Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia PENGARUH ROB PADA PERMUKIMAN PANTAI ( Kasus Semarang ) Oleh: Sarbidi, ST ( Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman ) Abstrak: Secara administratif wilayah pantai Kota Semarang terdiri atas 6 kelurahan, 17 kelurahan dengan luas 5.039, 17 Ha, dan mempunyai panjang pantai 13,6 km. Secara geografis, terletak pada pada 6o55’52,5” LS – 6o58’45” LS dan 110o17’18” BT – 110o29’25” BT, merupakan dataran rendah dengan kemiringan 0 – 2%, ketinggian 0 – 3 m di atas permukaan laut. Pada saat ini di wilayah pantai Kota Semarang telah terjadi genangan air akibat banjir pasang surut (rob) dan akibat air hujan. Rob diduga terjadi akibat dari keamblesan tanah, perubahan fungsi guna lahan di wilayah pantai, pengambilan air tanah yang berlebihan, dan efek pemanasan global. Banjir rob terjadi di wilayah Kecamatan Semarang Barat 12,4 km2 dan Semarang Utara 27,2 km2. Diperkirakan banjir mengenangi kawasan sekitar 32,6 km2 dengan kedalaman bervariasi dari yang terendah, hingga mencapai lebih dari 60 cm. Berdasarkan cara perbaikan rumah / yang dilakukan masyarakat selama 15 tahun terahir mengindikasikan bahwa di daerah tergenang rob dapat menimbulkan kehilangan 50 – 100% komponen rumah/bangunan. Rob menyebabkan penambahan kendalaman dan korosi pada pipa perpipaan air bersih, dan penambahan ketinggian dinding sarana pengolahan air limbah (SPAL) antara 1,5 - 2,0 m. Pada jalan lingkungan / gang atau halaman rumah menyebabkan peninggian peil jalan / gang di atas peil banjir rob. Rob mempengaruhi kesehatan lingkungan, terbukti banyak masyarakat yang menderita penyakit gatal-gatal pada kulit. Penanganan pengaruh rob dilakukan dengan cara: penerapan drainase sistem polder dikombinasikan dengan pompa otomatis. Pada rumah/bangunan, pada umumnya dengan pengurugan kapling dan peninggian lantai, setelah ketinggian dinding asli sekitar setengahnya, biasanya dilakukan dengan peninggian atau penyambungan kolom / dinding rumah, dan atau pembongkaran dan pembangunan rumah baru di atas peil banjir. Pada sarana air bersih dapat ditangani dengan penggunaan bahan dan peralatan air bersih tahan korosi, peningkatan pelayanan PDAM, penampungan air hujan (PAH) dan penggunaan saringan air rumah tangga (SARUT) bagi air tanah. Pada sarana pengolahan air limbah (SPAL) dapat dilakukan dengan sistem pengolahan air limbah daerah rawah atau pasang surut, dan penggunaan bahan tahan korosi. Untuk drainase sistem rumah dapat dilakukan dengan pembuatan dinding saluran air hujan disekitar rumah lebih tinggi dari peil banjir atau pemasangan bendung penahan air disekitar rumah atau halaman rumah. Untuk penanganan sampah dapat dilakukan dengan pembuatan TPS di atas peil banjir, tempat pembuangan akhir (TPA) tipe pasang surut, TPA reklamasi pantai dan penggunaan bahan tahan korosi. Makalah dan Presentasi 83 Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia BAGIAN I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Kota Semarang sebagai salah satu metropolitan memiliki wilayah laut, dengan garis pantai sepanjang 13,6 Km, yang memanjang di bagian utara kota. Kawasan pesisir Kota Semarang dimanfaatkan untuk permukiman, pelabuhan, industri, parawisata maupun pertanian-perikanan. Pada kawasan pantai Kota Semarang sering terjadi banjir akibat dari pasang surut air laut, yang terkenal dengan banjir rob. Selain itu, ada juga banjir akibat dari genangan air hujan atau banjir kiriman, dan banjir lokal akibat saluran drainase yang kurang terawat. Banjir rob adalah genangan air pada bagian daratan pantai yang terjadi pada saat air laut pasang. Banjir rob menggenangi bagian daratan pantai atau tempat, yang lebih rendah dari muka air laut pasang tinggi (high water level). Beberapa literatur mengulas bahwa fenomena banjir rob kawasan pantai Semarang merupakan akibat dari beberapa peristiwa berikut: Perubahan penggunaan lahan di wilayah pantai: lahan tambak, rawa dan sawah, yang dulu secara alami dapat menampung pasang air laut telah berubah menjadi lahan permukiman, kawasan industri, dan pemanfaatan lainnya, dengan cara menguruk tambak, rawa dan sawah, sehingga air pasang laut tidak tertampung lagi, kemudian menggenangi kawasan yang lebih rendah lainnya. Dari sekitar 790,5 lahan di Kecamatan Semarang Utara sudah tidak ada lahan tambak, dan dari sekitar 585 Ha lahan total di Kecamatan Semarang Barat hanya terdapat sekitar 126,5 Ha lahan tambak (Bappeda Pemkot Semarang, 2.000). Penurunan muka tanah di kawasan pantai (land subsidence). Penurunan muka tanah pada wilayah pantai Kota Semarang berkisar antara (2 – 25) cm/tahun. Khusus di wilayah Kelurahan Bandarharjo, Tanjung Mas dan sebagian Kelurahan Terboyo Kulon mencapai 20 cm/tahun (Dit. Geologi dan Tata Lingkungan,1999). Penurunan permukaan air tanah sebagai akibat dari penggunaan air tanah yang berlebihan, dan recharge air tanah pada kawasan konservasi yang buruk. Pengambilan air tanah Kota Semarang sebesar 35,639 x 106 M3/tahun (Dit. Geologi dan Tata Lingkungan, 1998). Kenaikan muka air laut (sea level rise) sebagai efek pemanasan global. Antara tahun 1990 hingga tahun 2100 akan terjadi kenaikan suhu rerata permukaan bumi sebesar 1,4 oC – 5,8 oC. Pemanasan glogal itu akan menyebabkan perubahan iklim bumi, dan kenaikan muka air laut (Sea Lever Rise-SLR) sekitar 1,00 M pada tahun 2100 (Intergovernmental Panel on Climate Change-IPCC- Working Group 2, 2001). Banjir rob terjadi di wilayah Kecamatan Semarang Tengah dan Semarang Utara. Banjir rob ini telah menggenangi permukiman, jalan raya, berbagai fasilitas umum yang bernilai sangat tinggi, seperti Pelabuhan Laut Tanjung Mas, Stasiun KA Tawang, dan Terminal Bus Terboyo. Juga Kawasan Kota Lama, Perumahan Tanah Mas, Permukiman padat Bandarharjo, dan lain-lain. Permasalahannya, bagaimana pengaruh genangan banjir rob terhadap kondisi fisik likungan, bangunan, prasarana dan sarana, kondisi sanitasi dan kondisi sosial bagi permukiman pantai. Makalah dan Presentasi 84 Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia 1.2. Maksud Tulisan dimaksudkan untuk memberikan gambaran, data dan informasi tentang pengaruh banjir rob terhadap permukiman kawasan pantai kota Semarang. 1.3. Tujuan Tulisan ditujukan untuk memberikan sumbangan pemikiran terhadap upaya penanganan kawasan permukiman yang tergenang banjir. 1.4. Ruang Lingkup Materi yang diuraikan dalam tulisan ini hanya dibatasi pada hal-hal sebagai berikut: Penjelasan yang ringkas tentang kawasan pantai Kota Semarang, Pengaruh rob pada rumah/bangunan, prasarana/sarana permukiman, serta kesehatan lingkungan. Pengendalian pengaruh rob pada permukiman pantai. Bahan tulisan bersumber dari hasil kegiatan Dampak Kenaikan Muka Air Laut Pada Kota-kota Pantai di Indonesia, di lokasi permukiman tepi pantai Kota Semarang, yang telah dilakukan oleh tim selama beberapa tahun terahir ini. 1.5. Metodologi Pada waktu melakukan kegiatan litbang Dampak Kenaikan Muka Air Laut Pada Kota-kota Pantai di Indonesia, di lokasi permukiman tepi pantai Kota Semarang tersebut menggunakan pola pikir/ pendekatan berupa studi deskriptif melalui identifikasi dan inventarisasi data: (1) Geomorfologi pantai seperti tofografi, geografi, geologi. (2) Kondisi kawsan pantai, seperti dampak bencana genangan, kondisi fisik rumah/bangunan dan lingkungan, demografi dan lembaga. (3) Tipologi bangunan dan kerusakannya. Melalui survai dan obseravsi lapangan serta diskusi teknis dilakukan penyesuaian atau revisi terhadap hasil kegiatan secara menyeluruh, sehingga terbuka peluang untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Secara umum kegiatan mencakup hal-hal berikut: 1. Melakukan pengkajian data sekunder dari beberapa institusi terkait, seperti Bappeda, Dinas Pengairan, Badan Pertanahan, Dinas Pertanian, Dinas Kelautan, Keluarahan, dan sebagainya. 2. Melakukan pengkajian data primer yang diperoleh dari lokasi survai lapangan. 3. Identifikasi dan inventarisasi serta permasalahan dan pengaruh rob pada bangunan, sanitasi lingkungan dan prsarana dan sarana permukiman. 4. Analisis terhadp jenis atau sebaran pengaruh, dan adaptasi pengaruh genangan rob. 5. Pengembangan konsep pengendalian pengaruh genangan rob terhadap permukiman. BAGIAN II GAMBARAN UMUM WILAYAH PANTAI KOTA SEMARANG 1. Secara administratif wilayah pantai Kota Semarang terdiri atas 6 kelurahan, 17 kelurahan dengan luas wilayh 5.039, 17 Ha. Pada Bagian Utara dan berbatasan langsung dengan Laut Jawa. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Semarang. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Demak. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kendal. 2. Jumlah penduduk wilayah pantai 120.636 jiwa. Perempuan 49% dan pria 51%. Pendidikan penduduk rata-rata rendah. Berpendidikan setingkat SD 50,3%, Makalah dan Presentasi 85 Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia berpendidikan tingkat atas dan perguruan tinggi 5,2%. Pendidikan menengah (SLTP) 44,4%. Rata-rata pertumbuhan selama 5 (lima) tahun terakhir (1994 – 1998) adalah 0,37%, relatif rendah dibanding rata-rata pertumbuhan penduduk Kota Semarang sebesar 1,24% (Semarang Dalam Angka Tahun 1998). Sebagian besar mata pencaharian penduduk petani, nelayan, buruh (bangunan dan industri). Sebagian kecil sebagai pengusaha, PNS, TNI / POLRI, pensiunan, dan sektor angkutan atau jasa. 3. Secara geografis, terletak pada 6o55’52,5” LS – 6o58’45” LS dan 110o17’18” BT – 110o29’25” BT, merupakan dataran rendah dengan kemiringan 0 – 2%, ketinggian antara 0 – 3 m di atas permukaan laut dan mempunyai garis pantai sepanjang 13,6 km ( lihat peta Gambar 1). 4. Beriklim tropis, suhu rata-rata 28,4 oC. Suhu minimum 22,1 oC terjadi pada bulan Juli, dan suhu maksimum 33,7 oC terjadi pada bulan September dan Oktober. Kelembaban relatif tinggi dengan rata-rata 75%. Curah hujan rata-rata tahunan sekitar 2.100 mm. 5. Karateristik pantai: (1) berelief rendah dengan garis pantai pasir pantai, (2) berelief rendah tersusun endapan aluvium dan kombinasi paparan lumpur dan hutan bakau, (3) berelief rendah tersusun oleh endapan aluvium dan berupa endapan lumpur, (4) kawasan pelabuhan atau daerah rekreasi. Bentuk pantai agak cekung, agak cembungan dan kombinasinya. 6. Kondisi litologi bawah permukaan wilayah pantai Kota Semarang terdiri atas sedimen berfraksi halus yang bersifat lunak dan pasiran bersifat relatif padat yang beralaskan batuan volkanik di bawah kedalaman 20 – 25 meter. Sebaran tanah lunak (tanah dengan tekanan konus [Qc] < 10 kg/cm2) semakin tebal ke arah Timur Laut – Timur, dan menipis ke arah Barat – Selatan. Sebaran tanah lunak (zona lempung lunak) dengan arah penyebaran Barat Laut – Tenggara, setebal 20 – 25 m mendominasi daerah pantai / dataran rendah Semarang. Sedangkan zona dengan ketebalan > 30 m dijumpai di sekitar Kelurahan Trimulyo dan Genuksari ke arah Selatan. Makalah dan Presentasi 86 Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia 7. Pada wilayah pantai Semarang terjadi amblesan tanah (land subsidence) antara (2 – 25) cm/th. Wilayah terkena amblesan seperti pada Gambar 3. Amblesan tanah terbagi 4 zona, yaitu: (1) Zona amblesan > 20 cm/tahun. (2) Zona amblesan 15 – 20 cm/tahun (2) Zona amblesan 10 – 15 cm/tahun. (4) Zona amblesan < 10 cm/tahun Kecamatan Semarang Utara Kelurahan Bandarharjo, Tanjung Mas dan sebagian Kelurahan Terboyo Kulon mencapai 20 cm/tahun (Direktorat Geologi dan Tata Lingkungan,1999). Gambar 2. Peta sebaran banjir rob (atas) dan Peta sebaran banjir akibat air hujan (bawah) Sumber: Bappeda Kota Semarang. Dalam Propfil Wilayah Pantai dan Laut Kota Semarang Gambar 3. Peta Zona Amblesan di Kawasan Pantai Semarang dan Sekitarnya. Sumber: Bappeda Kota Semarang. Dalam Propfil Wilayah Pantai dan Laut Kota Semarang Makalah dan Presentasi 87 Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia Foto 1. Banjir rob yang menggenangi Stasiun Kerta Api Tawang. Kolam penampung air di depannya sudah selesai, sehingga dapat mencegah genangan air di depan stasiun tersebut. 8. Pada saat ini di wilayah pantai Kota Semarang telah terjadi genangan air akibat banjir pasang surut (rob) dan akibat air hujan. Kedalam air akibat banjir ini bisa mencapai 20 - 60 cm. Rob diduga akibat terjadi reklamasi lahan di wilayah pantai, keamblesan tanah dan efek pemanasan global, genangan banjir dapat pada Gambar 2. Rob menggenangi Wilayah Semarang Utara 27,2 km2 dan Semarang Barat 12,4 km2. Berdasarkan data wilayah drainase kedua kecamatan tersebut diperkirakan luas genangan banjir rob 32,6 km2. 9. Pada saat ini di wilayah pantai Kota Semarang, juga telah terjadi abrasi, akrasi, sedimentasi, polusi air permukaan akibat air limbah rumah tangga dan air limbah industri, instrusi air laut sampai ke sekitar simpang lima Semarang, dan keamblesan tanah pada wilayah pantai. 10. Di wilayah ini terdapat infrastruktur utama kota, seperti Pelabuhan Tanjung Mas, Stasiun KA Tawang, Terminal Bus Terboyo, Bandara Ahmat Yani, sistem drainase, air bersih, pengolahan air limbah, persampahan, dan jalan raya kelas-I, II, III dan jalan lingkungan. Juga Kawasan perumahan mewah, kumuh dan Kota Lama, kawasan industri dan perdagangan, kawasan wisata pantai. 11. Pemerintah daerah dan masyarakat sudah dapat melakukan adaptasi dengan kondisi banjir rob, yaitu melalui pengembangan sistem drainase, meninggikan lantai rumah dan bangunan serta jalan raya atau lingkungan hingga di atas permukaan air pasang tertinggi (High High Water Level - HHWL). 12. Penggunaan lahan di wilayah pantai Kota Semarang sangat dipengaruhi oleh letak, topografi, jarak dari pusat kegiatan kota dan faktor prasarana dasar kota. Penggunaan lahan di wilayah pantai dapat dikelompokan menjadi Tanah Sawah (irigasi teknis, irigasi setengah teknis, irigasi sederhana, sawah tadah hujan dan sawah kosong), dan Tanah Kering (pekarangan, tegal/kebun, padang rumput/lapangan, kolam, tambak, kebun hutan, dan tanah kering kosong). tanah lainnya untuk kawasan industi dan parawisata. Tanah sawah 483,62 Ha, pekarangan 1.614 Ha, tegal/kebun 266,4 Ha, padang rumput/lapangan 176,98 Ha, tambak 2.112,08 Ha, kebun 129,18 Ha, lahan yang tidak diusahakan 151,36 Ha, lain-lain 57,79 Ha. Luas lahan/tanah kering 4.509,32 Ha. Penggunaan lahan belum termasuk untuk Pelabuhan Tanjung Mas, Terminal Bus Terboyo, Stasiun KA Tawang dan Bandara Ahmat Yani. Berdasarkan Perda No.01 Tahub 1999 tentang RTRW Kota Semarang dibuat 4 (empat) Wilayah Pengembangan (WP), yang terbagi menjadi 10 (sepuluh) Bagian Wilayah Kota (BWK). Khusus kawasan pantai termasuk dalam BWK I (Kecamatan Semarang Timur), BWK III (Kecamatan Semarang Utara dan Barat), BWK IV (Kecamatan Genuk), dan BWK X (Kecamatan Tugu). 13. Pada saat ini di wilayah pantai Kota Semarang, juga telah terjadi abrasi, akrasi, sedimentasi, polusi air permukaan akibat air limbah rumah tangga dan air limbah Makalah dan Presentasi 88 Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia industri, instrusi air laut sampai ke sekitar simpang lima Semarang, dan keamblesan tanah pada wilayah pantai. 14. Di wilayah ini terdapat infrastruktur utama kota, seperti Pelabuhan Tanjung Mas, Stasiun KA Tawang, Terminal Bus Terboyo, Bandara Ahmat Yani, sistem drainase, air bersih, pengolahan air limbah, persampahan, dan jalan raya kelas-I, II, III dan jalan lingkungan. Juga Kawasan perumahan mewah, kumuh dan Kota Lama, kawasan industri dan perdagangan, kawasan wisata pantai. 15. Pemerintah daerah dan masyarakat sudah dapat melakukan adaptasi dengan kondisi banjir (rob), yaitu melalui pengembangan sistem drainase, meninggikan lantai rumah dan bangunan serta jalan raya atau lingkungan hingga di atas permukaan air pasang tertinggi (High High Water Level - HHWL). BAGIAN III PENGARUH BANJIR ROB PADA PERMUKIMAN 3.1. Umum Rob adalah banjir yang terjadi akibat pasang surut air laut menggenangi lahan/kawasan yang lebih rendah dari permukaan air laut rata-rata (mean sea level). Lama banjir dapat berlangsung berhari-hari, bahkan satu minggu terus menerus. Pasang surut adalah pergerakan permukaan air laut arah vertikal yang disebabkab pengaruh gaya tarik bulan, matahari dan benda angkasa terhadap bumi. Gerakan permukaan air laut berperiodik sesuai gaya tariknya. Intensitas gaya tarik berfluktuasi sesuai posisi bulan, matahari dan bumi. Air dengan bantuan gaya gravitasi akan mengalir ketempat-tempat rendah dan mengisi seluruh ruang yang ada pada bagian yang lebih rendah. Fenomena alam inilah yang menyebabkan air laut menggenangi beberapa tempat rendah pada kawasan pantai Kota Semarang. Seperti diuraikan dimuka bahwa wilayah pantai Semarang merupakan kawasan permukiman yang potensial, sehingga kelestarian fisik lingkungan kawasan perlu dijaga kelesatariannya, dan seoptimal mungkin mencegah pengaruh negatif merusak eksistensi dan esinsi kawasan ini. Banjir rob dab banjir kiriman hujan telah memberikan pengaruh negatif tehadap kawasan pantai Kota Semarang. Pada batasan tertentu, bahkan telah merubah fisik lingkungan, sehingga memberikan tekan yang cukup signikan bagi masyarakat, bangunan, dan infrastruktur permukiman yang ada di kawasan tersebut. Dalam tulisan ini, hanya akan dibahas pengaruh rob pada kawasan, bangunan, prasarana dan sarana, serta kesehatan lingkungan. 3.2. Kawasan (pantai) kota Banjir rob dan banjir kiriman telah menimbulkan pengaruh tehadap kawasan antara lain: Menyebabkan lahan tergenang secara rutin seluas 95,44 Ha. (data diukur dari peta bajir rob dan banjir kirim pada Gambar 2. Kedalaman banjir bervariasi, dari yang terendah hingga lebih dari 60 cm. Lama genangan dapat mencapi satu hari hingga selama satu minggu. Penangan genangan terpaksa menggunakan drainase dengan sistem polder. Penyediaan sistem drainase sangat mahal, baik biaya konstruksi maupun biaya operasi-perawatannya. Memerlukan tanah dari luar lokasi untuk pengurugan lahan, yang ternyata memerlukan biaya yang relatif besar pula. Peninggian jalan lingkungan sampai di atas peil muka air laut maksimum. Makalah dan Presentasi 89 Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia 3.3. Rumah dan bangunan Pengaruh banjir rob terhadap bangunan, pada umumnya sebagai berikut: Lantai rumah / bangunan pada umumnya tergenang air (banyak dijumpai pada rumah yang ditinggalan atau tidak dihuni oleh pemiliknya. Rumah / bangunan rusak, seperti: retak, miring, tenggelam tanah urugan. Lantai rumah rumah terpaksa harus ditinggikan setiap 5 tahun sekali. Rata-rata peninggian sebesar 10 - 50 cm. Rumah / bangunan diurug sampai habis, dan di atas lahan urugan dibangun rumah yang sama sekali baru. Pada bagian depan rumah dipasang bendung penahan air atau bagian teras rumah ditinggikan higga di atas peil banjir. Sebagai contoh, berikut disampaikan hasil survai dan pengukuran sebuah rumah (sampel), masyarakat kelas menengah kompleks perumahan Tanah Mas, Kel. Panggung Lor, Kec. Semarang Utara ( data tahun 2.000) sebagai berikut: Rumah di atas termasuk tipe kecil pada kompleks tersebut, namun dinilai mewakili variasi rumah/bangunan pada kawasan tersebut. Fungsi bangunan hanya untuk rumah tinggal. Umur bangunan 16 tahun. Telah dua kali mengalami peninggian, yaitu tahun 1990 setinggi 50 cm, dan tahun 1995 setinggi 50 cm. Tinggi bangunan saat ini hanya tinggal 2,00 m. Luas lahan = 10 x 14 m Luas bangunan = 6 x 12 m atau 72,00 m2. Tinggi bangunan = 3,00 m Setelah lantai ditinggikan dua kali oleh pemiliknya, tinggi plafond menjadi 2,00 m. Biya untuk meninggi bangunan (lantai) 1,00 m sekitar Rp 50.000.000,- ( tahun 1995 ). Dana dialokasikan untuk: Peninggian / pengurugan tanah. Perbaikan / perombakan struktur bangunan. Upah kerja tukang. Bahan bangunan dan tingkat kerusakan sebagai berikut: Komponen Bahan yang digunakan Berat 3. Dinding 4. Kusen Pasangan batu kali Tanah padat (halaman) Plester semen (teras) Keramik (lantai dalam) Pangan bata Kayu 5. Atap Genteng - 1. Pondasi 2. Lantai - Tingka kerusakan Sedang Ringan - - Keterangan Penurunan tdk merata Ditinggikan setiap 5 tahun sekali Plester retak-retak Dalam 5 tahun rusak - Jumlah rumah pada perumahan real estate Tanah Mas 5.000 buah. Umumnya rumah permanen. Pada saat banjir, rumah yang tergenang banjir mencapai 50% pada seluruh kelurahan Pangung Lor. Biaya penanggulangan banjir untuk menanggulangi genangan ( 7 – 10 ) cm/tahun pada kawasan Perumahan Tanah Mas dapat mencapai Rp. 5.000.000,- Foto 2. Genangan rob merusak sebuah sekolah. Makalah dan Presentasi Foto 3 Genangan rob merusak sebuah rumah 90 Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia Foto 4. Bajir rob menggenangi jalan raya. 3.4. Prasarana dan sarana Pengaruh pada prasarana dan sarana perumahan sebagai berikut: 1. Jalan lingkungan. Jalan becek dan selalu tergenang air Peninggian peil jalan di atas genangan bajir. Mengganggu kelancaran lalu lintas Membutuhkan perawatan jalan, khusus untuk perumahan Tanah Mas, biaya perbaikan jalan Rp 180.000 / KK. 2. Air bersi (AB). Kedalam pipa bertambah akibat pengurugan lahan. Air tanah asin / payau, dan peralatan air bersih cepat rusak terkena korosi. 3. Septik Tank atau cubluk ( SPAL ). Penambahan ketinggian dinding tangki atau cubluk 1,5 m - 2,00 m. Hal itu untuk menghindarkan air dan tinja dalam melimpah ke atas. Dikuras setiap 2 tahun sekali. 4. Drainase rumah Peninggian saluran air hujan dsekitar rumah. Penanggulan sekelilingan rumah, halaman dan pinggir sungai sekitar permukiman. Salurah tidak pernah kering dan kotor. Khusus untuk perumahan Tanah Mas, biaya operasional pompa Rp 15.000 /bln/KK 5. Pengelolaan sampah. Peninggian TPS pasangan bata. Perawatan gerobak / beca sampah. 3.5. Kesehatan lingkungan. Pengaruh pada kesehatan lingkungan antara lain sebagai berikut: Mengganggu kesehatan lingkungan dan masyarakat, penduduk banyak yang terkena penyakit gatal-gatal pada kulit. Lingkungan becek dan berlumpur. Mengganggu mutu air baku (air sumur), rasanya asin / payau, Mengganggu mutu air permukaan. Estetika bruk BAGIAN IV Makalah dan Presentasi 91 Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia PENANGANAN PENGARUH BANJIR ROB PADA PERMUKIMAN 4.1. Umum Penanganan terhadap pengaruh rob kawasan pantai Kota Semarang relatif sulit, karena masalahnya cukup kompleks dari sudut teknis, dan mahal dari segi biaya. Tetapi berdasarkan data dan informasi yang ada, ternyata masyarakat telah melakukan adaptasi dengan kondisi banjir tersebut. Telah terjadi beberapa adaptasi yang dilakukan masyarakat untuk tetap eksis di lingkungan permukiman yang selalu tergenang banjir. Dalam tulisan ini akan dijabarkan antara lain kedalam butir-butir berikut: 4.2. Penangan genangan banjir Teknik yang telah dilakukan oleh pemerinah dan masyarakat adalah pembangunan drainase pasang surut dengan sistem polder. Sistem ini disinergikan dengan normalisasi sungai, pembangunan tanggul sungai, pembangunan kolam penyimpan air, pompa dan pintu air. Sistem drainase, terutama dikawasan pantai merupakan prasarana dasar permukiman yang sangat penting, mengingat persoalan banjir akibat air pasang dan air hujan yang selalu menggenangi kawasan tersebut. Sistem drainase wilayah pantai Kota Semarang, satua kesatuan dengan sistem drainase perkotaan. Sistem drainase terbagi menjadi 4(empat) wilayah pelayanan yaitu: Wilayah drainase Tugu. Mencakup wilayah seluas 35,4 km2. Terletak antara batas Semarang Kendal (Kali Blorong) dengan dengan Kali Silandak. Saluran drainase utama yang di dalam wilayah antara lain: Kali Mangkang, Kali Tapak, Kali Boom Karanganyar, Kali Tugu dan Kali Jumbleng. Bagian ini dilengkapi dengan: Saluran Terbuka Tipe-A dan Tipe-C, Culvert / jembatan. Wilayah drainase Semarang Barat. Mencakup wilayah seluas 12,4 km2. Terletak antara Kali Silandak dan Banjir Kanal Barat, yang melayani daerah PRPP, Pusat Rekreasi Marina dan Bandara Ahmat Yani. Bagian ini dilengkap dengan: Saluran terbuka Tipe-C dan Tipe-E, Culvert / jembatan. Wilayah drainase Semarang Tengah. Mencakup wilayah seluas 27,2 km2. Terletak antara Banjir Kanal Barat dan Banjir Kanal Timur. Terbagi kedalam 10 sub-sistem, yaitu: Bulu, Tanah Mas, Kali Asin, Bandarharjo Barat, Bandarharjo Timur, Kota Lama, Banger Utara, Banger Selatan, Tugu Muda, dan sub-sistem drainase Simpang Lama. Bagian ini terdiri atas: Saluran terbuka Tipe-A, B, C, D, E dan Tipe-F, Stasiun pompa, pintu air, dan Culvert / jembatan, serta folder (retaining basin) di depan Stasiun KA Tawang (baru selesai) Wilayah drainase Semarang Timur. Mencakup wilayah seluas 47,8 km2. Terletak antara Banjir Kanal Barat dan Kali Babon. Saluran drainase utama yang di dalam wilayah antara lain: Kali Tenggang, Kali Sringin, dan Saluran Karangroto. Bagian ini terdiri atas: Saluran terbuka Tipe-A, C dan D, dan Culvert / jembatan. Foto 5. Salah satu pompa drainase sistem polder untuk menangani genangan banjir rob pada permukiman pantai Semarang. Secara keseluruhan sarana sistem drainase yang diterapkan di kawasan pantai Kota Semarang, seperti pada Tabel 1. Makalah dan Presentasi 92 Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia Tabel 1. Kondisi sistem drainase pengendali banjir rob Kota Semarang No. 1. 2. 3. Sistem Drainase Banjir Kanal Barat, Kali Garang (Kota ) Prasarana dan sarana pendukung Normalisasi sungai Banjir Kanal Barat. Perbaikan bendung Simongan. Pembuatan Waduk Jatibarang. Tanah Mas (Perumahan Real Eastate) Kali Asin 4. Bandarharjo Barat 5. Bandarharjo 6. Kota Lama 7. Banger Utara Saluran sekunder Pintu air. Stasiun pompa dan Pompa drainase Pengerukan Kali asin dan Kali Semarang ( normalisasi ) Penutupan kebocoran rob dan pemasangan pintu air. Stasiun pompa 3 buah. Peninggian jalan inpeksi. Kolam penampung 2 buah (1,2 Ha dan 1,6 Ha) Stasiun pompa K. Asin & K. Semarang1 buah ( 8,5 M3/dt ). Tanggul Kali Semarang. Pintu air dan penutupan bocoran rob Saluran sekunder dan saluran tersier. Pengerukan Kali Semarang. Normalisasi sungai Kali baru. Stasiun pompa ujung K. Baru 1 buah ( 4,4 M3/dt ). Stasiun pompa 1 buah. Pintu air dan penutupan bocoran rob Saluran sekunder dan saluran tersier Pelebaran dan peninggian Jl. Usman Janatin. Kolam Penampung Stasiun Tawang ( 1 Ha ). Stasiun pompa 1 buah ( 2,4 M3/dt ). Jaringan drainase kota. Penutupan kebocoran rob dan pemasangan pintu air. Normalisasi Kali Semarang. Stasiun pompa 1 buah. Penutupan kebocoran rob dan pemasangan pintu air. Perbaikan jaringan drainase kota Normalisasi Kali Semarang perbaikan jalan inspeksi 9. Simpang Lima Sumber: Disarikan dari data PWS Jratun Seluna. 8. Tugu Muda dan Sumber Dana Konttruksi dari OECF – Jepang. ( selesai ahir 1999 & Med 2000) Konstruski dan OM dari swadaya masyarakat. Konttruksi dari OECF – Jepang. (selesai ahir 1999) OM dari APBD (Pemkot Semarang) Konttruksi dari OECF – Jepang. (selesai ahir 1999) OM dari APBD (Pemkot Semarang) Konttruksi dari OECF – Jepang. (selesai ahir 1999) OM dari APBD (Pemkot Semarang) Konttruksi dari OECF – Jepang. OM dari APBD (Pemkot Semarang) Konttruksi dari OECF – Jepang. (selesai ahir 1999) OM dari APBD (Pemkot Semarang Konttruksi dari OECF – Jepang. ( selesai ahir 2.000 ) Telah selesai dilaksanakan. Keterangan: Total biaya proyek sebesar 940 Milyard Rupiah ( Perbaikan Sistem drainase 187 Milyard Rupiah + Normalisasi Sungai Garang 270 Milyard Rupiah + Waduk Jatibarang 483 Milyard Rupiah ). Penanganan banjir akan selesai secara keseluruhan pada akhir tahun 2.003, dan Waduk Jatibarang pada tahun 2.004. 4.3. Rumah dan bangunan Penangan permasalah rob yang mempengaruhi rumah dan bangunan antara lain: Makalah dan Presentasi 93 Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia Pengurugan lahan secara bertahap. Peinggian lantai rumah setiap 5 tahun sekali, setinggi 10 - 50 cm. Setelah 2 – 3 kali peninggian lantai, biasanya rumah terpaksa dibongkat, dan dibangun rumah / bangunan yang baru sama sekali. Peninggian lahan halaman atau pemasangan bendung pengendali air agar tidak memasuki rumah. Pembuatan rumah bertiang / rumah panggung, seperti Rusun Bandarharjo. Foto 6. Kondisi jalan yang telah ditinggikan dan diperkeras oleh pemerintah dan masyarakat dengan menggunakan paving blok. Foto 7. Kondisi sebuah yang telah ditinggikan, tetapi rob tetap menngenangi lantai rumah tersebut. Peninggian akan dilaksanakan terus untuk mengimbangi genangan rob yang terus melanda kawasan tersebut. (A) tanah urugan Foto 8. Atas yang tertimbun/terurug tanah hingga ke jendela. Rumah tersebut tidak diperbaiki oleh pemilik. Iilustrasi penanganan rumah/bangunan terhadap rob: Gambar (A) memperlihatkan sebuah rumah telah mengalami beberapa kali pengurugan, sehingga menyebabkan pemendekan dinding, dan ahirnya rumah tersebut disambungkan ke atas. Banyak dilakukan oleh masyarakat kurang mampu. Gambar (B) menunjukan sebuah rumah yang tergenang rob langsung didemolis, lalu diurug sesuai keperluan dan dibangun lagi rumah baru. Banyak dilakukan masyarakat yang mampu (menengah ke atas). (B) tanah urugan Kedua cara dapat mengindikasikan kehilangan komponen rumah/bangunan 50 – 100% setiap 15 th. Makalah dan Presentasi 94 Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia 4.4. Prasarana dan sarana. Penangan pada prasarana dan sarana perumahan sebagai berikut: 1. Jalan lingkungan/gang/halaman rumah Jalan/gang/halaman harus dibuat lebih tinggi dari peil banjir. Jalan /gang/halaman harus diperkeras dengan paving blok, sirtu-semen atau aspal. 2. Air bersih (AB). Pipa dan peralatan AB harus dari bahan tahan korosi. Kedalaman galian pipa harus menyesuaikan dengan muka tanah yang baru, setelah pengurukan/peninggian. Peningkatan pelayanan AB dari PDAM, baik sambungan rumah maupun TAHUKU. Peletakan tangki menyesuaikan dengan muka tanah yang baru. Pemanfaatan air hujan dengan PAH. Pemakaian Saringan Rumah Tangga (SARUT) untuk air tanah. Pembelian air melalui gerobak air. 3. Siatem Pengolahan Air Limbah ( SPAL ). Pada daerah tergenang banjir rob harus menggunakan teknologi air tanah tinggi atau pasang surut. Teknologi tepat guna untuk mengolah air limbah rumah tangga yang terkena banjir rob antara lain: Peningkatan pelayanan SPAL Kota. Menerapkan Tangki Septik Up-flow Filter. Menerapkan Upflow Anaerobic Sludge Blanket ( UASB ) untuk pelayanan komunal. Tangki Biofilter individual maupun komunal. Tangki Septik Multi Kompartemen Tipe Puskim. Cubluk kembar yang ditinggikan, individual atau komunal. Posisi inlet dan outlet SPAL di atas harus berada di atas muka air banjir. Pemilihan alternatif SPAL di atas dapat dibaca pada diagram alir Gambar 4. 4. Drainase. Aplikasi sistem drainase skala kawasan seperti tertera pada butir 4.2 di atas. Makalah dan Presentasi 95 Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia Apilkasi sistem drainase skala rumah tangga sebagai berikut: Saluran air hujan disekitar rumah harus lebih tinggi dari peil banjir. Pada halaman rumah dipasang bendung penahan air. Pembuatan sistem penampungan air hujan. Saluran air hujan harus selalu bersih dari sampah dan air limbah rumah tangga. Pemasang pompa drainase dan pintu air. Membayar biaya operasi dan perawatan pompa. 5. Pengelolaan sampah. Wadah, pengumpul (becak sampah atau gerobak) dan TPS harus terbuat dari bahan yang tahan korosi. TPS harus ditempatkan di atas peil banjir. Pengelola harus mengambil sampah yang intensif. Tempat pembuangan akhir (TPA) tipe pasang surut. TPA reklamasi pantai dan penggunaan bahan tahan korosi. Mulai Kepadatan Penduduk (Jiwa/Ha) < 300 Tdk < 500 Ya Kapasitas Sumber Air (L/Org/Hari) Tdk Ya < 50 < 50 Tdk Tdk Ya Pendapatan (/ Kapita / tahun ) <400 RIBU < 400 RIBU Tdk Ya Ya Alternatif Teknologi Tdk Cubluk yang ditinggikan Tangki Septik Upflow Filter Individual Bio Fiter Individual Tangki Septik Upflow Filter Komunal. Tangki Septik Multi Kompart Tipe Puskim Bio Filter Komunal UASB Komunal Tipe Off-site yang lainnya Penerapan Sistem Sewerage, dan IPAL Terpusat Gambar 4. Diagram Alir Untuk Penentuan Alternatif SPAL BAGIAN V KESIMPULAN DAN SARAN Makalah dan Presentasi 96 Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia 5.1. Kesimpulan. 1. Banjir rob adalah genangan air pada bagian daratan pantai yang terjadi pada saat air laut pasang. Rob kawasan pantai Semarang terjadi karena peristiwa: 1) Perubahan penggunaan lahan di wilayah pantai: 2) Penurunan muka tanah di kawasan pantai (land subsidence). 3) Penurunan permukaan air tanah sebagai akibat dari penggunaan air tanah yang berlebihan, dan recharge air tanah pada kawasan konservasi yang buruk. 4) Kenaikan muka air laut (sea level rise) sebagai efek pemanasan global. Banjir rob menggenangi wilayah Kecamatan Semarang Barat dan Semarang Utara. Diperkirakan banjir mengenangi kawasan sekitar 32,6 km2, dengan kedalaman bervariasi dari yang terendah, hingga mencapai lebih dari 60 cm. 2. Banjir rob berpengaruh pada kerusakan pondasi, lantai dan dinding rumah / banguan. Banjir rob menyebabkan lantai rumah / bangunan harus ditinggikan minimal 10 - 50 cm setiap 5 tahun sekali. Sehingga pada saat umur bangunan mecapai lebih 15 tahun harus dinding menjadi sangat pendek. Bagi masyarakat yang kurang mampu biasanya tetap bertahan dengan kondisi yang ada atau membongkar atap dan menyambung kolom dan dinding rumah ke atas. Bagi masyarakat yang mampu, biasanya rumahnya dirombak total dan membangun rumah baru. Kedua cara penanganan tersebut mengindikasikan bahwa di daerah tergenang rob, dalam 15 tahun dapat menimbulkan kehilangan 50 – 100% komponen rumah/bangunan. Pada prasarana air bersih, rob menyebabkan korosi pada pipa dan asesoriesnya, dan letak pipa air bersih menjadi terlalu dalam atau jauh dari muka tanah urugan. Pada SPAL menyebabkan penambahan tinggi tangki antara 1,5 - 2,0 m. Pada saluran drainase menyebabkan peninggian saluran drainase rumah/bangunan, dan mengharuskan penerapan drainase sistem polder dilengkapi dengan pompa otomatis. Pada jalan lingkungan / gang atau halaman rumah menyebabkan peninggian peil jalan / gang di atas peil banjir rob. Perkerasan jalan/gang, pada umumnya menggunakan bahan paving blok, sirtu-semen atau aspal. Rob menurunkan kesehatan lingkungan, terbukti banyak masyarakat yang menderita penyakit gatal-gatal pada kulit. 3. Penanganan pengaruh rob pada kawasan permukiman dapat dilakukan dengan: penerapan drainase sistem polder dikombinasikan dengan pompa otomatis, pintu air otomatis, normalisasi sungai (pengerukan dasar dan penanggulan pinggir sungai), dan pengendalian daerah pengaliran sungai. Untuk rumah/bangunan dapat dilakukan dengan pengurugan kapling dan peninggian lantai di atas peil banjir atau di atas ketinggian air pasang surut tertinggi (high-high water level, HHWL). Peninggian berlaku pula jalan atau gang, disamping itu, jalan harus diperkeras dengan sesuai ketentuan yang berlaku. Pada sistem air bersih dapat dilakukan dengan penggunaan bahan, pipa dan asesoriesnya tahan korosi, peningkatan pelayanan PDAM, penampungan air hujan (PAH) dan penggunaan saringan air rumah tangga (SARUT) pada air tanah. Pada sistem pengolahan air limbah (SPAL) dapat dilakukan dengan sistem pengolahan air limbah daerah rawah atau pasang surut, dan penggunaan bahan tahan korosi. Untuk drainase sistem rumah dapat dilakukan dengan pembuatan saluran air hujan disekitar rumah harus lebih tinggi dari peil banjir atau pemasangan bendung penahan air disekitar rumah atau halaman rumah. Untuk penanganan sampah dapat dilakukan dengan pembuatan TPS di atas peil banjir, tempat pembuangan akhir (TPA) tipe pasang surut, TPA reklamasi pantai dan penggunaan bahan tahan korosi. 4.2. Saran-saran Makalah dan Presentasi 97 Proceeding – Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia 1. Perlu mengembangkan tipe rumah dan bangunan bertiang untuk daerah yang selalu terkena genangan air bajir rob. 2. Perlu melakukan pengendalian dan penataan ulang penggunaan lahan pada kawasan permukiman pantai semarang. 3. Pemerintah dan masyarakat perlu mengoperasikan dan merawat sistem drainase kawasan pantai Kota Semarang secara optimal sesuai ketentuan yang berlaku. 4. Pemerintah dan masyarakat perlu menyediakan, mengoperasikan dan merawat sistem penyediaan air bersih, pengolahan air limbah dan pengelolaan sampah, sesuai dengan kondisi daerah yang selalu terkena genangan air bajir rob. 5. Konsep pengendalian daerah perumahan atau permukiman yang selalu terkena banjir permanen disarankan menerapkan sistem terpadu sebagai berikut: Pembangunan, pengoperasian dan perawatan drainase sistem polder sesuai ketentuan yang berlaku. Diikuti dengan normalisasi sungai (pengerukan dasar dan penanggulan tebing), pembuatan kolam penampung air, pemasangan pompa otomatis, pintu air otomatis, dan pengendalian daerah pengaliran sungai. Pengembangkan tipe rumah dan bangunan bertiang untuk daerah yang selalu terkena genangan air bajir permanen. Pengurugan lahan rumah, perumahan atau permukiman hingga berada di atas peil banjir atau muka air pasang tertinggi (high water level – HWL). Pembuatan jalan di atas peil banjir atau muka air pasang tertinggi. Pembangunan, pengoperasian dan perawatan sistem air bersih dan penyehatan lingkungan yang sesuai dengan daerah pasang surut. Pembentukan lembaga pengelola yang melibatkan unsur pemerintah dan masyarakat. DAFTAR PUSTAKA 1. Sarbidi, ST; 2001; Geomorfologi dan Wilayah Pantai Kota Semarang. Prosiding Seminar Dampak Kenaikan Muka Air Laut Pada Kota-kota Pantai di Indonesia, Bandung 19 – 20 Maret 2001. 2. Sri Astuti, MSA; 2001; Tipologi Bangunan dan Kawasan Akibat Pengaruh Kenaikan Muka Air Laut di Kota Pantai – Semarang. Prosiding Seminar Dampak Kenaikan Muka Air Laut Pada Kota-kota Pantai di Indonesia, Bandung 19 – 20 Maret 2001. 3. Syamsudin, DR, Ir. dan Iskandar Ideris, Ir; 2001; Penanganan Kota Lama Semarang Terhadap Rob. Prosiding Seminar Dampak Kenaikan Muka Air Laut Pada Kota-kota Pantai di Indonesia, Bandung 19 – 20 Maret 2001. 4. Bappeda Kota Semarang; 2000; Propfil Wilayah Pantai Dan Laut Kota Semarang Tahun 2000. 5. Jica, 1993; The Master Plan on Water Resources Development and Feasibility Study For Urgent Flood Control and Urban Drainge in Semarang City and Suburbs. 6. Thaden. R.E. Sumardja H., & Richards P.W., 1975; Peta Geologi Lembar Magelang dan Semarang, Jawa Skala 1: 100.000. Dit. Geologi, Bandung. 7. Bakosurtanal, 1992; Peta Rupa Bumi Indonesia. Lembar 1409 – 222 Semarang Utara. Edisi: II – 1992. 8. BUKU I; Penyusunan Profil dan Kinerja Kota Metropolitan Semarang. 9. E. B. peerbolte; Sea-Level Rise and Safety. A Consideration of Safety Impacts in LowLying Coastal Areas With Particular Reference to The Netherlands. Makalah dan Presentasi 98