LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA DISKUSI KELOMPOK (DK-7) B.S KEPEMIMPINAN Kertas Karya Acuan Tema Pendidikan : Ketahanan Pangan Dalam Rangka Kemandirian Bangsa. I. Judul : Peran Kepemimpinan Kontemporer Guna Memantapkan Ketahanan Pangan Dalam Rangka Kemandirian Bangsa. II. Variabel : Variabel-1 : Peran Kepemimpinan Kontemporer. Variabel-2 : Memantapkan Ketahanan Pangan. Variabel-3 : Kemandirian Bangsa. III. Pokok Permasalahan. Dikatakan persoalan ketahanan pangan di Indonesia masih didominasi oleh faktor kelangkaan pangan, yang disebabkan oleh laju meningkatkan produksi pangan tidak/ kurang mampu mengimbangi pertumbuhan konsumsi pangan, yang disebabkan oleh pertambahan/ pertumbuhan penduduk Indonesia. Berdasarkan beberapa literatur seperti misalnya bahan ajaran 1 yang disampaikan Dr. Ir. Hermanto, MS (Sekretaris Badan Ketahanan Pangan) kepada para peserta PPRA 48 tanggal 28 Maret 2012 di Lemhannas R.I dan beberapa literatur lain yang dapat kita kumpulkan secara umum permasalahan dan tantangan Ketahan Pangan di Indonesia antara lain menyangkut beberapa aspek, 2 yaitu : (1) Aspek ketersediaan pangan. Masalah pokok aspek ini disebabkan terbatas dan menurunnya produksi dan daya saing pangan nasional yang disebabkan oleh semakin berkurangnya lahan pertanian pangan, 1 Lemhannas R.I, Tim B.S. Kepemimpinan, TOR Penyusunan KKA PPRA XLVIII Tahun 2012, Jakarta, 2012, Hal. 1. 2 Lihat website www.polisiku.net, Optimalisasi Peran Kepemimpinan Visioner Dibidang Pangan Dapat Memantapkan Ketahanan Pangan, Oleh Zulkarnain, Jakarta, 2012. penggunaan tehnologi produksi yang belum efektif dan efesien, infrastruktur pertanian seperti irigasi yang terbatas atau sudah tidak berfungsi baik, faktor iklim seperti el-nino yang mengakibatkannya gagal panen dan lain-lain. (2) Aspek distribusi pangan. Masalah pokok aspek ini misalnya infrastruktur prasaranan distribusi darat, antar pulau yang terbatas, sistem distribusi pangan yang belum efisien, belum berperannya kelembagaan pemasaran produk pangan secara baik dalam menyangga kesetabilan distribusi dan harga pangan dan masalah keamanan distribusi pangan di sepanjang jalan yang mengakibadkan biaya tinggi dan meningkatkan harga produksi pangan. (3) Aspek konsumsi pangan. Aspek ini misalnya disebabkan oleh belum berkembangnya tehnologi industri pangan berbasis sumberdaya pangan lokal, belum berkembangnya produk pangan alternatif yang berbasis sumberdaya pangan lokal, tingginya konsumsi beras (tertinggi di dunia) yaitu sekitar 129 Kg per-orang per-tahun, ketidak mampuan penduduk miskin untuk mencukupi pangan dalam jumlah yang memadai. (4) Aspek pemberdayaan masyarakat. Aspek ini meliputi terbatasnya prasaranan dan belum adanya mekanisme kerja yang efektif di masyarakat dalam merespon kerawanan pangan terutama mdalam penyaluran pangan kepada masyarakat yang membutuhkan, keterbatasana keterampilan dan akses masyarakat miskin terhadap sumber daya usaha seperti pemodalan (perbankkan), tehnologi, informasi pasar. Program pemberdayaan masyarakat cenderung top down (kurang melihat aspirasi masyarakat) dan belum berkembangnya sistem pemantauan kewaspadaan pangan dan gizi secara dini dan akurat. (5 Apek manajemen. Aspek ini meliputi terbatasnya ketersediaan informasi/ data yang akurat, konsisten, dipercaya dan masalah akses yang diperlukan untuk membuat perencanaan pengembangan kemandirian dan ketahanan pangan, belum adanya jaminan perlindungan kepada pelaku usaha dan konsumen kecil dibidang pangan dan lemahnya koordinasi dan masih besarnya egi sentris dalam lingkungan instansi baik antar instansi, antar sektor, sub sektor, lembaga pemerintah dan non pemerintah serta antara pemerintah pusat dan daerah. Melihat persoalan ketahanan pangan yang cukup kompleks, saling berkait satu sama lain, mengandung ketidak pastian dimasa depan dan terkadang sangat situasional, maka tulisan kertas karya acuan ini merumuskan pokok 2 permasalahannya adalah : Penerapan kepemimpinan kontemporer dalam mengatasi permasalahan ketahanan pangan dapat memantapkan ketahanan pangan dan kemandirian bangsa. IV. Pokok-Pokok Persoalan. Pokok-pokok persoalan dikaitkan dengan permasalahan di atas dapat dikemukakan antara lain sebagai berikut : 1. Bagaimana peran kepemimpinan nasional sebagai orientasi kepemimpinan kontemporer terhadap pemecahan masalah ketahanan pangan. Hal ini berkaitan dengan sifat-sifat kepemimpinan nasional, moral dan etika kepemimpinan nasional, prinsif-prinsif kepemimpinan nasional, orientasi dan strategi kepemimpinan nasional. 2. Bagaimana aktualisasi kepemimpinan kontemporer dalam mewujudkan ketahanan pangan. Hal ini berkaitan dengan model-model kepemimpinan kontemporer yaitu model Fiedler, kepemimpinan situasional, kepemimpinan model pencapaian tujuan, model partisipatif bersyarat, kepemimpinan yang memusatkan pada prinsif dan kepemimpinan model lompatan cepat kedepan. 3. Penerapan alternatif kepemimpinan “rahmatan lil alamin” yang berorientasi kepada kepemimpinan kontemporer dan kepemimpinan nasional dalam menyeleasikan permasalahan ketahanan pangan. Hal ini berkaitan pada penekanan driving forces mewujudkan kepemimpinan “rahmatan lil alamin” yaitu moral dan profesional seorang pemimpin yang mengacu kepada salah satu substansi manusia diciptakan supaya bermamfaat bagi sesamanya manusia maupun alam semesta serta seisinya. Tuhan telah memberikan kasihnya kepada manusia dan manusia tersebut haruslah membagi kasih tersebut kepada sesamanya manusia serta kepada alam dan seisinya sebagai sesama ciptaan Tuhan. V. Pokok-Pokok Pemecahan Persoalan. 1. Kebijakan. Dari pilihan pokok-pokok persoalan di atas, sebagai upaya untuk memecahkan persoalan-persoalan dibidang pangan, maka kebijakan 3 yang dirumuskan “Penerapan adalah Model Kepemimpinan Kontemporer sebagai salah satu solusi Memantapkan Ketahanan Pangan dan Kemandirian Bangsa”. 2. Strategi. Sesungguhnya dalam KKA ini menekankan masalah penerapan kepemimpinan model kontemporer, tetapi bukanlah berarti model kepemimpinan yang lain tidak dijalankan, oleh karena itu strategi untuk menerapkan kepemimpinan kontemporer ini disusun sebagai berikut : a. Memahami dan mempedomani nilai-nilai kepemimpinan nasional dalam menjalankan berbagai model kepemimpinan di Indonesia. b. Penerapan kepemimpinan kontemporer sebagai model dihadapkan dengan permasalahan-permasalahan ketahanan pangan. c. Penerapan alternatif kepemimpinan “rahmatan lil alamin” yang berorientasi kepada kontemporer dan pada nilai-nilai moralitas serta profesionalisme. 3. Upaya. Upaya strategi-1; kepemimpinan Memahami nasional dalam dan mempedomani menjalankan nilai-nilai beberapa model kepemimpian di Indonesia seperti kepemimpinan kontemporer. a. Seorang pemimpin nasional haruslah memahami dan menghayati cara pandang bangsa Indonesia yaitu Wasantara dan konsep berpikir nasional yaitu ketahanan nasional dalam menata kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemahaman dan penghayatan Wasantara dan Tannas ini akan menghilangkan ego sektoral, ego kedaerahan, sifat mencari prestise dan menikmati jadi pemimpin. b. Watak kepemimpinan nasional yang menekankan kepada hubungan yang harmonis antara pemimpin dan yang dipimpin yaitu sebagai satu kesatuan yang harmonis antara pemimpin dan yang dipimpin mempunyai kedudukan dan kewajiban sendiri-sendiri tetapi tetap merupakan satu keutuhan. Dalam pemecahan masalah dilakukan 4 musyawarah guna menemukan solusi yang tepat dalam pengambilan keputusan dan menghindari dominasi mayoritas dan tirani minoritas. c. Sifat kepemimpinan nasional adalah memiliki integritas yaitu perpaduan keteguhan watak, sehat dalam prinsif-prinsif moral, bertabiat suka akan kebenaran, tulus hati dan perasaan halus mengenai etika, keadilan, kebenaran. Tindakannya jujur, komitmen, konsisten. Pemimpin nasional memiliki pengetahuan terutama yang berkaitan dengan profesinya, berani, inisiatif, memiliki kemampuan memutus, bijaksana, adil, dapat dipercaya, sikap positif, tahan menderita atau tahan uji, gembira, tidak memikirkan diri sendiri, loyalitas yaitu setia kepada negara dan bangsa, tanah air dan organisasinya dan kepada atasan atau bawahan serta mampu untuk mempertimbangkan. d. Kepemimpinan nasional memiliki moral dan etika. Moral yang bersumber dari Pancasila yaitu moral ketaqwaan, moral kemanusiaan, moral kebersamaan dan kebangsaan, moral kerakyatan dan moral keadilan. Etika yang harus dimiliki adalah etika keorganisasian, etika kelembagaan, etika kekuasaan dan etika kebijaksanaan. e. Orientasi dan kepemimpinan strategi kepemimpinan nasional. Orientasi nasional bersumber dan mengalir dari konsepsi paradigma nasional dengan mengimplementasikan konsepsi ketahanan nasional, yaitu dalam mewujudkan tujuan nasional masyarakat adil dan makmur melalui pembangunan nasional yang berencana, terarah, berkelanjutan, serasi, seimbang dan selaras antara bidang keamanan dan kesejahteraan. Peran strategisnya seorang pemimpin nasional ditantang untuk menyelesaikan berbagai permasalahan dan persoalanpersoalan di dalamnya. Upaya strategi-2; Penerapan kepemimpinan kontemporer dengan berbagai model dihadapkan dengan permasalahan dan persoalanpersoalan ketahanan pangan. a. Penerapan kepemimpinan model Fiedler yang menekankan kepada gaya hubungan kecocokan antara pemimpin, bawahan dan perkembangan situasi. Ada yang lebih berorientasi kepada karyawan 5 (kemanusiaan) dan ada yang lebih berorientasi kepada produksi atau kinerja. Dengan model Fiedler ini persoalan ketahanan pangan khususnya persoalan aspek ketersediaan pangan akan diupayakan untuk terpenuhi khususnya dari sub-aspek produksi pangan. b. Penerapan model Kepemimpinan situasional. Gaya kepemimpinan ini disesuaikan dengan kondisi maturitas bawahan atau situasional. Maturitas bawahan itu ada yang berorientasi pada kerja yang ditentukan oleh aspek pengetahuan dan keterampilan dan ada yang berorientasi pada psikologis yang ditentukan oleh kemauan dan motivasi. Aspek permasalahan pangan khusus pada distribusi, konsumsi, pemberdayaan masyarakat dan manajemen dapat diselesaikan dengan baik oleh pendekatan model situasional ini. c. Penerapan kepemimpinan yang menekankan pada model pencapaian tujuan. Model ini menekankan gaya pemimpin yang membantu bawahan untuk mencapai tujuan mereka. Dengan peran pemimpin sebagai direktif, suportif, partisipatif dan berorientasi pada keberhasilan dapat mengatasi persoalan ketahanan pangan pada berbagai aspek ketersediaan sebagai faktor kontinjensi lingkungan yaitu aspek pangan, aspek distribusi, aspek konsumsi, aspek manajemen dan aspek pemberdayaan. d. Penerapan kepemimpinan kontemporer model partisipatif bersyarat yang menekankan pada pengambilan keputusan oleh seorang pemimpin dengan memperhatikan berbagai kemungkinan situasional. Model ini dapat menyelesaikan persoalanan-persoalan pada aspek ketersediaan pangan khususnya yang disebabkan oleh semakin berkurangnya lahan pertanian pangan dan pengaruh iklim yang sulit diprediksikan seperti elnino. Demikian juga persoalan aspek konsumsi pangan khusus pada subaspek belum berkembangnya produk pangan alternatif yang berbasis pada sumber daya pangan lokal. e. Penerapan kepemimpinan model yang memusatkan kepada hal-hal yang prinsif dengan kekhasan belajar secara berkelanjutan, berorientasi pada pelayanan, menyebarkan energi positif, mempercayai orang lain, mengarahkan pada hidup yang seimbang, melihat hidup sebagai 6 petualangan, menekankan pada sinergistik dan senantiasa berlatih untuk memperbaharui diri. Penerapan model kepemimpinan ini dapat mengatasi persoalan semua aspek yaitu aspek ketersediaan panga, distribusi, konsumsi, pemberdayaan masyarakat dan manajemen dengan segala sub-aspek ataupun penyebab utama persoalan-persoalan. Dengan menerapakan kepemimpinan kontemporer yang memusatkan pada hal-hal yang prinsif ini, maka ketahanan pangan akan terselesaikan dan terujud untuk kemudian kemandirian bangsa akan terujud pula. Upaya Strategi 3; Penerapan kepemimpinan alternatif “rahmatan lil alamin” yang menekankan pada moralitas dan profesionalisme sebagai bagian dari kepemimpinan kontemporer. Postur kepemimpinan “rahmatan lil alamin” yang dimaksud oleh penulis adalah kepemimpinan yang menekankan kepada dampak atau hasil yang dicapai melalui sebuah proses, dimana kehadiran pemimpin membawa kemamfaatan bagi keseluruhan baik organisasi, sesama manusia maupun bermamfaat bagi alam lingkungannya beserta isinya baik itu sebagai mahluk hidup maupun mati seperti tumbuh-tumbuhan, hewan dan sumber daya alam yang ada sebagai bagian dari ciptaan Tuhan. a. Seorang pemimpin yang rahmatan lil alamin sebenarnya dihasilkan dari berbagai driving forces atau variabel-variabel, tetapi ada dua variabel yang paling kritikal yaitu kepemilikan moral yang baik dan penguasaan tugas sesuai bidangnya atau profesionalisme yang baik pula. Moral yang positif yang harus dimiliki oleh seorang pemimpi adalah : (1) Moralitas individu, seperti berbudi luhur, bijaksana, teguh hati, berjiwa besar, berani, sederhana, tekun, cerdik dan berwawasan luas, tajam, penuh perhatian dan lain-lain. (2) Moralitas sosial seperti siap untuk berkorban, memiliki visi yang jelas, cinta damai, memiliki rasa keadilan, rasa keadilan yang tinggi, punya prediksi jauh kedepan, anti kekerasan, toleran, menjungjung tinggi nilai kemanusiaan, non partisan, setia pada standar moral, paham kapan berubah, dermawan, bersifat transformasional dan bukan transaksional, usahakan soft power dan lain-laian. (3) Moralitas institusional, seperti memiliki ketahanan yang baik, baik ketahanan enginering maupun ketahanan ecological dan 7 ketahanan anticipatory, punya prediksi jauh kedepan, demokratik serta menjungjung nilai-nilai HAM dan kemananan, selalu berpikir sistimatis, terbuka dalam mengambil keputusan, selalu berpikir strategis dan tidak ragu, patriotik, taat hukum dan didasarkan pada konstitusi dan lain-lain. (4) Moralitas universal atau global, seperti menghormati HAM, rasa keadilan yang tinggi, memiliki karya yang monumental yang relatif langgeng dan diakui, dihormati baik nasional, regional maupun global, setia pada nilai-nilai absolut seperti setiap orang harus memperlakukan orang lain seperti memperlakukan dirinya sendiri, semangat glocalisation yaitu berpikir global dan bertindak lokal. Nilai-nilai moralitas ini seharusnya mengkristal dalam pribadi seorang pemimpin yang rahmatan lil alamin dan memancar dalam kepemimpinan keseharian dan dengan demikian persoalan-persoalan ketahanan pangan akan dapat diselesaikan dengan baik dan kemandirian bangsa akan terujud. b. Pemimpin yang “rahmatan lil alamin” harus memiliki profesionalisme. Profesionalisme yang dimaksudkan disini jika dilihat dari unsur kepemimpinan adalah sebagai unsur sarana, yaitu prinsif, tehnik kepemimpinan yang digunakan dalam memimpin yang didalamnya mengandung bakat dan pengetahuan serta pengalaman pemimpian tersebut. Pemenuhan profesionalitas ini pada pengetahuan (terutama yang berkaitan dengan profesi pemimpin untuk menumbuhkan kepercayaan diri), inisiatif, kemampuan memutus, kemampuan untuk mempertimbangkan, mahir soal-soal tehnis dan taktis, paham diri sendiri dan selalu berusaha untuk memperbaiki diri, memiliki keyakinan bahwa tugas-tugas dimengerti diawasi dan dijalankan, memehami danmengetahui anggota-anggota bawahan serta memilihara kesejahteraan, memberikan ketauladanan atau contoh yang baik, tumbuhkan rasa tanggung jawab dihadapan anggota, senantiasa latih anggota sebagai tim yang kompak, membuat keputusan yang sehat dan tepat waktu, memberikan tugas dan pekerjaan kepada bawahan sesuai dengan kemampuan dan bertanggung jawab terhadap tindakantindakan yang dilakukan. Profesionalisme yang dimiliki oleh pemimpin yang rahmatan lil alamin akan dapat memecahkan peroalan-persoalan 8 ketahanan pangan dan ketahanan pangan akan mewujudkan kenadirian bangsa. Jakarta, Juni 2012. Peserta PPRA XLVIII/ 2012, Zulkarnain. Nomor ururt absen : 82 Lampiran : 1. Alur Pikir. 2. Pola Pikir. 9