TRANSKRIP WAWANCARA DENGAN BAPAK TRIARKO NURLAMBANG “HUBUNGAN MIGRASI DENGAN PERUBAHAN IKLIM” Oleh : Mardiana, Dewi Ratna Sari dan Muthiatun Nuriah Kampus FMIPA Jurusan Geografi Universitas Indonesia Depok, 19 Maret 2013 Terimakasih atas kesediaan bapak meluangkan waktu untuk kami, kami kesini dalam rangka menyelesaikan tugas kuliah tentang climate change dan migrasi yang mana dosen kami pak Chotib menyarankan untuk bertemu dengan Bapak sebagai ahli climate change di Indonesia. Jadi kedatangn kami kesini ingin bertanya tentang bagaimana climate change di Indonesia, bagaimana dampaknya dan terutama terhadap migrasi penduduk. TN (Triarko Nurlambang) : Perubahan iklim kalau di Indonesia, kasus di wilayah pesisir banjir rob merupakan bagian dari akibat Enviromental Disaster. Karena kejadian gejala alam timbul rob, rumah penduduk kebanjiran, makanya penduduk mengungsi. Pertanyaannya apakah rob itu merupakan bagian dari perubahan iklim atau gejala alam yang lain seperti adanya gerhana bulan sehingga menimbulkan air pasang. Ini memang belum jelas, tapi ada gejala bahwa rob itu semakin tinggi dan semakin lama. Ada sebagian peneliti yang berpendapat bahwa rob itu disebabkan karena perubahan iklim sebagian lagi berpendapat tidak, rob disebabkan gejala alam. Karena Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di lintang rendah sehingga kejadian ekstrim akibat perubahan iklim di Indonesia ada tapi tidak ekstrim seperti didaerah yang lintangnya tinggi seperti daerah kutub. Pertanyaannya yang berkaitan dengan migrasi, kapan seseorang memutuskan untuk pindah kalau daerahnya terkena dampak bencana ekstrim. apakah langsung atau pelanpelan secara gradual. Tetapi yang jelas seseorang akan pindah kalau kejadian ekstrim tersebut menyebabkan tempat tinggalnya sudah tidak layak untuk ditempati dan sudah tidak bisa mencari nafkah di tempat itu sehingga dia harus migrasi. Tetapi logika ini menjadi perdebatan diantara pakar, karena keputusan untuk pindah juga berlaku di negara yang keterikatan dengan daerahnya kuat. Jadi ada faktor indiginous people (faktor budaya) yang menjadi push factornya sehingga orang tidak mau lagi tinggal di daerah tersebut. Perdebatannya adalah seberapa tajam kita bisa mengidentifikasi daerah yang terkena bencana (displacement area), memang kalau di pesisir utara daerah yang terkena rob semakin banyak. Tetapi mudahkan kita mengidentifikasi bahwa kejadin itu purely karena perubahan iklim atau karena kejadian alam lain atau keduanya terjadi secara sumultan. Seperti yang terjadi di pantai utara terjadi penurunan permukaan tanah akibat exploitasi air dalam tanah, Rob yang terasa lebih tinggi ini karena naiknya permukaan air laut akibat perubahan iklim atau karena daratannya yang semakin menurun akibat aktivitas manusia yang melakukakan pembangunan sehingga rob itu seakan bertambah tinggi airnya. Ini memang perlu penelitian sendiri,tetapi faktanya rob semakin sering, semakin lama dan semakn tinggi. Misalkan suatu kolam dengan level airnya, kemudian ada piring diatasnya. jika piringnya kosong maka akan mengembang, tetapi jika ditambah beban lama kelamaan akan tenggelam. Tetapi yang jadi pertanyaan ini akibat apa, perubahan iklimkah atau gejala alam?Hampir semua menyetujui bahwa ini akibat perubahan iklim, tapi seberapa persen pengaruh perubahan iklim tersebut mempengaruhi kejadian tersebut belum diketahui. Saya membuat komparasi perubahan iklim dan migrasi di Indonesia dengan negaranegara di Barat. Kasus migrasi akibat perubahan iklim di Indonesia dan di negara lain sama,Yang menarik adalah indiginous people di Indonesia tidak sama dengan di negara lain. Contoh kasus di Jakarta Utaraterjadi displament area akibat kejadian ekstrim sehingga ada banjir rob, mereka pindah tetapi sementara, setelah itu mereka akan pindah kembali karena keterikatannnya dengan daerah tersebut kuat. Karena ditempat itu mereka biasa mencari nafkah. Kalau kemudian tinggal ditempat yang baru biayanya tidak murah karena harus memulai dari awal, sehingga mereka cenderung kembali sehingga faktor culture keterkaitan dengan alamnya kuat. Hal yang banyak dikaji saat ini salah satunya di LIPI, saya nanti siang harus menjadi pe review salah satu proposal penelitian di LIPI tentang tema ini juga. Climate Change dan Migrasi. Adalah bagaimana climate change (cc) mempengaruhi keputusan seseorang untuk bermigrasi. Pendekatannya memang masih menggunakan teknik wawancara mendalam. Biasanya ketika dilakukan wawancara responden memang tidak menyebutkan secara langsung penyebabnya karena alasan cc, tapi kebanyakan disebabkan oleh alasan ekonomi dan lainnya. Pak, apakah tidak mungkin hal tersebut dikarenakan karena respondennya itu tidak mengenal / belum menyadari dampak cc? TN: Iya oleh karena itu penggalian data memang harus kualitatif dan bukan kuantitatif. Karena memang pada teknik kualitatif bias lebih dalam digali tentang hal ini dari responden. Data migrasi akibat perubahan iklim sebaiknya data kualitatif atau primer, karena harus memperhatikan faktor budaya. Selain itu kalau kualitatif kesempatan untuk mengeksplorasi seberapa persen migrasi akibat perubahan iklim dapat terjawab. Jadi kualitatif untuk mengetahuidecision making prosesuntuk migrasi, kuantitatif untuk mengukur gejala alamnya. Jadi pak analisis dari climate change dan perubahan iklim ini tidak bisa yang pak diukur dengan analisis makro? TN : Sebetulnya jika kita masukkan angkanya saja mungkin terlihat ada pola tertentu. Misalkan masukkan perubahan suhu dan angka migrasi? Itu mungkin terlihat pola yang sama-sama meningkat tapi apakah yakin bahwa kedua hal tersebut berhubungan? Sulit jika hanya menjelaskan dari hal tersebut. Karena banyak factor seperti kebudayaan dan juga kultur. Misalkan hati-hati mengukur cc dan migrasi di kota padang / Sumatra barat, karena disanakan memiliki budaya merantau, hal-hal tersbut yang benar-benar harus diperhatikan selain data-data statistic yang ada saja. Jadi memang yang terbaik adalah menggunakan mix-method sehingga dapat menerangkan kejadian-kejadian cc dengan lebih utuh. Karena kalau di Indonesia faktor migrasi akibat perubahan iklim sulit dihitung karena faktor budaya begitu kuat seperti di Padang ini ada budaya merantau, karena kalau ini tidak diperhatikan pasti akan bias. Indonesia adalah salah satu negara yang penduduknya memiliki keterikatan yang kuat dengan tanah airnya (tempat tinggalnya) banyak contoh yang dapat diliat, seperti kejadian tsunami yang sangat besar tersebut, ketika kejadian tsunami memang penduduk terpaksa pindah namun ketika situasi membaik mereka kembali ke tempat asal mereka tinggal, begitu pula penduduk di kepulauan mentawai lokasi yang sangat rawan, tetap mereka kembali. Sama halnya dengan penduduk di daerah Jakarta utara, ketika banjir mereka pindah (mengungsi) namun ketika daeraha tersebut sudah membaik mereka kembali. Banyak alasan yang digunakan salah satunya adalah alasan tempat pekerjaan karena ditempat tersebut mereka sdah kenal dan tahu apa yang dilakukan untuk mencari pekerjaan, dibandingkan mereka harus ke tempat asing yang belum tahu apa yang mesti dilakukan ditempat baru itu. Awalnya IPCC sudah mulai tergerak untuk tidak hanya terfokus pada perubahan iklim akibat gejala atmosphric dimana perubahan iklim disebabkan karena faktor suhu, arah angin, gerhana, gelombang air laut, pasang surut dan sebagainya. Tetapi juga akibat siklus hidrologi. dimana ada intervensi atau pengaruh manusia terhadap perubahan siklus hidrologi yang mempengaruhi perubahan iklim dimana fungsi tanah apabila terganggu akan menyebabkan curah hujan terganggu. Selain itu air hujan yang apabila tidak terserap akan menimbulkan banjir dan mempengaruhi curah hujan. Bagaimana dampak cc di Indonesia? TN : Di Indonesia kejadian ekstrim akibat perubahan iklim tidak begitu sering terjadi,jika dibandingkan dengan daerah yang lintangya tinggi seperti daerah kutub, Australia Selatan, Selandia Baru, Eropa dan sebagainya. Karena indonesia terletak di daerah tropis yang lintangnya rendah, selain itu lautan Indonesialuas, dan sifat air menetralisir sehingga perbedaan suhu minimum dan maksinum tidak begitu ekstrim. Karena dalam satu hari suhu minimum dan maksimum bepengaruh terhadap kesehatan, dimana bisa menimbulkan penyakit seperti malaria dan diare. Ini diakibatkan karena ulah manusia, contohnya saja kejadian lokal seperti menanam pohon, perumahan sekarang jarang yang menanam pohon, semuanya di semen dan di konblok. Ini dari sisi individu kalau keseluruhan? Di Indonesia penambahan suhu khususnya di daerah perkotaan, meningkat 1,5-2 O C jadi memang lebih panas, ini berkaitan dengan kejadian lokal juga. data-data migrasi yang ada sekarang belum dapat menjekaskan gejala perubahan iklim sehingga harus pakai data kualitatif. Misalkan apa benar kejadian ekstrim akibat perubahan iklim? dimana indonesia akan kehilangan banyak puluhan pulau sehingga akan terjadi eksodus besar-besaran ke Australiakarena tidak mungkin ke negara Asia lain yang sama-sama miskin. Tetapi ini tidak mungkin terjadi karena faktor budaya di indonesi kuat, selain itu kejadian ekstrim terjadi tidak langsung tetapi gradual jadi kemampuan beradaptasi pasti terbentuk. Bagaimana dampak perubahan iklim di Indonesia? TN: Hubungannya dengan lebih berpengaruh kepada pertanian, produk hortikultura berhubungan dengan musim hujan jika pola musin hujan bergeser maka pola kehidupan keluarga petani juga berbeda karena berkaitan dengan pekerjan mereka. Pertanyannya apakah perubahan iklim bisa menyebabkan perubahan pengambilan keputusan secara langsung atau tidak langsung? apa migrasi karena keputusan ekonomi atau karena dispalcement area? atau kemampuan petani untuk beradaptasi juga mempengaruhi keputusannya untuk pindah, seperti menyesuaikan apa yang ditanamnya yang sesuai dengan kondisi daerahnya. Seperti di daerah yang terkena rob bisa juga melakukan beradaptasi dengan membuat rumah panggung, atau memelihata bebek. Adaptasi ada levelnya juga, ada yang survive ada yang tidak. Kunci permasalahan perubahan iklim adalah jumlah penduduk, oleh karena itu Keluarga Berencana (KB) merupakan solusi untuk perubahan iklim, yang jadi masalah dampaknya ini baru terlihat jangka panjang. Salah satu pendekatannya adalah dengan melalui peningkatan kualitas melalui keluarga kecil. Keluarga kecil memungkinkan kualitas hidup yang lebih baik untuk tiap keluarga karena beban keluarga yang tidak besar. Sehingga alokasi sumber daya keluarga dapat diarahkan untuk peningkatan kualitas pengetahuan dan kesadaran penduduk terhadap perubahan iklim dan akhirnya dapat mengubah perilaku hidup sehingga adaptasi keluarga terhadap perubahan iklim menjadi lebih besar. Adaptasi yang lebih besar dapat mengurangi dampak buruk dari perubahan iklim yang terjadi. Dan biasanya yang melakukan migrsi adalah orang-orang yang tidak mampu beradaptasi yang tidak mempunyai pengetahuan dan kemampuan secara ekonomi.Tetapi kalau manusianya berkualitas pasti mampu beradaptasi sehingga peran KB disini berfungsi, sehingga migrasi akan turun. Dalam salah satu literature kami menyebutkan bahwa tsunami di aceh beberapa tahun yang lalu terjadi akibat dari perubahan iklim bagiamana menurut bapak? TN : Tsunami terjadi akibat gejala geologi bumi dimana, bumi terdiri dari lempengan yang masing-masing terdiri dari bebatuan yang berbeda sehingga gerakannnya juga berbeda, sehingga kalau terjadi benturan bisa berakibat bencana. Namun perlu dipahami bahwa Bumi ini merupakan suatu sistem yang saling mempengaruhi, perubahan gejala alam disuatu sisi dapat mempengaruhi perubahan disisi lain. Misalkan ketika letusan gunung terbesar dalam sejarah terjadi di gunung danau toba itukan gejala geologi mengakibatkan awan dan debu menutupi sebagian bumi dan membuat perubahan iklim karena terhalangnya sinar matahari, daerah-daerah yang tadinya tidak ada salju, tiba-tibua waktu itu menjadi turun salju. Dan bisa saja (mungkin) perubahan iklim mempengaruhi gejala geologi (namun masih tidak diketahui besarnya dan bagaimana cara kerjanya). Baik kami rasa informasi yang Bapak berikan sudah cukup banyak dan bermanfaat sekali untuk penulisan paper kami. Kami sekali lagi mengucapkan banyak terimakasih