtua berfokus pada
keterbukaan remaja secara sukarela kepada orangtua. Remaja yang memiliki kemajuan
dalam formasi identitas dirinya cenderung memiliki kedekatan dengan orangtuanya. Selain
itu, remaja yang bersedia untuk terbuka kepada orangtua ketika orangtua bertanya kepada
mereka dan ketika reaksi remaja kepada orangtua dicirikan dengan rasa kepercayaan maka
mereka akan memiliki penerimaan dengan kualitas yang tinggi. Remaja yang dapat
menikmati hubungan kedekatan dengan orangtuanya secara umum memang akan memiliki
identitas diri yang kuat, penghargaan diri yang tinggi, kompetensi sosial yang cukup baik,
penyesuaian emosi yang lebih baik, dan tidak memiliki permasalahan perilaku dibandingkan
dengan teman sebayanya yang kurang memiliki kedekatan dengan orangtuanya.
2016
9
Perkembangan Sepanjang Hayat
Hanifah, M.Psi, Psikolog
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Keterbukaan remaja kepada orangtua mengenai keberadaan aktivitas dan teman mereka
berkaitan erat dengan penyesuaian positif pada remaja.
Pada sebagian remaja, orangtua perlu menyeimbangkan tindakannya dalam hal
otonomi dan kendali maupun dalam hal independensi dan koneksi. Kebanyakan orangtua
telah mengantisipasi bahwa remaja akan sulit menyesuaikan dengan perubahan di masa
remaja, namun hanya sedikit orangtua yang dapat membayangkan dan memprediksi betapa
kuatnya remaja untuk meluangkan waktu dengan teman sebaya atau intensitas remaja
untuk menunjukkan bahwa merekalah (bukan orangtua) yang bertanggung jawab terhadap
kesuksesan dan kegagalan mereka. Pada permulaan remaja, rata-rata individu tidak
memiliki pengeahuan untuk memuat keputusan yang tepat atau matang di semua bidang
kehidupan. Ketika remaja didorong untuk meraih otonomi, orang dewasa yang bijaksana
akan mengurangi kendali di dalam bidang-bidang dimana remaja dapat mengambil
keputusan yang masuk akal. Orang dewasa tetap membimbing mereka untuk mengambil
keputusan di bidang-bidang dimana pengetahuan remaja masih terbatas. Secara bertahap,
remaja memperoleh kemampuan untuk mengambil keputusan yang matang secara mandiri.
Orangtua memiliki peran yang penting dalam perkembangan masa remaja, begitu
pula dengan teman sebaya yang mungkin lebih penting. Kualitas hubungan pertemanan
yang terkait dengan remaja, berdasarkan pada beberapa hal yaitu kenikmatan yang
dirasakan pada aktivitas yang biasa dilakukan ketika masa kanak-kanak, mendapatkan
kesetiaan dan kasih sayang pada masa kanak-kanak akhir serta keintiman dan keterbukaan
diri pada masa remaja. Seperti halnya yang terjadi ketika masih kanak-kanak, pertemanan
antara remaja dengan teman sebayanya adalah mereka yang memiliki kesamaan dalam
mengamati berbagai hal. Sebagai contoh, sebagian pelajar sekolah memilih teman-teman
dari latar belakang etnis yang sama, kemudian berkembang memilih teman dengan kualitas
psikologis – ketertarikan, sikap, nilai-nilai dan karakter kepribadian yang sesuai dengan
dirinya. Pada masa remaja, pertemanan dapat diartikan bahwa individu dapat saling percaya
satu sama lain. Meskipun masa kanak-kanak sudah terlibat dalam aktivitas dengan teman
sebayanya, remaja menghabiskan waktu lebih banyak dengan teman sebayanya
dibandingkan dengan kedua orangtuanya. Di awal masa remaja, mereka biasanya akan
memilih untuk memiliki beberapa sahabat yang lebih intens dan akrab dibandingkan ketika
masih kanak-kanak.
Kualitas kedekatan / kelekatan (attachment) individu dengan orangtuanya menjadi
sangat penting berlanjut hingga masa remaja, namun hubungan remaja dengan teman
sebayanya melebihi hubungan mereka dengan teman dekat, mulai memiliki musuh maupun
hubungan dengan orangtua sebagai sumber dari keintiman maupun dukungan. Selama
masa remaja, individu menghabiskan lebih banyak waktu bersama teman sebayanya
dibandingkan dengan ketika mereka masih anak-anak. Pengaruh dari teman sebaya ini
2016
10
Perkembangan Sepanjang Hayat
Hanifah, M.Psi, Psikolog
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
dapat berupa hal positif atau negatif, oleh karena itu orangtua perlu melakukan pengawasan
efektif terhadap remaja. Pengawasan mencakup mengawasi pilihan remaja terhadap setting
sosial, berbagai aktivitas, dan teman-temannya serta nilai akademis mereka.
Remaja semakin menemukan bahwa dirinya harus mampu menyesuaikan diri
dengan norma-norma tradisional yang sesuai dengan gendernya untuk memikat lawan
jenisnya. Salah satu yang dapat dijadikan contoh adalah seorang remaja perempuan yang
‘tomboy’ dan tidak memiliki pemikiran apapun mengenai dirinya, namun ketika memasuki
masa remaja, maka ia akan berpakaian dan berperilaku lebih feminine untuk menarik
perhatian remaja laki-laki dan meninggalkan gaya ‘tomboynya’. Tekanan sosial pada masa
remaja untuk menyesuaikan diri sesuai dengan tradisi yang ada mungkin dapat menjelaskan
mengapa perbedaan jenis kelamin dalam kemampuan perkembangan kognitif pada remaja
terkadang dapat lebih terlihat pada masa kanak-kanak yang sudah memasuki masa remaja.
Persepsi remaja mengenai teman sebayanya dan harapan mereka dapat memengaruhi
tingkah laku serta mengarahkan remaja pada proses intensifikasi gendernya (hubungan
yang lebih intens). Pada masa perkembangannya, remaja juga menjadi lebih nyaman
dengan identitas diri yang mereka miliki sebagai laki-laki maupun perempuan serta lebih
fleksibel dalam cara berfikirnya.
Karakteristik teman berpengaruh penting terhadap perkembangan remaja. Masa
remaja dengan jelas menunjukkan waktu yang sangat penting pada perubahan hubungan
yang lebih dekat atau adanya pelekatan (attachment). Remaja yang beranjak dewasa,
mereka akan lebih fokus pada teman sebayanya, baik untuk hubungan pertemanan saja
maupun teman dekat. Hal ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan attachment yang
mereka dapatkan dari orang tua ketika mereka masih kanak-kanak. Perkembangan manusia
tidak dapat dipungkiri bahwa pada masa perkembangannya tidak akan berjalan dengan
normal tanpa adanya teman sebaya. Remaja lebih bergantung pada teman-temannya
dibandingkan orangtua untuk memenuhi kebersamaan, ketentraman hati dan intimasi.
Apabila remaja gagal untuk memiliki persahabatan yang akrab, mereka akan mengalami
kesepian dan penghayatan akan harga dirinya (self-worth) yang juga akan ikut menurun.
2016
11
Perkembangan Sepanjang Hayat
Hanifah, M.Psi, Psikolog
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
Berk,
Laura
E.
2007.
Development
Through
The
Life-Span
4th
Ed.
Boston
;
MA: Allyn and Bacon
Kail, Robert V., Cavanaugh, 2010. Jhon C. Human Development – a Life Span View 5th Ed.
Wadsworth : Cengage Learning
King A, Laura. 2012. Psikologi Umum ; Sebuah Pandangan Apresiatif. Jakarta : Salemba
Humanika
Milbrath, Constance., Lightfoot, Cynthia. 2010. Art and Human Development. Psychology
Press ; Taylor & Francis Group
Ruffin, Novella. 2009. Adolescent Growth and Development. Virginia Polytechnic Institute
and State University
Santrock, J. W. 2012. Life-Span Development ; Perkembangan Masa Hidup Edisi
Ketigabelas Jilid 1. Jakarta : Erlangga
Sigelman, Carol K.., Rider A., Elizabet. 2009. Life-Span Development 6th Ed. Wadsworth :
Cengage Learning
Sigelman, Carol K.., Rider A., Elizabet. 2012. Life-Span Development 7th Ed. Wadsworth :
Cengage Learning
2016
12
Perkembangan Sepanjang Hayat
Hanifah, M.Psi, Psikolog
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download