- JDIH Setjen Kemendagri

advertisement
PERATURAN DAERAH KOTA BITUNG
NOMOR : 2 TAHUN 2003
TENTANG
POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA BITUNG,
Menimbang : a bahwaberdasarkan Pasal 31 ayat (2) dan Pasal 32 ayat 3 Undangtmdang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah,
Kepala Daerah dalam menjalankan togas dan kewajibannya
bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
b. bahwa untuk melaksanakan tuntutan Pasal 86 Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal 26
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemeriwnh Pusat dan Daerah dalam rangka
mendukung penyelenggaraan Pemerintah khususnya dalam
mewujudkan Otonomi Daerah yang luas nyata dan
bertanggungjawab.
c. bahwa sehubungan dengan huruf a dan b tersebut diatas dalam
rangka pelaksanaan Ketentuan Pasal 14 ayat 1 dan 2 Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 105 Tahun 2000 tentang
Pengaturan Pengelolaan Keuangan Daerah perlu membentuk
Peraturan Daerah.
d. bahwaberdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, b dan c perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pokokpokok Pengelolaan Keuangan Daerah.
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1990 Tentang Pembentukan
Kotamadya Daerah Tingkat II Bitting (Lembaran Negara republik
Indonesia Tahun 1990 Nomor 52. Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3421);
2 Und ang -und ang P erbendaharaan Indo nesia (ind ishe
Comptabiliteitswet Staatsblad 1925 Nomor 448) sebagaimana
diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1968
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 53,
Tambahan Lembaran Negara nomor 2860);
3. Undang-undang Nomor 12 Tabun 1994 tentang Penibahan atas
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994
Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara nomor 3569);
4. Undang-undang nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi, Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685);
5. Undang-undang Nomor 22 Tabun 1999 Tentang .Pemerintahan •
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
6. Undang-undang nomor 25 Tatum 1999 tentang Perimbangan
Keuangan Antara. Pemerintah Pusat dan Dacrah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran
Negara nomor 3848);
7. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas
Undang-undang Milner 18 Tahun 1997 =tang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Min'
2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara nomor 4048):
8. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1997 tentang Pajak Bahan
Bakar Kendaraan Berniotor (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara nomor
3693);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54,
TambahanLembaranNegara nomor 3952);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000 tentang Pedoman
Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 165;
11. Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana
Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor 20 . Tambahan Lembaran Negara Nomor 4021);
12. Peraturan pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang
Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 202,
Tambahan Lembaran Negara nomor 4022);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 106 Tahun 2000 tentang
Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan dalam
Pelaksanaan Dekosentrasi dan Tugas Pembantuan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 203; Tambahan
Lembaran Negara nomor 4023;
14. Peraturan pemerintah Nomor 107 Tahun 2000 tentang Pinjaman
Daerah (Lembaran Negara republik Indonesia Tahun 2000 Nomor
204, Tambahan Lembaran Negara nomor 4024);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2000 tentang Cara
Pertanggungjawaban Kepala Daerah (Lembaran Negara republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 205);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tabun 2000 tentang
Kedudukan Keuangan Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 206,
Tambahan Lembaran Negara nomor 4026);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 110 Tahun 2000 tentang Kedudukan
Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 207);
18. Peraturan pemerintah nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak daerah
(Lembaran Negara republik Indonesia Tabun 2001 Nomor 118,
TamballailLeinbaraliNegara nomor 4138);
19. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang retribusi
Daerah (Lembaran Negara republik Indonesia Tabun 2001 Nomor
119, Tambahan Lembaran Negara nomor 4139);
20. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2001 tentang Pengamanan
dan Pengalihan barangMilik/Kekayaan Negara dan Pemerintah
Pusat kepada Pemerintah Daerah dalam rangka Pelaksanaan
Otonimi Daerah.
21. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2001 tentang Informasi
Keuangan Daerah;
22. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1999
tentang Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangn dan
Bentuk Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan
Keputusan Presien (Lembaran Negara republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 70);
23. Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pedoman
Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah;
24. Peraturan Menteri Dalam negeri Nomor 8 Tatum 1978 tentang
Penerimaan Sumbangan Pihak Ketiga kepada Daerah;
25. Peraturan Menteri Dalam negeri Nomor 4 Tahun 1985 tentang
Pengurusan Pendapatan daerah Hasil Bumi dan Bangunan;
26. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan barang Pemerintah Daerah;
27. Keputusan Menteri Dalam negeri dan Otonomi daerah nomor 1
Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah.
28. Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 11
Tahun 2001 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah:
29. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tentang
Pedoman Penyusunan, Pertangg ungjawaban dan Pengawasan
Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan Anggaran
Pendapatand an Belanja Daerah, pelaksanaan Tata Usaha
Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah;
-
Den gan persetujuan
DEWAN PERWAKULAN RAKYAT DAERAH KOTA BITUNG
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KOTA BITUNG TENTANG POKOKPOKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
BAB I
KETENTUAN MUM
Pasal 1
1.
2.
3.
4.
Daerah adalah Daerah Kota Bitung;
Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta Perangkat Daerah
Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah;
Kepala Daerah adalah Walikota Bitung;
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat
DPRD adalah badan Legislatif Daerah Kota Bitung;
5. Otonomi Daerah adalah Kewenangan Daerah Otonom untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspairasi masyarakat sesuai
dengan Peraturan Perundang-undangan;
6. Daerah Otonom selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai Batas daerah tertentu,
berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat dalam ikatan Negara kesatuan Republik Indonesia;
7. Perangkat Daerah adatah-Organisasi/Lembaga pada Pemerintah
Daerah yang bertanggung jawab kepada Kepala Daerah dan
membantu Kepala Daerah dalam penyelenggaraan Pemerintahan
yang terdiri atas Sekretariat Daerah, Badan/Dinas dan Lembaga
Teknis Daerah Kecamatan dan Kelurahan sesuai dengan
kebutuhan Daerah;
8. Pengelola Keuangan Daerah adalah Pejabat Pemegang Kekuasaan
Penggunaan Anggaran belanja Daerah;
9. Pejabat Pengelolaan Keuangan Daerah adalah Pejabat atau
Pegawai Daerah yang berdasarkan Peraturan Perundangundangan yang berlaku diberi kewenangan tertentu dalam
kerangka pengelolaan Keuangan Daerah.
10. Badan adalah badan Pengelolaan Keuangan dan asset Daerah;
11. Kepala Badan adalah Kepala Badan pengelolaan Keuagan dan
Asset Daerah;
12.Keuangan Daerah adalah semua hak clan kewajiban Daerah dalam
rangkapenyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai
dengan uang termasuk didalamnya segala Benda Kekayaan yang
berhubungan dengan hak dankewajiban Daerah dalam kerangka
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
13. Kelengkapan Keuangan Daerah adalah hal-hal selain hurufj yang
berhubungan dengan Keuangan Daerah termasuk kebijakan dan
kegiatan dalam biding fiskal moneter dan pengelolaan r,rusahaan
daerah atau badan lain dalam rangka penyelenggaraan
Pemerintahan Daeralr,
14. Badan Usaha Milik Daerah yang selanjutnya disingkat BUMD
adalah semua badan hukum yang sebagian besar atau seluruh
sahamnya di miliki oleh Pemerintah Kota Bitung;
15. Penerimaan Daerah adalah setma penerimaan Kas Daerah dalam
periode tahun anggaran yang bersangkutan, misalnya pendapatan
-
dan pembayaran piutang;
16. Pengeluaran Daerah adalah semua pengeluaran Kas Daerah dalam
periode tahun anggaran yang bersangkutan, misalnya biaya dan
pelunasan hutang;
17. Pendapatan Daerah adalah meliputi semua penerimaan yang
merupakanhak Daerah dalam satu tahun anggaran yang menjadi
Penerimaan Kas Daerah;
18. Belanja Daerah adalah semua pengeluaran Kas Daerah dalam
periode tahun anggran tertentu yang menjadi hak Daerah;
19. Pembiayaanadalah transaksi Keuangan Daerah yang dimaksudkan
untuk menutup selisih antara Pendapatan Daerah dan Belanja
Daerah;
20. Sisa lebih Perhitungan APBD Tahun Lalu adalah selisih
relisasi Pendapatan tahap sosialisasi Belanja Daerah dan
merupakan komponen Pembiayaan;
21. Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan
Daerah menerima sejumlah uang atau manfaat bernilai uang dari
pihak lain sehingga Daerah tersebut memiliki kewajiban untuk
membayar kembali;
22. Utang daerah adalah Jumlah utang yang wajib dibayar Daerah
sebagai akibat penyerahan ulang barang dan atau jasa kepada
Daerah atau akibat lainnya berdasarkan Peraturan perundangUndangan yang berlaku;
23. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya
disingkat APBD adalah suatu rencana Keuangan Tahunan Daerah
yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Dacrah tens ang APBD;
24. Perbendaharaan Daerah adalah Pengelolaan Keuangan DAerah
yang dimiliki dan atau dikuasai oleh Pemerintah Daerah dalam
rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD);
25. Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang Dacrah yang
ditentukan oleh Walikota;
26. Kas adalah sejumlah uang tunai dimiliki oleh Pemerintah Daerah
pada saat tertentu;
27. Setara Kas Daerah adalah aset selain kas, piutang, dan barang
Daerahyangbersifat likuid dan dapat digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan Pemerintah Daerah;
28. Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung
kebutuhan yang memerlukan dana relatifcukup besar yang tidak
dapat dibebankan dalam satu Tahun Anggaran.
29. Bendahara umum Daerah adalahpejabat yang diberi
kewenangan oleh Pemegang Kekuasaan 'Umum Pengelolaan
Keuangan Daerah untuk mengelola penerimaan dan pengeluaran
Kas Daerah dan segala bentuk kekayaan Daerah lainnya;
30. Pemegang Kas adalah setiap orang yang ditunjuk dan diserahi
tugas melaksanakan kebendaharaan dalam rangka melaksanakan
APBD disetiap unit kerja pengguna Anggaran.
31. Unit kerja adalah perangkat Daerah yang melakukan
penyelenggaraan pengelolaan barang Daerah yang terdiri dari
Sekretariat Daerah Dinas Daerah dan Lembaga Teknis Daerah;
32. Barang Daerah adalah semua.BarangberwujudMilik Daerah
yang berasal dari pembelian dengan dana yang bersumber
seluruhnya atau sebagian dan APBD dan atau berasal dan
perolehan lainnya yang sah;
33. Pengelolaan barang Daerah adalahrangkainkegiatan dantindakan
terhadap barang daerah yang meliputi perencanaan, penentuan
kebutuhan, penganggaran, pengadaan, penyimpanan, penyaluran,
inventarisasi, pengendalian, pemeliharaan, pengaman,
pemanfaatan dan perubahan status hukum;
34. Pemegang barang daerah adalah Pejabat atau Pegawai yang
bertugas menerima, menyimpan dan mengeluarkan barang yang
ada dalam pengursannya at as perintah Pembantu Kuasa/
Ordonatur Barang Daerah atau Pejabat yang ditunjuk dan
membuat surat pertanggungjawaban kepada Kepala Daerah;
35. Pengurus Barang adalah PejabatiPegawai yang bertugas untuk
mengurus barang daerah yang berada diluar kewenangan
Pemegang Barang;
36. Standarisasi harga adalah pembakuan barang sesuai jenis,
spesifikasi dan kualitas serta harga dalam 1 (sate) periode tertentu;
37. Perubahan status hukum adalah setiap perbuatan/tindakan hukum
dari Pemerintah Daerah yang mengakibatkan terjadinya perueahan
status pemilikan/penguasaan alas barang daerah:
38. Penghapusan adalah kegiatan atau tindakan untuk melepaskan
pemilikan atau penguasaan barang Daerah dengan menghapus
pencatatannya dan daftar inventaris barang Daerah;
39. Tukar menukar barang milik/tukar guling adalah pengalihan
pemilikan dan atau penguasan barang tidak bergerak milik daerah
pada pihak lain dengan menerima penggantian dalam bentuk
barang tidak bergerak dan menguntungkan daerah;
40. Penyewaan adalah penyerahan hak penggunaan/peinakai an
barang Daerah pada pihak ketiga dalani hubungannya sewa
menyewa dengan ketentuan pihak ketiga tersebut harus
memberikan imbalan berupa uang sewa bulanan atau tahunan
untuk masa jangka waktu tertentu, baik sekaligus maupun secara
berkala;
41. Panitia pengadaan adalah panitia pengadaan/pekerjaan yang
dibentuk berdasarkan Keputusan Kepala Daerah atau Kepala Unit
atau satuan kerja;
BAB H
PENGELOLAANKEUANGANDAERAH
Bagian Pertama
Pejabat Pengelolaan Keuangan Daerah
Pasal 2
(1) Kepala Daerah adalah Pemegang Kekuasaan Umum Pengelolaan
Keuangan Daerah;
(2) Kepala Daerah adalah yang karena jabatannya mempunyai
kewenangan menyelenggarakan keseluruhan Pengelolaan
Keuangan Daerah dan mempunyai kewajiban menyampaikan
pertanggungjawaban atas pelaksanaan kewenangan kepada
Dewan PerwakilanRalwat Daerah (DPRD);
(3) Selaku Pejabat Pemegang Kekuasaan Umum Pengelolaan
Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Kepala
Daerah mendelegasikan sebagian atau seluruh kewenangannya
kepada Sekretariat Daerah dan atau kepada Badan Pengelolaan
Keuangan dan Asset Darah/Perangkat Pengelola Keuangan
Daerah;
(4) Kepala Daerah menetapkan terlebihdahulu para pejabat Pengeloia
Keuangan Daerah dengan Surat Keputusan untuk dapat
melaksanakan Augaran:
(5) Pemegang Kas tidakboleh merangkap sebagai pejabat Pengelola
Keuangan Daerah lainnya.
BagianKedua
Azas umum Pengelolaan Keuangan Daerah
Pasal 3
(1)Pengelolaan Keuangan Daerah dilakukan secara tertib, tact pada
Peraturan perundang-undangan yang berlaku efisien, efektif,
transparan dan hertanggungjawab dengan memperhatikan asas
keadilan dan kepatuhan;
(2) Daerah berhak atas Penerimaan clariPendapatanAsli Daerah (PAD),
Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah dan
penerimaan yang
salt.
Pasal 4
APBD merupakan Dasar Pengelolaan Keuangan Daerah dalam
Tahun Anggaran tertentu.
Pasal 5
Tahun Fiskal APBD sama dengan Tahun Fiskal Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah
Pasal 6
(1) Semua Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah dalam rangka
desentralisasi dicatat dan dikelola dalam APBD, terkecuali Dana
Dekonsentrasi;
(2) APBD, Perubahan APBD clan Perhitungan APBD merupakan
Dokumen Daerah;
(3) Penganggaran pelaksanaan Dana Dekonsentrasi di lakukan sesuai
dengan ketentuan yang berlakil bagi APBN dan dicatat secara
terpisah dari APBD dan diberitahukan kepada DPRD dengan
dimaksudkan agar DPRD dapat mengetahui kegiatan Dekosentrasi
sejak perencanaan sampai dengan pelaksanaan sehingga terjadi
sinergi dan koordinasi.
Pasal 7
APBD disusun dengan pendekatan Kinerj a.
Pasal 8
Dalam menyusun APBD penganggaran pengeluaran hares
didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam
jumlah yang cukup.
Pasal 9
Selma transaksi Keuangan Daerah baik penerimaan Daerah
maupun pengeluaran Daerah dilaksanakan melalui Perbendaharaan
Daerah/Kas Daerah.
Pasal 10
(1) Pengelolaan Keuangan Daerah mengatur tenting :
a Kerangka dan Garis Besar Prosedur Penyusunan APBD;
b. Kewenangan Keuangan Kepala Daerah dan DPRD;
c. Prinsip-prinsip Pengelolaan Kas
d. Prinsip-prinsip Pengelolaan Pengeluaran Daerah yang telah
dianggarkan;
e. Tata Cara Pengadaan barang dan Jasa;
f. Prosedur melakukan pinjaman Daerah;
g. Prosedur pertanggungjawaban Keuangan
h. Dan hal-hal lain yang menyangkut pengelolaan Keuangan
Daerah
(2) System dan Prosedur Pengelolaan Keuangan Daerah diatur dengan
Keputusan Kepala Daerah.
Pasal 11
Daerahberkewajiban atas penyelenggaraan pelayanan pada publik
dan memenuhi segala kewajiban yang berhubungan dengan pihak
ketiga serta mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya.
BAB 1B
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
Bagian Pertama
Bentuk d an Susunan APBD
Pasal 12
(1) APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari : a.
Pendapatan Daerah
b.
B elanja Da er ah
c.
Pembiayaan
(2) Pendapatan Daerah dibagi menurut kelompok pendapatan. jenis
pendapatan, objek pendapatan dan rincian objek pendapatan
" (3) Belanja Daerah terdiri dan Bagian Belanja yang dirinci menurut
kelompok belanja, jenis belanja, objek belanja dan rincian objek
belanja
(4) Pembiayaan dirinci menurut sumber pembiayaan yang terdiri dan
Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah.
(5) Dalam menetapkan Belanja Dewan Perwakilan Rakyrat Daerah
dilaksanakan berdasarkan kesepakatan Eksekutif dan Legislatif
sesuai dengan kemampuan Keuangan Daerah, Untuk hak-ltak
Dewan Perwakilan Daerah tetap mengacu pada Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 13
Semua pendapatan, belanja dan pembiayaan dianggarkan secara
bnao dalam APBD.
Bagian Kedua
Sumber-sumber Pendapatan Daerah
Pasal 14
Sumber-sumber Pendapatan Daerah terdiri dari ;
a) Pendapatan Ash Daerah;
b) Dana Perlinbangan;
c) Pinjaman Daerah;
d) Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah.
Bagian Ketiga
Pendapatan Asli Daerah
Pasal 15
Sumber Pendapatan Ash Daerah (PAD) sebagaimana dimaksud
dalamPasa114 huruf (a) meliputi
•.
a) Pajak Daerah;
h) Retribusi Daerah;
c) Bagian Laba Badan Usaha Mil ik Daerah (BUMD) dan hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan;
d) Lain-lain Pendapatan Ash Daerah yang sah.
Bagian Keempat
Dana Perimbangan
Pasal 16
Sumber Dana Perimbangan sebagaimana di ma ksud dala in pa sal
14 huruf (b) meliputi :
a) Bagian Daerah dari Pajak Pusat dan Pajak Propinsi yang diberikan
kepada Daerah sesuai dengan peraturan Perundang-undangan
yang berlaku;
b) Bagian Daerah dari dana Bukan Pajak Pusat dan Bukan Pajak
Propinsi;
c) Dana Alokasi Umum;
d) Dana. Alokasi Khusus;
Bagian Kelima
Pinjaman Daerah
Pasal 17
(1) Pemerintah Daerah dapat melakukanpinjaman dengan persetujuan
DPRD;
(2) Pi tijaman daerah dapat bersumber dari dala in ma t pu n r negeri.
baik dari pcmerintah dan non pemerintah;
(3) Pinjaman daerah dapat berupa pinjaman jangka pendek maupun
pinjaman jangka panjang.
Pasal 18
(1) Pinjamanjarigka panjang merapakan pinjaman dengan masa jatuh
tempo lebih dari satu talmn, dengan mematuhi persyaratan
pinjaman tertentu yang telah ditetapkan di muka;
(2) Pinjaman jangka panjang dapat dilakukan untuk membiayai
pengadaan sarana dan prasarana yang kemudian menjadi aset
Daerah dan meningkatkan penerimaan:
(3) Pinjaman jangka panjang dapat dilakukan dengan ketentuan
bahwa jumlah komulatif am:saran pinjaman Daerah wajib
dibavar tidak melebihi 40' 0 tertlf. at rulah 7c=
ATi3D tahua
,
,
-
Pasal 19
(1) Pinjaman jangka pendek adalah pinjaman dengan masa jatuh tempo
tidak lebih dari satu tahun takwim, dengan mematuhi persyaratan
pinjaman tertentu yang ditetapkan di muka;
(2) Pinjaman janglca pendek dilakukan dengan mempertimbangkan
kecukupan penerimaan Daerah untuk membayar kembali pinjaman
tersebut pada waktu jatuh tempo;
(3) Batas maksimum komulatifjumlahpinjamanjanglca pendek adalah
1/6 (satu per enam) dan jumlah belanja APBD tahun anggaran
yang berjalan.
Pasal 20
Ketentuan mengenai pinjaman Daerah mengacu pada Peraturan
Pemerintah tentang Pinjaman Daerah.
Bagian Keenam
Belanja Daerah
Pasal 21
•
(1) Belanja Daerah terdiri dari :
a. Aparatur Daerah;
b. Pelavanan Publik
(2) Jenis Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf
a terdiri dari :
a. Belanja Administrasi dan Umum;
b. Belanja Operasi dan Pemeliharaan;
c. Belanja Modal
Bagian Ketujuh
Surplus dan Defisit Anggaean
Pasal 22
(1) Surplus Anggaran terjadi apabila Anggaran Pendapatan Daerah
lebih besar dari Anggaran Bela nja Daerah;
(2) Defisit Anggaran terjadi apabila Anggaran Pendapatan Daerah
lebih kecil dari Anggaran belanja Daerah;
(3) Surplus Anggaran sebagaimana dimaksdu dalam ayat (10
dimanfaatkan antara lain untuk Transfer Dana Cadangan,
Pembayaran Pokok Utang, Penyertaan Modal dan atau sisa
Perhitungan Anggaran Tahun berkenan;
(4) Defisit Anggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibiayai
antara lain dari sisa Anggaran Tahun yang lalu, Pinjaman Daerah,
Penjualan ObligaSi Daerah, Basil Penjualanbarang Mil ik Daerah
yang dipisahkan dan Transfer dan dana cadangan.
Bagian Kedelapan
Pembiayaan Daerah
Pasal 23
•
(1) Pembiayaan Daerah meliputi transaksi Keuangan untuk menutup
defisit atau untuk memanfaatkan surplus :
(2) Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri dari :
a. Pembiayaan PenerimaariDaerah;
b. Pembiayaan Pengeluaran Daerah.
BAB IV
PROSES PENYUSUNAN RENCANA APBD
BaOanPertama
Pasal 24
(1) APBD disusun dengan pendekatankinerja sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 memuat ;
a Sasaran yang diharapkan memuat fungsi belanja;
b. Standar pelayanan yang diharapkan danperkiraan biaya satuan
komponen kegiatan yang bersangkutan;
c. Bagian Pendapatan APBD yang membiayai Belanja
Administrasi Urnum, Belanja Operasi dan Pemeliharaan dan
Belanja Modal/Pembangunan.
(2) Untuk mengukur kinerja keuangan Pemerintah Daerah
mengembangkan standar Analisa Belanja tolok ukur kinerja dan
standar Biaya;
(3) Untuk mengatur kinerja keuangan Pemerintah Daerah
dikembangkan standar analisa belanja. tolok ukur kinerja dan
standard biaya.
Pasal 25
(1) Dalam menyiapkan rancangan APBD, Pemerintah Daerah bersamasama DPRD menyusun Arah dan Kebijakan Umum APBD;
(2) Dalam menyusun Aralidan Kebijakan Umum APBD sebagaimana
dimaksud path ayat (1), diawali dengan penyaringan aspirasi
masyarakat, berpedoman pada Rencana Strategis Daerah dan
perencanaan Daerah lainnya serta pokok-pokok kebijakan nasional
dibidang Keuangan Daerah;
(3) Berdasarkan Arah dan Kebiakan Umum APBD sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), Kepala Daerah menyusun startegi dan
prioritas APBD;
(4) Berdasarkan Strategi dan Prioritas sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3) dan dengan memperhitungkan kondisi ekonomi dan
Keuangan Daerah, Kepala Daerah menyiapkan rancangan APBD.
Pasal 26
(1) Arah dan Kebijakan Umum APBD sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25 ayat (1) serta Startegi dan Prioritas APBD sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 ayat (30 ditetapkan oleh Kepala Daerah
sebagai pedoman bagi perangat Daerah dalam menyusun usulan
Program, Kegiatan dan Anggaran;
(2) Usulan Program, Kegiatan dan Anggaran sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) disusun berdasarkan prinsip-prinsip anggaran
kinerja;
(3) Tata Cara penyusuna usulan program kegiatan dan anggaran
ditetapkan oleh Kepala Daerah.
Bagian Kedua
Proses Penetapan APBD
Pasal 27
(1) Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD beserta lampirannya
disampaikan oleh Kepala Daerah kepada DPRD untuk dimintakan
persetujuan;
(2) Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) disertai dengan nota Keuangan;
(3) Sebelum Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dibahas, DPRD mensosialisasikan kepada
masyarakat untuk mendapatkan masukkan;
(4) Apabila Rencana APBD tidak disetujui DPRD, Pemerintah Daerah
berkewajiban menyempumakan Rencana APBD tersebut;
(5) Penyempurnaan Rencana APBD sebagaimana dimaksud dalam
ayat (4), hams disampaikan kembali kepada DPRD selambatnya
satu bulan setelah permintaan penyempumaan dari DPRD;
(6) Apabila. Rencana APBD sebagaimana dimaksud dalam ayat (5)
tidak disetujui DPRD, maka Pemerintah Daerah menggunakan
APBD Tahun sebelumnya.
•
Pasal 28
(1) Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD yang telah disetujui
oleh DPRD, disahkan oleh Kepala Daerah menjadi Peraturan Daerah
tentang APBD paling lambat 1 (satu) bulan setelah Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ditetapkan;
(2) Penetapan APBD sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
memperhatikan Alokasi Dana dari Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Propinsi.
(3) Berdasarkan Peraturan Daerah tentang APBD, Kepala Daerah
menetapkan Rancangan Anggaran Satuan Kerja menjadi Dokumen
Anggaran Satuan Kerja.
Bagian Ketiga
Dokumen Raneangan Peraturan Daerah Tentang APBD
Pasal 29
(1) Dokumen Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD terdiri dart
Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan lampiranlampirannya ;
(2) Lampiran Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) terdiri clari
a. Ringkasan APBD;
b. Rincian APBD;
c. Daftar Rekapitulasi APBD berdasarkan Bidang Pemerintahan
Daerah dan Perangkat Daerah;
d. Daftar jumlah Pegawai per golongan dan per jabatan;
e. Daftar Piutang Daerah;
f Daftar Pinjaman Daerah;
g. Daftar Inventasi (Penyertaan Modal) Daerah;
h. Daftar ringkasan nilai Aktiva tetap Daerah;
i Daftar Dana Cadangan
(3) Bentuk dan Tatacara penyusunan lampiran Peraturan Daerah
sebagaimana dimaksud dalam avat (2) ditetapkan oleh Kepala
Daerah
BAB V
PERUBAHAN APBD
•
Bagian Pertama
Proses Penyusun an Rancangan
Perubahan APBD
Pas al 30
(1) {Perubahan APBD dilakukan apabila ada :
a. Kebijaksanaan Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah
yang bersifat Startegi;
b. Penyesuaian akibat pelampuan atautidak tercapaianya target
penerimaan daerah yang ditetapkan;
c. Terjadinya kebutuhan yang mendesak dan kejadian.yang tidak
da[at diperkirakan sebelunmya.
(2) Latar belakang terjadinya perubahan APBDm, dibahas bersarna
dengan DPRD dan selanjutnya dituangkan dalam Pen ibahan Arah
• dan Kebijakan Umum APBD serta Perubahan Startegi dan Prioritas
APBD:
(3) Penibahan Arah dan Kebijakan Umum APBD serta Perubahan
Strategi dan Prioritas APBD sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) ditetapkan oleh Kepala Daerah sebagai pedoman Perangkat
Daerah dalam menyusun usulanperubahan program, kegiatan dan
anggaran;
(4)Berdasarkan perubahan strategi dan prioritas APBD sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) dengan memperhittingkan kondisi
ekonomi dan Keuangan Daerah, Pemerintah Daerah rnenyiapkan
Rancangan Perubahan APBD.
Bagian Kedua
Dokumen RancanganPeraturan DAerah tentang
Perubahan APBD
Pasal 31
(1) Dokumen Rancangan Peraturan Daerah tenting Penibaha n APBD
terdiri dari Rancangan Peraturan Daerah tenting Penibahan APBD
dam lampiran-lampiramlya;
(2) Lampiran Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) terdiri dari ;
a Ringkasan Perubahan APBD;
b. Rincian Perubahan APBD;
c. Daftar Rekapitulasi Perubahan APBD berdasarkan Bidang
Pemerintahan dan Organisasi;
d. Daftar Piutang Daerah;
e. Daftar Pinjaman Daerah;
f. Daftar Investasi (Penyertaan Modal) Daerah;
g. Daftar Dana Cadangan;
k Neraca Daerah Tahun Anggaran yang lalu.
Bcutuk. clan Tata;ara penyusanatt lampiran Perna:ran Daerah
DK111.11.
Bagian Ketiga
Proses Penetap an Perubahan APBD
Pasal 32
(1) Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD beserta
lampirannya disampaikan oleh Kepala Daerah kepada DPRD untuk
dimintakan persetujuan;
(2) Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) disertai dengan Nota Perubahan APBD;
(3) Rancangan PeraturanDaerah tentang Perubahan APBD yang telah
disetujui DPRD, disahkan oleh Kepala Daerah menjadi Peraturan
Daerah tentang Perubahan APBD, paling lambat 3 (tiga) Bulan
sebelum Tahun Anggaran berakhir,
(4) Berdasarkan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD, Kepala
Daerah menetapkan Perubahan Rancangan Anggaran Satuan Kerja
menjadi Perubahan Dokumen Anggaran Satuan Kerja.
BAB VI
PELAKSANAAN APBD
Bagi an Pe rtam a
Penerimaan dan Pengeluaran APBD •
Pasal 33
(1) Setiap Perangkat Daerah yang mempunyai tugas memungut atau
menerima Pendapatan Daerah wajib melaksanakan intensifikasi
pemungutan Pendapatan tersebut;
(2) Semua manfaat yang bernilai uang berupa komisi, rabat, potongan
bunga atau nama iain sebagai akibat dari penjualan dan atau
pengadaan barang dan atau jasa dan dan penyimpangan dan atau
penempatan uang Daerah merupakan Pendapatan Daerah;
(3) Pendapatan Daerah disetor sepenuhnya tepat pada waktunya ke
Kas Daerah sesuai dengan Ketentuan dan PeraturanPer-UndangUndangan yang berlaku;
(4) Tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban APBD
tidak dapat dilakukan sebelum ditetapkan dalam Peraturan Daerah
tentang APBD dan ditempatkan dalam Lembaran Daerah;
(5) Setiap pembebanan APBD hams didukung oleh bukti-bukti yang
lengkap dan sah yang diperoleh oleh Pihak yang menagih;
(6) Setiap orang yang diberi wewenang menandatangani dan atau
mengesahkan Surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran atas
beban APBD bertanggungjawab atas kebenaran dan akibat dari
penggunaan bukti tersebut;
(7) Penggunaan anggaran belanja tidak tersangka hams diberitahukan
kepda DPRD
BAB VII
AKUNTANSI KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH
Pasal 34
Penatausahaan dan Pertanggungjawa ban Keuangan Daerah
berpedoman pada standar Keuangan Pemerintah Daerah yang
berlaku.
BAB 'VIII
PERBITUNGANAPBD
Pasal 35
(1) Setiap akhir Tabun Anggaran Pemerintali Daerah wajib membuat
Perhitungan APBD yang memuat perbandingan antara realisasi
pelaksanaan APBD dibandingkan dengan APBD
(2) Perhitungan APBD hams menghitung selisih antara realisasi
penerimaan dengan anggaran penerimaan dan realisasi pengeluaran
dengan anggaran pengeluaran dengan inenjelaskan alasannya.
BAB IX
PERTANGGUNG JAWABAN APBD
Bagian Pertama
Laporan Penggunaan Anggaran
Pasal 36
(1) Setiap akhir bulan Kepala Unit Kerja Pengguna Anggaran Wajib
menyampaikari Laporan Keuangan Pengguna Anggaran kepada
Kepala Daeralr.
(2)
Laporan Keuangau sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) menggunbarkan pencapaian kinerja program dan
kegiatan. kemajuan realisasi pencapaian target pendapatan.
realisasi penyerapan belanja dan pembiayaan;
(3) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
disampaikan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya;
(4) Mekanisme clan prosedurpelaporan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Daerah.

Baan Kedua
Laporan Triwulan
Pasal 37
(1) Pemerintah Daerah menyampaikan Laporan Triwulan sebagai
pemberitahuan pelaksanaan APBD kepada DPRD;
(2) Laporan Triwulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
disampaikan paling lainbat 1 (satu) bulan setelah berakhirnya
triwulan yang bersangkutan;
(3) Bentuk Laporan Triwulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan oleh Kepala Daerah
Bagian Ketiga
Laporan Akhir Tahun An oliarlut
Pasal 38
(1) Setelah Tahun Anggaran berakhir Kepala Dadrah menyusun
Laporan Pertanggung Jawaban Keuangan Daerah yang terdiri
dari
a. Laporan Perhitungan APBD;
b. Nota Perhitungan APBD
c. Laporan Aliran Kas;
•
d. Neraca Daerah
(2) Laporan Pertanggung Jawaban KeuanganDaerah sebagaimana
d i ma k s u d d a l a m a y a t ( 1 ) h a r u s m e n g u n g l c a p k a n :
a. KegiatanPemerintahanDaerah, Pencapaian Kinerja Keuangan
Daerah dan Pemanfaatan sumber daya ekonomi;
b. Perbandingan antara realisasi dan anggaran serta penvebab
terjadinya selisih antara realisasi dan anggarannya
(3) Sistem dan Prosedur Laporan Pertanggung Jawaban sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan pleb Kepala Daerah
BAB XI
HUBUNGAN KEUANGAN PEIVIERINTAHDAERAHDENGAN
PEMERINTAH PROVINSI DAN PEMERINTAH PUSAT
Pasal 39
(I) Pengalokasian dana perimbangan dari Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Provinsi kepada Pemerintah Daerah berdasarkan
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku,
(2) Pemerintah Daerah dapat melakukan pinja ma n dana dan atau
menerima hibah dari Pemerintah Pusat/Provinsi setelah mendapat
persetujuan DPRD.
BAB XII
HUBUNGAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DENGAN
UNIT-UNIT USAHA }CECIL (UUK), BUMN, BUMD, PERUSAHAAN
SWASTA DAN ORGANISASI MASYARAKAT
Pasal 40
(1) Pemerintah Daerah dapat memiliki atau menyertakan modalnya
dalam UUK yang dikelola secara terpisah
(2) Pemerintah Daerah berhak atas presentase tertentu dari
keuntungan yang diperoleh UUK.
Pasal 41
(1) PemerintahDaerandapat memberikanpinjaman/hibah/penyertaan
modal kepada BUMN atau menerima pinjaman/hibah dari BUMN.
(2) Hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan
dahulu dalam Anggaran Daerah
(3) Pemerintah Daerah berhak atas presentase tertentu dari
keuntungan yang diperoleh BUN1N sesuai den gan ketentuan
penyertaan modal yang diikutipya.
Pasal 42
(1) Pemerintalt Daerah dapat memberikan pinjaman/hibah/penyertaan
modal kepada BUMD atau menerima pinjaman/hibah dari BUMD.
(2) Pemerintah Daerah dapat melakukanpenjualan dan atau privatisasi
BUMD setelah mendapat persetujuan DPRD.
(3) Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap BUMD
(4) Pemerintah Daerah berhak atas presentase tertentu dari
keuntungan yang diperoleh BU1VID
Pasal 43'
PemerintahDaerah dapat rnemberikan pinjarnan dan atau melakukan
penyertaan modal kepada perusahaan swasta setelah
mendapatkan persetujuan DPRD.
Pasal 44
Pemerintah Daerah dapat memberikan dana bantuan untuk
pengembangan kesejahteraan melalui kerjasama dengan organisasi
masvarakat
•
BABXIII
HUBUNGAN KEUANGAN PEIVIERIN'TAH DAERAH DENGAN
PENIERENTAH/LEMBAGA LUAR NEGERI
Pasal 45
‘.,
(I) Pemerintah Daerah dapat memberikan hibah dan atau pi nja ma n
kepada Pemerintah/lembaga Luar Negeri dengan persetujuan
DPRD.
(2) Pemerintah Daerah dapat menerima hibah dan atau pinjaman dari
Penterintah/Lembaga Luar Negeri membiayai anggaran Daerah
dengan persetujuan DPRD.
BAB X1V
PENATAUSAHAAN KEUANGAN DAERAH
Bagian Pertama
Pemegang Kekuasaan Umum Pengelotaan
Keuangan Daerah
Pasal 46
Kepala Daerah adalahPemegangKekuasaan Umum Pengelolaan
Keuangan Daerah
(2) Pemegang Kekuasaan Umum Pengelolaan Keuangan Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling lambat satu bulan
setelah APBD, menetapkankeputusan ayat (1), paling lambat satu
bulan setelah penetapan APBD, menetapkan keputusan tentang :
a Pejabat yang diberi wewenang menandatangani Surat
Keputusan Otorisasi (SKO);
b. Pejabat yang diberi wewenang menandatangani Surat
Permintaan Pembayaran (SPP);
c. Pejabat yang diberi wewenang menandatangani Surat Perintah
Membayar (SPM);
d. Pejabat yang diberi wewenang menandatangani Cek;
e. Pejabat yang diberi wewenang mengesalikan Surat
Pertanggungjawaban (SPJ);
f Pejabat yang diberi wewenang mengelola penerimaan dan
pengeluaran Kas Daerah serta segala bentuk kekayaan Daerah
lainnya, yang selanjutnya disebut Bendah ara Umum Daera It;
g. Pejabat yang di serahi tugas melaksanakan kegiatan
kebendaraan dalam rangka pelaksanaan APBD di setiap Unit
Kerja Pengguna Anggaran Daerah yang selanjutnya disebut
Pemegang Kas dan Pembantu Pernegang Kas;
h. Pejabat yang diberi wewenang menandatangani Surat Bukti
dasar pemungutan Pendapatan Daerah;
i Pejabat yag diberi wewenang menanda tangani Bukti
Penerimaan Kas dan bukti pendapatan lainnya yang sah;dan
j. Pejabat yang diberi wewenang menandatangani Ikatan atau
perjanjian dengan Pihak Ketiga yang mengakibatkan
pendapatan dan pengeluaran APBD
Bagian Kedua
Bendahara Umum Daerah
Pasal 47
(1) Bendahara Umum Daerah menatausahakan kas dan Kekayaan
Daerah lainnya;
(2) Bendahara Umum Daerah sebagaimana dimaksud pada Ayat (1)
bertanggungjawab kepada Kepala Daerah.
Pasal 48
(1) Bendahara Umum Daerah menyimpan uang milik Daerah pada
Bank yang what dengan cara membuka Rekening Kas Daerah;
(2) Pembukaan Rekening Kas Daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat lebih dari 1 (satu) Bank;
(3) Pembukaan Rekening di Bank sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah dan
diberitahukankepada DPRD.
Pasal 49
Bendahara Umum daerah setiap bulan nienyusun Rekonsiliasi
Bank yang mencocokan Saldo menunit Pembukuan Bendahara
Umum Daerah dengan Saldo menurut Laporan Bank.
Pasal 50
(1) Uang milik Daerah yang sementara belum digunakan dapat
didepositokan, seuanjangtidak mengganggu likuiditas Keuangan
Daereh
(2) Bunga Deposit°, Bunga atas penempatan uang di Bank, dan jasa
giro menipakan pendapatan Daerah.
Pasal 51
(1) Bendahara Umum Daerah menyimpan seluruh bukti sale
kepemilikan atau seretifikat atas kekayaan Daerah lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 Ayat (1) dengan tertib;
(2) Bendahara Umum Daerah menyerahkan bukti transaksi yang asli
atas penerimaan dan pengeluaran uang secara harian kepada unit
yang melaksanakan akuntansi Keuangan Daerah untuk dasar
pencatatan transaksi penerimaan dan pengeluaran Kas.
Bagian K et iga
Pengguna Anggaran
Pasal 52
(1) Kepala Satuan Kerja dalani lingkungan Pemerintahan Daerah
bertindak sebagai Pengguna Anggaran;
(2) Pengguna Anggaran bertanggungjawab atas tertib Penatausahaan
Anggaran yang dialokasikan pada Unit Kerja yang dipimpinnya.
Bagian Keempat
Pemcgang Kas
Pasal 53
(1) Disetiap Perangkat Daerah ditunjuk 1 (situ) Pemegang Kas yang
melaksanakan tata usaha keuangan dan 1 (satu) Pemegang Barang
yang melaksanakan tata Usaha Barang Daerah.
(2) Pemegang Kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalahjabatan
non struktural/Fungsional dan tidak bolch merangkap sebagai
pejabat pengelola Keuangan Daerah la innya.
(3) Dalammelaksanakan tata usahakeuangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Pemegang Kas dibantu oleh beberapa Pembantu
Pemegang Kas yang sekurang-kurangnya terdiri dari seorang kasir,
seorang Penyimpan Uang, seorang Pencatat Pembukuan, serta
seorang Pembuat Dokumen Pengeluaran dan Penerimaan Uang.
(4) Pada Perangkat Daerah yang bertanggungjawab atas Pendapatan
Ash Daerah, tugas Kasir dibagi menjadi Kasir Penerima Uang dan
kasir Pembayara Uang.
(5) Pada perangkat Daerah yang bertanggungjawab atas
Penatausahaan Keuangan Daerah, Pemegang Kas ditambah
seorangpembantu Pemegang Kas yang bertugas menyiapkan SPP
(6) Pemegang Kas dan Pembantu Pemegang Kas selanjutnya disebut
Satuan Pemegang Kas.
(7) Kepala Satuan kerja melakukan pemeriksaan kas yang dikelola
oleh Satuan Pemegang Kas minimal 3 (tiga) bulan sekali.
Pasal 54
(1) Dalam fungsinya sebagai penerima Pendapatan Daerah, Satuan
Pemegang Kas dilarang mengg,unAan uang yang diterimanya
secara langsung untuk membiayai PengeluaranPerangkat Daerah.
(2) Satuan Pemegang Kas seba,gaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat
(6) wajib menyetor seluruh uang, yang diterimanya ke Bank atas
nama Rekening Kas Daerah paling lambat satu hari keta saat tiang
kas tersebut diterima.
Pasal 55
(1)
Pada Unit Kerja yang bertugas mengumpulkan uang basil
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dibentuk Satuan Pemegang
Kas Pembantu yang bertariggungjawab kepada Peinegang Kas
pada satuan Kerja induknyd.
(2)
Satuan Pemegang Kas Pembantu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib menyetor seluruh•ang yang diterimanya ke
Bank atas nama Rekening Kas Daerah paling lambat satu hari kerja
saat uang kas tersebut dterima.
(3) Daerah-daerah yang karena kondisi geografis sulit dijangkau
dengan komunikasi dan transportasi, dapat mclebihi ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang ditetapkan oleh Kepala
Daerah.
Pasal 56
Satuan Pemegang Kas dilarang menyimpan kas yang diterimanya
alas namapribadi pada smtu bank atau lembaga keuangan lanmya.
Pasal 57
Formulir yang di gunaka n da.lain pena tau sahaan Satuan Pemegang
Kas terdiri dari :
- Daftar Pengantar SPP BT/PK
- SPP BT/PK
Daftar PerincianRencana Penggunaan BT/PK
- Pengesahan PK yang terpakai
- Register SKO
- Register SPP
- Register SPM
- Buku Kas Umum Pcmegang Kas
- Buku Simpanan Bank
- Buku Panjar
- Buku PPN/PPh
Bagian Kelima
Penerimaan Kas
Pasal 58
(1) Setiap penerimaan kas disetor sepemilinya ke Rekening Kas
Daerah pada Bank;
(2) Bank mengeluarkan Surat Tanda Setoran (STS) aunt Bukti
Penerimaan KaS Iainnya yang sah:
(3) STS atau bukti Penerimaan Kas lainnya yang sah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) merupakan dolaimen atau bukti transaksi
yang menjadi dasar pencatatan akuntansi
Pasal 59
(1) Untuk kelancaran pcnyetoran kas, Pcmcrintah Dacrah
dapa t menunjuk badan. lembaga keuangan ata u Kantor Pos yang
bertugas melaksanakan sebagia 11 fungsi Simian Pemegang Kas.
(2) Badan, Lembaga Keuangan atau Kantor Pos sebagaimana
dimaksud pa.da ayat (1) menyctor seluruh uang kas yang
diterimanya secara berkala ke Rekening Kas Daerah di Bank.
(3)
badan, lembaga keuangan atau Kantor Pus sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mempertanggungjawabkan selunth uang kas
yang diterimanya kepada Kepala Daerah melalui Bendahara
Unnan Daerah.
(4) Tatacara pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) ditetapkan oleh Kepala Daerah.
Pasal 60
(1) Semua kas yang diterima kembali dari pengeluaran yang tclah
diselesaikan dengan SPM dibukukan sebagai pengurangan atas
Pos Belanja Daerah tersebut.
(2) Penetimaan-penerimaan &Tern dituaksudpada ayat (1) yang.tetjadi
setela.h Tatum Anggaran ditutup, di masukkan pada Tahun
Anggaran berikutnya da.n dibukukan pada kelompok Pendapatan
Ash Daerah, Jenis Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.
Pasal 61
(1) Penerimaan kas yang berasal dari basil penjualan dan atau ganti
rugi pelepasan hak asset daerah dibukukan pada kelompok
Pendapatan Asli Dater* Jenis Pendapatan Asli Daerah
yang salt.
. (2) Penerimaan kas yang berasal dari hasil penjualan dan atau ganti
rugi pelepasan hak asset Daerah yang dipisahkan dibukukan pada
Kelompok Pembiayaan, Jenis Penerimaan Daerah, Obyek Hasil
Penjualan Aset Daerah yang dipisahkan.
Pasal 62
Penerimaan Kas yang bera.sal dari pungutan atau potongan yang
akan disetor kepada pihak ketiga dibukukan pada Pos Hutang
Perhitungan Pihak Ketiga (PFK)
Bagian Keenam
Pengeluaran Kas
Pasal 63
(1) Pengeluaran Kas yang mengakibatkan beban APBD, tidak dapat
dilakukan sebelum Rancangan Peraturan Daerah ten tang APBD
disahkan dan diteinpatkan dalam Lembaran D aerah.
(2) Pengeluaran Kas sebagaimana diiimksud pada ayat ( I) tidak
termasuk belanja pegawai yang forniasinya tel a h ditetapkan.
(3) Untuk pengeluaran kas atas beban APBD, terlebih dahulu
diterbitkan SKO atau Surat Keputusan lainnya yang disamakan
dengan itu, yang ditetapkan oleh Kepala Daerah.
(4) Penerbitan SKO sebagaiman dimaksud pada ayat (3) didasarkan
atas Anggaran kas yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala
Daerah.
(5) Setiap Pengaluaran Kas hams didukung oleh bukti yang lengkap
dan sah mengenai hak yang diperoleh oleh pihak yang menagilt:
-
.
•
Pasal 64
Setiap orang diberi kewenanga n menandatangain dan a tau
mengesahkan surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran kas
bertanggungjawab atas kebenaran dan akibat dari penggunaan
bukti tersebut.
Pasal 65
(1) Untuk melaksan-akan pengeluaran kas. Pengguna Anggaran
mengajukan SPP kepada Pejabat yang melaksanakan fungsi
perbendaharaan.
(2) SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan setelah SKO
diterbitkan disertai dengan Pengantar SPP dan Daftar Rincian
Penggunaan Anggaran Belanja.
(3) Pengajuan Pengeluaran kas untuk pembaya ran beban tetap
dilakukan dengan SPP Beban Tetap (SPP-BT)
(4) Pengajuan Pengeluaran kas untuk pengisian kas path oleh Satuan
Pemegang Kas dilakukan dengan SPP Pengisian kas (SPP-PK)
Pasal 66
(1) Pembayaran dengan cara Beban Tetap dapat dilakukan antara lain
untuk keperluan :
a.
B e l a n j a P e g a wa i ;
b.
Belanja Perjalanan Dinas sepanjang mengenai uang
pesangon:
c.
Belanja bagi Hasil dan Bantuan Keuangan
d.
Pembayaran Pokok Pinjaman yangjatuh tempo, biaya
bunga dan biaya administrasi pinjaman:
e.
Pelaksanaan pekerjaan oleh pihak ketiga;
f
Pembelian Barang dan Jasa; dan
g.
Pembelian barang dan bahan untuk pekerjaan yang
dilaksanakan sendiri yang jenis dan nilainya ditetapkan
oleh Kepala Daerah.
(2) Pembayaran atas SPP-BT dapat dilakukan setelah pejabat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) menyatakan lengkap
dan sah terhadap dokumen yang dilampirkan, antara lain :
a
SPP-BT;
b.
Nomor Pokok Wajib Pajak;
c.
d.
c.
f
g.
h.
i
j.
k
1.
In
n.
o.
P.
q.
r
s.
SKO:
Da Ita r rincian penggun aim anggaran ma;
Pentinjukkan rekanan, disertai risalah pelelangan;
SPK bagi penunjukkan rekananyang tidak melalui
pelelangan;
Kontrak pelaksanaan pengadaan barang/jasa;
Tanda terima pembayaran, kwintansi, nota dan atau faktur
yang disetujui Kepala Unit Kerja Pengguna Anggaran;
Berita Acara tingkat penyelesaianpekerjaan;
Berita. acara penerimaan barang/pekerjaan; Faktur Pajak;
Berita acara pembebasan tanah yang dibuat oleh Panitia
Peinbebasan Tanah;
Akte Notaris untuk pembelian baring tidak bergerak;
Foto-foto yang menunjukkan tingkat kemajuan pekerjaan;
Surat Angkutan;
Konosemen;
Surat Jaminan uang muka;
Berita acara pembayaran; dan
Surat bukti pendukung lainnya.
Pasal 67
Penibayaran untuk Pengisian Kas dapat dilakukan apabila SPP- •
PK, SKO, Daftar Rincian Penggunaan Anggaran Belanja dan SPJ
bcrikut bukti pendukung lainn)a atas realisasi pencarian SPP bulan
sebelumnya dinyatakan lengkap dan salt oleh pejabat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1).
,
pasal 68
(1) Setiap SPP yang telah memenuhi persyaratan dan disetujui oleh
• Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) dapat
cliterbitkan SPM.
(2) Batas waktu antara penerimaan SPP-BT/SPP-PK dengan
penerbitan SPM-BT/SPM-PK oleh pejabat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 ayat (1), ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan
ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan mempertimbangkan
kelancaran dan kemudahan pelayanan adrninistrasi pernerintah
Daerah.
(3) SPM-BT/SPM-PK diserahka.n kepada Be tidaha ra Um um Daerah
terbitkan Cek yang akan dicarikan di Bank atas beban Rekening
Kas Daerah.
(4) Format SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam
Lampiran )ocv Keputusan
Pasal 69
(1) Pengguna Angga ran di larang melakukan tindakaa yang
mengakibatkanbeban APBD jika dana untuk pengeluaran tersebut
tidak tersedia atau dananya tidak cukup tersedia.
(2) Pengguna Anggaran dilarang melakukan pengeluaranpengeluaran atas beban Belanja Daerah untuk tujuan lain dari
pada yang ditetapkan.
(3) Jumlah kredit anggaran setiap objek belanja perangkat daerah,
merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja.
Pasal 70
Pengg,unaan Anggaran Belanja Tidak Langsung ditetapkan
dengan Keputusan kepala Derali dan diberitahukan kepada DPRD
paling lambat satu bulan terliitung sejak Keputusan ditetapkan
•
Pasal 71
(1) Pengguna Anggaran wajib mempertanggimgjawabkan uang
digunakm dengan cara membuat SPJ yang dilampiri dengan buktibukti yang sah.
(2) SPJ berikut lampirannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan kepada Kepala Daerah paling lambat tanggal sepuluh
bulan berikutnya.
Pasal 72
Pengeluaran kas yang berupa pembayaran untuk Pihak Ketiga
dalam kedudukannya sebagai wajib pungut dibebankan pada Pos
Hutang Perhitungan Pihak Ketiga (PFK)
Pasal 73
Formuiir yang digunakan dalam pelaksanaan pembukuan terdiri dari :
- Register SKO; - Register
SPP; - Register SPM; Register SPJ; - Register
Penagihan Piutang;
- Daftar Penguji SPM.
Bagian Ketujuh
Pembiayaan
Pasal 74
Jumlah Sisa Perhitungan Anggaran Tahun berkenan di Tahun
Anggaran yang lalu dipindahbukukan pada Kelompok
Pembiayaan, Jenis Penerimaan Daerah, Obyek Sisa Lebih
Anggaran Tahun Lalu.
pasal 75
(1) Dana Cadangan dibukukan dalam Rekening tersendiri atas nama
Dana Cadangan Pemerintah Derah, yang dikelola oleh
Bendaharawan Umum Daerah;
(2) dana Cadangan tidak dapat digunakan untuk mernbiayai program/
kegiatan lain diluar yang telah ditetapkan.
(3) ProgramiKegiatan yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3), dilaksanakan
apabila Dana Cadangan yang disishkan telah tercapai.
(4) Untuk pelaksanaanprogram/kegiatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), dana Cadangan dimaksud terlebih dahulu
dipindahbukukankeRekening Kas Daerah.
Pasal 76
Penatausahaan pelaksanaan program/kegiatan yang dibiayai dari
Dana Cadangan diperlakukan sama dengan penatausahaan
pelaksanaanprogram/kegiatanlainnya
Pasal 77
(1) Pinjaman Daerah jangka pendek dan jangka panjang disalnrkan
melalui Rekening Kas Daerah:
(2) Penatausahaan pelaksanaan program/kegiatan yang dibiayai dari
Pinjaman Daerah diperlakukan sa ma dengan penatausaha an
pelaksanaan program/kegiatan lainnya;
(3) Semua penerimaan dankewajiban da lam rangka Pinjaman Daerah
dicantumkan dalam Daftar Pinjaman Daerah.
BAB XV
PENGELOLAAN BARANG DAERAH
BagianPertama
:•. Pejabat Pengelola Barang daerah
Pasal 78
(1) Kepala Daerah sebagai Otorisator barang Daerah benvenang dan
bertanggungjawab atas pembinaan dan pelaksanaan pengelolaan
barang Daerah.
(2) Selaku pejabat pembina barang Derah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) Kepala Daerah mendelegasikan sebagian atau selunth
kewenangan pengelolaan kepada Sekretaris Daerah dan atau
Pejabat Daerah.
Pasal 79
(1) Kepala Daerah menetapkanparapejabat pengelola barang Daerah
dengan keputusan Kepala Daerah
(2) Keputusan Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengatur mengenai tugas dan fungsi setiap pengelola barang
Daerah.
•
Pasal 80
(1) Kepala Daerah mengatur pengelolaan Barang Daerah;
(2) Pencatatan barang Daerah dilakukan sesuai standar Akuntansi
Pemerintah Daerah;
(3) Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD dan Kepala Badan, divas/
Lembaga Teknis adalah Pengguna dan Pengelola Barang Daerah
bagi Sekretariat Daerah/Sekretariat DPRD, Badan/Dinas Daerah/
Lembaga Teknis Daerah yang di Pimpinnya.
Bagian Kedua
Prinsip Dasar Pengelolaan Barang daerah
Pasal 81
Pengelolaan Barang daerah dilakukan secara tertib efisien, efektif,
transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan
ketentuan yang berlaku.
Pasal 82
Barang Daerah bisa diperoleh dari pembelian dengan dana yang
bersumber seluruhnya atau sebagian dari APBD, hibah/bantuan,
sumbangan, wakaf dan kewajiban Pihak Ketiga
BAB XVI
PERENCANAAN DAN PENGADAAN
Pasal 83
(1)Perencanaan kebutuhan barang Daerah disusun oleh masingmasing unit, dengan berpedoman pada standarisasi barang,
standarisasi harga, standarisasi kebutuhan barang yang
dituangkan dalam Rencana Kebutuhan Barang Unit (RKBU) dan
disampaikan kepada Badan.
(2)Badan menerima dan meneliti Rencana Kebutuhan Barang Unit
tersebut dan menghimpun serta menyusun menjadi Rencana
Daftar Kebutuhan barang Daerah (RDKBD) sebagai bahan
penyusun Rencana Anggaran Pendapatar, dan Belanja Daerah.
Pasal 84
(1) Pelaksanaan Pengadaan Barang Derah dan Jasa, dilakukan oleh
Panitia Pengadaan/Pekerjaan Daerah (P3D) yang dibentuk dengan
Keputusan Kepala Daerah.
(2) Kepala Daerah dapat menetapkan kebijaksanaan tentang
pengadaan/pekerjaan unit, melalui Panitia Pengadaan/Pekerjaan
Unit (P3U)
(3) P3D maupun P3U bertugas menyelenggarakan proses pengadaan
dan mengusulkan calon pemenang tender/lelang kepada Kepala
Daerah/Kepala Unit, sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
BAB XVII
PENERIMAAN DAN PENYALURAN
Pasal 85
(1) Semua hasil pengadaan barang daerah yang bergerak diterima
oleh Pemegang Barang atau Pejabat/Pegawai yang ditunjuk oleh
Kepala Unit/Satuan Kerja.
(2) Pemegang Barang atau Pejabat yang ditunjuk melakukan tugastugas Bendaharan Barang berkewajiban melaksanakan
administrasi perbendaharaan barang daerah.
(3) Kepala Unit selaku atasan langsung Pemegang barang,
bertanggung jawab atas terlaksananya tertib administrasi barang
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Penerimaan barang daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
selanjutnya disimpan dalam gudang/tempat penyimpanan lain.
Pasal 86
Penerimaan barang tidak bergerakdilakukan oleh Kepala Unit atau
Pejabat yang ditunjuk, kemudian melaporkan kepada Kepala
Daerah melalui Badan
Pasal 87
Penerimaan barang Daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 86
ayat (4) dilakukan setelah diperiksa oleh Panitia Pemeriksa Barang,
sedangkan penerimaanbarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
87 dilakukan setelah diperiksa Instansi Teknis yang berwenang
dengan membuat Berita Acara Pemeriksaan.
Pasal 88
(1) Pemeriksaan Barang Daerah dilaksanakan oleh Panitia Pemeriksa
barang Daerah (PPBD).
(2) Susunan Panitia Pemeriksa barang Daerah, dibentuk dengan
Keputusan Kepala Daerah.
(3) Susumu' Panitia Pemeriksa Barang Unit (PPBU) dibentuk dengan
Keputusan Kepala Unit
(4) Panitia Pemeriksa barang bertugas menguji, meneliti dan
menyaksikan barang yang diserahkan sesuai dengan persyaratan
yang tertera dalam Surat Perintah Kerja (SPK) atau Kontrak dan
dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Pasal 89
Pengeluaran barang oleh Bendaharawan Barang dilaksanakan atas
dasar Surat Perintah Pengehiaran Barang dari Kepala Badan
Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah/Kepala Unit
BAB XVIII
PEMELIHARAAN
Pasal 90
(1) Kepala Unit bertanggung jawab dan wajib memelihara setiap
barang daerah yang dikelola diunitnya masing-masing
(2) Kepala Unit dapat mengajukan biaya pemeliharaan atas barang
daerah yang dikelola diunitnya masing-masing
(3) Kepala Unit wajib melaporkanhasilpemeliharaannya kepada Kepala
Daerah Cq. Badan minimal satu tahun sekali bersamaan dengan
pembahasan anggaran dari unit yang bersangku tan
BAB XIX
INVENTARISASI
Pasal 91
(1) Pemerintah Daerah wajib menyelenggarakan inventarisasi barang
Daerah;
(2) Pemerintah Daerah wajib melaksanakan Sensus Barang Daerah
sekali dalam 5 (lima) tahun untuk mendapatkan Buku Inventaris
dan Buku Induk Inventaris beserta Rekapitulasi Barang;
(3) Tata cara penyelenggaraan inventarisasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkanolehKepala Daerah sesuai pedoman yang
ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri;
(4) Pelaksanaan Sensus Barang Daerah berpedoman pada ketentuan
yang berlaku;
-
(5) Rekapitulasi Barang sebagaimana dimaksud avat (1) dilaporkan
kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan
Pasal 92
(1) Badan selaku Pengelola Barang Daerah wajib inenyusun dan
menghimpun seluruh laporan mutasi barang dan daftar nuitasi
barang dan seinua unit kerja Pemerintah Daerah.
(2) Setiap Tahun Anggaran Rekapitulasi daftar mutasi barang Daerah
sebagaimana dimaksud pada avat ( 1) dijadikan dasar penyusunan
Neraca Daerah dan dilaporkan kepada Kepala Daerah.
BAB 30(
PERUBAHAN STATUS HUKUM
Raglan Pertama
Umum
Pasal 93
Perubahan status hukum tentang Barang Daerah meliputi :
(1) Penghapusan barang
(2) Penjualan Barang
(3) Pelepasan hak atas tanah dan atas bangunan
Bagian Kedu a
Penghapusan
Pasal 94
(1) Setiap barang Daerah yang sudah rusak dan tidak dapat
dipergunakan lagi (hilang/mati) bagi keperluan divas dapat dihapus
dan Dafiar Inventaris.
(2) Penghapusan sebagaimana dimaksud pada avat (1), diatur sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Setiap penghapusan barang Daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), diatur sebagai berikut :
a
Barang bergerak seperti Kendaraan perorangan Dinas dan
Kendaraan Operasional Dinas ditetapkan oleh Kepala
Daerah setelah memperoleh persetujuan DPRD, sedangkan
untuk barang-barang invenatris la i nnya cukup ditctapkan
deugan Keputusan Kepala Daerah;
Barang tidak bergerak ditetapkan dengan Keputusan
Kepala Daerah setelah memperoleh persetujuan DPRD;
c.
Untuk bangunan dan gedung yang akan dibangun kembali
(rehab total) sesuai peruntukan semula serta yang sifatnya
mendesak atau membahayakan, penghapusannya cukup
ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah.
(4) Barang-barang Daerah yang dihapuskan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diselesaikan melalui :
a
Pelelangan/penjualan:
b.
Stunbangan/hibah kepada pihak lain;
c.
Pemusnahan
(5) Hasil pelelangan/penjualan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
86 ayat (4) :lard a harus disetorkan sepenuhnya pada Kas Daerah
b.
Pasal 95
Penghapusanbarang Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
86 ayat (1) dilaksanakan olehPanitia Penghapusan Barang Daerah
(PPBD) yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah.
Bagi an Ketiga
Penjualan Kendaraan Dinas
Pasal 96
Kendaraan Dinas yang dapat dijual terdiri dari Kendaraan
perorangan Dinas dan Kendaraan Operasional Dinas.
Pasal 97
(1)Kendaraan Perorangan Dinas yang digunakan oleh Pejabat Negara
yang berumur 5 (lima) tahun atau lebih dapat dijual 1 (satu) bush
kepada pejabat yang bersangkutan setelah masa jabatannya
berakhir sesuai ketentuan perundang- undangan yang berlaku.
(2) Pejabat Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
Pejabat Negara di Daerah Propinsi dan Kabupaten/Kota
(3) Penjualan Kendaraan Perorangan Dinas sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) tidak boleh mengganggu pelaksanaan tugas Dinas
Daerah.
Pasal 98
(1) Kendaraan operasional dinas khususnya kendaraan roda 2
(dua) dan roda 4 (empat) yang berumur 5 (lima) tahun atau lebih
karena nisak dan tidak efisien lagi bagi keperluan dims dapat
dijual kepada Pegawai Negeri yang telah memenuhi masa kerja
sekurangkurangnya (5) tahun atau lebih
(2) Pegawai pemegang kendaraan atau yang akan memasuki pensiun
atau yang lebih senior mendapatprioritas untuk membeli kendaraan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
P asa1 99
(1) Pelaksanaan penjualan Kendaraan Perorangan Dinas dan
Kendaraan operasional dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal
89 dan Pasal 90 ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah
setelah mendapat persetujuan DPRD.
(2) Hasil penjualan Kendaraan Dinas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) hams disetorkan sepenultnya ke K as Daerah.
(3) Penghapusan dari daftar inventaris ditetapkan dengan Keputusan
Kepala Daerah setelah harga penjualan kendaraan dimaksud
di lurtasi.
Pasal 100
(1) Kendaraan Perorangan Dinas dan kendaraan Operasional Dinas
yang digunakan anggota DPRD dapat dijual kepada yang
bersangkutan yang mempunyai masa bakti + 5 (lima) tahun dan
umur kendaraan + 5 (lima) tahun.
(2) Kesempatan untuk membeli kendaraan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) hanya 1 (satu) kali kecuali tenggang waktu 10
(sepuluh) tahun dan ada Keputusan Kepala Daerah.
Ba0.an Keempat
Penjualan Rumah Daerah
Pasal 101
Kepala Daerah menetapkan penggunaan Rumah-rumah Daerah
dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang
berlaku tentang penabahan/penetapan status rurnah-rumah Daerah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 102
Rumah Daerah dapat dijual-belikim/disewakan dengan ketentuan
sebagai berikut
(1) Rumah Daerah Golongan II yang telah diubah golongannya
menjadi Rumah Golongan III;
(2) Rumah Daerah Golongan III yang telah berumur 10 (sepuluh) tahun
atau lebih;
(3) Pegawai yang dapat membeli adalah pegawai sebagainaya
dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku
sudah mempunyai masa kerja 10 (sepuluh) tahun atau lebih dan
belum pernah membeli atau memperoleh rumah dengan cara
apapun dariPemerintalt Daerah atau Pemerintah Pusat;
(4) Pegawai yang dapat membeli rumah adalah penghuni pemegang
Surat Ijin Penghunian (SIP) yang dikeluarkan oleh Kepala Daerah;
(5) Rumah dimaksud tidak sedang dalam sengketa;
(6) Rumah Daerah yang dibangun diatas tanah yang tidak dikuasai
oleh Pemerintah Daerah, maka untuk perolehan hak atas tanah
tersebut harus diproses tersendiri sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 103
(1) Harga Rumah Daerah Golongan III beserta atau tidak beserta
tanahnya ditetapkan oleh Kepala Daerah berdasarkan harga
taksiran dan penilaiannya dilakukan oleh Panitia yang dibentuk
dengan Keputusan Kepala Daerah.
(2) Pelaksanaan penjualan Rumah Daerah Golongan III ditetapkan
dengan Keputusan Kepala Daerah setelah mendapat persetujuan
DPRD.
Pasal 104
(1) Hasil penjualan Rumah Daerah Golongan III sebagaimana
dimaksud dalam pasal 26 disetorkan sepenuhnya ke Kas Daerah.
(2) Pelepasan hak atas tanah dan penghapusan dan Daftar Inventaris
ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah setelah harga
penjualan atas tanah dan atau bangunannya dilunasi.
Bagian Kelima
Pelepasan Hak Atas Tanah dan atau Bangun an
Pasal 105
(1) Setiap tindakan hukum yang bertujuan untuk pengalihan atau
penyerahan hak atas tanah dan atau bangunan yang dirniliki/
dikuasai oleh Daerah, baik yang telah ada sertifikatnya maupun
belum, dapat diproses dengan pertimbangan menguntungkan
Daerah yang bersangkutan dengan cara :
a
Pelepasan dengan pembayaran ganti rugi (dijual);
b.
Pelepasan dengan tukar menukar/ruislag/tukar guling
(2) Pelepasan hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada. ayat (1)
pelaksanaannya ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah
setelah mendapat persetujuan DPRD.
(3) Perhitungan perkiraan nilai tanah harus menguntungkan
Pemerintah Daerah dengan memperha Ran nilai jual obyek pajak
dan atau harga umum setempat.
(4) Nilai ganti rugi atas tanah dan atau bangunan ditetapkan oleh
Kepala Daerah berdasarkan nilai/harga taksiran yang dilakukan
oleh Panitia Penaksir yang dibentuk dengan Keputusan Kepala
Daerah.
(5) Ketentuan sebagaimana dimalcsud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3)
dan ayat (4) tidak berlaku bagi pelepasan Hak atas Tanah yang
telah dan bangunan rumah Golongan HI diatasnya.
BAB XXI
PEMANFAATAN
Bagian Pertama
Pinjam Pakai
Pasal 106
(1) Untuk kepentingan penyelenggaraan Pemerintah Daerah, baring
Daerah dapat dipinjam pakaikan;
(2) Pengaturanpelaksanaan pinjampakai sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Keputusan Kepala Daerah.
Bagian Kedua
Penyewaan
Pasal 107
(1) Barang Daerah baik barang bergerak maupun tidak bergerak dapat
disewakan kepada pihak ketiga sepanjang menguntungkan
Daerah:
(2) Penyewaaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan
dengan Keputusan Kepala Daerah;
Bagian Ketiga
Pengguna Usahaan
Pasal 108
(1) Ba rang daerah yang diguna-usahakan dalam bentuk kerja sama
dengan pihak Ketiga diatur oleh Kepala Daerah;
(2) Barang Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat Daftar
Inventaris tersendfiri.
Bagian Keempat
Swadana
Pasal 109
(1) Barang Daerah dapat dikelola secara swadana
(2) Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan
Keputusan Kepala Daerah.
Bagian Kelima
Pen garnanan
Pasal 110
Kepala Daerah bertanggung jawab atas pengamanan barang
Daerah yang berada dalam kewenangannya baik administrasi,
pengamanan fisik maupun tindakan hukurn
Pasal 111
Barang Daerah dapat diasuransikan sesuai dengan kemampuan
Keuangan Daerah dan ditetapkan dengan Keputusan Kepala
Daerah sesuai dengan ketentuad Peraturan Perundanganundangan yang berlaku.
Bagian Keenam
Pembinaan, Pengendalian dan Pengawasan
pasa1112
(1) Pembinaan terhadap tertib pelaksanaan pengelolaan barang
Daerah dilakukan oleh Kepala Daerah;
(2) Pengendalian terhadap tertib Pelaksanaan Pengelolaan barang
Daerah dilakukan oleh Kepala Daerah;
(3) Pengawasan terhadap pengelolaan barang daerah dilakukan oleh
Kepala daerah
BAB XXII
PEMBIAYAAN
Pasal 113
Pengada an pemelihara an dan Pengelolaan Barang Daerah
dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
BAB XXIII
TUNTUTAN PERBENDAHARAAN
DAN TUNTUTAN GANTI RUGI BARANG
Pasal 114
(1) Setiap kerugian Daerah baik yang Iangsung maupun tidak
langsung akibat perbuatan melanggar hukum atm., kelataian barns
diganti oleh yang benalah dan atau la la i.
(2) Setiap Pimpinan Perangkat Daerali wajib melakukan tuntutan ganti
rugi segera setelah diketahui bahwa dalam perangkat Daerah yang
bersangkutan terjadi kerugian akibat perbuatan dari pihak
manapun.
BAB XXIV
PENGAWASAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
Pasal 115
(1) Pengawasan atas pelaksanaan APBD dilakukan oleh DPRD.
(2) Pemerintah Daerah memberitahukan adanya tugas pembantuan
kepada DPRD.
BAB XXV
PEMERIKSAAN KEUANGAN DAERAH
Pasal 116
Pemeriksaan atas pelaksanaan, pengelolaan dan
pert anggungjawabankeuangan Daerah dilakukan sesuai peraturan
Perundang-undangan yang berlaku.
BAB XXVI
KETENTUAN PERALLHAN
Pasal 117
Badan/Dinas/Kantor/Sekretariat DaeralVSekretariat Dewan dan
Kecamatan melaksanakan Pengelolaan Keuangan Daerah sesuai
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
BAB XXVII
ICETENTUAN PENUTUP
Pasal 118
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka segala Peraturan
Perundang-undangan yang bertentangan dengan Peraturan
Daerah ini dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 119
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang
mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan
Keputusan Kepala Daerah.
Pasal 120
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangan
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Daerah Kota Bitung.
Disahkan di :
Bitung
pada tanggal :
8 Januari 2003
WALIKOTA BITUNG
ttd + cap
MILTON KANSIL
Diundangkan di : Bitung
Pada Tanggal
: 10 Januari 2003
SEKRETARIS DAERAH KOTA BITUNG
ttd + cap
DRS. H. R MAKAGANSA, MSC
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KOTA BITUNG
NOMOR : 2 TAHUN 2003
TENTANG
POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
I UMUM
Bahwa sestrai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tenting Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang ditindaldanjuti dengan Peraturan
Pemerintah disebutkanbahwa kepada Daerah diberikan sumber-sumber keuangan antara
lain Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Dana Perimbangan serta termasuk dibawahnya
Pengelolaan Barang Daerah.
Selain ini kepada Daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan dan
gmia peningkatan keuangan Daerah dapat melakukan hubungan keuangan dengan
lembaga swasta baik dalam negeri maupun luar negeri dengan prinsip saling
menguntungkan dan tidak ada ikatan politis. Sejalan dengan meningkatnya pengetahuan
masyarakat dan pengaruh globalisasi, tuntutannya semakin meningkat pula. Salah satu
tuntutan yang paling mengemukakan adalah terciptanya kepemerintahan yang baik
(good governance) dan untuk menciptakan hal tersebut diperlukan dukungan
penyelenggaraan administrasi yang baik pula antara lain yang bersifat publik, transparan
dan dapat dipertanggungjawabkan.
Penyelenggaraan administrasi tersebut diatas termasuk didalamnya adalah
pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan Daerah yang memerlukan aturan
perundangan yang dapat menyatukan poly pikir para perangkat pengelola keuangan
Daerah serta memberikan nuansa manajemen keuangan yang lebih adil, rasional,
transparan, partisipatif, akomodatif dan masyarakat antara lain dapat mengakomodir
kepentingan masyarakat yang pada gilirannya nanti dalam meningkatkan pelayanan
kesejahteraan masyarakat,
Agar pelaksanaan APBD mempunyai kebijakan dan landasan hukum yang
kuat maka perlu diatur dengan Peraturan Daerah Kota Bitung tentang Perbendaharan
Daerah.
Pemanfaatan suatu hubungan tersebut diatas sepenuhnya dipergunakan
untuk mendukung penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah secara
efektifdan elisien serta dapat dipertanggungjawabkan.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas perlu pengaturan hak dan kewajiban
keuangan Pemerintah Kota Bitung dalam Peraturan Daerah Kota Bitung tentang Pokokpokok Pengelolaan Keuangan Daerah
.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
:Cukup jelas
Pasal 2 ayat (1)
: Kekuasaan Umum Pengelolaan Kcuangan Daerah
meliputi antara lain fungsi perencanaan umum,
fungsi penyusunan Anggaran, fungsi Pemungutan
Pendapatan, fungsiperbendaharaan Umum Daerah,
fungsi Penggunaan Anggaran serta fungsi
pengawasan dan pertanggungjawaban.
Pasal 2 ayat (2)
: Cukup jelas
Pasal 2 ayat (3)
: Dalam rangka efisiensi dan efektivitas Pengelolaan
Keuangan Daerah, Kepala Daerah mendelegasikan
sebagian atau seluruh kewenangannya kepada
Perangkat Pengelola Keuangan Daerah.
Pasal 2 ayat (4)
: Cukup jelas
Pasal 2 ayat (5)
: Cukup jelas
Pasal 3
: Culcup jelas
Pasal 4
: Cukup jelas
Pasal 5
: Cukup jelas
Pasal 6
: Cukup jelas
Pasal 7
: Cukup jelas
Pasal 8
: Cukup jelas
Pasal 9
: Cukup jelas
Pasal 10 ayat (1) huruf h : Yang dimaksud dengan dan hal-hal lain adalah
misalnya :
a. Penyusunan Rencana Anggaran
b. Prosedural pergeseran Anggaran
c. Sistem penatausahaan keuangan Daerah serta
proses penyusunan perhitungan APBD;
d. Prosedural penggunaan anggaran untuk
pengeluaran tidak tersangka;
e. Proses penunjukan pejabat Pengelola Keuangan
Daerah:
f. Jadwal/Garis Besar muatan laporan pelaksanaan
APBD kepada DPRD
g. Persetujuan tentang Investasi Keuangan
Daerah;
h. Proses Perubahan APBD; dan
i. Proses Penghapusan Aset Daerah
Pasal 10 ayat (2)
: Cukup jelas
Pasal 11
: Cukup jelas
Pasal 12
Pasal 13
Pasal 14
Pasal 15 huruf a
huruf b
huruf c
huruf d
: Cukup jel a s
Cukup jelas
: Cukup jelas
: Cukup jelas
: Cukup jelas
: Cukup jelas
: Lain-lain PAD yang sah adalah sumber-sumber
Pendapatan Asli Daerah dan Retribusi Daerah
contoh Penjualan Aset Daerah
Pasal 16
: Cukup jelas
Pasal 17
: Culcup jelas
Pasal 18
: Cukup jelas
Pasal 19
: Cukup jelas
Pasal 20
: Cukup jelas
Pasal 21 ayat (1)
. Cukup jelas
ayat (2)
: Ketentuan ini mengingat Keputusan Al okasi Dana
dimaksud jangan sampai melebihi batas waktu
penetapan APBD, sehingga penetapan APBD
melebihi batas waktu yang ditentukan.
Pasal 22
: Cukup jelas
Pasal 23
: Cukup jelas
Pa sal 24
: Penyusunan APBD didasarkan pada Pendekatan
Anggaran Kinerja, dilaksanakan secara bertahap
sejak Tahun 2003 dan dilaksanakan sepenuhnya
Tahun 2004:
Pasal 25
: Cukup jelas
Pasal 26
: Culzup jelas
Pasal 27
: Cukup jelas
Pasal 28
: Cukup jelas
Pasal 29
: Cukup jelas
Pasal 30 ayat (1) huruf a : Kebijakan Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah
Daerah yang bersifat strategic antara lain adanya
kenaikan gaji PNS, apabilabelum dianggarkan, maka
perlu adanya Perubahan Anggaran.
Pasal 31
: Cukup jelas
Pasal 32
: Cukup jelas
Pasal 33
: Cukup jelas
Pasal 34
: Culcup jelas
Pasal 35
: Cukup jelas
Pasal 36
: Cukup jelas
Pasa137
Pasal 38
Pasal 39
Pa sal 40
Pasal 41
Pasal 42
Pasal 43
Pasal 44
Pasa145
Pasal 46
Pasal 47
Pasal 48
Pasal 49
Pasal 50
Pasal 51
Pasal 52
Pasal 53
Pasal 54
Pasal 55
Pa sa156
Pa sal 57
Pasal 58
Pasal 59
Pa sal 60
Pasal 61
Pasal 62
Pasa163
Pasal 64
Pasal 65
Pa sal 66
Pa sal 67
Pasal 68
Pa sal 69
Pasal 70
Pa sa1 71
Pasal 72
Pa gal 73
Pa sal 74
Pasal 75
Pasal 76
Pa sal 77
: Cukup jelas
: Cukup jelas
: Cukup jelas
: Culcup jelas
: Cukup jelas
: Cukup jelas
: Cukup jelas
: Cukup jelas
: Cukup jelas
: Cukup jelas
: Cukup jelas
: Cukup jelas
: Cukup jelas
: Cukup jelas
: Cukup jelas
: Cukup jelas
: Cukup jelas
: Cukup jelas
: Cukup jelas
: Cukup jelas
: Cukup jelas
: Cukup jelas
: Culcup jel a s
: Cukup jelas
: Cukup jelas
: Cukup jelas
: Cukup jelas
: Cukup jelas__ : Cukup jelas
: Cukup jelas
: Cukup jelas
: Cukup jelas
: Cukup jelas
: Cukup jelas
: Cukup jelas
: Culcup jelas
: Cukup jelas
: Cukup jelas
: Cukup jelas
: Cukup jelas
: Cukup jelas
Pasal 78 ayat (1)
: (1)
- Otorisator barang adalah pejabat yang
me mp un yai ke we nan gan unt uk
mengambil tindakm yang mengakibatkan
adanya penerimaan dan pengeluaran
barang Daerah. Otorisasi mempunyai
tugas
a Menetapkan kebijakan pembinaan
pengelolaan barang Daerah.
b. Menetapkankebijakan penerimaan
dan pengeluaran barang Daerah
c. Menyelenggarakan tertib
administrasi pengelolaan barang
Daerah
Ordonator barang adalah pejabat yang
benvenanguntuk menguji mengendalikan
danbertanggungjawab dalampelaksanaan
penyelenggaraan barang Daerah.
Ordonator mempunyai tugas :
a Berusaha agar persediaan barang
dalam gudang mencukupi kebutuhan
unitlPemerintah Daerah
b. Memberi petunjuk kepada panitiapanitia yang ada mengenai tugas
yang harus dilakukan
c. Mengesahkan Berita Acara yang
dibuat oleh Panitia
•d. Menyelesaikan/mengusut
kepentingan Daerah, para penyirnpan
(Bendaharawan), pemakai barang
(User/Consumers dan Pengurus
barang), pemeliharaan barang, dan
lain-lain yang merugikan daerah.
e. Berusaha agar Bendaharawan
mengirimkan pertanggung jawaban
tugas pada waktu yang telah
ditentukan dan selanjutnya meneliti
pertanggung jawaban tersebut.
(2) Kepala Daerah/Ordanator dalam rangka
pelaksana an pengelolaan barang Daerah
sesuai fungsinya dibantu oleh
a Sekretaris Daerah
b. Kepala Badan Pengelolaan
Keuangan dan Asset Daerah
c. Kepala Unit/Satuan Ketja
d. Bendaharawan Barang
Pasal 78 ayat (2)
e. Pengurus Barang
: Cukup jelas
Pasal 79
: Cukup jelas
Pasal 80
: Cukup jelas
P a s a l 8 1
Cukup jelas
Pasal 82
: Barang Daerah bisa diperoleh dari pembelian
dengan dana yang bersumber selurultnya atau
sebagian dari APBN, APBD, Perusahan DAerah.
Bank Pembangunan Daerah maupun yang berasal
dari hibah dan_b-mtuan/surnbangan dari pi hak
ketiga.
P a s a l 8 3
Cukup jelas
Pasal 84
: Cukup jelas
Pasal 85
: Cukup jelas
Pasal 86
: Cukup jelas
Pasal 87
: Cukup jelas
Pasal 88
: Cukup jelas
Pasal 89
: Culcup jelas
Pasa190
: Cukup jelas
Pasal 91
Cukup jelas
Pasal 92
• Culcup jelas
P a s a l 9 3
Cukup jelas
Pasal 94
: Culcup jelas
Pasal 95
: Cukup jelas
Pasal 96
: Culcup jelas
Pasa197
Cukup jelas
Pasal 98
: Cukup jelas
Pasal 99
• Cukup jelas
Pasal 100
: Cukup jelas
Pasal 101
: Culcup jelas
Pasal 102
: Cukup jelas
Pasal 103
: Cukup jelas
Pasal 104
: Cukup jelas
Pasal 105
: Cukup jelas
Pasal 106 :iyat (1)
Ayat (2)
-
Pinjam palm nemimpin barang Daerah hanya
dapat di lakukan dengan pertimbangan :
a. Agar barang Daerah tersebut dapat
dimanfaatkan secara ekonomis olelt
Instansi Pemerintah, Daerah
b. Untuk kepentingan social, keagamaan
Syarat-syarat pinjaman pakai/peminjaman
barang Daerah adalah
a. BarangDaerah tersebut sementara waktu
belum dimanfaatkan oleh Unit/Satuan
Kerja Daerah yang menguasai
b. Barang Daerah yang dipinjam pakaikan
tersebut hanya boleh digunakan oleh
peminjam sesuai denganperuntukannya.
c. Pinjam pakai/peminj am tersebut tidak
mengganggu kelancaran tugas pokok
Instansi atau Unit/Satuan kerja Daerah
yang bersangkutan
d. Barang Daerah yang dipinjam pakai/
dipinjamkan hams merupakan barang
yang tidak habis pakai
e. Peminjam harus / wajib memelihara
dengan baik barang Daerah yang
dipinjamkannya termasuk dengan
menanggungbiaya-biaya yang diperlukan
. selama peminjaman.
f. Jangka waktu peminjaman maksimal
selama 2 (dua) tahun dan apabila
diperlukan dapat diperpanjang kembali.
g. Untuk keperluan tertentu jangka waktu
ini dapat diberikan lebih dari dua tahun,
khususnya tempat Ibadah disesuaikan
dengan peruntukan reikzaria kota.
Pengembaian barang yang dipinjam
pakaikan harus dalam keadaanbaik.
PinjamPakai/Peminjamanbarang milik Daerah
hanya dapat dilaksanakan antar Instansi
Pemerintahkecuali untuk kepentingan social,
keagamaan.
: Cukup jelas
Pasal 107 Ayat (1)
Ayat (2)
Pasa1108 Ayat (1)
: Penyewaan dapat dilaksanakan sebagai berikut :
a Penyewaan barang Daerah yang ha nya dapat
dilakukan dengan pertimbangan untuk
mengoptimalkan daya guna dan hasil guna
barang Daerah.
b.
Untuk seinentara waktu barang Daerah
tersebut belum dimanfaatkan oleh Unit/
Satuan Kerja Daerah yang belum memiliki/
menguasai.
c.
Barang Daerah dapat disewakan kepada
pihalclain/pihak ketiga yaitu :BUMNIBUMD.
Koperasi, Yayasan atau pi hak swasta.
d.
Jenis-jenis barang Daerah yang dapat
disewakan ditetapkan oleh masing-masing
Kepala Daerah bersangkutan.
e.
Harga sewa untuk barang Daerah yang
disewakan ditetapkan dengan keputusan
Kepala Daerah
E
Hasil penyewaan merupakan penerimaan
Daerah dan selurulmya disetor ke Kas daerah
g. Dalam surat perjanjian sewa menyewa hams
ditetapkan :
1) Jenis, jinni* biaya dan jangka waktu
penyewaan
2) Biaya Operasi dan pemeliharaan selama
penyewaan menjadi tanggung jawab
penyewa
3) Syarat-syarat lain yang dipandang perlu
Jenis barang -barang Daerah yang d ap at
disewakan :
a).
Mes/Wisma/Bioskop dan sejenisnya
b).
Gudang/Gedung
c). Toko/Kios
d). T a n a h
e). Kendaraan dan alat-alat besar
: Cukup jelas
: Pengguna usahaan adalah pendayagunaan barang
Daerah oleh pihakketiga dilakukan dalam bentuk :
a BOT (Build Operate Transfer) adalah
pemanfaatan tanah dan atau bangunan milik/
dikuasai oleh Pemerintah Daerah oleh pihak
ketiga dengan cara pihak ketiga membangun
bangunan siap pakai dan atau menyediakan
menambah sarana dan lain berikut fasilitas
diatas tanah dan atau bangunan tersebut dan
mendayagunakannya selarna dalam waktu
tertentu untukkemudian setelah jangka waktu
berakhir menyerahkan kembali tanah dan
bangunan dan atau sarana lain berikut fasilitasnya tersebut beserta pendayagunaan
kepada daerah serta membayar kontribusi
sejumlah uang atas pemanfaatannya yang
besarnya sesuai dengan kesepakatannya.
b.
BTO (Build Tranfer Operate) adalah
pemantauan tanah dan atau bangunan milik/
dikuasai pemerintah Daerah oleh pihak ketiga
dengan cara pihak ketiga membangun bangunan
siap pakai dart atau menyediakan menambah sarana
lain berikut fasilitas diatas tanah dan atau bangunan
tersebut dan setelah selesai pembangunannya
diserahkan kepada Daerah untuk kemudian oleh
Pemerintah Daerah tanah clan bangunan siap pakai
dan atau sarana lain berikUt fasilitasnya tersebut
jangka waktu tertentu, dan atas pemanfaatannya
tersebut pihak ketiga dikenakan sesuai dengan
kesepakatdn.
c.
BT (BUILD Trasnfer) adalah perikatan antara
Pemerintah Daerah dengan Pihak ketiga dengan
ketentuan tanah milik Pemerintah Daerah, Pihak
Ketiga membangun dan membiayai sampai dengan
selesai, setelah pembangunan selesai pihak ketiga
menyerahkan kepada Pemerintah Daerah;
Pemerintah Daerah
membayar b iaya
pembangunannya.
d. KSO (Kerja Sama Operasi) adalahperikatan
antara Pemerintah Daerah dengan pihak ketiga,
Pemerintah Daerah menyediakan barang Daerah
dan pihak ketiga menanamkan modal yang
dimilikinya dalam salah satu usaha, selanjutnya
kedua belch pihak secara bersama-sama atau
berg,antian rnengelola manajciucn din proses
operasionalnya. keuntungannva dibagi sesu ai
Ayat (2)
Pasal 109 Ayat (1)
dengan besarnva sharing masing-masing
: Cukup jelas
: Unit swadana Daerah adalah Satuan Kerja Daerah
tertentu yang diberi wevi enang untuk
menggunakan penerimaan fungsionalnya untuk
keperluan operasionalnya sendiri secara langsung.
Untuk itu barang Daerah baik barang bergerak
maupun barang tidakbergerakciapat clikelola secara
swadana yang ada pada Unit Swadana Daerah
dengan demikian hasilnya tidak perlu disetorkan ke
Kas Daerah.
: Cukup jelas
:a
Pengamananfisik
1). Barang inventaris
Pengamanan terhadap barang bergerak
dilakukan dengan cara :
- Pemanfaatan sesuai tujuan
- Penggudangan/Penyimpanan baik
tertutup maupun terbuka
- Pemasangan tanda kepcmilikan
.
Ayat (2)
Pasal 110
Pengamanan terhadap baring tidak bcrgcrak
dilakukan dengan cara :
 Pemagaran
- Pemasanganplang tandakepernilikan
 Penjagaan
2) Barang persediaan
Pengamanan terhadap barangpersediaan
dilakukan, oleh Bendaharawan Barang/
Pengurus barang dengan cara
penempatan pada tempat penyimpanan
yang baik sesuai dengan sifat barang
tersebut agar barang-barang terhindar
dari kerusalcan fisik
b. Pengamanan administrative
1) Barang inventaris
Pengamanan administrasi terhadap
barang bergerak dilakukan dengan
cam :
70
P encatatan/inventarisasi
Perlengkapan bukti
kepemilikan antara lain BPKB,
fakturpembelian dan lain-lain
Pemasangan label kode
barang, stiker.
Pengamanan administrasi
terhadap barang tidak
bergerak dilakukan dengan
cara :
2) Barang persediaan
Pengamanan administrative terhadap
barang persediaan dilakukan dengan cara
pencatatan secara tertib.
c. Tindakan hukum
Pengamanan melalui upaya hukum
terhadap barang inventaris yang
bermasalah dipihak lain dilakukan
dengan cara :
Negosiasi (musyawarah)
untuk mencari penyelesaian
Law enforcement
Melalui pengadilan
Pasal 111
: Cukup jelas
Pasal 112 Ayat (1) : Pembinaan adalah segala usaha atau kegiatan
untuk jangkauan jangka panjang melalui pemberian
pedoman, bimbingan pelatihan arahan dan super
visi.
Ayat (2) : Pengendalian adalah segala usaha atau kegiatan
untuk menjamin dan mengarahkan agar pekerjaan
yang sedang dilaksanakan dapat berjalan sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan dan atau
hasil yang dikehendaki sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
Ayat ( 3 ) : Pengawasan adalah segala usaha atau kegiatan
untuk mengetahui dan menilai, kenyataan yang
sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas dan atau
kegiatan, apakah sesuai dengan semestinya atau
tidak
Pasal 113
: Cukup jelas
Pasal 114
Pasal 115 Ayat (1)
Ayat (2)
: Kenigian sebagaimana dimaksud dalam ayat ini
a dala h bukan pemeriksaan tetapi pengawasan yang
lebih mengarah untuk menjamin pencapaian sasarmi
yang telah ditetapkan dalam APBD.
: Pengawa.san sebagaimana dimaksud dalam ayat ini
adalah bukan pemeriksaan tetapi PengaWasan yang
lebih mengarah untuk menjamin pencapaian sasaran
yang telah ditetapkan dalam APBD
: PrOses Penganggaran pelaksanaan Dekonsentrasi
dilakukan bersama Pemerintah Daerah Propinsi yang
terkait
Pasal 116
: Cukup jelas
Pasal 117
: Culatp jelas
Pasal 118
: Culcup jetas
Pasal 119
: Cukup jelas
Pasal 120
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KOTA BITUNG NOMOR : 23
Download