geomorfologi dan wilayah

advertisement
Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
Makalah
Yang
Tidak Dipresentasikan
Geomorfologi Dan Wilayah Pantai Kota Semarang
halaman - 244
Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
Geomorfologi Dan Wilayah
Pantai Kota Semarang
Geomorfologi Dan Wilayah Pantai Kota Semarang
halaman - 245
Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
GEOMORFOLOGI DAN WILAYAH
PANTAI KOTA SEMARANG
Oleh: Sarbidi, ST
Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman
ABSTRAK
Pada tahun 2001, diperkirakan permukaan air laut naik 1,00 m (Sea-Level Rise – SLR 1,00
m) yang disebabkan oleh berbagai kerusakan lingkungan hidup, antara lain oleh pemanasan
global. Dalam kaitan ini, telah dilakukan pengkajian wilayah pantai Kota Semarang
menggunakan metoda deskriptif melalui identifikasi dan inventarisasi permasalahan
kawasan dan geomorfologi yang ada saat ini untuk mendapatkan dampak atau resiko
terhadap fisik lingkungan wilayah, geomorfologi perairan dan daratan, lingkungan, ekonomi
dan sosial serta kemungkinan teknik adaptasi manusia pada genangan banjir, yang kelak
akan digunakan untuk bahan penyusunan metoda perhitungan kerugian wilayah, adaptasi
dan mitigasi bencana banjir.
Secara administratif wilayah pantai Kota Semarang terdiri atas 6 kelurahan, 17 kelurahan
dengan luas  5.039, 17 Ha, dan mempunyai panjang pantai  13,6 km. Secara geografis,
terletak pada pada 6o55’52,5” LS – 6o58’45” LS dan 110o17’18” BT – 110o29’25” BT,
merupakan dataran rendah dengan kemiringan 0 – 2%, ketinggian 0 – 3 m di atas
permukaan laut. Beriklim tropis, suhu rata-rata 28,4 oC. Suhu minimum 22,1 oC terjadi pada
bulan Juli, dan suhu maksimum
33,7 oC terjadi pada bulan September dan Oktober.
Kelembaban rata-rata 75%. Curah hujan rata-rata tahunan sekitar 2.100 mm.
Karateristik pantai: (1) berelief rendah dengan garis pantai pasir pantai, (2) berelief rendah
tersusun endapan aluvium dan kombinasi paparan lumpur dan hutan bakau, (3) berelief
rendah tersusun oleh endapan aluvium dan berupa endapan lumpur, (4) kawasan
pelabuhan atau daerah rekreasi. Bentuk pantai agak cekung, agak cembungan dan
Geomorfologi Dan Wilayah Pantai Kota Semarang
halaman - 246
Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
kombinasinya. Saat ini lingkupan lahan teridiri atas tanah sawah, tanah kering, tanah
wilayah perumahan, perkantoran, transportasi, wisata, dan sebagainya.
Kondisi litologi bawah permukaan wilayah pantai Kota Semarang terdiri atas sedimen
berfraksi halus yang bersifat lunak dan pasiran bersifat relatif padat yang beralaskan batuan
volkanik di bawah kedalaman 20 – 25 meter. Sebaran tanah lunak (tanah dengan tekanan
konus [Qc] < 10 Kg/cm2) semakin tebal ke arah Timur Laut – Timur, dan menipis ke arah
Barat – Selatan. Sebaran tanah lunak (zona lempung lunak) dengan arah penyebaran Barat
Laut – Tenggara, setebal 20 – 25 m mendominasi daerah pantai / dataran rendah
Semarang. Sedangkan zona dengan ketebalan > 30 m dijumpai di sekitar Kelurahan
Trimulyo dan Genuksari ke arah Selatan. Wilayah pantai Kota Semarang saat ini
menghadapi problem lingkungan yang cukup besar, antara lain genangan air akibat rob dan
banjir kiriman musim hujan.
Secara geomorfologi SLR 1,00 m diduga menyebabkan wilayah pantai Kota Semarang
mengalami antara lain: HWL = 241,43 cm; kehilangan lahan (tergenang)  4.080 Ha; garis
pantai mundur  3 km; terjadi perubahan pada batimetri, arus & gelombang laut, dasar laut
perairan pantai, geografi pantai, dan pola sedimentasi; P. Tiarang Cawang/delta di muka K.
Kanal Barat tenggelam; intrusi air laut semakin jauh ke daratan, abrasi / erosi akan
meningkat; kuantitas dan kualitas air permukaan akan terganggu.
Secara fisik lingkungan wilayah, SLR 1,00 m diduga menyebabkan antara lain: batas
administrasi akan berubah; mengancam kelangsungan hidup penduduk, yang diproyeksikan
 165.000 jiwa; fungsi atau keberadaan infrastruktur utama kota (Pelabuhan Tanjung Mas,
Stasiun KW Tawang, Terminal Bus Terboyo, Bandara Ahmat Yani) akan ternggu; Kawasan
industri, perumahan, dan kawasan wisata pantai akan tenggelam; pertanian, perikanan
hilang; dan sentra kegiatan ekonomi pantai akan hilang atau terganggu. Besarnya nilai
kerugian sosial dan ekonomi wilayah pantai dan metoda perhitungan kerugian, adaptasi dan
mitigasi peristiwa alam SLR 1,00 m masih perlu pengkajian dan diskusi lebih lanjut.
Berdasarkan dari bencana rob atau banjir, pemda dan masyarakat wilayah pantai Kota
Semarang sudah berusaha secara teknologi menghadapi/mengadaptasi bencana banjir
melalui penerapan teknologi sistem drainase yang tepat, meninggikan lantai rumah,
bangunan dan jalan raya hingga rata-rata di atas permukaan air tertinggi.
I. PENDAHULUAN.
1.1. Latar belakang
Studi “Dampak Timbal Antar Pembangunan Kota Dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan”
merupakan kerjasama yang dilakukan oleh Building Research Institute (BRI) - Jepang dengan
Puslitbang Permukiman (Puskim) - Indonesia. Sebgagai langkah awal pada Nopember 1999 telah
dilakukan Seminar Sehari di Puskim yang dihadiri oleh peneliti dari BRI.
Geomorfologi Dan Wilayah Pantai Kota Semarang
halaman - 247
Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
Studi dilaksanakan untuk melihat pengaruh atau kerugian yang terjadi terhadap geomorfologi,
kawasan permukiman, dan tipologi bangunan di kawasan permukiman kota pantai, akibat Muka Air
Laut Naik (Sea-Level Rise – SLR) setinggi 1 (satu ) meter secara permanen.
Kota Semarang merupakan salah satu kota pantai yang di Indonesia. Di kawasan pantainya
terdapat berbagai fasilitas publik yang bernilai sangat tinggi, seperti pelabuhan dan terminal bus
antar kota. Disamping itu juga terdapat tempat kawasan perumahan yang bernilai sejarah, seperti
Kawasan Kota Lama, perumahan mewah, Kawasan wisata pantai, permukiman kumuh, perikanan,
sawah, dan lain sebagainya. Melihat posisinya yang strategis tersebut, maka studi kasus di
laksanakan di Kawasan Pantai Kota Semarang.
Tulisan ini hanya membahas kondisi geomorfologi dan kondisi kawasan yang dijumpai pada Kota
Semarang. Sedangakan masalah tipologi bangunan akan dibahas khusus dalam tulisan tersendiri.
1.2. Tujuan
Tujuan Khusus adalah melakukan investigasi kondisi geomorfologi dan kawasan pantai Kota
Semarang.
Tujuan umum adalah melihat kemungkinan dampak yang akan datang dari peningkatan muka air
laut naik (sea level rise) terhadap kawasan pantai Kota Semarang.
1.3. Lingkup kegiatan
1. Melakukan survai data sekunder pada beberapa institusi terkait, seperti Bappeda, Dinas
Pengairan, Badan Pertanahan, Dinas Pertanian, Dinas Kelautan, Keluarahan, dan sebagainya.
2. Melakukan survai kepada masyarakat yang bermukim di kawasan pantai.
3. Observasi pada kawasan atau tempat yang terkena dampak pasut atau banjir.
4. Analisis data
5. Perumusan hasil.
1.4. Metodologi
Pola pikir/metode pendekatan.
Kegiatan menggunakan metode deskriptif melalui identifikasi dan inventarisasi (tofografi, geografi,
geologi, sumber daya, dampak bencana, kondisi fisik lingkungan, demografi dan lembaga).
Merujuk kepada pengalaman dan iptek yang sudah ada (pustekkim) dan permasalahan di atas
akan dibuat perkiraan luasan dampak akibat kenaikan mula air laut (Sea-Level Rise - SLR) 1,00 m.
Melalui survai dan obseravsi lapangan serta diskusi teknis akan dilakukan penyesuaian atau revisi
sehingga didapatkan metoda yang sebenarnya. Secara ringkas, pendekatan dilihat pada diagram
Gambar 1. Kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
1. Kajian pustaka, antara lain penelusuran topografi 1 m pada peta Rupa Bumi Semarang.
Geomorfologi Dan Wilayah Pantai Kota Semarang
halaman - 248
Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
2. Identifikasi dan inventarisasi kawasan dan geomorfologi pantai serta penetapan batas
administrasi sebagai lokasi survai dan observasi, sehingga dapat diperoleh bahan untuk unit
analisis satu atau lebih wilayah kecamatan atau terkecil satu kelurahan.
3. Survai dan observasi geomorfologi perairan dan daratan, fisik lingkungan wilayah, sosekbud,
dampak, adaptasi, dugaan kerugian dan sebagainya.
4. Analisis dampak SLR 1,00 m terhadap geomorfologi dan fisik lingkungan wilayah, ekonomisosial dan lingkungan serta adaptasi yang dilakukan oleh masyarakat.
KAJIAN
PUSTAKA
[1]
DISKUSI TEKNIS
[3]
IDENTIFIKASI /
INVENTARISASI
[2]
SURVAI &
OBSERVASI
[4]
ANALISIS &
EVALUASI
[5]
DAMPAK SEA LEVEL RISE
PADA KAWASAN PANTAI
[6]
Gambar 1.
Pola Pikir / Pendekatan Kegaiatan
II. KAWASAN PANTAI SEMARANG
2.1. Geografi.
Wilayah kawasan pantai Kota Semarang terletak pada Bagian Utara dan berbatasan langsung
dengan Laut Jawa. Secara geografis terletak pada 6o55’52,5” LS – 6o58’45” LS dan 110o17’18” BT
– 110o29’25” BT. Berada pada ketinggian 0 – 3 m dari permukaan. Kawasan pantai mempunyai
Geomorfologi Dan Wilayah Pantai Kota Semarang
halaman - 249
Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
luas lahan  5.039,17 Ha, yang meliputi 6 kecamatan dan 17 kelurahan. Rincian wilayah pantai
seperti Tabel 2.1 dan Gambar 2.
Sebelah Utara berbatasan Laut Jawa, dengan panjang garis pantai  13,6 km. Sebelah Selatan
berbatasan dengan Kabupaten Semarang. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Demak.
Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kendal.
Geomorfologi Dan Wilayah Pantai Kota Semarang
halaman - 250
Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
Gambar 2.
Wilayah Pantai Kota Semarang
Sumber: Bappeda Kota Semarang Dalam Profil Wilayah Pantai Dan Laut Kota Semarang
Geomorfologi Dan Wilayah Pantai Kota Semarang
halaman - 251
Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
Tabel 2.1.
Luas Wilayah Kelurahan Di Wilayah Pantai Tahun 1998.
No
Kecamatan
Kelurahan
Luas Wilayah ( Ha )
1.
Semarang Barat
2.
Semarang Utara
3.
Genuk
4.
Tugu
5
6.
Semarang Timur
Gayam Sari
(1) Tawangsari
(2) Tambakharjo
(3) Tanjung Mas
(4) Bandarharjo
(5) Panggung Lor
(6) Terboyo Kulon
(7) Terboyo Wetan
(8) Trimulyo
(9) Mangkang Kulon
(10) Mangunharjo
(11) Mangkang Wetan
(12) Randugarut
(13) Karanganyar
(14) Tugurejo
(15) Jerakah
(16) Kemijen
(17) Tambakrejo
Total
209,20
375,83
324.00
343,00
123,47
285,40
127,50
295,90
399,82
347,12
347,82
475,49
223,70
796,84
153,43
140,90
69,75
5.039,17
Sumber: Profil Wilayah Pantai Semarang Dan Laut Kota Semarang, Bappeda, 2000.
2.2. Tofografi
Wilayah pantai Kota Semarang merupakan dataran rendah dengan kemiringan 0 – 2%. Ada empat
karateristik pantai yang dijumpai, yaitu: (1) berelief rendah dengan garis pantai pasir pantai, (2)
berelief rendah tersusun endapan aluvium dan kombinasi paparan lumpur dan hutan bakau, (3)
berelief rendah tersusun oleh endapan aluvium dan berupa endapan lumpur, (4) kawasan
pelabuhan atau daerah rekreasi.
2.3. Iklim.
Iklim di wilayah pantai Kota Semarang sama dengan iklim Kota Semarang secara keseluruhan,
yaitu iklim tropis, dengan suhu rata-rata 28,4 oC. Suhu minimum 22,1 oC terjadi pada bulan Juli,
dan suhu maksimum 33,7 oC terjadi pada bulan September dan Oktober. Kelembaban relatif tinggi
dengan rata-rata 75%. Curah hujan rata-rata tahunan sekitar 2.100 mm, dengan rata-rata hujan
178 hari/tahun. Kecepatan angin berkisar antara 6 – 8 km/jam, dengan rata-rata tahunan sebesar
6,9 km/jam. Arah angin yang paling dominan sepanjang tahun yakni arah barat laut.
2.4. Kependudukan
Jumlah penduduk wilayah pantai 120.636 jiwa. Perempuan 49% dan pria 51%. Pendidikan
penduduk rata-rata rendah. Berpendidikan setingkat SD 50,3%, berpendidikan tingkat atas dan
perguruan tinggi 5,2%. Pendidikan menengah (SLTP) 44,4%. Rata-rata pertumbuhan selama 5
(lima) tahun terakhir (1994 – 1998) adalah 0,37%, relatif rendah dibanding rata-rata pertumbuhan
Geomorfologi Dan Wilayah Pantai Kota Semarang
halaman - 252
Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
penduduk Kota Semarang sebesar 1,24% (Semarang Dalam Angka Tahun 1998). Sebagian besar
mata pencaharian penduduk petani, nelayan, buruh (bangunan dan industri). Sebagian kecil
sebagai pengusaha, PNS, TNI / POLRI, pensiunan, dan sektor angkutan atau jasa. Secara lebih
rinci dapat dibaca pada Tabel 2.2 dan Tabel 2.3 sebagai berikut:
Tabel 2.2.
Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian.
No
Kecamatan
1.
Semarang
Barat
2.
Semarang
Utara
3.
Genuk
4.
Tugu
5
Semarang
Timur
Gayam Sari
6.
Kelurahan
Petani/
Nelayan
Petani
Buruh
Pengu
saha
Buruh
Industri
Buruh
Bangun
Pedagang
Angkutan
PNS/ABRI
/Pensiuna
Jasa
lain
Tawangsari
Tambakharjo
Tanjung Mas
Bandarharjo
Panggung Lor
Terboyo Kulon
Terboyo Wetan
Trimulyo
Mangkang Kuln
Mangunharjo
Mangkang Wtn
Randugarut
Karanganyar
Tugurejo
Jerakah
Kemijen
4
4
1.048
569
6
0
13
183
316
250
196
4
73
106
15
0
0
22
0
0
0
26
3
180
965
153
791
15
105
122
25
0
189
2
0
0
0
0
7
29
0
0
0
0
0
0
0
18
318
198
8.817
3.975
4.671
30
201
826
365
303
416
215
576
623
649
2.093
160
9
4.266
1.487
852
42
117
192
337
26
834
17
456
39
27
15
136
17
401
1.152
2.123
37
19
127
79
106
483
41
136
62
126
3.128
41
12
211
512
67
16
7
21
22
3
16
13
29
32
11
0
241
53
569
401
1.010
2
10
69
36
83
91
15
101
163
388
647
1.291
570
1’067
3.399
2.902
114
128
266
222
1.577
827
100
462
492
209
3.128
Tambakrejo
47
10
57
1.158
844
85
26
181
1.876
Total
2.834
2.414
245
25.434
9.720
8.258
1.039
4.060
18.530
Sumber: Fakta – Analisa RDTRK Semarang 2000.
Tabel 2.3.
Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan.
No
Kecamatan
1.
Semarang
Barat
2.
Semarang
Utara
3.
Genuk
4.
Tugu
5
6.
Semarang Timur
Gayam Sari
Kelurahan
Tidak
Sekolah
Belum
Tmt SD
Tidak
Tmt SD
Tamat
SD
Tamat
SMP
Tamat
SMA
Tamat
Ak./ D-3
Tamat
PT
Tawangsari
Tambakharjo
Tanjung Mas
Bandarharjo
Panggung Lor
Terboyo Kulon
Terboyo Wetan
Trimulyo
Mangkang Kulon
Mangunharjo
Mangkang Wetan
Randugarut
Karanganyar
Tugurejo
Jerakah
Kemijen
Tambakrejo
142
35
783
598
462
0
3
1
0
529
194
0
55
234
157
751
374
655
164
3.603
3.413
3.413
62
197
450
69
630
475
32
237
234
476
1.096
697
221
55
1.220
896
711
39
236
792
399
789
125
138
158
247
315
827
2.176
1.257
307
6.784
441
3.427
127
347
1.064
1.486
1.285
1.942
397
690
1.625
565
2.513
2.301
1.308
327
7.217
4.713
4.215
67
196
442
457
350
955
148
510
468
576
2.753
1.954
1.287
321
7.153
4.624
4.187
61
185
513
220
648
282
95
407
646
251
2.568
1.925
132
42
717
586
286
3
11
24
3
22
17
6
40
60
43
2.345
27
149
140
427
371
230
2
10
19
14
23
27
10
48
67
36
421
34
Total
4.318
15.206
9.344
24.257
26.656
25.373
4.364
2.028
Sumber: Fakta – Analisa RDTRK Semarang 2000.
Geomorfologi Dan Wilayah Pantai Kota Semarang
halaman - 253
Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
2.5. Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan di wilayah pantai Kota Semarang sangat dipengaruhi oleh letak, topografi, jarak
dari pusat kegiatan kota dan faktor prasarana dasar kota. Penggunaan lahan di wilayah pantai
dapat dikelompokan menjadi Tanah Sawah (irigasi teknis, irigasi setengah teknis, irigasi
sederhana, sawah tadah hujan dan sawah kosong), dan Tanah Kering (pekarangan, tegal/kebun,
padang rumput/lapangan, kolam, tambak, kebun hutan, dan tanah kering kosong). tanah lainnya
untuk kawasan industi dan parawisata. Tanah sawah  483,62 Ha, pekarangan  1.614 Ha,
tegal/kebun  266,4 Ha, padang rumput/lapangan  176,98 Ha, tambak  2.112,08 Ha, kebun 
129,18 Ha, lahan yang tidak diusahakan  151,36 Ha, lain-lain  57,79 Ha. Luas lahan/tanah
kering  4.509,32 Ha. Penggunaan lahan belum termasuk untuk Pelabuhan Tanjung Mas, Terminal
Bus Terboyo, Stasiun KA Tawang dan Bandara Ahmat Yani.
Berdasarkan Perda No.01 Tahub 1999 tentang RTRW Kota Semarang dibuat 4 (empat) Wilayah
Pengembangan (WP), yang terbagi menjadi 10 (sepuluh) Bagian Wilayah Kota (BWK). Khusus
kawasan pantai termasuk dalam BWK I (Kecamatan Semarang Timur), BWK III (Kecamatan
Semarang Utara dan Barat), BWK IV (Kecamatan Genuk), dan BWK X (Kecamatan Tugu). Fungsi
dan pengembangan kawasan pantai pada setiap BWK seperti Tabel 2.4.
Tabel 2.4
Tabel Fungsi lahan pada BWK Kawasan Pantai Kota Semarang.
No
Wilayah Kota
1.
BWK III ( Kec. Smg Utara & Barat ):
- Kelurahan Tanjung Mas ( 323.782 Ha)
- Kelurahan Bandarharjo ( 342.675 Ha)
- Kelurahan Tambakhrja ( 378.883 Ha)
- Kelurahan PanggungLor ( 123.470 Ha)
- KelurahanTawangsari ( 209.211 Ha)
2.
3.
BWK IV ( Kecamatan Genuk ):
Kel. Terboyo Wetan, Kl. Terboyo Kulon
dan Kel Trimulyo ( 772,50 Ha)
BWK X ( Kecamatan Tugu )
- Kel. Mangkang Kulon, Kel. Mangkang
Wetan dan Kel. Mangunharjo
(  1.228,70 Ha)
- Kel. Randugarut, Karang Anyar,
Tugurejo dan Jerakah (  1.904,66 Ha)
Penggunaan / Fungsi Kawasan
Pelabuhan Tanjung Mas, Peti Kemas, Industri, Pergudangan, Perkontoran,
Perdagangan, Stasiun Tawang, Folder (Retaining Basin – Depan S. Tawang).
Wilayah Kerja Pelabuhan, Pergudangan, Permukiman padat, Perdagangan,
Jasa, Folder, Fasilitas Pendidikan, Kesehatan & Peribadatan.
Pelud A. Yani, Permukiman, Fasilitas Pendidikan, Kesehatan & Peribadatan.
Wilayah Kerja Pelabuhan / Industri, Permukiman merah dan kumuh, Fasilitas
Pendidikan, Kesehatan & Peribadatan.
Permukiman, Kawasan Khusus Militer, Kws. Rekreasi Marina/PRPP/Maerokoco,
Perkantoran, Perdagangan, Jasa dan Fasilitas Olahraga.
Terminal bus Terboyo, Terminal Cargo, Kawasan Industri Menengah &
Sedang.Permukiman Nelayan ( 50 Ha), penambatan perahu nelayan, Rumah
Sakit dan Universitas Sultan Agung, Instalasi Pengolah Lumpur Tinja (IPLT).
Perikanan, Pertanian, Konservasi, Industri (alih fungsi dari tambak),
Permukiman, Perdagangan, fasilitas umum/rekreasi. Pada sisi Utara akan
dikembangkan menjadi kawasan rekreasi & olahraga pantai serta jalur hijau.
Kawasan Industri, Permukiman baru, Jalur Hijau, Kawasan Rekreasi Pantai
Pulau Tiarang Cawang.
Sumber: Profil Wilayah Pantai Dan Laut Kota Semarang, Tahun 2000.
Geomorfologi Dan Wilayah Pantai Kota Semarang
halaman - 254
Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
2.6. Ekonomi Wilayah Pantai.
2.6.1. Sarana Perekonomian
Perkembangan wilayah bergantung pada potensi, sarana dan prasarana yang ada. Kegiatan
perekonomian wialayah pantai Kota Semarang didukung oleh sarana dan prasarana, seperti yang
terinci pada Tabel 2.5.
2.6.2. Perindustrian.
Keberadaan industri besar, sedang, keci dan rumah tangga cukup berkembang di kawasan pantai,
dan hampir terdistribusi pada seluruh kecamatan yang ada. Jumlah industri tersebut secara rinci
seperti Tabel 2.6.
2.6.3. Pertanian.
Kawasan pantai Kota Semarang hanya terdapat sebagain kecil untuk kegiatan pertanian. Pada
Tabel 2.7. terlihat kondisi pertanian yang masi ada dan produksi.
2.6.4. Peternakan.
Menurut Semarang Dalam Angka tahun 1998, peternakan hanya terdapat di 3 (tiga) kelurahan
Kecamatan Genuk dan 1(satu) kelurahan Kecamatan Gayamsari. Lebih jelas seperti Tabel 2.8.
2.6.5. Perikanan.
Perikanan laut dan budidaya tambak memberikan kontribusi yang besar terhadap volume produksi
perikanan di Kota Semarang. Budidaya perikanan tambak, kolam dan perairan umum yang
terbesar adalah Kecamatan Tugu, Kecamatan Genuk, Kecamatan Semarang Barat. Sedangkan
Semarang Utara hanya memberikan kontribusi hanya dari kolam dan perairan umum. Jumlah
petani tambak menurun pada tahun 1998, akibat luas tambak yang ada semakin menurun (Lihat
Tabel 2.9). Sebaliknya
jumlah nelayan laut antara tahun 1995 – 1998 semakin meningkat.
Nelayan umumnya bermukim di wilayah Kecamatan Semarang Utara, Semarang Barat dan Tugu
(Lihat Tabel 2.10). Produksi tambak, kolam dan perairan umu mengalami penurunan akibat
menyusutnya areal tambak, polusi linkungan dan mewabahnya penyakit ( Lihat Tabel 2.11 )
Geomorfologi Dan Wilayah Pantai Kota Semarang
halaman - 255
Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
Tabel 2.5.
Jumlah Sarana Perekonomian Kawasan Pantai.
Pasar
Kios/Toko
Warung
Koperasi
Hotel/
Losmen
Rumah
Makan
Bank
PKL
Tawangsari
Tambakharjo
Tanjung Mas
Semarang
Bandarharjo
Utara
Panggung Lor
Terboyo Kulon
Genuk
Terboyo Wetan
Trimulyo
Mangkang Kulon
Mangunharjo
Mangkang Wetan
Tugu
Randugarut
Karanganyar
Tugurejo
Jerakah
Semarang Timur
Kemijen
Gayam Sari (data satu kecamatan)
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
2
100
9
65
0
169
20
20
65
21
18
13
13
4
42
30
240
511
0
1
2
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
31
56
0
15
0
2
14
6
6
7
8
11
9
27
19
0
79
2
2
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
18
12
-
Total
3
1.340
7
1
290
5
30
No
Kecamatan
1.
Semarang
Barat
2.
3.
4.
5.
6.
Kelurahan
0
0
Sumber: Fakta – Analisa RDTRK Semarang 2000.
Tabel 2.6.
Jumlah Industri Setiap Kelurahan Kawasan Pantai.
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Kecamatan
Kelurahan
Semarang
Barat
Tawangsari
Tambakharjo
Tanjung Mas
Semarang
Bandarharjo
Utara
Panggung Lor
Genuk (data satu kecamatan)
Mangkang Kulon
Mangunharjo
Mangkang Wetan
Tugu
Randugarut
Karanganyar
Tugurejo
Jerakah
Semarang Timur
Kemijen
Gayam Sari (data satu kecamatan)
Total
Besar
2
0
26
15
1
85
2
1
0
1
2
6
1
0
3
144
Jenis Industri
Sedang
Kecil
2
3
0
0
26
12
15
130
1
1
45
1.192
2
0
1
0
0
0
2
3
1
2
5
3
0
0
0
0
7
16
107
1.362
Rumahan
3
2
3
108
3
54
0
2
0
2
1
0
1
0
35
214
Sumber: Fakta – Analisa RDTRK Semarang 2000.
Geomorfologi Dan Wilayah Pantai Kota Semarang
halaman - 256
Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
Tabel 2.7.
Kondisi Pertanian Kawasan Pantai
Kecamatan
Jenis
Tahun
1994
1995
1996
1997
1998
1994
1995
1996
1997
1998
1994
1995
1996
1997
1998
1994
1995
1996
1997
1998
1994
1995
1996
1997
1998
Jagung
Ketela
Rambat
Ketelah
Pohon
Kacang
Hijau
Kacang
Tanah
Semarang Utara
Luas
Panen
(Ha)
-
Semarang Barat
Produski
(Kw/Ha)
-
Genuk
Luas
Panen
(Ha)
10
7
3
30
4
5
Produski
(Kw/Ha)
5
8
42
47,1
12
163,7
532,5
10
Luas
Panen
(Ha)
25
32
63
51
8
5
4
23
38
21
2
26
26
29
3
Tugu
Produski
(Kw/Ha)
75,6
39,7
41,9
40,2
122
155
174,7
188,7
196,2
10
5,38
10
10,7
110
Luas
Panen
(Ha)
4
59
35
38
2
-
Produski
(Kw/Ha)
111,9
164,6
10
-
Sumber: Kota Madya Semarang Dalam Angka 1998.
Tabel 2.8.
Kondisi Peternakan.
No.
Kecamatan
1.
Genuk
2.
Gayamsari
Kelurahan
Terboyo Kulon
Terboyo Wetan
Trimulyo
Tambakrejo
Total
Kerbau
9
-
Domba/
Kambing
21
136
264
23
Ayam
Kampung
118
381
2.773
175
Itik
39
-
Angsa
9
9
444
3.447
39
9
Lainlain
25
25
Sumber: Kota Madya Semarang Dalam Angka 1998.
Tabel 2.9.
Kondisi Petani dan Lahan Tambak
No
1.
2.
3.
4.
5.
Tahu
n
1994
1995
1996
1997
1998
SMG
Utara
5
5
-
Jumlah Petani Tambak ( Jiwa )
SMG
Genuk Tugu Total
Barat
53
97
547
702
53
97
547
702
39
97
540
676
39
97
540
676
39
14
540
593
Luas Tambak ( Ha )
SMG
Utara
-
SMG
Barat
126,5
126,5
126,5
126,5
126,5
Genuk
Tugu
Total
194,94
194,94
194,94
115,8
23,56
1.198,25
1.198,25
1.198,25
1.198,25
1.038,10
1.519,69
1.519,69
1.519,69
1.440,55
1.188,16
Sumber: Dinas Perikanan Kodya Semarang tahun 2000.
Geomorfologi Dan Wilayah Pantai Kota Semarang
halaman - 257
Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
Tabel 2.10.
Kondisi Jumlah Nelayan Laut.
No
1.
2.
3.
4.
5.
Tahun
1995
1996
1997
1998
1999
Genuk
-
Jumlah Nelayan ( Jiwa )
SMG Utara SMG Barat
1.262
41
1.262
92
1.262
92
1.299
92
1.299
92
Total
Tugu
143
166
166
166
166
1.446
1.520
1.520
1.557
1.557
Sumber: Dinas Perikanan Kodya Semarang tahun 2000.
Tabel 2.11.
Kondisi Produksi Tambak, Kolam, Perairan Umum dan Ikan TPI (Kg).
Produksi Tambak,
Produksi ikan TPI
No
Tahun Kolam, Pera. Umum
Tambak Lorok
Boom Lama
1.
1994
1.587.317
700.277,300
2.
1995
1.688,750
1.396.943
701.386,900
3.
1996
1.372,390
1.258.486
826.808,200
4.
1997
888,593
787.082
609.935,300
5.
1998
797,325
712.266
872.296,500
Sumber: Dinas Perikanan Kodya Semarang .
Total
2.287.594,300
2.098.329,300
2.085.294,200
1.397.017,300
1.584.562,500
2.7. Sarana dan Prasarana Permukiman.
Berdasarkan BWK atau RDTRK Semarang, pada kawasan pantai terdapat sarana dan prasarana
permukiman, baik yang berskala nasional maupun lokal sebagai berikut:
Skala national: Bandara Ahmat yani, Pelabuhan Laut Tanjung Mas, Terminal Cargo, Terminal Peti
Kemas, Stasiun K A Tawang, dan Terminal Bus Terboyo, dan Kawasan Kota Lama yang bernilai
sejarah dan arsitektur yang tinggi.
Berskala lokal: Jalan raya Kls I – Kls III, seperti jalan menuju pelabuhan, stasiun, terminal dan jalan
lingkar. Jalan lingkungan kecamatan dan kelurahan. Sistem drainase (pompa, pintu air, folder),
sistem pengolahan air limbah terpusat (IPLT) dan setempat, jaringan air minum (PDAM dan nonPDAM), fasilitas pendidikan, kesehatan, peribadatan dan olahraga (darat dan pantai), perkantoran,
pergudangan, perdagangan dan jasa, serta kawasan khusus militer. Selain itu pada tingkat
kecamatan/kelurahan masih terdapat: pasar, kios/toko, koperasi, hotel/losmen, rumah makan,
bank, kios pedagang kaki lima (PKL) serta jalur hijau.
2.8. Parawisata.
Fasilitas parawisata yang terdapat pada kawasan paniat Kota Semarang, antara lain:
Kawasan Rekreasi Marina
Pusat Rekreasi dan Permainan Pantai (PRPP)
Tempat rekreasi Maerokoco.
Kawasan Rekreasi Pantai Pulau Tirang.
Kompleks olahraga pantai (akan dikembangkan)
Geomorfologi Dan Wilayah Pantai Kota Semarang
halaman - 258
Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
2.9. Drainase.
Sistem drainase, terutma dikawasan pantai merupakan prasarana dasar permukiman yang sangat
penting, mengingat persoalan banjir akibat air pasang dan air hujan yang selalu menggenangi
kawasan tersebut. Sistem drainase wilayah pantai Kota Semarang, satua kesatuan dengan sistem
drainase perkotaan. Sistem drainase terbagi menjadi 4(empat) wilayah pelayanan yaitu:
a) Wilayah drainase Tugu. Mencakup wilayah seluas 35,4 km 2. Terletak antara batas Semarang
Kendal (Kali Blorong) dengan dengan Kali Silandak. Saluran drainase utama yang di dalam
wilayah antara lain: Kali Mangkang, Kali Tapak, Kali Boom Karanganyar, Kali Tugu dan Kali
Jumbleng. ( Lihat Gambar 3 ). Bagian ini dilengkapi dengan: Saluran Terbuka Tipe-A dan
Tipe-C, Culvert / jembatan.
b) Wilayah drainase Semarang Barat. Mencakup wilayah seluas 12,4 km 2. Terletak antara Kali
Silandak dan Banjir Kanal Barat, yang melayani daerah PRPP, Pusat Rekreasi Marina dan
Bandara Ahmat Yani ( Lihat Gambar 3 ). Bagian ini dilengkap dengan: Saluran terbuka Tipe-C
dan Tipe-E, Culvert / jembatan.
c) Wilayah drainase Semarang Tengah. Mencakup wilayah seluas 27,2 km 2. Terletak antara
Banjir Kanal Barat dan Banjir Kanal Timur. Terbagi kedalam 10 sub-sistem, yaitu: Bulu, Tanah
Mas, Kali Asin, Bandarharjo Barat, Bandarharjo Timur, Kota Lama, Banger Utara, Banger
Selatan, Tugu Muda, dan sub-sistem drainase Simpang Lama ( Lihat Gambar 4 ). Bagian ini
terdiri atas: Saluran terbuka Tipe-A, B, C, D, E dan Tipe-F, Stasiun pompa, pintu air, dan
Culvert / jembatan, serta folder (retaining basin) di depan Stasiun KA Tawang (baru selesai)
d) Wilayah drainase Semarang Timur. Mencakup wilayah seluas 47,8 km 2. Terletak antara Banjir
Kanal Barat dan Kali Babon. Saluran drainase utama yang di dalam wilayah antara lain: Kali
Tenggang, Kali Sringin, dan Saluran Karangroto ( Lihat Gambar 4 ). Bagian ini terdiri atas:
Saluran terbuka Tipe-A, C dan D, dan Culvert / jembatan.
Geomorfologi Dan Wilayah Pantai Kota Semarang
halaman - 259
Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
Geomorfologi Dan Wilayah Pantai Kota Semarang
halaman - 260
Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
Geomorfologi Dan Wilayah Pantai Kota Semarang
halaman - 261
Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
III. GEOMORFOLOGI WILAYAH PANTAI
3.1. Geologi
Wilayah pantai Kota Semarang merupakan bagian dari Delta Kali Bodri, Kali Kuto dan Kali
Semarang yang mengalami proses akrasi dan abrasi. Penambahan lahan di Tanjung Korowelang
hingga muara Sungai Sampir, sejak tahun 1946 – 1978 tercatat mencapai 1,8 km atau rata-rata 50
m/tahun. Secara fisiografi kawasan pantai Semarang termasuk ke dalam Zona Dataran Pantai
Utara, yang merupakan Endapan Aluvium (Qa), terdiri dari material berukuran lempung sampai
dengan bongkah lihat pada Gambar 5. Sedangkan yang berukuran halus merupakan penyusun
utama daerah, yang pada perkembangannya membentuk morfologi Delta Kali Garang di bagian
Utara daerah Semarang.
Berdasarkan hasil pengukuran karakteristik pantai, pendeteksian georadar, pemboran inti dan
penyondiran dari Penelitian Pusat Pengembangan Geologi Kelautan Bandung tahun 2000, kondisi
litologi bawah permukaan wilayah pantai Kota Semarang terdiri atas sedimen berfraksi halus yang
bersifat lunak dan pasiran bersifat relatif padat yang beralaskan batuan volkanik di bawah
kedalaman 20 – 25 meter. Sebaran tanah lunak (tanah dengan tekanan konus [Qc] < 10 Kg/cm2)
semaki tebal ke arah Timur Laut – Timur, dan menipis ke arah Barat – Selatan. Dit. GTL, 1999
melaporkan bahwa sebaran tanah lunak (zona lempung lunak) dengan arah penyebaran Barat
Laut – Tenggara, setebal 20 – 25 m mendominasi daerah pantai / dataran rendah Semarang.
Sedangkan zona dengan ketebalan > 30 m dijumpai di sekitar Kelurahan Trimulyo dan Genuksari
ke arah Selatan. Sebaran dan ketebalan tanah lunak ini sangat berpengaruh pada terjadinya
“amblesan tanah (land subsidence)”. Penyebaran dan tipe material yang terdapat di sepanjang
pantai Kota Semarang, merupakan hasil proses geomorfik dari batuan asal, yang berada di sekitar
wilayah hinterland, lalu bercampur dengan material yang berasal dari lingkungan perairan laut di
sekitarnya, seperti pecahan terumbu karang dan sisa vegetasi, kemudaian mengalami litifikasi.
Hasil Penyelidikan Geoteknik dan Bahan Galian di Kecamatan Tugu Kota Semarang (Sekitar
Kawasan Industri Wijaya Kusuma ) oleh Lab. Geologi Jurusan Fakultas Teknik Sipil Undip sbb:
1. Pasir-pasir Lanauan
Merupakan endapan atau sedimen pantai dan pematang pantai (tombolo), warna abu-abu
kehitaman, sangat lepas-lepas, ukuran pasir halus - pasir sedang, menyudut - membundar
tanggung, sortasi atau pemilahan, baik dengan derajat kelulusan tinggi - sangat tinggi.
Komposisi mineral terdiri dari mineral kwarsa, felspar, piroksen dan mineral mafik, tercampur
dengan pecahan karang, tebal antara (1 – 10) m, Satuan ini terdiri atas: pasir antara ( 42 59)%, lanau antara (25 - 38)%, dan lempung antara (10 - 16)%. Sifat-sifat fisik pada satuan
pasir-pasir lanauan: bera isi asli (o)= (1,58 – 1,78) gr/cm 3, berat isi kering (d) = (1,06 – 1,33)
gr/cm3, berat jenis (Gs ) = (2,95 – 2,77) gr/cm3, angka pori (e) = 1,08 – 1,48 dan derajat
kejenuhan (Sr) = (85,56 – 87,29)%.
2. Lanau Lempungan – Lanau Pasiran.
Umumnya merupakan edapan rawa yang terdapat disepanjang pantai, warna abu-abu
kecoklatan hingga abu-abu kehijuan, sangat lunak – lunak, plastisitas rendah – tinggi, kelulusan
Geomorfologi Dan Wilayah Pantai Kota Semarang
halaman - 262
Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
rendah dan jenuh air, mengandung sisa tumbuhan dan pecahan karang, tebal (2,50cm – 20m).
Satuan ini terdiri atas: material lanau (40 – 72)%, lempung (6 – 42)%, pasir (6 – 42)%. Sifatsifat fisik satuan lanau lempungan – lanau pasiran, antara lain: (o): (1,58 – 1,66) gr/cm 3, berat
isi kering (d) = (1,09 – 1,12) gr/cm3, berat jenis (Gs ) = (2,74 – 2,78) gr/cm 3, angka pori (e) =
1,49 – 1,50 dan derajat kejenuhan (Sr) = (77,89 – 93,90)%.
Pada Peta Anomali Gaya Berat Bougeur lembar Semarang dan sekitarnya ditunjukkan pada
Gambar 3.4, memperlihatkan bahwa variasi Bougeur antara (75 – 125) ms2 ( 1ms2 = 0,1 mgal).
Dari peta itu didpatkan harga anomali bervariasi antara (3 – 25) mgal. Pada bagian Barat dan
Selatan penyebaran harga anomali ke arah Utara mempunyai pola rapat membesar dari 4 mgal –
11 mgal. Sedangkan pada bagian Timur pola kontur anomalinya tertutup antara (12 – 15) mgal.
Adanya keseragaman bentuk kontur anomali dan kedalaman yang bervariasi antara (4 – 9) m pada
bagian Barat dan Selatan, memperlihatkan adanya variasi keseragaman ketebalan sedimen yang
menutupinya.
Sebagai dataran rendah yang secara alami selalu menerima material-material endapan hasil
kiriman dari erosi di kawasaan atasnya yang terbawa oleh air, maka akan timbul gejala pencairan
tanah (soil liquefaction) yang dapat menyebabkan pemadatan dan amblesan pada permukaan
tanah di kawasan pantai Kota Semarang.
Tingkat permeabilitas tanah di kawasan pantai Kota Semarang termasuk wilayah dengan tingkat
permeabilitas sedang. Nilai permeabilitas tanah (4.037 – 122.000) L/m2/hari
3.2. Geomorfologi.
Secara geomorfologis kawasan pantai Kota Semarang merupakan pantai berelief rendah yang
tersusun oleh endapan aluvium pantai marin dan rawa. Karakteristik garis pantai merupakan pantai
dataran lumpur, pantai berpasir dan pantai berbatuan yang terbentuk secara alamiah, dari hasil
interaksi dengan faktor manusia. Pantai Kota Semarang yang membentang dari bagian barat hinga
timur dapat dikelompokkan sbb:
1. Bentuk pantai agak cekung dan agak cembung.
Pada bagian headland dijumpai beberapa muara sungai, antara lain: K. Jungpasir, K. Delik, K.
Santren, K. Boom Karanganyar, dan K. Tugurejo. Akibat pengaruh arus longshore drift, maka
pada muara sungai-sungai tersebut terdapat endapan sedimen dengan bentuk lahan tombolo.
Bentuk pantai ini juga terdapat pada headland muara sungai: K. Banjir Kanal Timur, K.
Tenggang, dan K. Babon, yang terdapat pada bagian Timur Wilayah Kota Semarang.
2. Bentuk pantai agak cekung.
Merupakan tempat bermuaranya K. Jumbleng, K. Tambakharjo dan K. Tugurejo. Pada bagian
depan muara sungai ini terdapat lahan berbentuk tombolo.
3. Bentuk cembung.
Secara umum merupakan hasil endapan dari K. Banjir Kanal Barat dan K. Semanggu. Wilayah
pantai ini dikembangkan sebagai tempat wisata pantai Marina dan Taman Rekreasi Tanjung
Emas.
Geomorfologi Dan Wilayah Pantai Kota Semarang
halaman - 263
Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
Geomorfologi Dan Wilayah Pantai Kota Semarang
halaman - 264
Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
4. Bentuk pantai cekung dan cembung.
Merupak pantai yang sudah digunakan sebagai kegiatan manusia, yaitu: untuk Dermaga Laut
atau Kawasan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang.
3.3. Lingkupan Lahan.
Secara administrasi lingkupan lahan kawasan pantai Kota Semarang terdiri atas Kecmatan
Semarang Barat = 585,03 Ha, Kecamatan Semarang Utara = 790,47 Ha, Kecamatan Semarang
Timur = 140,90 Ha, Kecamatan Genuk = 708,8 Ha, Kecamatan Tugu = 2.744,22 Ha dan
Kecamatan Gayamsari = 67, 75 Ha. Total luas = 5.039,17 Ha. Seluruh kecamatan dihuni oleh 
120.636 jiwa. Lahan seluas 5.039,17 Ha dilingkupi oleh: tanah sawah  483,62 Ha, tanah kering
4.509,32 Ha, dan sisanya untuk keperluan: Perumahan, sarana dan prasarana permukiman,
seperti: Bandara Ahmat Yani, Pelabuhan Laut Tanjung Mas, Terminal Cargo, Terminal Peti
Kemas, Stasiun K A Tawang, Terminal Bus Terboyo, dan Kawasan Kota Lama yang bernilai
sejarah. Jalan raya, jalan lingkar, jalan lingkungan, sistem drainase, sistem pengolahan air limbah
terpusat (IPLT) dan setempat, fasilitas pendidikan, kesehatan, peribadatan dan olahraga (darat
dan pantai), perkantoran, pergudangan, perdagangan dan jasa, serta kawasan khusus militer.
Selain itu pada tingkat kecamatan/kelurahan masih terdapat: pasar, kios/toko, koperasi,
hotel/losmen, rumah makan, bank, jalur hijau, dan sungai-sungai yang mengalir ke kawasan
pantai. Disamping itu masih terdapat Kawasan Wisata Pantai, seperti: Kawasan Rekreasi Marina,
Pusat Rekreasi dan Permainan Pantai (PRPP), Tempat rekreasi Maerokoco, Kawasan Rekreasi
Pantai Pulau Tirang, Kompleks olahraga pantai (akan dikembangkan).
3.4. Problem Lingkungan
3.4.1. Pasang surut dan banjir
Pasang surut (pasut) air laut adalah fluktuasi muka air laut, karena adanya gaya tarik benda-benda
di langit (terutma matahari dan bulan) terhadap masa air laut di bumi. Pasang surut di perairan
Indonesia dapat dikelompokkan menjadi: (1) Pasang surut tunggal mendominasi perairan
Indonesia Sebelah Barat, dan (2) Pasang surut ganda tunggal mendominasi perairan Indonesia
Sebelah Timur. Perbedaan pasut tertinggi dan terendah yang optimal berkisar antara ( 1 – 3 ) m.
Pasut pada kawasan pantai Kota Semarang, menjadi sangat istimewa sehubungan dengan
masalah banjir ROB (Dari bahasa Jawa, yang artinya luapan / banjir), yaitu banjir yang terjadi saat
air laut pasang. Pengamatan pasut dilakukan oleh PT. Pelabuhan Indonesia III. Hasil pasut pada
tahun 1998, 1998, dan 2000 disajikan pada Tabel 3.1. di bawah ini.
Geomorfologi Dan Wilayah Pantai Kota Semarang
halaman - 265
Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
Tabel 3.1.
Data Pengamatan Pasut Tahun 1998 – 2000
Pengamatan
Nop. 1998 (cm)
1.
High-High Wter Level ( HHWL )
126,40
2.
High Water Level ( HWL )
120,40
3.
Mean Sea Level ( MSL )
60,00
4.
Low Water Level ( LWL )
0,00
5.
Low Low Water Level ( LLWL )
- 6,40
Sumber: PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III, tahun 2000.
No
Nama Elevasi
Pengamatan
Des. 1999 (cm0
155,43
143,37
83,37
23,37
13,80
Pengamatan
Nop. 2000 (cm)
145,07
141,43
81,63
21,63
15,47
Dari Tabel 3.1. mendapat penjelasan bahwa dalam kurun waktu 1 (satu) tahun (1998/1999) terjadi
perubahan Elevasi MSL sebesar 23,37 cm, dan terjadi penurunan kecil 1,94 cm. Kondisi ini diduga
karena pengaruh penurunan tanah di lokasi pengamatan. Kemudian antara tahun 1999/2000, efek
penurunan ini diantisipasi dengan Bench Mark (BM) baru yang berpondasi 100 m.
Di kawasan pantai Semarang, selain rob juga terjadi banjir kiriman akibat air hujan dan banjir
gabungan rob dan genangan air hujan. Dari berbagai studi yang pernah dilakukan, dapat diduga
bahwa ROB terjadi akibat sebagai berikut: (1) perubahan penggunan lahan di kawasan pantai
(reklamasi lahan sawah, rawa dan tambak menjadi kawasan permukiman, kawasan Industri, dan
penggunaan lainnya), (2) Penurunan muka tanah (land Subsidence), dan (3) Naiknya muka air laut
rata-rata sebagai akibat efek pemanasan global. Sebaran banjir dapat dilihat Gambar 6, dan Rob
pada Gambar 7. Berdasarkan gambar tersebut diperkirakan luas lahan tergenang akibat ROB 
95,435 Ha, dan banjir akibat air hujan (banjir kiriman) seluas  1.800 Ha
3.4.2. Amblesan anah (Land Subsidence)
Dari hasil penyelidikan Dit. Geologi dan Tata Lingkungan dapat diketahui bahwa amblesan yang
terjadi berkisar antara 0,02 - 0,25 m/th. Secara umum wilayah pantai Kota Semarang dapat
dikelompokkan menjadi 4(empat) zona amblesan tanah, yaitu:
(1) Zona amblesan  0,2 m/th
(3) Zona amblesan = 0,10 – 0,15 m/th
(2) Zona amblesan 0,15 – 0,20 m/th
(4) Zona amblesan  0,05 – 0,10 m/th
Amblesan tanah yang cukup besar terjadi di sekitar Pelabuhan Tanjung Mas, Pondok Hasanudin
hingga Stasiun Tawang, yaitu sebesar 0,2 m/th. Secara visual dan lebih terperinci dapat dilihat
pada peta Gambar 8.
3.4.3. Akrasi pantai.
Pantai merupakan pertemuan yang dinamis antara daratan, air laut dan udara. Bentuk pantai
senantiasa berubah, sebagai respon terhadap aktivitas alam dan aktivitas manusia. Pantai dapat
tumbuh (proses akrasi) dan berkurang (proses abrasi). Pada kawasan pantai Kota Seamarang,
bentukan akrasi dapat ditemukan pada bagian Timur Kawasan Pantai Kota Semarang. Secara
umum diketahui bahwa pantai Kota Semarang telah mengalami pertumbuhan yang cukup besar,
yaitu mulai tahun 1847 – 1991. Pertumbuhan pantai yang tercatat antara tahun 1847 – 1991
Geomorfologi Dan Wilayah Pantai Kota Semarang
halaman - 266
Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
sebesar 581 m, sedangkan antara tahun 1940 – 1991 terjadi penambahan lagi sebesar 303 m.
Gambaran visual diperlihatkan pada Gambar 9. Jadi selama ini telah terjadi pertumbuhan garis
pantai sepanjang 884 m selama 144 tahun atau akrasi rata-rata 6,13 m/tahun
3.4.4. Abrasi pantai.
Pada umumnya abrasi pantai disebabkan oleh: (1) Adanya ombak yang kuat yang membentuk
sudut tertentu, (2) Garis pantai yang tidak lurus, sehingga arus dan ombak yang menabrak pantai
menjadi arus konvergen ayau divergen, (3) Jenis tanah pantai yang tidak kuat, mudak terkena
abrsai, (4) Tidak mempunyai penghalang atau pemecah arus ombak, seperti pohon bakau, karang,
bangunan fisik, jalur hijau sebagai pemecah angin di darat,
Geomorfologi Dan Wilayah Pantai Kota Semarang
(5) Gangguan oleh manusia yang
halaman - 267
Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
Geomorfologi Dan Wilayah Pantai Kota Semarang
halaman - 268
Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
Geomorfologi Dan Wilayah Pantai Kota Semarang
halaman - 269
Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
Geomorfologi Dan Wilayah Pantai Kota Semarang
halaman - 270
Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
Geomorfologi Dan Wilayah Pantai Kota Semarang
halaman - 271
Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
merusak lingkungan di pantai. Abrasi di Kelurahan Mangunharjo Kecamatan Tugu bertaraf berat,
hal ini terkait dengan jenis tanah yang tidak dispers atau nilai dispers rendah yang selalu terendam
air (nilai TDS di Sungai Keceng < 25 ppm dan Sungai Mangunharjo 231 ppm), sehingga struktur
tanah tidak terbentuk. Hal ini yang mendukung abrasi lebih kuat dibanding sedimentasi pantai dan
muara sungai. Proses abrasi terjadi juga di daerah sekitar pantai Tanah Mas.
3.4.5. Intrusi air laut.
Berdasarkan hasil “Studi Evaluasi Instrusi Air Laut di Daerah Kota Semarang Tahun 1997’,
diketahui bahwa pada kedalam tanah kurang dari 5 m telah banyak tempat di daerah pantai Kota
Semarang air tanahnya asin hingga payau. Penyebaran intrusi air laut pada berbagai kedalamaan
di sekitar kawasan pantai Kota Semarang dapat dilihat pada Gambar 10. Dari gambar tersebut
diketahui penyebaran intrusi air luat sebagai berikut:

Pada kedalaman tanah: 5 – 17,5 m, air tanah asin sudah mencapai Simpang Lima Semarang
(Pusat Kota Semarang), sedangkan air tanh payau sudah mencapai wilayah Kecamatan
Semarang Selatan.

Pada kedalaman tanah 50 – 75 m, air tanah asin mencapai sebagian wilayah Kecamatan
Semarang Barat, dan air tanah payau mencapai sebagian besar wilayah Kecamatan
Semarang Barat dan Semarang Tengah.

Pada kedalaman tanah 100 – 125 m, air tanah asin mencapai Kecamatan Tugu, Semarang
Utara, Semarang Timur, dan Genuk. Sedangkan air tanah payau mencapai sebagian wilayah
Kecamatan Semarang Barat.
3.4.6. Sedimentasi.
Menurut hasil penelitian SSUDP tahun 1997, ternya sekitar 39% dari luasan wilayah Kota
Semarang berpotensi menimbulkan erosi dari kelas paling ringan (5 m3/Ha/th) hingga kelas erosi
yang paling berat (400 m3/Ha/th). Akibat erosi di bagian atas tersebut menyebabkan sedimentasi
di wilayah pantai Kota Semarang. Dampak langsung dari hal ini adalah gangguan terhadap fungsi
pelabuhan, pengdangkalan alur sungai serta mempanjang waktu genangan banjir. Kondisi
sedimen yang diangkut melalui beberapa sungai menuju Wilayah Pantai Kota Semarang, terinci
dalam Tabel 3.2. di bawah ini.
Tabel 3.2.
Kondisi Sedimen Pada Beberapa Sungai Yang Menuju Wilayah Pantai Semarang
No.
Sungai Pemasok Sedimen
Total Angkutan Sedimen
(1000 m3/th)
1.
Kali Babon
109,70
2.
Kali Banjir Kanal Timur
18,30
3.
Kali Silandak
22,30
4.
Kali Sringin
29,50
5.
Kali Banjir Kanal Barat
240,20
6
Kali Blorong
171,60
Total
591,60
Sumber: SSUDP Midterm Action Plan, 1997
Geomorfologi Dan Wilayah Pantai Kota Semarang
Angkutan Sedimen Spesifik
M3/Km2/th
1.425,00
618,00
2.624,00
929,00
1.177,00
1.093,00
7866,00
halaman - 272
Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
Geomorfologi Dan Wilayah Pantai Kota Semarang
halaman - 273
Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
3.4.7. Kualitas air permukaan sekitar pantai
Sungai-sungai yang bermuarah di kawasan pantai Kota Semarang, selain sebagai drainase makro,
juga menerima air buangan dari Wilayah Semarang Selatan, Tengah dan Utara, maupun wilayah
bagian atas linnya. Kualitas air sungai sudah mengalami polusi, antara lain dapat terlihat dari Nilai
Oksigen Terlarut pada muara sungai rata-rata rendah ( DO = 2,02 ppm). Kualitas air sungai
tersebut sangat berpengaruh pada kualitas air laut di daerah pantai. Kualitas air sungai di daerah
pantai sebagai berikut: TDS: 231 – 33.536 ppm; TSS: 35 – 1.540 ppm; CO2: 0 – 98 ppm; pH: 6,6 –
7,2; Alkalinitas: 87 – 170 ppm; Bahan Organik: 16.764 – 48.078 ppm; BOD: 0,4 –4,5 ppm; COD:
23,25 – 79,2 ppm; Nitrit: 0,029 – 1.160 ppm; Nitrat: 2.441 – 18.243 ppm; Fosfat: tt – 0,426 ppm;
dan salinitas: 0 – 36 ppm.
Akumulasi kualitas air sungai di laut sekitar pantai pasti membuat air laut sudah terkena polusi dari
air limbah rumah tangga maupun limbah industi, hal ini terbukti dari nilai Indeks deversitas (ID)
Plankton dan Bentos rata-rata < 1. Lebih dari kehidupan biota laut di kawasan pantai relatif sudah
berkurang atau jumlah sudah terbatas. Selanjutnya kehidupan ikan, udang, karang laut, dsb di
sekitar pantai Semarang dapat dipastikan sudah bekurang atau tunggal sedikit saja.
Berdasarkan hasil kajian Tim Fakultas Pertanian UGM, 1997 menunjukan bahwa kepadatan
plankton sangat beragam, sedangkan Indeks Diversitas (ID) relatif kecil, yang berarti keragaman
jenis-jenis plankton atau bentos yang ada rendah, lihat pada Tabel 3.3. di bawah ini.
Tabel 3.3
Kepadatan dan Indeks Diversitas Plankton Dan Bentos di Kawasan Pantai Semarang.
No.
Sampel
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Tambak Terboyo Marina
Tambak Mangkang K
Muara Sungai Mangunharjo
Muara S. Babon
Tambak Mangunharjo
Muara Mas
S Mangunharjo
Muara Sungai Keceng
Sungai Keceng Mangkang K
Plankton
Kepadatan
(Organisme/L)
15.890
7.566
4.762
4.592
3.321
2.484
5.951
I.D.
0,386
0,994
0,661
1.227
0,940
0,880
1,054
Benthos
Kepadatan
(Organisme/L)
4.690
5.385
11.904
3.588
15.094
-
I.D.
0,848
0,950
0,992
0,735
0,095
-
Sumber: Tim Fakultas Pertanian UGM. 1997
Secara teoritis, bila nilai I.D > 2 berarti perairan tidak tercemar, I.D = 1,6 – 2 berarti perairan
tercemar ringan, dan I.D < 1 berarti perairan telah tercemar namun masih dapat mendudukung
beberapa jenis plankton.
3.4.8. Kualitas tanah sekitar pantai.
Berdasarkan hasil penelitian Tim Fakultas Pertanian UGM Tahun1997 dapat diketahui kondisi
kualitas tanah di sekitar pantai Kota Semarang sebagai berikut:

Daerah Bandarharjo, kegaraman sangat tinggi, antara 0,6–1,6 S; Cl- tinggi, pH netral.

Daerah Mangunharjo kegaraman sangat tinggi, antara 0,15–3,63 S; pH agak asam.

Daerah Trimulyo kegaraman cukup tinggi, antara 0,2 – 2,0 S; Cl- sangat tinggi, pH netral.
Geomorfologi Dan Wilayah Pantai Kota Semarang
halaman - 274
Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
3.4.9. Flora dan fauna
Flora dan fauna dijelaskan berdasarkan kondisi eksiting mengenani vegetasi dan hewan liar di
daerah pantai Kota Semarang. Saat ini flora sudah relatif jarang, yang masi ada hanya berupa
tanaman penyangga (bakau jenis api-api – Avicenia sp.) dan tanaman liar (Ludwigia parviflora),
Krokot (Portulaca oleracea), Blumea (Blumea riparia), rumput cynodon (Cynodon dactylona) dan
rumput paspalum (Paspalum scorbiculatum). Tumbuhan peneduh seperti Angsana dan Waru mulai
banyak di tanam di kawasan pantai Kota Semarang. Dibelakang areal pertambakan juga banyak di
tanam padi.
Berdasarkan pengamatan dan informasi masyarakat sudah jarang ditemukan satwa liar. Beberapa
jenis burung yang masih ditemukan adalah Kuntul (Egreta sp), Sriti (Apus affinis), dan Kutilang
(Pycnotus uarigaster). Jenis serangga yang masih banyak ditemukan: Kupu-kupu (Papilo sp),
capung (Odonata sp), belalang (Valanga sp), semut (Onclophilla sp) dan lalat (Phyllomiza sp)
3.5. Gelombang dan arus laut
Gelombang laut adalah reaksi permukaan air laut oleh seretan angin, sehingga arah angin di laut
identik dengan arah gelombang. Gelombang harus diperhitungakan dalam setiap aktivitas dilautan.
Besar dan arah gelombang berpengaruh terhadap proses abrasi, sedimentasi, daya tahan struktur
bangunan di laut, kehidupan biota, pelayaran, dan lain-lain.
Gelombang di pantai Semarang berasal dari seretan angin yang terjadi di Laut Jawa. Panjang
seretan angin sekit terhambat oleh Pulau Karimun Jawa dari arah Utara dan Pantai Demak yang
menghadap ke Barat. Besar gelombang yang masuk ke pantai Semarang, secara geometri
dipengaruhi oleh kelandaian pantai.
Arus laut pesisir Semarang tmerupan resultante arus musim sampai musiman dan arus pasang
surut yang bersifat lokal. Pada Musim Barat, arah arus berkisar ke Arah Timur, dan antara Timur
Laut hingga Tenggara, dengan rerata Kecepatan Arus Permukaan antara 15 – 35 cm/dt. Pada
Musim Timur, arah arus ke Barat dengan kecepatan 10 – 25 cm/dt. Pada Musim Barat, kecepatan
arus laut pada Pantai Utara Jawa dapat mencapai 1,4 Knot ( 70 cm/dt ) ke arah Timur. Pada
Musim Timur, kecepatan arus hanya sekitar 1,0 Knot ( 50 cm/dt ) ke arah Barat. Kecepatan arus
laut yang ke arah Timur, yang terjadi di sekitar muara Sungai Banjir Kanal Barat: (0,8 – 1,2) cm/dt.
Berdasarkan pemetaan kedalam dasar laut (batimetri) oleh Dit. GTL, 1999. Secara alamiah, dapat
diketahui bahwa semakin ke arah Utara, dasar laut semakin dalam, dan yang paling dalam adalah
alur masuk Pelabuhan Tanjung Mas. Selain itu diketahui pula bahwa pendangkalan laut pada
pantai Kota Semarang selalu dimulai dari daerah pantai. Tentu saja sebagai akibat sedimentasi
dan akrasi yang terjadi pada pantai Kota Semarang.
3.6. Adaptasi pada lingkungan.
Para ahli ekologi budaya mendefinisikan adaptasi adalah suatu strategi penyesuaian diri yang
digunakan manusia selama hidupnya dalam merespon berbagai perubahan lingkungan dan sosial
Geomorfologi Dan Wilayah Pantai Kota Semarang
halaman - 275
Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
(Moran, 1982). Adaptasi manusia dengan lingkungan alamiah atau artifisial akan menimbulkan
transformasi materi, energi dan informasi. Output dari adaptasi manusia dengan lingkungan dapat
berupa penyesuaian diri dengan sistem yang ada, sistem yang sama sekali baru, berkembangnya
budaya baru, atau hengkang dari kondisi tersebut karena sama sekali tidak mampu atau sukar
untuk melakukan penyesuaian dengan situasi yang ada.
Dalam konteks bajir atau rob pada permukiman di Kota Pantai Semarang, dijumpai cara-cara
adaptasi yang dilakukan masyarakat untuk tetap eksis di lingkungan permukiman yang selalu
tergenang banjir tersebut:

Pada permukiman ekonomi menengah keatas,dengan
perumahan mewah (realestat),
masyarakat meninggikan atau menimbun lahan jalan lingkungan dan lantai rumah-masing
hingga berada di atas muka air rob secara swadaya.

Pada permukiman padat / kumuh, dengan perumahan sederhana, masyarakat hanya mampu
meninggikan lantai rumah setahap demi setahap secara swadaya, atau hengkang dari dari
banjir tersebut, karena merasa tidak mampu bersaing dengan genangan air. Pada permukiman
ini, jalan lingkungan ditinggikan oleh pemerintah daerah.

Pemerintah daerah maupun pusat berusaha beradaptasi dengan kondisi banjir (rob) melalui
pembangunan sistem drainase, yang secara perencanaan teknis dapat menjawab kondisi
setempat, meskipun pada saat ini masih belum beroperasi secara optimal. Pembangunan
masih terus dilaksakan oleh pemerintah, seperti yang baru saja selesai adalah Folder
(Retaining Basin) di depan Stasiun KA Tawang, sedangakn pembangunan konstruksi
pompanya sedang dikerjakan oleh pemerintah. Contoh lain peninggian jalan raya sekitar dan
dalam kompleks Kota Lama termasuk Stasiun Tawang dengan paving blok.

Bagi para pengelola perusahan, baik pemerintah maupun swasta, seperti Pelabuhan Tanjung
Mas, Stasiun KW Tawang, Kawasan Industri berusaha beradaptasi dengan meninggikan
kawasan perusahaanya hingga di atas muka air banjir.
Ada satu lagi adaptasi yang masih dalam angan-angan sebagian kecil aparat pemda Kota
Semarang, yaitu membuat bendungan lepas pantai yang membentang dari perbatasan dengan
Kab. Demak hingga perbatasan Kab. Kendal.
IV. ANALISIS DAMPAK SLR SATU METER
4.1. Geomorfologi Perairan Pantai.
Berdasarkan data pasang surut pada Tabel 4.1 (data tahun 2.000), dapat diketahui bahwa pada
saat ini: permukaan air laut terendah (Low Low Water Level – LLWL) = 15,47 cm, permukaan air
rendah (Low Water Level – LWL) = 21,63 cm, permukaan air laut rata-rata (Mean Sea Level –
MSL) = 81,63 cm, permukaan air laut pasang tinggi (High Water Level – HWL) = 141,43 cm, dan
permukaan air laut pasang tertinggi (High High Water Level – HHWL) = 145,07 cm. Berdasarkan
data tersebut dapat diperkirakan bahwa: apabila SLR 1,00 m maka kenaikan permukaan air laut
1,00 m tersebut akan menjadi kenaikan MSL yang baru. Artinya kawasan dengan posisi topografi
Geomorfologi Dan Wilayah Pantai Kota Semarang
halaman - 276
Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
 1,00 m akan terendam oleh air laut. Apabila ditetapkan bahwa kejadian pasang surut air laut,
hanya dipengaruhi oleh benda langit saja, yaitu Bulan – Bumi – Matahari, maka permukaan air laut
terendah (Low Low Water Level – LLWL) = 100 + 15,47 cm = 115,47 cm, permukaan air laut
rendah (Low Water Level – LWL) = 100 + 21,63 cm = 121,63 cm, permukaan air laut rata-rata
(Mean Sea Level – MSL) = 100 + 81,63 cm = 181,63 cm, permukaan air laut tinggi (HWL) = 100 +
141,43 cm = 241,43 cm, artinya kawasan dengan posisi topografi  2,41 m, akan terendam oleh air
laut seluas , dan permukaan laut air tertinggi (HHWL) = 100 cm + 145,07 cm = 245,44 cm. Posisi
muka air laut pada saat SLR 1 m secara grafis dapat dilihat pada Gambar.11 sebagai berikut:
Data Penampang Pasang Surut Laut Ekisting Tahun 2000
Perkiraan Penampang Pasang Surut Laut SLR 1,00 M.
Topografi  2,4 m
HHWL:
245,07 CM
HHWL:
145,07CM
HWL:
241,43 Cm
HWL:
141,43 CM
MSL:
181,63 CM
MSL:
81,63 CM
LWL:
121,63CM
LWL:
21,63 CM
DARATAN
Topografi 1,0 m
DARATAN
Gambar 11.
Ilustrsi Grafis Posisi Muka Air Laut Eksisting Dan SRL 1,00 m.
Berdasarkan data topografi Peta Rupa Bumi Lembar Semarang dan juga ilustrasi pada Gambar 11
akan diperoleh perkiraan luasan kawasan pantai yang tergenang oleh banjir permanen akibat SLR
1,00 m ( garis kontur 1,00 m) dan akibat HWL yang baru (topografi  2,41 m) atau HHWL yang
baru (topografi  2,45 m). Perkiraan kawasan yang terkena banjir dapat dilihat pada Gambar 12.
Dari Gambar 12 dapat diketahui perkiraan kawasan terkena banjir SLR 1,00 m, dan banjir akibat
HHWL seluas  4.080 Ha, serta garis pantai yang baru mundur  3 km, yaitu garis jejak air yang
terbentuk setelah HHWL yang baru. Dampak selanjutnya: perubahan batimetri, dasar laut, arus
dan gelombang laut di perairan pantai Kota Semarang, yang selanjutnya akan mempengaruhi
lingkungan daratan pantai, seperti perubahan batas administrasi wilayah, abrasi, erosi, akrasi,
intrusi, dan lain-lain.
4.2. Geomorfologi Daratan Pantai.
Dari peta geologi lembar Semarang dan pengamatan lapangan, sementara ini resiko SLR 1,00 m
baru dapat dijelaskan secara umum. Resiko yang lebih detil, tentu saja akan terlihat nyata setelah
peristiwa tersebut sudah terjadi, atau harus melalui data penelitian yang mendalam, dan melalui
Geomorfologi Dan Wilayah Pantai Kota Semarang
halaman - 277
Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
diskusi yang inten dengan para pakar terkait. Sebagai contoh: Bagaimana batimetri, pola arus dan
gelombang laut di wilayah pantai Semarang setelah SLR 1,00 m ?. Bagaimana pengaruh laut
tersebut terhadap penumpukan sedimen dan backwater pada sungai ?. Bagaimana pula
pengaruhnya terhadap pembentukan abrasi dan akrasi pada daratan ?.
Walaupun masih belum dapat diungkap secara kuantitatif dan kualitatif, namun secara umum
diperkirakan resiko yang mungkin terjadi pada geomorfologi, antara lain sebagai berikut:

Berubahnya batas, kedalaman, dan geografi wilayah pantai akan menyebabkan perubahan
kuat dan arah arus laut pantai wilayah Semarang (kondisi arus eksisting Lihat butir 3.5).

Abrasi atau erosi pantai meningkat mengingat pantai Kota Semarang termasuk kata gori
berlumpur atau tanah lunak/bukan pantai berpasir (Lihat butir 3.3.4).

Mundurnya garis pantai dan meluasnya daerah genangan/ banjir pada Wilayah Pantai Koata
Semarang (Lihat Gambar. 17)

Berubahnya pola sedimentasi, perubahan dasar laut di wilayah pantai, tergantung material
sedimen dengan pola arus dan gelombang laut di wilayah pantai kelak.

Terbentuknya delta-delta baru pada beberapa muara sungai, terutama sungai yang membawa
material sedimen yang berjumlah besar (Lihat butir 3.4.6 dan Tabel 3.2)

Tenggelamnya pulau-pulau lepas pantai (topografi  2,43 cm), antara lain P.Tiarang Cawang.

Intrusi air laut makin menyusup kedaratan, dipengaruh oleh kondisi geologis ( Lihat butir 3.1,
dan butir 3.2), dan geo-hidrologis (Lihat butir 3.4.5.)

Kualitas air permukaan sekitar pantai akan berubah. Sangat dipengaruhi oleh pengelolaan
lingkungan yang akan terjadi kelak. Kalau diasumsikan kondisi lingkungan saat ini sama
dengan pada saat SLR 1,00 m terjadi, maka kualitas air akan sangat tercemar, tetapi bila
sebaliknya, maka akan dijumpai kualitas air yang terbebas dari polusi, Data kondisi kualitas air
pada saat ini, seperti pada butir 3.4.7 & tabel 3.3.

Kualitas tanah sekitar pantai akan berubah. Sangat dipengaruhi oleh pengelolaan lingkungan,
gelobang dan arus laut yang akan terjadi kelak. Kalau diasumsikan kondisinya saat ini sama
dengan pada saat SLR 1,00 m terjadi, maka kualitas tanah akan sangat tercemar. Data kondisi
kualitas tanah pada saat ini, seperti pada butir 3.4.8.

Flora dan fauna terganggu. Sangat dipengaruhi kualitas air, tanah dan udara, tanah guna
lahan, gelobang dan arus laut yang terjadi kelak. Kalau diasumsikan kondisi lingkungan saat ini
sama dengan pada saat SLR 1,00 m terjadi, jumlah flora dan fauna yang ada sudah akan
sangat sedikit atau relatif akan habis, tetapi bila sebaliknya, maka akan dijumpai sangat
beragam, Data kondisi lingkungan air, tanah, flora dan fauna pada saat ini, seperti pada butir
3.4.7, butir 3.4.8, dan butir 3.4.9.
4.3. Wilayah Pantai.
Secara umum resiko yang akan timbul akibat SLR 1,00 m pada wilayah pantai sebagai berikut:
Geomorfologi Dan Wilayah Pantai Kota Semarang
halaman - 278
Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
1. Penduduk di wilayah pantai (th 2001) sekitar 165.000 jiwa (bila densiti sama dengan tahun
2000, yakni  37 orang/Ha.
2. Lahan yang akan tergenang permanen diperkirakan  4.080Ha (dihitung dari Peta Rupa Bumi
Lembar Semarang) merubah batas administrasi, geografi dan topografi wilayah pantai, dll.
3. Fasilitas sosial dan fasilitas umum yang ada di wilayah pantai Kota Semarang, seperti yang
tercantum pada Tabel 4.1 di bawah ini.
Geomorfologi Dan Wilayah Pantai Kota Semarang
halaman - 279
Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
Geomorfologi Dan Wilayah Pantai Kota Semarang
halaman - 280
Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
Tabel 4.1.
Fasilitas Sosial dan Umum di Wilayah Pantai Kota Semarang
Yang Diperkirakan Terendam Akibat SLR 1,00 m.
No
Wilayah Kota Semarang
1.
BWK III ( Kec. Smg Utara & Barat ):
- Kelurahan Tanjung Mas ( 323.782 Ha)
- Kelurahan Bandarharjo ( 342.675 Ha)
- Kelurahan Tambakhrjo ( 378.883 Ha)
- Kelurahan PanggungLor ( 123.470 Ha)
- KelurahanTawangsari ( 209.211 Ha)
2.
3.
BWK IV ( Kecamatan Genuk ):
Kel. Terboyo Wetan, Kl. Terboyo Kulon
dan Kel Trimulyo ( 772,50 Ha)
BWK X ( Kecamatan Tugu )
- Kel. Mangkang Kulon, Kel. Mangkang
Wetan dan Kel. Mangunharjo
(  1.228,70 Ha)
- Kel. Randugarut, Karang Anyar,
Tugurejo dan Jerakah (  1.904,66 Ha)
Berbagai Jenis Fasilitas Sosial Dan Fasilitas Umum Wilayah
Pelabuhan
Tanjung Mas, Peti Kemas, Industri, Pergudangan,
Perkontoran, Perdagangan, Stasiun KA Tawang, Folder (Retaining
Basin – Depan S. Tawang).
Wilayah Kerja Pelabuhan, Pergudangan, Permukiman padat,
Perdagangan, Jasa, Folder, Fasilitas Pendidikan, Kesehatan &
Peribadatan.
Sebagian Pelud A. Yani, Permukiman, Fasilitas Pendidikan, Kesehatan
& Peribadatan.
Wilayah Kerja Pelabuhan / Industri, Permukiman mewah dan kumuh,
Fasilitas Pendidikan, Kesehatan & Peribadatan.
Permukiman,
Kawasan
Khusus
Militer,
Kws.
Rekreasi
Marina/PRPP/Maerokoco, Perkantoran, Perdagangan, Jasa dan
Fasilitas Olahraga.
Terminal bus Terboyo, Terminal Cargo, Kawasan Industri Menengah &
Sedang. Permukiman Nelayan ( 50 Ha), penambatan perahu nelayan,
Rumah Sakit dan Universitas Sultan Agung, Instalasi Pengolah Lumpur
Tinja (IPLT).
Perikanan, Pertanian, Konservasi, Industri (alih fungsi dari tambak),
Permukiman, Perdagangan, fasilitas umum/rekreasi. Pada sisi Utara
akan dikembangkan menjadi kawasan rekreasi & olahraga pantai serta
jalur hijau.
Kawasan Industri, Permukiman baru, Jalur Hijau, Kawasan Rekreasi
Pantai Pulau Tiarang Cawang.
Sumber: Profil Wilayah Pantai Dan Laut Kota Semarang, Tahun 2000.
Dari Tabel 4.1 di atas dapat diketahui bahwa terdapat infrastruktur utama/vital yang akan tenggelam,
yakni: Pelabuahn Tanjung Mas, Stasiun KA Tawang, Terminal Bus Terboyo, Bandara Ahmad Yani,
Kawasan Industri, kawasan wisata pantai, Sistem Drainase wilayah pantai dan Kawasan Kota Lama.
4. Disamping yang ada di dalam tabel diatas, yang akan terkena pula adalah sistem drainase
(pompa, tanggul sungai, pintu air, folder, dsb), sistem pengolahan air limbah, sistem air minum
(PDAM dan non-PDAM), Jalan raya Kls I – Kls III, seperti jalan menuju pelabuhan, stasiun,
terminal dan jalan lingkar. Jalan lingkungan kecamatan dan kelurahan. Pada tingkat
kecamatan/kelurahan masih terdapat: pasar, kios/toko, koperasi, hotel/losmen, rumah makan,
bank, kios pedagang kaki lima (PKL) serta jalur hijau.
5. Fasilitas parawisata, yang akan terkena akibat dari SLR 1,00 m, yakni: Kawasan Rekreasi
Marina, Pusat Rekreasi dan Permainan Pantai (PRPP), Tempat rekreasi Maerokoco, Kawasan
Rekreasi Pantai Pulau Tirang, Kompleks olahraga pantai (akan dikembangkan).
Dari resiko yang dijumpai seperti di sebutkan di atas, tetapi volume dan harga satuan properti
yang terkena resiko SLR 1,00 m pada wilayah pantai Kota Semarang masih belum dapat
ditentukan atau drumuskan dalam tulisan ini karena masih memerlukan pengakajian lanjutan atau
tersendiri yang lebih mendalam.
Geomorfologi Dan Wilayah Pantai Kota Semarang
halaman - 281
Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
4.4. Ekonomi Dan Sosial.
Seperti dijelaskan pada butir 4.3, perhitungan tentang berapa besar volume dan harga satuan
properti yang terkena resiko SLR 1,00 m pada wilayah pantai Kota Semarang belum ada, karena
masih memerlukan pengakajian lanjutan atau tersendiri yang lebih mendalam. Selain itu masih
perlu didiskusikan, tentang metode perhitungan volume dan analisis satuan ekonomi (material)
dan sosial (imaterial) yang dikatagorikan terkena dampak. Kerusakan material dan imaterial yang
disebabkan oleh bencana banjir, Parker et al. [1987] merumuskan dampak, seperti pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2.
Katagori Dampak Yang Diakibatkan Banjir.
No.
Kerugian / Dampak
1.
Langsung / Primer
2.
Tidak Langsung / Sekunder
3.
Tidak Langsung / Sekunder
Material
Imaterial
Lahan, Perumahan dan Bangunan
Infrastruktur
Faktor Produksi
Kehilangan Produksi
Kerusakan Jaringan
Kerusakan Pelayanan Publik
Kerusakan Peralatan Rumah Tangga
Biaya Untuk Pelayanan Darurat
Sejumlah Efek Lanjutan
Hidup Manusia (Human Life)
Kerusakan Tatanan Sosial
Ekosistem
Hidup Manusia
Kerusakan Tatanan Sosial
Ekosistem
Sumber: Parker et. al, 1987. Dalam “Sea-Level Rise and Safety-A considerartion of safety impact in low-lying
coastal areas with particular reference to the Netherlands”, E.B. Peerbolte.
4.5. Lingkungan.
Pada lingkungan, resikonya terkait dengan lingkungan fisik, lingkungan biologi dan lingkungan
sosial. Dari sisi lingkungan fisik dapat dilihat pada pembahasan butir 4.1, butir 4.2 dan butir 4.3 di
atas. Dari lingkungan sosial, maka yang menerima langsung resiko tersebut adalah penduduk
setempat yang saat itu bermukim di wilayah pantai dan penduduk luar wilayah yang akan
kehilangan tempat rekreasi, fasiltas olahraga pantai, pendidikan, kesehatan, dan hilangnya nilai
ekonomi wilayah pantai. Dilihat dari lingkungan biologi maka akan terjadi resiko pada air
permukaan, air tanah, tanah, flora dan fauna di wilayah pantai (lihat butir 3.4.7, butir 3.4.8, dan
butir 3.4.9). Berdasarkan survai, dapat diketahui bahwa bagi penduduk setempat (terutama di
permukiman
kumuh/padat),
temperamen
tinggi,
tingkat
kriminalitas
relatif
tinggi,
harus
menyediakan dana khusus untuk meninggikan lantai rumah dan atau jalan, dan berkembangnya
wabah penyakit kulit pada telapak kaki.
4.6. Adaptasi.
Merujuk pada rob wilayah Pantai Semarang, sesungguhnya baik pemerintah maupun masyarakat
sudah melakukan berbagai adaptasi. Resiko yang ada sudah berusaha diadaptasi dan dibiayai,
baik melalui APBN, APBD, shear antara pemerintah dan masyarakat, maupun secara swadaya.
Disamping itu, pemeritah pusat dan pemda, juga banyak melibatkan berbagai instansi kompeten
terkait, konsultan lokal maupun asing, individu atau kelompok yang peduli terhadap gangguan
Geomorfologi Dan Wilayah Pantai Kota Semarang
halaman - 282
Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
banjir ROB Kota Semarang. Sebagai contoh, untuk merancang Sistem Drainase Kota Semarang
melibatkan pihak JICA – Jepang. Model adaptasi yang pernah dilaksanakan seperti pada butir 3.6.
Model adaptasi tersebut dapat dikembangkan untuk mengantipsipasi SLR 1,00 m kelak.
V. DISKUSI, KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Diskusi
Bila membahas lebih jauh mengenai kondisi banjir pasang surut air laut (rob), dan juga
menapsirkan lebih seksama data pasang surut tahun 2000, ternyata Wilayah Pantai Kota
Semarang, khususnya wilayah Kecamatan Semarang Utara dan Semarang Barat, telah tenggelam
 63 cm. Kedalam akan bertambah pada tempat terjadi keamblesan tanah, seperti wilayah sekitar
Pelabuhan Tanjung Mas. Rob akan lebih dalam dan luas bilamana pada saat musim hujan.
Berdasarkan observasi pada rumah yang sudah dan belum beradaptasi dengan kondisi ROB, dan
juga wawancara dengan penduduk ( Perumahan Tanah Mas dan Bandarharjo), kondisi riil banjir
saat ini sudah mencapai kedalaman  80 cm. Melihat kenyataan ini, sesungguhnya sebagian
wilayah pantai Semarang sangat cocok untuk dijadikan lokasi studi kasus yang mendalam (Indepth
Study), yang berkaitan dengan SLR 1,00m, terutama untuk memperoleh rumusan mengenai
metoda penilaian kerugian ekonomi wilayah, kerusakan lingkungan fisik dan sosial, model mitigasi
dan adaptasi, termasuk solusi teknologi dan regulasi.
Bila dianggap SLR 1,00 m benar-benar terjadi di dunia ini. Wilayah Pantai Kota Semarang akan
menerima genangan air pasang tertinggi sedalam  2,45 m. Fenomena alam tersebut dipastikan
akan lebih memberatkan Kota Semarang. Sebagai antisipasi saat itu, banyak hal-hal yang perlu
didiskusikan lebih lanjut, antara lain sebagai berikut:

Bagaimana suasana kelautan saat itu, batimetri, gelombang dan arus laut di sekitar pantai ?.

Bagaimana pola dan proses terbentuknya sedimentasi, abrasi, erosi dan akrasi ?.

Adakah kemungkinan terbentuknya delta-delta di muara-muara sungai yang ada ?.

Bagaimana pengaruh air laut terhadap geologi, geohidrologi, air permukaan, flora dan fauna
pada wilayah pantai ?.

Bagaimana membuat analisis resiko fisik, sosial dan ekonomi secara cepat, dsb ?.
Untuk memudahkan analisis memerlukan perangkat lunak atau model simulasi komputer, sehingga
permasalahan dan solusi terhadap lingkungan fisik, sosial dan ekonomi wilayah pantai tergambar
dengan cepat dan jelas. Yang perlu didiskusikan antara lain sebagai berikut:

Apakah layak memakai model yang sudah ada di tempat lain atau di negara lain secara
langsung, atau memerlukan penyesuaian sekedarnya, dan bagaimana opsi penyesuainya ?.

Bagaimana kalau mengembangkan sendiri model simulasi ?, dan apakah para meter penentu
atau variabel yang tepat untuk membuat model itu ?.

Bagaimana model matematisnya, dan juga validasinya ?.
Dengan adanya model simulasi tersebut, maka dengan relatif cepat dapat memperkirakan: bagianbagian pantai yang akan mengalami abrasi, erosi, akrasi, sedimentasi, kawasan yang layak untuk
Geomorfologi Dan Wilayah Pantai Kota Semarang
halaman - 283
Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
budi daya, nilai kerugian akibat kerusakan bangunan, sarana dan prasarana, solusi atau teknik
mitigasi dan adaptasi serta regulasi, dan sebagainya.
Mengenai metoda menghitung volume dan satuan biaya, baik material atau imaterial yang akan
dipakai untuk menghitung kerugian yang akan terjadi, masih perlu didiskusikan lebih lanjut.
Menurut teori, SLR 1,00 m akan terjadi pada tahun 2.100 yang dihitung sejak 1990 (IPCC, 1990).
Artinya peristiwa tersebut terjadi sekitar 100 tahun lagi sejak dari sekarang, atau masih sekitar 2 –
3 generasi lagi dari sekarang. Persoalannya, apakah proses, produk, materi, informasi dan
teknologi, regulasi, dst yang terjadi di wilayah pantai Semarang selama waktu  100 tahun ke
depan ?. Apakah SLR 1,00 m kelak dapat ditanggulangi hanya dengan sistem drainase, melalui
pembangunan tanggul, filder-folder dan pompa, sebagaimana yang dilakukan saat ini ?. Apakah
kerugian material dapat disamakan dengan biaya pengembangan sistem drainase ?.
Yang
selanjutnya dapat diteruskan menjadi, berapa besarnya nilai yang diperlukan untuk penambahan
tinggi tanggul dan kapasitas pompa drainase ?. Apakan memungkinkan, hal-hal lain diluar drainase
diatasi dengan memanfaatkan potensi masyarakat untuk beradaptasi,
baik secara swadaya
maupun bergotong-royong dengan pemerintah daerah dan pemerintah pusat ?.
5.2. Kesimpulan.
1. Secara administratif wilayah pantai Kota Semarang terdiri atas 6 kelurahan, 17 kelurahan
dengan luas wilayh  5.039, 17 Ha, berpenduduk sekitar 120.636 jiwa
2. Secara geografis, terletak pada 6o55’52,5” LS – 6o58’45” LS dan 110o17’18” BT – 110o29’25”
BT, merupakan dataran rendah dengan kemiringan 0 – 2%, ketinggian antara 0 – 3 m di atas
permukaan laut dan mempunyai garis pantai sepanjang  13,6 km.
3. Beriklim tropis, suhu rata-rata 28,4 oC. Suhu minimum 22,1 oC terjadi pada bulan Juli, dan
suhu maksimum 33,7 oC terjadi pada bulan September dan Oktober. Kelembaban relatif tinggi
dengan rata-rata 75%. Curah hujan rata-rata tahunan sekitar 2.100 mm.
4. Karateristik pantai: (1) berelief rendah dengan garis pantai pasir pantai, (2) berelief rendah
tersusun endapan aluvium dan kombinasi paparan lumpur dan hutan bakau, (3) berelief
rendah tersusun oleh endapan aluvium dan berupa endapan lumpur, (4) kawasan pelabuhan
atau daerah rekreasi. Bentuk pantai agak cekung, agak cembungan dan kombinasinya.
5. Kondisi litologi bawah permukaan wilayah pantai Kota Semarang terdiri atas sedimen berfraksi
halus yang bersifat lunak dan pasiran bersifat relatif padat yang beralaskan batuan volkanik di
bawah kedalaman 20 – 25 meter. Sebaran tanah lunak (tanah dengan tekanan konus [Qc] <
10 kg/cm2) semakin tebal ke arah Timur Laut – Timur, dan menipis ke arah Barat – Selatan.
Sebaran tanah lunak (zona lempung lunak) dengan arah penyebaran Barat Laut – Tenggara,
setebal 20 – 25 m mendominasi daerah pantai / dataran rendah Semarang. Sedangkan zona
dengan ketebalan > 30 m dijumpai di sekitar Kelurahan Trimulyo dan Genuksari ke arah
Selatan.
6. Di wilayah ini terdapat infrastruktur utama kota, seperti Pelabuhan Tanjung Mas, Stasiun KA
Tawang, Terminal Bus Terboyo, Bandara Ahmat Yani, sistem drainase dan jalan raya kelas-I.
Geomorfologi Dan Wilayah Pantai Kota Semarang
halaman - 284
Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
Juga Kawasan perumahan mewah, kumuh dan Kota Lama, kawasan industri dan
perdagangan, kawasan wisata pantai.
7. Pada saat ini di wilayah pantai Kota Semarang telah terjadi genangan air akibat banjir pasang
surut (rob) dan akibat air hujan. Kedalam air akibat banjir ini bisa mencapai 63 - 80 cm. Rob
diduga akibat terjadi reklamasi lahan di wilayah pantai, keamblesan tanah dan efek
pemanasan global. Untuk mengatasi banjir rob telah dilakukan pembangunan bertahap sistem
drainase yang adaptif dengan kondisi tersebut.
8. Pemerintah daerah dan masyarakat sudah dapat melakukan adaptasi dengan kondisi banjir
(rob), yaitu melalui pengembangan sistem drainase, meninggikan lantai rumah dan bangunan
serta jalan raya atau lingkungan hingga di atas permukaan air pasang tertinggi (High High
Water Level - HHWL).
9. Pada saat ini di wilayah pantai Kota Semarang telah terjadi abrasi, akrasi, sedimentasi, polusi
air permukaan akibat air limbah rumah tangga dan air limbah industri, instrusi air laut sampai
ke sekitar simpang lima Semarang, dan keamblesan tanah pada wilayah pantai.
10. Secara geomorfologi, SLR 1,00 m diduga akan menyebabkan kejadian, antara lain: (1) High
Water Level – HWL = 241,43 cm. (2) kehilangan lahan (tenggelam )seluas  4.080 Ha. (3)
garis pantai mundur sejauh  3 km dari posisi sekarang. (4) perubahan batimetri, gelombang
dan arus laut, kedalaman laut, serta geografi dan topografi pantai. (5) perubahan/pertambahan
pola sedimentasi, abrasi/erosi, akrasi dan intrusi air laut. (6) tenggelam/hilangnya delta / P.
Tiarang Cawang pada muara K. Banjir Kanal Barat. (7) terganggunya kualitas dan kualitas
sumber bersih, serta ekosistem wilayah pantai.
11. Secara fisik wilayah, SLR 1,00 m diduga akan menyebabkan kejadian, antara lain: (1)
Perubahan batas administrasi. (2) Eksistensi penduduk yang diproyeksikan bermukim 
165.000 jiwa terancam. (3) Eksistensi infrastruktur utama Kota Semarang (Pelabuhan Tanjung
Mas, Stasiun KA Tawang, Terminal Bus Terboyo, Bandara Ahmad Yani, dan beberapa ruas
jalan raya kelas-I) tenggelam/terganggu. (4) Eksistensi kawasan industri, perumahan-termasuk
termasuk Kota Lama-, wisata pantai, kawasan pertanian dan perikanan, perkantoran, sentra
perdagangan-industri & jasa, sarana prasarana lainnya akan terganggu.
12. Untuk menentukan dampak ekonomi dan sosial memerlukan metoda perhitungan volume dan
harga satuan material dan imaterial wilayah pantai Kota Semarang, yang diduga akan terkena
resiko SLR 1,00 M. Hal ini masih memerlukan pengkajian lanjutan dan lebih mendalam.
5.3. Saran-saran.
1. Akibat rob dan banjir serta land subsidence pada wilayah pantai Semarang, dewasa ini sudah
terjadi genangan air  63 cm hingga  80 cm, maka disarankan agar wilayah pantai Kota
Semarang menjadi suatu lokasi untuk in-depth study dampak SLR 1,00 m di Indonesia.
2. SLR 1,00 m diduga akan terjadi 2 – 3 generasi ke depan, untuk meramalkan kondisi dan akibat
yang ditimbulkannya kelak, maka disarankan agar mengembangkan dan membuat model
simulasi komputer.
Geomorfologi Dan Wilayah Pantai Kota Semarang
halaman - 285
Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
3. Bilamana SLR 1,00 m terjadi, infrastruktur utama, masyarakat dan lingkungan
di wilayah
pantai Kota Semarang akan terkena resiko tenggelam atau terganggu funggsinya atau
keberadaannya, maka disarankan agar membuat metoda penentuan volume dan harga satuan
material maupun imaterial, yang diperlukan untuk menghitung dampak ekonomi dan sosial.
4. Wilayah pantai Kota Semarang telah menerapkan sistem drainase yang relatif baik, maka
disarankan agar mengkaji lebih jauh kehandalan sistem drainase tersebut untuk mengatasi
dampak SLR 1,00 m, dan penetapan nilai kerugian didasarkan pada biaya konstruksi, operasi
dan perawatan sistem drainase tersebut.
5. Untuk mempertahankan eksitensi wilayah pantai disarankan agar Kota Semarang mulai
memperhatikan dampak SLR 1,00 m dalam membangun dan mengembangkan teknologi
sistem drainase kota, khususnya kawasan pantai.
6. Untuk mengantisipasi SLR 1,00 m, disarankan agar kota-kota berbasis pantai dan pasang
surut mulai mengembangkan dan menerapkan sistem drainase yang adaptif
secara
menyeluruh.
7. Untuk memperkirakan dampak terhadap lingkungan atau ekosistem perairan dan daratan
wilayah pantai memerlukan penetapan parameter penentu dan studi lanjutan yang mendalam.
8. Untuk menentukan mitigasi dampak SLR 1,00 m disarankan agar mengembangkan teknik
adaptasi yang telah ada, merumuskan standar konstruksi bangunan yang layak-guna, dan dan
menetapkan regulasi wilayah.
9. Pendugaan wilayah tergenang seluas  4.080 Ha dan garis pantai mundur  3 km
menggunaka Peta Rupa Bumi skala 1:250.000, disarankan agar dikoreksi dengan peta dengan
skala  1 : 10.000.
Geomorfologi Dan Wilayah Pantai Kota Semarang
halaman - 286
Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global
DAFTAR PUSTAKA.
1. BAPPEDA KOTA SEMARANG, TAHUN 2000.
Propfil Wilayah Pantai Dan Laut Kota Semarang Tahun 2000.
2. JICA,TAHUN 1993
The Master Plan on Water Resources Development and Feasibility Study For Urgent Flood
Control and Urban Drainge in Semarang City and Suburbs.
3. PERDA NO. 4 TAHUN 1999.
Tentang Rencana Detail Tata Ruang Kota Bagian Wilayah Kota (BWK) III Kota Semarang.
4. PERDA NO. 5 TAHUN 1999.
Tentang Rencana Detail Tata Ruang Kota Bagian Wilayah Kota (BWK) IV Kota Semarang.
5. PERDA NO. 11 TAHUN 1999.
Tentang Rencana Detail Tata Ruang Kota Bagian Wilayah Kota (BWK) X Kota Semarang.
6. THADEN. R.E. SUMARDJA H., & RICHARDS P.W., 1975.
Peta Geologi Lembar Magelang dan Semarang, Jawa Skala 1: 100.000. Dit. Geologi, Bandung.
7. BAKOSURTANAL, 1992
Peta Rupa Bumi Indonesia. Lembar 1409 – 222 Semarang Utara. Edisi: II – 1992.
8. BUKU I.
Penyusunan Profil dan Kinerja Kota Metropolitan Semarang.
9. DITJEN PENGEMBANGAN PERKOTAAN – DEP. KIMBANGWIL
Pekerjaan Pengembangan Transportasi Perkotaan di Kota Semarang.
Konsep Laporan Akhir, Nopember 2000.
10. E. B. PEERBOLTE.
Sea-Level Rise and Safety. A Consideration of Safety Impacts in Low-Lying Coastal Areas
With Particular Reference to The Netherlands.
Geomorfologi Dan Wilayah Pantai Kota Semarang
halaman - 287
Download